23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansia 2.Batasan Lanjut Usia Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia, mengutip pernyataan : a.Organisasi Kesehatan Dunia Lanjut usia meliputi usia pertengahan yakni kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60 sampai 74 tahun, usia lanjut tua (Old) yaitu antara usia 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun. b.Undang – undang nomor 13 tahun 1998 Menjelaskan tentang kesejahteraan lanjut usia yang termaktub dalam BAB I pasal 1 ayat 2 yaitu bahwa “ lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas “. c.Koesoemato Setyonegoro Pengelompokan lanjut usia meliputi: Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18 atau 20-25 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas yaitu usia 25-60 atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65 atau 70 tahun, usia 70 – 75 tahun (young old), usia 75 – 80 tahun (old), dan lebih 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

  • Upload
    lynga

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a.Konsep Lansia

2.Batasan Lanjut Usia

Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia, mengutip

pernyataan :

a.Organisasi Kesehatan Dunia

Lanjut usia meliputi usia pertengahan yakni kelompok usia 45

sampai 59 tahun, lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60 sampai 74

tahun, usia lanjut tua (Old) yaitu antara usia 75 sampai 90 tahun, dan usia

sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun.

b.Undang – undang nomor 13 tahun 1998

Menjelaskan tentang kesejahteraan lanjut usia yang termaktub

dalam BAB I pasal 1 ayat 2 yaitu bahwa “ lanjut usia adalah seseorang

yang mencapai usia 60 tahun keatas “.

c.Koesoemato Setyonegoro

Pengelompokan lanjut usia meliputi:

Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18 atau 20-25

tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas yaitu usia 25-60

atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65 atau 70

tahun, usia 70 – 75 tahun (young old), usia 75 – 80 tahun (old), dan lebih

6

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

dari 80 tahun (very old) dalam Nugroho, 2000).

3.Proses Penuaan

Penuaan merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari oleh

setiap manusia. Walaupun proses penuaan merupakan sesuatu yang normal,

akan tetapi pada kenyataannya proses ini lebih menjadi beban. Hal ini secara

keseluruhan tidak bisa dipungkiri oleh beberapa orang yang merasa lebih

menderita karena pengaruh penuaan ini. Proses penuaan ini mempunyai

konsekuensi terhadap aspek biologis, psikologis, dan sosial (Watson, 2003).

4.Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

a.Perubahan-perubahan fisik

1)Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya

2)Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak menurun 10 – 20, lambat

dalam respon dan waktu untuk bereaksi dan mengecilnya saraf panca indera

yang menyebabkan berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,

menurunnya sensasi perasa dan penciuman.

3)Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya kemampuan daya

pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi atau suara nada

tinggi.

4)Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar, kornea

lebih berbentuk sferis, serta hilangnya daya akomodasi.

5)Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun,

kemampuan jantung memompa darah menurun dan kehilangan elastisitas

7

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

pembuluh darah.

6)Sistem respirasi terjadi perubahan pada otot – otot pernafasan kehilangan

kekuatan dan menjadi kaku, paru – paru kehilangan elastisitas.

7)Sistem Gastrointestinal terjadi perubahan kehilangan gigi, indra pengecap

menurun, rasa lapar menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul

konstipasi.

8)Sistem genitourinaria terjadi perubahan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke

ginjal menurun, dan otot – otot vesika urinaria lemah.

9)Sistem endokrin terjadi perubahan produksi hampir semua hormon menurun

seperti Adrenokortikotropin hormon (ACTH), Follicle-stimulating hormon

(FSH), Thyroid-stimulsitng hormon (TSH) dan Luteinizing hormon (LH)

( Brunner & Suddarth, 2002).

10)Sistem integumen terjadi perubahan elastisitas sehingga menjadi keriput,

permukaan kulit bersisik dan kasar.

11)Sistem muskuloskeletal terjadi perubahan berupa tulang makin rapuh, terjadi

kifosis, persendian kaku dan atrofi serabut otot.

b.Perubahan – perubahan mental meliputi perubahan dalam memori dan

intellegentia quantion (IQ).

c.Perubahan – perubahan psikososial meliputi pensiun, merasakan atau sadar

akan kematian, perubahan dalam cara hidup dan sebagainya.

