38
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengangkatan Anak 1.1 Pengertian Pengangkatan Anak Pengangkatan anak di Indonesia sendiri awalnya dimulai pada masa penjajahan Belanda dimana bidang hukum perdata di Indonesia yang hingga kini masih mengalami pluralisme, pada masa penjajahan hukum perdata masih berdasarkan penggolongan penduduk Indonesia menurut pembagian yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional, rumusan dari pengertian pengangkatan anak secara formal dan berlaku bagi seluruh pengangkatan anak di Indonesia tanpa membedakan golongan penduduk dan juga tanpa membedakan domestic adoption atau inter- country adoption dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengangkatan Anak

1.1 Pengertian Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak di Indonesia sendiri awalnya dimulai pada

masa penjajahan Belanda dimana bidang hukum perdata di Indonesia

yang hingga kini masih mengalami pluralisme, pada masa penjajahan

hukum perdata masih berdasarkan penggolongan penduduk Indonesia

menurut pembagian yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda

dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata

yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional, rumusan dari

pengertian pengangkatan anak secara formal dan berlaku bagi seluruh

pengangkatan anak di Indonesia tanpa membedakan golongan

penduduk dan juga tanpa membedakan domestic adoption atau inter-

country adoption dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

15

Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak9. Pengangkatan anak secara

umum adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan

mengangkat anak orang lain yang kemudian diangkat dan dianggap

sebagai anak sendiri didalam suatu keluarga. Perbuatan hukum disini

berarti bahwa segala perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum

yang menimbulkan adanya hak-hak dan kewajiban. Pengangkatan

anak menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun

2007 adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak

dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain

yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan

anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat. Dari

rumusan pengertian pengangkatan tersebut tidak cukup tercermin

sampai seberapa jauh atau seberapa luas akibat hukum perbuatan

pengangkatan anak.

Pengangkatan anak pada hakikatnya harus dipandang sebagai

upaya untuk meniru alam dengan menciptakan keturunan secara

buatan atau artifisial (adoptio naturam imitatur), sehingga Rabel

menyatakan “No institution can be designed as adoption, unless it

makes the child legitimate in relation to the adopting parent”.10 Namun

9 Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2014, h. 105

10 S. Gautama (Gouwgioksiong), Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid ke Tiga, Kinta,

Jakarta, 1969, h. 95.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

16

dengan terjadinya perubahan dalam fungsi pengangkatan anak yang

telah dikemukakan diatas maka terjadi perubahan-perubahan dalam

penilaian terhadap akibat-akibat pengangkatan anak. Kalau pada

mulanya, yaitu dalam sistem dimana pengangkatan anak dipandang

semata-mata sebagai cara untuk melanjutkan keturunan, akibat-akibat

pengangkatan demikian mendalam, hingga memutuskan hubungan

antara anak angkat dengan orang tua asalnya (adoptio plena).

Dalam pengangkatan anak dilakukan seperti mengadakan

hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam pengaturan

perundang-undangan. Terdapat kepastian hukum mengenai

pengangkatan anak dengan memiliki hubungan multi aspek, terutama

dengan aspek hukum kekeluargaan, hukum harta kekayaan dan juga

hukum waris. Jika dilihat dalam dewasa ini adopsi dilaksanakan untuk

mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua

belum memiliki anak. Akibat dari adopsi yang demikian itu adalah

bahwa anak yang diadopsi kemudian memiliki status sebagai anak

kandung yang sah dengan segala hak dan kewajiban yang sebelum

dilaksanakan adosi itu calon orang tua angkat wajib memenuhi syarat-

syarat untuk benar-benar dapat menjamin kesejahteraan bagi anak

angkat.

Isu hukum dalam pengangkatan anak bukanlah masalah yang

baru di dalam perkembangan masyarakat di Indonesia. Jika kita

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

17

melihat kembali ke zaman dahulu pengangkatan anak telah dilakukan

dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan

juga sistem hukum yang ada dan hidup di masing-masing daerah. Di

dalam masyarakat terdapat kelompok terkecil yaitu keluarga, keluarga

memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk

sosial yang dimana keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak.11 Tetapi

pada kenyataannya ketiga unsur ini tidak jarang tidak terpenuhi,

sehingga dilihat bahwa dari eksistensi keluarga dalam suatu kelompok

kehidupan masyarakat ini dapat menyebabkan tidak kurangnya suatu

pihak yang menginginkan anak, sehingga terjadilah perpindahan anak

dari satu kelompok keluarga ke dalam kelompok keluarga lain.

1.2 Alasan dan Akibat Hukum Pengakatan Anak

Pengangkatan anak juga diatur dalam Pasal 14 Staatsblad

Nomor 129 Bab II yang mengatur tentang syarat-syarat dari

pengangkatan anak yang perlu mendapatkan persetujuan dari orang

atau orang-orang yang akan melakukan pengangkatan anak, syarat

pengangkatan anak menurut Staatsblad tahun 1917 Nomor 129 adalah

:

1. Persetujuan dari orang-orang yang melakukan adopsi (Pasal 8)

11 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, h.7.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

18

2. Persetujuan dari orang tuanya jika yang diadopsi adalah seorang

anak sah apabila salah satu diantaranya sudah meninggal dunia,

maka harus mendapat persetujuan dari orang yang hidup lebih

lama kecuali apabila ibu telah melakukan perkawinan lagi dan

apabila kedua orang tuanya sudah meninggal, maka untuk anak

dibawah umur dimintakan persetujuan dari walinya dan dari Balai

Harta Peninggalan (Pasal 8 ayat 2)

3. Anak luar kawin mendapat persetujuan dari kedua orag tuanya

(jika diakui keduanya), apabila salah satu diantaranya sudah

meninggal dunia, maka harus mendapat persetujuan dari orang

yang hidup lebih lama kecuali apabila ibu telah melakukan

perkawinan lagi dan apabila kedua orang tuanya sudah meninggal,

maka untuk anak dibawah umur dimintakan persetujuan dari

walinya dan dari Balai Harta Peninggalan (Pasal 8 ayat 2b)

4. Anak yang akan diadopsi bila telah berumur 15 tahun (Pasal 8 ayat

3)

5. Persetujuan dari saudara laki-laki yang telah dewasa dan

persetujuan dari ayah atau suami yang telah meninggal apabila

mereka tidak ada atau tidak berada di Indonesia maka harus

mendapat persetujuan dari dua anggota keluarga laki-laki yang

telah dewasa yang tinggal di Indonesia dari pihak ayah atau suami

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

19

yang telah meninggal sampai dengan derajat keempat (Pasal 8 ayat

4).

