Upload
vuongtuyen
View
230
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pola Makan Sehat dan Seimbang
Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara yang ditempuh
seseorang atau sekelompok untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai
reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.
Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam
jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna
pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan
perkembangan (Almatsier, 2004). Ilmuwan memperkirakan 75% kanker bisa dicegah
melalui diet yang lebih baik. Konsumsi makanan yang salah dapat membuat tubuh
kekurangan nutrisi-nutrisi vital yang diperlukan agar tubuh dapat bekerja dengan baik.
Kunci menuju kesehatan yang baik adalah diet yang seimbang dan bervariasi
(Weekes, 2008).
2.2 Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)
Menurut Almatsier (2004), PUGS disusun untuk mencapai dan memelihara
kesehatan dan kesejahteraan gizi (nutritional well-being) semua yang merupakan
prasyarat untuk pembangunan sumber daya manusia. Dalam PUGS, susunan makanan
yang dianjurkan adalah yang menjamin keseimbangan zat-zat gizi. Hal ini dapat dicapai
dengan mengkonsumsi beraneka ragam makanan tiap hari. Tiap makanan dapat saling
melengkapi dalam zat-zat gizi yang dikandungnya.
PUGS merupakan penjabaran lebih lanjut dari pedoman 4 Sehat 5 Sempurna yang
memuat pesan-pesan yang berkaitan dengan pencegahan baik masalah gizi kurang,
Universitas Sumatera Utara
maupun masalah gizi lebih. Pengelompokan makanan didasarkan pada tiga fungsi utama
zat-zat gizi, yaitu sumber zat energi/tenaga yang dapat berupa padi-padian, tepung-
tepungan, umbi-umbian, sagu, dan pisang yang dibeberapa bagian di Indonesia juga
dimakan sebagai makanan pokok. Sebagai sumber zat pembangun berupa sayuran dan
buah, serta sumber zat pengatur berupa ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan
dan hasil olahannya, seperti tempe, tahu dan oncom. Untuk mencapai gizi seimbang
hendaknya susunan makanan sehari terdiri dari campuran ketiga kelompok bahan
makanan tersebut. Dari tiap kelompok dipilih salah satu atau lebih jenis bahan makanan
sesuai dengan ketersediaan bahan makanan tersebut di pasar, keadaan sosial ekonomi,
nilai gizi, dan kebiasaan makanan (Almatsier, 2004).
Menurut Baliwati (2004), PUGS memuat tiga belas pesan dasar yang diharapkan
dapat digunakan masyarakat luas sebagai pedoman praktis untuk mengatur makanan
sehari-hari yang seimbang dan aman guna mencapai dan mempertahankan status gizi dan
kesehatan yang optimal. Ketiga belas pesan dasar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Makanlah aneka ragam makanan.
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi.
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi.
5. Gunakan garam beryodium.
6. Makanlah makanan sumber zat besi.
7. Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur empat bulan.
8. Biasakan makan pagi.
9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya.
Universitas Sumatera Utara
10. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur.
11. Hindari minum minuman beralkohol.
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan.
13. Bacalah label pada makanan yang dikemas.
2.3 Makanan Jajanan
2.3.1 Pengertian Makanan Jajanan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/Menkes/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah
oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap
santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran,
dan hotel. Sedangkan Menurut Winarno (1987), makanan jajanan adalah makanan jadi
yang sudah siap dikonsumsi dan tidak memerlukan pengolahan lagi, yang di jual di kaki
lima, pinggir jalan, di stasiun, di pasar dan tempat-tempat umum yang strategis lainnya.
2.3.2 Manfaat Makanan Jajanan
Kebiasaan jajan di sekolah sangat bermanfaat jika makanan yang dibeli itu sudah
memenuhi syarat-syarat kesehatan, sehingga dapat melengkapi atau menambah
kebutuhan gizi anak. Disamping itu juga untuk mengisi kekosongan lambung, karena
setiap 3-4 jam sesudah makan, lambung mulai kosong. Akhirnya apabila tidak beri jajan,
si anak tidak dapat memusatkan kembali pikirannya kepada pelajaran yang diberikan oleh
guru dikelasnya. Jajan juga dapat dipergunakan untuk mendidik anak dalam memilih
jajan menurut 4 sehat 5 sempurna (Yusuf, dkk, 2008).
