Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LAPARATOMI
1. Definisi Laparatomi
Laparatomi merupakan operasi yang dilakukan untuk membuka bagian
abdomen laparatomi terbentuk dari dua kata yunani, “Lapara” dan
“Tome" kata “Lapara” berarti bagian lunak dari tubuh yang terletak
diantara tulang rusuk dan pinggul sedangkan “Tome” berarti
pemotongan, jadi laparatomi merupakan salah satu pembedahan mayor,
dengan melakukan penyayatan pada lapisan – lapisan dinding Abdomen
untuk mendapatkan bagian organ yang mengalami masalah seperti
hemoragi, perforasi, kangker dan obstruksi (ANA, 2016).
Laparatomi adalah pembedahan yang dilakukan pada selaput abdomen,
membuka selaput yang membuat irisan vertikal besar pada dinding perut
ke dalam rongga perut operasi yang di lakukan pada daerah abdomen.
Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan merasakan organ dalam
membuat diagnosis apa yang salah. Bedah dilakukan di daerah abdomen,
bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah
abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestifdan perkemihan
(Lakaman, 2013).
14
Laparatomi merupakan suatu potongan pada dingding abdomen sampai
membuka selaput perut dan yang telah didiagnosa oleh dokter,
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen Ditambahkan
pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada
daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik
insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi,
kolostomi, hemoroidektomi dan fistuloktomi sedangkan teknik bedah
perkemihan dengan teknik laparatomi adalah nefrektomi dan
ureterostomi (Syamsuhidayat & Wim De Jong, 2014).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laparatomi
adalah merupakan salah satu pembedahan mayor, dengan melakukan
penyayatan pada lapisan – lapisan dinding Abdomen untuk mendapatkan
bagian organ yang mengalami masalah seperti hemoragi, perforasi,
kangker dan obstruksi. Teknik oprasi yang dilakukan pada daerah
abdomen bias dilakukan pada sistem bedah digestif dan perkemihan.
2. Jenis Sayatan Pada Laparatomi
Menurut (Syamsuhidayat & Wim De Jong, 2014). Ada 4 (empat)
pembedahan dan pada pasien dengan post laparatomi, nyeri dirasakan
15
pasien setelah satu hari sampai lima hari akan mengalami masalah nyeri
dengan sekala nyeri berat (7-10).
a. Midline insision; yaitu insisi pada daerah tengah abdomen atau pada
daerah yang sejajar dengan umbilicus.
b. Paramedian, yaitu: panjang (12,5cm) ± sedikit ke tepi dari garis
tengah.
Gambar 2.1 (Midline insision)
Sumber : Midline insision. com
Gambar 2.2 (Paramedian insision)
Sumber : www.adam, Paramedian insision. com
16
c. Transverse upper abdomen insision, yaitu: sisi di bagian atas,
misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomi.
d. Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior
spinal iliaka, ± insisi melintang di bagian bawah misalnya: pada
operasi appendectomy.
Gambar 2.3 (Transverse upper abdomen insision)
Sumber : www.adam, Transverse upper abdomen .insision. com
Gambar 2.4 (Transverse lower abdomen insision)
Sumber : www.adam, Transverse lower.abdomen.insision.com
17
3. Indikasi Laparatomi
Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah
abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan perkemihan.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik
laparatomi adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi
dan fistuloktomi. Sedangkan teknik bedah perkemihan dengan teknik
laparatomi adalah nefrektomi dan ureterostomi (Syamsuhidayat & Wim
De Jong, 2014).
a. Hernia dengan tindakan Herniatomi
Hernia adalah kondisi yang terjadi ketika organ dalam tubuh
menekan dan mencuat melalui jaringan otot atau jaringan ikat di
sekitarnya yang lemah. Jaringan ikat tubuh seharusnya cukup kuat
untuk menahan organ tubuh di dalamnya agar tetap berada di
posisinya masing-masing. Namun, beberapa hal menyebabkan
jaringan ikat melemah sehingga tidak dapat menahan organ di
dalamnya dan mengakibatkan hernia tindakan yang dilakukan
Herniotomi adalah operasi pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong herniadibuka dan isi hernia dibebaskkan kalau ada
perlengketan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat
setingggi mungkin lalu dipotong. Herniopastik adalah tindakan
memperkecil annulus inguinalis internus dengan memperkuatdinding
belakang kanalis inguinalis.
18
b. Kangker lambung dengan tindakan Gasterektomi
Gastrektomi adalah prosedur pembedahan untuk mengangkat
sebagian atau seluruh lambung. Dokter dapat merekomendasikan
gastrektomi sebagai pengobatan untuk kanker perut, yang juga
disebut kanker lambung. Prosedur ini juga dapat mengobati diabetes,
gastroparesis, dan obesitas. Setelah operasi, seseorang akan
mencerna makanan secara berbeda, tetapi mereka tetap bisa makan
dan minum. Mungkin diperlukan waktu untuk pulih dan terbiasa
dengan pola makan dan cara makan yang baru.
c. Apendikitis dengan tindakan Apendiktomi
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing
atau peradangan akibat infeksi pada usus buntu. Bila infeksi parah,
usus buntu itu akan pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang
ujungnya buntu dan menonjol pada bagian awal unsur atau sekum
dan tindakan pembedahannya disebut apendiktomi, apendiktomi
adalah pembedahan untukmengangkat apendiks yang dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
d. Peritonitis dengan tindakan kolesistoduodenostomi
Peritonitis adalah peradangan peritonium, suatu lapisan endotelial
tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limfa. Penyebab
Peritonitis ialah infeksi mikroorganisme yang berasal dan
gastrointestinal, appendisits yang meradang typoid, tukak pada
19
tumor. Secara langsung dari luar misalnya operasi yang tidak steril,
trauma pada kecelakaan seperti ruptur limfa dan ruptur hati.
e. Kanker colon dengan tindakan kolostomi
Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul
dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polop jinak tetapi dapat
menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta
meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari
tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering
ke hati). Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan
defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum
kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahu
penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan.
f. Abses Hepar dengan tindakan Hepatorektomi
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak
akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati. Abses hepar adalah
rongga yang berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh
infeksi.Penyebab abses hati yaitu oleh kuman gram negatif dan
penyebab yang paling terbanyak yaitu E. Coli. Komplikasi yang
paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 - 15,6%,
perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,
pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat
terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.
