Upload
hanguyet
View
236
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Hanjeli (Coix Lacryma Jobi L.)
Hanjeli merupakan serealia (biji-bijian) dari ordo Glumiflora, family
poaceae yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan, pakan, obat dan barang
kerajinan. Hanjeli juga termasuk salah satu tanaman yang mengandung karbohidrat
dan kalori yang cukup tinggi. Selain karbohidrat kandungan lainnya yang terdapat
dalam hanjeli juga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat (Grubben
dan Partohardjono, 1996 dalam Ramdani, 2015)
Jenis hanjeli menurut Nurmala (1998) dalam Ramdani (2015), di Indonesia
khususnya di Jawa ada dua kelompok hanjeli, yaitu:
1) Tanaman hanjeli liar
Tanaman hanjeli liar adalah varietas Agrotis, sering disebut juga sebagai
hanjeli batu yang umumnya tumbuh di lahan kering. Hanjeli batu ini berbentuk
bulat telur dengan kulitnya yang sangat mengkilap dan warnanya bervariasi dari
putih, abu-abu, abu kehitaman sampai cokelat. Varietas ini belum banyak
dibudidayakan karena kulit bijinya yang tebal dan keras sehingga sulit diolah
namun terdapat cukup banyak tumbuh liar di daerah Garut, Jawa Barat. Berikut ini
adalah gambar tanaman hanjeli liar disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Hanjeli Liar Sumber: (Prakarsita, 2013)
2) Tanaman hanjeli yang telah dibudidayakan
Tanaman hanjeli ini umumnya memiliki kulit biji relatif lebih tipis dari
hanjeli liar sehingga mudah diolah sebagai bahan pangan. Terdapat tiga varietas
hanjeli yang telah dibudidayakan yaitu varietas Mayuen (hanjeli pulut) ditanam di
5
sawah, kebun atau ladang, ditepung atau dibuat berbagai macam makanan, varietas
Palustris, dan Agustina hanjeli yang tumbuh di tempat-tempat yang basah. Di Jawa
jenis ini banyak dijumpai di danau-danau dan di Rawa Pening, bijinya keras
(Nurmala, 2010). Berikut ini adalah tanaman hanjeli yang telah dibudidayakan yang
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Tanaman Hanjeli yang Telah Dibudidayakan (Sumber: https://www.agrotani.com/cara-budidaya-hanjeli/)
2.2 Karakteristik Fisik Biji Hanjeli Pecah Kulit
Proses perancangan suatu peralatan untuk penanganan, pemisahan,
pengeringan, penyimpanan dan pengolahan bahan pertanian, termasuk juga biji-
bijian seperti hanjeli, memerlukan karakteristik fisik bahan. Karakteristik fisik
penting diketahui untuk mengoptimalkan perancangan peralatan untuk penanganan
komoditi tersebut. Karakteristik fisik bahan biji hanjeli pecah kulit yang akan
ditentukan adalah kadar air, dimensi biji pecah kulit, kebulatan, bulk density, sudut
repos, dan kekerasan biji pecah kulit.
2.2.1 Kadar Air
Informasi kadar air dari suatu bahan hasil pertanian sangat diperlukan untuk
mengetahui kondisinya apakah telah memenuhi syarat dalam proses penanganan
pascapanen, misalnya untuk proses perontokan, penyimpanan, dan lain-lain (Zain,
dkk, 2005).
Metode pengukuran kadar air yaitu dengan pembacaan pada moisture tester
basis basah dan metode oven basis kering. Pengukuran kadar air basis basah biji
hanjeli dilakukan sesuai dengan prosedur pengukuran kadar air beras dalam
pengujian mesin penyosoh beras menurut SNI 0835-2008 yaitu dengan
menggunakan moisture tester dengan syarat mutu kadar air beras yaitu antara 13,5-
6
14%. Pengukuran kadar air basis basah dan basis kering dengan metode oven pada
105℃ (AOAC, 1995) sesuai dengan Persamaan 1 dan Persamaan 2.
Kadar air basis basah (Ka wb) = (b−c) gram
(b−a)gram x 100% …………….(1)
Kadar air basis kering (Ka db) = (b−c)gram
(c−a) gram 𝑥 100% …...……..…(2)
Keterangan:
a = Berat cawan kering (gram)
b = berat sampel awal (gram)
c = berat cawan dan sampel kering (gram)
2.2.2 Bentuk dan Ukuran
Bentuk dan ukuran bahan hasil pertanian merupakan dua karakteristik yang
tidak dapat dipisahkan. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
menjelaskan bentuk dan ukuran bahan hasil pertanian, yaitu: berdasarkan bentuk
acuan, kebulatan, dimensi sumbu, serta kemiripan bahan hasil pertanian terhadap
benda-benda geometri tertentu (Zain dkk., 2005).
Informasi mengenai panjang, ukuran, bentuk, dan diameter penting dalam
proses desain saringan pembersih ataupun penggiling (Meghwal dan Goswami,
2011 dalam Mukhlis dkk., 2017). Diameter rata-rata biji dihitung dengan
menggunakan rata-rata aritmatik dan geometrik dari ketiga sumbunya. Diameter
rata-rata aritmatik (𝐷𝑎) dan diameter rata-rata geometrik (𝐷𝑔) dihitung dengan
menggunakan Persamaan 3 dan 4 (Sacilik dkk, 2013; Dursun dkk, 2007 dalam
Mukhlis dkk., 2017). Gambar 3 disajikan gambar sumbu mayor (biji utuh hanjeli )
dan sumbu minor (biji pecah kulit hanjeli).
