Upload
doquynh
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
A.1. Perbankan Syariah
A.1.1 Pengertian Bank Syariah
Menurut Ascarya dan Yumanita (dalam Permata, dkk, 2014) Bank
syariah adalah lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja
berdasarkan etika dan sistem nilai islam, khususnya yang bebas dari bunga (riba),
bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif, bebas dari hal-hal yang tidak
jelas (gharar), berprinsip keadilan dan hanya membiayai kegiatan usaha yang
halal.
A.1.2 Tugas Perbankan Syariah (Ikatan Bankir Indonesia, 2018:46)
1. Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
2. Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) wajib menjalankan fungsi sosial
dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat,
infak, sedekah, hibah atau dana sosial lain dan menyalurkannya kepada organisasi
pengelola zakat.
3. Bank syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari
wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan
kehendak pemberi wakaf (wakif).
11
4. Pelaksanaan fungsi sosial tersebut diatur oleh undang-undang.
A.1.3 Fungsi Umum Bank Syariah (Ikatan Bankir Indonesia, 2018:49)
1. Menghimpun dana (mudharib)
Bank syariah dapat menghimpun dana masyarakat sesuai dengan
fungsinya sebagai pengelola dana (mudharib) dalam bentuk simpanan, antara lain
bersumber dari : (1) produk simpanan berbentuk tabungan, deposito dan giro. (2)
lembaga keuangan lewat penempatan dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik. (3)
pemilik modal berupa setoran awal pada saat pendirian ataupun penambahan
modal.
2. Penyalur Dana (shahibul maal)
Dana yang dihimpun disalurkan dalam bentuk pembiayaan atau bentuk
lainnya dalam bentuk investasi pembelian sukuk (obligasi syariah), serta
penyertaan dalam bentuk bagi hasil.
3. Pelayan Jasa Keuangan
Melakukan pelayanan lalu-lintas pembayaran dilakukan dalam berbagai
aktivitas, seperti pengiriman uang (transfer), inkaso, penagihan berupa collection,
kartu debit, kartu kredit syariah, transaksi tunai, real time gross settlement
(RTGS), kliring (Sistem Kliring Nasional), Automatic Teller Machine (ATM),
electronic banking dan layanan perbankan lainnya.
12
A.1.4 Fungsi Khusus Bank Syariah (Ikatan Bankir Indonesia, 2018:50)
1. Agent of Trust
Lembaga kepercayaan (trust) bagi masyarakat dalam penempatan dan
pengelolaan dana berdasarkan prinsip syariah.
2. Agen of Development
Institusi yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi rakyat
dan negara yang berbasis prinsip syariah. Apalagi dalam sistem bank syariah yang
pembiayaan hanya boleh disalurkan ke sektor riil, sedangkan fungsi uang hanya
sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan.
3. Agen of Service
Memberikan pelayanan jasa perbankan dalam bentuk aneka transaksi
keuangan kepada masyarakat guna mendukung kegiatan bisnis dalam
perekonomian.
4. Agen of Social
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) dapat menjalankan fungsi
sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya serta menyalurkannya
kepada organisasi pengelola zakat. Selain itu, dapat pula menghimpun dana sosial
yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf
13
(nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi. Fungsi ini tidak melekat pada bank
konvensional dan menjadi diferensiasi bank syariah.
5. Agen of Bussines
Bank Syariah dapat berfungsi sebagai mudharib, yaitu sebagai pengelola
dana yang dimiliki nasabah untuk berbagi hasil. Bank syariah juga berperan
sebagai pemodal ketika berbagi hasil, berjual beli, atau transaksi lain yang
berhubungan dengan pembiayaan. Selain itu, bisa menjalankan fungsi agen pada
saat ia mewakili kepentingan bisnis nasabah atau mempertemukan para pebisnis.
Hal inilah yang membedakan bank syariah dengan fungsi bank konvensional yang
dominan sebagai kreditur.
