24
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas Baron (2004) mengatakan yang dimaksud dengan agresif adalah tingkah laku individu yang maksudkan untuk melukai atau menyakiti individu lain yang tidak menginginkan adanya perilaku tersebut. Buss dan Perry (dalam Bryant & Smith 2001) mengungkapkan bahwa perilaku agresif individu sudah dapat terlihat sejak masa kanak- kanak. Setiap manusia memiliki perilaku agresif dan hal tersebut tidak dapat dihindarkan. Contoh dari perilaku agresif yang diarahkan ke eksternal diri adalah melakukan tawuran, berlaku kasar pada orang lain, melakukan perundungan pada orang lain, dan melanggar aturan-aturan yang ada. Contoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap acuh tak acuh dan cenderung putus asa. Krahe (2005) mengungkapkan bahwa motif utama perilaku agresif adalah keinginan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan negatif dengan menyakiti atau melukai orang lain. Perilaku agresif dapat merujuk ke tindakan agresivitas, menurut salah satu pendekatan terhadap agresivitas yaitu pendekatan belajar yang menolak keberadaan faktor-faktor bawaan yang diyakini sebagai sumber agresivitas dan menurut pendekatan ini agresi itu sebagai tingkah laku yang dipelajari atau hasil belajar yang melibatkan faktor- faktor eksternal pada proses pembentukan agresi tersebut. Dari beberapa definisi yang diungkapkan oleh beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Agresivitas

1. Definisi Agresivitas

Baron (2004) mengatakan yang dimaksud dengan agresif adalah tingkah laku

individu yang maksudkan untuk melukai atau menyakiti individu lain yang tidak

menginginkan adanya perilaku tersebut. Buss dan Perry (dalam Bryant & Smith 2001)

mengungkapkan bahwa perilaku agresif individu sudah dapat terlihat sejak masa kanak-

kanak. Setiap manusia memiliki perilaku agresif dan hal tersebut tidak dapat dihindarkan.

Contoh dari perilaku agresif yang diarahkan ke eksternal diri adalah melakukan tawuran,

berlaku kasar pada orang lain, melakukan perundungan pada orang lain, dan melanggar

aturan-aturan yang ada. Contoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah

perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap acuh tak acuh dan cenderung

putus asa.

Krahe (2005) mengungkapkan bahwa motif utama perilaku agresif adalah

keinginan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan negatif dengan menyakiti atau

melukai orang lain. Perilaku agresif dapat merujuk ke tindakan agresivitas, menurut salah

satu pendekatan terhadap agresivitas yaitu pendekatan belajar yang menolak keberadaan

faktor-faktor bawaan yang diyakini sebagai sumber agresivitas dan menurut pendekatan ini

agresi itu sebagai tingkah laku yang dipelajari atau hasil belajar yang melibatkan faktor-

faktor eksternal pada proses pembentukan agresi tersebut. Dari beberapa definisi yang

diungkapkan oleh beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

13

agresivitas adalah tingkah laku individu yang menyakiti atau melukai seseorang untuk

mempertahankan diri dari ketidakpuasan

Berdasarkan teori-teori di atas, terdapat berbagai pemahaman mengenai agresivitas.

Masing-masing teori memiliki pemahamannya tersendiri mengenai agresivitas, dari

beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari agresivitas itu sendiri adalah

kecenderungan menyakiti atau melukai orang lain sebagai pertahanan diri akibat adanya

rasa kekecewaan dari dalam diri.

2. Jenis-jenis Agresivitas menurut Buss dan Perry (dalam Bryant & Smith 2001)

a. Agresi fisik (physical aggression)

Agresi yang dilakukan untuk melukai seseorang secara fisik, seperti menyakiti

orang lain secara fisik dan melukai orang lain secara fisik. Contoh tindakan

tersebut adalah memukul, menendang, dan menyerang.

b. Agresi verbal (verbal aggression)

Agresi yang dilakukan kepada seseorang melalui cara verbal, contohnya adalah

memaki orang lain, membentak, bersikap sarkatis, dan menyebarkan gosip.

c. Rasa marah (anger)

Perasaan tidak senang yang dirasakan oleh seseorang akibat dari reaksi fisik

ataupun cedera fisik yang dialami oleh seseorang. Contohnya, perasaan benci,

kesal, dan tidak mampu mengendalikan amarah.

d. Permusuhan (hostility)

Sikap negatif kepada orang lain yang muncul karena penilaian negatif dari diri

kita sendiri.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

14

3. Faktor-faktor yang memengaruhi agresivitas

Menurut Koeswara (1998) faktor yang dianggap memengaruhi agresivitas pada

individu adalah frustasi, stres, deindividuasi, kekuasaan dan kepatuhan, kehadiran senjata,

provokasi, obat-obatan dan alkohol, dan suhu udara.