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam peraturan

perundangan yang pengertiannya perlu terlebih dahulu perlu diketahui

agar mudah memahami syarat-syarat anak yang akan diangkat, yaitu:

1. Belum berusia 18 (delapan belas) tahun;

2. Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;

3. Berada dalam asuhan keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan

Anak; dan;

4. Memerlukan perlindungan khusus, yang artinya bahwa anak dalam

situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari

kelompok minoritas dan terisolasi atau anak yang dieksploitasi.

Dalam melakukan pengangkatan anak juga harus

memperhatikan kondisi dari calon orang tua angkat dengan

memberikan syarat-syarat tertentu bagi calon orang tua angkat, yaitu:

1. Sehat jasmani dan rohani.

2. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling

tinggi 55 (lima puluh lima) tahun.

3. Beragama sama dengan agama calon anak angkat.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

20

4. Berkelakuan baik dan tidak ernah dihukum karena

melakukan kejahatan.

5. Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun.

6. Tidak merupakan pasangan sejenis.

Terdapat syarat tambahan bagi pengangkatan oleh orang tua

tunggal12, hal ini menyimpang dari syarat yang ada bahwa calon orang

tua angkat harus berstatus menikah seperti yang dijelaskan diatas, bagi

pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia, masih terbuka

kemungkinan calon orang tua angkat tunggal yang dalam hal ini

berarti tidak dalam status perkawinan baik karena tidak menikah atau

seorang janda atau duda, dengan syarat tambahan sebagai berikut:

1. Mendapatkan Izin Pengangkatan Anak dari Menteri (Sosial), dapat

juga izin dari Instansi Sosial Provinsi yang didelegasikan

kewenangan oleh Menteri untuk menerbitkan Izin Pengangkatan

Anak orang tua tunggal.

2. Pengangkatan anak dilakukan melalui Lembaga Pengasuh Anak ,

yang dimaksud dengan Lembaga Pengasuh Anak adalah lembaga

atau organisasi sosial atau yayasan yang berbadan hukum yang

menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar dan telah

12 Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

21

mendapatkan izin dari Menteri untuk melaksanakan proses

pengangkatan anak (Pasal 1 butir 15 PP Pengangkatan Anak),

Pengangkatan Anak oleh orang tua Tunggal tidak dapat dilakukan

terhadap anak yang langsund berada di bawah pengasuhan orang

tuanya (Pengangkatan Anak Secara Langsung).

Tentang akibat hukum yang ditimbulkan dari pengangkatan

anak menurut Staatsblad tahun 1917 Nomor 129, yaitu:

a. Anak angkat secara hukum mendapat nama dari bapak angkatnya

(Pasal 11)

b. Anak angkat dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari

perkawinan orang tua angkat (Pasal 12 ayat 1)

c. Anak angkat menjadi ahli waris dari orang tua angkat

d. Terputusnya segala hubungan perdata antara anak angkat dengan

orang tua kandung.

1.3 Tujuan dan Sifat Pengangkatan Anak

Di dalam pengangkatan anak terdapat alasan dan tujuan yang

berbeda-beda sesuai dengan motivasi dari orang tua angkat yang akan

mengangkat anak. Pengangkatan anak tidak bisa dilakukan sembarang

tanpa memperhatikan dari alasan dan tujuan dari pengangkatan anak,

karena sesuai pada ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

22

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Kesejahteraan Anak secara

tegas menyatakan bahwa pengangkatan anak adalah untuk

kesejahteraan. Dalam pengertian tersebut bahwa anak angkat juga

memiliki kedudukan yang penting dan juga harus dilindungi, yang

dimana hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan kejelasan

dan perlindungan hukum terhadap anak angkat. Pengangkatan anak

harus semakin kuat dengan memandang dari sisi kepentingan yang

terbaik bagi si anak, sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan

kesejahteraan anak, untuk memperbaiki kehidupan dan masa depan si

anak angkat. Tanpa mengurangi hak dari orang tua angkat seperti ingin

memiliki anak sendiri karena tidak mempunyai anak kandung tetapi

dalam hal pengangkatan anak, sisi kepentingan dari anak angkatlah

yang utamanya harus menjadi pertimbangan.

Seperti pada pengertian dari pengangkatan anak bahwa

pengangkatan anak adalah perlu di garis bawahi bahwa pengangkatan

anak merupakan suatu perbuatan hukum (Rechtshandeling;legal act).

Perbuatan hukum adalah perbuatan yang dilakukan yang menyebabkan

terjadinya hak dan kewajiban. Akibat hukum yang ditimbulkan dari

pengangkatan anak adalah beralihnya anak dari suatu lingkungan ke

lingkungan keluarga lainnya. Dalam pengaturan hukum nasional

sendiri tidak mengatur secara luas tentang akibat hukum dari

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

23

pengangkatan anak, demikian juga dalam Surat-surat Edaran

Mahkamah Agung yang pernah dikemukakan sebelumnya.