A.1.5 Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah
Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut
ditentukan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar aqad.
Bersumber dari kelima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk
lembaga keuangan bank syariah untuk dioperasionalkan. Menurut Suwiknyo
(2010:7) kelima konsep tersebut adalah :
1. Prinsip Simpanan Murni (Al-Wadiah)
Merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Islam untuk memberikan
kesempatan kepada pihak yang kelebihan dan untuk menyimpan dananya dalam
bentuk al-wadiah. Fasilitas al-wadiah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna
mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia
perbankan konvensional al-wadiah identik dengan giro.
14
2. Bagi Hasil (Syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil
usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini
dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan
nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah
mudharabah dan musyarakah. prinsip mudharabah dapat dipergunakan untuk
produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan
musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.
3. Prinsip jual beli (at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli,
dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan untuk
mengangkat nasabah sebagai agen bank melalui pembelian barang atasa nama
bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga
sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Seperti prinsip jual beli
musyarakah dan istishna’,
4. Prinsip sewa (al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis : (1) Ijarah, sewa
murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating
lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang
dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu yang telah disepakati
kepada nasabah. (2) Ijarah al-muntahiya bit tamlik merupakan pembagian sewa
15
dan beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir
masa sewa (finansial lease).
5. Prinsip fee/jasa (al-Ajr wa-lumullah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan
bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi,
Kliring, Inkaso, Jasa Transfer, dll. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada
konsep al-Ajr wa-lumullah.
A.1.6 Akad – Akad dalam Perbankan Syariah
1. Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang dihimpun dari masyarakat
berupa tabungan, deposito dan giro. Dana yang dihimpun dari masyarakat
digunakan oleh bank untuk melakukan ekspansi kredit maupun investasi. DPK
merupakan hal yang penting bagi bank karena dengan semakin besar dana yang
dihimpun maka dapat memperbesar profitabilitas bank melalui selisih bagi hasil
sesuai kesepakatan. (Edo dan Wiagustini, 2014). Penghimpunan DPK dapat
berupa akad mudharabah, Wadiah maupun musyarakah. contoh skema akad
wadiah dapat dilihat pada Gambar 2.1
16
Gambar 2.1
Skema Akad Wadiah
1. Menitipkan uang (wadiah)
2. Membayar biaya penitipan 3. Bank
meminjamkan
dana dan me-
nyalurkannya
4. Bank mengembalikan dana
Sumber : (Ikatan bankir Indonesia, 2018) Memahami Bisnis Bank Syariah
2. Pembiayaan Istishna’
Pembiayaan Istishna’ adalah pembiayaan dengan menggunakan prinsip
jual beli, disebut juga bai’ al-istishna’ yaitu kontrak penjualan antara pembeli dan
pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari
pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau
membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada
pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran,
apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan atau ditangguhkan sampai
suatu waktu pada masa yang akan datang. (Antonio, 2016:113)
Nasabah
(muudi’)
Bank Syariah
(muuda’ ilaihi)
Pembiayaan
17
Menurut Rozalinda (2016:100) istishna’ secara bahasa berarti meminta
dibuatkan sesuatu. Yaitu akad yang mengandung tuntutan agar shani’ (produsen)
membuatkan suatu pesanan dengan ciri-ciri khusus dan harga tertentu. Sedangkan
secara istilah adalah akad dimana seorang produsen mengerjakan sesuatu yang
dinyatakan dalam perjanjian, yakni kada untuk membeli sesuatu yang dibuat oleh
seorang produsen dan barang serta pekerjaan dari pihak produsen tersebut.