a. Frustasi

Frustasi adalah ketika individu gagal mendapatkan atau mencapai apa yang

diinginkan atau mendapatkan hambatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Frustasi mampu mengarahkan individu kepada bertindak agresif. Dikatakan

demikian karena frustasi merupakan situasi yang tidak menyenangkan dan individu

pun ingin menghindari hal tersebut dengan berbagai cara, termasuk dengan perilaku

agresif.

b. Stres

Para pakar dalam bidang fisiologis mendefinisikan stres sebagai reaksi, respon, atau

adaptasi fisiologis terhadap stimulus eksternal ataupun perubahan lingkungan. Stres

bisa muncul dari internal (dalam diri) maupun eksternal (luar diri) dimana stres

akan menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan dan menuntut penyesuaian

secara behavioral (dalam bentuk perilaku), tuntutan tersebut yang akan merujuk

pada perilaku agresif.

c. Deindividuasi

Deindividuisasi atau depersonalisasi dapat mengarahkan individu pada keleluasaan

dalam melakukan agresi, sehingga perilaku agresif dapat terjadi lebih intens.

Definisi dari deindividuasi adalah kondisi dimana individu tidak diketahui

identitasnya dan individu akan bertindak lebih anti sosial. Keadaan deindividuasi

dapat membawa perilaku individu ke luar dari batasan norma

d. Kekuasaan dan Kepatuhan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

15

Kekuasaan apabila disalahgunakan oleh individu, akan merujuk pada agresi. Dasar

pemikiran bahwa menggunakan kekuasaan dan mengubahnya menjadi kekuatan

yang memaksa memiliki dampak yang langsung atau tidak langsung pada perilaku

agresif.

e. Efek Senjata

Penyebaran senjata merupakan salah satu alasan mengapa seseorang bisa berprilaku

agresif. Contohnya adalah senjata nuklir yang menimbulkan konflik antar negara.

Fungsi senjata tidaklah memainkan peranan utama dalam agresi, tapi adanya efek

kehadiran dari senjata tersebut yang dapat menimbulkan agresi.

f. Provokasi

Provokasi juga merupakan pemicu agresi. Karena provokasi dapat meningkatkan

emosi seseorang. Schachter mengungkapkan bahwa kemungkinan tercetusnya

agresi akan lebih besar apabila individu yang menerimaprovokasi mengalami

peningkatan emosi. Hasil penelitian Zillman dan Byrant (dalam Koeswara 1998)

mengatakan bahwa subjek-subjek yang taraf emosinya tinggi menunjukkan tingkat

agresivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek-subjek yang taraf

emosinya rendah ketika para subjek diberikan perlakuan provokatif.

g. Alkohol dan Obat-Obatan

Konsumsi alkohol yang berlebihan akan memiliki efek buruk pada perilaku

seseorang. Jika alkohol dikonsumsi oleh individu yang berkepribadian labil atau

memiliki masalah secara psikologis itu akan merujuk pada kemunculan dari

tindakan kekerasan ataupun agresi.

h. Suhu Udara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

16

Faktor ini jarang diperhatikan oleh para peneliti. Meski demikian di Amerika

Serikat terjadi peningkatan tindak kekerasan pada musim panas di akhir tahun

1960 dan awal tahun 1970.

4. Dimensi Agresivitas

Dalam pembentukan agresivitas, terdapat dimensi-dimensi pembentuk di dalamnya.

Di bawah ini merupakan dimensi agresivitas berdasarkan Schneiders (dalam Kusumo

2007).

a. Perlawanan disiplin

Tindakan individu yang melanggar aturan demi untuk mencapai kesenangan

pribadi.

b. Superioritas

Sikap individu yang menganggap bahwa dirinya sendiri lebih baik daripada orang

lain.

c. Egosentrisme

Individu yang cenderung mementingkan diri sendiri tanpa memperdulikan

kepentingan orang lain seperti tindakan yang menjurus ke kekuasaan dan

kepemilikan.

d. Keinginan untuk menyerang manusia

Kecenderungan individu untuk melampiaskan dan memuaskan keinginan yang

tidak nyaman maupun tidak puas akan lingkungan sekitar dengan melakukan

tindakan penyerangan terhadap individu atau benda lain disekitar.