Dari peraturan perundangan yang ada terdapat beberapa prinsip

yang mengindikasi beberapa sifat (legal nature) pengangkatan anak di

Indonesia, yaitu13:

a. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum14

Pengangkatan anak menimbulkan akibat-akibat hukum yang

dikehendaki oleh pihak-pihak yang terlibat.

b. Pengangkatan anak adalah suatu lembaga hukum untuk

melindungi kepentingan anak.15

Peran lembaga pengangkatan anak bukan untuk memberikan

pelayanan kepentingan dari calon orang tua angkat atau orang yang

berkeinginan mengangkat anak, tetai lebih merupakan cara untuk

melindungi dari kepentingan anak angkat, agar dengan lembaga ini

terbuka kemungkinan untuk kepentingannya lebih terlindungi,

pemeliharaan dan kesejahteraan dari anak lebih baik sehingga hak-hak

anak dapat terpenuhi dan terjamin.

13 Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2014, h. 107

14 Pasal 1 Butir 2 Peraturan Pemerintah Pengangkatan Anak

15 Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak;

Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor Nomor 35 tahun 2014 tentnag Perlindungan Anak.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

24

c. Pengangkatan anak harus menjaga kesamaan agama yang dianut

oleh calon anak angkat dan calon orang tua angkat.16

Peraturan perundangan Indonesia tentang anak menetapkan

kebijakan untuk melindungi hak anak dalam menjalankan ibadah

menurut agamanya dan selaras dnegan itu maka agama yang dianut

oleh orang tua angkat harus sama dengan agama yang dianut

dengan anak yang diangkat.

d. Pengangakatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara

anak dengan orang tua kandungnya.17

Prinsi bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan “hubungan

darah” antara anak dengan orang tua kandungnya adalah sesuai

dengan kaidah hukum syariah yang berkenaan dengan

pengangkatan anak. Hal ini secara implisit sedikit atau banyak

prinsip ini dianut juga dalam staatsblad 1917 Nomor 129.

e. Kewajiban terbuka kepada anak angkat tentang asal usulnya dan

orang tua asalnya.

Walaupun secara formal kewajiban ini tidak disertai suatu ancama

pidana atas pelanggaranya oleh Undang-Undang Perlindungan

Anak, tetapi undang-undang tersebut mengakui bahwa setiap anak

16 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak;; Pasal 3 Peraturan

Pemerintah tentang Kesejahteraan Anak.

17 Pasal 12 ayat (1) Undang Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; Pasal 39 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

25

berhak mengetahui orang tua dan asal usulnya. Hak ini diberikan

oleh undang-undang keada anak untuk menghindari terputusnya

silsilah dan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya

yang hal ini merupakan suatu keharusan.

f. Pelaksanaan Pengangkatan anak dengan mendapatkan Penetapan

atau Putusan Pengadilan, kecuali pengangkatan anak berdasarkan

adat kebiasaan setempat.18

Dengan ini peraturan perundangan menegaskan peran pengadilan

untuk megesahkan pengangkatan anak dalam bentuk Penetapan

atau Putusan, yang dengan penegasan ini akan lebih memberikan

kepastian hukum tentang keabsahan (validitas) pengbangkatan

anak di Indonesia.

g. Bimbingan dan Pengawasan oleh Pemerintah dan Masyarakat.19

Pengangkatan anak bukan sekedar urusan atau kepentingan

pribadi-pribadi yang mengangkat dan calon anak angkat beserta

orang tua kandungnya, tetapi menjadi kepentingan masyarakat dan

negara. Disamping orang tua, menurut Undang-Undang

Perlindungan Anak negara dan masyarakat memikul tanggung

jawab untuk melindungi anak20.

18 Pasal 1 Butir 9 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak; Pasal 6, Pasal 9

ayat (2), Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengangkatan Anak

19 UU Perlindungan Anak Bab IX dan Bab X; PP Pengangkatan Anak; Bab V dan Bab VI

20 Pasal 20 sampai dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

26

1.4 Peraturan Pengangkatan Anak

Semakin meningkatnya terjadinya pengangkatan anak di

dewasa ini, semakin juga perlu adanya pengaturan yang lebih jelas

dalam mengatur pengangkatan anak. Pengangkatan anak bukanlah

perbuatan hukum yang hanya melibatkan satu pihak saja, melainkan

melibatkan beberapa pihak didalamnya. Pada praktek masyarakat

dalam pengangkatan anak bukan hanya fokus untuk memenuhi

kepentingan dari calon orang tua angkat tetapi lebih harus difokuskan

pada kepentingan dari calon anak angkat. Pengaturan pengangkatan

anak bukan sekedar dibutuhkan untuk memberikan kepastian dan

kejelasan mengenai pengangkatan anak, tetapi dibutuhkan untuk

menjamin kepentingan calon anak angkat, jaminan atas kepastian,

keamanan, keselamatan, pemeliharaan dan pertumbuhan dari anak

angkat, sehingga pengangkatan anak dipastikan memberikan peluang

pada anak angkat untuk hidup lebih sejahtera21. Di dalam praktek

pelaksanaan pengangkatan anak dilakukan bukan hanya memberikan

perlindungan kepada anak angkat dan menjaga kepentingan anak

angkat, tetapi juga untuk menjadi sarana pengalihan harta dari orang

tua angkat kepada anak angkat22. Oleh karenanya pengangkatan anak

21 Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2014, h. 10

22 Hamid Sarong, Hukum Islam dan Sistem Pengangkatan Anak di Indonesia, Kaukaba Dipantara,

Yogyakarta, 2016

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

27

memerlukan peraturan yang dimana sangat diperlukan untuk

memastikan pengawasan pemerintah dan masyarakat agar

pengangkatan itu dilakukan dengan motif yang jujur (genuine) dan

kepentingan anak terlindungi. Dengan kata lain bahwa pemerintah

berperan aktif dalam proses pengangkatan anak melalui pengawasan

dan perizinan. Berbagai pengaturan perundang-undangan yang

dikeluarkan bertujuan untuk melindungi serta untuk mensejahterahkan

anak angkat yang dimana salah satu pokok perhatian yaitu

pengangkatan anak.