(Daritmatik) = (𝑎+𝑏+𝑐)
3 ……………………………………………......(3)
(Dgeometrik) = (abc)1/3………………………………………………..(4)
Dimana:
Gambar 3. Sumbu Mayor dan Sumbu Minor Biji Hanjeli (Sumber: Wulan dkk., 2012)
7
Kebulatan (sphericity) yaitu perbandingan diameter bola yang memiliki
volume yang sama dengan diameter bola terkecil yang dapat mengelilingi objek
(Zain dkk., 2005). Nilai kebulatan berkisar antara 0 – 1. Apabila nilai kebulatan
mendekati satu maka bahan tersebut mendekati bentuk bola. Kebulatan endosperm
biji hanjeli yaitu 0,83 (Wijaya, 2014). Seperti pada umumnya, tanaman serealia biji
hanjeli terdiri dari bagian pericarp dan aleuron yang menyelimuti bagian
endosperm. Lapisan kulit (pericarp) ini terdiri dari dua jenis lapisan yaitu epicarp
(lapisan kulit luar) dan mesocarp (lapisan kulit dalam). Epicarp biji hanjeli terlihat
mengkilap dengan struktur yang keras sedangkan mesocarp biji hanjeli berbentuk
serat lunak menyerupai serabut yang rapat menutupi lapisan endosperm di
dalamnya. Adapun lapisan aleuron biji hanjeli yaitu lapisan terdalam pericarp yang
menyelimuti endosperm dan berwarna cokelat kemerah-merahan. Lapisan epicarp,
lapisan mesocarp dalam dan lapisan aleuron tersaji pada Gambar 4.
(a) (b)
Gambar 4. (a) Lapisan Pericarp (Epicarp dan Mesocarp) Biji Hanjeli dan
(b) Lapisan Aleuron Biji Hanjeli (Sumber: Wijaya, 2014)
Persentase massa antara lapisan epicarp, lapisan mesocarp, dan lapisan
aleuron dengan bagian endosperm biji hanjeli mencapai ± 45%. Dengan diketahui
persentase ketiga lapisan tersebut maka dapat dijadikan pertimbangan dalam
menentukan persentase massa dan keberadaan bagian-bagian lain dalam biji
hanjeli. Bagian-bagian biji hanjeli terdapat pada Gambar 7.
Gambar 5. Penampang Melintang Biji Hanjeli
Sumber: Damardjati (1998), dalam Hendriyani (2004))
8
2.2.3 Bulk Density
Bulk Density berkaitan dalam proses pengangkutan dan analisis ruang
kerjanya, yang berguna dalam pertimbangan dalam menghitung beban struktur
(Altuntas dkk., 2005 dalam Mukhlis dkk., 2017). Oleh karena itu, karakteristik fisik
penting diketahui untuk mengoptimalkan perancangan peralatan untuk penanganan
komoditi tersebut. Bulk density dihitung dengan Persamaan 5.
𝜌 = 𝑚
𝑉 …………………...……………………………………...…..(5)
Keterangan:
𝜌 = massa jenis (kg/𝑚3)
m = massa (kg)
v = volume (𝑚3)
2.2.4 Sudut Repos (Angle Of Repose)
Sudut repos adalah sudut yang terbentuk antara bidang alas datar dan bidang
alas miring dari sebuah segitiga pada saat bahan curah (biji-bijian) mulai bergerak
jatuh bebas. Nilai sudut repos dari suatu bahan dipengaruhi oleh bentuk, ukuran,
kadar air, dan orientasi bahan (Zain dkk., 2005). Sudut repos memiliki peran dalam
perancangan kemiringan/sudut pada hopper agar dapat mengetahui pada
kemiringan berapa bahan hasil pertanian mulai bergerak bebas.
2.2.5 Kekerasan (Hardness)
Kekerasan biji hanjeli merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
terhadap kebutuhan gaya yang dibutuhkan untuk menyosoh biji hanjeli. Semakin
tinggi kekerasannya maka semakin besar pula gaya yang dibutuhkan untuk
menyosoh biji hanjeli tersebut (Wijaya, 2014).
2.3 Penyosohan
Penyosohan merupakan proses yang dilakukan untuk memisahkan lapisan
yang menutupi endosperm yaitu mesocarp (lapisan kulit dalam) dan lapisan aleuron
(kulit tipis yang berwarna cokelat). Tahap penyosohan biji hanjeli dapat disebut
juga whitening atau polishing yang artinya melakukan suatu proses memutihkan
biji hanjeli dengan cara menggosok permukaan biji hanjeli tersebut sampai
didapatkan bagian endosperm yang putih. Menurut Darajat (2008), dasar proses
9
pengulitan dan penyosohan biji-bijian yaitu dengan memberikan gaya gesek pada
biji sehingga kulit biji tersisih dari bagian endosperm-nya.
Penyosohan terjadi apabila dua benda atau lebih yang bersentuhan dan
bergerak berlawanan arah akan mengalami gesekan (Yusuf, 2011). Gesekan yang
bekerja dalam proses penyosohan ini merupakan gesekan kinetik selama
penyosohan yang terjadi antara biji hanjeli dengan silinder penyosoh rol yang
berputar. Besarnya gaya gesek berbanding lurus dengan gaya normal yang bekerja.
Jika biji terus menerus mendapatkan gaya gesek 𝜇N maka gaya gesek akan terus
menerus bekerja dan pada saat tertentu kulit biji tidak mampu lagi menahan gesekan
yang bekerja dan mengakibatkan kulit biji sobek dan terkupas. Diagram bebas kerja
gaya disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. (a) Diagram Bebas Kerja Gaya Biji Hanjeli pada Kondisi Diam dan (b)
Bergerak. (Sumber: Yusuf, 2011)
Diagram bebas kerja gaya (a) pada keadaan biji tetap diam maka gaya gesek
yang bekerja pada benda adalah gaya gesek statis dengan demikian gaya normal
akan sama dengan berat benda mengacu pada hukum Newton. (b) apabila setelah
diberi gaya Tarik atau gaya dorong F biji bergerak, maka biji akan mengalami
percepatan (a ≠0) dan gaya gesek yang bekerja pada benda adalah gaya gesek
kinetis. Jika koefisien gesek kinetik antara permukaan benda dengan bidang adalah
Μn, dengan demikian besar gaya normal akan sama dengan gaya berat benda
(benda diam atau bergerak tidak mempengaruhi gaya normal).