Di bawah ini merupakan dimensi agresivitas dari Allport dan Adorno (dalam

Koeswara, 1998).

a. Survival

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

17

Perilaku naluri individu untuk mempertahankan diri.

b. Egosentris

Individu yang mengutamakan kepentingan dirinya sendiri tanpa mempedulikan

orang lain yang ditunjukkan dalam sikap kepatuhan dan kekuasaan.

c. Otoriter

Individu yang memiliki kepribadian otoriter cenderung memiliki sikap yang kaku

dengan keyakinannya, memegang dengan teguh nilai-nilai yang konvensional , dan

tidak mampu toleran dengan kelemahan diri maupun dari orang lain.

Di dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi skala agresivitas dari Buss and Perry

(dalam Bryant and Smith 2001), karena dimensi tersebut dianggap komprehensif dalam

menjelaskan agresivitas. Dimensi dari skala tersebut adalah sebagai berikut:

a. Agresi Fisik

Agresi yang dilakukan untuk melukai seseorang secara fisik, seperti menyakiti

orang lain secara fisik dan melukai orang lain secara fisik. Contoh tindakan tersebut

adalah memukul, menendang, dan menyerang.

b. Agresi Verbal

Agresi yang dilakukan kepada seseorang melalui cara verbal, contohnya adalah

memaki orang lain, membentak, bersikap sarkatis, dan menyebarkan gosip.

c. Rasa Marah

Perasaan tidak senang yang dirasakan oleh seseorang akibat dari reaksi fisik

ataupun cedera fisik yang dialami oleh seseorang. Contohnya, perasaan benci,

kesal, dan tidak mampu mengendalikan amarah.

d. Sikap Permusuhan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

18

Sikap negatif kepada orang lain yang muncul karena penilaian negatif dari diri kita

sendiri.

B. Konformitas

1. Definisi Konformitas

Konformitas adalah perubahan perilaku seseorang sebagai akibat dari tekanan

kelompok (Myers, 2014). Konformitas tidak hanya sekedar bertindak sesuai dengan

tindakan yang dilakukan oleh orang lain, tetapi juga berarti dipengaruhi oleh bagaimana

seseorang tersebut bertindak. Konformitas juga memiliki arti bahwa bertindak dan berpikir

secara berbeda dari tindakan dan pikiran yang biasa kita lakukan jika kita sendiri. Individu

akan melakukan konformitas karena adanya rasa ketakutan untuk tidak diterima oleh suatu

kelompok dan menghindar dari celaan (Yuliana, 2013).

Santrock (2002) mengatakan bahwa konformitas muncul ketika individu mengikuti

tingkah laku dari orang lain dikarenakan tekanan dari orang lain baik yang nyata maupun

yang dibayangkan. Konformitas terhadap tekanan sebaya pada remaja dapat menjadi

positif atau negatif. Bentuk konformitas yang negatif seperti menggunakan bahasa yang

kasar, mengolok-olok, dan merusak, sedangkan bentuk konformitas yang positif adalah

tingkah laku remaja yang meniru gaya berpakaian teman, mengikuti kegiatan-kegiatan

sosial, dan memiliki perkumpulan untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif.

Berdasarkan paparan teori konformitas diatas, peneliti memutuskan untuk

menggunakan teori dari Myers (2014) sebagai teori utama karena teori tersebut dianggap

komprehensif dalam menjelaskan pengertian dari konformitas.

Menurut Deutsch dan Gerrard (dalam Sarwono 2005) ada 2 penyebab mengapa

orang melakukan konformitas, diantaranya:

a. Pengaruh norma

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

19

Disebabkan oleh keinginan seseorang untuk memenuhi harapan orang lain sehingga

dapat diterima oleh orang lain. Pengaruh norma terjadi ketika kita mengubah

perilaku kita untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok atau standar

kelompok agar seseorang dapat diterima secara sosial dan menghindari penolakan,

pelecehan, atau ejekan (Taylor, Peplau, & Sears, 2009).

b. Pengaruh informasi

Adanya bukti-bukti dan berbagai informasi mengenai realitas yang diberikan oleh

orang lain yang dapat diterima atau tidak dapat dielakkan lagi. Tendensi untuk

menyesuaikan diri berdasarkan pengaruh informasi ini bergantung pada 2 aspek

situasi yaitu: seberapa besar keyakinan kita pada kelompok dan seberapa yakinkah

kita pada penilaian diri kita sendiri sosial (Taylor, Peplau, & Sears, 2009).

Semakin besar kepercayaan kita kepada informasi dan opini kelompok, semakin

mungkin kita menyesuaikan diri dengan kelompok tersebut.

Menurut Sears, dkk (2002) terdapat 3 macam aspek konformitas, diantaranya adalah

a. Peniruan

Peniruan adalah keinginan individu agar sama dengan orang lain secara terbuka

atau dengan adanya tekanan (nyata atau dibayangkan) yang menyebabkan

konformitas

b. Penyesuaian

Penyesuaian adalah keinginan individu agar dapat diterima oleh orang lain yang

menyebabkan individu bersifat konformitas pada orang lain. Individu biasanya

melakukan penyesuaian dengan norma yang suda ada pada kelompok.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

20

c. Kepercayaan

Kepercayaan individu akan semakin besar apabila informasi yang diperoleh dari

orang lain terbukti kebenarannya, makan akan semakin meningkat ketepatan

informasi dalam memilih untuk conform terhadap orang lain.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konformitas menurut Taylor, Peplau,

dan Sears (2009)

a. Ukuran kelompok

Konformitas akan semakin meningkat apabila ukuran kelompok meningkat. Asch

(dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009) mengatakan bahwa 2 orang akan

menghasilkan lebih banyak tekanan ke arah konformitas dibandingkan 1 orang dan

3 orang tekanannya lebih besar daripada 2 orang, sedangkan peningkatan jumlah

kelompok setelah 4 orang secara substansial tidak meningkatkan konformitas

(Taylor, Peplau, & Sears, 2009)

b. Keseragaman kelompok

Seseorang akan berhadapan dengan mayoritas yang kompak dan cenderung untuk

ikut menyesuaikan diri dengan mayoritas tersebut. Apabila kelompok tersebut tidak

kompak, maka ada penurunan konformitas. Penurunan konformitas yang ekstrim

akibat ketidakkompakan tampaknya disebabkan oleh faktor tingkat keyakinan pada

kelompok akibat terjadinya perselisihan dan faktor keengganan untuk menonjol (

Taylor, Peplau, & Sears, 2009).

c. Komitmen kepada kelompok

Komitmen adalah semua kekuatan positif atau negatif yang membuat individu tetap

berhubungan atau tetap dalam kelompok. kekuatan positif yang menarik individu

masuk ke dalam kelompok seperti percaya bahwa kelompok memiliki tujuan yang

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

21

luhur, rasa suka terhadap sesama anggota kelompok, dan mengharapkan

keuntungan dari kelompok. Kekuatan negatif membuat seseorang tidak mau

meninggalkan kelompok seperti kelompok yang membuat anggotanya rugi.

Semakin besar tekanan komitmen terhadap kelompok, semakin besar tekanan ke

arah konformitas (Taylor, Peplau, & Sears 2009).

d. Keinginan deindividuasi

Seseorang yang memiliki skor individuasi tinggi jika menunjukkan kesediaan untuk

melakukan hal-hal yang berbeda dengan orang lain, namun apabila seseorang

memiliki skor individuasi rendah orang tersebut akan ragu atau enggan melakukan

hal-hal yang membuatnya berbeda (Taylor, Peplau, & Sears 2009).

3. Dimensi konformitas

Dalam pembentukan konformitas, terdapat dimensi-dimensi pembentuk di

dalamnya. Di bawah ini merupakan dimensi konformitas menurut Sears (1999)

1. Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok yang membuat remaja tertarik dan ingin tetap

menjadi bagian dari sebuah kelompok. Semakin besar rasa suka individu terhadap

kelompoknya, akan semakin besar keinginan individu tersebut untuk kompak

dengan kelompok dan konformitas akan menjadi tinggi (Sears, 1999).

2. Kesepakatan

Pendapat kelompok merupakan acuan yang memiliki tekanan kuat, sehingga remaja

harus menyesuaikan pendapat dengan kelompok (Sears, 1999).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

22

3. Ketaatan

Tekanan dan tuntutan dari kelompok yang membuat remaja rela untuk melakukan

tindakan walaupun remaja tidak menginginkan perilaku tersebut. Semakin remaja

taat pada kelompoknya, tingkat konformitas juga semakin tinggi (Sears, 1999).

Di dalam penelitian ini, peneliti membuat skala konformitas berdasarkan dimensi

yang diperoleh dari Sears (2002)

a. Peniruan

keinginan individu agar sama dengan orang lain secara terbuka atau dengan adanya

tekanan (nyata atau dibayangkan) yang menyebabkan konformitas.

b. Penyesuaian

keinginan individu agar dapat diterima oleh orang lain yang menyebabkan individu

bersifat konformitas pada orang lain. Individu biasanya melakukan penyesuaian

dengan norma yang suda ada pada kelompok.

c. Kepercayaan

Kepercayaan individu akan semakin besar apabila informasi yang diperoleh dari

orang lain terbukti kebenarannya, makan akan semakin meningkat ketepatan

informasi dalam memilih untuk conform terhadap orang lain.

