22
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja juga sering disebut sebagai masa dimana seseorang menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat nampak dalam berbagai aspek dari anak-anak menuju dewasa (Hurlock, 2004). Untuk batasan usia remaja sangat bervariasi, banyak sumber yang dapat diperhatikan diantaranya : a. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), batasan usia remaja adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun b. Menurut Wong (2008), masa remaja dibagi kedalam tiga tahap yaitu : 1) Tahapan masa remaja awal dengan rentang usia 11 sampai 14 tahun 2) Tahapan masa remaja pertengahan dengan rentang usia 15 sampai 17 tahun 3) Tahapan masa remaja akhir dengan rentang usia 18 sampai 20 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remajarepository.uksw.edu › bitstream › 123456789 › 11856 › 2 › T1_462012… · Keputihan merupakan gejala yang umum sering

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 11

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Remaja

    2.1.1 Definisi Remaja

    Kata remaja berasal dari bahasa latin adolescere yang

    artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa

    remaja juga sering disebut sebagai masa dimana seseorang

    menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan

    yang sangat nampak dalam berbagai aspek dari anak-anak

    menuju dewasa (Hurlock, 2004). Untuk batasan usia remaja

    sangat bervariasi, banyak sumber yang dapat diperhatikan

    diantaranya :

    a. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),

    batasan usia remaja adalah mereka yang berusia 10

    sampai 19 tahun

    b. Menurut Wong (2008), masa remaja dibagi kedalam tiga

    tahap yaitu :

    1) Tahapan masa remaja awal dengan rentang usia 11

    sampai 14 tahun

    2) Tahapan masa remaja pertengahan dengan rentang usia

    15 sampai 17 tahun

    3) Tahapan masa remaja akhir dengan rentang usia 18

    sampai 20 tahun

  • 12

    Untuk itu dapat disimpulkan bahwa remaja adalah suatu

    tahap peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa

    dengan ditandai dengan beberapa perubahan pada aspek

    fisik, psikis maupun sosial seorang remaja dengan batasan

    usia 10 atau 12 tahun – 18 atau 20 tahun dan belum menikah.

    2.1.2 Karakteristik Perkembangan Remaja

    a. Perkembangan Biologis

    Perkembangan biologis pada tahap ini dapat dilihat melalui

    perubahan khusus yang terjadi ketika pubertas yaitu,

    perubahan pada tinggi badan, organ seks sekunder,

    perkembangan pada organ-organ reproduksi, perubahan

    komposisi tubuh dan perubahan sistem sirkulasi serta

    sistem respirasi yang berhubungan dengan aktivitas serta

    kebutuhan tubuh seseorang. Dalam tahap perkembangan

    biologis banyak anak-anak merasa kurang puas sehingga

    kadang tercipta konsep diri yang kurang baik

    (Hurlock,2004).

    b. Perkembangan Psikososial (pengembangan identitas diri)

    Erikson melalui teori perkembangan psikososialnya

    menyebutkan bahwa remaja akan menghadapi krisis yang

    mengakibatkan terbentuknya identitas (Wong, 2008).

    Tahapan remaja awal dimulai dengan tanda-tanda

    pubertas, berkembangnya kesiapan mengontrol emosi dan

  • 13

    perubahan fisik. Selanjutnya remaja dihadapkan pada

    identitas versus kebingungan identitas. Remaja pada tahap

    awal harus mampu menyelesaikan masalah tentang

    hubungan dengan teman seumuran sebelum mereka akan

    mampu untuk menyesuaikan dengan pertanyaan tentang

    diri mereka dan peran dalam keluarga serta lingkungan

    sekitar mereka.

    c. Perkembangan Kognitif

    Teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh

    Piaget menyebutkan bahwa remaja ada pada tahap

    operasional formal dimana mereka mulai berpikir secara

    abstrak, logis dan dapat membuat suatu kesimpulan akhir

    berdasarkan informasi yang tersedia (Wong, 2008). Pada

    tahap ini mereka mulai berpikir tentang diri sendiri serta

    apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka.