Teori penyosohan untuk biji-bijian ini tidak mudah diturunkan secara
matematis dan sampai saat ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan secara
eksperimental (Yusuf, 2011). Sebagai upaya mendekatkan gaya gesek yang
kontinyu maka dipilih gerakan melingkar. Prinsip kerja mesin-mesin penyosoh
dapat dilihat pada Gambar 7.
10
Gambar 7. a. Menggosok b. Menekan dan menggesek
Prinsip kerja mesin-mesin penyosoh (Sumber: Patiwiri, 2006)
Berdasarkan kedua prinsip penyosohan di atas, maka mesin-mesin
penyosohan digolongkan menjadi dua jenis, yaitu tipe gerinda (abrasive type) dan
tipe gesekan (friction type). Tipe abrasif memiliki kecepatan gerakan permukaan
gesek di atas 900 m/menit, sedangkan tipe gesekan memiliki kecepatan gerakan
permukaan gesek di bawah 300 m/menit. Pada prinsip menggerinda biasanya
menggunakan permukaan kasar yang terbuat dari batu abrasif, seperti batu gerinda.
Permukaan abrasif digerakkan dengan kecepatan tinggi yang membuat permukaan
kasar tersebut memiliki fungsi seperti gerinda dapat mengikis permukaan hanjeli.
Selain itu, butiran hanjeli yang terjepit di dalam ruang penyosohan ikut bergerak
yang mengakibatkan terjadinya gesekan antara sesama butiran hanjeli dan juga
butiran hanjeli dengan permukaan yang diam. Sedangkan pada prinsip menekan
dan menggesek, permukaan yang digunakan berbeda dengan prinsip menggerinda,
begitu juga kecepatan pergerakannya. Pada prinsip ini, yang dibutuhkan adalah
tekanan yang tinggi terhadap biji yang disosoh dan juga adanya gerakan yang
mampu membuat biji bergesekan satu dengan yang lainnya sehingga mampu
melepaskan sisa lapisan kulit hanjeli. Permukaan yang digunakan biasanya berupa
tonjolan-tonjolan yang terbuat dari besi atau baja. Prinsip ini biasanya diterapkan
untuk mesin-mesin penyosohan tahap pertengahan atau tahap akhir. Perbedaan tipe
abrasif dan tipe tekanan terdapat pada Tabel 1.
a b
11
Tabel 1. Perbedaan mesin penyosoh tipe abrasif dan tipe tekan
Uraian Tipe Abrasif Tipe Tekanan
Prinsip kerja Asah Gesek
Putaran poros utama Tinggi Rendah
Bahan rol Batu Besi
Jika kapasitas dinaikkan Butir patah turun Butir patah naik
Jika kapasitas diturunkan Pra-pemutihan Pemutihan
Kenaikkan butir patah 0,8-1,8% 3,7-8,3%
Tingkat keputihan beras Tinggi Rendah
Tingkat keilapan beras Rendah Tinggi
Proses pengelupasan lapisan bekatul dan
lembaga Mudah Sukar
Efisiensi Penyosohan Tinggi Rendah
(Sumber : PT Rutan Machinery Trading Co. (1993) dalam Rudiana (2016).
Proses penyosohan dapat dilakukan beberapa kali, baik dengan menggunakan
mesin yang sama atau berbeda. Menurut Patiwiri (2006), ada dua alasan kenapa hal
ini dilakukan, yaitu :
1) Untuk mendapatkan hasil penyosohan yang baik, yaitu dimulai dengan
pemutihan pada tahap pertama, dan pengilapan pada tahap berikutnya. Tahap
pertama memakai mesin tipe abrasif dan tahap kedua memakai mesin tipe
tekanan.
2) Untuk menghindari timbulnya panas pada butiran biji hanjeli sehingga
mengurangi resiko kerusakan biji hanjeli. Panas berlebihan dapat dihindari
dengan membatasi lama waktu butiran hanjeli disosoh pada satu tahapan
penyosohan.
Untuk mendapatkan mutu hanjeli hasil penyosohan yang tinggi, yaitu derajat
sosoh yang tinggi maka penyosohan dilakukan dua kali atau lebih. Istilah yang
diberikan untuk penyosohan yang dilakukan satu tahapan saja adalah penyosohan
one pass, sedangkan untuk penyosohan dua tahap disebut double pass, dan tiga
tahap atau lebih disebut multi pass. Pada Tabel 2 data kualitas hasil penyosohan
yang dihasilkan oleh tiap-tiap kombinasi.
12
Tabel 2. Kualitas beras sosoh dengan berbagai sistem penyosohan
No Sistem
Penyosohan
Tipe Mesin yang
Digunakan Kualitas Output Beras Sosoh
Suhu
Beras Tahap
I
Tahap
II
Tahap
III
Derajat
Sosoh
(%)
Beras
Utuh
(%)
Beras
Patah
(%)
Menir
(%)
1 1 Kali
Penyosohan
F 85-90 76,95 19,85 3,16 Tinggi
A 85-90 85,5 11,55 2,94 Tinggi
2 2 Kali
Penyosohan
F F 92-95 79,7 18,51 4,30 Sedang
A F 92-95 83,5 15,06 2,40 Sedang
3 3 Kali
Penyosohan
F F F 95-100 11,10 Rendah
A F F 95-100 8,90 Rendah
A A F 95-100 6,79 Rendah
Sumber: PT Rutan (diolah) *) Gabah 100% bernas, kadar air< 14 %, varietas IR 64
Keterangan: F : Friction ; A : Abrasif
2.4 Mesin Penyosoh Hanjeli TEP-04
Mesin penyosoh hanjeli TEP-04 merupakan mesin penyosoh hanjeli yang
dikembangkan oleh Laboratorium Alat dan Mesin Pertanian, Departemen Teknik
Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran. Prinsip kerja mesin ini
menggunakan silinder penyosoh berupa batu abrasif sebanyak 23 buah yang
berputar pada poros horizontal. Hanjeli akan tersosoh melalui gesekan yang
dihasilkan oleh perputaran batu abrasif yang berputar. Bagian-bagian penyusun
mesin penyosoh hanjeli TEP-04 dapat dilihat pada Gambar 8, 9, dan 10.