Namun, jajan yang terlalu sering dan menjadi kebiasaan akan berakibat negatif,
antara lain nafsu makan menurun, makanan yang tidak higienis akan menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
berbagai penyakit, dapat menyebabkan obesitas pada anak, kurang gizi karena
kandungan gizi pada jajanan belum tentu terjamin dan pemborosan. Permen yang
menjadi kesukaan anak-anak bukanlah sumber energi yang baik sebab hanya
mengandung karbohidrat. Terlalu sering makan permen dapat menyebabkan gangguan
pada kesehatan gigi (Irianto, 2007).
2.3.3 Jenis Makanan Jajanan
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), jenis makanan jajanan
dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongam, yaitu makanan jajanan yang berbentuk
panganan, misalnya kue-kue kecil, pisang goreng, kue putu, kue bugis dan sebagainya.
Makanan jajanan yang diporsikan (menu utama), seperti pecal, mie bakso, nasi goreng,
mie goreng, mie rebus dan sebagainya. Dan makanan jajanan yang berbentuk minuman,
seperti es krem, es campur, jus buah dan sebagainya. Selain itu penjualan dan penjaja
makanan jajanan dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain penjaja diam,
yaitu makanan yang di jual sepanjang hari pada warung-warung yang lokasinya tetap di
satu tempat. Penjaja setengah diam, yaitu mereka yang berjualan dengan menetap di satu
tempat pada waktu-waktu tertentu. Dan penjaja keliling, yaitu mereka yang berjualan
keliling dan tidak mempunyai tempat mangkal tertentu.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/MENKES/SK/VII/2003, pada pasal 2 disebutkan penjamah makanan jajanan adalah
orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan makanan dan
peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai
dengan penyajian. Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan
penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain: tidak menderita
Universitas Sumatera Utara
penyakit mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut
sejenisnya; menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya); menjaga
kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian; memakai celemek, dan tutup kepala;
mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan; menjamah makanan harus
memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan; tidak sambil merokok, menggaruk
anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya); tidak batuk atau bersin di
hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.
Pada pasal 9 juga disebutkan bahwa makanan jajanan yang dijajakan harus dalam
keadaan terbungkus dan atau tertutup. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup
makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan.
2.4 Konsep Perilaku
2.4.1 Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini
perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni perilaku
pemeliharaan kesehatan (health maintenance), perilaku pencarian dan penggunaan sistem
atau fasilitas pelayanan kesehatan/perilaku pencarian pengobatan (health seeking
behavior), serta perilaku kesehatan lingkungan .
2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Pangan Remaja
Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) merupakan respon seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang
Universitas Sumatera Utara
terkandung didalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan
kebutuhan tubuh kita (Notoatmodjo, 2003).
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa
dewasa. Pada masa ini, individu mengalami berbagai pertumbuhan baik fisik maupun
psikis (Agustiani, 2006). Para remaja memerlukan makanan bernutrisi tinggi karena
tubuh mereka sedang mengalami perubahan besar (Weekes, 2008).
Pada usia remaja, fisik seseorang terus berkembang, demikian pula aspek sosial
maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak
ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan
apa yang akan dikonsumsi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan gizi seorang
remaja. Aktivitas yang banyak dilakukan di luar rumah membuat seorang remaja sering
dipengaruhi oleh rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada
kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi dan untuk kesenangan. Aspek pemilihan
makanan pada remaja penting diperhatikan karena remaja sudah menginjak tahap
independensi yaitu kebiasaan memilih makanan yang disukai (Khomsan, 2003).
Menurut Weekes (2008), masa remaja seringkali merupakan masa pertama
kalinya orang-orang mempertimbangkan untuk mengikuti diet dalam rangka mengubah
bentuk tubuh mereka. Diet ketat biasanya menghilangkan makanan-makanan tertentu
misalnya karbohidrat. Hal ini tidak sehat bagi remaja yang sedang tumbuh dan
memerlukan berbagai jenis makanan.
