Upload
doliem
View
230
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pestisida
2.1.1 Pengertian Pestisida
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973, yang dimaksud
Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
dipergunakan untuk : Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-
penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian,
memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma, mematikan daun dan
mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur atau merangsang
pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk,
memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan
ternak, memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau mencegah
binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat
pengangkutan, memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah dan air. Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang dimaksud dengan Pestisida adalah zat
pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang
digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman.
Pestisida adalah zat atau campuran bahan yang digunakan untuk membunuh
hama. Pestisida merupakan zat kimia, agen biologis (seperti virus atau bakteri),
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
9
antimikroba, desinfektan, atau alat yang digunakan terhadap setiap hama, yaitu hama
serangga, patogen tanaman, rumput liar, moluska, burung, mamalia, ikan, nematoda
(cacing gelang), dan mikroba yang mengganggu kebutuhan manusia akan makanan.
Pestisida juga menghancurkan properti/sifat , penyebar atau merupakan vektor untuk
penyakit atau penyebab gangguan lainnya. Pestisida digunakan untuk mengendalikan
organisme yang dianggap berbahaya, diantaranya digunakan untuk membunuh
nyamuk yang dapat menularkan penyakit yang mematikan seperti virus DBD, demam
kuning, dan penyakit malaria. Insektisida dapat melindungi hewan dari penyakit yang
dapat disebabkan oleh parasit seperti kutu dan serangga kecil lainnya. Meskipun
bermanfaat, penggunaan pestisida ini banyak kerugiannya, yaitu potensial toksisitas
untuk manusia dan makhluk lainnya. Pestisida dapat mengendap dalam lapisan tanah
dan larut dalam air dan badan air serta akhirnya sampai ke manusia melalui oral atau
kulit. (Suyono, 2014)
Pestisida adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk
mencegah, memberantas, menjauhkan atau mengendalikan setiap jenis hama (pest).
Pestisida dapat berbentuk bahan kimia, agen biologik (misalnya virus atau bakteri),
antimikroba, disinfektan atau bahan lainnya. Hama dapat merupakan serangga atau
insekta yang menjadi vektor penular penyakit atau yang menimbulkan gangguan,
perusak (patogen) tanaman, moluska, burung, mamalia, ikan, cacing nematoda, dan
mikroba, perusak atau yang menularkan penyakit. (Soedarto, 2013)
Pestisida adalah substansi atau campuran substansi yang ditujukan untuk
mencegah, menghancurkan atau mengendalikan hama. Hama disini mencakup vektor
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
10
penyakit pada manusia dan hewan, spesies tanaman yang tidak diinginkan, dan hewan
yang mengganggu jalannya produksi, pengolahan, penyimpanan, transportasi, dan
pemasaran makanan, komoditas pertanian, kayu dan produk kayu, ataupun makanan
hewan. Pestisida juga mencakup zat kimia yang diberikan pada hewan peliharaan
untuk mengendalikan serangga, arachnid, atau hama lainnya di dalam maupun di luar
tubuh mereka. Pestisida juga mencakup substansi yang akan digunakan sebagai
pengatur pertumbuhan tanaman, perontok (defolian), dessicant, atau agens untuk
menipiskan kulit buah atau mencegah jatuhnya buah secara dini, juga substansi yang
diberikan pada hasil pertanian baik sebelum maupun sesudah panen untuk
melindunginya dari pembusukan selama penyimpanan dan transportasi. (WHO, 2012)
2.1.2 Penggunaan Pestisida
Sesuai dengan organisme yang menjadi target sasarannya, pestisida dapat
dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Insektisida (memberantas serangga)
2. Herbisida (memberantas gulma atau tanaman)
3. Fungisida (memberantas jamur)
4. Racun vertebrata
5. Antimikroba (memberantas mikroorganisme)
Pada tahun 1995 sebanyak 2,6 juta metrik ton pestisida digunakan di seluruh
dunia. Sekitar 85% diantaranya digunakan di bidang pertanian. Jenis-jenis pestisida
yang digunakan terutama untuk memberantas gulma tanaman (herbisida), insektisida
(memberantas serangga), dan fungisida (untuk memberantas jamur).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
11
Pestisida banyak disalahgunakan terutama di negara-negara yang peraturan,
pemantauan, dan pengawasannya tidak kuat. Beberapa pestisida dibanyak negara
sudah dilarang atau dibatasi penggunaannya, tetapi di negara lain justru banyak
tersedia. Pada dasarnya, sebagian besar penyiapan pestisida melibatkan penggunaan
substansi carrier, juga bahan (ingredient) aktif, solven, dan senyawa yang dapat
memperbesar absorpsi. “ingredient tidak aktif (inert)” itu, tidak jarang mengandung
produk pestisida komersial dalam kadar yang tinggi sehingga efek merugikan dari
produk tersebut mungkin lebih besar daripada efek merugikan yang ditimbulkan
ingredient aktif. Pestisida juga dapat mengandung kotoran (impurites), misalnya
dioksin, dalam herbisida fenoksiasid tertentu yang mungkin lebih toksik daripada
pestisida itu sendiri.
2.1.3. Teknik Aplikasi Pestisida
Tujuan dari penggunaan Pestisida ialah menekan atau mengurangi populasi
jasad pengganggu sasaran (hama, penyakit, dan gulma) hingga di bawah batas nilai
ambang ekonomi, tanpa menimbulkan dampak yang merugikan seperti antara lain :
terjadi resistensi, resurgensi, keracunan tanaman pokok, dan pencemaran lingkungan.
Keberhasilan penggunaan Pestisida sangat di tentukan oleh teknik aplikasi yang tepat,
yang menjamin Pestisida tersebut mencapai jasad sasaran dimaksud. Selain itu,
keberhasilan juga dipengaruhi oleh faktor jenis, dosis dan saat aplikasi yang tepat.
Dengan kata lain, tidak ada Pestisida yang dapat berfungsi dengan baik kecuali bila
aplikasi dengan tepat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian OPT secara
kiawi atau menggunakan Pestisida adalah menggunakan Pestisida yang telah terdaftar
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
12
dan diizinkan oleh Menteri Pertanian serta membaca petunjuk penggunaan Pestisida
yang tertera pada label. Aplikasi Pestisida tergantung dari tujuan pengendalian, jenis
OPT sasaran, tanaman dan produk tanaman yang akan dilindungi, lingkungan sekitar
wilayah yang akan diberi aplikasi Pestisida, serta cara kerja dan bentuk formulasi
Pestisida. Beberapa cara aplikasi Pestisida di lapangan adalah sebagai berikut :
1. Cara Penaburan
Aplikasi Pestisida dengan cara penaburan (soil incorporation) pada umumnya
dilakukan untuk Pestisida formulasi butiran /granul, yang bersifat sistemik dengan
OPT sasaran yang hidup di dalam jaringan tanaman atau di dalam tanah.