Gambar 8. Unit Penyosoh Mesin Penyosoh Hanjeli TEP-04
13
Gambar 9. Mesin Penyosoh Hanjeli TEP-04
Gambar 10. Tampak Belakang Mesin Penyosoh Hanjeli TEP-04
(Sumber: Itasari, 2017)
Menurut Itasari (2017) mekanisme mesin penyosoh hanjeli TEP-04 melakukan
dua fungsi kerja secara langsung, yaitu mengupas dan menyosoh. Seharusnya
penggunaan batu gerinda lebih efektif apabila digunakan khusus untuk penyosohan
karena prinsip kerjanya mengikis permukaan kulit, sedangkan untuk pengupasan
seharusnya menggunakan prinsip pisau pengupas. Prinsip penggunaan 23 buah batu
gerinda disusun secara horizontal, semua batu gerinda tersebut disusun pada sebuah
poros dengan kecepatan putar sebesar 1410-1500 rpm yang memiliki fungsi
mengikis permukaan hanjeli, butiran hanjeli yang terjepit di dalam ruang
penyosohan ikut bergerak yang mengakibatkan terjadinya gesekan antara sesama
biji hanjeli dan juga biji hanjeli dengan permukaan diam yaitu saringan. Adapun
jenis saringan yang digunakan pada mesin ini yaitu jenis saringan berlubang elips.
Mesin penyosoh hanjeli TEP-04 beroperasi secara per batch, dimana biji hanjeli
disosoh di dalam ruang penyosohan selama 4 menit lalu dikeluarkan dilakukan
dengan 3x siklus dengan total waktu penyosohan 20 menit, hal ini dilakukan untuk
14
memutihkan hanjeli yang masih tersosoh sebagian dan hanjeli yang belum tersosoh.
Mesin penyosoh hanjeli TEP-04, memiliki kapasitas aktual sebesar 1,31 kg/jam,
efisiensi mesin 31,43%, rendemen penyosohan 22%, indeks performansi 0,77,
konsumsi bahan bakar 0,84 liter/jam, kebutuhan daya mesin 4,2 HP, tingkat
kebisingan mesin 92,9 Db, tingkat getaran pada rangka, mesin dan proses yaitu 48,7
mm/s, 89,8 mm/s dan 41,3 mm/s. Secara keseluruhan kinerja mesin penyosoh
hanjeli TEP-04 kurang maksimal, dikarenakan mesin melakukan dua fungsi kerja
secara bersamaan yaitu pengupasan dan penyosohan.
2.6 Jenis Plat Berlubang (Perforated Metal) Saringan
Plat berlubang merupakan suatu produk yang dihasilkan dalam proses
manufaktur pada lembaran plat. Pada proses ini lembaran plat dibentuk dengan cara
melubangi lembaran plat tersebut. Adapun bahan pembuatan lembaran plat
berlubang dapat terbuat dari bahan jenis besi, alumunium, stainless steel, bronze,
titanium dan brass.
Jenis-jenis plat berlubang berdasarkan bentuk lubangnya digolongkan pada
empat jenis, yaitu:
1) Lubang bulat
Jenis plat berlubang bulat ini memiliki tiga tipe ukuran standar 45°, 60° dan
90°. Ketiga tipe ukuran standar tersebut menentukan jarak antara satu lubang
dengan lubang yang lainnya. Tiga tipe ukuran standar tersebut menentukan jarak
antara satu lubang dengan lubang lainnya. Tiga tipe ukuran standar plat berlubang
bulat dapat terlihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Tipe Ukuran Standar Plat Berlubang Bulat (a) Standar 45° b) Standar
60° c) Standar 90° (Sumber : Ruiz, 2005)
Jenis dan kerapatan lubang satu dengan lainnya menentukan terhadap
kekuatan-kekuatan plat berlubang tersebut. Semakin banyak lubang pada plat maka
15
semakin besar pula area terbuka. Besarnya area terbuka ini berbanding terbalik
dengan kekuatan plat.
2) Lubang persegi
Plat berlubang persegi ini terdapat dua tipe yaitu plat berlubang persegi
teratur dan plat berlubang persegi teratur bergiliran seperti dapat terlihat pada
Gambar 12.
Gambar 12. a). Plat Berlubang Persegi Teratur Bergiliran b). Plat Berlubang
Persegi Teratur (Sumber: Ruiz, 2005)
3) Lubang elips
Plat lubang elips selain banyak digunakan dalam industri juga banyak
digunakan untuk proses sortasi dan grading biji-bijian atau barang tambang. Plat
berlubang elips ini terdapat tiga tipe yaitu tipe sisi, akhir dan lurus seperti pada
Gambar 13.
Gambar 13. a). Tipe Sisi b). Tipe Akhir c). Tipe Lurus (Sumber: Ruiz, 2005)
4) Lubang desain khusus
Kekurangan jenis plat berlubang ini jauh lebih mahal dibandingkan plat
berlubang dengan bentuk lubang standar. Beberapa contoh plat berlubang desain
khusus ini dapat dilihat pada Gambar 14.