Perubahan yang terjadi pada lansia, dapat menimbulkan berbagai

masalah. Adapun utama pada lansia (Geriatrik Giant) Setianto (2005) yaitu:

8

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

a.Gangguan otak besar (Sindroma serebral) adalah kumpulan gejala yang

terjadi akibat perubahan dari aliran darah otak. Pada lansia, terjadi

pengecilan otak besar yang dalam batas tertentu masih dianggap normal.

Aliran darah otak orang dewasa kurang lebih 50 cc/100 grm/menit.

Apabila aliran kurang dari separuhnya, maka akan menimbulkan gejala-

gejala gangguan otak besar. Ganguan sirkulasi ini dapat disebabkan

karena hipertensi/darah tinggi, mengerasnya pembuluh darah,

penyempitan akibat proses pengerasan pembuluh yang dipercepat dengan

tingginya kolesterol darah (atheroskerosis), kencing manis, merokok dan

darah tinggi.

b.Bingung (Konfius) adalah suatu akibat gangguan menyeluruh pada fungsi

pangertian (kognisi) meliputi derajat kesadaran, kewaspadaan dan

terganggunya proses berfikir. Bingung tersebut meliputi bingung waktu,

tempat dan orang yang merupakan istilah lain gagal otak akut. Gangguan

memori dapat berupa gangguan jangka pendek, maupun jangka panjang.

Ada gangguan angan-angan misalnya melihat sesuatu yang tidak ada

(halusinasi) atau salah penglihatan. Ada enam ciri dari konfius antara lain

derajat kesadaran yang menurun, gangguan cipta (persepsi), terganggunya

siklus bangun tidur yaitu sulit tidur (insomnia); Aktifitas fisik bisa

meningkat atau menurun, bingung, gangguan memori, tidak mampu

belajar materi baru.

9

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

c.Gangguan saraf mandiri pada lanjut usia yang perlu diperhatikan adalah

terjadinya perubahan aliran listrik saraf ke pusat mandiri yang

mengakibatkan tekanan darah rendah (hipotensi) pada posisi tegak,

gangguan-gangguan pengaturan seperti pada pengaturan suhu, gerak

kandung kemih, saluran makanan di leher dan usus besar.

d.Inkontinentia urin yaitu, sering berkemih tanpa disadari oleh lansia.

Inkontinentia akut antara lain disebabkan oleh DRIP (D: delirium,

kesadaran kurang; R: retriksi mobilitas, retensi; I: infeksi, inflamasi,

impaksi feces; P: pharmasi/obat-obatan, poliuri). Inkontinensia alvi,

sering buang air besar/defekasi tanpa disadari. Peristiwa ini tidak

menyenangkan, tetapi tidak terelakkan. Diantara penderita inkontinensia

urin 35% menderita inkontinensia alvi sehingga mekanismenya dianggap

sama. Feses bisa berupa cair atau belum berbentuk bahkan dapat

merembes dipakaian atau tempat tidur. Keluarnya feses yang sudah

berbentuk dapat terjadi sekali atau dua kali per hari. Hal ini dapat

disebabkan hilangnya refleks anal/anus dan disertai lemahnya otot-otot

seran lintang yang melingkari anus. Sering ini merupakan gejala awal

penyakit saluran cerna bawah, bahkan sangat mungkin disembuhkan

apabila diobati pada waktu dini.

e.Jatuh yaitu suatu kejadian yang menyebabkan seseorang mendadak

terbaring atau terduduk dilantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau

10

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

tanpa kehilangan kesadaran atau luka dan merupakan salah satu masalah

utama lansia (Reuben, 1996).

f.Penyakit tulang dan patah tulang menjadi salah satu sindroma geriatrik,

dalam arti angka kejadian dan akibatnya pada lansia cukup bermakna. Hal

ini sejalan dengan bertambahnya usia, maka terjadi peningkatan hilangnya

massa tulang deengan kejadian patah tulang berbanding lurus/linier.

Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5-1% per tahun dari berat tulang pada

wanita paska menopause dan pria > 80 tahun. Sepanjang hidup tulang

mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel-sel osteoklas) dan

pembentukan (dilaksanakan oleh sel-sel osteoblas) yang berjalan bersama-

sama, sehingga tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan

pertumbuhan badan (proses remodelling). Oleh karena itu dapat

dimengerti bahwa proses remodelling ini akan sangat cepat pada usia

remaja (growth sport).

g.Dekubitus dapat terjadi pada setiap umur hal tersebut merupakan masalah

khusus pada lanjut usia dan erat kaitannya dengan imobilitas. Dekubitus

adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawahnya, bahkan

menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya penekanan pada

suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan

sirkulasi darah setempat. Seseorang yang tidak imobil atau bisa alih posisi

dapat berbaring berminggu-minggu tanpa terjadi dekubitus karena dapat

11

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

berganti posisi beberapa kali dalam satu jam. Pergantian posisi ini

walaupun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh

yang kontak dengan alas tempat tidur.

b.Faktor – faktor yang Mempengaruhi Jatuh pada Lanjut Usia

Kejadian jatuh dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti usia, jenis kelamin,

penyakit, dan stabilitas badan. Stabilitas badan dapat dipengaruhi oleh beberapa

hal (Darmojo, 2004) yaitu:

1. Sistem Sensorik

Sistem sensorik yang berperan adalah visus (tajam penglihatan),

sedangkan sistem pendengaran yang terkait adalah fungsi vestibuler dan

propioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan

gangguan penglihatan. Begitu juga dengan semua penyakit telinga akan

menimbulkan gangguan pendengaran, misalnya Vertigo tipe perifer sering

terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan fungsi vestibuler

akibat proses menua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan

mengganggu fungsi propioseptif (Tinetti, 1992).

2. Sistem Saraf Pusat (SSP)

Sistem Syaraf Pusat akan memberikan respon motorik untuk

mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, parkinson, dan

normotensif hidrocephalus sering diderita oleh lansia dan menyebabkan

gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik

12

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

(Tinetti, 1992).

3. Sistem Muskuloskeletal

Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang

benar-benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.

Gangguan sistem muskuloskeletal menyebabkan gangguan berjalan dan ini

berhubungan dengan proses menua yang fisiologis maupun penyakit tertentu.

Faktor penyebab jatuh pada lansia dapat dibagi dalam 2 golongan besar

(Darmojo, 2004 dikutip dari Kane, 1994), yaitu:

a.Faktor Intrinsik

1)Sistem Saraf Pusat (SSP)

Stroke adalah sindrome klinis yang awal tiimbulnya mendadak,

cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24

jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian , dan disebabkan

oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Kapita Selekta

Kedokteran, 2000). Stroke dan Trancient Iskemia Attack (TIA) yang

mengakibatkan hemiparese sering menyebabkan jatuh pada lansia.

Insufisiensi arteri vertebral juga menyebabkan syncope dan jatuh.

Syncope adalah suatu keadaan dimana terdapat kelemahan

menyeluruh pada otot-otot tubuh sehingga tidak mampu memprtahankan

sikap tegak dan disertai hilangnya kesadaran (Buku Ajar Kardiologi,

2000). Syncope dan jatuh pada insufisiensi arteri vertebral terjadi ketika

lansia melihat ke atas dan ke salah satu sisi atau mengambil suatu benda

13

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

yang lebih tinggi. Kondisi ini cenderung terjadi pada lansia dengan

servikal spondilosis.

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya

gejala-gejala yang datang dalam serangan berulang-ulang yang disebabkan

lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel syaraf otak yang bersifat

reversibel dengan berbagai sebab (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).

Epilepsi merupakan kasus yang jarang menyebabkan jatuh pada lansia,

tetapi epilepsi juga merupakan salah satu faktor penyebab jatuh, maka

kemungkinan jatuh akibat epilepsi harus diperhatikan.

Jatuh merupakan hal yang umum pada lansia yang menderita

penyakit parkinson. Penyakit parkinson adalah penyakit neurologis kronis

yang mengenai ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya

pengiriman dopamin dari substansia nigra ke globus pallidus.

Gejala khas penyakit Parkinson antara lain tremor sewaktu

istirahat (resting tremor), rigiditas, bradikinesia atau kelambanan

pergerakan, instabilitas postural.

Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah suara atau cara

berbicara menjadi monoton, volumenya rendah dan terputus-putus;

sekresi air liur yang berlebihan (sialorrhea), disfungsi otonom seperti

berkeringat berlebihan, inkontinensia, hipotensi ortostatik, hal ini

mungkin disebabkan oleh menghilangnya secara progresif neuron di

ganglia simpatik; tulisan tangan menjadi kecil dan rapat, tanda Meyerson

14

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

positif yaitu kedua mata berkedip-kedip bila dilakukan pengetukan di atas

pangkal hidung.

