Upload
vuongxuyen
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang mendukung dan menjadi dasar penelitian
yang terkait dengan usaha mikro dapat diuraikan seperti dibawah ini:
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sahani (2015) dengan judul
“Pengaruh Pembiayaan Murabahah dan Mudharabah Terhadap
Perkembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) BMT El-Syifa
Ciganjur”. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana pemberian
pembiayaan murabahah dan mudharabah pada BMT El-Syifa dapat
mempengaruhi perkembangan usaha nasabah dan untuk mengetahui seberapa
besar pembiayaan murabahah dan mudharabah mempengaruhi
perkembangan UMKM di BMT El-Syifa. Metode Penelitian pada penelitian
ini yaitu memakai regresi linear sederhana, karena hanya terdiri dari satu
variabel terikat dan dua variabel bebas. Hasil penelitian menunjukan adanya
pengaruh pembiayaan murabahah dan mudharabah berpengaruh secara
signifikan terhadap perkembangan sektor UMKM.2
Penelitian oleh Linda, dkk (2014) dengan judul penelitian “Pengaruh
Pembiayaan Murabahah Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) di Kecamatan Leuwiliang (Studi kasus BPRS Amanah
Ummah)”. Tujuan penelitiannya untuk mengetahui konsep yang ada pada
2 Henita Sahany, “Pengaruh Pembiayaan Murabahah dan Mudharabah Terhadap
Perkembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) BMT El-Syifa Ciganjur” (Skripsi
Sarjana Ekonomi Syariah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2015).
10
pembiayaan murabahah di BPRS Amanah Ummah dan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh pembiayaan murabahah pada BPRS Amanah Ummah
terhadap perkembangan UMKM di kecamatan Leuwiliang. Metode Penelitian
memakai regresi linear sederhana, karena hanya terdiri dari satu variabel
terikat dan satu variabel bebas. Hasil penelitian menunjukan adanya
pembiayaan murabahah yang diberikan oleh BPRS Amanah Ummah,
memiliki peran yang sangat kuat terhadap perkembangan UMKM.3
Penelitian berikutnya oleh Kara (2013) dengan judul “Kontribusi
Pembiayaan Perbankan Syariah Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) di Kota Makassar”. Tujuan penelitian untuk memenuhi
kebutuhan permodalan yang diberikan oleh bank syariah kepada UMKM,
dengan karakteristik yang berbeda dengan kredit atau pinjaman dari bank
konvensional. Metode Penelitian pada penelitian ini memakai regresi linear
sederhana, karena hanya terdiri dari satu variabel terikat dan satu variabel
bebas. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu pembiayaan pada perbankan
syariah dalam upaya mengembangkan UMKM di Kota Makassar selama
tahun 2010-2011 mengalami peningkatan yang fluktuatif. Hal tersebut
mencerminkan bahwa, peran pembiayaan pada perbankan syariah dalam
meningkatkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kota Makassar
optimal.4
3 Novita, Linda, M. Kholil Nawawi, and Hilman Hakiem. "Pengaruh Pembiayaan Murabahah
Terhadap Perkembangan Umkm Di Kecamatan Leuwiliang (Studi Kasus Bprs Amanah
Ummah)." AL-INFAQ Vol. V No.2 (2014): 273-310. 4 Kara, Muslimin. "Konstribusi Pembiayaan Perbankan Syariah Terhadap Pengembangan
Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Di Kota Makasar." Asy-Syir'ah Jurnal Ilmu
Syari'ah dan Hukum 47.1 (2013).