16
Gambar 14. a) Tipe Louver b) Tipe Cane c) Tipe Hexagonal (Sumber: Ruiz, 2005)
2.7 Blower Sentrifugal
Blower adalah mesin atau alat yang digunakan untuk menaikkan atau
memperbesar tekanan udara atau gas yang akan dialirkan dalam satu ruangan
tertentu sebagai pengisapan atau pemvakuman udara atau gas tertentu. Blower
sentrifugal menghisap udara atau gas yang masuk dalam arah aksial dan keluar
dalam arah radial. Blower sentrifugal dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Blower Sentrifugal (Sumber: Widjaja, Suparman. 2016)
2.8 Analisis Teknik
Aspek teknik yang dipertimbangkan dalam analisis teknik mesin penyosoh
hanjeli adalah analisis yang meliputi: analisis kebutuhan daya, analisis unit
transmisi, analisis poros, analisis spi, analisis bantalan, analisis kekuatan rangka
dan analisis kekuatan las. Analisis teknik bertujuan untuk mengetahui kekuatan
bahan dari setiap komponen mesin yang dilakukan dengan cara perhitungan secara
teoritis dan pengamatan langsung yang terjadi di lapangan.
2.8.1 Kebutuhan Daya Penggerak
Unit penyosoh biji hanjeli ini menggunakan motor listrik sebagai sumber
daya penggeraknya. Besarnya daya yang diperlukan oleh mesin perlu dihitung
untuk mengetahui secara teoritis agar dapat diketahui berapa kebutuhan daya
penggerak yang dibutuhkan untuk dapat menggerakkan mesin. Adapun perhitungan
daya penggerak menggunakan Persamaan 6 (Hall et. Al, 1983):
17
P = 2π x Mt x N
60.………………………………………………………(6)
Keterangan:
P = Daya yang dibutuhkan (Watt)
N = Jumlah putaran puli (rpm)
𝑀𝑡 = Momen punter (Nm)
Besarnya momen punter silinder penyosoh (Mt) dicari dengan
menggunakan Persamaan 7 sebagai berikut:
Mt = f x S x A x R ……………………………………………..........(7)
Keterangan:
Mt = Momen punter (Nm)
f = Koefisien gesek antara biji hanjeli dengan silinder (dianggap
mendekati sorgum f = 0,7)
S = Tekanan desak (N/m2)
A = Luas permukaan silinder penyosoh (m2)
R = Jari-jari silinder penyosoh (m)
Gaya tangensial pada silinder penyosoh (𝐹𝑡) dihitung dengan menggunakan
Persamaan 8 berikut:
Ft = m x g ……………………………………...…………...…......(8)
Keterangan:
Ft = Gaya tangensial (N)
m = Berat silinder penyosoh (kg)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
2.8.2 Analisis Unit Transmisi
Analisis unit transmisi bertujuan untuk menentukan jumlah sabuk dan puli
yang diperlukan dalam transmisi mesin kemudian dicocokkan dengan kebutuhan
diameter poros transmisi. Sistem transmisi pada sebuah mesin diperlukan untuk
menyalurkan daya yang berasal dari motor penggerak sehingga seluruh komponen
mesin dapat berfungsi secara optimal. Berikut adalah beberapa faktor yang perlu
dihitung dalam menentukan sistem transmisi:
a) Transmisi sabuk
1) Panjang sabuk, L (m)
18
L = 2C + 𝜋
2 (d1 + d2) +
1
4𝐶 (d1 – d2)2 ………………….....………(9)
Keterangan:
L = Panjang sabuk (inchi)
C = Jarak sumbu antara kedua puli (m)
d1 = Diameter puli silinder penyosoh (inchi)
d2 = Diameter puli motor bensin (inchi)
2) Massa sabuk, m (kg)
m = 𝜌 .A. l …………...…………………………...……………….(10)
Keterangan:
m = Massa sabuk (kg)
𝜌 = Massa jenis sabuk (kg/m3)
A = Luas penampang sabuk (m2)
I = Panjang sabuk (m)
3) Kecepatan linier sabuk, v (m/s)
v = 𝜋.𝑑1.𝑛1
60 ...……………..……………………………………......(11)
Keterangan:
v = Kecepatan linier sabuk (m/s)
d = Diameter puli (m)
n = Jumlah putaran (rpm)
4) Sudut kontak sabuk dan puli (𝛼)
𝛼 = 180 ± 2arcsin 𝐷−𝑑
2𝑐 ……………………………...…………….(12)
Keterangan:
α1 = Sudut kontak
D = Diameter puli besar (inchi)
d = Diameter puli kecil (inchi)
c = Jarak antar pusat puli (m)
5) Tegangan sabuk pada sisi kencang, 𝑇1 (N)
𝑇1 = 𝜎𝑎. A ………………………………………………………....(13)
Keterangan:
T1 = Tegangan pada sisi kencang (N)
σa = Maksimal allowable stress (Pa)
19
A = Luas penampang sabuk (m2)
6) Tegangan Sabuk pada Sisi Kendur, 𝑇2 (N)
𝑇1− 𝑚𝑣2
𝑇2− 𝑚𝑣2 = e
𝑓𝛼
𝑠𝑖𝑛 𝜃2⁄
⁄ ……………………………………….…...…...(14)
Keterangan:
T1 = Tegangan pada sisi kencang (N)
T2 = Tegangan pada sisi kendur (N)
m = Massa sabuk (kg)
v = Kecepatan linier sabuk (m/s)
α1 = Sudut kontak
𝜇 = Koefisien gesek
θ = Sudut alur sabuk-V
7) Daya per sabuk, P (W)
P = (𝑇1 - 𝑇2) v ……………………………………………(15)
Keterangan:
P = Daya per sabuk (Watt)
T1 = Tegangan pada sisi kencang (N)
T2 = Tegangan pada sisi kendur (N)
v = Kecepatan linier sabuk (m/s)
8) Jumlah Sabuk pada Transmisi, 𝑁𝑠 (unit sabuk)
n = 𝑃𝑡/P …………………………….…………………….(16)
Keterangan:
n = Jumlah sabuk
Pt = Kebutuhan daya (Watt)
P = Daya per sabuk (Watt)
b) Analisis Poros
Poros merupakan salah satu bagian penting dari setiap mesin. Hampir semua
mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan utama dalam
transmisi seperti itu dipegang oleh poros (Sularso dan Suga, 1997). Putaran yang
cepat akan mengakibatkan puntiran dan momen lentur pada poros, untuk
mengurangi hal itu diameter poros harus sesuai. Menurut Hall et al (1983), diameter
poros dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 17 berikut:
20
ds3 = 22 )()(
16ttbb xMKxMK
xSs
.......................................(17)
Keterangan:
ds = Diameter poros (mm)
kb = Faktor koreksi momen lentur
Mb = Momen lentur maksimal (Nm)
Kt = Faktor koreksi momen puntir
Mt = Momen torsi (Nm)
Ss = Tegangan geser yang diizinkan (Pa)
Momen punter dapat dihitung dengan Persamaan 18:
Mt = p
𝜔 ……………………………………………………...(18)
Keterangan:
P = Daya yang ditransmisikan (Watt)
𝜔 = Kecepatan sudut poros transmisi (rad/detik)
Sedangkan nilai faktor koreksi momen lentur (Kb) dan faktor koreksi
momen puntir (Kt) dipengaruhi oleh jenis beban yang bekerja pada poros, seperti
dapat dilihat pada Tabel 3.
