Upload
others
View
30
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kembang Gula
Gambar 2.1 Kembang Gula
Kembang gula merupakan jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat
dari gula atau campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang
diizinkan, bertekstur relative lunak atau menjadi lunak jika dikunyah (SNI, 2008).
2.1.1 Fungsi Kembang Gula
1. Sebagai jajanan, yang memiliki daya tarik yang sangat menggoda
2. Sebagai kudapan manis yang berbahan dasar gula pasir
2.1.2 Penggolongan Kembang Gula
Menurut (SNI, 2008) kembang gula digolongkan menjadi dua bagian
yaitu:
1. Kembang Gula Keras adalah jenis makanan selingan berbentuk padat,
dibuat dari gula atau campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
7
tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP)
yang diizinkan, bertekstur keras, tidak menjadi lunak jika dikunyah
2. Kembang Gula lunak adalah jenis makanan selingan berbentuk padat,
dibuat dari gula atau campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau
tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP)
yang diizinkan, bertekstur relatif lunak, atau menjadi lunak jika dikunyah
Kembang gula lunak tergolong menjadi dua bagian yaitu :
1. Kembang gula lunak bukan jelly
Kembang gula lunak bukan jelly adalah kembang gula bertekstur
lunak, yang diproses sedemikian rupa dan biasanya dicampur dengan
lemak, gelatin, emulsifier dan lain-lain sehingga dihasilkan produk
yang cukup keras untuk dibentuk namun cukup lunak untuk dikunyah
dalam mulut sehingga setelah adonan masuk dapat langsung dibentuk
dan dikemas dengan atau tanpa perlakuan aging
2. Kembang gula lunak jelly
Kembang gula lunak jelly adalah kembang gula bertekstur lunak, yang
diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum,
pektin, pati, gelatin dan lain-lain yang digunakan untuk modifikasi
tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal. Harus dicetak dan
diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas. Aging adalah
penyimpanan produk dalam kondisi dan waktu tertentu untuk
mencapai karakter produk yang diinginkan.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
8
2.1.3 Bahan dan Alat Pembuatan Kembang Gula
Bahan yang digunakan untuk pembuatan kembang gula
1. 1 kg gula pasir
2. Asam citrum 1 sendok makan
3. Air matang 100 ml
4. Pewarna makanan
Alat yang di gunakan untuk pembuatan kembang gula
1. Mesin pembuat kembang gula
2. Stik yang tebuat dari bambu (untuk menggulung)
2.1.4 Cara Pembuatan Kembang Gula
1. Campurkan gula dan pewarna makanan, aduk hingga rata
2. Nyalakan mesin pembuat kembang gula, tunggu hingga panas
3. Masukkan campuran gula dan pewarna makanan ke dalam mesin pembuat
kembang gula yang sudah di panaskan
4. Tunggu beberapa menit sampai serabut gula keluar dari mesin
5. Gulung dengan cara menggerakkan stik bambu secara memutar, sehingga
serabut menempel pada stik. Gunakan stik dengan ukuran yang diinginkan
6. Jika gumpalan kembang gula sudah terbentuk, segera bungkus dengan
plastik agar tidak terpapar udara secara langsung, karena kembang gula
akan segera mengeras
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
9
2.2 Zat Pewarna
Zat pewarna makanan merupakan suatu benda berwarna yang
memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Warna dari suatu
produk makanan merupakan salah satu ciri yang sangat penting. Warna
merupakan kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, warna juga
dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti
pencoklatan (Azizahwati, 2007).
Zat pewarna atau bahan pewarna pada makanan adalah bahan tambahan
yang dapat memberi warna, bertujuan untuk memperoleh warna pada makanan
agar lebih menarik.Pada umumnya bahan pewarna yang sering digunakan dalam
makanan olahan terbagi atas pewarna natural (alami) dan pewarna sintetis
(buatan). (Mutiara, 2014).