Pengaturan pengangkatan anak di Indonesia sendiri diatur oleh

tiga sistem hukum atau stelsel Hukum Perdata yang berlaku di

Indonesia, yaitu Hukum Perdata Barat (BW), Hukum Perdata Adat

dan Hukum Perdata Islam. Dengan melihat dari sisi hukum dimana

letak pengangkatan anak ini dalam pembagian hukum Perdata Barat

materiil23, pengangkatan anak atau juga disebut adopsi ini terletak

dalam lapangan Hukum Keluarga. Hukum keluarga adalah semua

kaidah-kaidah yang mengatur dan menentukan syarat-syarat dan cara

mengadakan hubungan abadi serta seluruh akibat hukumnya yang

didalamnya juga mengatur tentang perkawinan, kekuasaan, orang tua,

perwalian, pengampuan dan keadaan tidak hadir. Pengangkatan anak

23 Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Indonesia, PT. Pembangunan Jakarta, 1967,

h.61.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

28

ini juga melibatkan ruang keluarga, yaitu dalam permohonan

pengangkatan anak perlu dilakukan oleh calon orang tua angkat yang

baik masih dalam perkawinan atau tidak serta kekuasaan orang tua

sebagai dari akibat hukum yang ditimbulkan dari pengangkatan anak.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau

BW, kita tidak menemukan satu ketentuan yang mengatur tentang

masalah adopsi atau penangkatan anak, yang ada hanyalah ketentuan

tentang pengangkuan anak diluar kawin yaitu yang diatur dalam

bukum 1 BW Bab XII bagian ketiga, Pasal 280 sampai dengan Pasal

289, tentang pengangkuan anak luar kawin. Meskipun begitu

ketentuan ini boleh dikatakan tidak ada sama sekali hubungannya

dengan masalah pengangkatan anak, karena hal ini terjadi hanya bagi

pengakuan anak luar kawin bukan pengangkatan. Oleh karenanya,

Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak mengenal hal

pengangkatan anak meskipun begitu pengangkatan anak dapat

dipandang sebagai salah satu bagian dalam laangan hukum perdata.

Mengingat kebutuhan praktis sudah pada waktunya untuk mendapat

prioritas dalam rangka pembangunan (hukum) yang diadakan oleh

suatu peraturan perundang-undangan tentang pengangkatan anak yang

bersifat nasional.

Pengaturan pengangkatan anak didahului dengan melihat

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Perlindungan Anak,

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

29

pada peraturan ini terdapat beberapa pasal yang memberikan

kedudukan dan kejelasan untuk pengangkatan anak. Pada Undang-

Undang Perlindungan Anak dirumuskan secara jelas hak-hak anak

dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2)

dan ayat (8) juga dalam Pasal 12 yang menyinggung tentang

pengangkatan anak. Dalam pasal itu ditentukan bahwa pengangkatan

anak dilakukan menurut adat dan kebiasaan dengan mengutamakan

kepentingan anak untuk kepentigan kesejahteraan anak dan

pengangkatan anak yang dilakukan diluar adat kebiasaan, dilaksanak

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat

pengaturan yang memuat ketentuan tentang pengangkatan anak pada

Bab VIII Pasal 39 sampai dengan Pasal 41 untuk melaksanakan

ketentuan mengenai pengangkatan anak ada maka pemerintah

menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tentang Pelaksanan

Anak. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah ini diharapkan

digunakan untuk memberikan petunjuk untuk pelaksanan

pengangkatan anak.

Pengangkatan anak bukanlah suatu perbuatan hukum yang

dapat dilakukan dengan mudah melainkan hal tersebut diatur oleh

pengaturan perundang-undangan yang diterbitkan pemerintah. Dengan

adanya juga perkembangan dalam peraturan perundang-undangan

pengangkatan anak ini cukup memberikan kepastian dan kejelasan.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

30

Diterbitkannya baik peraturan perundang-undangan pengangkatan

anak diharapkan memberikan kejelasan dan kepastian dalam

pengangkatan anak yang khususnya untuk kepastian dan kejelasan

tentang kedudukan dari anak angkat. Perkembangan dari pengaturan

pengangkatan anak ini didukung dengan diterbitkannya beberapa

petunjuk dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang dimana hal

ini telah memberikan peran pentng dalam meningkatkan kepastian dan

keseragaman dalam aturan pengangkatan anak di Indonesia. 24

Tentang akibat hukum yang ditimbulkan dari pengangkatan

dan juga mengatur bagaimana pelaksanaan dari pengangkatan anak

dan juga mengatur bagaimana pelaksanaan dari pengangkatan anak.

Petunjuk yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia

melalui sejumlah surat-surat yang edarannya sejak tahun 1979 yang

memberikan peran yang penting dalam meningkatkan kepastian dan

keseragaman aturan pengangkatan anak di Indonesia25 dan telah

memberikan tata aturan dan pedoman Pengangkatan Anak yhang lebih

jelas dan pada banyak bagian melahirkan uniikasi persyaratan dan

acara pengangkatan anak di Indnesia. Tetapi mengenai luas dan

kapasitas dari akibat hukum pengangkatan anak untuk sebagian besar

harus kembali kepada kaidah-kaidah pada hukum yang berlaku

24 Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2014, h. 11

25 Ibid., h. 11

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

31

berdasarkan juga pada kaidah-kaidah yang dikembangkan oleh

sejumlah putusan hakim (judicial percedents) bagi sistem hukum yang

dibahas pada bab-bab terdahulu.