Sedangkan nilai shear stress (Ss) menurut Hall et al (1983) adalah:
Ss = 40 MN/𝑚2 untuk poros dengan alur spi
Ss = 55 MN/𝑚2 untuk poros tanpa alur spi
Tabel 3. Nilai Kb dan Kt pada Poros Berputar
Jenis Pembebanan Kb Kt
Tanpa guncangan 1,5 1,0
Guncangan kecil 1,5 – 2.0 1,0 – 1,5
Guncangan besar 2,0 – 3,0 1,5 – 3,0 Sumber: Hall et al (1983)
Deformasi yang disebabkan oleh momen puntir pada poros harus dibatasi,
untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja normal, besarnya
defleksi puntiran dibatasi 0,25-0,3 derajat (Sularso dan Suga, 1997). Besarnya
defleksi puntiran dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 19;
θ = 584 𝑇 𝑙
𝐺 𝑑4 ………………………………………………………(19)
21
Keterangan:
θ = Defleksi puntiran (°)
d = Diameter poros (mm)
l = Panjang poros (mm)
T = Momen puntir (kg.mm)
G = Modulus geser (kg/𝑚𝑚2)
2.8.3 Analisis Spi
Spi atau pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan
bagian-bagian seperti roda gigi, sprocket, puli, kopling yang dipasang pada poros.
Momen diteruskan ke naf atau dari naf ke poros. Berdasarkan letaknya pada poros
spi (pasak) dibedakan menjadi empat macam, yaitu pasak pelana, pasak rata, pasak
benam dan pasak singgung. Keterangan ukuran dan gaya yang bekerja pada spi
disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Gaya-gaya yang Bekerja pada Spi (Sumber: Sularso dan Suga, 1997)
Berdasarkan Gambar 16, terjadi gaya geser pada spi yang bekerja pada
penampang b x l (mm2) karena adanya gaya F (N) dengan demikian tegangan
geser spi dapat dihitung berdasarkan Persamaan 20.
𝜏𝑘 =
𝐹
𝑏.𝑙
..............................................................................................(20)
Keterangan :
τk : Tegangan geser (N/mm2)
F : Gaya tangensial (N)
b : Lebar spi (mm)
l : Panjang spi (mm)
2.8.4 Analisis Pin
Pin merupakan suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-
bagian mesin agar tidak bergeser. Biasanya pin digunakan untuk mengikat puli,
22
sproket atau roda gigi pada poros. Momen torsi yang bekerja dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 21 sebagai berikut. (Sularso dan Suga, 1997):
T = 𝑃
𝜔 ……………………………………………………………...(21)
Keterangan:
T = Momen Torsi (Nm)
P = Daya (watt)
𝜔 = Kecepatan putar (rpm)
Gaya tangensial yang bekerja pada pin yang terletak pada komponen
elemen-elemen mesin dihitung menggunakan Persamaan 22 sebagai berikut:
F = T / r ……………………………………………………..........(22)
Keterangan:
F = Gaya tangensial (N)
T = Momen torsi (Nm)
r = Jari-jari poros (m)
Untuk menghitung besarnya diameter dari pin yang digunakan pada bagian-
bagian mesin agar tidak bergeser diperoleh dari nilai tekanan yang diizinkan, dapat
menggunakan Persamaan 23 dan 24 (Sularso dan Suga, 1997), sebagai berikut.
Ps = F
A =
f1
4πd2
………………………………………………………(23)
Sehingga,
d2 = F.4
ps π ……………………………………………………………(24)
Keterangan:
Ps = Tekanan yang diizinkan (N/𝑚2)
F = Gaya tangensial (N)
d = Diameter pin (m)
2.8.5 Analisis Bantalan (Bearing)
Bantalan merupakan elemen mesin yang menumpu poros berbeban,
sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus,
aman, dan memiliki umur yang panjang. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik
maka persentasi seluruh sistem akan menurun atau tak dapat bekerja dengan
semestinya (Sularso dan Suga, 1997). Beban yang ditopang oleh poros ketika proses
23
penyosohan berlangsung yaitu beban puli dan beban tegangan tali. Nilai beban
tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 25:
Fr = w1 + w2 + w3 + w4 …………………………………...…...(25)
Beban tersebut merupakan beban radial yang bias dihitung dengan Persamaan
26:
Pr = fw × Fr ………………………………………………...…..(26)
Keterangan:
Pr = Beban radial yang ditumpu
Fw = Faktor beban, nilainya sebesar 1,1 – 1,3 untuk kerja biasa
Fr = Beban radial yang dibawa poros
Selain beban yang yang mempengaruhi umur dari bantalan, faktor lain yang
mempengaruhi besarnya nilai faktor umur adalah kecepatan putaran poros.
