16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tentang Virus Virus merupakan parasit obligat intraseluler yang replikasinya bergantung pada Deoxyribonucleic acid (DNA), Ribonucleic acid (RNA) dan proses sintesis protein sel inang. Virus tidak dilengkapi dengan metabolisme sendiri dan hanya dapat memperbanyak diri dalam sel inang. Dengan demikian obat-obatan yang menghambat replikasi virus juga menghambat fungsi sel inang dan penyebab utama toksisitas. Agar menjadi efektif, agen antivirus harus mampu memblokir keluar masuknya virus dari dan ke dalam sel atau menjadi aktif di dalam sel inang (Katzung, 1998). Dalam berbagai infeksi virus, replikasi virus mencapai maksimum pada waktu yang dekat jika gejala klinik pertama kali muncul atau bahkan lebih awal. Karena itu untuk bekerja efektif secara klinik, obat-obat yang menghambat infeksi virus harus diberikan jauh sebelum terjadinya penyakit, yaitu sebagai kemoprofilaksis (Katzung, 1998). 1. Cara hidup virus Virus tidak dapat hidup di alam secara bebas, melainkan harus berada di dalam sel makhluk hidup yang lain. Berbagai makhluk hidup dapat diserang virus misalnya manusia, hewan, tumbuhan dan bakteri (Irianto, 2006). Virus yang menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit pada manusia, misalnya cacar, polio, hepatitis, mata belek, influenza, demam berdarah, dan diare. Termasuk, virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan mengakibatkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sindrom runtuhnya kekebalan tubuh. Virus ini dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan penderita. Polio dan hepatitis A dapat ditularkan melalui air sumur yang tercemar, piring makan, sendok makan, dan lain-lain. Cacar, mata belek, dan polio dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus AIDS ditularkan lewat darah, cairan sekresi vagina, semen (ejakulat), 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tentang Virus

Virus merupakan parasit obligat intraseluler yang replikasinya bergantung

pada Deoxyribonucleic acid (DNA), Ribonucleic acid (RNA) dan proses sintesis

protein sel inang. Virus tidak dilengkapi dengan metabolisme sendiri dan hanya

dapat memperbanyak diri dalam sel inang. Dengan demikian obat-obatan yang

menghambat replikasi virus juga menghambat fungsi sel inang dan penyebab

utama toksisitas. Agar menjadi efektif, agen antivirus harus mampu memblokir

keluar masuknya virus dari dan ke dalam sel atau menjadi aktif di dalam sel inang

(Katzung, 1998).

Dalam berbagai infeksi virus, replikasi virus mencapai maksimum pada

waktu yang dekat jika gejala klinik pertama kali muncul atau bahkan lebih awal.

Karena itu untuk bekerja efektif secara klinik, obat-obat yang menghambat infeksi

virus harus diberikan jauh sebelum terjadinya penyakit, yaitu sebagai

kemoprofilaksis (Katzung, 1998).

1. Cara hidup virus

Virus tidak dapat hidup di alam secara bebas, melainkan harus berada di

dalam sel makhluk hidup yang lain. Berbagai makhluk hidup dapat diserang

virus misalnya manusia, hewan, tumbuhan dan bakteri (Irianto, 2006).

Virus yang menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit pada

manusia, misalnya cacar, polio, hepatitis, mata belek, influenza, demam

berdarah, dan diare. Termasuk, virus HIV (Human Immunodeficiency Virus)

yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan mengakibatkan penyakit

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sindrom runtuhnya

kekebalan tubuh. Virus ini dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun

tidak langsung dengan penderita. Polio dan hepatitis A dapat ditularkan

melalui air sumur yang tercemar, piring makan, sendok makan, dan lain-lain.

Cacar, mata belek, dan polio dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.

Virus AIDS ditularkan lewat darah, cairan sekresi vagina, semen (ejakulat),

3

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

air susu, hubungan kelamin, jarum suntik, transfusi darah, dan juga dapat

ditularkan melalui plasenta ibu hamil ke janinnya (Irianto, 2006).