Akad istishna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan kontruksi. Dimana bank akan membeli terlebih
dahulu barang yang dibutuhkan untuk mengangkat nasabah sebagai agen bank
melalui pembelian barang atasa nama bank, kemudian bank menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan
(margin). (Rozalinda, 2016:107) Skema akad pembiayaan istihna’ dapat dilihat
pada Gambar 2.2
18
Gambar 2.2
Skema Pembiayaan Istishna’
1. Pesan barang
2. Akad Istishna’
7. Bayar angsuran
3. Pesan 4. Bayar 6.Kirim
barang pesanan barang
5. Produksi barang sesuai pesanan
Sumber : (Ikatan bankir Indonesia, 2018) Memahami Bisnis Bank Syariah
3. Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, di mana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat klalaian si
pengelola. Seandainya keruigian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian
si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
(Antonio, 2016:95)
Bank Syariah
Shani’
barang Pemasok/Suplier
Nasabah
Mustashni’
19
Mudharabah adalah akad kerja sama antara pemilik modal (shahib al-
mal) dengan pengelola modal atau orang yang memiliki keahlian untuk
melakukan sebuah usaha bersama. Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada
pengusaha untuk usaha tertentu. Jika dari usaha tersebut mendapatakan
keuntungan, keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Namun
apabila terjadi kerugian dalam usaha maka kerugian tersebut ditanggung oleh
pemilik modal, dan pengusaha tidak berhak atas upah dari usahanya. (Afandi,
2009:101) Skema akad pembiayaan mudharabah dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3
Skema Pembiayaan Mudharabah
1. Akad mudharabah
2. Modal 100% 3. Keahlian/
ketrampilan
Nisbah X% Nisbah Y%
Sumber : (Ikatan bankir Indonesia, 2018) Memahami Bisnis Bank Syariah
Bank Syariah
4. Pembagian Hasil usaha
5. Pengambalian Modal Usaha
Proyek /
Usaha
Nasabah
20
4. Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan musyarakah hampir sama dengan pembiayaan
mudharabah, yaitu pembiayaan yang berbasis bagi hasil. Pada pembiayaan
musyarakah, bank dan nasabah menjalin kerja sama pada suatu usaha atau proyek
di mana bank menyediakan modal, sedangkan nasabah menyediakan keahlian atau
keterampilan dan modal untuk mengerjakan proyek tersebut. Jadi nasabah tidak
hanya sebagai pengelola, melainkan sebagai penanam modal juga. (Ikatan Bankir
Indonesia, 2018:215)
Akad musyarakah adalah akad yang dilakukan oleh orang yang
mengikatkan diri untuk bekerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan. (Afandi, 2009:120) Skema akad pembiayaan musyarakah
dapat dilihat pada Gambar 2.4
21
Gambar 2.4
Skema Pembiayaan Musyarakah
1. Akad musyarakah
2. Modal 75% 3. Keahlian/
modal 25%
Nisbah X% Nisbah Y%
Sumber : (Ikatan bankir Indonesia, 2018) Memahami Bisnis Bank Syariah
3. Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan dengan akad murabahah adalah pembiayaan berupa
transaksi jual beli barang sebesar harga perolehan barang ditambah margin
keuntungan yang disepakati para pihak (penjual dan pembeli). Besar margin
keuntungan dinyatakan dalam bentuk nominal rupiah atau presentase dari harga
pembeliannya. (Ikatan Bankir Indonesia, 2018:212)
Melalui pembiayaan murabahah, bank syariah akan memperoleh profit
berupa pendapatan penjualan dari harga pokok yang telah ditetapkan pihak bank.
(Muslim,dkk, 2014).