11
Penelitian selanjutnya oleh Muta’ali (2017) dengan judul “Analisis
Pengaruh Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah Terhadap Pengembangan
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Pada BPRS di Kabupaten
Banyumas”. Dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pembiayaan yang
disalurkan BPRS terhadap jumlah tenaga kerja pengusaha dan diversifikasi
produk UMKM, serta untuk mengetahui bagaimana peranan pembiayaan
yang BPRS salurkan ke UMKM di Kabupaten Banyumas. Metode Penelitian
pada penelitian ini yaitu memakai regresi linear sederhana, karena hanya
terdiri dari satu variabel terikat dan satu variabel bebas. Hasil penelitian yang
diperoleh peran BPRS yang memberikan pembiayaan berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap pendapatan UMKM di Kabupaten Banyumas.5
Adapun relevansi antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu
yaitu untuk menguji hipotesis dan menjadikan penelitian terdahulu sebagai
rujukan dalam penelitian ini.
B. Pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu tugas bank, yaitu sebagai pemberi
fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya. Menurut
sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua yaitu: 6
5 Muadz Abdil Muta’ali, “Analisis Pengaruh Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Pada BPRS di
Kabupaten Banyumas” (Skripsi Sarjana Ekonomi Syariah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
2017). 6 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari teori ke praktik, (Jakarta: Tazkia Cendekia, 2001)
hlm: 161.
12
1) Pembiayaan Produktif
Pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan produksi,
seperti untuk peningkatan usaha. Baik usaha produksi, investasi, maupun
perdagangan. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan, seperti
peningkatan produksi. Baik secara kuantitatif (jumlah hasil
produksi), maupun secara kualitatif (peningkatan mutu atau kualitas
hasil produksi). Selanjutnya yaitu untuk keperluan perdagangan
ataupun peningkatan utility of place dari suatu barang.
b. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang-
barang modal (capital goods) ataupun fasilitas-fasilitas yang
berkaitan dengan ha tersebut. Pada umumnya, pembiayaan investasi
diberikan dalam jumlah yang besar dan pengendapannya cukup
lama. Ciri-ciri pembiayaan investasi yaitu:
1) Untuk pengadaan barang-barang modal
2) Berjangka waktu panjang
3) Mempunyai perencanaan alokasi dana yang terarah dan matang
2) Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang
hanya habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
13
C. Murabahah
Skim jual beli murabahah adalah salah satu skim fiqih yang paling
populer digunakan oleh perbankan syariah. Skim jual beli murabahah ini juga
lazim digunakan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabat-sahabatnya.
Singkatnya, jual beli murabahah adalah suatu penjualan yang dimana barang
yang dijual seharga barang tersebut ditambah dengan keuntungan yang telah
disepakati.7 Misalnya, seseorang membeli barang lalu menjualnya kembali
dengan keuntungan tertentu yang telah disepakati kedua belah pihak pada
awal akad. Berapa besar keuntungan dapat dinyatakan dalam nominal rupiah
atau dalam bentuk presentase dari harga pembelian.
Secara sederhana, murabahah adalah jual beli barang yang
menyatakan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Karena disebut “keuntungan yang disepakati” dalam definisinya, karakteristik
murabahah adalah penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga
pembelian barang dan juga memberi tahu jumlah keuntungan yang diambil
dari jual beli tersebut.
Jual beli murabahah juga harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
Dengan memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan jual beli sehingga jika syarat dan rukunnya tidak
terpenuhi berarti tidak sesuai dengan Syara’.8
Murabahah menekankan adanya pembelian barang berdasarkan
permintaan konsumen, dan proses penjualan barang kepada konsumen
7 Adiwarman, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2011), hlm: 113 8 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm: 69.
14
dengan harga jual yang merupakan akumulasi dari biaya pembelian barang
dengan tambahan profit yang diinginkan. Dengan demikian, bila dikaitkan
dengan perbankan syariah, pihak bank diwajibkan untuk menjelaskan tentang
harga beli dan tambahan keuntungan yang diinginkan kepada nasabah. Dalam
konteks ini, bank tidak meminjamkan uang kepada nasabah untuk membeli
barang yang diinginkan, akan tetapi pihak bank lah yang berkewajiban untuk
membelikan barang yang di pesan oleh nasabah dari pihak ketiga, dan
kemudia dijual kembali kepada nasabah dengan harga yang disepakati kedua
belah pihak.