Anak remaja yang sudah duduk di bangku SLTP dan SLTA umumnya
menghabiskan waktu tujuh jam sehari di sekolahnya. Ini berarti hampir sepertiga dari
waktunya setiap hari dilewatkan remaja di sekolah. Akan tetapi, seperti halnya juga
Universitas Sumatera Utara
dengan keluarga, fungsi sekolah sebagai pembentuk nilai dalam diri anak sekarang ini
banyak menghadapi tantangan. Khususnya karena sekolah berikut segala
kelengkapannya tidak lagi merupakan satu-satunya lingkungan setelah lingkungan
keluarga. Terutama di kota-kota besar, sekarang ini sangat terasa ada banyak lingkungan
yang lain yang dapat dipilih remaja selain sekolahnya: pasar swalayan, pusat
perbelanjaan, taman hiburan, atau bahkan sekedar warung di tepi jalan di seberang
sekolah atau rumah salah seorang teman (Sarwono, 1997).
Menurut Khomsan (2003), anak sekolah memiliki banyak kegiatan yang harus
dilakukan dalam sehari. Mulai dari aktifitas di sekolah, yang dilanjutkan dengan
berbagai kursus, mengerjakan PR dan mempersiapkan pelajaran untuk keesokan harinya.
Dengan aktivitas tinggi seperti itu, stamina anak akan cepat loyo kalau tidak ditunjang
dengan intake pangan dan gizi yang cukup serta berkualitas. Agar stamina anak usia
sekolah tetap fit selama mengikuti kegiatan ekstra kurikuler, maka sarana utama dari segi
gizi adalah sarapan pagi.
Sarapan pagi bagi anak usia sekolah sangatlah penting mengingat waktu sekolah
dengan aktifitas penuh yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar
(Judarwanto, 2008). Bagi anak-anak sekolah, meninggalkan sarapan pagi membawa
dampak yang kurang menguntungkan. Konsentrasi di kelas bisa buyar karena tubuh
tidak memperoleh masukan gizi yang cukup (Khomsan, 2003).
Banyak alasan yang menyebabkan anak sekolah tidak sarapan pagi, seperti waktu
yang sangat terbatas karena jarak sekolah yang cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau
tidak ada selera untuk sarapan pagi (Yusuf, dkk, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Daniel dalam Arisman (2004), hampir 50% remaja terutama remaja yang
lebih tua, tidak sarapan. Penelitian lain membuktikan masih banyak remaja (89%) yang
meyakini kalau sarapan memang penting. Namun, mereka yang sarapan secara teratur
hanya 60%. Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu makan, dan lebih memilih
kudapan yang bukan saja hampa kalori, tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi
dan dapat mengganggu nafsu makan.
Padahal konsumsi makanan yang salah bisa membuat tubuh kekurangan nutrisi-
nutrisi vital yang diperlukan agar tubuh dapat bekerja dengan baik (Weekes, 2008).
Kebiasaan makan remaja juga terdiri dari snack yang 40% berkalori tinggi.
Makanan snack yang sering di konsumsi remaja seperti keripik kentang, kue-kuean, dan
minuman ringan (soft drink) yang rendah dalam zat gizi. Dan juga es krim, es krim
kocok, hamburger dan pizza yang memberikan zat gizi yang penting, tetapi juga tinggi
lemak, natrium, dan kalori. Remaja juga bersandar pada restoran fast food yang
mempunyai menu terbatas dan sering menekankan pada makanan tinggi kalori, lemak
dan natrium (Moore, 1997).
Menurut Judarwanto (2008), jajanan di sekolah juga sangat beresiko mengandung
cemaran biologis dan kimiawi yang dapat mengganggu kesehatan. Dengan demikian,
perilaku makan pada anak usia sekolah harus diperhatikan secara cermat dan hati-hati.
Sebagai upaya melindungi konsumen, Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan
(Badan POM) menguji makanan jajanan anak di sekolah di 195 sekolah dasar di 18
provinsi. Di antaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan
Padang. Hasil uji yang dilakukan pada 861 contoh sampel menunjukkan sebanyak
39,95% tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Sebanyak 48,19% es sirup atau buah
Universitas Sumatera Utara
dan 62,5% minuman ringan ditemukan mengandung bahan berbahaya serta tercemar
bakteri patogen. Begitu juga dengan saus dan sambal sebanyak 61,54% serta kerupuk
56,25%. Dari total sampel itu, 10,45% mengandung pewarna yang dilarang, yakni
rhodamin B, methanil yellow dan amaranth. Sebagian sampel juga mengandung boraks,
formalin, siklamat, sakarin, dan benzoat melebihi batas.