Bank Syariah
4. Pembagian Hasil usaha
5. Pengambalian Modal Usaha
Proyek /
Usaha
Nasabah
22
Pembiayaan murabahah dapat diakukan secara pemesanan dengan cara
janji untuk melakukan pembelian. Dalam hal ini, pembeli dibolehkan meminta
pemesan membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan. Untuk menjaga agar pemesan tidak main-main dengan pesanan maka
diperbolehkan meminta jaminan. Dalam teknis operasionalnya, barang-barang
yang dipesan dapat menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima untuk
pembayaran utang. (Rozalinda, 2016:89) Skema akad pembiayaan mudharabah
dapat dilihat dalam pada Gambar 2.5
Gambar 2.5
Skema Pembiayaan Murabahah
1. Negosiii
2. Akad Murabahah
5. Bayar Angsuran
3. Beli barang 4. Kirim barang
dan dokumen
Sumber : (Ikatan bankir Indonesia, 2018) Memahami Bisnis Bank Syariah
Bank Syariah
Penjual/Suplier
Nasabah
1. Negosiasi
23
A.2. Kinerja Keuangan Perbankan
A.2.1 Pengertian Kinerja Keuangan Bank
Suatu bank yang dinilai sehat dapat dilihat melalui kinerja
keuangannya yang ditunjukkan oleh profitabilitas bank tersebut. laporan keuangan
adalah indikator utama dalam menilai kinerja keuangan suatu bank. Berdasarkan
laporan keuangan, bank dapat menghitung sejumlah rasio keuangan yang lazim
dijadikan dasar penilaian kinerja perusahaan. Analisis rasio keuangan merupakan
salah satu alat untuk memperkirakan atau mengetahui kinerja suatu bank. ROE
(Return On Equity). (Edo dan Wiagustini, 2014)
A.2.2 Profitabilitas
Menurut Mudrajad dan Suhardjono (dalam Satria dan Saputri, 2016),
“Profitabilitas menunjukkan tidak hanya jumlah kuantitas dan trend earning,
tetapi juga faktor yang mempengaruhi ketersediaan kualitas earning. Keberhasilan
bank yang didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank yang
diukur dengan rasio yang berbobot sama, rasio tersebut terdiri dari rasio
perbandingan laba dalam dua bulan terakhir terhadap volume usaha dalam periode
12 bulan.”
Sedangkan menurut Muhammad Ziqri (dalam Satria dan Saputri, 2016),
“Rasio profitabilitas adalah alat untuk mengukur keefektifan dan kesuksesan
manajemen dalam menghasilkan suatu laba pada suatu periode tertentu.
Profitabilitas suatu bank dapat diketahui dengan menganalisa laporan
24
keuangannya, dan dari hasil analisa tersebut akan dapat tercermin kemampuan
bank dalam memperoleh laba.
A.2.3 Profitabilitas ROE (Return On Equity)
Pada umumnya, rasio profitabilitas yang sering dipergunakan oleh bank
untuk mengetahui kinerja keuangannya adalah ROA (return on asset) dan ROE
(return on equity). ROA merupakan rasio untuk menilai seberapa besar
kemampuan bank dalam mengelola aset untuk menghasilkan laba bersih,
sementara ROE adalah rasio untuk melihat seberapa besar kemampuan bank
dalam mengelola modal untuk menghasilkan laba bersih. Beberapa literatur
menjelaskan bahwa ROA lebih menggambarkan tingkat profitabilitas sebuah
bank, khususnya bank syariah. Namun umumnya para stakeholder lebih melihat
ROE untuk memprediksi tingkat pengembalian yang akan diperoleh. ROE
menggambarkan return dari jumlah modal atau ekuitas suatu bank, semakin tinggi
ROE maka tingkat pengembalian investasi pun semakin besar. Hal ini
memungkinkan para pemegang modal untuk meningkatkan investasi di industri
perbankan. (Sari, 2017)
Menurut IBI (Ikatan Bankir Indonesia), ROE dapat dirumuskan sebagai
berikut :
25
A.3 Teori Profit
A.3.1 Konsep Biaya Produksi
Produksi adalah suatu kegiatan untuk mengubah input menjadi output.