Normotensif hidrocephalus menyebabkan ataxia yang dini dan

tampak dalam trias khusus yaitu gangguan berjalan, demensia dan

inkotinensia. Gangguan berjalan dalam bentuk berjalan magnetik dengan

langkah pendek-pendek, kurangnya kontrol keseimbangan dan kesulitan

untuk berputar. Kondisi di atas dapat menyebabkan jatuh pada lansia.

2)Demensia

Demensia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya

fungsi intelektual dan ingatan atau memori sedemikian berat sehingga

menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Darmojo, 2004).

Prevalensi demensia meningkat pada populasi lansia dengan umur

65 tahun ke atas dan meningkat tajam setelah umur 75 tahun. Lansia

dengan demensia menunjukkan persepsi yang salah terhadap bahaya

lingkungan, terganggunya keseimbangan tubuh dan apraxia sehingga

insiden jatuh meningkat. Depresi atau keadaan pseudodemensia juga

umum terdapat pada lansia dengan prevalensi 10 % pada lansia di kota

besar. Peningkatan insiden jatuh pada lansia dengan depresi disebabkan

kurangnya kewaspadaan terhadap faktor lingkungan, keinginan untuk

melukai diri dan gangguan kesehatan secara umum.

Hasil penelitian Friskawati (2005), didapatkan bahwa dari 85

lansia di desa Pelem Kabupaten Boyolali 92,5% mengalami demensia

15

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

mempunyai peluang terjadi gangguan pola tidur. Hasil uji kai kuadrat

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara demensia

dengan pola tidur pada lansia, dengan nilai p = 0.016. Dengan adanya

gangguan pola tidur pada lansia maka akan berdampak pada kesehatan

lansia yang secara tidak langsung akan mempegaruhi keseimbangan tubuh

pada lansia.

3)Gangguan Sistem Sensorik

Gangguan sistem sensorik bisa mengenai sensori, rasa nyeri, dan

sensasi. Gangguan sernsori dapat berupa katarak, glaukoma, degenerasi

makular, gangguan visus pasca stroke dan retinopati diabetika meningkat

sesuai dengan umur. Entropion, ektropion atau epifora yang menyebabkan

gangguan penglihatan juga meningkatkan insiden jatuh. Walaupun

gangguan penglihatan meningkatkan insiden jatuh tetapi kebutaan tidak

meningkatkan insiden tersebut.

Gangguan sensasi keseimbangan berupa vertigo, sering ditemukan

pada lansia tetapi tidak sering menyebabkan jatuh pada lansia. Vertigo

sering terjadi bersamaan dengan nistagmus. Berdasarkan etiologinya

vertigo dibagi menjadi vertigo tipe perifer dan vertigo tipe sentral.

Vertigo tipe perifer terjadi akibat gangguan pada sistem vestibuler atau

auditorius seperti pada penyakit positional vertigo, labyrintitis dan

Meniere’s disease. Vertigo tipe sentral dihubungkan dengan gangguan

pada otak, untuk mengetahui vertigo tipe sentral diperlukan CT-Scan

16

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

kepala untuk diagnosa pasti.

4)Gangguan Sistem Kardiovaskuler

Insiden gagal jantung kongestif dan infark miokard meningkat

sesuai dengan umur. Hipertensi dan kardia aritmia juga sering ditemukan

pada lansia. Gangguan sistem kardiovaskuler akan menyebabkan syncope.

Syncope –lah yang sering menyebabkan jatuh pada lansia. Menurut

penelitian (Gordon et.al 1998 dalam Nugroho, 2000), 12 dari 37 lansia

yang menderita kardia aritmia mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk

jatuh. Postural hypotension yang harus dicurigai ketika lansia pusing bila

melakukan perubahan posisi secara mendadak seperti mendadak bangun

dari tempat tidur atau kursi. Postprandial syncope yang berhubungan

dengan transient hypotension, sering dijumpai lansia setelah makan atau

buang air besar. Dalam hal ini meningkatkan risiko jatuh lansia di kamar

mandi.

5)Gangguan Metabolisme

Gangguan metabolisme sering mengakibatkan kejadian jatuh.

Gangguan ini terutama pada gangguan regulasi cairan berupa dehidrasi.

Dehidrasi bisa disebabkan oleh diare, demam, asupan cairan yang kurang

atau penggunaan diuretik yang berlebihan. Manifestasi klinis yang tampak

adalah syncope atau postural hypotension walaupun kadang drop attacks

dan vertigo dapat terjadi.