Virus tidak dapat berkembang biak di luar sel inang. Untuk

membiakkan virus diperlukan sel atau jaringan hidup. Di laboratorium, virus

dapat dibiakkan dalam embrio telur ayam (Irianto, 2006).

2. Reproduksi virus

Karena virus tidak memiliki sistem enzim dan tidak dapat

bermetabolisme, maka virus tidak dapat melakukan reproduksi sendiri. Untuk

berkembang biak, mereka harus menginfeksi sel inang. Inang virus berupa

makhluk hidup lain yaitu bakteri, sel tumbuhan, maupun sel hewan/ sel

manusia (Irianto, 2006).

Menurut Irianto, 2006 bahwa berdasarkan tahapannya, daur hidup virus

dapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik.

a. Daur litik

1) Fase adsorpsi

Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding sel

bakteri. Virus dapat menempel pada sel-sel tertentu yang diinginkan

karena memiliki reseptor pada ujung-ujung serabut ekor. Setelah

menempel, virus mengeluarkan enzim lisozim (enzim penghancur)

sehingga terbentuk lubang pada dinding bakteri atau sel inang.

2) Fase injeksi

Setelah terbentuk lubang, kapsid virus berkontraksi untuk memompa

asam nukleatnya (DNA atau RNA) masuk ke dalam sel. Jadi, kapsid

virus tetap berada di luar sel bakteri. Jika telah kosong, kapsid

terlepas dan tidak berfungsi lagi.

3) Fase sintesis

Virus tidak memiliki “mesin” biosintetik sendiri. Virus akan

menggunakan mesin biosintetik inang untuk melakukan

kehidupannya. Karena itu, pengendali mesin biosintetik bakteri

yakni DNA bakteri harus dihancurkan. Untuk itu DNA virus

memproduksi enzim penghancur. Enzim penghancur akan

menghancurkan DNA bakteri, tapi tidak menghancurkan DNA virus.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

Dengan demikian, bakteri tidak mampu mengendalikan mesin

biosintetiknya sendiri.

Sekarang, DNA virus yang berperan. DNA virus mereplikasi diri

berulang kali dengan jalan mengkopi diri membentuk DNA virus

dalam jumlah banyak. Selanjutnya DNA virus tersebut melakukan

sintesis protein virus yang akan dijadikan kapsid dengan

menggunakan ribosom bakteri dan enzim-enzim bakteri. Di dalam

sel bakteri yang tidak berdaya itu disintesis DNA virus dan protein

yang akan dijadikan sebagai kapsid virus, dalam kendali DNA virus.

4) Fase perakitan

Kapsid yang disintesis mula-mula terpisah-pisah antara Bagian

kepala, ekor dan serabut ekor. Bagian-bagian kapsid itu dirakit

menjadi kapsid virus yang utuh, kemudian DNA virus masuk

didalamnya. Kini terbentuklah tubuh virus yang utuh. Jumlah virus

yang terbentuk 100-200 buah.

5) Fase lisis

Ketika perakian virus selesai, virus telah memproduksi enzim

lisozim lagi, yakni enzim penghancur yang akan menghancurkan

dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri hancur, sel bakteri

mengalami lisis (pecah), dan virus-virus baru akan keluar untuk

mencari inang yang lain. Fase ini merupakan fase lisisnya sel bakteri

namun bagi virus merupakan fase penghamburan virus.

b. Daur lisogenik

1) Fase adsorpsi

Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding sel

bakteri. Virus dapat menempel pada sel-sel tertentu yang diinginkan

karena memiliki reseptor pada ujung-ujung serabut ekor. Setelah

menempel, virus mengeluarkan enzim lisozim (enzim penghancur)

sehingga terbentuk lubang pada dinding bakteri atau sel inang.

2) Fase injeksi

Setelah terbentuk lubang, kapsid virus berkontraksi untuk memompa

asam nukleatnya (DNA atau RNA) masuk ke dalam sel. Jadi, kapsid

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

virus tetap berada di luar sel bakteri. Jika telah kosong, kapsid

terlepas dan tidak berfungsi lagi.