Untuk mendapatkan sejumlah output tersebut , sebuah perusahaan tentunya
mengawali bisnisnya dengan mengadakan sejumlah input bagi proses
produksinya. Input-input itu diperoleh dari pasar faktor produksi, dengan
sejumlah pengeluaran biaya tertentu. Pengeluaran untuk memperoleh sejumlah
input tersebut disebut dengan biaya produksi. Sehingga biaya produksi dapat
diartikan sebagai seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk
memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan
digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan
tersebut. (Suhardi,2016:215)
Dalam analisis biaya ini, dikenal beberapa konsep biaya yang perlu
diketahui, diantaranya adalah :
1. Biaya Eksplisit dan Implisit
Biaya eksplisit adalah pengeluaran aktual yang dilakukan oleh
perusahaan untuk membeli sumber daya (faktor produksi) yang digunakan dalam
suatu proses produksi. Sedangkan biaya implisit adalah biaya oportunitas dari
penggunaan faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan dalam proses produksi.
(Algifari,2003:157)
26
2. Biaya Total, Biaya Tetap dan Biaya Variabel
Menurut Rahardja (2010:135) biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan
oleh pelaku usaha yang jumlahnya relatif tidak mengalami perubahan, sampai
dengan tingkat kapasitas produksi tertentu. Misalnya membeli lahan, membangun
gedung dan pabrik, membeli peralatan mesin, dll. Sedangkan biaya variabel
adalah biaya yang besarnya akan berubah sesuai dengan jumlah barang yang
diproduksi. Misalnya biaya bahan baku, bahan penolong, dll. Sedangkan biaya
total sama dengan biaya tetap ditambah biaya variabel.
Di mana : TC = biaya total, FC = biaya tetap, VC = biaya variabel
3. Biaya Rata-Rata dan Biaya Marginal
Menurut Rahardja (2010:136) Biaya rata-rata (average cost) adalah biaya
yang harus dikeluarkan untuk memproduksi satu unit output.
Di mana : AC = biaya rata-rata, AFC = biaya tetap rata-rata, AVC = biaya
variabel rata-rata
Sedangkan biaya marginal (marginal cost) adalah tambahan biaya karena
menambah produksi sebanyak satu unit output. Jika biaya marginal jangka pendek
dinotasikan MC dan perubahan output adalah Q, maka
27
4. Biaya Produksi Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Produksi jangka pendek adalah pengeluaran yang terjadi dalam suatu
proses produksi berupa input tetap dan input variabel. Oleh karena itu, komponen
biaya produksi jangka pendek adalah biaya tetap dan biaya variabel. Sedangkan
proses produksi jangka panjang adalah suatu proses produksi yang sudah tidak
lagi menggunakan input tetap. Jadi input yang digunakan dalam proses produksi
adalah variabel. (Algifari,2003:159)
A.3.2 Penerimaan Perusahaan
Selain ongkos atau biaya, penerimaan adalah salah satu faktor penting
yang harus diperhatikan oleh para pelaku usaha. Besar kecilnya penerimaan yang
didapatkan dari penjualan produk akan sangat menentukan besar kecilnya laba
usaha. Yang dimaksud dengan revenue perusahaan adalah pendapatan atau
penerimaan produsen dari hasil usaha penjualan barang atau jasa (output) yang
diproduksi oleh perusahaan tersebut. (Prianto,2016:61)
Menurut Suhardi (2016:235) ada beberapa konsep revenue (pendapatan)
yang penting untuk analisa perilaku produsen.
1. Total Revenue (TR) yaitu penerimaan total produsen dari hasil penjualan
output-nya kali harga jual output
Di mana : P = Price (Harga), Q = Quantity
2. Average Revenue (AR) yaitu penerimaan produsen per unit output yang dijual.
28
3. Marginal Revenue (MR) yaitu penerimaan produsen dari TR yang disebabkan
oleh tambahan penjualan 1 unit output.