2. Cara Penyemprotan
Aplikasi dengan cara penyemprotan merupakan cara aplikasi yang paling banyak
dilakukan oleh petani. Agar pengendalian OPT dengan cara penyemprotan Pestisida
dapat berhasil baik, maka selain menggunakan jenis Pestisida dengan dosis dan
waktu yang tepat, juga diperlukan alat aplikasi yan efisien. Alat aplikasi atau alat
semprot yang efisien dapat menjamin penyebaran bahan/ campuran semprot yang
merata pada sasaran dan tidak menimbulkan pemborosan. Cairan yang disemprotkan
dapat berupa larutan, emulsi atau suspensi
3. Cara Fumigasi
Aplikasi Pestisida bersifat gas (fumigan) dengan cara fumigasi, pada umumnya
dilakukan untuk pengendalian hama gudang, tetapi dapat juga untuk nematoda di
dalam tanah. Fumigasi hama gudang, diawali dengan menutup bahan yang akan
difumigasi dengan plastik/ bahan lain yang kedap udara. Kemudian, kedalamnya
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
13
dimasukkan ampul yang berisi gas beracun yang telah dibuka, penutup plastik
dibuka setelah beberapa lama sesuai anjuran. Fumigasi nematoda di dalam tanah,
keadaan tanah harus gembur dan tidak ada genangan air. Fumigasi tanah dilakukan
dengan cara suntikan, semprotan dengan traktor yang dilengkapi alat penyemprot
dan pembalik tanah, atau melalui siraman bahan fumigasi (fumigan) ke dalam parit-
parit lahan yang akan difumigasi, tanah ditutup plastik lalu gas dialirkan melalui
pipa-pipa khusus. Keuntungan cara fumigasi ini adalah hampir atau bahkan sama
sekali tidak meninggalkan residu, tetapi sangat berbahaya sehingga harus dikerjakan
oleh tenaga ahli dalam fumigasi.
2.1.4. Ketentuan Aplikasi
Selama pelaksanaan aplikasi dilapang, hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai
berikut :
a. Pada waktu aplikasi Pestisida, operator pelaksana atau petani harus memakai
perlengkapan keamanan seperti sarung tangan, baju lengan panjang, celana
panjang, topi, sepatu kebun, dan masker/sapu tangan bersih untuk menutup
hidung dan mulut selama aplikasi.
b. Pada waktu aplikasi, jangan berjalan berlawanan dengan arah datangnya
angin dan tidak melalui area yang telah diaplikasi Pestisida. Aplikasi
sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari.
c. Selama aplikasi Pestisida, tidak dibenarkan makan, minum, atau merokok.
d. Satu orang operator/petani hendaknya tidak melakukan aplikasi
penyemprotan Pestisida terus menerus lebih dari 4 (empat) jam dalam sehari.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
14
e. Operator/petani yang melakukan aplikasi pestisida hendaknya telah berusia
dewasa, sehat, tidak ada bagian yang luka, dan dalam keadaan tidak lapar.
f. Pada area yang telah diaplikasi dipasang tanda peringatan bahaya.
(Kementerian Pertanian, 2011)
2.1.5. Dampak Pestisida
Thundiyil dalam Afrianto (2014) World Health Organization (WHO)
memperkirakan jumlah keracunan pestisida akibat paparan akut (short-term
exposure) mencapai 3.000.000 orang dan sebanyak 220.000 diantaranya meninggal
dunia. Sedangkan jumlah keracunan pestisida akibat paparan jangka panjang (long-
term exposure) mencapai 735 orang dengan dampak yang spesifik dan sebanyak
37.000 orang dengan dampak yang tidak spesifik. Selanjutnya hasil survei WHO
pada periode 1998-1999 menunjukkan bahwa kejadian keracunan pestisida akut pada
pekerja pertanian mencapai 18.2 tiap 100.000 pekerja. Angka kasus yang sebenarnya
diperkirakan lebih besar mengingat beberapa faktor seperti kurang efektifnya sistem
surveilans, minimnya pelatihan, sistem informasi yang kurang optimal, buruknya
pemeliharaan atau tidak adanya Alat Pelindung Diri (APD), serta perbedaan populasi
petani pada tiap-tiap negara. (Afrianto, 2014)
Dampak patofisiologi keracunan pestisida tergantung jenis dan sifat pestisida
tersebut. Misalnya, golongan organoklorin dapat mengganggu fungsi susunan syaraf
pusat. Golongan karbamat dan organofosfat menimbulkan gangguan susunan syaraf
pusat dan perifer. Melalui mekanisme ikatan kolinestrase dan lain-lain. Dari
penelitian (Achmadi, 1985) diketahui bahwa di bawah ini merupakan kelompok
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
15
risiko tinggi sebagai pengguna pestisida organofosfat dan karbamat mereka antara
lain:
Penderita anemia
Penderita noktural hemoglobinuria
Wanita
Astenis
Secara kongenital tidak memiliki kolinestrase dalam darahnya.
Semua aspek yang berhubungan dengan penggunaan (teknik aplikasi) serta
aspek manusia pekerja itu sendiri seperti pendidikan, keterampilan, perilaku, umur,
tinggi tanaman yang disemprot, pakaian pelindung, dan lain-lain. (Achmadi, 2010)
2.1.5.1.Dampak Pestisida Terhadap Hasil Pertanian
Risiko bagi konsumen adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang
terdapat dalam hasil pertanian, risiko bagi konsumen dapat berupa keracunan
langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar pestisida atau lewat rantai
makanan. Meskipun bukan tidak mungkin konsumen menderita keracunan akut,
tetapi risiko bagi konsumen umumnya dalam bentuk keracunan kronis, tidak segera
terasa dan dalam jangka panjang mungkin menyebabkan gangguan. (Djojosumarto,
2009)
2.1.5.2.Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan
Sebagian besar insektisida dan pestisida yang disemprotkan tidak mencapai
sasarannya dan mencemari lingkungan, misalnya udara, air dan tanah. Selain itu
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
16
penggunaannya pestisida juga mengurangi biodiversity, menghambat fiksasi nitrogen,
menurunkan populasi serangga pembawa tepungsari dan dapat merusak habitat
burung dan memusnahkan spesies-spesies langka yang terancam punah. (Soedarto,
2013)
2.1.6. Toksisitas Pestisida
Toksisitas atau daya racun pestisida adalah sifat bawaan pestisida yang
menggambarkan potensi pestisida tersebut dalam menimbulkan kematian langsung
pada hewan tingkat tinggi (termasuk manusia). Toksisitas dinyatakan dalam LD50
(lethal dose), yakni dosis yang mematikan 50% dari binatang uji (umumnya tikus
kecuali dinyatakan lain) yang dihitung dalam mg per kilogram berat badan (mg/kg).
Namun, antara LD50 oral dan LD50 dermal dibedakan. LD50 oral adalah kematian
yang terjadi bila binatang uji tersebut makan dan LD50 dermal adalah kematian karena
keracunan lewat kulit. Misalnya, angka LD50 oral dari fenvalerat (suatu insektisida)
adalah 451. Ini berarti bila dari sekelompok tikus masing-masing diberi makan 451
mg fenvalerat untuk setiap kg berat badan tikus. Bila seekor tikus beratnya 100 gram
dan diberi makan 4,51 mg, maka 50% dari tikus tersebut akan mati. Conyoh lain,
LD50 oral dari captan (suatu fungisida) adalah 9000 mg/kg berat badan. Ini
berarti50% tikus ujii akan mati bila masing-masing diberi makan captan 9000 mg (9
gram) untuk setiap kg berat badannya.
Dari contoh di atas diperoleh gambaran bahwa fenvalerat lebih beracun (lebih
toksik) dibandingkan captan karena untuk mematikan 50% binatang uji memerlukan
451 mg/kg berat badan, sedangkan captan memerlukan 9000 mg/kg berat badan. Jadi,
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
17
makin kecil angka LD50 nya, makin toksik zat atau bahan tersebut. WHO (World
Health Organization, Badan Kesehatan Dunia) membagi pestisida berdasarkan
toksisitasnya.
Parameter lain yang juga digunakan untuk menilai daya racun pestisida adalah
LC50 untuk toksisitas konsentrasi pestisida. Parameter ini berarti konsentrasi gas yang
mematikan adalah 50% dari binatang uji (misalnya ikan). Fumigant sering dinilai dari
konsentrasi gas yang mematikan di setiap meter kubik udara.
Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Bahaya Pestisida Menurut WHO
Kelas bahaya
LD50 untuk tikus (mg kg berat badan)
Melalui mulut (oral) Melalui kulit (dermal)
Padat Cair Padat Cair
I A
I B
II
III
Sangat berbahaya
(extremely
hazardous)
Berbahaya (highly
hazardous)
Cukup berbahaya
(moderately
hazardous)
Agak berbahaya
(slightly hazardous)
<5
5-50
50-500
>500
<20
20-200
200-2000
>2000
<10
10-100
100-1000
>1000
<40
40-400
400-4000
>4000
Kita harus hati-hati menilai angka LD50 karena angka tersebut hanya
menggambarkan daya racun dari bahan aktif pestisida. Daya racun produk dapat
berbeda, tergantung pada formulasinya. Pestisida yang bahan aktifnya sangat
berbahaya (extremely hazardous) dapat menjadi (hanya) cukup berbahaya
(moderately hazardous) bila diformulasi dengan konsentrasi rendah. Bila LD50 bahan
aktif adalah 300 dan diformulasikan dengan kadar bahan aktif 20% berarti LD50
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
18
produk jadi (tanpa memperhitungkan efek dari solvent dan bahan pencampur lainnya)
hanya 1500. Sebaliknya, pestisida yang bahan aktifnya kurang berbahaya dapat
menjadi sangat berbahaya bila diformulasi dalam bentuk cair mengandung solvent
yang dapat meningkatkan penyerapan lewat kulit. (Djojosumarto, 2009)
2.2. Keluhan Kesehatan Akibat Pestisida
Pestisida masuk dalam tubuh manusia bisa dengan cara sedikit demi sedikit
dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah
pestisida yang masuk tubuh manusia dalam jumlah yang cukup. (Wudianto, 2010)
1. Keluhan Yang Dirasakan Akibat Keracunan Kronis Pestisida
Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam waktu
yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk
kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik) atau mutagenitas. Selain itu ada
beberapa dampak kronis keracunan pestisida, antara lain:
a) Pada syaraf
Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida
selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi, perubahan
kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.
b) Pada Hati (Liver)
Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-
bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida apabila
terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis.
c) Pada Perut
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
19
Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan
pestisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung
dengan pestisida selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang
yang menelan pestisida ( baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut
dan tubuh secara umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.
d) Pada Sistem Kekebalan
Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat
melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti
tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini
menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan.
e) Pada Sistem Hormon.
Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak,
tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi
tubuh yang penting. Beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang
dapat menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur
yang tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran
tiroid yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tiroid.
2. Keluhan Yang Dirasakan Akibat Keracunan Akut Pestisida
Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada saat
dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
20
a. Efek akut lokal, yaitu bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena
kontak langsung dengan pestisida biasanya bersifat iritasi mata, hidung,tenggorokan
dan kulit.
b. Efek akut sistemik, terjadi apabila pestisida masuk kedalam tubuh manusia dan
mengganggu sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian tubuh
menyebabkan bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak sadar dengan gerakan halus
maupun kasar dan pengeluaran air mata serta pengeluaran air ludah secara berlebihan,
pernafasan menjadi lemah/cepat (tidak normal).
Karena terdapat berbagai jenis pestisida dan ada berbagai cara masuk
pestisida kedalam tubuh maka keracunan pestisida dapat terjadi dengan berbagai cara.
Keadaan-keadaan yang perlu segera mendapatkan perhatian pada kemungkinan
keracunan pestisida adalah (Djojosumarto, 2009)
Umum : Kelelahan dan rasa lelah yang maksimal
Kulit : Gatal, rasa terbakar, iritasi, keringat berlebihan, bercak pada kulit.
Mata : Gatal, rasa terbakar, mata berair, gangguan penglihatan/kabur, pupil
dapat menyempit atau melebar
Saluran cerna : Rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, hiper salivasi, mual,
muntah, nyeri abdomen, diare.
Sistem nafas : Batuk, nyeri dada dan sesak, susah bernafas dan nafas berbunyi
Untuk menentukan bahwa telah terjadi paparan dengan pestisida, keadaan ini
dapat ditentukan jika dapat diketahui adanya riwayat paparan pestisida di tempat
kejadian, atau telah digunakan pestisida beberapa waktu sebelum kejadian, hal ini
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
21
memperkuat dugaan telah terjadinya paparan dengan bahan tersebut. Dari tanda-tanda
dan gejala klinis yang terjadi pada penderita keracunan, pestisida penyebabnya dapat
diguga jenisnya. (Soedarto, 2013)
Pestisida dapat membahayakan kesehatan konsumen penggunanya, pekerja
dan orang-orang yang hidup berdekatan dengan pabrik pembuat pestisida, yang antara
lain berhubungan dengan pengangkutannya. Insektisida organoklorin misalnya
chlordane yang mencemari tanah, akan mencemari tumbuhan yang ditanam
diatasnya. Selain itu insektisida dapat meracuni ikan yang hidup di air yang tercemar,
dan hewan ternak dan hewan penghasil susu yang makan rumput yang tercemar
insektisida. Chlordane juga dapat terhirup melalui udara yang tercemar pestisida ini
pada waktu digunakan untuk memberantas hama rumah atau tanah. Chlordane diduga
dapat memicu terjadinya kanker, misalnya kanker testis, kanker prostat, kanker otak,
kanker payudara, dan kanker darah. Selain itu pestisida juga dapat menyebabkan
gangguan kesehatan dan penyakit-penyakit pada orang terpapar, misalnya berupa
gangguan pernapasan, depresi, gangguan sistem imun, diabetes dan migren.
Setiap golongan bahan aktif yang dikandung pestisida menimbulkan gejala
keracunan yang berbeda-beda. Namun, ada pula gejala yang ditimbulkan mirip,
misalnya gejala keracunan golongan organofosfat. Oleh karena itu perhatikan bahan
aktif yang tercantum dalam label kemasan pestisida yang digunakan bila terjadi
sesuatu untuk ditunjukkan pada petugas kesehatan guna memudahkan
pengobatannya.
2.3. Gejala Keracunan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
22
2.3.1. Gejala Keracunan Berdasarkan Golongan Organofosfat
Bahan aktif : sebagian besar bahan aktif golongan ini sudah dilarang beredar
di Indonesia, misalnya diazinon, fention, fenitrotion, fentoat, klorpirifos, kuinalfos,
dan malation. Sedangkan bahan aktif lainnya masih diijinkan. Bahan aktif dari
golongan ini cukup banyak digunakan beberapa jenis pestisida. Contoh nama
formulasi yang menggunakan bahan aktif dari golongan ini cukup banyak digunakan
beberapa jenis pestisida. Yang termasuk dalam golongan ini adalah herbisida,
fungisida, dan insektisida. Pestisida ini masuk dalam tubuh melalui mulut, kulit, atau
pernapasan.
Gejala keracunan timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur, mata
berair, mulut berbusa, banyak berkeringat, air liur banyak keluar, mual, pusing,
kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak napas,
otot tidak bisa digerakkan, dan akhirnya pingsan.
2.3.2. Gejala Keracunan Berdasarkan Golongan Organoklor
Bahan aktif : beberapa bahan aktif golongan ini juga telah dilarang
penggunaannya di Indonesia, sebagai misal dieldrin, endosulfan, dan klordan. Cara
kerja racun ini dengan mempengaruhi syaraf pusat. Gejala keracunan sakit kepala,
pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang,
dan kesadaran hilang.
2.3.3. Gejala Keracunan Berdasarkan Golongan karbamat
Bahan aktif : yang termasuk golongan ini antara lain karbaril dan metomil
yang telah dilarang penggunaannya. Namun, masih banyak formulasi pestisida
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
23
berbahan aktif dari golongan karbamat. Bahan aktif ini bila masuk dalam tubuh akan
menghambat enzim kholinesterase, seperti halnya golongan organofosfat. Gejala
keracunan sama dengan yang ditimbulkan oleh pestisida organofosfat, hanya saja
berlangsung lebih singkat karena golongan ini cepat terurai dalam tubuh.