    d. Perkembangan Moral

    Menurut Kohlberg dalam teori perkembangan moral

    menyebutkan bahwa remaja pada tingkat ini dapat

    memahami tugas dan tanggung jawab, memahami

    perbuatan itu benar atau salah, konsekuensi atas setiap

    tindakan (Wong, 2008). Perkembangan moral seorang

    anak banyak dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan

  • 14

    sekitarnya, namun demikian kadang mereka tidak patuh

    terhadap aturan tersebut.

    e. Perkembangan Spiritual

    Pada tahap ini remaja mulai mempertanyakan nilai dan

    keyakinan yang berlaku dalam keluarga mereka. Mereka

    mungkin memerlukan pendalaman terhadap konsep

    keberadaan Tuhan dan pada akhirnya menghasilkan suatu

    keyakinan yang akan mempengaruhi kehidupan

    spritualitas mereka.

    f. Perkembangan Sosial

    Dalam tahap perkembangan sosial, seorang remaja untuk

    memperoleh kematangan penuh harus membiasakan diri

    tidak terlalu didominasi keluarga dan menjadi pribadi yang

    mandiri dari pengawasan orang tua. Namun, proses

    remaja yang ingin mandiri, dewasa dan tidak bergantung

    pada orang tua ini kadang disertai rasa takut untuk

    memahami konsekuensi yang akan dihadapi.

    2.2 Konsep Dasar Keputihan

    2.2.1 Definisi Keputihan

    Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah

    berlebihan dari biasanya, dapat berbau atau pun tidak, dan

    kadang disertai rasa gatal atau pun tidak (Eny, 2011).

    Keputihan merupakan gejala yang umum sering terjadi

  • 15

    dengan banyak penyebab. Keputihan bukan suatu penyakit

    sendiri, tetapi merupakan tanda dan gejala gejala dari hampir

    semua penyakit kandungan (Winkjosastro, 2009).

    2.2.2 Etiologi Keputihan

    Etiologi keputihan atau flour albus sangat beragam

    jenisnya. Dalam keadaan normal terdapat sejumlah sekret

    yang memiliki fungsi untuk menjaga kelembaban vagina, dan

    berfungsi melindungi vagina dari berbagai macam infeksi.

    Etiologi keputihan tergantung dari jenisnya, yang bersifat

    fisiologis memiliki etiologi yang berbeda dengan keputihan

    yang bersifat patologis (Winkjosastro, 2009). Menurut

    Ayuningsih,et al (2010) berikut adalah perbedaan keduannya

    :

    a. Keputihan Fisiologis

    Keputihan fisiologis dapat ditemukan pada keadaan seperti

    berikut ini :

    1) Ketika haid pertama kali (menarche) keputihan juga

    dapat terjadi. Ini disebabkan adanya pengaruh hormon

    estrogen. Akan tetapi keputihan ini dapat menghilang

    dengan sendirinya.

    2) Ketika wanita mengalami masa ovulasi yaitu kurang

    lebih 12-14 hari, respon tubuh normal yang biasa keluar

  • 16

    selama periode siklus haid dan dalam keadaan stres

    atau emosional.

    b. Keputihan Patologis

    Keputihan patologis dapat disebabkan oleh berbagai faktor

    yang datang dari luar maupun dari dalam individu tersebut

    seperti :

    1) Infeksi

    a) Infeksi Jamur (Candida Albicans)

    Infeksi yang disebabkan oleh jamur ini secara alamiah

    terdapat dalam vagina (liang sanggama) dan usus,

    bersama dengan berbagai bakteri dan jamur lainnya.