A.3.3 Profit Perusahaan
Menurut Rahardja (2010:151) apabila konsep revenue tersebut
dihubungkan dengan konsep biaya, maka akan didapatkan profit (laba) atau rugi,
dan break event point. Secara teoritis laba adalah kompensasi atas resiko yang
ditanggung oleh perusahaan. Semakin besar risiko, laba yang diperoleh
semestinya semakin besar. Laba atau keuntungan adalah nilai penerimaan total
perusahaan dikurangi biaya total yang dikeluarkan perusahaan. Yang dapat
dinotasikan sebagai berikut :
Di mana : adalah laba atau keuntungan, TR = total revenue (total penerimaan),
TC = total cost (total biaya)
Menurut (Rahardja,2010:151) dengan membandingkan total revenue dan
total cost, maka ada 3 (tiga) kemungkinan yang akan terjadi, yaitu:
Perusahaan memperoleh laba bila :
TR > TC Atau = positif atau (> 0)
Perusahaan menderita rugi bila :
TR < TC Atau = negatif atau (< 0)
29
Perusahaan mengalami titik impas atau break event point :
TR = TC Atau = 0
Menurut Herispon (2010:80) ada tiga pendekatan laba maksimum yaitu :
a. Pendekatan totalitas (totality approach)
Adalah membandingkan pendapatan total (TR) dengan biaya total (TC),
dimana TR adalah unit output yang terjual dikalikan harga output perunit. Dalam
pendekatan totalitas biaya variabel perunit output dianggap konstan, sehingga
biaya variabel adalah jumlah unit output (Q) dikali biaya variabel perunit, jika
biaya variabel perunit adalah V, maka VC = V x Q dengan demikian ;
= TR – TC = P x Q – ( FC – V.Q)
b. Pendekatan rata-rata (average approach)
Di mana perhitungan laba perunit dilakukan dengan membandingkan
antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output (P) dan laba total
adalah laba perunit dikali dengan jumlah output yang terjual, sehingga :
= ( P – AC). Q
Di mana : P = harga jual output, AC = biaya produksi rata-rata (average cost),
Q = jumlah output yang terjual
Perusahaan akan mencapai laba bila harga jual perunit output (P) lebih
tinggi dari biaya rata-rata (average cost). Perusahaan hanya mencapai angka
impas bila P sama dengan AC
30
c. Pendekatan marginal (marginal approach)
Di mana perhitungan laba dilakukan dengan membandingkan biaya
marginal (marginal cost) dan pendapatan marginal (marginal revenue). laba
maksimum akan tercapai pada saat MR = MC, kondisi ini dapat dijelaskan secara
matematis :
= TR – TC
Laba maksimum tercapai bila turunan pertama fungsi ( / Q ) sama
dengan nol dan nilainya sama dengan nilai turunan pertama TR (TR / Q atau
MR ) dikurangi nilai turunan pertama TC (TC / Q atau MC); MR – MC = 0
MR = MC laba maksimum atau kerugian minimum
Dengan demikian perusahaan akan memperoleh laba maksimum atau kerugian
minimum bila berproduksi pada tingkat output dimana MR = MC.
A.4 Teori Yang Mendukung Pengaruh Variabel Independen Terhadap
Variabel ROE (Return On Equity)
1. Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang dihimpun dari masyarakat
berupa tabungan, deposito dan giro. Dana yang dihimpun dari masyarakat
digunakan oleh bank untuk melakukan ekspansi kredit maupun investasi. DPK
merupakan hal yang penting bagi bank karena dengan semakin besar dana yang
dihimpun maka dapat memperbesar profitabilitas bank tersebut. (Edo dan
31
Wiagustini, 2014). Penghimpunan DPK dapat berupa akad mudharabah, Wadiah
maupun musyarakah.
2. Pembiayaan Istishna’
Menurut Rozalinda (2016:100) istishna’ secara bahasa berarti meminta
dibuatkan sesuatu. Yaitu akad yang mengandung tuntutan agar shani’ (produsen)
membuatkan suatu pesanan dengan ciri-ciri khusus dan harga tertentu. Sedangkan
secara istilah adalah akad dimana seorang produsen mengerjakan sesuatu yang
dinyatakan dalam perjanjian, yakni kada untuk membeli sesuatu yang dibuat oleh
seorang produsen dan barang serta pekerjaan dari pihak produsen tersebut.