C. Kecerdasan Emosional

1. Definisi Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (1995) kecerdasan emosional meliputi perasaan serta pikiran-

pikiran yang khas baik secara psikologis maupun biologis dan merupakan serangkaian

kecenderungan untuk bertindak. Kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan yang

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

23

dimiliki oleh individu yang meliputi kemampuan untuk mempersepsikan, membangkitkan,

serta memasuki emosional yang dapat membantu untuk menyadari serta mengelola emosi

diri sendiri maupun orang lain, sehingga dapat mengembangkan pertumbuhan emosi dan

intelektual. Selain itu kecerdasan emosional menurut Goleman (1995) mengatakan bahwa

kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan

ketika individu mengalami suatu keadaan yang membuat frustasi, mengendalikan dorongan

hati serta tidak melebih-lebihkan kesenangan yang dirasakan, mengatur suasana hati dan

juga menjaga agar beban stres yang ada tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,

berempati, serta berdoa.

Menurut McShane dan Von Glinow (dalam Wibowo, 2013) menjelaskan bahwa

kecerdasan emosional adalah sekumpulan kemampuan untuk merasakan dan menyatakan

emosi, mengasimilasi emosi dalam berpikir, memahami dan alasan dengan emosi, dan

menghubungkan emosi dalam diri sendiri dan orang lain.

Kritner dan Kinicki (dalam Wibowo, 2013), menyatakan bahwa kecerdasan

emosional merupakan kemampuan mengelola dirinya sendiri dan berinteraksi dengan

orang lain dengan cara dewasa dan juga konstruktif.

Berdasarkan paparan teori diatas peneliti memutuskan untuk menggunakan teori

dari Goleman (1995) karena dianggap komprehensif dalam menjelaskan kecerdasan

emosional.

2. Dimensi Kecerdasan Emosional

Dimensi kecerdasan emosional menurut Labbaf (2011) adalah sebagai berikut:

a. Self awareness

Kemampuan seseorang untuk memahami potensi-potensi yang ada di dalam diri

seperti kekurangan dan kelebihan yang ada di dalam individu tersebut.

b. Self regulation

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

24

Kemampuan seseorang untuk mengatur dan memahami emosi-emosi yang ada di

dalam diri.

c. Self motivation

Kemampuan seseorang untuk memotivasi dirinya sendiri di dalam berbagai

keadaan.

Di bawah ini merupakan dimensi kecerdasan emosional dari Martin (2003)

a. Kesadaran diri

1) Kesadaran emosi

Mampu mengenali emosi diri dan orang lain, serta memahami dampaknya pada

orang lain.

2) Penilaian diri secara akurat

Menyadari kekurangan dan kelebihan diri, serta mampu memahami apa yang harus

diperbaiki dan dipelajari dari pengalaman sebelumnya.

3)Percaya diri

Suatu rasa keberanian yang muncul karena adanya keyakinan akan kemampuan diri

sendiri.

b. Pengaturan diri

1) Pengendalian diri

Mampu mengelolam emosi dan impuls di dalam diri.

2) Sifat dapat dipercaya

Memelihara kejujuran dan integritas di dalam diri.

3) Kewaspadaan

Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan oleh diri.

4) Adaptabilitas

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

25

Mampu menerima adanya perubahan.

5) Inovasi

Memiliki pikiran yang terbuka terkait dengan informasi yang ada saat ini.

c. Motivasi

1) Dorongan berprestasi

Dorongan untuk menjadi individu yang lebih baik.

2) Komitmen

Sikap yang setia pada visi dan misi yang ada dilingkungan.

3) Inisiatif

Kesiapan individu untuk memanfaatkan kesempatan.

4) Optimisme

Kegigihan individu untuk memperjuangkan sasaran walaupun adanya rintangan.

d. Empati

1) Memahami orang lain

Mampu memahami perasaan orang lain dan mampu memahami kepentingan orang

lain dengan tidak selalu mendahulukan kepentingan pribadi.

2) Orientasi pelayanan

Mampu memahami, mengatasi, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan orang

lain.

3) Mengembangkan orang lain

Mempu merasakan kebutuhan orang lain untuk berkembang dan berusaha

membantu orang tersebut untuk berkembang.

4) Memanfaatkan keseragaman

Mampu bergaul dengan semua orang untuk mendapatkan peluang.

5) Manajeman konflik

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

26

Kemampuan individu dalam negosiasi.