20
g. Ileus Obstruktif dengan tindakan kolostomi
Obstruksi usus didefinisikan sebagai sumbatan bagi jalan distal isi
usus. ada dasar mekanis, tempat sumbatan fisik terletak melewati
usus atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus juga didefinisikan sebagai
jenis obstruksi apapun, artinya ketidakmampuan si usus menuju ke
distal sekunder terhadap kelainan sementara dalam motilitas.
Ileus dapat disebabkan oleh gangguan peristaltic usus akibat
pemakaian obat-obatan atau kelainan sistemik seperti gagal ginjal
dengan uremia sehingga terjadi paralysis. Penyebab lain adalah
adanya sumbatan/hambatan lumen usus akibat pelekatan atau massa
tumor. Akan terjadi peningkatan peristaltic usus sebagai usaha untuk
mengatasi hambatan.
4. Masalah keperawatan Pada Pasien dengan Laparatomi
Tindakan pembedahan laparatomi dapat menimbulkan beberapa masalah
diantaranya adalah rusaknya integritas kulit, nyeri akut paska
pembedahan, imobilisasi, pendarahan dan resiko infeksi (Jitowiyono,
2012).
Tindakan pembedahan pembedahan laparatomi umumnya menimbulkan
masalah nyeri, karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas dan
jiwa seseorang. Nyeri atau rasa sakit merupakan respon yang paling
21
sering dipahami oleh individu ketika mengalami post pembedahan. Hal
ini juga merupakan pengalaman pribadi yang diekspresikan secara
berbeda oleh masing-masing individu dan nyeri termasuk sensasi
ketidaknyaman yang bersifat individual. Rasa sakit melekat pada sistem
syaraf manusia dan merupakan pengalaman individual yang berlangsung
lama.
Nyeri merupakan keluhan yang paling sering diungkapkan pasien dengan
tindakan pembedahan laparatomi. Nyeri tersebut biasa disebut dengan
nyeri pasca operasi. Nyeri pasca operasi ini harus segera ditindak lanjuti
karena menyebabkan komplikasi serta trauma pada pasien. Pasien pasca
operasi sering mengalami nyeri akibat diskontinuitas jaringan atau luka
operasi akibat insisi pembedahan sel saraf kulit rusak akibat trauma
jaringan akan terbentuklah zat kimia seperti : bradikinin, serotinin,
histamin dan enzim proteotik, zat tersebut merangsang nyeri dan
membuat kaku otot Serta reseptor nyeri rangsangan tersebut akan
dihantarkan ke hipotalasmus melalui saraf asenden menjadi nyeri
Struktur spesifik dalam sistem syaraf terlibat dalam mengubah stimulus
menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi
nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif terjadi nyeri akut.
Penelitian Abraham 2013, menyebutkan bahwa masalah nyeri post
laparatomi mempunyai kecenderungan tidak bisa melakukan mobilisasi,
serta tidak bisa berkomunikasi dengan baik dengan perawat bahkan bisa
22
melakukan tindakan percobaan bunuh diri dikarenakan tidak tahannya
mereka dengan rasa nyeri yang di derita. Pasien yang baru saja
menjalankan operasi pasti merasakan nyeri, tetapi nyeri yang dirasakan
berbeda-beda. Berdasarkan data awal yang diambil oleh peneliti di salah
satu rumah sakit di Amerika dalam sehari ada 107 pasien post
laparatomi, 75% pasien mengalami sulit berinteraksi dengan perawat dan
dokter, serta keterbatasan melakukan mobilisasi dini paska laparatomi,
dan 2% ingin melakukan bunuh diri, bahkan ada seorang pasien yang
meminta kepada suster untuk memberikan obat pereda nyeri secara
berlebih karena pasien tidak bisa menahan nyeri. Pengekspresian rasa
nyeri atau respon terhadap rasa nyeri itu sendiri merupakan fenomena
yang bersifat kompleks dan melibatkan sensorik, perilaku atau motorik,
emosi. Begitu impuls rasa sakit diterima oleh otak, interpertasi rasa sakit
itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis, psikologis dan sosial
yang saling berkaitan satu dan yang lainnya.
B. NYERI POST LAPARATOMI
1. Defenisi Nyeri Post Oprasi Laparatomi
Nyeri didefenisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalamin
nyeri sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Hadjistravopoulos and
Craigh, 2014).
23
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial,
sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan
yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi
luka (Brunner & Suddarth, 2013).
Nyeri Post Laparatomi adalah gabungan dari beberapa pengalaman
sensori, emosional, dan mental yang tidak menyenangkan akibat trauma
bedah dan dihubungkan dengan respon otonom, metabolisme endokrin,
fisiologis, dan perilaku, perasaan yang tidak nyaman yang bersifat benar-
benar subjektif dan hanya orang yang menderitanya yang dapat
menceritakan dan mengevaluasi. Nyeri juga dapat diartikan sebagai
bentuk pengalaman yang dapat dipelajari oleh pengaruh dari situasi hidup
masing-masing orang (Hartono, 2009).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa nyeri post oprasi
lapatatomi adalah suatu perasaan tidak nyaman yang bersifat subjektif
dan tidak dapat dilihat atau dirasakan orang lain, yang diungkapkan oleh
individu yang merasakannya, serta berhubungan dengan kerusakan
jaringan aktual dan potensial. Oleh karena itu tenaga medis harus
mempercayai apapun yang dikatakan pasien tentang nyeri yang
dirasakannya, karena sifat subjektif dari nyeri ini. Nyeri post laparatomi
adalah gabungan dari beberapa pengalaman sensori, emosional, dan
24
mental yang tidak menyenangkan akibat trauma bedah dan dihubungkan
dengan respon otonom, metabolisme endokrin, fisiologis, dan perilaku.