Menurut Akmal (1995), cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada jajanan
adalah penggunaan boraks (asam borat atau natrium tetraboraks) untuk mendapatkan efek
renyah, kenyal, padat dan tahan lama terutama pada makanan jenis mie, bakso dan tahu.
Begitu juga dengan formalin, yang biasa digunakan untuk membunuh bakteri pembusuk
atau untuk mengawetkan jasad mahluk hidup. Demikian juga dengan rhodamin B yang
digunakan sebagai pewarna merah pada tekstil.
Pemakaian bahan kimia yang bukan untuk pangan ini jika dikonsumsi dalam
jangka yang lama dapat memicu kanker dan gangguan pada ginjal. Hasil analisis dengan
parameter uji cemaran mikroba menunjukkan bahwa sebagian sampel tercemar mikroba
melebihi persyaratan. Sejumlah sampel juga tercemar bakteri E coli, Salmonella,
Staphylococcus dan Vibrio cholerae, yang dapat menyebabkan keracunan, diare,
mencret, demam dan tipus (Evy, 2005).
2.5 Media Promosi Kesehatan
Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan
pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media
cetak, elektonika, dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkatkan
pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat merubah perilakunya ke arah positif
terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Menurut Suhardjo (2003), media sebagai
Universitas Sumatera Utara
sarana belajar mengandung pesan atau gagasan sebagai perantara untuk menunjang
proses belajar atau penyuluhan tertentu yang telah direncanakan.
Umar Hamalik, Djamarah dan Sadiman dalam Adri (2008), mengelompokkan
media berdasarkan jenisnya, yaitu:
1. Media auditif, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti
tape recorder.
2. Media visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan dalam wujud
visual.
3. Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar.
Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, dan media ini dibagi ke
dalam dua jenis, yaitu :
a. Audiovisual diam, yang menampilkan suara dan visual diam, seperti film sound
slide.
b. Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar
yang bergerak, seperti film, video cassete dan VCD.
Menurut Notoatmodjo (2003), berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-
pesan kesehatan, media dibagi menjadi 3, yaitu media cetak, seperti booklet, leaflet, flyer,
flip chart, rubrik/tulisan-tulisan poster, foto. Media elektronik, seperti televisi, radio ,
video compact disc, slide, film strip, serta media papan (bill board), yang mencakup
pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum.
2.5.1 Media Visual Poster dan Leaflet
2.5.1.1 Poster
Universitas Sumatera Utara
Poster adalah lembaran kertas yang besar, sering berukuran 60 cm lebar dan 90
cm tinggi dengan kata-kata dan gambar atau simbol untuk penyampaian suatu pesan.
Poster biasa dipakai secara luas oleh perusahaan dagang untuk mengiklankan produknya,
serta memperkuat pesan yang telah disampaikan melalui media massa lain
(Brieger, 1992). Sedangkan menurut Sadiman (2006), poster tidak saja penting untuk
menyampaikan kesan-kesan tertentu tetapi dia mampu pula untuk mempengaruhi dan
memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Secara umum poster yang baik
hendaklah sederhana, dapat menyajikan satu ide untuk mencapai satu tujuan pokok,
berwarna dan tulisannya jelas. Selain itu, slogan pada poster harus ringkas dan jitu, motif
yang digunakan juga bervariasi.
A. Tujuan Poster
Menurut Brieger (1992), poster dapat dipakai secara efektif untuk tiga tujuan,
yaitu untuk memberi informasi dan nasihat, memberikan arah dan petunjuk, serta
mengumumkan peristiwa dan program yang penting.
B. Kelebihan dan Kelemahan Poster
Menurut Simnett dan Ewles (1994), kebihan poster antara lain dapat
meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dan merangsang kepercayaan, sikap dan
perilaku. Poster dapat menyampaikan informasi, mengarahkan orang melihat sumber lain
(alamat, nomor telepon, mengambil leaflet). Poster juga dapat dibuat di rumah dengan
murah.