Akad istishna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan kontruksi. Dimana bank akan membeli terlebih
dahulu barang yang dibutuhkan untuk mengangkat nasabah sebagai agen bank
melalui pembelian barang atasa nama bank, kemudian bank menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan
(margin). (Rozalinda, 2016:107)
3. Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama antara pemilik modal (shahib al-
mal) dengan pengelola modal atau orang yang memiliki keahlian untuk
melakukan sebuah usaha bersama. Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada
pengusaha untuk usaha tertentu. Jika dari usaha tersebut mendapatakan
keuntungan, keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Namun
apabila terjadi kerugian dalam usaha maka kerugian tersebut ditanggung oleh
32
pemilik modal, dan pengusaha tidak berhak atas upah dari usahanya. (Afandi,
2009:101)
Pendapatan yang tinggi akan berpengaruh pada peningkatan laba bersih
bank syariah. Keuntungan atau nisbah bagi hasil ditentukan oleh Bank Umum
Syariah sesuai dengan omset usaha yang diperoleh masing-masing bank.
Meningkatnya usaha kecil dan menengah pada bank syariah akan mendatangkan
keuntungan yang besar bagi pihak bank dan akan meningkatkan profitabilitas
ROE (Return On Equity). Sehingga semakin tinggi pembiayaan mudharabah,
maka semakin tinggi profitabilitas ROE yang dihasilkan (Putra, 2018).
4. Pembiayaan Musyarakah
Akad musyarakah adalah akad yang dilakukan oleh orang yang
mengikatkan diri untuk bekerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan. (Afandi, 2009:120)
Sama dengan pembiayaan mudharabah, hasil dari pengalokasian dana
untuk pembiayaan musyarakah juga digunakan untuk mengembalikan modal.
dengan membagikan antara keuntungan atau profit yang diperoleh dengan modal
yang dimilik sebagai alat untuk mengukur seberapa besar tingkat profitabilitas
yang diterima oleh bank. (Edo dan Wiagustini, 2014).
33
5.Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan dengan akad murabahah adalah pembiayaan berupa
transaksi jual beli barang sebesar harga perolehan barang ditambah margin
keuntungan yang disepakati para pihak (penjual dan pembeli). Besar margin
keuntungan dinyatakan dalam bentuk nominal rupiah atau presentase dari harga
pembeliannya. (Ikatan Bankir Indonesia, 2018:212)
Melalui pembiayaan murabahah, bank syariah akan memperoleh profit
berupa pendapatan penjualan dari harga pokok yang telah ditetapkan pihak bank.
(Muslim,dkk, 2014).
Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan dengan porsi terbesar
yang disalurkan bank umum syariah kepada nasabahnya. Melalui pembiayaan
Murabahah, bank syariah akan memperoleh profit berupa pendapatan penjualan
dari harga pokok yang telah ditetapkan pihak bank. Dengan kepastian imbal hasil
dan kemudahan dari sisi operasional besarnya pembiayan murabahah yang
disalurkan kepada nasabah berpengaruh terhadap profitabilitas ROE bank umum
syariah. Apabila pembiayaan murabahah pada bank dilaksanakan dengan baik,
maka akan menyebabkan profitabilitas Return On Equity (ROE) semakin baik
pula (Putra,2018).
B. Penelitian Sebelumnya
Di Indonesia selama periode 2007-2014, Satria dan Saputri (2016),
dengan menggunakan analisis regresi OLS (Ordinary Last Square) menemukan
variabel murabahah dan musyarakah berpengaruh signifikan terhadap
34
profitabilitas ROE, masing-masing dengan koefisien regresi sebesar 1.238 dan
0.911 serta memiliki nilai signifikansi empirik t sebesar 0.000 (< 0.01) dan 0.089
(<0.10). Sementara itu pembiayaan mudharabah tidak berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas ROE dengan nilai signifikansi empirik t sebesar 0.904 (>
0.10)
Di Indonesia selama kurun waktu 2009-2012, Permata, et al. (2014),
dengan menggunakan analisis regresi OLS (Ordinary Last Square) menemukan
variabel pembiayaan mudharabah dan musyarakah berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas ROE, masing-masing dengan koefisien regresi sebesar -
1.694 dan 1.672, serta signifikansi empirik t sebesar 0.008 (< 0.01) dan 0.009 (<
0.01).