1.5 Tata Cara Pengangkatan Anak

Pertama-pertama perlu ditegaskan kembali bahwa Peraturan

Pemerintah Pengangkatan Anak secara tegas mengikuti Surat Edaran

Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 tentang penyempunaan Surat

Edaran No. 2 Tahun 1979 yang menegaskan prosedur untuk

mendapatkan pengesahan pengangkatan anak dari pengadilan, sebagai

berikut:

1. Dimulai dengan suatu permohonan kepada ketua pengadilan yang

berwenang dan karena itu termasuk prosedur yang dalam hukum

accara perdata dikenal sebagai yuridiksi volunter (juridiction

voluntaria);

2. Petitum permohonan harus tunggal, yaitu mintah pengesahan

Pengangkatan anak, tanap permohonan lain dalam petitum

permohonan.

3. atas permohonan pengesahan pengangkatan anak antar Warga Negara

Indonesia (domestic adoption) pengadilan akan menerbitkan

pengesahan dalam bentuk “Penetapan”, sedangkan atas pemohonan

pengesahan pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

32

Negara Asing atau sebaliknya maka pengadilan akan menerbitkan

“Putusan” Pengesahan Pengangkatan Anak.

Selanjutnya dalam PermenSosial Pengangkatn Anak diatur

secara jelas dan detail mengenai dokumen yang perlu dilengkapi

untuk mengajukan permohonan. Putusan atau Penetapan Pengadilan

harus menyampaikan salinan Penetapan atau Putusan Pengangkatan

Anak ke Instansi yang terkait, dalam hal ini yang dimaksud adalah

Mahkamah Agung, Departemen Sosial, Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia, Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan,

Departemen Dalam Negeri dan juga Kejaksaan Agung dan Kepolisian

RI26.

Pengadilan yang berwenang mengesahkan Permohonan

Pengangkatan Anak yaitu:

1. Kompetensi Relatif

Pengadilan yang berwenang untuk mensahkan suatu pengangkatan

anak adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat

tinggal atau tempat kediaman (habitual residence) anak yang akan

diangkat. Hal ini ditegaskan dalam butir IV Surat Edaran

26 Pasal 20 dan Pasal 22 Peraturan Pemerintahn Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

33

Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan

Surat Edaran No. 2 Tahun 1979.

2. Kompetensi Absolut

Pengadilan Negeri adalah merupakan badan peradilan yang secara

umum berwenang untuk mensahkan pengangkatan anak baik

domestic adoption maupun intercountry adoption , termasuk

permohonan Penetapan pada Pengangkatan Anak berdasarkan adat

kebiasaan. Tetapi dengan perluasan kewenangan Pengadilan

Agama di Indonesia sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama.

Nilai Putusan atau Penetapan Pengadilan bagi Pengangkatan

Anak adalah bersifat konstitutif, karena Penetapan atau Putusan

Pengadilan ini menciptakan hubungan hukum antara anak anghkat dan

juga orang tua angkat. Putusan atau penetapan itu mensahkan

Pengangkatan Anak Khusus untuk Pengangkatan Anak antar Warga

Negara Indonesia yang berdaarkan adat kebiasaan setempat, maka

pengesahan pengangkatan anak ditentukan oleh kaidah adat kebiasaan

itu27.

27 Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2014, h. 120.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

34

2. Kesejahteraan Anak

Dalam pengangkatan anak diharuskan memiliki tujuan yang jelas

dalam pelaksanaannya, tujuan pengangkatan anak juga harus memperhatikan

dan mengutamakan dari kepentingan calon anak angkat. Pertimbangan hukum

untuk mengutamakan kepentingan anak ini secara tegas dinyatakan dalam

Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak yang berbunyi: “Pengangkatan Anak menurut adat dan

kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan

anak”, hal tersebut jelas bahwa pengangkatan anak adalah untuk

kesejahteraan anak. Kesejahteraan anak menurut Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1979 adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan anak yang dapat

menjamin pertumbuhand an perkembangannya dengan wajar, baik secara

rohani, jasmani maupun sosial, sedangkan menurut Child and Family Service

Review Process, kesejahteraan anak mempunyai arti keluarga memiliki

layanan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan juga anak-

anak menerima kebutuhan fisik dan kesehatan mental. Menurut Child and

Family Service Review Process, kesejahteraan anak memiliki 3 (tiga) variabel

didalamnya, yaitu :

- Kesejahteraan dalam arti keluarga memiliki peningkatan kapasitas

untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Konsep ini

mencakup pertimbangan kebutuhan dan pelayanan kepada anak-

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

35

anak, orang tua dan orang tua asuh keterlibatan anak-anak, remaja

dan keluarga dalam perencanaan serta pemecahan masalah.

- Kesejahteraan dalam arti anak-anak dan remaja menerima layanan

yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mereka

- Kesejahteraan dalam arti anak-anak dan remaja menerima layanan

yang memadai untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental.

Selain itu kesejahteraan anak menurut Johnson & Schwartz

mendefiniskan sebagai “Series of activities and programs through which

society expresses its special concern for children and its willingness to

assume responsbility or some children until they are able to care for

themselves”, yang diterjemahkan bahwa bagian dari kegiatan dari program

yang mana melalui pernyataan masyarakat itu sebagai perhatian khusus untuk

anak-anak dan kesejahterannya untuk mengambil pertanggung jawaban untuk

beberapa anak sampai mereka mampu untuk hidup mandiri. Dimana bahwa

kesejahteraan anak yang diberikan kepada anak angkat ini sangat

menguntungkan bagi kedudukan anak-anak terutama anak angkat yang

kepentingannya kesejahteraannya harus dilindungi dan dilaksanakan baik oleh

orang tua angkat, masyarakat maupun negara.