2.3.4. Gejala Keracunan Berdasarkan Golongan/senyawa Bipiridilium
Bahan aktif : yang termasuk golongan ini antara lain: paraquat diklorida yang
terkandung dalam herbisida. Gejala keracunan 1-3 jam setelah pestisida masuk dalam
tubuh baru timbul sakit perut, mual, muntah, dan diare; 2-3 hari kemudian akan
terjadi kerusakan ginjal yang ditandai dengan albunuria, proteinnura, haematuria, dan
peningkatan kreatinin lever, serta kerusakan pada paru-paru akan terjadi antara 3-24
hari berikutnya.
2.3.5. Gejala Keracunan Berdasarkan Golongan Arsen
Bahan aktif : yang termasuk golongan ini yaitu arsen pentoksida, kemirin, dan
arsen pentoksida dihidrat yang umumnya digunakan untuk insektisida pengendali
rayap kayu dan rayap tanah serta fungisida pengendali jamur kayu. Umumnya masuk
dalam tubuh melalui mulut, walaupun bisa juga terserap kulit dan terisap pernapasan.
Gejala keracunan tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah dan diare,
sedangkan keracunan semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak keluar
ludah. (Wudianto, 2004)
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
24
Keracunan pestisida tejadi bila ada bahan pestisida yang mengenai tubuh atau
masuk kedalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keracunan pestisida (Achmadi, 2010)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida antara lain:
2.4.1. Faktor Internal
1. Umur
Umur adalah fenomena alam, semakin lama seseorang hidup makan
umurpun akan bertambah. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak
yang dialaminya, dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan
bertambahnya umur seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga
akan berakibat menurunnya aktifitas kholinesterase darahnya sehinggga akan
mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Usia juga berkaitan dengan kekebalan
tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka
efektifitas system kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang.
2. Jenis Kelamin
Kaum wanita rata-rata mempunyai aktifitas kholinesterase darah lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita
menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kholinesterase
cenderung turun.
3. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seorang petani baik formal maupun nonformal sangatlah
berpengaruh dalam penggunaan pestisida. Petani yang memiliki pendidikan formal
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
25
yeng lebih tinggi akan cenderung memperhatikan dan memepelajari penggunaan
pestisida, sehingga dapat dihindari bahaya yang dapat ditimbulkan pestisida tersebut.
Sedangkan petani yang memiliki pendidikan non formalbanyak pengetahuan tentang
pestisida didapat melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang khusus
untuk hal tersebut,sehingga masayarakat petani akan mengatahui pengguanaan
pestisida yang baik dan tidak membahayakan kesehatan.
4. Lama terlibat dalam aktivitas pertanian
Semakin lama seseorang menggunakan pestisida maka akan semakin banyak
pemaparan zat-zat pestisida tersebut terkena terhadap tubuhnya. Hal ini akan
berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh. Pemeparan zat-zat pestisida ersebut
biasanya untuk jangka pendek tidak terlalu bengaruh pada kesehatan, tetapi untuk
jangka panjang dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit seperti penyakit
pernafasan dan timbulnya penyakit kanker.
2.4.2 Faktor Eksternal
1. Pemakaian Alat Pelindung Diri
Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan
alat pelindung diri pada petani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari
kontak langsung dengan pestisida. Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi
terjadinya keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung
dengan pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh
melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindar
a. Alat Pelindung Diri (APD)
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
26
Bahaya-bahaya lingkungan kerja perlu dikendalikan sedemikian rupa
sehingga tercipta suatu lingkungan kerja yang nyaman, sehat, dan aman. Terdapat
berbagai cara untuk menanggulangi bahaya-bahaya yang terdapat di lingkungan
kerja. Cara-cara tersebut misalnya pengendalian secara teknik (mechanical/
engginering control), pengendalian secara administratif (administrative control), dan
penggunaan alat pelindung diri (personal protective equipment). Pengendalian secara
teknik adalah cara efektif dan merupakan alternatif pertama yang dianjurkan,
sedangkan alat pelindung diri merupakan usaha yang terakhir (the last line of
difense).