Besarnya faktor kecepatan dapat dihitung dengan Persamaan 27.
f n = (33,3
n)
13⁄
……………………………………………………...(27)
Keterangan:
fn = Faktor kecepatan
n = Putaran poros
Umur nominal untuk bantalan dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 28 sebagai berikut:
Lh = 500 × f h3 …………………………………………………….(28)
2.8.6 Analisis Kekuatan Rangka
Rangka berfungsi sebagai penahan beban yang berada diatasnya dimana
rangka tersebut akan mengalami defleksi dan lengkungan sebagai akibat dari beban
yang di topangnya. Untuk menghitung besarnya lendutan dari rangka mesin
penyosoh hanjeli dapat dihitung menggunakan Persamaan 29 (Singer, 1995).
δ = P × L3
48 × E × I ............................................................................................... (29)
Keterangan:
δ = Lendutan (m)
P = Beban mesin pengupas kulit biji hanjeli (N)
E = Modulus elastisitas (KPa)
L = Panjang baris (m)
24
I = Momen Inersia
Kemudian lendutan yang terjadi pada rangka akibat beban yang ditopang
oleh rangka dibandingkan dengan lendutan izin dengan Persamaan 30 (Singer,
1995).
δizin=1
300 × L1......................................................................................... (30)
2.8.7 Analisis Kekuatan Las
Pengelasan adalah metode pengikat logam dengan leburan. Terdapat dua
tipe utama las yaitu las temu dan las sudut. Kekuatan sambungan las dilihat pada
panjang las yang dilakukan dan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 31
berikut (Singer et al., 1995):
F ≤ x t x l ..............................................................................................(31)
Keterangan:
F = Gaya yang bekerja pada rangka (N)
τ = Tegangan geser yang diizinkan (MPa)
t = Tebal pelat (mm)
l = Panjang las (mm)
2.8.8 Analisis Koefisien Gesekan
Unit penyosoh ini menggunakan gaya gesekan sebagai gaya utama dalam
penyosohan. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya gaya gesek dalam
penyosohan ini diantaranya yaitu kecepatan putar motor penggerak, kekasaran batu
gerinda, jenis lubang saringan, dan jarak (gap) antara silinder penyosoh dan
saringan. Untuk jarak antara silinder dan saringan dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 32, 33, dan 34 sebagai berikut:
a) Mengubah gerak rotasi menjadi gerak translasi dalam Persamaan 32:
v = 2.π.rpm
60 …………………………………………..………………….(32)
b) Mencari gaya penyosohan dapat digunakan Persamaan 33 sebagai berikut:
P = F . v ……………………………………………………..…………(33)
c) Gaya yang bekerja pada biji hanjeli yaitu gaya kinetik karena disebabkan
oleh gaya gesekan. Rumus gaya gesek yaitu:
𝐹𝑘 = 𝜇𝑘 . N ……………………………………………………………..(34)
25
2.9 Pengujian Mesin
Pengujian mesin dilakukan untuk mengetahui sejauh mana mesin dapat
bekerja sesuai spesifikasi yang diinginkan. Pengujian mesin merupakan dasar untuk
melakukan evaluasi mesin penyosoh hanjeli. Pengujian mesin secara garis besar
terdiri dari dua kategori yaitu uji fungsional dan uji kinerja, kedua pengujian
dilakukan sebagai berikut:
2.9.1 Uji Fungsional
Uji fungsional bertujuan untuk mengetahui kesesuaian fungsi mesin dan
komponen penyusunnya dibandingkan dengan fungsi yang diinginkan pada kriteria
perancangan. Ada dua jenis pengujian yang dilakukan yaitu pengujian verifikasi
dan pengujian kualitatif. Berikut ini penjelasannya:
a) Pengujian Verifikasi
Pengujian verifikasi dilakukan untuk pengamatan parameter kerja tiap
komponen mesin. Dari hasil pengujian ini diketahui mesin bekerja atau tidak.
b) Pengujian Kualitatif
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kelanjutan pengujian hasil verifikasi
dengan mengamati parameter fungsi kerja komponen dan kenyamanan yaitu:
1. Fungsi kerja tiap komponen
Parameter ini dilihat dari kerja komponen dalam menjalankan fungsinya
apakah sesuai dengan tujuan penggunaan atau tidak. Parameter ini dilihat
dari kemampuan komponen untuk bekerja sama dengan komponen lainnya.
2. Keamanan dan kenyamanan kerja mesin
Pada pengujian ini akan diamati komponen dan proses yang mungkin dapat
membahayakan keselamatan operator untuk kemudian dicari solusinya.
Solusi dapat berupa penyesuaian dari komponen mesin atau penyesuaian
dari operator.