    Keasaman pH dalam vagina berfungsi melindungi vagina

    dari organisme yang dapat membahayakan jika

    ditemukan dalam jumlah berlebihan. Ketika asam basa

    vagina (pH Vagina) terganggu maka akan membuat

    jamur berpotensi menjadi infeksi. Kehangatan dan

    kelembaban merupakan tempat ideal bagi pertumbuhan

    jamur ini (Sibagariang, 2010).

    b) Parasit (Trichomonas Vaginalis)

    Seperti Candida Albicans, Trichomonas Vaginalis

    merupakan salah satu penyebab keputihan dan sering

    terdapat pada vagina tanpa menimbulkan gejala. Akan

    tetapi bila terdapat Trichomonas vaginalis dalam jumlah

  • 17

    berlebihan maka suatu infeksi akan menyerang. Biasanya

    akan keluar pergetahan iritatif, berwarna hijau

    kekuningan atau abu-abuan (Clayton,2008).

    c) Bakteri

    Jenis - jenis bakteri yang dapat menyebabkan keputihan

    adalah, Clamidia trakomatis, Gonokokus, Grandnerella,

    dan Treponema pallidum (Jawetz, 2004).

    d) Virus

    Sering disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV)

    dan Herpes Simpleks (VHS). Keluhan yang timbul pada

    infeksi VHS berupa rasa terbakar, nyeri, tersebut

    sedangkan HPV ditandai dengan kondiloma akuminata

    (kutil yang terdapat di dalam atau di sekitar vagina),

    cairan berbau dan tanpa rasa gatal (Jawetz, 2004).

    Selain infeksi di atas ada juga etiologi lainnya yang

    menyebabkan terjadinya keputihan menurut Clayton (2008)

    antara lain:

    2) Penggunaan Bubuk pencucidan Sabun Obat

    Bubuk pencuci mengandung zat kimia yang keras

    sehingga zat ini akan mengiritasi daerah-daerah lunak

    seperti vagina. Zat ini juga dapat mematikan

    keseimbangan ekologi alamiah yang menguntungkan pada

    daerah vagina sehingga bakteri-bakteri yang merugikan

  • 18

    akan berkembang dalam jumlah banyak, demikian juga

    sabun obat. Sebenarnya kita tidak perlu menggunakan

    sabun obat untuk membersihkan vagina, sebab vagina

    sudah mempunyai cairan tersendiri atau mekanisme

    tersendiri dalam pembersihan vagina, cukup dengan air

    mengalir saja.

    3) Penggunaan Cairan Antiseptik untuk Vagina.

    Penggunaan cairan antiseptik dapat mematikan bakteri

    alamiah yang ada di vagina. Hal ini dapat menyebabkan

    keseimbangan mikroorganisme terganggu. Bakteri yang

    seharusnya menjaga keseimbangan vagina justru

    mengakibatkan infeksi yang tidak di inginkan.

    4) Penggunaan Celana Dalam dan Penggunaan Celana

    Panjang yang Ketat

    Celana dalam yang digunakan sebaiknya yang berbahan

    katun sehingga dapat menyerap keringat. Ketika kita

    menggunakan celana dalam yang terbuat dari bahan

    seperti nilon maka akan menyebabkan kelembaban di

    bagian vagina karena bahan ini tidak menyerap keringat.

    Selain celana dalam, celana panjang ketat juga dapat

    menyebabkan keputihan. Pasalnya celana yang ketat

    menganggu sirkulasi udara di sekitar vulva (genital luar).

    Campuran sekresi alamiah vagina serta keringat yang

  • 19

    bertumpukan akan membuat lingkungan vagina terasa

    lembab sehingga cocok untuk pertumbuhan jamur.

    5) Penggunaan Pembalut wanita

    Penggunaan pembalut wanita ketika wanita dalam masa

    menstruasi sebaiknya jangan digunakan terlalu lama

    karena sangat tidak baik bagi organ kewanitaan mengingat

    darah bersifat alkali sehingga membuat vagina peka

    terhadap candida. Ketika haid pembalut ayng digunakan

    sebaiknya diganti minimal 1 hari 3 kali.

    6) Kebersihan Vagina yang Kurang Terjaga

    Kebersihan daerah vagina harus selalu dalam keadaan

    bersih, sehingga tidak akan menciptakan masalah-

    masalah berkaitan dengan kesehatan seperti keputihan.

    Yang paling sering disepelekan adalah ketika menyentuh

    vagina tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.

    2.2.3 Jenis – Jenis Keputihan

    Berdasarkan jenis-jenis keputihan, maka keputihan dibagi

    menjadi dua bagian yaitu keputihan yang bersifat fisiologis

    dan keputihan yang bersifat patologis.

    a. Keputihan Fisiologis

    Menurut Eny (2011), keputihan fisiologis adalah keputihan

    dengan cairan berwarna putih, tidak menimbulkan bau dan

    jika dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan

  • 20

    adanya kelainan. Keputihan fisiologis merupakan respon

    normal tubuh yang biasanya keluar sebelum, saat dan

    sesudah masa siklus haid. Keputihan yang bersifat

    fisiologis merupakan salah satu proses normal dari tubuh

    yang menjaga keasaman pH wanita. Penyebab keputihan

    dapat secara normal dipengaruhi oleh hormon tertentu

    (Clayton,2008).

    b. Keputihan Patologis

    Keputihan yang patologis biasanya menunjukan terjadi

    sesuatu hal yang harus diwaspadai, biasanya disebabkaan

    oleh ketidakseimbangan flora normal dalam organ

    kewanitaan. Semestinya ada mikroorganisme baik yang

    melindungi organ kewanitaan namun berganti dengan

    kuman-kuman yang disebabkan oleh infeksi, keganasan

    atau perilaku vulva hygiene yang tidak baik, oleh sebab itu

    muncullah keputihan patologis berupa cairan berwarna

    seperti susu atau hijau, kuning, cairan yang keluar berbau,

    sangat gatal dan kadang disertai nyeri (Wijayanti, 2009).

    2.2.4 Gejala Keputihan

    Menurut Wijayanti (2009) gejala keputihan adalah

    sebagai berikut :

    a. Keputihan normal :

    1) Cairan yang keluar encer, tidak lengket

  • 21

    2) Berwarna bening, kadang agak putih dan tidak berbau

    atau tidak menyengat

    3) Tidak gatal dan hadir dalam jumlah yang sedikit.

    b. Keputihan tidak normal

    Keputihan tidak normal biasanya merupakan tanda atau

    gejala adanya infeksi pada organ kewanitaan, gejalanya

    seperti berikut :

    1) Cairan yang keluar bersifat sangat kental, lengket

    2) Berwarna putih susu, kuning, hijau, atau keabu-abuan

    3) Terasa gatal disertai bau tidak sedap

    4) Jumlah banyak dan meninggalkan bercak pada celana

    dalam.

    2.2.5 Penatalaksanaan Keputihan

    Dalam penatalaksanaan keputihan ada beberapa hal

    yang bisa dilakukan diantaranya melalui pencegahan dan

    pengobatan yang diharapkan dapat mencegah terjadinya

    infeksi berulang pada penderita keputihan (Eny, 2011).

    Apabila keputihan yang dialami adalah yang fisiologik maka

    tidak perlu pengobatan, cukup hanya dengan meningkatkan

    kebersihan bagian organ kewanitaan. Beda halnya jika yang

    terjadi adalah keputihan yang patologik, sebaiknya segera

    memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat, tujuannya

    menentukan letak bagian yang sakit, apa penyebab

  • 22

    spesifiknya dan dari mana keputihan itu berasal. Pemeriksaan

    dengan menggunakan anamnesis yang tepat, pemeriksaan

    laboratorium, serta pemeriksaan fisik genetalia akan sangat

    membantu dalam memperjelas dan menentukan kebijakan

    penatalaksanaan berdasarkan gejala tersebut. Terapi

    farmakologi dan terapi nonfarmakologi sangat baik untuk

    pencegahan keputihan.

    Terapi farmakologi berupa pemberian obat-obat,

    umumnya diberikan untuk menimalisir keluhan terkait

    keputihan sesuai dengan penyebabnya. Sedangkan menurut

    Koronek dan Muhammad dalam Putriani (2012) terapi non

    farmakologi lebih dituntut pada perilaku hidup sehat dari

    individu tersebut, seperti:

    a. Menerapkan pola hidup sehat yaitu mengkonsumsi

    makanan bergizi, olahraga yang rutin, serta istirahat yang

    cukup.

    b. Selalu menjaga kebersihan organ kewanitaan, dapat

    dilakukan dengan menjaga agar vagina tetap kering, tidak

    lembab, biasakan membersihkan tangan sebelum

    meyentuh vagina, dan biasakan untuk membilas dengan

    menggunakan pembersih yang tidak menganggu pH pada

    daerah vagina.

  • 23

    c. Biasakan membasuh vagina dengan cara yang benar

    setiap BAK dan BAB. Ditekankan pada kebiasaan setelah

    BAB yaitu bersihkan dengan air dengan arah yang benar

    untuk mencegah penyebaran bakteri dari anus masuk ke

    vagina.

    d. Ketika menggunakan pembalut atau pantyliner sebaiknya

    tidak digunakan untuk waktu yang lama supaya tidak ada

    mikroorganisme yang tidak baik berkembang disana.

    e. Memperhatikan pakaian yang digunakan, terutama

    penggunaan celana dalam serta celana panjang.

    Gunakanlah celana yang memiliki bahan menyerap

    keringat dan sebisa mungkin mengurangi pemakaian

    celana yang ketat.

    f. Kurangi untuk kegiatan yang membuat kita letih dan

    berkeringat berlebihan atau jika sudah melakukan kegiatan

    tersebut atau pakaian dalam kondisi basah, segera mandi

    dan bersihkan tubuh khususnya daerah kemaluan.

    2.2.6 Konsep Dasar Vulva Hygiene

    Pengetahuan dan sikap yang baik terkait personal

    hygiene sangat penting bagi kehidupan setiap individu.

    Manfaat yang bisa didapatkan kemudian tentunya berdampak

    pada kesehatan seseorang, misalnya vulva hygiene dan

    hubungannya dengan keputihan (IBI, 2006). Vulva hygiene

  • 24

    merupakan suatu langkah untuk tetap menjaga kesehatan

    organ reproduksi. Memperhatikan vulva hygiene memiliki

    banyak tujuan yang baik diantaranya menjaga kebersihan diri,

    mencegah infeksi berlanjut pada vagina serta meningkatkan

    kepercayaan diri seseorang. Menurut Wijayanti (2009),

    tindakan vulva hygiene yang baik dan benar :

    a. Mencuci tangan sebelum menyentuh vagina.

    b. Membasuh vagina dengan air bersih. Ketika

    membersihkan vagina sebaiknya diperhatikan air yang kita

    gunakan, sebaiknya gunakan air yang mengalir, jangan

    menggunakan air yang ditampung apalagi di tempat-

    tempat umum.

    c. Apabila membersihkan vagina sebaiknya jangan

    menggunakan sabun yang memiliki efek wewangian yang

    berlebih, cukup bersihkan bagian luar dan basuh dengan

    air sampai bersih. Selain itu ketika mengeringkan cukup

    dikeringkan jangan sampai digosok-gosok. Usahakan tidak

    menggunakan handuk orang lain (tidak berganti-gantian).

    d. Apabila menggunakan WC umum, sebaiknya sebelum

    menggunakan WC duduk sebaiknya dipastikan bersih

    terlebih dahulu (di-flushing) baru kemudian digunakan.

    e. Apabila sedang haid dan dipermukaan pembalut

    ditemukan gumpalan darah sebaiknya sesegera mungkin

  • 25

    mengganti pembalut, karena dapat menjadi tempat

    perkembangan bagi bakteri dan jamur. Penggunaan

    pembalut sebaiknya diganti minimal 1 hari sebanyak 3 kali.

    f. Mencukur rambut pubis secara berkala untuk mencegah

    kelembaban yang berlebihan di daerah vagina.

    Keseluruhan tindakan vulva hygiene ini dapat

    dilaksanakan dengan baik apabila diimbangi dengan adanya

    kesadaran atau perhatian dari seorang remaja, tentunya

    dengan dibekali dengan pengetahuan yang baik.

    2.3 Pengetahuan

    2.3.1 Definisi Pengetahuan

    Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2003), pengetahuan

    merupakan hasil dari pembelajaran terhadap objek tertentu.

    Tindakan yang didasari dengan pengetahuan yang baik akan

    lebih baik daripada tindakan yang tidak disertai dengan

    pengetahuan yang baik (Notoatmodjo,2003).

    2.3.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

    Pengetahuan seseorang tentunya dipengaruhi oleh

    beberapa faktor (Notoatmodjo, 2003), yaitu :

    a. Sosial Ekonomi

    Dalam memenuhi kebutuhan yang ada dalam keluarga,

    status ekonomi dengan kategori baik akan lebih mudah

    tercukupi dibandingkan status ekonomi rendah. Semakin

  • 26

    tinggi status ekonomi semakin baik pengetahuan yang

    didapat dengan beberapa pilihan, sehingga hidup akan

    lebih berkualitas.

    b. Kultur atau Budaya

    Manusia secara tidak langsung mempelajari apa yang

    terjadi di lingkungan sekitarnya, baik apa yang dipikirkan,

    apa yang dilihat, didengar, dirasakan, kebiasaan semua

    dipelajari dari lingkungan sosial budayanya yang kemudian

    dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilakunya.

    c. Pendidikan

    Tingkat pendidikan juga merupakan faktor yang dapat

    mempengaruhi pengetahuan seseorang. Dengan kata

    lain semakin tinggi pendidikan seseorang otomatis

    semakin banyak yang dipelajari sehingga akan berdampak

    pengaruh pada pengetahuan yang dimilikinya.

    d. Pengalaman

    Pengalaman cukup mempengaruhi bagi pola pengetahuan

    seseorang, akan tetapi tidak semua pengalaman teratur

    dan bertujuan. Pengalaman yang diperoleh dalam

    lingkungan kehidupan sehari-hari baik pengalaman sendiri

    maupun yang diperoleh dari orang lain akan membantu

    individu dalam meningkatkan pengetahuan yang dimiliki.

  • 27

    e. Umur

    Umur juga merupakan salah satu unsur yang

    mempengaruhi pengetahuan. Dengan kata lain semakin

    bertambah umur seseorang semakin bertambah pula ilmu

    pengetahuan yang dimiliki terkait pengalaman dan

    pembelajaran yang telah dilewatinya.

    f. Paparan Media Massa

    Peran media massa dalam era globalisasi ini tidak perlu

    diragukan lagi. Semua akses terhadap media massa

    dalam bentuk media cetak atau elektronik sangat mudah

    untuk dijumpai dikalangan masyarakat, sehingga

    seseorang yang lebih dekat dengan media massa dapat

    memperoleh informasi yang lebih dan dapat berpengaruh

    pada tingkat pengetahuan yang dimiliki.

    2.3.3 Kriteria Tingkat Pengetahuan

    Arikunto (2002) menyebutkan bahwa tingkat

    pengetahuan dapat dikelompokan dalam tiga kategori yaitu:

    a. Tingkat pengetahuan baik

    Tingkat pengetahuan baik dapat diasumsikan sebagai

    tingkat dimana seseorang mengetahui, paham dan dapat

    menganalisis, mengaplikasikan bahkan mengevaluasi

    suatu objek.

  • 28

    b. Tingkat pengetahuan cukup

    Tingkat pengetahuan cukup dapat diasumsikan sebagai

    tingkat dimana seseorang mengetahui, paham tetapi

    belumdapat menganalisis, mengaplikasikan bahkan

    mengevaluasi suatu objek.

    c. Tingkat pengetahuan kurang

    Tingkat pengetahuan baik dapat diasumsikan sebagai

    tingkat dimana seseorang mengetahui akan tetapi belum

    mampu memahami, melakukan analisis kemudian

    mengaplikasikan bahkan mengevaluasi suatu objek.

    2.4 Konsep Sikap

    2.4.1 Pengertian Sikap

    Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap

    objek di lingkungan tertentu sebagai suatu pemahan terhadap

    objek (Notoatmodjo, 2003). Menurut Eagle dan Chaiken

    (1993) dalam buku A. Wawan dan Dewi M. (2010)

    berpendapat bahwa sikap dapat kita lihat sebagai hasil akhir

    terhadap objek atau rangsangan yang kemudian diaplikasikan

    dalam komponen sikap itu sendiri (proses kognitif, perilaku

    dan emosional).