6) Kolaborasi dan kooperatif

Kemampuan bekerja sama dengan orang lain demi tujuan yang sama.

7) Kemampuan tim

Kemampuan individu untuk berjuang memperoleh tujuan yang sama dengan

menciptakan sinergi kelompok.

e. Keterampilan sosial

1) Pengaruh

Memiliki taktik untuk melakukan persuasi.

2) Komunikasi

Kemampuan individu dalam mengirimkan dan menerima pesan dengan baik.

3) Kepemimpinan

Membangkitkan inspirasi dan mampu memandu orang lain.

4) Katalisator perubahan

Kemampuan mengawali dan menciptakan perubahan.

Peneliti memutuskan untuk menggunakan aspek Goleman sebagai dimensi untuk

membuat alat ukur. Goleman (2001) membagi kecerdasan emosional ke dalam beberapa

aspek yang akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional.

Kemampuan mengenali emosi dibimbing oleh dua kemampuan, yaitu kemampuan

menyadari apa yang dipikirkan dan mengenali apa yang dirasakan. Inti dari

mengenali emosi diri adalah mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi atau

timbul.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

27

Mengenali emosi diri sama dengan kesadaran diri, yaitu mengetahui apa

yang seseorang rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu

pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki acuan yang realistis atas kemampuan

diri dan memiliki kepercayaan diri yang kuat. Penggunaan istilah kesadaran diri

mengacu pada perhatian seseorang yang introspektif dan bercermin pada diri akan

pengalamannya.

Menurut Goleman (1995) beberapa hal penting yang berkaitan dengan

mengenali emosi diri yaitu :

1) Mengenali dan merasakan emosinya sendiri, sungguh-sungguh menyadari emosi

apa yang terjadi dalam diri, dan dengan penuh kesadaran merasakan emosi yang

terjadi.

2) Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul dan tahu apa atau

siapa yang menyebabkan suatu perasaan muncul.

3) Mengenali perbedaan antara perasaan dan tindakan. Seseorang harus mampu

membedakan bahwa perasaan adalah sesuatu yang terjadi di dalam diri, sedangkan

tindakan lebih pada perwujudan ke luar dari pikiran dan perasaan. Pada akhirnya

dapat diketahui bahwa mengungkapkan perasaan itu dalam bentuk tindakan atau

perilaku yang ditampakkan.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat.

Kecakapan mengelola emosi ini merupakan kecakapan yang bergantung pada

kesadaran diri yang meliputi kemampuan menghibur diri sendiri, melepaskan

kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan. Orang yang memiliki kecakapan ini

mampu bangkit kembali, sedangkan orang yang kemampuannya di bidang ini buruk

maka akan terus bertarung melawan perasaannya.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

28

Goleman (2001) menyatakan hal-hal penting dalam mengelola emosi yaitu :

1) Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah.

2) Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat

3) Berkurangnya prilaku agresif

4) Perasaan positif tentang diri sendiri

5) Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa

c. Memotivasi Diri Sendiri

Memotivasi diri merupakan kemampuan untuk menata emosi. Menata

emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya untuk memberi

perhatian, memotivasi diri sendiri, menguasai diri sendiri dan berkreasi.

Memotivasi diri juga bisa diartikan menggunakan hasrat yang paling dalam untuk

menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan

bertindak secara efektif, serta bertahan untuk menghadapi kegagalan dan frustasi.

Memotivasi diri sendiri dapat diartikan bahwa orang mampu bangkit dan

terdorong untuk berubah. Orang yang memiliki kecakapan ini tidak tercampak

dalam suatu kegagalan dan mudah puas dengan pekerjaannya, melainkan terus

berusaha untuk memperbaiki dirinya. Kendali diri atau menahan diri terhadap

kepuasan dan mengendalikan dorongan hati menjadi landasan keberhasilan dalam

berbagai bidang.

Goleman (2001) menyatakan bahwa hal-hal penting dalam memotivasi diri

sendiri yaitu :

1) Lebih bertanggungjawab, hal ini berarti bahwa orang mampu bertanggungjawab

atas apa yang ia lakukan baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.

2) Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan .

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

29

3) Lebih menguasai diri

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Orang yang empatik lebih

mampu menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang

dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Empati juga mencakup kemampuan

merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif remaja

tersebut, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan

berbagai watak orang.

Menurut Goleman (2001) hal-hal penting dalam mengenali emosi orang lain yaitu:

1) Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain

2) Empati dan peka terhadap perasaan orang lain.