Kesejahteraan anak yang merupakan tujuan dari pengangkatan anak

ini merupakan tujuan yang penting dan krusial dalam pelaksanaan

pengangkatan anak. Tujuan kesejahteraan anak ini memberikan perlindungan

kepada anak angkat, khususnya perlindungan atas hak-hak anak dan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

36

pemenuhan aspek-aspek kebutuhan anak sampai dimasa depan. Kesejahteraan

anak secara umum diberikan kepastian hukum oleh anak dengan

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum

kepada anak karena anak merupakan potensi serta penerus cita-cita bangsa

dan bertujuan bahwa agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab

tersebut maka anak berhak mendapat kesematan yang seluas-luasnya untuk

tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun

sosial. Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa tujuan kesejahteraan anak

dalam pengangkatan anak ini adalah suatu kepentingan yang harus dicapai

guna untuk kepentingan dari anak angkat, dalam pelaksanaan pasti akan

terjadi suatu hal yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan perwujudan

kesejahteraan anak maka dari itu diterbitkannya Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menjadi penyokong dan

perlindungan dalam pelaksanaan dan perwujudan kesejahteraan anak

khususnya dalam pengangkatan anak. Perlindungan anak dalam pengertian

umum adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan

pemenuhan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan

serta mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan ataupun tindakan

diskriminasi. Perlindungan anak tidak hanya mencakup perlindungan jiwa

dari anak tetapi termasuk pula perlndungan atas hak serta kepentingannya dan

hak yang utama adalah segi hukumnya sebagai landasan untuk berpijak.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

37

Dalam mewujudkan tujuan kesejaheraan anak dalam pengangkatan

anak terdapat usaha-usaha perlindungan anak yang dijamin dalam Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yang bertujuan

untuk melindungi hak-hak anak, sebagaimana usaha-usaha tersebut ada dalam

Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak,

yaitu:

1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun didalam

asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar

2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan

dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan

kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik dan

berguna.

3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan,baik semasa

dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang

dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan

perkembangannya dengan wajar.

Dengan diberikannya usaha-usaha guna untuk melindungi kepentingan

hak-hak anak dalam kesejahteraan anak seperti yang diuraikan diatas, maka

diperlukannya bantuan dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan

kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

38

kelamin, agama, pendirian politik dan kedudukan sosial yang hal ini

dicantumkan pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak. Dengan pelaksanaan untuk mewujudkan kepentingan

hak-hak anak tersebut pada Pasal 9 bahwa kesejahteraan anak merupakan

orang tua yang menjadi pertama bertanggung jawab atas terwujudnya

kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial.

3. Hukum Waris

1.1 Pengertian Hukum Waris

Hukum waris adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur harta

kekayaan seseorang setelah seorang meninggal dunia serta cara-cara

peralihannya kepada ahli warisnya. hukum waris sendiri diatur dalam

Buku II KUHPerdata bersama sama dengan pengaturan mengenai

benda pada hukumnya28.

Kekayaan dalam pengertian hukum waris di atas adalah

sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal

dunia berupa kumpulan aktiva dan pasiva. Namun, pada dasarnya

proses beralihnya harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang kepada

28 J. Satrio, Hukum Waris, Penerbit Alumni, Bandung, 1992, h.89.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

39

ahli warisnya, yang dinamakan pewarisan mempunyai tiga persyaratan

sebagai berikut29:

a. Ada orang yang meninggal dunia

b. Ada orang masih hidup, sebagai ahli waris yang akan memperoleh

warisan ada saat pewaris meninggal dunia

c. Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris

Di Indonesia hukum pewarisannya yang bersiat pluralisme ini

yaitu dibagi dalam tiga sistem hukum, yaitu sistem hukum kewarisan

menurut KUHPerdata, hukum kewarisan menurut Hukum Adat dan

juga hukum kewarisan menurut Hukum Islam. Di dalam hukum Adat

diatur bahwa anak angkat berhak menjadi ahli waris dari orang tua

angkatnya dan juga berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh

orang tuanya sendiri, sedangkan dalam hukum Islam diatur bahwa

anak angkat tidak berhak menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya

karena bukan termasuk kedalam golongan ahli waris tetapi anak

angkat dapat mendapat wasiat wajibah sebagaimana diatur dalam

Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam sedangkan dalam Hukum Barat

anak angkat berhak menjadi ahli waris karena kedudukannya sama

dengan anak sah karena akibat hukum yang disebabkan dari

pengangkatan anak. Di dalam KUHPerdata tidak mengatur masalah

29 Zainudin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h.81.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

40

adopsi tetapi hanya mengatur masalah pewarisan dengan istilah “anak

luar kawin” atau anak yang diakui (erkend kind). Terdapatnya

perbedaan sistem hukum yang mengatur pewarisan ini membuat

sedikit kebingungan dalam mengatur pewarisannya dalam

masyarakatm namun bagaimanapun juga penggunaan sistem hukum

dalam pewarisan akan bergantung sesuai keadaan dan kebutuhan

dalam measyarakat. Pewarisan harta kepada anak angkat secara umum

dan jelas diatur pada Staatsblad 1917 Nomor 129 ini memberikan

kejelasan dan kedudukan hukum bagi anak angkat.

Hukum waris menurut BW berlaku asas: “apabila seseorang

meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya

beralih kepada sekalian ahli warisnya”30. hak dan kewajiban

dimaksud, yang beralih kepada ahli waris adalah termasuk ruang

lingkup harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat

dinilai dengan uang. Ciri khas hukum waris barat atau BW antara lain,

adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk

seewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan. Hal itu

berarti bila seorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di

pengadilan, maka tuntutan dimaksud tidak dapat ditolak oleh ahli

30 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa,1977, h.19.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

41

waris lainnya. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1066 KUHP

sebagai berikut31:

1. Seseorang yang mempunyai hak atas sebagian dari harta peninggalan tidak

dapat dipaksa untuk membiarkan harta benda peninggalan dalam keadaan

tidak terbagi-bagi diantara para ahli waris yang ada.

2. Pembagian harta benda peninggalan itu selalu dapat dituntut walaupun ada

perjanjian yang melarang hal tersebut.

3. Perjanjian penangguhan pembagian harta peninggalan dapat saja

dilakukan hanya beberapa waktu tertentu

4. Perjanjian penangguhan pembagian hanya berlaku mengikat selama lima

tahun, namun dapat diperbarui jika masih dikehendaki oleh para pihak.