17

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

6Gangguan Gaya Berjalan (gait disorder)

Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak tubuh adalah pola

jalan. Keseimbangan, kekuatan dan fleksibilitas diperlukan untuk

mempertahankan postur tubuh yang baik. Ketiga elemen itu merupakan

dasar untuk mewujudkan pola jalan yang baik setiap individu.

Gangguan gaya berjalan dapat disebabkan oleh gangguan muskuloskeletal

dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mencapai pergerakan

normal yaitu:

a.Penyokong anti gravitasi pada posisi tegak, kontrol keseimbangan dan

pergerakan melangkah ke depan.

b.Posis tegak karena pusat gravitasi berada di vertebra sakral 2

anterosuperior

c.Posisi tegak membutuhkan sedikit energi untuk menjaga keseimbangan

saat berdiri. Stabilitas mekanik dipertahankan sepanjang jalur gravitasi

yang melewati dasar penyangga di antara kedua kaki.

Selain pergerakan normal, juga harus diperhatikan terkait dengan

mekanisme pergerakan maju (Darmojo, 2004) yaitu :

a.Berhubungan dengan fiksasi dan elevasi dari pelvis oleh otot abduktor

paha.

b.Badan dimiringkan ke depan.

c.Kaki yang berayun dan fleksi serta panggul sedikit berputar keluar, lutut

18

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

fleksi dan kaki dorso fleksi.

d.Tumit menyentuh lantai.

e.Rotasi eksternal dan dorsofleksi tungkai yang bergeser ke pusat gravitasi

di depan.

f.Rotasi lengan dan bahu berguna untuk keseimbangan gerakan pelvis dan

ekstremitas bawah.

Dampak dari pergerakan maju akan menghasilkan pola jalan. Pada lansia

ada beberapa perubahan yang mungkin terjadi, diantaranya sebagai

berikut:

a. Kecepatan berjalan tetap stabil sampai umur 70 tahun, kemudian dalam

tiap dekade menurun kecepatannya menurun 15% untuk kecepatan

berjalan biasa dan 20% untuk kecepatan berjalan maksimal. Uniknya,

dari penelitian tidak didapati adanya perubahan cadence (ritme

berjalan) walaupun menurun kecepatan iramanya.

b. Peningkatan waktu fase berdiri dengan dua kaki (double stance phase)

sehingga menurunkan momentum pada fase mengayun kaki dan

berakibat langkah menjadi lebih pendek.

c. Berjalan dengan ibu jari kaki deviasi ke arah lateral sekitar 5%.

Merupakan adaptasi tubuh agar didapati keseimbangan lateral atau

dicurigai adanya kelemahan pada otot panggul yang bertugas

melakukan rotasi interna

d. Pergerakan sendi berubah seiring dengan umur, contohnya Ankle

19

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

plantar fleksor yang menurun walaupun kemampuan maksimal dari

ankle plantar dorsofleksi tidak berubah.

e. Panjang langkah berkurang pada orang tua, mungkin otot betis pada

lansia yang berkurang kekuatannya dan tidak bisa menghasilkan

plantar fleksi yang optimal, bisa juga disebabkan karena berkurangnya

keseimbangan dan kontrol tubuh yang jelek pada fase single stance.

Bisa juga karena rasa aman yang didapat ketika berjalan dengan

langkah pendek.

f. Sedikit adanya rigiditas pada anggota gerak, terutama anggota gerak

atas lebih dari anggota gerak bawah. Rigiditas akan hilang apabila

tubuh bergerak.

g. Gerakan otomatis menurun, amplitude dan kecepatan berkurang,

seperti hilangnya ayunan tangan saat berjalan.

h. Penurunan rotasi badan, terjadi karena efek sekunder kekakuan sendi.

i. Penurunan ayunan tungkai saat fase mengayun.

j. Penurunan sudut antara tumit dan lantai, itu mungkin disebabkan

lemahnya fleksibilitas plantar fleksor.

Selain pergerakan normal, bisa juga ditemukan gangguan gaya

berjalan yang terjadi akibat proses menua dapat disebabkan oleh beberapa

hal yaitu kekakuan jaringan penghubung, berkurangnya massa otot,

perlambatan konduksi saraf, penurunan visus atau lapang pandang,

kerusakan propioseptif. Disamping itu biasanya juga dijumpai pada

20

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

lansia, yaitu kelemahan otot quadriceps femoris, stenosis spinal, stroke,

neuropati perifer, osteoartritis, osteoporosis, penyakit Parkinson dan

keadaan patologi dari sendi panggul.