3) Lebih baik dalam mendengarkan orang lain

e. Membina Hubungan

Seni membina hubungan berarti kecakapan untuk berinteraksi dengan orang

lain, kemampuan untuk menjalin hubungan dan bagaimana seseorang

menempatkan dirinya dalam suatu kelompok. Kemampuan untuk mengungkapkan

diri dan perasaan merupakan dasar dalam kemampuan membina hubungan dengan

orang lain.

Menurut Goleman (2001) beberapa hal penting yang berkaitan dengan

membina hubungan yaitu :

1) Kemampuan menganalisis dan membina hubungan

2) Lebih baik dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan perselisihan

3) Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam hubungan

4) Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

30

5) Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa

6) Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok

7) Lebih suka berbagi rasa, bekerja sama dan suka menolong

8) Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain

D. Remaja Madya

Menurut Hall (dalam Hurlock 2003) remaja atau yang sering disebut dengan

adolescence adalah masa antara usia 12 sampai 23 yang penuh dengan topan dan tekanan.

Topan dan tekanan (storm-and-stres) adalah konsep Hall tentang remaja sebagai masa

goncangan yang ditandai dengan konflik dan perubahan suasana hati. Akan tetapi

meskipun kebanyakan remaja mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

yang lebih positif dibandingkan dengan yang digambarkan oleh orang dewasa dan media,

banyak remaja yang sekarang ini tidak memperoleh cukup kesempatan dan dukungan

untuk menjadi orang dewasa yang kompeten (Santrock, 2003).

Masa remaja dibagi menjadi tiga masa oleh Gunarsa dan Gunarsa (2012) yang

akan diuraikan sebagai berikut:

a. Masa remaja awal : 11 – 15 tahun

b. Masa remaja madya : 15 – 18 tahun

c. Masa remaja akhir : 18 – 21 tahun

Menurut Santrock (2003) remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi

antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan

sosial-emosional yang berhubungan dengan minat pada karir, pacaran, dan eksploitasi

identitas. Rice (2001) menyatakan bahwa remaja adalah periode tumbuhnya antara anak-

anak dan dewasa. Remaja biasanya dibagi menjadi dua yaitu early adolescence (umur 11-

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

31

14 tahun) dan middle or late adolescence (15-19 tahun). Ada berbagai pendekatan pada

pembelajaran mengenai remaja seperti pendekatan biologis, pendekatan kognitif,

pendekatan psikoseksual dan pendekatan sosial.

Masa remaja (adolescence) merupakan peralihan masa perkembangan yang

berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun bahkan bisa lebih awal sampai masa remaja akhir

atau usia dua puluhan awal (Papalia, 2009). Perkembangan pada masa remaja ini meliputi

perubahan besar yang terjadi dalam aspek fisik, kognitif dan psikososial yang saling

berkaitan satu sama lain. Perubahan bentuk fisik pada remaja ditunjukkan dengan

bekerjanya organ-organ reproduksi sedangkan perubahan bentuk fisik semakin menyerupai

orang dewasa. Perubahan dari sisi kognitif dapat terlihat dari semakin responsifnya remaja

terhadap lingkungannya, mengkritisi segala sesuatu yang di hadapinya dan mulai mampu

merangkai cita-cita untuk masa depannya (Steinberg, 1993).

Masa remaja dianggap sebagai usia yang bermasalah. Ada 2 alasan terkait dengan

pernyataan tersebut, diantaranya adalah masalah pada waktu masa anak-anak diselesaikan

oleh orang tua atau guru sehingga remaja tersebut tidak memiliki pengalaman untuk

menyelesaikan masalahnya, alasan lainnya adalah remaja yang ingin mandiri sehingga di

dalam penyelesaian masalahnya, tidak ingin dibantu oleh orang lain dan akibatnya adalah

penyelesaian masalah tersebut tidak sesuai dengan harapan remaja tersebut (Hurlock

,2003). Usia anak yang rawan akan perilaku agresif berada dalam rentang usia 13-18 tahun

karena terkait dengan emosi remaja yang fluktuatif (Rice, 2001). Remaja berumur 15-18

tahun disebut dengan remaja madya, pada usia ini remaja membutuhkan teman-teman dan

membutuhkan pengakuan (Hurlock, 2003).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

32

E. Hubungan antar Variabel

Remaja merupakan fase peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

(Hurlock, 2003). Pada masa ini remaja mulai menduduki bangku di Sekolah Menengah

Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), remaja yang sedang duduk di bangku

SMA berusia 15-18 tahun yang dapat disebut sebagai remaja madya (Gunarsa & Gunarsa,