2.2.1 Pewarna Alami
Pewarna alami adalah pewarna yang diekstrak dari bahan alami, baik
nabati, hewani maupun mineral misalnya :
a. Antosianin
Terdapat pada bit atau kubis merah menghasilkan warna abu-abu violet
pada keadaan basa dan warna merah pada keadaan asam.
b. Kurkumin
Berasal dari kunyit yang berwarna kuning untuk mewarnai minuman tidak
beralkohol, nasi kuning, dan tahu.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
10
c. Klorofil
Berasal dari daun suji berwarna hijau untuk mewarnai kue – kue seperti
kue lapis.
d. Karamel
Berasal dari pemanasan gula yang berwarna coklat. (Mutiara Nugraheni,
2014)
2.2.2 Pewarna Sintetis
Pewarna sintesis adalah bahan kimia yang sengaja ditambahkan pada
makanan untuk memberikan warna yang diinginkan karena warna semula hilang
selama proses pengolahan atau karena diinginkan adanya warna tertentu (Cahyadi,
2009).
Proses pembuatan zat warna sintesis biasanya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat dan asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen
atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat warna organik
sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa yang kadang-
kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam akhir, atau terbentuk senyawa-
senyawa baru yang berbahaya. (Cahyadi, 2009).
Tabel 2.1 Bahan Pewarna Sintetis yang di Izinkan di Indonesia
Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I No)
Amaranth Amaranth: CI Food Red 9 16185 Biru berlian Briliant blue FCF: CI 42090
Eritrosin Food red 2 Eritrosin: Cl 45430
Hijau FCF Food red 14 Fast green FCF : Cl 42053 Hijau S Food Green 3 Green S : CI. Food 44090
Indigotin Green 4 Indigotin: CI. 73015
Ponceau 4R Food Blue I Ponceau 4R : CI 16255
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
11
Tratrazine Tratrazine -
Sumber: Peraturan Menkes RI, NO. 722/Menkes/Per/IX/88
Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang di larang di Indonesia
Pewarna Nomor Indeks Warna
Cirus red No. 2 - 12156
Ponceau 3 R (Red G) 16155
Ponceau SX (Food Red No. 1) 14700 Rhodamine B (Food Red No. 5) 45170
Guinea Green B (Acid Green N0. 3) 42085
Magenta (Basic Violet No. 14) 42510
Chrysoidine (Basic Violet No. 2) 11270 Butter Yellow (Solveent Yellow No. 2) 11020
Sudan I (Food Yellow No. 2) 12055
Methanil Yellow (Food Yellow No. 14) 13065
Auramine (Ext. D&C yellow No. 1) 41000
Oil Orange SS (Basic Yellow No. 2) 12100
Oil Oranges XO (Solvent Orange NO. 7) 12140
Oil Yellow AB (Solvent Orange NO. 5) 11380
Oil Yellow Ob (Solvent Orange NO. 6) 11390
Sumber: Peraturan Menkes RI, NO. 722/Menkes/Per/IX/88
2.2.3 Tujuan Penambahan Zat Pewarna
Pemakaian bahan pewarna sintetik dalam makanan walaupun
mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya
dapat membuat makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, dan
mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama
pengolahan. Adapun tujuan dari penambahan zat pewarna makanan, yaitu:
1. Memperbaiki variasi alami warna
2. Membuat identitas produk pangan
3. Menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau temperatur
akibat proses pengolahan dan penyimpanan (Mutiara, 2014).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
12
2.2.4 Dampak Pemakaian Pewarna Sintetis
Bahan pewarna sintetis akan memberikan dampak negatif terhadap
kesehatan konsumen bila:
1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.
2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam waktu jangka lama.
3. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang
tidak memenuhi persyaratan.
4. Semua masyarakat yang menggunakan bahan pewarna sintetis secara
berlebihan.
5. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda yaitu
tergantung umur, jenis kelamin, mutu makanan sehari hari dalam
keadaan fisik.
2.3.1 Rhodamin B
a. Wadah Rhodamin B b. Warna serbuk Rhodamin B
Gambar 2.2 Rhodamin B
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
13
Rhodamin B merupakan zat sintetik berbentuk serbuk Kristal berwarna
kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi
tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah (Merck Index, 2006).
Rhoduamin B merupakan pewarna yang dipakai untuk industri cat, tekstil
dan kertas. Rhodamin B merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal,
tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam bentuk larutan berwarna merah
terang berpendar (berflouresensi). Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada
saluran pernafasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker)
serta Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada
hati (Merck Index, 2006).