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak,

langkah yang pendek dan penurunan irama. Kaki tidak dapat menapak

dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah (postural sway).

Perlambatan reaksi mengakibatkan lansia susah atau terlambat

mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung,

kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.

Ada beberapa gangguan gaya berjalan yang sering ditemukan pada lansia,

(Darmojo, 2004) antara lain :

a.Gangguan gaya berjalan hemiplegik (Hemiplegic Gait)

Pada hemiplegik terdapat kelemahan dan spastisitas ekstremitas

unilateral dengan fleksi pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah

dalam keadaan ekstensi. Ekstremitas bawah dalam keadaan ekstensi

sehingga mengakibatkan kaki “memanjang”. Pasien harus

mengayunkan sambil memutar kakinya untuk melangkah ke depan.

Jenis gangguan berjalan ini ditemukan pada lesi tipe Upper Motor

Neuron (UMN).

b.Gangguan gaya berjalan diplegik (Diplegic Gait)

Terdapat spastisitas ekstremitas bawah lebih berat dibanding

ekstremitas atas. Pangkal paha dan lutut dalam keadaan fleksi dan

21

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

adduksi dengan pergelangan kaki dalam keadaan ekstensi dan rotasi

interna. Jika lansia berjalan kedua ekstremitas bawah dalam keadaan

melingkar. Jenis gangguan berjalan ini biasanya dijumpai pada lesi

periventrikular bilateral. Ekstremitas bawah lebih lumpuh dibanding

dengan ekstremitas atas karena akson traktus kortikospinalis yang

mempersarafi ekstremitas bawah letaknya lebih dekat dengan ventrikel

otak.

c.Gangguan gaya berjalan neuropathy (Neuropathic Gait)

Gangguan gaya berjalan jenis ini biasanya ditemukan pada penyakit

saraf perifer dimana ekstremitas bawah bagian distal lebih sering

diserang. Karena terjadi kelemahan dalam dorsofleksi kaki, maka

pasien harus mengangkat kakinya lebih tinggi untuk menghindari

pergeseran ujung jari kaki dengan lantai.

d.Gangguan gaya berjalan miopathy (Myopathic Gait)

Dengan adanya kelainan otot, otot-otot proksimal pelvic girdle (tulang

pelvis yang menyokong pergerakan ekstremitas bawah) menjadi

lemah. Oleh karena itu, terjadi ketidakseimbangan pelvis bila

melangkah ke depan, sehingga pelvis miring ke kaki sebelahnya,

akibatnya terjadi goyangan dalam berjalan.

e.Gangguan gaya berjalan Parkinsonian (Parkinsonian Gait)

Terjadi rigiditas dan bradikinesia dalam berjalan akibat gangguan di

ganglia basalis. Tubuh membungkuk ke depan, langkah memendek,

22

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

lamban dan terseret disertai dengan ekspresi wajah seperti topeng.

f.Gangguan gaya berjalan khoreoform (Choreiform Gait)

Merupakan gangguan gaya berjalan dengan hiperkinesia akibat

gangguan ganglia basalis tipe tertentu. Terdapat pergerakan yang

ireguler seperti ular dan involunter baik pada ekstremitas bawah

maupun atas.

g.Gangguan gaya berjalan ataxia (Ataxic Gait)

Langkah berjalan menjadi lebar, tidak stabil dan mendadak, akibatnya

badan memutar ke samping dan jika berat pasien akan jatuh. Jenis

gangguan berjalan ini dijumpai pada gangguan cerebellum.

Menurut penelitian Sitompul (2000), dari 33 lansia di Panti

Wredha Wening Werdaya Ungaran diperoleh hasil bahwa ada

hubungan antara kecepatan berjalan dengan keseimbangan berdiri

walaupun dalam derajat amat rendah (r = 0.0839), artinya dengan

kecepatan berjalan yang teratur maka keseimbangan berdiri akan

stabil, begitu juga sebaliknya jika kecepatan berjalan tidak teratur

maka keseimbangan berdiri akan terganggu sehingga dapat

menyebabkan lansia jatuh.

bFaktor Ekstrinsik

1Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan suatu keadaan atau kondisi baik bersifat

mendukung atau berbahaya yang dapat mempengaruhi jatuh pada lansia.

23

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

Faktor lingkungan yang belum dikenal mempunyai risiko terhadap roboh

sebesar 22 % (Probosuseno, 2006).

Lingkungan yang sering dihubungkan dengan jatuh pada lansia

antara lain alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau

tergeletak di bawah, tempat tidur tidak stabil atau kamar mandi yang

rendah dan licin, tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah

dipegang,; lantai tidak datar, licin atau menurun; karpet yang tidak dilem

dengan baik, keset yang tebal/menekuk pinggirnya, dan benda-benda alas

lantai yang licin atau mudah tergeser; lantai licin atau basah, penerangan

yang tidak baik (kurang atau menyilaukan); alat bantu jalan yang tidak

tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.

Kejadian jatuh pada lansia sekitar 10 % terjadi ditangga dengan

kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik, yang

lainnya terjadi karena tersandung atau menabrak benda perlengkapan

rumah tangga, lantai yang licin atau tidak rata dan penerangan ruang yang

kurang.

2Faktor Aktifitas

Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktifitas

biasa seperti berjalan, naik atau turun tangga dan mengganti posisi. Hanya

sedikit sekali jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktifitas berbahaya

seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi pada

lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin disebabkan oleh

24

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering

terjadi pada lansia yang immobile (jarang bergerak) ketika tiba-tiba ingin

pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.

3Obat-obatan

Obat merupakan zat kimia yang dikonsumsi oleh tubuh. Kelompok

dewasa berusia diatas 65 tahun merupakan pengguna obat-obatan yang

terbanyak, terhitung hampir 40 % dari semua obat yang diresepkan

(Perry&Potter, 2001 dikutip dari Hosstel, 1992). Obat-obatan juga

meningkatkan insiden jatuh terutama obat-obatan yang menyebabkan

somnolen (obat hipnotik), postural hypotension (diuretik, nitrat, obat

antihipertensi dan antidepresan trisiklik) dan kebingungan (simetidine dan

digitalis). Adapun efek samping obat anti hipertensi antara lain adalah

vertigo dan sakit kepala (Katzung, 1994).

Kadar obat dalam serum tidak stabil karena perubahan

farmakokinetik akibat proses menua dan penyakit juga sering

menyebabkan intoksikasi obat pada lansia. Disamping itu, obat yang

diresepkan dapat menyebabkan konfusi, pusing, mengantuk yang dapat

mempengaruhi keseimbangan dan mobilitas (Perry dan Potter, 2001).

25

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

C.Kerangka Teori

Geriatrik Giant

Gambar 3.1 Skema Kerangka Teori

Sumber: (Darmojo, 2004 dikutip dari Kane, 1994)

26

Perubahan fisik, mental dan sosial

Gangguan Otak Besar

Gangguan Syaraf Mandiri

Bingung ( konfius )

Inkontinensia

Jatuh

Kelainan Tulang dan Patah

Dekubitus

Sistem syaraf pusat, Demensia

Gangguan sistem sensorik dan system kardiovaskuler

Gangguan metabolisme dan gaya berjalan

Obat-obatan yang diminum

Aktifitas

Linkungan yang tidak mendukung atau

berbahaya

Lansia

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

D.Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 3.2 Skema Kerangka Konsep

E.Variabel Penelitian

1.Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat

dari variabel bebas (Alimul, 2003). Variabel terikat yang akan diteliti adalah

kejadian jatuh pada lansia.

2.Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau

berubahnya variabel terikat (Sugiyono, 2003). Variabel bebas yang akan

diteliti yaitu gangguan gaya berjalan, demensia, lingkungan, dan obat-obatan.

27

Gangguan gaya berjalan

Demensia

Lingkungan

Obat-obatan

Jatuh pada lansia

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.Konsep Lansiadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/...s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf · pada lansia. 3)Gangguan Sistem Sensorik Gangguan sistem sensorik bisa

F.Hipotesa

Adapun hipotesis penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah :

1.Ada hubungan ganguan gaya berjalan dengan kejadian jatuh pada lansia.

2.Ada hubungan demensia dengan kejadian jatuh pada lansia.

3.Ada hubungan lingkungan dengan kejadian jatuh pada lansia.

4.Ada hubungan obat - obatan dengan kejadian jatuh pada lansia.

28