2012). Remaja adalah generasi muda yang merupakan harapan untuk menjadi penerus

bangsa, sehingga membimbing remaja menjadi individu yang berkualitas merupakan tugas

bersama yang tidak mudah dan memiliki banyak risiko (Buwono, 2007) Lingkungan

sekitar harus mendukung proses pembinaan tersebut dengan memberikan contoh atau

teladan yang baik kepada remaja. Lingkungan sekolah merupakan tempat dimana remaja

paling banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman. Interaksi remaja dengan orang

lain memunculkan suatu kebutuhan untuk diterima dan diakui oleh orang lain atau yang

disebut dengan pengaruh norma, selain itu terdapat juga tendensi untuk memperoleh

informasi dari kelompok. Informasi akan diterima dan dipercaya tergantung dari seberapa

besar remaja mempercayai kelompok (Taylor, Peplau, & Sears, 2009).

Remaja di dalam tahapan perkembangan psikosial akan banyak melakukan

interaksi dengan individu, masyarakat maupun dengan organsasu, oleh karena itu remaja

akan mendapat pengaruh dari individu maupun masyarakat yang diajak melakukan

interaksi. Pengaruh tersebut adalah pengaruh normatif dan pengaruh informasional.

Pengaruh normatif merupakan individu yang akan menyesuaikan diri dengan norma

kelompoknya, sedangkan pengaruh informasional adalah individu yang akan mempercayai

seluruh informasi yang diberikan oleh kelompok Deutsch & Gerrard (dalam Sarwono

2005).

Kedua pengaruh tersebut merupakan alasan mengapa orang melakukan

konformitas. Konformitas adalah individu yang melakukan suatu perilaku karena melihat

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

33

orang lain menampilkan perilaku tersebut (Sears, 1999). Konformitas dapat berdampak

positif dan negatif, contoh dari konformitas positif adalah mematuhi peraturan di

masyarakat dan contoh dari konformitas negatif seperti ikut tergabung di dalam geng

motor, merokok, membolos, dan tawuran dapat merujuk ke tindak agresivitas pada remaja.

Penelitian Yuliana (2012) menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan

dan positif antara konformitas dengan perilaku agresif. Hal tersebut terkait dengan perilaku

siswa yang cenderung ikut-ikutan dengan perilaku teman sebaya seperti mengikuti

kebiasaan merokok, mengikuti kebiasaan memaki-maki dengan menggunakan kata-kata

kasar.

Konformitas yang negatif menyebabkan munculnya tindak agresivitas pada remaja

karena terkait dengan pengaruh sosial yang memiliki sisi negatif dan positif (Sarwono,

2009). Pengaruh sosial dapat berupa interaksi yang dilakukan oleh remaja dengan teman

sebaya karena tidak semua interaksi yang dilakukan bersifat positif, melainkan ada juga

yang negatif seperti perkelahian, tawuran dan lain sebagainya yang merujuk tindak

agresivitas yang merupakan akar dari kekerasan (Prawira, 2014).

Agresivitas yang terjadi pada remaja berhubungan dengan naik turunnya emosi

yang dirasakan oleh remaja tersebut, karena remaja mengalami kesulitan dalam mengontrol

emosi (Hurlock, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) menyebutkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan agresivitas.

Penelitian tersebut menjelaskan bahwa remaja yang mampu mengolah kecerdasan

emosional dengan baik, memiliki tendensi agresivitas yang rendah dan remaja yang tidak

mampu mengolah kecerdasan emosional yang baik cenderung memiliki tendensi

agresivitas yang lebih tinggi. Setiap individu memiliki kecerdasan emosional yang

berbeda-beda. Berdasarkan tinjauan dinamika antar variabel yang telah diuraikan diatas,

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

34

dapat diasumsikannya bahwa terdapat hubungan yang signifikan konformitas dan

kecerdasan emosional terhadap agresivitas pada remaja madya di SMAN 7 Denpasar.

Gambar 1. Skema Hubungan antar Variabel

Keterangan:

: garis pengaruh yang akan diteliti

: garis yang mempengaruhi variabel, tidak diteliti

: variabel yang akan diteliti

: variabel yang tidak akan diteliti

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis mayor

Konformitas dan kecerdasan emosional memiliki hubungan terhadap agresivitas

pada remaja madya di SMAN 7 Denpasar.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas 2.pdfContoh perilaku yang diarahkan ke dalam internal diri adalah perilaku menarik diri dari lingkungan masyarakat, bersikap

35

Hipotesis minor

1. Ada korelasi positif antara konformitas dengan agresivitas pada remaja madya di

SMAN 7 Denpasar.

2. Ada korelasi negatif antara kecerdasan emosional dengan agresivitas pada remaja

madya di SMAN 7 Denpasar.