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
No 239/Menkes/V/85 menetapkan zat pewarna yang berbahaya. Rhodamin B
termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna yang
berbahaya dan dilarang digunakan pada makanan, meskipun berbahaya
penyalahgunaan Rhodamin B sebagai zat pewarna pada makanan akan sedikit
menimbulkan rasa pahit bila dimakan dan menimbulkan rasa gatal ditenggorokan
karena sifat Rhodamin B yang dapat mengiritasi (Rosmauli, 2014).
2.3.1 Struktur Rhodamin B
Gambar 2.3 Strukur Rhodamin B
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
14
Nama : Rumus Bangun Rhodamin B
Nama kimia : N – [9-(carboxyphenyl) - 6- (diethlamino)- 311-Xanten-
3-Ylidene] – N Ethlethanaminium Chloride
Nama Lazim : Tetraethylrhodamine, D&C Red No. 19, Rhodamin B
chloride, C.I Basic Violet 10, C.I 45170
Rumus Kimia : C28H 31ClN 2O3
Bobot Molekul (BM) : 479
Warna : Hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sedikit larut dengan dalam
asam hidroklorida dan natrium hidroksida
Penggunaan : Sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, kertas,
tinta, sabun, pewarna kayu, bulu, dan pewarna untuk
keramik. Juga digunakan sebagai pewarna obat dan
kosmetik dalam bentuk larutan obat yang encer, tablet,
kapsul, pasta gigi, sabun, larutan pengering rambut,
lipstik dan pemerah pipi ((Merck Index, 2006).
2.3.2 Dampak Rhodamin B
Dampak Rhodamin B terhadap tuhuh adalah :
Penggunaan Rhodamin B dalam produk pangan dilarang karena bersifat
karsinogenik kuat dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati hingga kanker hati
(Syah, 2005)
Beberapa sifat berbahaya dari Rhodamin B seperti menyebabkan iritasi
bila terkena mata, menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan bila terkena kulit
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
15
hampir mirip dengan sifat dari klorin yang seperti disebutkan diatas berikatan
dalam struktur Rhodamin B. penyebab lain senyawa ini begitu berbahaya jika
dikonsumsi adalah senyawa tersebut adalah senyawa radikal. Senyawa radikal
adalah senyawa yang tidak stabil. Dalam struktur Rhodamin B mengandung
klorin (senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki
reaktivitas yang tinggi maka dengan demikian senyawa tersebut karena
merupakan senyawa yang radikal akan berusaha meencapai kestabilan dalam
tubuh dengan berikatan dengan senyawa-senyawa dalam tubuh sehingga akan
memicu kanker pada manusia. Klorin pada suhu ruang berbentuk gas. Sifat dasar
klorin adalah gas beracun yang menimbulkan iritasi system pernafasan. Efek
toksik klorin berasal dari kekuatan mengkoksidasinya ( Sorandaka, 2012).
Dampak akut Rhodamin B:
1. Jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan, dampak yang
terjadi dapat berupa iritasi saluran pernapasan, iritasi pada kulit, iritasi
pada mata.
2. Jika tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan air
seni akan bewarna merah atau merah muda.
3. Jika sudah masuk dalam tubuh kita akan mengendap pada jaringan hati
dan lemak, tidak dapat di keluarkan dalam jangka waktu lama bisa bersifat
karsinogenik (penyebab kanker).
4. Bila mengkonsumsi makanan yang mengandung Rhodamin B, dalam
tubuh akan terjadi penumpukan lemak, sehingga lama kelamaan terus
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
16
bertambah. Dampaknya baru akan kelihatan setelah puluhan tahun
kemudian (Yuliarti, 2007).
Dampak Kronis Rhodamin B
Bahaya utama terhadap kesehatan pemakaian dalam waktu lama (kronis)
dapat menyebabkan radang kulit dan alergi. Penggunaan Rhodamin B pada
makanan dalam waktu yang lama akan dapat mengakibatkan fungsi hati
maupun kanker (Yuliarti, 2007).
2.3.3 Ciri – Ciri Kembang Gula Yang Mengandung Rhodamin B
1. Warnanya kelihatan cerah dan lebih mencolok, sehingga tampak menarik.
2. Ada sedikit rasa pahit
3. Bau tidak alami sesuai makanannya.
4. Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengkonsumsinya
2.4 Kromatografi
Kromatografi adalah metode pemisahan secara fisika yang mana
komponen-komponen yang akan dipisahkan terbagi diantara dua fase yaitu fase
diam dan fase gerak. (Khopar, 1990).