2.9.2 Uji Kinerja
Uji kinerja dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kinerja mesin yang telah
dibuat dengan spesifikasi yang diinginkan dalam kriteria perancangan. Adapun
parameter yang diuji yaitu: kapasitas teoritis dan aktual mesin, efisiensi mesin,
rendemen penyosohan, kebutuhan daya aktual, energi spesifik, kebisingan mesin,
26
dan getaran mesin. Penjabaran dari masing-masing uji tersebut adalah sebagai
berikut:
a) Kapasitas Teoritis Mesin
Perhitungan kapasitas teoritis dengan sistem batch mengacu pada
perhitungan mesin penyosoh sorgum TEP–3 oleh Yusuf dan Suharto (2011), yaitu
berdasarkan pada hasil pengukuran densitas hanjeli, volume ruang penyosohan dan
waktu penyosohan. Untuk menghitung kapasitas teoritis mesin (sistem batch)
digunakan Persamaan 35 sebagai berikut :
𝐾𝑡 =𝜌 .𝜋.𝑙.(𝑟0
2− 𝑟12).60
𝑡 ………………………………………………(35)
Keterangan :
𝐾𝑡 = Kapasitas teoritis mesin (kg/jam)
𝜌 = Densitas biji hanjeli pecah kulit (kg/m3)
𝑟1 = Jari – jari silinder sosoh (m)
𝑟0 = Jari- jari saringan (m)
l = Panjang ruang penyosohan (m)
t = Waktu penyosohan (menit)
b) Kapasitas Aktual Mesin
Kapasitas aktual merupakan kemampuan yang dimiliki suatu mesin untuk
melakukan penyosohan hanjeli dalam selang waktu tertentu. Perhitungan kapasitas
aktual penyosohan dapat ditulis dengan Persamaan 36 (SNI 0835:2008):
Ka = Mk60
tk........................................................................................(36)
Keterangan:
Ka = Kapasitas aktual mesin penyosoh (kg/jam)
Mk = Berat hanjeli sosoh yang keluar dari mesin (kg)
tk = Waktu yang dibutuhkan untuk penyosohan (menit)
c) Efisiensi Mesin
Efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas aktual dengan kapasitas
teoritis. Efisiensi penyosohan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 37:
Ef =Ka
Kt100%...................................................................................(37)
Keterangan:
Ef = Efisiensi mesin (%)
27
Ka = Kapasitas penyosohan aktual (kg/jam)
Kt = Kapasitas penyosohan teoritis (kg/jam)
d) Rendemen Penyosohan
Rendemen penyosohan hanjeli dapat dihitung dengan membandingkan
massa hanjeli yang sudah tersosoh pada saluran pengeluaran dengan massa awal
hanjeli yang masuk ke dalam hopper. Rendemen penyosohan dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 38 (SNI 0835:2008):
𝑅𝑘 =𝑚𝑡
𝑚𝑖𝑛100%................................................................................(38)
Keterangan:
Rk = Rendemen biji hanjeli tersosoh (%)
mt = massa biji hanjeli yang tersosoh (kg)
m𝑖𝑛 = massa biji hanjeli yang dimasukkan ke dalam hopper (kg)
e) Pengujian Daya Aktual Mesin
Pengujian daya mesin dilakukan untuk mengetahui kesesuaian daya yang
dibutuhkan mesin dengan daya yang disediakan oleh motor penggerak. Pengujian
ini dilakukan dengan mengukur daya aktual dari motor yang digunakan saat motor
beroperasi menggerakkan mesin. Daya aktual adalah daya yang sebenarnya
digunakan saat motor beroperasi menggerakkan mesin.
f) Energi Spesifik
Perhitungan energi spesifik penyosohan hanjeli pecah kulit bertujuan untuk
mengetahui besaran energi yang diperlukan untuk menyosoh bahan setiap kg.
Perhitungan energi spesifik dihitung dengan Persamaan 39 sebagai berikut:
Wes = 3600
J
jam W x P
Ka …………………………………………………..(39)
Keterangan:
Wes = Energi spesifik (J/kg)
P = Daya motor (W)
Ka = Kapasitas aktual (kg/jam)
g) Tingkat Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran. Nilai ambang batas kebisingan sesuai
28
dengan pasal 3 pada KEPMENAKER No. Kep/51/Men/1999 ditetapkan sebesar 85
dbA. Pengendalian kebisingan dilakukan dengan mengatur waktu kerja dengan
tingkat paparan kebisingan seperti yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu pemajanan per hari Intensitas Kebisingan dalam dBA
8 Jam 85
4 Jam 88
2 Jam 91
1 Jam 94
30 Menit 97
15 Menit 100
7,5 Menit 103
3,75 Menit 106
1,88 Menit 109
0,94 Menit 112
28,12 Detik 115
14,06 Detik 118
7,03 Detik 121
3,52 Detik 124
1,76 Detik 127
0,88 Detik 130
0,44 Detik 133
0,22 Detik 136
0,11 Detik 139
Catatan: Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.
h) Getaran
Getaran dalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah
bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya (KEPMENAKER No. Kep-
51/Men/1999). Getaran yang dihasilkan dari mesin dapat bersumber dari daya
penggerak (motor) karena putaran yang sangat tinggi. Analisis getaran diperlukan
untuk mengetahui seberapa besar tingkat getaran yang diterima oleh operator,
karena jika melebihi ambang batas maka dapat menyebabkan sindrom getaran
(vibration sindrome) atau bisa disebut dengan istilah mati rasa pada tangan dan jari
yang disebabkan karena turunnya aliran darah ke jari tangan. Untuk mengurangi
efek negatif akibat penggunaan peralatan bergetar dianjurkan untuk tidak
melakukan kontak dengan getaran 50% dari waktu kerja atau direkomendasikan
untuk beristirahat setiap 1-1,5 jam dengan gemastik tangan antara 5-10 menit
Sumber : Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep-51/Men/1999
29
(Istigno, 1971). Klasifikasi getaran yang terjadi pada mesin mengacu pada ISO
10816-1: 1995(E) seperti yang tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Pedoman untuk Besarnya Getaran Pada Mesin, Mesin dengan Daya Kecil
(kurang dari 15 kW)
Good 0 to 0,71 mm/s
AcepTabel 0,72 to 1,81 mm/s
Still permissible 1,81 to 4,5 mm/s
Dangerous > 4,5 mm/s (Sumber : ISO 10816-1 (1995))
Adapun hubungan lamanya jam kerja operator dengan getaran mesin
berdasarkan keputusan menteri tenaga kerja No Kep.51/MEN/1999 dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Ambang Batas Getaran
Jumlah waktu
pemajanan per hari
kerja
Nilai percepatan pada frekuensi dominan
Meter per detik kuadrat
Gram ( m / det2 ) Gram
4 jam dan kurang dari 8 jam
4
0,40
2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61
1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81
Kurang dari 1 jam
12
1,22
(Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep-51/Men/1999)