3) Fase penggabungan

Ketika memasuki fase injeksi, DNA virus masuk ke dalam tubuh

bakteri. Selanjutnya, DNA virus menyisip ke dalam DNA bakteri

atau melakukan penggabungan. DNA bakteri berbentuk sirkuler,

yakni seperti kalung yang tidak berujung dan berpangkal. DNA

tersebut berupa benang ganda yang berpilin.

Mula-mula DNA bakteri putus, kemudian DNA virus,

menggabungkan diri diantara benang yang putus tersebut, dan

akhirnya terbentuk DNA sirkuler baru yang telah disisipi DNA virus.

Dengan kata lain, didalam DNA bakteri terkandung materi genetik

virus.

4) Fase pembelahan

Dalam keadaan tersambung itu, DNA virus tidak aktif, yang dikenal

sebagai profag. Karena DNA virus menjadi satu dengan DNA

bakteri, maka jika DNA bakteri melakukan replikasi, profag juga

ikut melakukan replikasi. Terbentuklah dua sel bakteri sebagai hasil

pembelahan dan didalam setiap sel anak bakteri terkandung profag

yang identik. Demikian seterusnya hingga proses pembelahan

bakteri berlangsung berulang kali sehingga setiap sel bakteri yang

terbentuk didalamnya terkandung profag. Dengan demikian jumlah

profag mengikuti jumlah sel bakteri yang ditumpanginya.

5) Fase sintesis

Oleh karena suatu hal, misal karena radiasi atau pengaruh zat kimia

tertentu, profag tiba-tiba aktif. Profag tersebut memisahkan diri dari

DNA bakteri, kemudian menghancurkan DNA bakteri. Selanjutnya,

DNA virus mengadakan sintesis, yakni mensintesis protein untuk

digunakan sebagai kapsid bagi virus-virus baru dan juga melakukan

replikasi DNA, sehingga DNA virus menjadi banyak.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

6) Fase perakitan

Kapsid-kapsid dirakit menjadi kapsid virus yang utuh, yang

berfungsi sebagai selubung virus. Kapsid virus yang terbentuk

mencapai 100-200 kapsid baru. Selanjutnya DNA hasil replikasi

masuk kedalam guna membentuk virus-virus baru.

7) Fase lisis

Setelah terbentuk virus-virus baru terjadilah lisis sel bakteri. Ketika

perakitan virus selesai, virus telah memproduksi enzim lisozim lagi,

yakni enzim penghancur yang akan menghancurkan dinding sel

bakteri. Dinding sel bakteri hancur, sel bakteri mengalami lisis

(pecah), dan virus-virus baru akan keluar untuk mencari inang yang

lain. Fase ini merupakan fase lisisnya sel bakteri namun bagi virus

merupakan fase penghamburan virus. Virus-virus yang terbentuk

berhamburan keluar sel bakteri guna menyerang bakteri baru. Dalam

daur selanjutnya virus dapat mengalami daur litik atau lisogenik.

Demikian seterusnya (Irianto, 2006).

Gambar 1. Daur litik dan lisogenik fage lamda () (Irianto, 2006).

B. Uraian Tentang Paramyxovirus

Paramyxovirus merupakan agen penting penginfeksi saluran pernapasan

pada bayi dan anak kecil (virus sinsitium pernapasan dan virus parainfluenza)

seperti juga agen penyebab dari dua penyakit menular yang tersering pada anak-

anak (gondong dan campak) (Brooks, 2005).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

Semua anggota famili Paramyxoviridae memulai infeksi melalui saluran

pernapasan. Replikasi patogen pernapasan terbatas pada epitel pernapasan,

dimana gondong dan campak merata ke seluruh tubuh dan menimbulkan

generalisata (Brooks, 2005).

Famili Paramyxoviridae dibagi dalam dua subfamili dan empat genus.

Sebagian besar anggota bersifat monotipik (yaitu mengandung serotipe tunggal);

semua secara antigen stabil:

1. Genus Paramyxovirus

2. Genus Rubellavirus

3. Genus Morbillivirus

4. Genus Pneumovirus

Virus penyakit Newcastle adalah Paramyxovirus burung yang menyebabkan

pneumoensefalitis pada anak ayam dan “influenza” pada burung yang lebih tua.

Pada manusia bisa menyebabkan peradangan konjunctiva. Kesembuhan sempurna

dapat terjadi dalam 10-14 hari. Infeksi pada manusia merupakan suatu penyakit

yang terbatas menginfeksi pekerja laboratorium yang menangani burung terinfeksi

(Brooks, 2005).

Gambar 2. Struktur Paramyxovirus (Brooks, 2005).

Paramyxovirus mempunyai struktur protein terluar yaitu hemaglutinin dan

neuroaminidase yang digunakan untuk menempel pada reseptor nukleoprotein

yang terdapat pada eritrosit dan sel hospes (Sjahrurachman, 1994).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

Gambar 3. Siklus replikasi paramyxovirus (Brooks, 2005).

Paramyxovirus berikatan dengan sel inang melalui glikoprotein

hemagglutinin. Kemudian, amplop virion berfusi dengan membran sel dan

mengalami pelepasan (uncoating) nukleokapsid virus ke dalam sel, dan

selanjutnya virus mengalami transkripsi (Brooks, 2005).

Replikasi RNA dari golongan Paramyxovirus dimulai dari sintesis mRNA

dengan bantuan transkriptasa virion. Dengan bantuan produk protein, mRNA

dibuat RNA cetakan RNA genom (Syahrurahman, 1994).

C. Uraian Tentang Newcastle Disease

Newcastle Disease juga di kenal dengan nama sampar ayam atau Tetelo

yaitu penyakit yang disebabkan oleh Virus Newcastle Disease dari golongan

Paramyxovirus. Virus ini biasanya berbentuk bola, meski tidak selalu (pleomorf)

dengan diameter 100-300 nm. Genom virus Newcastle Disease ini adalah suatu

rantai tunggal RNA. Virus ini menyerang alat pernapasan, susunan jaringan

syaraf, serta alat-alat reproduksi telur dan menyebar dengan cepat serta menular

pada banyak spesies unggas yang bersifat akut, epidemik (mewabah) dan sangat

patogen. Virus Newcastle Desease dibagi dua tipe yakni tipe Amerika dan tipe

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

Asia. Pembagian ini berdasarkan keganasannya dimana tipe Asia lebih ganas dan

biasanya terjadi pada musim hujan atau musim peralihan, dimana saat tersebut

stamina ayam menurun sehingga penyakit mudah masuk (Ganwarin, 2008).

Yang ganas cepat sekali menular, dan seringkali menimbulkan kematian

secara mendadak. Penyakit ini pertama ditemukan oleh Doyle pada tahun 1926 di

Newcastle (Inggris), dan mengidentifikasinya sebagai paramyxovirus-1 (PMV-1).

Saat ini dikenal empat strain PMV-1 yaitu, strain Viscerotropic velogenic bersifat

akut dan menginfeksi saluran pencernaan, dapat menimbulkan tingkat kematian

yang tinggi 90%, Neurotropic velogenic yang dapat menyebabkan paralisis kaki,

strain mesogenik dapat menyebabkan akut pernapasan dan menimbulkan

kematian lebih dari 50%, dan strain lentogenik yang kurang virulen. Penularannya

cepat dan kematian yang ditimbulkan sangat tinggi. Sampai sekarang ini belum

ditemukan obat untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi bagaimanapun dapat

digunakan vaksin untuk mencegah penyakit ini (Ganwarin, 2008).

Gambar 4. Morfologi virus Newcastle Disease (Ganwarin, 2008).

Klasifikasi Virus Newcastle Disease

Group : Group V ((-)ss RNA)

Order : Mononegavirales

Famili : Paramyxoviridae

Genus : Paramyxovirus

Species : Newcastle disease virus

(Ganwarin, 2008).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

D. Tanaman Tapak Liman (E. scaber)

Tanaman tapak liman (E. scaber) termasuk dalam famili asteraceae

(compositae), tapak liman biasa tumbuh liar, kadang ditemukan dalam jumlah

banyak di lapangan rumput, tepi jalan atau pematang. Tapak liman dapat

ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 1.200 m di atas permukaan air

laut (Pujowati, 2006).

Tanaman tapak liman biasanya tegak berumur panjang yang mempunyai

batang pendek dan kaku, tinggi 30-60 cm, dan berambut kasar. Daun tunggal

berkumpul pada permukaan tanah membentuk roset akar. Daun bentuknya jorong,

tepi melekuk, dan bergerigi tumpul, ujung tumpul, permukaan berambut kasar,

pertulangan menyirip, warnanya hijau tua, panjang 10-18 cm, lebar 3-5 cm.

tangkai bunga keluar dari tengah-tengah roset dengan tinggi 60-75 cm. batang

tangkai bunga kaku dan liat, berambut panjang dan rapat, bercabang dan beralur.

Daun pada tangkai bunga kecil, letaknya jarang, panjang 3-9 cm, lebar 1-3 cm.

bunga majemuk berbentuk bongkol, letaknya di ujung batang, berwarna ungu,

mekar pada siang hari sekitar pukul satu siang, dan menutup kembali pada sore

hari. Buah berupa buah Longkah yang keras, berambut, berwarna hitam. Akarnya

akar tunggang yang besar, warnanya putih (Pujowati, 2006).

Tapak liman dapat digunakan sebagai tanaman penutup tanah atau

groundcover, dapat ditanam di dalam pot atau bak-bak penanaman. Selain itu

tapak liman juga berkhasiat sebagai obat (Pujowati, 2006).

Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Asterales

Suku : Asteraceae

Marga : Elephantopus

Jenis : Elephantopus scaber L.

(Pujowati, 2006)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

Nama umum/dagang : Tapak liman

Sumatera : Tutup bumi (Melayu)

Jawa : Tapak liman

Sunda :Tapak liman

Madura :Tapaklana

Daun E. scaber berkhasiat sebagai obat mencret, obat batuk dan obat

sariawan. Untuk obat mencret dipakai ± 30 gram daun segar E. scaber, dicuci dan

direbus dengan 2 gelas air selama 15 menit. Hasil rebusan diminum sehari dua

kali 1/2 gelas pagi dan sore (Arisandi & Yovita, 2006). Daun dan akar E. scaber

mengandung seskuiterpen lakton, skabertopin, isodeoksi elefantopin dan 11, 13

dihidro elefantopin, asam isoklorogenat A dan B, stigmasterol, lupeol, flavonoid-

7-glukosil luteolin. Senyawa identitas pada tanaman tapak liman adalah

skabertopin dan isodeoksi elefantopin (Anonim, 2004).

E. Teknik Penyarian

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut

setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Anonim, 2000).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari

akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan

zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak

keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim, 1986).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif

yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah

mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-

lain. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna

(Anonim, 1986).

Cairan penyari yang dipilih harus mempertimbangkan banyak faktor, yaitu

harus memenuhi kriteria-kriteria yang ada yaitu: Murah dan mudah diperoleh,

stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak

mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki,

tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Anonim, 1986).

Cairan penyari yang sering digunakan untuk mengekstraksi suatu senyawa

yaitu etanol. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang

dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, netral,

absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan.

Sedangkan kerugiannya adalah bahwa etanol mahal harganya. Etanol dapat

melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin,

antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak, malam, tanin dan

saponin hanya sedikit larut. Dengan demikian zat pengganggu yang larut hanya

terbatas (Anonim, 1986).

F. Kandungan Kimia Tanaman

1. Golongan senyawa flavonoid

Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada

seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada

tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetative maupun

dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan jelas dalam menarik

burung dan serangga. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid untuk

tumbuhan yang mengandungnya ialah pengaturan tumbuh, pengaturan

fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, serta kerja terhadap serangga.

Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak macamnya

dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid

dupakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid memiliki aktivitas

farmakologi antara lain sebagai inhibitor pernapasan, menghambat

fosfodiesterase, dan flavonoid lain juga menghambat aldoreduktase,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

monoamina oksidase, protein kinase, reverse transkriptase, DNA polimerase,

dan lipooksigenase (Robinson, 1995).

2. Golongan senyawa saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa

jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan

hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat

beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan

sebagai racun ikan selama berates-ratus tahun. Beberapa saponin bekerja

sebagai anti mikroba juga. Diantara banyak efek yang dilaporkan, efek yang

ditunjang dengan baik oleh bukti ialah penghambatan jalur ke steroid anak

ginjal, tetapi senyawa ini menghambat juga dehidrogenase jalur prostaglandin

(Robinson, 1995).

3. Golongan senyawa seskuiterpen lakton

Suku tumbuhan yang kaya minyak atsiri ialah suku Compositae (Matricaria),

Labiatae (misalnya mentha spp), Myrtaceae (Eucaliptus), Pinaceae (Pinus),

Rosaceae (bunga mawar), Rutaceae (Citrus), dan Umbelliferae (Pimpinella

anisum, Carvum carvi, Cuminum cyminum, Anethum, dan lain-lain). Secara

kimia, terpena minyak atsiri dapat dipilah menjadi dua golongan, yaitu

monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoprenoid C10 dan C15 yang jangka

titik didihnya berbeda (titiki didih monoterpena 140-180 oC, titik didih

seskuiterpena > 200 oC) (Harborne, 1987).

Seskuiterpenoid adalah senyawa C15, biasanya dianggap berasal dari tiga

satuan isoprene. Seperti monoterpenoid, seskuiterpenoid terdapat sebagai

komponen minyak atsiri yang tersuling uap, dan berperan penting dalam

member aroma kepada buah dan bunga yang kita kenal. Banyak jenis

seskuiterpenoid diketehui mempunyai efek fisiologis yang nyata terhadap

tumbuhan dan hewan. Diantara senyawa yang aktif ini senyawa yang

mengandung gugus fungsi lakton menonjol. Senyawa yang bersifat semuanya

mengandung metilena δ-lakton (Robinson, 1995).

Peranan xantinum (yang terdapat dalam Xanthium pennsylvanicum) sebagai

antagonis auksin dalam fisiologi tumbuhan, kurang jelas. Tetapi, ia mewakili

golongan seskuiterpena yang penting, yang juga berupa senyawa lakton, dan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

penyebarannya luas dalam Compositae. Sifat lain seskuiterpena lakton ini

ialah rasanya yang kadang-kadang pahit atau pedas dan kemampuannya untuk

berlaku sebagi alergen (Harborne, 1987).

Sementara beberapa seskuiterpenoid lakton berdaya racun, senyawa lain

bekerja sebagai penolak serangga dan insektisida, beberapa merangsang

pertumbuhan tumbuhan,dan yang lain lagi bekerja sebagai fungisida

(Robinson, 1995).

4. Golongan senyawa stigmasterol

Nama sterol dipakai khusus untuk steroid alkohol, tetapi karena praktis semua

steroid tumbuhan berupa alkohol dengan gugus hidroksil pada C-3, seringkali

semua disebut sterol. Stigmasterol, jenis ∆5-sterol, khas pada kebanyakan

tumbuhan tinggi, tetapi tumbuhan yang termasuk bangsa Caryophyllales

mengandung ∆7-sterol (Robinson, 1995).

G. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi adalah cara pemisahan zat khasiat dan zat lain yang ada dalam

sediaan dengan jalan penyarian berfraksi, penyerapan, atau penukaran ion pada

zat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat

digunakan untuk uji identifikasi atau penetapan kadar (Anonim, 1979).

Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi cairan/ zat cair dimana sebagai

fase diamnya dilapiskan pada alumina, silika gel, atau bahan serbuk lain yang

dilekatkan pada lempeng kaca atau aluminium. Metode ini pada umumnya

dijadikan metode pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi (Sudjadi,

1988).

1. Fase diam

Pada semua prosedur kromatografi, kondisi optimum untuk suatu

pemisahan merupakan hasil kecocokan antara fase diam dan fase gerak.

Dalam kromatografi lapis tipis (KLT), fase diam harus mudah didapat.

Keistimewaan KLT adalah lapisan tipis fase diam dan kemampuan

pemisahnya. Fase diam dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal,

misalnya berdasarkan sifat kimianya, dapat dikelompokkan dalam senyawa

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

organik dan anorganik. Jika dilihat mekanisme pemisahan, fase diam

dikelompokkan:

a. Kromatografi serapan (Silika gel, alumina, keiselguhr)

b. Kromatografi partisi (Selulosa, keiselguhr, silika gel)

c. Kromatografi penukar ion (Penukar ion selulosa, resin penukar ion)

d. Kromatografi gel (Sephadex, biogel).

Silika gel merupakan fase diam yang paling sering digunakan untuk

KLT. Untuk penggunaan dalam suatu tipe pemisahan perbedaannya tidak

hanya pada struktur, tapi juga pori-porinya dan struktur lubangnya menjadi

penting, disamping pemilihan fase gerak. Alumina merupakan fase diam yang

paling sering digunakan setelah silika gel. Alumina termasuk kelompok fase

diam dengan aktivitas tinggi. Alumina untuk KLT bersifat sedikit basa (pH

9), disamping itu ada juga alumina netral (pH 7), dan alumina asam (pH 4).

Keiselguhr merupakan penyerap dengan aktivitas rendah. Tidak banyak

digunakan dalam KLT. Penggunaan utama sebagai padatan pendukung untuk

fase diam dalam kromatografi partisi. Selulosa untuk KLT terdapat dalam dua

bentuk, selulosa serat asli misalnya MN 300 dan selulosa mikrokristal,

misalnya avicel. Pada KLT selulosa digunakan untuk pemisahan senyawa

hidrofil (Sudjadi, 1988).

2. Fase gerak

Pada proses serapan, yang terjadi jika menggunakan silika gel, alumina

dan fase diam lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi

kolom serapan (Sudjadi, 1988). Fase gerak merupakan medium angkut yang

terdiri dari satu atau gabungan beberapa pelarut. Fase ini bergerak di dalam

fase diam karena adanya gaya kapiler. Kombinasi pelarut yang berbeda sifat

memungkinkan mendapatkan system pelarut yang cocok (Stahl, 1985).

Identifikasi dari senyawa yang dipisahkan dengan menggunakan

kromatografi lapis tipis dapat dilakukan dengan pereaksi kimia, pereaksi warna

dan menggunakan harga Rf.

(Sastrohamidjojo, 2002).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

Angka Rf berkisar antara 0,00-1,00 dan hanya dapat ditentukan dua decimal,

sedangkan hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h) menghasilkan nilai

berjarak antara 0 sampai 100 (Stahl, 1985).

Penjerap dan pengembang yang digunakan pada identifikasi flavonoid

dengan KLT umumnya sama dengan penjerap dan pengembang untuk

kromatografi kertas dan kromatografi kolom dan cara untuk mendeteksi bercak

sebagian besar seperti pada kromatografi kertas. Pemakaian selulosa ideal untuk

memisahkan glikosida yang satu dari glikosida yang lain, atau memisahkan

glikosida dari aglikon, serta untuk memisahkan aglikon yang kurang polar. Asam

asetat 5% digunakan untuk poliglikosida. Asam asetat 15% digunakan untuk

glikosida, baik untuk membedakan antara mono-, di-, dan triglikosida. Asam

asetat 50% digunakan untuk aglikon (Markham, 1988).