2. Tipe Nyeri Post Laparatomi
Nyeri pasca bedah post oprasi laparatomi dikelompokkan sebagai nyeri
akut. Kejadian nyeri akut biasanya tiba-tiba dan dihubungkan dengan
luka spesifik. Nyeri akut mengindikasikan terjadinya kerusakan jaringan
atau injuri. Nyeri akut biasanya berkurang bersamaan dengan
penyembuhan (Chaturvedi, 2016).
Namun demikian, nyeri akut secara serius mengancam proses
penyembuhan pasien dan harus menjadi prioritas perawatan. Lama nyeri
akut bisa berjam-jam, hari, atau minggu. Lama nyeri akut pasca bedah
pada jenis pembedahan laparatomi dialami selama 1 sampai 5 hari,
sedangkan pembedahan abdomen atas individu akan mengalami nyeri
diperkirakan 2 sampai 4 hari dengan intensitas ringan sampai hebat.
Semua prosedur laparatomi menyebabkan nyeri sedang sampai berat
selama beberapa hari sampai beberapa minggu (Syamsuhidayat & Wim
De Jong, 2014).
3. Fisiologi Nyeri Post Oprasi Laparaatomi
Fisiologi nyeri pada pasien post laparatomi diakibatkan karena
diskontinuitas jaringan atau luka operasi akibat insisi pembedahan,
sehingga sel saraf kulit rusak akibat trauma jaringan Maka terbentuklah
25
zat kimia seperti : bradikinin, serotinin, histamin dan enzim proteotik.
zat tersebut merangsang nyeri dan membuat kaku otot serta reseptor
nyeri rangsangan tersebut akan dihantarkan ke hipotalasmus melalui
saraf asenden menjadi nyeri, sistem syaraf terlibat dalam mengubah
stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan
persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif, sehingga terjadilah nyeri
akut. Selain itu Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai
impuls elektrokimia di sepanjang saraf ke bagian dorsal spinal cord
(daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan
kemudian dihantarkan ke saraf perifer tubuh, sehingga terjadi nyeri sebar
(Taylor & Le Mone, 2015).
Nyeri diawali sebagai respon yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat
kimia seperti substansi P, bradikinin, dan prostaglandin dilepaskan.
Kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu menghantarkan
rangsang nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah
yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang saraf ke
bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari
seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, yaitu pusat
sensori di otak dan sensasi seperti panas, dingin, nyeri dan sentuhan
pertama kali dipersepsikan. Kemudian pesan dihantarkan ke kortex
dimana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri
dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord di bagian
26
dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di
daerah yang terluka (Taylor & Le Mone, 2015).
Nyeri pada insisi pada awalnya diperantarai oleh serabut A-delta, tetapi
beberapa menit kemudian nyeri menjadi menyebar akibat aktifasi serabut
C. Impuls nyeri dibawa oleh serabut A-delta perifer dan dihantarkan
langsung ke substansia gelatinosa pada akar dorsal sum-sum tulang
belakang, kemudian konduksi lambat serabut C membuat durasi impuls
rasa sakit menjadi lebih lama impuls nyeri dapat diatur atau dihambat
oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini
mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan
dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya
menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan
nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut
kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta- A
dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk
mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan (Smeltzer, 2013).
Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon
terhadap nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat
proses, yaitu: tranduksi/transduction, transmisi / transmission, modulasi /
modulation, dan persepsi/perception. Keempat proses tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut:
27
a. Transduksi/Transduction
Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi ke
bentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses transduksi dimulai
ketika nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptors)
merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang
seperti kerusakan jaringan.
b. Transmisi/Transmission
Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang
membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses
transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf
berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar). Saraf
aferen akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya
transmisi ini dilanjutkan melalui sistem contralateral spinalthalamic
melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex serebral.
c. Modulasi/Modulation
Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya
mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut, Proses modulasi
melibatkan system neural yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai
di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan dikontrol oleh system
saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari
system saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan
28
ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk
memodulasi efektor
d. Persepsi/Perception
Persepsi adalah proses yang subjective, Proses persepsi ini tidak
hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis, akan
tetapi juga meliputi cognition (pengenalan) dan memory
(mengingat). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan
behavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon dalam
mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini
jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena yang
melibatkan multidimensional.
Menurut Smeltzer & Bare, 2013.Reseptor jaringan kulit (kutaneus)
terbagi dalam dua komponen yaitu :
1) Reseptor A delta, merupakan serabut komponen cepat
(kecepatan tranmisi 6- 30 m/det) yang memungkinkan
timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab
nyeri dihilangkan;
2) Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan
tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam,
nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
29
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang
terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan
penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri
yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini
meliputi organorgan viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan
sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak
sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap
penekanan, iskemia dan inflamasi (Smeltzer & Bare, 2013).
Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal,
yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat.
Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka
akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme
penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok
punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan
menstimulasi
Mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari
serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan
tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika
impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih
tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden
30
melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu
pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini
menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan
substansi P. Teknik distraksi, konseling dan pemberian placebo
merupakan upaya untuk melepaskan endorphin (Potter & Perry,
2015).
Respon fisiologis stimulasi simpatis antara lain: dilatasi saluran
bronkhial dan peningkatan frekuensi pernafasan, peningkatan
frekuensi denyut jantung, vasokonstriksi perifer, peningkatan
tekanan darah, peningkatan nilai gula darah, diaphoresis,
peningkatan kekuatan otot, dilatasi pupil, penurunan motilitas gastro
intestinal, Respon fisiologis stimulus parasimpatis antara lain: muka
pucat, otot mengeras, penurunan frekuensi nadi dan tekanan darah,
nafas cepat dan tidak teratur, mual dan muntah, serta kelelahan dan
keletihan (Potter & Perry, 2015).