Hukum waris perdata yang diatur dalam Buku II Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang Benda. Hal

ini didasarkan oleh pemikiran memperoleh warisan merupakan satu

cara untuk memperoleh harta benda, hal ini dilihat secara jelas dalam

kehidupan sehari-hari bagi orang yang memperoleh harta melalui

warisan dan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum

kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan kecuali itu dalam

hak pakai hasil yang sebenarnya ternasuk dalam hukum harta benda,

31 Zainudin Ali,Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h.82.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

42

tidak dapat diwariskan. Sebaliknya hak seseorang anak untuk diakui

sebagai anak sah dan dan hak seorang ayah untuk menyangkal sahnya

anak yang sebenarnya termasuk dalam lapangan hukum keluarga. Hal

ini didasari oleh keberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

di Indonesia yang berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 194532.

Harta warisan dalam sistem hukum waris yang bersumber pada

BW melipuri harta benda beserta hak dan kewajiban pewaris dalam

lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.

Namun ketentuan tersebut ada beberapa pengecualian, yaitu hak dan

kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan yang tidak dapat

beralih kepada ahli waris antara lain, yaitu:

1. Hak untuk memungut hasil.

2. Perjanjian perburuhan dengan pekerjaan yang harus dilakukan

bersifat pribadi

3. Perjanjian perkongsian dagang.

Pengecualian lain yaitu ada beberapa hak yang terletak dalam

lapangan hukum keluarga, tetapi dapat diwariskan kepada ahli waris

pemilik hak, yaitu :

a. Hak seorang ayah untuk menyangkal sahnya seoarng anak

32 Hukum waris yang diterjemahkan dari BW yang menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

43

b. Hak seorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai

anak sah dari ayah atau ibunya.

3.2 Pewaris dan dasar hukumnya

Pewaris adalah seorang yang meninggal dunia, baik laki-laki

atau perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun

hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus

dilaksanakan selam hidupnya, naik dengan surat wasiat ataupun tanpa

surat wasiat. Secara umum syarat pokok dari orang yang

meninggalkan warisan atau peninggal warisan adalah orang yang

bebas atas mereka untuk menentukan kemauannya dalam bertindak

memberikan warisan. Dasar hukum bagi ahli waris dalam mewariskan

sejumlah harta pewais diatur dengan menggunakan sistem hukum

waris BW seperti sebagai berikut33:

a. Menurut ketentuan Undang-Undang (ab intestato)

Disebut dengan pewarisan menurut undang-undang karena

perpindahan hak dan kewajiban dari pewaris ke ahli warisnya

dilakukan berdasarkan ketentuan undang-undang.

b. Ditunjuk dalam surat wasiat (ad testamento)

33 Henny Tanuwidjaja, Hukum Waris Menurut BW, Refika Aditama, Bandung, 2012, h. 6.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

44

Disebut dengan pewarisan berdasarkan surat wasiat, karena

seorang berkedudukan sebagai ahli waris karena ditunjuk dalam surat

wasiat yang dibuat sebelumnya oleh pewaris.

Dasar hukum dalam menetapkan tentang untuk melanjutkan

kedudukan hukum terhadap harta seseorang yang meninggal

disesuaikan dengan kehendak dari orang yang meninggal itu. Hal ini

didukung oleh prinsip Undang-Undang untuk memberikan kebebasan

atas seseorang untuk menetapkan kedudukannya terhadap harta

kekayaannya setelah ia meninggal. Sebaliknya jika seseorang tersebut

tidak membuat atau menetapkan kedudukan atas harta waisannya

maka Undang-Undang berkewajiban untuk menentukan perihal

bagaimana kedudukan dan juga pengaturan atas harta warisan yang

ditinggalkan oleh seorang tersebut.

3.3 Ahli Waris

Ahli waris adalah seseorang yang berhak menerima harta

warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Dalam hukum waris ada ahli

waris berdasarkan hubungan darah dan perkawinan serta ahli waris

karena wasiat. Ahli waris berdasarkan hubungan darah dan

perkawinan meliputi anak atau keturunannya dan ahli waris

berdasarkan hubungan perkawinan adalah istri atau suami pewaris.

Sedangkan ahli waris berdasar wasiat adalah ahli waris yang ditunjuk

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

45

oleh pewaris dalam surat wasiat. Dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata di Indonesia ada dua cara untuk mendapatkan harta

warisan, yaitu:

1. Menjadi ahli waris karena menurut ketentuan undang-

undang (ab intestato)

2. Menjadi ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat

(testamentair)

Pada Pasal 834 KUHP mengungkakan bahwa seorang ahli

waris berhak untuk menuntut segala apa saja yang termasuk harta

peninggalan agar diserahkan kepadanya, berdasarkan haknya sebagai

ahli waris. Pemilik hak dimaksud mirip dengan hak seorang pemilik

benda. Hak menuntut ahli waris dimaksud, hanya terbatas pada

seseorang yang menguasai suatu harta warisan dengan maksud untuk

memilikinya. Jadi, penuntutan ini tidak daat dilakukan terhadap

pelaksanaan wasiat (executeur testamentair) yang dimana seorang

kurator atas harta peninggalan yang tidak terurus dan penyewa dari

benda warisan34.

34 Zainudin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h. 83

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

46

4. Penetapan Hakim (Beschikking)

4.1 Putusan Hakim

Putusan dalam bahasa Belanda yaitu vonnis yang diartikan

putusan yang dijatuhkan oleh hakim untuk mengakhiri perkara yang

dibawa kehadapannya35. Dalam mengambil keputusan haruslah

didasarkan pada asas-asas hukum. Asas-asas hukum ialah prinsip-

prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum. Adapun beberapa

asas yang harus dipenuhi oleh hakim dalam membuat putusannya,

yaitu:

1. Memuat alasan yang jelas dan rinci.

Asas ini memuat alasan yang jelas dan rinci maksudnya

setiap putusan harus dijatuhkan berdasarkan pertimbangan

yang jelas dan cuku, dimana pertimbangan tersebut didasarkan

atas:

a. Pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan.

b. Hukum kebiasaan.

c. Yuriprudensi.

d. Doktrin hukum.

35 N.E Algra & H.R.W Gokkel,op,cit, h.654.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

47

Putusan yang tidak memenuhi ketentuan diatas akan

dianggap bahwa putusan tersebut tidak cukup pertimbangan36.

2. Wajib mengadili seluruh bagian gugatan.

Asas ini didapatkan dalam Pasal 178 ayat (2) HIR. Asas ini

haruslah dikatikan dengan posita penggugat dan apa yang

diminta penggugat dalam bagian petitum. Inti dalam bagian ini

adalah bahwa posita itu harus didukung bukti dan permintaan

tuntutan haruslah nasional. Dengan bukti-bukti tersebut setiap

petitum penggugat harus diadili dalam arti hakim mengurainya

satu demi satu sesuai hukum.

3. Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan.

Asas putusan ini didapatkan dari Pasal 178 ayat (3)

HIR, mengatur bahwa hakim dilarang menjatuhkan putusan

melebihi yang diminta dalam permohonan atau gugatan.

Dengan demikian, hakim tidak dapat mengabulkan gugatan

lebih dari yang diminta penggugat dalam petitumnya yang

dikenal dengan asas judex non ultra non petita.

36 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h. 137.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

48

4. Putusan merupakan rekonsiliasi dan keseimbangan.

Bila berpedoman pada pikiran Pound, inti putusan

adalah melakukan rekonsiliasi (reconcling) dan keseimbangan

(balancing). Pertama, pengadilan harus memuaskan semua

kepentingan dengan pengorbanan sedikit-sedikitnya, meskipun

ini sangat sulir dilakukan. Kedua, pengadilan tidak dapat

sewenang-wenang atau sekehendaknya (arbitary), dalam

pemahaman bahwa pengadilan harus memutuskan kasus yang

sama dengan putusan yang sama. Ketiga, pengadilan harus

mempuntai alasan rasional (national basis) dalam memutuskan

hak baru atau menghilangkannya dan harus menerangkan

alasannya37.

5. Diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Pada umumnya setiap persidangan terbuka untuk

umum, meskipun demikian untuk kasus-kasus tertentu,

misalnya yang menyangkut susila, persidangan tertutup, namun

sudah pasti, bahwa setiap pengumuman putusan sidang terbuka

untuk umum dan bila hal tersebut tidak dilaksanakan maka

putusan batal demi hukum (Pasal 13 ayat (2) & (3) Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009). Namun yang pasti bahwa

37 Suri Ratnapala, Jurisprudence, Cambridge, University Press, 2009.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

49

melalui putusan yang terbuka untuk umum dianggap dapat

lebih mencegah pengadilan yang bersifat berat sebelah, karena

publik tahu mengenai proses peradilan mulai dari awal hingga

putusan38.

4.2 Pertimbangan Hukum

Pertimbangan hukum merupakan salah satu yang terpenting dalam

putusan, karena dengan pertimbangan hukum sebagai dasar dari hakim untuk

membuat inti sari pendiriannya dalam “amar”. Pengajuan keberatan atas

putusan hanya dapat dilakukan dengan tepat, dengan memahami

pertimbangan hukum oleh karena itu pertimbangan hukum sebaiknya

dipahami dan diteliti dengan baik. Di bawah ini disajikan pokok-pokok

penting dalam pertimbangan hukum, yaitu:

1. Pengertian Pertimbangan Hukum

Dalam hal pertimbangan ini juga dibahas oleh Prent K bahwa

Pertimbangan hukum adalah suatu pendapat yang disajikan hakim untuk

memperkuat atau mendukung putusannya yang dituangkan dalam amar

putusan dengan frasa “mengadili”. Untuk memahami pertimbangan hukum

dapat dikaitkan dengan istilah common law system, disebut “ratio decidendi”.

38 M. Yahya Harahap, Hukum Acara… op.cit,. h. 803.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

50

Pemahaman tersebut dierlukan, karena bagaimana pun pastilah ada kesamaan

pemikiran dengan sistem hukum kita39.

Pertimbangan hukum itulah yang menjadi dasar pengadilan dalam

mengambil keputusan, oleh karena itu kita harus cermat dan teliti untuk

melihat pertimbangan hukum. Pertimbangan hukum juga merupakan intis ari

dari argumen dalam putusan yang merupakan analisis, pendapat yang

akhirnya hakim menetapkan pendiriannya atas perkara yang dihadapi40.

2. Argumen dalam pertimbangan hukum dan sistem hukum

Tugas hakim ialah menentukan hak yang bersengketa dalam suatu

putusan. Putusan itu dapat diambil dengan dasar atau alasan, yang bila dilihat

dari sudut alasan dasar argumen, terdiri argumen prinsip (principle argument)

ketika hakim mempertanggung jawabkan keputusan dengan menunjukan

manfaatnya kepada komunitas politik secara keseluruhan41 dan argumen

kebijakan (argument of policies), dalam argumen ini membenarkan keputusan

hakim, karena pada esensinya menghormati atau melindungi hak individu atau

kelompok. Yang terakhir ini adalah pertimbangan hukum dalam mengambil

keputusan.

Pertimbangan hukum harus didasarkan pada fakta dalam persidangan

berupa jawab menjawab antara penggugat dengang tergugat ataupun

40 John Z, Loudoed, Memahami Hukum Melalui Tafsir dan Fakta, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1985, h.66.

41 Ibid., h. 164

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1 ...€¦ · dan untuk setiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda. Dari segi perkembangan hukum nasional,

51

pemohon. Fakta itu berupa alat pembuktian seperti surat, saksi, pengakuan,

sumpah yang kesemuanya dimuat dalam berita acara persidangan yang

dipersiapkan oleh panitera.