Murabahah berbeda dengan jual beli biasa (musawamah). Dalam jual
beli biasa, terdapat proses tawar menawar antara penjual dan pembeli untuk
menentukan harga jual, sedangkan pada murabahah tidak ada. Penjual juga
tidak menyebutkan harga beli dan keuntungan yang diinginkan.9
D. Landasan Hukum Jual Beli Murabahah
Jual beli murabahah merupakan akad jual beli yang diperbolehkan,
hal ini berlandaskan dalil yang terdapat didalam Al-Quran, hadist, maupun
ijma’ ulama. Seperti Firman Allah Swt. di bawah ini :
با م الز البيع وحز ...وأحل للا
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.”10
(QS. Al-Baqarah [2]: 275)
9 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah: Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012) hlm: 91. 10
QS. Al-Baqarah [2]: 275
15
كن بالباطل إل أى تكىى تجارة يا أيها الذيي آهىا ل تأكلىا أهىالكن بي
فسكن إى للا كن ول تقتلىا أ كاى بكن رحيواعي تزاض ه
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.”11
(QS. An-Nisa’ [4]: 29)
Pada kedua ayat ini, Allah Swt. menegaskan legalitas jual beli secara
umum, serta melarang konsep bunga (ribawi). Berdasarkan kedua ayat
tersebut, jual beli murabahah mendapatkan pengakuan dari syariah, dan
diperbolehkan untuk dioperasionalkan dalam praktik perbankan syariah.
Dalam hadist disebutkan pula riwayat dari Abu Said al Khudri bahwa
Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka”. (HR.
Al-Baihaqi dan Ibnu Majah).
Dari Suaib ar-Rumi ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga
hal yang mengandung berkah, jual beli tidak secara tunai,
muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan jewawut
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual”. (HR. Ibn
Majah).12
Hadist tersebut memberikan prasyarat bahwa jual beli murabahah
harus dilakukan dengan kerelaan kedua belah pihak dalam bertransaksi.
Mencakup seluruh ketentuan yang ada didalam jual beli seperti, penentuan
harga jual, keuntungan yang diinginkan, proses pembayaran, dan lainnya.
11
QS. An-Nisa’ [4]: 29 12
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah: Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012) hlm: 92.
16
E. Aplikasi dalam Perbankan
Murabahah pada perbankan syariah di Indonesia banyak digunakan
secara berkelanjutan, seperti untuk modal kerja. Padahal seharusnya,
pembiayaan murabahah hanya boleh dilakukan dengan sekali akad (kontrak
jangka pendek).13
Aplikasi murabahah dalam perbankan syariah dapat
digambarkan dengan dua penerapan yang berbeda, yaitu aplikasi pembiayaan
murabahah dengan akad wakalah (perwakilan), atau tanpa adanya
perwakilan.
Adapun teknis Perbankan tanpa adanya perwakilan:14
1) Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah adalah sebagai
pembeli. Harga jual adalah harga yang diambil dari harga beli bank
kepada produsen (pabrik/toko) kemudian ditambah keuntungan (mark
up). Kedua belah pihak harus menyetujui harga jual dan jangka waktu
pembayaran.
2) Harga jual dicantumkan pada akad jual beli, dan jika sudah disepakati,
tidak dapat berubah selama berlaku akad. Dalam perbankan syariah,
biasanya murabahah dilakukan dengan cara pembayarn cicilan (bitsaman
ajil).
3) Pada transaksi ini, bila barang telah ada, maka harus segera diserahkan
kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
13
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari teori ke praktik, (Jakarta: Tazkia Cendekia, 2001)
hlm: 106. 14
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003)
hlm: 58-59.