2.4.1 Jenis – Jenis kromatografi
1. Kromatografi kolom
Kromatografi ini disebut juga kromatografi cairan yang aliran fase
geraknya di sebabkan oleh gerak tarik bumi (gravitasi) dan biasanya fase
diam berupa zat padat.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
17
2. Kromatografi kertas
Pada kromatografi ini sebagai penyerap digunakan sehelai kertas dengan
susunan serabut dan tebal yang sesuai
3. Kromatografi lapis tipis (KLT)
Pada kromatografi ini zat penyerap merupakan lapisan tipis serbuk halus
yangdilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata
umumnya lempeng kaca (Estien, 2005).
2.5 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat,
dengan menggunakan zat penyerap berupa sebuk halus yang dilapiskan serba rata
pada lempengan kaca, lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan dapat didasarkan pada adsorbs (penyerapan),
partisi (pembagian), atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan
jenis pelarut. Pada kromatografi lapis tipis fase gerak berupa cairan dan fase
diamnya adalah lapisan tipis pada permukaan lempeng yang rata (DepKes, 1995).
Fase geraknya merupakan media transport untuk zat yang dipisahkan
secara migrasi melalui fase tetap dengan daya kapiler. Tiap molekul memilih
antara kondisi diserap atau berjalan melalui fase diam.(DepKes, 1995).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
18
Gambar 2.4 Kromatografi lapis Tipis
2.5.1 Prinsip Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi merupakan suatu zat yang terdapat dalam campuran akan
terpisah disebabkan adanya proses migrasi yang dinamis dalam suatu sistem yang
terdiri dari dua fase, dimana suatu fase bergerak terus menerus dengan arah
tertentu dan masing-masing substansi menjalankan kecepatan yang disebabkan
oleh perbedaan partisi, kelenturan, tekanan, uap, ukuran molekul (DepKes, 1995).
Keuntungan kromatografi lapis tipis (KLT)
1. KLT banyak digunakan untuk tujuan analisis
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna
3. Dapat dilakukan elusi secara menaik
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak
5. Membutuhkan waktu yang lebih cepat dan diperoleh pemisahan yang lebih
baik (Estien, 2005)
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
19
2.5.2 Teknik Pelaksanaan Kromatogarfi lapis Tipis
1. Ambil 1 plat KLT dengan ukuran 20 x 20 cm.
2. Buat garis penotolan yang berjarak 2 cm dari ujung bawah plat KLT dan
garis akhir dibagian atas sekitar 14 cm dari bawah dengan menggunakan
pensil.
3. Penotolan larutan sampel (A1, A2, A3, A4, A5) menggunakan pipet kapiler
sebanyak 3 kali pada titik penotolan.
4. Penotolan larutan standart (C) menggunakan pipet kapiler dilakukan
sebanyak 3 kali pada titik penotolan yang berjarak 2 cm dari larutan
sampel
5. Penotolan larutan campuran sampel + standart (B1, B2, B3, B4, B5)
menggunakan pipet kapiler 3 kali pada titik titik penotolan.yang berjarak
2 cm dari larutan standart.
6. Masukkan plat KLT pada chamber berisi eluen kemudian tutup
chamber.
7. Tunggu eluen menyerap sampel sampai mencapai garis akhir, disana
pemisahan akan terlihat
8. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat KLT kemudian
9. Amati jarak yang terbentuk, lingkari dengan menggunakan pensil untuk
penandaan
10. Hitung harga Rf pada bercak
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
20
2.5.3 Penetuan Harga Retardation Faktor (Rf)
Nilai Rf bersifat karakteristik dan menunjukkan identitas masing-masing
komponen. Komponen yang mudah larut dalam pelarut harganya akan mendekati
satu. Sedangkan komponen yang kelarutannya rendah akan mempunyai Rf hampir
nol. Harga Rf dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, waktu
pengembangan, pelarut, kertas, sifat campuran, penjenuhan dan ukuran bejana.
(Estien, 2005). Dengan rumus :
Rf (Retardation faktor) =
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
21
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 2.5 Kerangka Konsep
Kembang Gula
Rhodamin B
Uji dengan Kromatografi Lapis Tipis
Rhodamin B (Negatif)
Memenuhi syarat
SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/88
Rhodamin B (Positif)
Tidak Memenuhi Syarat
SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/88
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA