Upload
phamtruc
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Manggis
Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah sejenis pohon dari daerah tropika
yang diyakini berasal dari kepulauan Nusantara (Backer,1963).
Taksonomi pohon manggis adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliphyta
Classis : Magnoliopsida
Subclassis : Dilleniidae
Ordo : Malphigiales / Theales
Familia : Clusiaceae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L (Backer,1963).
5
Manggis merupakan tumbuhan buah berupa pohon yang berasal dari hutan
tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia
atau Indonesia. Dari Asia Tenggara, tumbuhan ini menyebar ke daerah Amerika
Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii
dan Australia Utara. Tanaman ini oleh kalangan masyarakat dunia disebut
sebagai “Ratu Buah” (Queen of Fruits). Di Indonesia buah yang dijuluki "si
hitam manis" ini, keberadaannya tergolong langka, misalnya di daerah
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan pohon manggis didapati tumbuh di
hutan-hutan dan belum dimanfaatkan secara ekonomis (Rukmana, 1995).
Kandungan kimianya yaitu alkaloid, tanin, sukrosa, mangostin, β-
mangostin, 1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-di(3-metil-2 butenil) xanton yang diberi
nama α-mangostin, γ-mangostin, 1-isomangostin, 3-isomangostin, benzofenon,
depsidon, dan triterpen (Muharni dkk, 2009). Khasiat dan manfaatnya yaitu
berkhasiat anti diare, radang amandel, keputihan, disentri, nyeri urat, sembelit,
mengatasi haid yang tidak teratur dan sebagai peluruh dahak.
Aktivitas sebagai antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid
disebabkan oleh adanya gugus hidroksi fenol dalam struktur molekulnya.
Mereka akan membentuk radikal yang distabilisasi oleh efek resonansi inti
aromatik ketika senyawa-senyawa ini bereaksi dengan radikal bebas, sehingga
fase propagasi yang meliputi reaksi berantai radikal dihambat. Keistimewaan
struktur dari senyawa flavonoid yang bertanggung jawab terhadap fungsi
optimal sebagai antioksidan, dilaporkan berikut : orto dihidroksi atau grup
katekol pada cincin B menangkap secara kuat terhadap radikal-radikal bebas,
kemungkinan melalui ikatan hidrogen, konjugasi cincin B terhadap struktur 4-
okso dengan 2,3 ikatan rangkap, memastikan delokalisasi elektron keluar, ikatan
hidrogen antara 4-okso dan gugus hidroksi pada 3 dan 5 menyebabkan
delokalisasi elektron dari fungsi okso kedua senyawa, delokalisasi elektron
tertinggi dicapai oleh kombinasi dari semua elemen struktur (Pokorny dkk.,
2001). Aktivitas antioksidan meningkat dengan bertambahnya gugus OH pada
cincin B senyawa flavonoid (Sekar, 2002). Kemampuan penangkapan radikal
B.
j
DPPH o
polifenol
Sub
meningka
senyawa
tersusun
dihubung
Mudahny
sistem pe
angka ber
gambar :
Gam
Radikal B
. Ra
satu elekt
berpasang
dengan c
sekitarnya
reaksi yan
tubuh. Hi
radikal be
juga karen
oleh kom
dalam me
bstitusi se
atkan akt
polifenol
dalam
gkan oleh
ya, cincin
enomoran
raksen un
mbar 2. K
Bebas
adikal beb
tron tidak
gan meny
cara men
a, radikal
ng berlan
ilangnya r
ebas lain h
na sistem
mponen p
enyumban
buah elek
tivitas an
yang men
konfigura
tiga karb
diberi t
yang me
ntuk cincin
Kerangka
bas merup
berpasan
yebabkan
nyerang d
l bebas ya
ngsung ter
radikal be
hingga me
antioksid
Cincin A
olifenol
ng hidroge
ktron don
ntioksidan
ngandung
asi C6-C
bon yang
tanda A,
enggunaka
n B (Mar
a dasar Fl
(Markh
pakan suat
ngan pada
senyawa
dan men
ang ada d
rus mener
ebas dari
enjadi sua
dan (Wina
A
dapat di
en (Rohdi
nor sepert
n kompo
g 15 atom
C3-C6 yai
dapat atau
B,dan C.
an angka
rkham, 19
lavonoid
am, 1988
tu senyaw
orbital lu
tersebut
ngikat ele
dalam tub
rus hingg
dalam tu
atu senyaw
arsi, 2007)
ihubungka
iana, 2001
ti metoksi
onen fen
karbon d
itu dua
u tidak m
Atom ka
biasa unt
988). Sepe
beserta p
8)
wa atau mo
uarnya, ad
sangat re
ektron m
buh dapat
a radikal
ubuh dikar
wa yang s
).
an denga
1).
i, metil p
olik. Fla
dalam inti
cincin a
membentuk
arbon din
tuk cincin
erti yang
penomora
olekul yan
danya elek
eaktif men
molekul y
t mengala
bebas hil
renakan b
tabil, atau
Cinc
an kemam
pada posis
avanoid
dasarnya
aromatik
k cincin k
nomori m
n A dan C
tercantum
annya
ng menga
ktron yang
ncari pasa
yang bera
ami serang
lang dari
bereaksi d
u hilangny
Cin
cin C
6
mpuan
si orto
adalah
a, yang
yang
ketiga.
menurut
C serta
m pada
andung
g tidak
angan,
ada di
gkaian
dalam
dengan
ya bisa
ncin B
7
Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada jaringan
biologis, kerusakan tersebut dapat menyebabkan penyakit kronis, seperti
iskemia, katarak, kanker, diabetes melitus, penuaan, dan jantung koroner.
Radikal bebas terbentuk melalui dua cara, yaitu secara endogen dan eksogen.
Secara endogen, radikal bebas dihasilkan melalui reaksi biokimia di dalam
tubuh, contohnya oksidasi enzimatis, fagositosis, transport elektron, dan
oksidasi logam transisi melalui ischemic. Secara eksogen, radikal bebas
dihasilkan dari lingkungan sekitar, seperti polusi udara, bahan tambahan
pangan, dan radiasi ultraviolet (UV). Radikal eksogen tersebut, selanjutnya
akan masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan absorbsi
kulit (Winarsi, 2007).
Radikal bebas diproduksi secara endogen di dalam sel oleh
mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, retikulum endoplasma,
dan inti sel. Radikal bebas yang dihasilkan dalam tubuh, biasanya terdiri
dari spesies oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrogen reaktif (RNS).
Contoh turunan kedua spesies tersebut, diantaranya radikal superoksida
(O2.), hidroksil (OH.), peroksil (ROO.), hidrogen peroksida (H2O2), singlet
oksigen (O.), nitrit oksida (NO.), peroksi nitrit (NOO.), dan asam hipoklorit
(HOCl.). Atom atau molekul dengan elektron bebas ini, dapat digunakan untuk
menghasilkan tenaga dan beberapa fungsi fisiologis seperti kemampuan untuk
membunuh virus dan bakteri. (Winarsi , 2007)
Mekanisme reaksi pembentukan radikal bebas terdiri atas tiga tahap,
yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi, merupakan tahap awal
pembentukan radikal bebas. Tahap kedua adalah propagasi, yaitu perubahan
suatu molekul radikal bebas menjadi radikal bentuk lain (pembentukan radikal
bebas baru). Tahap yang terakhir adalah terminasi. Terminasi adalah tahap
dimana terjadi penggabungan dua molekul radikal bebas dan membentuk
produk yang stabil. Mekanisme reaksi ketiga tahapan tersebut dapat ditulis
sebagai berikut:
8
Inisiasi:
R- R → R* + R*
Propagasi:
R* + O2 → ROO*
ROO* + RH → ROOH + R*
Terminasi:
ROO* + ROO* → ROOR + O2
ROO* + R* → ROOR
R* + R* → RR
( Kurniawan, 2003 cit Winarsi, 2007)
C. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau
reduktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat
oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif
(Winarsi,2007).
Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan di klasifikasikan dalam
lima tipe antioksidan, yaitu:
1. Primary antioxidants, yaitu senyawa-senyawa fenol yang mampu
memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Dalam
hal ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi
senyawa fenol sehingga terbentuk senyawa yang stabil. Senyawa antioksidan
yang termasuk kelompok ini, misalnya BHA, BHT, PG, TBHQ, dan
tokoferol.
2. Oxygen scavengers yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal ini,
senyawa tersebut akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berada
dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Contoh dari
senyawa-senyawa kelompok ini adalah vitamin C (asam askorbat),
askorbilpalminat, asam eritorbat, dan sulfit.
9
3. Secondary antioxidants I yaitu senyawa-senyawa yang mempunyai
kemampuan untuk berdekomposisi hidroperoksida menjadi prodak akhir yang
stabil. Tipe antioksidan ini pada umumnya digunakan untuk
menstabilkan poliolefin resin. Contohnya, asam tiodipropionat dan
dilauriltiopropionat.
4. Antioxidative Enzime I yaitu enzim yang berperan mencegah terbantuknya
radikal bebas. Contohnya glukose oksidase, superoksidase
dismutase(SOD), glutation peroksidase, dan kalalase.
5. Chelators sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam
seperti besidan tembaga yang mampu mengkatalis reaksi oksidasi lemak.
Senyawa yang termasuk didalamnya adalah asam sitrat, asam amino,
ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA), dan fosfolipid (Maulida, 2010).
D. Uji Antioksidan 2,2 diphenyl-1-picryl-hydrazil (DPPH)
Reagen DPPH ditemukan pertama kali oleh Goldschmidt dan Renn pada
tahun 1922. DPPH merupakan seyawa radikal bebas berwarna ungu, dan
pada awalnya digunakan sebagai reagen kolorimetri. Selain itu, reagen DPPH
juga berfungsi untuk investigasi reaksi inhibisi polimerisasi, uji antioksidan
(amina, fenol, dan vitamin), serta inhibisi reaksi homolitik (mun’im, 2008).
Mekanisme penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan cukup sederhana,
yaitu berupa pemberian elektron kepada radikal. Oleh karena itu, senyawa-
senyawa yang memungkinkan memberikan elektron memiliki aktivitas
penangkapan radikal cukup kuat. Senyawa tersebut adalah golongan fenol,
flavonoid, tanin, senyawa yang memiliki banyak gugus sulfida, dan alkaloid.
Donasi proton menyebabkan radikal DPPH (berwarna ungu) menjadi senyawa
non-radikal. Senyawa non-radikal DPPH tersebut tidak berwarna. Dengan
demikian aktivitas penangkapan radikal dapat dihitung dari peluruhan radikal
DPPH. Kadar radikal DPPH tersisa diukur secara spektrofotometri pada panjang
gelombang 517 nm (Winarsi, 2007).
Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau
radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari
10
DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan,
maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi
pada panjang gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur secara
stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau hidrogen yang ditangkap oleh
molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan (Winarsi, 2007).
Gambar 3 Transfer radikal hidrogen dari antioksidan ke radikal DPPH
(Windono, 2004)
Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa atau ekstrak
untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen
penghambatan. Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan
adalah harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau
Inhibition Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang
dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi
suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang
mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50
yang rendah (Andarwulan,dkk, 1996).
Metode DPPH secara umum, digunakan untuk penentuan aktivitas
antioksidan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel padatan maupun
larutan, dan tidak spesifik untuk komponen antioksidan partikular, tetapi
dapat digunakan untuk pengukuran kapasitas antioksidan secara keseluruhan
pada suatu sampel (Windono, 2004).
11
E. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa
bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM,1995). Adapun penggolongan
simplisia dibedakan menjadi : simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan (mineral). Simplisia nabati merupakan simplisia yang berupa tumbuhan
utuh, bagian tanaman atau eksudat tumbuhan. Eksudat tanaman didefinisikan
sebagai isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan
cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan
cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni
(Ditjen POM, 1979).
F. Perasan
Perasan merupakan penyarian komponen-komponen yang terkandung dalam
tanaman atau bagian dari tanaman dengan cara sampel dihancurkan hingga halus
dicampur pelarut air dan ditekan secara konvensional dan memaksa suatu
komponen yang terkandung didalam sampel untuk keluar dengan pelarut yang
sifat kepolaran sama untuk mengisolasi zat yang di inginkan (Volker, dkk,
1996).
G. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkkan (Ditjen POM,1995). Ekstrak dapat dikelompokkan menjadi tiga atas
dasar sifatnya, adalah :
1. Ekstrak cair, diartikan sebagai ekstrak dari simplisia yang dibuat sedemikian
rupa sehingga satu bagian simplisia sesuai dengan satu atau dua bagian
ekstrak cair.
12
2. Ekstrak kental, sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang,
kandungan airnya berjumlah sampai 30 %.
3. Ekstrak kering, adalah sediaan berbentuk serbuk, yang dibuat dari ekstrak
tumbuhan melalui penguapan bahan pelarutnya. Sediaan ini memiliki
konsistensi kering dan mudah digosongkan, yang sebaiknya memiliki
kandungan lembab tidak kurang dari 5 % (Voight, 1995).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kadungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair, simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang larut dan senyawa yang tidak larut
seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Proses ini akan menghasilkan
produk berupa ekstrak yang merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai (Ditjen POM,2000).
Proses ekstraksi dapat dipisahkan menjadi pembuatan serbuk, pembasahan,
penyarian dan pemekatan. Secara umum ekstraksi dapat dibedakan menjadi :
Infundasi, maserasi, perkolasi, dan destilasi( Ditjen POM,1986).
H . Vitamin E
Sebagai pembanding digunakan vitamin E (d-tokoferol) yang sudah
diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Vitamin E berperan sebagai
antioksidan dengan cara mendonorkan hidrogen dari gugus fenolik kepada
radikal peroksil. Radikal yang terbentuk dari d-tokoferol, distabilisasi melalui
delokalisasi elektron oleh cincin aromatik. Radikal ini membentuk produk
nonradikal yaitu peroksida stabil yang dapat direduksi menjadi tokokuinon dan
menjadi dimer tokoferol (Pokorny,et al, 2001)
Vitamin E merupakan antioksidan yang cukup kuat dan dapat memproteksi
sel-sel membran serta LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol dari perusakan
radikal bebas. Selain itu, vitamin E juga dapat membantu memperlambat proses
penuaan pada arteri dan melindungi tubuh dari kerusakan10 sel-sel yang akan
menyebabkan penyakit kanker, penyakit hati, dan katarak.Vitamin ini bekerja
sama dengan antioksidan lain seperti vitamin C untuk mencegah penyakit-
13
penyakit kronik lainnya. Vitamin E banyak ditemukan pada kacang-kacangan,
biji-bijian dan minyak nabati (Hernani dan Rahardjo,2006)
I . Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisika-kimia, lapisan
yang memisahkan yang terdiri atas bahan yang berbutir- butir (fase diam),
ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok.
Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita.
Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak) pemisahan terjadi dalam perambatan
kapiler (pengembangan) selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
dideteksi atau di tampakkan (Stahl, 1985).
Penyerap yang umum adalah silika gel, aluminium oksida, selulosa, dan
turunannya, polamid, dan lain- lain. Kebanyakan penyerap yang digunakan
adalah silika gel, fase gerak adalah medium yang terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Pemilihan fase gerak tergantung dari sifat pelarut dan kekuatan elusi.
Pengembang adalah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut
pengembang merambat naik dalam lapisan, terdapat berbagai kemungkinan
untuk deteksi senyawa tidak berwarna pada kromatogram.
Identifikasi dari senyawa yang dipisahkan dengan kromatografi lapis tipis
dapat dilakukan dengan pereaksi kimia, pereaksi warna dan menggunakan harga
Rf.
asal titik daripelarut oleh digerakkan yangJarak asal titik dari senyawaoleh digerakkan yangJarak RfHarga = (Stahl,1985)
Angka Rf berjangka antara 0,00 – 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua
desimal, sedangkan HRf dikalikan faktor 100 (h) menghasilkan nilai berjarak 0
sampai 100 (Stahl, 1985). Adapun keuntungan dari kromatografi lapis tipis yaitu
membutuhkan penyerap dan cuplikan dalam jumlah yang sedikit. Noda-noda
yang terpisah dilokalisir pada pelat pada lembaran kertas, bila dibandingkan
dengan kromatografi kertas membutuhkan waktu yang lebih cepat serta
pemisahan yang lebih baik (Stahl, 1985)
14
J . Spektrofotometri Ultraviolet Visibel
Spektrofotometri serapan adalah pengukuran serapan radiasi
elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati
monokromatik yang diserap zat. Pengukuran serapan dapat dilakukan pada
daerah ultraviolet (panjang gelombang 190-380 nm) atau pada daerah sinar
tampak (panjang gelombang 380-780 nm). Meskipun spektrum pada daerah
ultraviolet dan daerah cahaya tampak dari suatu zat yang tidak khas, tetapi
sangat cocok untuk penetapan kuantitatif, dan untuk beberapa zat berguna untuk
membantu identifikasi (Depkes RI, 1979).
Spektrofotometri adalah metode untuk analisis baik kuantitatif maupun
kualitatif. Prinsip dari pembacaan spektrofotometri adalah jika suatu molekul
sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan
menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Suatu senyawa dapat
dideteksi dengan spektrofotometri adalah jika mempunyai gugus kromofor.
Gugus auksokrom adalah gugus fungsi yang memiliki elektron non bonding
(pasangan elektron bebas) dan tidak mengabsorbsi radiasi pada panjang
gelombang di atas 200 nm (Suharman, 1995). Kromofor merupakan semua
gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet
dan sinar tampak. Pada senyawa kompleks akan mempunyai serapan pada
panjang gelombang yang lebih panjang karena energi radiasi yang dibutuhkan
oleh senyawa tersebut lebih kecil dan akan terbaca pada panjang gelombang
yang lebih panjang. Maka senyawa kompleks terbaca pada panjang gelombang
sinar tampak (Gholib & Rohman, 2007).
Pada spektrofotometri berlaku hukum Lambert-Beer yang bahwa Intensitas
yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan
konsentrasi larutan. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
Dengan :
A = absorben.
A = absorptivitas molar.
A = abc
15
B = tebal kuvet (cm).
C = konsentrasi.
Absorptivitas molar (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung
pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan
sampel. Absorptivitas molar tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan
panjang gelombang radiasi. Dalam hukum Lambert-Beer berlaku syarat (Gholib
& Rohman, 2007) sebagai berikut :
1. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.
2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas
yang sama.
3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap
yang lain dalam larutan tersebut.
4. Tidak terjadi peristiwa fluorosensi atau fosforisensi.
5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
Panjang gelombang yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk pemilihan
panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan
antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu, kurva tersebut disebut sebagai kurva baku (Gholib &
Rohman, 2007)
Spektrum UV-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi elektomagnetik
(REM) dengan molekul. Radiasi elektromagnetik (REM) merupakan bentuk
radiasi yang mempunyai sifat gelombang dan partikel (Sastrohamidjodjo,1985).
Komponen-komponen spektrofotometer UV-Vis meliputi sumber cahaya,
monokromator, kuvet, detektor, dan rekorder memegang fungsi dan peranan
tersendiri yang saling terkait fungsi dan peranannya, setiap fungsi dan peranan
tiap bagian dituntut ketelitian dan ketepatan yang optimal.
Susunan komponen-komponen tersebut umumnya seperti dibawah ini :
Gambar 3. Susunan Komponen Spektrofotometer
Sumber cahaya monokromator kuvet detektor rekorder
16
Sinar dari sumber cahaya yang sesuai ditransmisikan melalui monokromator
untuk menghasilkan panjang gelombang yang dikehendaki. Panjang gelombang
ini kemudian diteruskan ke sampel dan ke detektor, kemudian dicatat oleh
rekorder (Sastrohamidjodjo,1985).
Sistem optik dalam spektrofotometer dapat digolongkan menjadi 3, yaitu
single beam, double beam, dan splitter beam (Suharman,1995).
a. Sistem optik radiasi berkas tunggal (single beam). Prinsipnya, sebuah
monokromator memilah panjang gelombang tertentu dari sumber radiasi
untuk diarahkan ke kuvet. Intensitas radiasi yang diteruskan dideteksi
dengan detektor.
b. Sistem optik radiasi berkas ganda (double beam). Prinsipnya, berkas
radiasi yang telah dipilih oleh monokromator dipisahkan menjadi dua
berkas. Satu berkas diarahkan ke kuvet sampel, sedangkan berkas lainnya
diarahkan ke kuvet referensi. Intensitas kedua berkas yang diteruskan ini
kemudian dibandingkan.
c. Sistem optik radiasi berkas terpisah (splitter beam). Prinsipnya, sama
dengan sistem optik radiasi berkas tunggal, hanya saja peralatan optiknya
lebih rumit sehingga memungkinkan terjadinya penurunan intensitas
radiasi.