17
Teknis Perbankan dengan adanya perwakilan:
Teknis perbankannya sama saja seperti pembiayaan murabahah tanpa
wakalah. Hanya saja pembiayaan murabahah dengan wakalah ditambah
dengan bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli objek murabahah
(barang) atas nama bank, dengan terlebih dahulu melakukan konfirmasi dan
menyetorkan persyaratan sebelum melakukan transaksi kepada penjual.15
F. Manfaat Pembiayaan Murabahah Bagi Pendapatan Usaha Kecil
Adapun manfaat pembiayaan ini adalah sebagai berikut: 16
1) Dapat meningkatkan usahanya dengan pengadaan atau peningkatan
berbagai produksi, baik berupa tambahan modal kerja (money machine),
bahan baku (material), maupun peningkatan kemampuan sumber daya
manusia (man), metode (method), peluasan (market), sumber daya alam
dan teknologi.
2) Peningkatan status. Usaha kecil pada awalnya merupakan usaha dari
perorangan yang kecil, sehingga ketika dijalankan, hasilnya akan kecil
pula. Dengan memanfaatkan pembiayaan murabahah, hasil yang didapat
menjadi lebih besar. Karena selain mendapat pembiayaan juga
mendapatkan bimbingan pengembangan usaha, sehingga terjadi
peningkatan status.
15
Wawancara dengan M. Donny, tanggal 4 April 2018 pukul 09.30 di Kantor BRI Syariah
KCP Pandaan. 16
Budi Rachmat, Modal Ventura: Cara Mudah Meningkatkan Usaha Kecil & Menengah,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hlm: 90-91.
18
3) Likuiditas Keuangan. Adanya penyertaan pembiayaan murabahah pada
usaha kecil akan meningkatkan daya tahan usaha untuk menghasilkan
keuntungan dan dapat meningkatkan likuiditas keuangan. Akibat tidak
adanya bunga dan tidak adanya beban pembayaran cicilan pinjaman.
4) Struktur pembiayaan yang lebih sehat
Struktur pembiayaan yang sehat harus selalu dijaga, agar usaha kecil
dapat menghasilkan keuntungan yang layak. Pembiayaan murabahah
dapat dijadikan alat untuk mempertahankan struktur pembiayaan pada
usaha kecil agar tetap sehat sehingga perusahaan tidak bergantung pada
pinjaman.
G. Pengertian Usaha Mikro
Beberapa pihak telah berupaya untuk mendefinisikan arti yang tepat
untuk “usaha mikro”. Kriteria untuk mendefinisikan usaha mikro masih
beragam karena masih sering terjadi perdebatan antara usaha mikro dan usaha
kecil. Menurut UU No. 20 Tahun 2008 menyebutkan bahwa usaha kecil yaitu
usaha dengan kekayaan bersih maksimal 50 juta rupiah, itu tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha tersebut dan dengan hasil penjualan per
tahun paling banyak 300 juta rupiah.17
Definisi yang tercantum dalam UU ini
merupakan definisi yang paling banyak digunakan oleh badan atau lembaga
terkait dengan usaha mikro.
17
Bank Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang
Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah”, diakses dari https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/uu-
bi/Documents/UU20Tahun2008UMKM.pdf, pada tanggal 25 Maret 2018 pukul 18.00.
19
Batasan usaha mikro tiap negara sangat bervariasi. Bahkan dapat
berbeda dari satu instansi dengan instansi lainnya dalam suatu negara, baik
ditinjau dari segi permodalan, aspek tenaga kerja, maupun volume usaha.
Penentuan usaha kecil secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi
kriteria kuantitatif dan kualitatif. Kriteria kuantitatif meliputi nilai aset,
jumlah tenaga kerja, omzet penjualan dan kombinasi ketenagakerjaan.
Sedangkan kriteria kualitatif meliputi tingkat teknologi yang digunakan,
akses terhadap pesan pembangunan, dan keadaan manajemen usaha.18
Usaha mikro mampu bertahan dalam menghadapi kelesuan
perekonomian yang diakibatkan oleh inflasi maupun faktor penyebab lainnya.