Uji saponin yang sederhana ialah mengocok ekstrak alkohol – air dari

tumbuhan dalam tabung reaksi dan diperhatikan apakah ada terbentuk busa tahan

lama pada permukaan cairan. Saponin dapat juga diperiksa dalam ekstrak kasar

berdasarkan kemampuannya menghemolisis darah. Tetapi, biasanya lebih baik

bila uji sederhana dipastikan dengan cara KLT dan pengukuran spectrum

(Harborne, 1987).

Saponin jauh lebih polar daripada sapogenin karena ikatan glikosidanya, dan

lebih mudah dipisahkan dengan kromatografi kertas atau dengan KLT pada

selulosa. Tetapi, KLT pada silika gel berhasil juga dengan memakai pengembang

seperti butanol yang dijenuhkan dengan air atau kloroform – metanol – air (13 : 7

: 2; lapisan bawah) (Harborne, 1987).

Kloroform – metanol – air (64 : 50 : 10) juga merupakan cairan eluasi yang

cocok untuk memisahkan semua campuran saponin yang berasal dari simplisia.

Kloroform yang digunakan harus bermutu analitik, karena kloroform teknis

mengandung etanol. Setelah lempeng kromatografi berada 30 menit dalam bejana

kromatogrfi yang telah dijenuhkan, suhu 20oC harus tetap dijaga. Pada suhu yang

lebih tinggi, maka semua bercak akan berpindah kedaerah Rf yang lebih atas.

Pereaksi penampak vanilin – asam sulfat LP akan membentuk bercak biru, violet

biru atau kadang-kadang kekuningan bila diamati pada sinar biasa (Anonim,

1987).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - · PDF filedapat dibedakan menjadi daur litik dan daur lisogenik. a. Daur litik 1) Fase adsorpsi Fase ini ditandai dengan melekatnya ekor virus dengan dinding

Deteksi sesquiterpen lakton dengan KLT dilakukan pada silika gel G

memakai CHCl3 – eter (4 : 1), benzena – aseton (4 : 1), kloroform – metanol (99 :

1), benzena – methanol (9 : 1), benzena – eter (2 : 3), atau eter minyak bumi –

CHCl3 – etil asetat (2 : 2 : 1). Lakton dideteksi berupa bercak coklat bila pelat

yang telah dikembangkan diletakkan dalam bejana yang berisi kristal iodium.

Cara lain, lakton tampak berupa bercak hijau, coklat, kuning, merah atau biru bila

pelat disemprot dengan H2SO4 pekat dan dipanaskan pada 100 – 110oC selama

lima menit. Warna yang terbentuk dapat dipakai untuk menetapkan ciri struktur

tertentu pada senyawa lakton. Pereaksi penyemprot lain ialah larutan resorsinol

1% dalam metanol – asam fosfat 5% (1 : 1), dan vanilin – H2SO4 yang telah

dikembangkan untuk mendeteksi lakton ini secara selektif (Harborne, 1987).

Campuran rumit sterol dalam jaringan tumbuhan tertentu dan diperlukan

cara yang lebih rumit untuk memisahkan dan mengidentifikasinya. Misalnya

sitosterol, kolesterol, dan stigmasterol tidak mudah dipisahkan bila berada

bersama-sama. Tetapi ketiganya akan terpisah bila dikromatografi sebagai asetat

pada pelat anasil B dengan pengembang sinambung selama dua jam memakai

heksana – eter (97 : 3) (Harborne, 1987).

Identifiksi steroid dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi

Liebermann burchard. Asam asetat anhidrat P sebanyak 5 ml dan 5 ml asam sulfat

P, ditambahkan hati-hati pada 50 ml etanol mutlak P sambil didinginkan di es.

Pada batas kedua larutan terjadi cincin merah kecoklatan atau ungu, sedangkan

larutan pada bagian atas menjadi hijau atau ungu. Hal ini menunjukkan adanya

steroid atau triterpenoid (Anonim, 1987).