Poster memiliki kelemahan karena penggunaannya untuk audiens terbatas
(kecuali poster komersil yang besar), mudah rusak, dan diacuhkan, materi berkualitas
tinggi memerlukan ahli grafis dan peralatan cetak yang baik, dan ini sangat mahal. Selain
Universitas Sumatera Utara
itu, biasanya poster dibeli dengan biaya relatif mahal. Ujicoba dengan kelompok
pengguna sangat disarankan.
Menurut Notoatmodjo (2005), kelebihan poster dari media yang lainnya adalah
tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa
kemana-mana, dapat mengungkit rasa keindahan, mempermudah pemahaman, dan
meningkatkan gairah belajar. Kelemahannya adalah media ini tidak dapat menstimulir
efek suara dan efek gerak dan mudah terlipat.
C. Besar Kelompok
Kelompok sasaran dapat besar atau kecil. Dapat juga seluruh masyarakat.
Kadang-kadang anda mungkin juga ingin menggunakan poster untuk perorangan. Anda
mungkin memberikan konsultasi kepada sseseorang di klinik, di sekolah, atau di kantor
(Brieger, 1992).
D. Isi Poster
Sejumlah aturan harus diikuti untuk pembuatan poster, seperti semua kata yang
digunakan harus dalam bahasa setempat. Kata-kata harus sedikit dan sederhana,
penggunaan simbol juga harus yang dapat dimengerti oleh orang buta huruf. Isi poster
hendaknya hanya memempatkan satu gagasan pada satu poster karena terlalu banyak
gagasan akan membuat semerawut dan membingungkan orang. Poster harus cukup besar
agar dapat dilihat orang dengan jelas. Apabila poster digunakan untuk satu kelompok,
pastikan bahwa orang di belakang dapat melihatnya dengan jelas (Brieger, 1992).
E. Syarat Penempatan Poster
Adapun syarat penempatan poster antara lain menurut Brieger (1992), yaitu poster
dipajang di tempat yang diperkirakan akan banyak dilalui orang (daerah pasar, ruang
Universitas Sumatera Utara
pertemuan), meminta izin sebelum memasang poster di rumah atau bangunan. Beberapa
tempat, gedung, batuan, atau pohon dapat merupakan tempat yang khusus atau
mempunyai nilai tertentu. Oleh karena itu jangan menaruh poster di tempat yang
demikian karena akan membuat penduduk marah sehingga mereka tidak mau belajar dari
poster tersebut. Selain itu, jangan membiarkan poster lebih dari sebulan, sehingga orang
akan menjadi bosan dan mengacuhkannya.
2.5.1.2 Leaflet
Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui
lembar yang dilipat (Notoatmodjo, 1993).
A. Kegunaan dan Keunggulan Leaflet
Menurut Simnett dan Ewles (1994), kegunaan dan keunggulan dari leaflet adalah
sederhana dan sangat murah, klien dapat menyesuaikan dan belajar mandiri, pengguna
dapat melihat isinya pada saat santai, informasi dapat dibagikan dengan keluarga dan
teman. Leaflet juga dapat memberikan detil (misalnya statistik) yang tidak mungkin bila
disampaikan lisan. Klien dan pengajar dapat mempelajari informasi yang rumit bersama-
sama.
B. Keterbatasan Leaflet
Menurut Simnett dan Ewles (1994), leaflet profesional sangat mahal, materi yang
diproduksi massal dirancang untuk sasaran pada umumnya dan tidak cocok untuk setiap
orang, serta terdapat materi komersial berisi iklan. Leaflet juga tidak tahan lama dan
mudah hilang, dapat menjadi kertas percuma kecuali pengajar secara aktif melibatkan
klien dalam membaca dan menggunakan materi. Ujicoba dengan sasaran sangat
dianjurkan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Poster dan Leaflet dalam Perubahan Perilaku
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk tindakan seseorang,
karena dari pengalaman dan penelitian yang ada, ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi,
sebelum seseorang berperilaku baru, ia terlebih dahulu tahu apa arti atau manfaat perilaku
tersebut.
Salah satu strategi dalam perubahan perilaku adalah pemberian informasi.
Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara
pemeliharan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Pengetahuan-pengetahuan itu selanjutnya
akan menimbulkan kesadaran, dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya itu (Notoatmodjo, 1993).