Tanpa subsidi dan proteksi, usaha mikro di Indonesia mampu menambah nilai
devisa bagi negara. Sedangkan sektor informal, mampu menyangga
perokonomian masyarakat lapisan bawah.19
H. Kriteria Usaha Mikro
Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008, kriteria usaha mikro
adalah sebagai berikut20
:
a. Memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah), itu tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha tersebut.
18
Ahmad Sofwani, Darsono Wisadirana, Manajemen Kewirausahaan, (Malang: CV Sova
Mandiri Malindo, 2007) hlm: 98. 19
Harimurti Subanar, Manajemen Usaha Kecil, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1993) hlm:
6. 20
Bank Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang
Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah”, diakses dari https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/uu-
bi/Documents/UU20Tahun2008UMKM.pdf, pada tanggal 25 Maret 2018 pukul 18.00.
20
b. Memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp. 300.000.000,- (tiga ratus
juta rupiah).
c. Milik Warga Negara Indonesia (tidak berkewarganegaraan asing).
d. Berdiri sendiri. Bukan merupakan anak atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik secara langsung maupun secara
tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha-usaha besar.
e. Badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang
berbadan hukum, termasuk koperasi dan berbentuk usaha orang
perseorangan.
Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat a dan b, nilai nominalnya dapat
berubah seiring dengan perkembangan perekonomian negara, yang diatur
dengan Peraturan Presiden.
I. Landasan Teori Pengaruh Pembiayaan Murabahah Terhadap
Perkembangan Usaha Mikro
Pembiayaan merupakan tugas pokok bank dalam memberikan fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya, guna
meningkatkan kesejahteraan hidup perusahaan dari peningkatan pendapatan
usahanya. Muhammad (2005) menjelaskan bahwa pembiayaan bertujuan
untuk meningkatkan produktifitas, adanya pembiayaan dapat memberikan
peluang bagi pengusaha untuk meningkatkan daya produksinya.21
Jika dalam
suatu pasar terdapat penawaran produk yang relatif banyak, maka penjual
21
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN,
2005), hlm: 17.
21
akan berusaha untuk meningkatkan dan memperbesar pendapatan dengan
cara memperbanyak penjualan produksinya.
Muta’ali (2017) menjelaskan apabila penambahan modal dari
pembiayaan yang disalurkan oleh bank dapat memperluas usaha dan
memperbanyak stok produk, maka dengan begitu pendapatan pada usaha
mereka juga akan bertambah. Jadi, semakin banyak dana yang disalurkan
oleh bank untuk penambahan modal usaha, maka semakin meningkatnya
pendapatan yang dihasilkan oleh usaha tersebut dan hal tersebut akan
mempengaruhi perkembangan usahanya.22
Menurut Linda Novita (2014:5). Ia
juga menjelaskan bahwa perkembangan pada usaha mikro dapat dilihat dari
jumlah pendapatan nasabah setiap bulannya. Jadi, besar kecilnya pendapatan
yang di dapatkan oleh usaha mikro, menunjukan berkembang atau tidaknya
usaha tersebut setelah melakukan pembiayaan.23
Menurut Ahmad Sofwani dan Darsono (2008), dampak pemberian
kredit atau pembiayaan bagi pengusaha kecil dapat mendukung
perkembangan usahanya, dengan meningkatkan produksi nyata yang akan
meningkatkan kapasitas produksi dan pendapatannya. Maka, pemberian
pembiayaan sangat berdampak pada perkembangan usaha dengan
peningkatan produksi nyata yang akan berpengaruh terhadap pendapatan
22
Muadz Abdil Muta’ali, “Analisis Pengaruh Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Pada BPRS di