  • 29

    2.4.2 Komponen yang Membentuk Struktur Sikap

    Sikap merupakan respon tertutup berupa suatu konsep

    yang dibentuk oleh tiga komponen (Azwar,2012), yaitu:

    a. Komponen Kognitif

    Berisi semua pemikiran serta ide-ide yang berhubungan

    dengan objek sikap. Pemikiran tersebut dapat berupa

    pendapat pribadi dan kesan terhadap objek tersebut.

    b. Komponen Afektif

    Komponen afektif dari sikap meliputi perasaan seseorang

    terhadap terhadap objek sikap. Komponen afektif dari

    sikap seseorang dapat diamati melalui ketertarikannya

    terhadap suatu objek. Pendapat pribadi dan kesan

    terhadap objek akan berperan dalam pembentukan sikap

    terhadap objek.

    c. Komponen Perilaku

    Komponen perilaku dapat dilihat berdasarkan respon

    subjek dalam bentuk tindakan yang tertarik dengan objek.

    Jika seseorang mengenali atau memiliki pengetahuan

    yang baik dan luas tentang objek dan disertai perasaan

    positif terhadap objek tersebut maka orang tersebut akan

    “mendekati” subjek tersebut atau sebaliknya.

  • 30

    2.4.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi sikap

    Sikap seseorang tentunya dipengaruhi dan didukung oleh

    beberapa faktor (Azwar, 2012), yaitu :

    a. Pengalaman Pribadi

    Sikap yang terbentuk melalui pengalaman langsung akan

    membekas dalam ingatan kita apalagi pengalaman pribadi

    itu melibatkan faktor emosional maka akan mudah kita

    ingat ketika kita berhadapan dengan objek sikap atau

    peristiwa yang serupa.

    b. Orang Lain

    Pembentukan sikap seseorang juga dapat dipengaruhi

    oleh orang disekitar individu tersebut, terutama orang yang

    penting dan memiliki pengaruh dalam kehidupan individu

    tersebut. Sikap yang kita miliki kadang dapat selaras

    dengan orang yang kita anggap penting dengan alas an

    menyenagkan orang tersebut.

    c. Kebudayaan

    Menurut Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip

    Azwar (2012) mengatakan bahwa pengaruh lingkungan

    dalam hal ini budaya kehidupan sehari-hari memiliki

    kontribusi dalam membentuk kepribadian seseorang.

    Kebudayaan yang ada di sekitar lingkungan kita telah

    memberikan berbagai macam pengalaman pada

  • 31

    masyarakat dalam menghadapi masalah, sehingga tanpa

    disadari budaya mempunyai peran besar dalam

    pembentukan sikap.

    d. Media Massa

    Media massa memberikan sugesti yang mengarahkan

    opini seseorang, sehingga dapat membentuk landasan

    kognitif bagi terbentuknya sikap seseorang terhadap hal

    tersebut.

    2.5 Kerangka Konseptual

    Berdasarkan kerang teori yang telah dipaparkan

    sebelumnya, maka kerangka konsep dari hubungan

    pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene dengan

    kejadian keputihan dapat dilihat pada kerangka dibawah ini :

    Keterangan :

    a. Variabel Independen :

    1) Pengetahuan Vulva Hygiene

    2) Sikap Vulva Hygiene

    Kejadian Keputihan

    ( Fisiologis dan Patologis )

    PengetahuanVulva Hygiene

    Sikap Vulva Hygiene

  • 32

    b. Variabel Dependen : Kejadian Keputihan (Fisiologis dan

    Patologis)

    2.6 Hipotesis

    H1 : a) Ada hubungan antara pengetahuan mengenai vulva hygiene

    dengan kejadian keputihan pada siswi kelas X di SMK

    Tarunatama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

    b) Ada hubungan antara sikap mengenai vulva hygiene dengan

    kejadian keputihan pada siswi kelas X di SMK Tarunatama

    Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.