Menurut Notoatmodjo (2005), promosi kesehatan tidak dapat lepas dari media
karena melalui media, pesan-pesan disampaikan dengan mudah dipahami dan lebih
menarik. Media juga dapat menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi,
mempermudah pengertian. Disamping itu, dapat mengurangi komunikasi yang
verbalistik dan memperlancar komunikasi. Dengan demikian sasaran dapat mempelajari
pesan tersebut dan mampu memutuskan mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan-pesan
yang disampaikan. Simnett dan Ewles (1994) menambahkan bahwa metode mengajar
dan alat belajar seperti leaflet, poster dan video banyak dipakai dalam praktik promosi
kesehatan.
Berbagai penelitian telah dilakukan dengan menggunakan media untuk mengubah
perilaku dan hasilnya mampu mempengaruhi sasarannya. Penelitian yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
Rajagukguk (2007) tentang pengaruh promosi konsumsi sayur dan buah terhadap
perilaku ibu rumah tangga di kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru,
menyimpulkan bahwa promosi dengan penyuluhan dan pembagian brosur yang dilakukan
mampu mempengaruhi perilaku ibu-ibu rumah tangga dalam mengkonsumsi sayur dan
buah.
Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) tentang pengaruh poster sebagai
promosi kesehatan terhadap perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI pada Baduta
menyimpulkan bahwa pemasangan poster di posyandu juga mempengaruhi perilaku ibu
yang memiliki anak usia dua tahun. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
Rahmawati (2006) tentang efektifitas leaflet diabetes mellitus (DM) modifikasi terhadap
pengendalian kadar gula darah penderita DM tipe 2 menyimpulkan bahwa penggunaan
leaflet dapat meningkatkan pengetahuan penderita DM tipe 2 yang sebelumnya memiliki
pengetahuan rendah. Penelitian yang dilakukan Pujiadi (1979) tentang pengaruh media
visual gambar terhadap peningkatan status gizi anak balita menyimpulkan bahwa metoda
visual kartu bergambar ternyata dapat meningkatkan pengetahuan gizi para ibu yang
mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda-beda.
Penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisak (2008) tentang pengaruh penyuluhan
sayur dan buah terhadap pengetahuan remaja putri SMAN 1 Julok Kabupaten Aceh
Timur, juga menyimpulkan bahwa penyuluhan dalam bentuk ceramah dengan
memperlihatkan contoh sayur dan buah serta pemberian leaflet mampu meningkatkan
pengetahuan remaja putri tentang sayur dan buah. Demikian juga penelitian yang
dilakukan Sari (2008) dengan judul pengaruh penyuluhan Kadarzi terhadap pengetahuan
dan sikap tentang Kadarzi serta pola konsumsi pangan pada ibu hamil di Nagari Cupak
Universitas Sumatera Utara
Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, menyimpulkan bahwa penyuluhan yang
disertai dengan pemberian leaflet dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan
pengetahuan dan sikap ibu hamil.
Media promosi kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan
informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran,
sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan-pesan
yang disampaikan. Promosi kesehatan di sekolah merupakan langkah yang strategis
dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat, khususnya dalam mengembangkan
perilaku hidup sehat (Notoatmodjo, 2005).
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Pengetahuan pelajar
Sikap pelajar
Tindakan pelajar
Pengetahuan pelajar
Sikap pelajar
Tindakan pelajar
Penggunaan media visual
poster dan leaflet makanan sehat
Pretest Postest
Universitas Sumatera Utara
Kerangka konsep ini menggambarkan bahwa yang akan diteliti adalah pengaruh
media visual poster dan leaflet makanan sehat terhadap perilaku konsumsi makanan
jajanan pelajar. Untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pelajar
dilakukan pretest dan untuk melihat sejauh mana pengaruh media visual poster dan
leaflet makanan sehat terhadap perilaku pelajar dalam mengkonsumsi makanan jajanan
dilakukan postest.
2.7 Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh pemajangan poster dan pemberian leaflet makanan sehat terhadap
pengetahuan pelajar tentang makanan jajanan.
2. Ada pengaruh pemajangan poster dan pemberian leaflet makanan sehat terhadap
sikap pelajar tentang makanan jajanan.
3. Ada pengaruh pemajangan poster dan pemberian leaflet makanan sehat terhadap
tindakan pelajar dalam mengkonsumsi makanan jajanan.
Universitas Sumatera Utara