Kabupaten Banyumas” (Skripsi Sarjana Ekonomi Syariah UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta 2017). Hlm: 82. 23
Novita, Linda, M. Kholil Nawawi, and Hilman Hakiem. "Pengaruh Pembiayaan
Murabahah Terhadap Perkembangan Umkm Di Kecamatan Leuwiliang (Studi Kasus Bprs
Amanah Ummah)." AL-INFAQ Vol. V No.2 (2014): 307
22
usaha.24
Begitupun menurut Bashir dan Rashidah (2014) dalam Republika,
menyatakan bahwa pembiayaan atau kredit mikro sudah diakui dunia sebagai
upaya dalam meningkatkan kesejahteraan. Dengan adanya akses modal,
pelaku usaha mikro terlepas dari gerbang kesulitan dalam upaya peningkatan
aktivitas produksi dan dengan meningkatnya aktivitas produksi, seseorang
dapat meningkatkan pendapatannya sehingga dapat meningkat kan
kesejahteraannya usahanya.25
Muhammad (2005) menjelaskan pula, pembiayaan diberikan dalam
rangka untuk peningkatan usaha, karena untuk mengembangkan usaha
diperlukan dana tambahan. Dana tambahan ini diperoleh melalui aktifitas
pembiayaan. Pihak yang dananya berlebih (surplus dana), menyalurkan
kepada pihak minus dana sehingga dana dapat tergulirkan. Selain itu,
Muhammad juga menjelaskan bahwa pembiayaan diberikan untuk upaya
memaksimalkan laba. Setiap usaha memiliki tujuan yaitu untuk menghasilkan
laba usaha secara maksimal. Untuk dapat meghasilkan laba yang maksimal
maka usaha tersebut memerlukan dukungan dana yang cukup, dengan begitu
maka pembiayaan sangat dibutuhkan.
Studi bank dunia yang dikutip (Webster, Riopelle, dan Chidzero,
1996, hal:8) dalam Lincolin (2008) menjelaskan bahwa tujuan Lembaga
Keuangan Mikro yaitu menciptakan kesempatan kerja atau lapangan kerja
dan pendapatan melalui pengembangan usaha mikro. Maka jika usaha
24
Sofwani, Ahmad, & Darsono Wisadirana, “Manajemen Kewirausahaan”, (Malang: CV
Sova Mandiri Malindo) hlm: 108. 25
Republika, “Dampak pembiayaan mikro syariah terhadap family Income pelaku usaha
mikro”, diakses dari http://www.republika.co.id/berita/koran/iqtishodia/, pada tanggal 18
April 2018 pukul 11.40.
23
tersebut berkembang, maka dapat membuka lapangan pekerjaan dan
mendapatkan pendapatan.26
Hal ini sejalan dengan Thomas, dkk (2003),
mengatakan pula bahwa dengan adanya bantuan dari bank, para pengusaha
dapat memperluas usahanya dengan mendirikan proyek-proyek baru. Dengan
hal tersebut maka akan diperoleh pendapatan. Apabila perluasan usaha dan
pendirian proyek-proyek baru telah selesai, untuk mengelolanya maka
diperlukan tenaga kerja. Dengan bertambahnya perluasan usaha dan
tertampungnya tenaga-tenaga kerja tersebut, maka pendapatan usaha akan
meningkat pula.27
J. Kerangka Proses Berfikir
Sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis selanjutnya, kerangka
proses berfikir menunjukan pengaruh variabel (X) pembiayaan murabahah
terhadap variabel (Y) perkembangan Usaha Mikro. Maka secara sederhana
kerangka pemikiran dapan dirumuskan pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1
Kerangka Proses Berfikir
26
Lincolin Arsyad, Lembaga Keuangan Mikro: Institusi, Kinerja, dan Sustanabilitas.
(Yogyakarta: CV Andi Offset, 2008) hlm: 1. 27
Thomas Suyatno, dkk, Dasar-dasar Peekreditan: Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2003), hlm: 17.
Pembiayaan Murabahah Perkembangan Usaha
24
K. Hipotesis
Adapun hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut:
H0: Pembiayaan Murabahah tidak berpengaruh positif terhadap
perkembangan usaha mikro pada Bank BRI Syariah KCP Pandaan.
H1: Pembiayaan Murabahah berpengaruh positif terhadap perkembangan
usaha mikro pada Bank BRI Syariah KCP Pandaan.