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal
(mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur), ekspresi wajah
(meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir), gerakan tubuh
(gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan
tangan, kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari
percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang
perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri).
31
4. Intensitas Nyeri dan Pengukurannya
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan
oleh individu, Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual, artinya nyeri dengan intensitas yang sama dapat dirasakan
berbeda oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2016).
Nyeri bersifat subjektif, seorang perawat harus dapat meyakini nyeri
yang dirasakan pasien. Selain itu agar nyeri dapat dinilai lebih objektif
maka dilakukan pengukuran. Pengukuran nyeri dengan pendekatan
objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik
tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini
juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
(Tamsuri, 2016).
Skala pengukuran nyeri menurut Agency for Health Care Policy &
Research (AHCPR ) dalam (Brunner dan Suddart, 2013) terdiri dari:
a. Skala Wajah Wong-Baker / Wong-Baker Faces Rating Scale
Skala wajah biasanya digunakan untuk anak-anak yang berusia
kurang dari 7 tahun. Pasien diminta untuk memilih gambar wajah
yang sesuai dengan nyerinya. Pilihan ini kemudian diberi skor angka.
Skala wajah Wong-Baker menggunakan 6 kartun wajah yang
menggambarkan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai menangis.
Dan pada tiap wajah ditandai dengan skor 0 sampai dengan 5.
32
Gambar 2.5 Skala Wajah Wong-Baker
Sumber : www. Gambar Wong-Baker Faces Rating Scale.com
b. Skala Analog Visual / Visual Analogue Scale (VAS)
Skala analog visual tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis
lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat
merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena
klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Skala nyeri harus
dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
menghabiskan banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien
dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan
lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya
mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan
kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat
gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami
penurunan atau peningkatan (Potter & Perry, 2015).
33
Tidak ada nyeri Nyeri Sangat Hebat
Gambar 2.6 Skala Analog Visual / Visual Analog Scale
Sumber : www. Gambar Visual Analog Scale.com
c. Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale
Skala ini menggunalan angka 0 sampai dengan 10 untuk
menggambarkan tinglat nyeri. Dua ujung ekstrim juga digunakan
dalam skala ini sama seperti pada VAS. NRS lebih bermanfaat pada
periode post operasi karena selain angka 0-10, penilaian berdasarkan
kategori juga dilakukan pada penelitian ini. (Black & Hawks, 2015)
Skala 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri, skala 1-3
dideskripsikan sebagai nyeri ringan yaitu ada rasa nyeri (mulai terasa
tapi masih dapat ditahan). Lalu skala 4-6 dideskripsikan sebagai nyeri
sedang yaitu ada nyeri, teras mengganggu dengan usaha yang cukup
kuat untuk menahannya. Skala 7-10 dideskripsikan sebagai nyeri
berat yaitu ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan
sehingga harus meringis, menjerit atau berteriak. (Black & Hawks,
2015)
Gambar 2.7 Skala Analog Visual / Visual Analog Scale
Sumber : www. Gambar Visual Analog Scale.com
34
Hal ini juga sependapat dengan pendapat dari (Harahap, 2017) yang
menyatakan bahwa NRS digunakan untuk ukuran intensitas nyeri
(segera atau sekarang). Skala terdiri dari 11 poin yang mana 0
menunjukkan tidak ada nyeri dan 10 menunjukkan nyeri sangat berat,
penilaian dari 1-4 disamakan dengan nyeri ringan, 5-6 untuk nyeri
sedang, dan 7-10 untuk nyeri berat.
Sama seperti VAS, NRS juga sangat mudah digunakan dan
merupakan alat ukur yang sudah valid. Penggunaan NRS
direkomendasikan untuk penilaian skala nyeri post operasi pada
pasien berusia di atas 9 tahun NRS dikembangkan dari VAS dapat
digunakan dan sangat efektif untuk pasien-psien pembedahan, post
anestesi awal dan sekarang digunakan secara rutin untuk pasien yang
mengalami nyeri di unit post operasi (Brunelli, 2016).
Pada penelitian ini menggunakan NRS sebagai skala pengukuran
untuk menilai nyeri pasien pasca bedah abdomen. Reliabilitas NRS
telah dilakukan ujinya oleh Brunelli, 2016, dengan membandingkan
instrument NRS, VAS, dan VRS untuk mengkaji nyeri pada 60
pasien. Hasil uji Cohen’s Kappa untuk instrumen NRS adalah 0,86
(sangat baik). Instrumen pengukuran NRS adalah seperti gambar di
bawah ini:
35
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak
nyeri
Nyeri Nyeri
sedang
Nyeri berat
Gambar 2. 8. Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale
Sumber : www. Gambar Numeric Rating Scale.com
Keterangan:
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri
Banyak factor factor yang mempengaruhi intensitas nyeri, perawat
mempertimbangkan semua factor yang mempengaruhi pasien yang
merasakan nyeri nyeri. Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan
bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam pengkajian
dan perawatan pasien yang mengalami nyeri, Faktor-faktor yang
mempengaruhi nyeri, yaitu: usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri
sebelumnya. (Potter dan Perry, 2015)
0 : Tidak ada keluhan nyeri
1-3 : Ada rasa nyeri, mulai terasa, tetapi masih dapat ditahan
4-6 : Ada rasa nyeri, terasa mengganggu, dan dengan melakukan usaha
yang kuat untuk menahannya
7-10 : Ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan, sehingga
harus meringis, menjerit, bahkan berteriak
36
a. Usia
Usia mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri. Anak-anak
dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan orang
dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan
apa yang dirasakannya sehingga kemungkinan perawat tidak dapat
melakukan pengukuran untuk menurunkan nyeri secara adekuat
Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok usia
ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi
terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam
memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang
menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat
nengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan utnuk
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada
orang tua atau petugas kesehatan. Dengan memikirikan tingkat
perkembangan, perawat harus mengadaptasi pendekatan yang
dilakukan dalam upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang
dirasakan anak-anak
Lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespon
orang yang berusia lebih muda. Pada lansia yang mengalami nyeri
perlu dilakukan pengkajian, diagnosis dan penatalaksanaan secara
agresif. Namun individu yang berusia lanjut memiliki resiko tinggi
mengalami situasi-situasi yang membuat mereka merasakan nyeri
37
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting terhadap respon nyeri
Laki-laki memiliki sensitifitas yang lebih rendah dibandingkan
wanita atau kurang merasakan nyeri Laki-laki kurang
mengekspresikan nyeri yang dirasakan secara berlebihan
dibandingkan wanita.
Penelitian oleh Uchiyama, et al. 2006 yang bertujuan untuk meneliti
perbedaan jenis kelamin terhadap nyeri pasca bedah kolesistektomi.
Jumlah responden yang terlibat adalah 100 orang yang terdiri dari 46
laki-laki dan 54 wanita. Dalam penelitian tersebut menunjukan
bahwa pasien wanita mempunyai nilai VAS lebih tinggi daripada
laki-laki pada 24 jam pasca bedah kolesistektomi, Semua pasien
dirawat empat hari di rumah sakit dan intensitas nyeri diukur
menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dengan skala 0-10.
c. Sikap Dan Keyakinan Terhadap Nyeri
Sikap dan keyakinan terhadap nyeri dapat mempunyai pengaruh
yang kuat tentang bagai mana nyeri dirasakan dan cara pengelolaan
nyeri. Nyeri akut sering dirasakan sebuah tanda dari kerusakan
jaringan. Pengalaman terhadap nyeri memungkinkan induvidu untuk
membuat keputusan kapan nyeri memberikan tanda potensial
38
bahaya, atau kerusakan jaringan dan sumber apa atau derajat nyeri
dan dianggap aman (unuroh & hendrikson, 2012)
Banyak pasien tidak mau melaporkan nyerinya karena ingin menjadi
pasien yang baik atau tidak ingin menyusahkan atau menggagu
pemberian pelayanan kesehatan (McGuire, 2006). Pasien dapat juga
tidak mau menggunakan obat analgetik karena takut adapat menjadi
ketergantungan (Berry 2013)
Penelitian dilakukan oleh Nimaanarat (2014). Yang bertujuan untuk
meneliti pengaruh sikap, keyakinan dan harapan pasen terhadap
nyeri paska bedah ginekologi dan pengelolaan nyeri. Peneliti
menggunakan studi prospektif yang dilakukan pada 112 pasien yang
menjalani pembedahan ginekologi mayor. Pengukuran terhadap
sikap dan keyakinan terhadap nyeri yang dialami paska pembedahan
6. Dampak Masalah Keperawatan Nyeri Post Laparatomi
Dampak nyeri post porasi laparatomi yaitu gangguan mobilisasi,
intoleransi aktifitas, gagguan pola tidur dan ganguan komunikasi efektif
(Pratintya, 2014).
a. Gangguan mobilisasi
Gangguan mobilisasi adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan
pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang. Pada
pasien dengan nyeri post oprasi laparatomi seharusnya pasien
39
melakukan mobilisasi dini 2 jam setelah tindakan oprasi, yang
fungsinya untuk meregangkan otot-otot dan sirkulasi darah sehingga
baik untuk penyembuhan luka Tetapi hal itu justru tidak bias
dilakukan mobilisasi dini dikarenakan respon nyeri yang kuat
dengan sekala nyeri berat.
b. Intoleransi aktifitas
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup . Pada pasien
dengan nyeri post laparatomi seharusnya, tidak dapat melakukan
aktifitas kebutuhan dasar.
c. Gangguan pola tidur
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan
mekanisme untuk memulihkan tubuh dan fungsinya, memelihara
energi dan kesehatan , memlihara manfaat untuk memperbaharui dan
memulihkan tubuh secara fisik maupun emosional serta diperlukan
untuk bertahan hidup. Orang yang sakit lebih perlu tidur daripada
orang yang normal, tetapi irama tidur dan bangun orang yang sakit
sering terganggu. Umumnya pasien paska laparatomi mengalami
gangguan sulit tidur (insomnia) yang disebabkan karena nyeri.
40
d. Ganguan komunikasi efektif
Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang
terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran
perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang
lain.
Komunikasi terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai proses
interaksi antara klien dan perawat yang membantu klien mengatasi
stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain,
menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan
mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi diri.
Pada pasien laparatomi komunikasi menjadi tergangagu kerana
proses nyeri, seperti mengkaji masalah yang dirasakan pasein, serta
intervensi yang akan dilakukan demi meningkatkan proses
peningkatan kesehatan pasien.
7. Peran dan Intervensi Magister Keperawatan Terhadap Masalah
Keperawatan Nyeri Post Laparatomi
Peran perawat magister keperawatan sebagai peneliti, sangat penting
yang harus dimiliki oleh semua perawat pasien. Sebagai peneliti perawat
harus melakukan kajian-kajian keperawatan pasien, yang dapat
dikembangkan untuk perkembangan pemecahan maslah keperawatan.
Peran perawat sebagai peneliti dapat dilakukan dalam beberapa aspek
41
seperti pemecahan masalah keperawatan pasien terhadap rasa nyaman
seperti nyeri (Hidayat, 2012).
Seorang Magister keparawatan diharapkan mampu menciptakan
kenyamanan bagi klien saat klien menjalani perawatan. Terutama pada
klien dengan pasien nyeri post laparatomi, Perawat magister juga
seharusnya mampu mengidentifikasi kebutuhan yang berbeda-beda
dalam diri klien akan rasa nyaman. Untuk melakukan intervensi
bertujuan unuk menyelesaikan masalah nyeri, Kenyamanan yang tercipta
akan membantu klien dalam proses penyembuhan, sehingga proses
penyembuhan akan lebih cepat.
Untuk mengatasi masalah nyeri, perawat magister mempunyai berbagai
peran salah satunya manager kasus, sebagai manager kasus perawat
magister mempu mengidentifikasi kebutuhan nyeri pada setiap pasien
dan mampu menyusun perencanaan, mengembangkan berbagai intervensi
keperawatan untuk mengatasi nyeri melalui penerapan penelitiam
maupun mengembangkan penelitian intervensi keperawatan untuk
mengatasi nyeri dapat dilakukan secara observasi, mandiri, pendidikan
kesehatan dan kolaborasi.
Untuk mengurangi nyeri, diperlukan tindakan menajemen nyeri
farmakologi, manajemen nyeri farmakologi adalah salah satu bagian
disiplin ilmu medis yang berkaitan dengan upaya upaya menghilangkan
42
nyeri, perawat dengan teknik farmakologi harus berkolaborasi dengan
dokter, pada pasien dengan nyeri laparatomi biasanya akan mendapat
obat analgetik, seperti asam mefanat atau ketorolac (Pratintya, 2014).
Untuk mengatasi masalah nyeri, perawat magister mempunyai berbagai
peran salah satunya manager kasus, sebagai manager kasus perawat
magister mempu mengidentifikasi kebutuhan nyeri pada setiap pasien
dan mampu menyusun perencanaan, mengembangkan berbagai intervensi
keperawatan untuk mengatasi nyeri melalui penerapan penelitiam
maupun mengembangkan penelitian intervensi keperawatan untuk
mengatasi nyeri dapat dilakukan secara observasi, mandiri, pendidikan
kesehatan dan kolaborasi.
Tindakan perawat dalam hal obesrvasi atau monitoring yang senantiasa
dilakukan adalah mengobsaervasi perubahan nyeri dengan penggkajian
PQRST, yaitu P (Profokatif / Paliatif) adalah faktor yang mempengaruhi
nyeri pada pasien, R (Region) yaitu daerah perjalanan nyeri, S (Severity)
yaitu keparahan, intensitas dan nyeri skala nyeri, T (Timing) yaitu lama
atau waktu serangan atau frekuensi nyeri (Potter & Perry 2015).
Secara mandiri tindakan keperawatan dibagi menjadi beberapa kategori.
Terapi fisiologi (fisiology therapy) seperti mengatur posisi fisiologis,
imobilisiasi, mengistirahatkan pasien, kompres dan manajemen
lingkungan. Terapi autogenik (autogenik therapy) seperti, teknik
43
relaksasi nafas dalam, distraksi dan hipnoterpy. Terapi Sentuhan (Touch
therapy) misalnya Masase, Pijat Refleksi dan Akupresur (Brenda G.
2014).
Sebagi pendidik kesehatan adalah upaya promosi kesehatan
memberdayakan klien agar memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya melalui peningkatan pengetahuan kesehatan seperti
penyuluhan kesehatan kepada klien menengenai masalah dan upaya
penyelesaian masalah kesehatan yang dihadapi (Afendi 2015). Salah satu
tindakan kolaborasi adalah dengan berkolaborasi dokter mengenai
masalah nyeri yaitu dengan tindakan farmakologi, pada klien post oprasi
laparatomi akan mendapat obat analgetik, seperti asam mefanat atau
ketorolac (Pratintya, 2014).
Saat ini peran perawat dalam pengembangan intervensi keperawatan
yaitu salah satunya adalah mengembangkan berbagi intervensi
pendukung untuk mengatasi masalah nyeri termasuk intervensi
pemberian kinesio taping pada pasien post oprasi terhadap pengaruh
penurunan sekala nyeri.
C. KINESIO TAPING
1. Definisi Kinesio Taping
Kinesio Taping adalah sebuah pengobatan non farmakologi yang
dikembangkan oleh Dr. Kenzo Kase sekitar 5 tahun yang lalu di Jepang.
44
Karakterisrik dari kinesio taping sendiri adalah sama dengan kulit
manusia. Dengan bobot, ketebalan, dan elastisitas hingga 130% - 140%.
Ini membuat kinesio taping menjadi ”lapisan kedua” kulit, sehingga
aplikasinya jauh lebih aman dan efektif (Murray, 2016).
2. Fungsi Kinesio Taping
a) Mengkoreksi fungsi otot dengan memperkuat otot-otot yang
melemah.
b) Meningkatkan sirkulasi darah tanpa membuat pendarahan dengan
menghilangkan cairan jaringan atau perdarahan di bawah kulit
dengan menggerakkan otot.
c) Menurunka rasa sakit melalui penekanan saraf perifer,
d) Reposisi subluksasi sendi dengan menghilangkan ketegangan otot
abnormal, membantu untuk mengembalikan fungsi otot dan fasia.
e) Meningkatkan proprioseptif melalui stimulasi yang meningkat
menjadi mekan oreceptor kulit.
3. Kandungan Kinesio Taping
a. Kandungan Substrat Kertas
Orang yang dipakaikan kinesio taping umumnya tidak akan terasa
bahwa kinesio taping menempel, ketebalan dari kinesio taping kira-
kira sama dengan epidermis kulit. Ini dimaksudkan untuk membatasi
persepsi berat badan dan menghindari rangsangan sensorik ketika
diaplikasikan.
45
b. polimer elastis
Hal itu bertujuan untuk meniru kualitas dari kulit manusia. Kinesio
taping dirancang untuk dapat di bentangkan memanjang 55-60% dari
panjang istirahat atau normal karena sifat kinesio taping yang dapat
meregang akan memberikan stimulasi sensorik lembut untuk
berbagai jenis reseptor sensorik di kulit selama adanya pergerakan.
c. Serat Kapas Fibers
Dengan serat kapas fibers bisa memungkinkan terjadinya penguapan
kelembaban tubuh dan memungkinkan Kinesio Taping untuk cepat
kering serta tidak mudah basah.
d. Cassia Oil
Cassia oil yang lembut yang menyentuh kulit ini akan mengaktifkan
spinal inhibitory system melalui stimulasi reseptor sentuh dan
mengaktifkan descending inhibitory system untuk mengurangi nyeri
melalui penekanan saraf perifer.
e. Solcoseryl 0.25
Kandungan solcoseryl 0.25 mengurangi nyeri dengan menekan
reseptor kimia darah penyebab nyeri seperti yang akan menghasilkan
substansi yang disebut dengan neorotransmiter seperti prostaglandin
dan epineprin, yang membawa pesan nyeri dari medula spinalis
46
ditransmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri kinesio
taping ini dapat mempengaruhi kedua jenis masukan sensorik dan
mempotensiasi pengaruh fisiologis global sehingga dapat
mengurangi nyeri.
4. Proses Penurunan Nyeri dalam Kinesio Taping
Kinesio taping telah dimodifikasi terus sejak pembuatannya. Hal itu
bertujuan untuk meniru kualitas dari kulit manusia. Kinesiology tape
dirancang untuk dapat di bentangkan memanjang 55-60%. Kinesio taping
diterapkan pada substrat kertas dengan sekitar 25% dari rata-rata
gulungan. Kinesiology tape ini dapat efektif dipakai untuk 1 hari sebelum
polimer elastis berkurang. Ketebalan dari kinesiology tape kira-kira sama
dengan epidermis kulit. Ini dimaksudkan untuk membatasi persepsi berat
badan dan menghindari rangsangan sensorik ketika diaplikasikan. Setelah
sekitar 10 menit, orang yang dipakaikan kinesiology tape umumnya tidak
akan terasa bahwa kinesiology tape menempel pada kulit mereka
karena kinesiology tape terdiri dari untai polimer elastis yang dibungkus
oleh serat kapas fibers. Dengan persentase 100% bisa memungkinkan
terjadinya penguapan kelembaban tubuh dan memungkinkan untuk cepat
kering.
Karena sifat kinesiology tape cassia oil yang dapat meregang akan
memberikan stimulasi sensorik lembut untuk berbagai jenis reseptor
sensorik di kulit selama adanya pergerakan. Dan ini akan mengaktifkan
47
spinal inhibitory system melalui stimulasi reseptor sentuh dan
mengaktifkan descending inhibitory system untuk mengurangi nyeri
melalui Gate Control Theory. Teori ini menyatakan bahwa sentuhan dan
proprioseptif serabut saraf perifer (beta) dengan cepat melakukan dan
mereka mengirimkan informasi ke substantia gelatinosa (SG) dan neuron
sumsum tulang belakang lainnya.
Proses penurunan nyeri dalam kinesio taping. Pada saat terjadi Luka
pembedahan laparatomi sel saraf kulit rusak Akibat trauma jaringan,
Maka terbentuklah zat kimia seperti : bradikinin, serotinin, histamin dan
enzim proteotik. Dengan kandungan Solcoseryl 0.25 pada kinesio taping
mengurangi nyeri dengan Menekan reseptor kimia darah penyebab nyeri,
seperti yang akan menghasilkan substansi yang disebut dengan
neorotransmiter seperti prostaglandin dan epineprin, yang membawa
pesan nyeri Serta reseptor nyeri rangsangan tersebut akan dihantarkan ke
hipotalasmus melalui saraf asendef. Serta kandungan Cassia oil yang
lembut yang menyentuh kulit ini akan mengaktifkan saraf kulit inhibitory
system melalui stimulasi reseptor sentuh dan mengaktifkan descending
inhibitory system untuk mengurangi nyeri dan kekauan otot (Murray,
2016)
5. Kontraindikasi
Kinesio Taping sangat aman dan tidak ada kontraindikasi (Murray, 2016)
48
6. Cara Pemakaian
Kinesio Tape pada beberapa bagian badan juga tergolong mudah, maka
bersihkan terlebih dulu kulit dari air atau minya, kemudian lepaskan
penutup kertas pada Kinesio Tape dan lengketkan pada bagian perut.
Serta dapat menggabungkan pemasangan Kinesio Tape ini pada bagian
badan yang lain seperti pada bagian bahu hingga lengan atas, bagian betis
atas sampai ke telapak kaki, ataupun pada bagian lengan atas sampai
telapak tangan, pemakaian kinesio tape selama 1 – 5 jam dan waktu yang
paling efektif adalah 2 jam (Murray, 2016)
Langkah Pemakaian Kinesio Tape
1. Sebelum Kinesio Tape ditempel, pastikan kulit bersih dari air atau
minyak.
2. Pasang kinesio taping lima jam sesudah oprasi, pastikan klien tidak
menimbulkan keringat dan berdekatan dengan air. Ini dilakukan
supaya plester tersebut lengket dengan benar pada kulit Anda.
3. harus menghindari penggunaan yang terlalu ketat agar tidak terkena
iritasi di kulit.
4. Setelah Kinesio Tape terpasang di bagian badan yang diinginkan,
Kinesio Tape mesti terus menerus diusap memakai tangan supaya
lem dapat melekat dengan benar. Jangan memakai alat lain,
5. Plaster Kinesio Tape dapat dipakai selama kurang lebih 1-5 jam dan
waktu yang efektif untuk pemasangan adalah 2 jam
.
49
Lokasi Pemasangan Kinesio Taping
Menurut Murray, 2016.
a. Apendisitis
b. Gasterektomi
luka
Kinesio
Taping
Kinesio
Taping
luka Kinesio
Taping Kinesio
Taping
Gambar 2.9 (pemasangan kinesio taping)
Sumber : pemasagan di rsud tarakan
50
c. Kanker colon dan Ileus Obstruktif
d. Hepatorektomi
e. Herniatomi
luka Kinesio
Taping
Kinesio
Taping
Kinesio
Taping
luka
Kinesio
Taping
luka Kinesio
Taping Kinesio
Taping
Gambar 2.10 (pemasangan kinesio taping pada post oprasi laparatomy)
Sumber : www. Murray,gambar pemasangan kinesio taping.com
51
D. Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh kirenzsia (2015), Dengan judul pengaruh
pemasangan kinesio taping terhadap penurunan nyeri pada pasien post
operasi secio sesaria di rumah sakit Amerika, penelitian ini menggunakan
desain adalah Quasi eksperimen dengan dengan non equivalent pretest-
posttest with control group. Sampel berjumlah 30 orang (15 orang
kelompok intervensi yang diberikan terapi penurunan nyeri kinesio taping
dan 15 orang kelompok kontol yang hanya diberikan terapi penurunan nyeri,
yang diambil dengan metode non probability sampling, jenis consecutive
sampling, evaluasi tingkat nyeri dilakukan 1-5 jam baik pada kelompok
intervensi maupun kelompok control, penurunan yang lebih besar terjadi
pada kelompok intervensi (p=0,000), artinya terapi kinesio taping pada
pasien post oprasi secio sesaria dapat berpengaruh terhadap penurunan
tingkat nyeri pasien post oprasi secio sesaria
Penelitian sartico & rotte, (2014) tentang efektifitas kinesio taping terhadap
penurunan nyeri pada pasien post oprasi seciosesaria di rumah sakit kanada,
penelitian ini mengunakan Quasi eksperimen dengan dengan non equivalent
pretest-posttest with control group. Sampel berjumlah 35 orang, dari hasil
penelitian menunjukan bahwa terapi kinesio taping memberikan pengaruh
terhadap pengurangan nyeri dengan uji t test dependen di dapatkan nilai
p=0.00 lebih kecil dari alpha (0,05). Dengan diketahi bahwa bahwa ada
pengaruh antara terapi kinesio taping terhadap penurunan nyeri
52
Penelitian walker 2015 “The Influence of Kinesio Taping on the Effectsof
Physiotherapyin Patient safter Laparoscopic Cholecystectomy” pasien
setelah laparoscopic cholecystectomy (CHL) pada tingkat nyeri dan
peningkatan toleransi toleransi pada pasien setelah CHL. Penelitian ini
melibatkan 63 pasien setelah CHL. Kelompok uji dan kelompok kontrol
termasuk sukarelawan yang dipilih secara acak. Kelompok kontrol terdiri
dari 32 pasien (26 perempuan, 6 laki-laki), kelompok uji terdiri dari 31
pasien (22 perempuan, 9 laki-laki). pada tingkat kemaknaan 95 % (a=0,05),
dengan hasil penelitian menunjukan pengaruh kinesio taping terbukti efektif
dalam menurunkan intensitas nyeri pada post operasi secio sesaria. (nilai
p=0,000 lebih kecuali dari alpha 0,05) yang berarti hipotsesis di terima,
kesimpulan, teknik pemasangan kinesio taping mampu menurunkan
intesnsitas nyeri pada pasien post oprasi laparascopy
E. Konsep Model Keperawatan Self Care, Dorotea E. Orem.
Kemandirian pasien dalam mengatasi masalah kesehatan merupakan bagian
penting dilakukan karena perawatan kesehatan harus diupayakan oleh pasien
sendiri, bagaimana pasien melakukan perawatan terhadap diri sendiri itulah
yang disebut self care, teori self care telah dikembangkan oleh Dorotea E.
Orem.
Sistem keperawatan self care di desain berupa sistem tindakan yang
dilakukan oleh perawat untuk melatih/meningkatkan self care. System
tindakan keperawatan dapat berupa system bantuan penuh (whooly
53
compensantory system), system bantuan sebagian (partially conpenstory)
serta system pendidikan (edukasi) dan penunjang. (Tommy & Alligood,
2016)
Pada pasien nyeri post oprasi laparatomi sistem keperawatan yang di
butuhkan berupa sistem pendidikan dan penunjang dimana sistem ini
dilakukan agar pasien mendapatkan kenyamanan setelah pemberian kinesio
taping.
54
F. Kerangka Teori
a. Apendisitis
b. Peritonitis
c. Kanker colon
d. Abses Hepar
e. Ileus Obstruktif
Indikasi laparatomi
LAPARATOMI
Iaparatomi adalah pembedahan perut,
membuka selaput perut dengan operasi.
(Lakaman 2011).
Laparatomi merupakan suatu potongan pada
dinding abdomen dan yang telah didiagnosa
oleh dokter dan dinyatakan dalam status atau
catatan medik pasien. (Jitowiyono, 2010).
Luka pembedahan sel saraf
kulit rusak Akibat trauma
jaringan
Maka terbentuklah Zat Kimia
seperti : bradikinin, serotinin,
histamin dan enzim proteotik
Pemasangan kinesio Taping
Solcoseryl 0.25
Mengurangi nyeri dengan Menekan
reseptor kimia darah penyebab nyeri
seperti yang akan menghasilkan substansi
yang disebut dengan neorotransmiter
seperti prostaglandin dan epineprin, yang
membawa pesan nyeri
Zat tersebut merangsang
nyeri dan membuat kaku otot
Serta reseptor nyeri rangsangan
tersebut akan dihantarkan ke
hipotalasmus melalui saraf
asenden
Nyeri akut
Nyeri Sebar Struktur spesifik dalam sistem syaraf
terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi
nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan
persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif.
Reseptor nyeri (nosiseptor)
Cassia oil
Cassia oil yang lembut yang menyentuh kulit
ini akan mengaktifkan saraf kulit inhibitory
system melalui stimulasi reseptor sentuh dan
mengaktifkan descending inhibitory system
untuk mengurangi nyeri dan kekauan otot
Mengurangi nyeri
Umur
Jenis kelamin
Pengalaman nyeri
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : (Murray, 2016 & Taylor & Le Mone, 2015)