Di Indonesia selama periode 2007-2011, Prasetyo dan Buchori (2014),
dengan menggunakan analisis regresi OLS (Ordinary Last Square) menemukan
tingkat pembiayaan mudharabah tidak berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas ROE dan ROA, masing masing dengan nilai signifikansi empirik t
sebesar 0.120 (> 0.10) dan 0.17 (> 0.10). sementara itu, pembiayaan mudharabah
berpengaruh signifikan terhadap NPM dengan nilai koefisien regresi sebesar
0.093 dan nilai signifikansi empirik t sebesar 0.027 (< 0.05).
Di Indonesia selama kurun waktu 2015-2016, Sari dan Anshori (2017),
dengan menggunakan analisis regresi OLS (Ordinary Last Square) menemukan
variabel pembiayaan murabahah dan mudharabah berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas ROE, masing-masing dengan koefisien regresi sebesar
35
0.0000002281 dan 0.000003541, serta nilai signifikansi empirik t sebesar 0.000 (<
0.01) dan 0.000 (< 0.01). sementara itu istishna’ dan musyarakah tidak memiliki
pengaruh signifikan, masing-masing dengan signifikansi empirik t sebesar 0.648
(> 0.10) dan 0.215 (> 0.10).
Di Indonesia selama periode 2011-2014, Rahayu, et al. (2016), dengan
menggunakan analisis regresi OLS (Ordinary Last Square) menemukan variabel
pembiayaan mudharabah dan musyarakah berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas ROE, masing-masing dengan koefisien regresi sebesar
0.0000000171 dan -0.0000000012 serta nilai signifikansi empirik t sebesar 0.009
(< 0.01) dan 0.060 (< 0.10).
Di Indonesia selama kurun waktu 2012-2014, Hariyani (2016), dengan
menggunakan analisis regresi OLS (Ordinary Last Square) menemukan variabel
pembiayaan musyarakah dan ijarah berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
ROE, masing-masing dengan koefisien regresi sebesar 0.0006420 dan 0.001230
serta nilai signifikansi empirik t sebesar 0.002 (< 0.01) dan 0.021 (< 0.05).
Sementara itu variabel pembiayaan murabahah tidak berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas ROE, dengan nilai signifikansi empirik t sebesar 0.11 (>
0.10).
Di Indonesia selama kurun waktu 2005-2010, Satriawan dan Arifin
(2012), dengan menggunakan analisis regresi OLS (Ordinary Last Square)
menemukan variabel pembiayaan mudharabah, musyarakah dan murabahah
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ROE, masing-masing dengan
36
koefisien regresi sebesar 0.00292, 0.00166 dan 0.00064 serta nilai signifikansi
empirik t sebesar 0.035 (< 0.05), 0.000 (< 0.01) dan 0.001 (< 0.01).
C. Hipotesis
Berdasarkan pembahasan berbagai teori dan penelitian sebelumnya,
dapat diformulasikan hipotesis-hipotesis sebagai berikut :
1. Dana Pihak Ketiga memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas ROE
(Return On Equity) PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Periode 2011-2018.
2. Pembiayaan Istishna’ memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas ROE
(Return On Equity) PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Periode 2011-2018.
3. Pembiayaan Mudharabah memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas
ROE (Return On Equity) PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Periode 2011-
2018.
4. Pembiayaan Musyarakah memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas
ROE (Return On Equity) PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Periode 2011-
2018.
5. Pembiayaan Murabahah memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas
ROE (Return On Equity) PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Periode 2011-
2018.