Alat pelindung diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai dengan bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu
sendiri dan orang di sekelilingnya. Peraturan APD dibuat oleh pemerintah sebagai
pelaksanaan ketentuan perundang-undangan tentang keselamatan kerja. Perusahaan
atau pelaku usaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh memiliki kewajiban
menyediakan APD di tempat kerja sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau
standar yang berlaku. (Buntarto, 2015)
Secara sederhana yang dimaksud dengan Alat Pelindung Diri (APD) adalah
seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh
tubuhnya dari adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. APD tidaklah secara
sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi akan dapat mengurangi tingkat
keparahan yang mungkin terjadi. Pengendalian ini sebaiknya tetap dipadukan dan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
27
sebagai pelengkap pengendalian teknis maupun pengendalian administratif.
(Budiono, 2003)
b. Jenis Alat Pelindung Diri Pada Petani Penyemprot Pestisida
Menurut Djojosumarto (2009) pakaian dan/atau peralatan pelindung tubuh
harus dipakai bukan saja waktu aplikasi, tetapi sejak mulai mencampur dan
mencuci peralatan aplikasih sesudah aplikasi selesai. Pakaian serta peralatan
pelindung yang harus digunakan adalah sebagai berikut :
1. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh : Ada banyak jenis bahan
yang dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang
sederhana cukup terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan panjang
yang terbuat dari bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat. Pakaian
kerja sebaiknya tidak berkantung karena adanya kantung cenderung
digunakan untuk menyimpan benda-benda seperti rokok dan sebagainya.
2. Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau kulit.
Appron terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang
tinggi.
3. Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk
menyemprot. Pelindung kepala juga penting, terutama ketika menyemprot
tanaman yang tinggi.
4. Pelindung mulut dan hidung, misalnya berupa masker sederhana atau
sapu tangan atau kain sederhana lainnya.
5. Pelindung mata, misalnya kaca mata , goggle, atau face shield.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
28
6. Sarung tangan yang terbuat dari bahan yang tidak ditembus air.
7. Sepatu boot untuk menyemprot di lahan basah (sawah) memang agak
menyulitkan, tetapi untuk aplikasi di lahan kering perlu digunakan.
Ketika menggunakan sepatu boot, ujung celana panjang jangan
dimasukkan ke dalam sepatu, tetapi ujung celana harus menutupi sepatu
boot.
2.5. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Skema 2.1 Kerangka Konsep
2.6.Hipotesis
1. Ada hubungan umur dengan keluhan kesehatan pada petani penyemprot
pestisida di Desa Karang Bangun Kabupaten Simalungun Tahun 2016.
2. Ada hubungan jenis kelamin dengan keluhan kesehatan pada petani
penyemprot pestisida di Desa Karang Bangun Kabupaten Simalungun
Tahun 2016.
3. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan keluhan kesehatan pada petani
penyemprot pestisida di Desa Karang Bangun Kabupaten Simalungun
Tahun 2016.
- Umur
- Jenis Kelamin
- Tingkat Pendidikan
- Lama terlibat dalam
aktivitas pertanian
- Alat Pelindung Diri
Keluhan Kesehatan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
29
4. Ada hubungan lama terlibat dalam aktivitas pertanian dengan keluhan
kesehatan pada petani penyemprot pestisida di Desa Karang Bangun
Kabupaten Simalungun Tahun 2016.
5. Ada hubungan pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan kesehatan
pada petani penyemprot pestisida di Desa Karang Bangun Kabupaten
Simalungun Tahun 2016.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA