27
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai kegiatan pemasaran, maka kita berbicara pula mengenai kompleksnya kegiatan bisnis dewasa ini. Pemasaran merupakan suatu keseluruhan aktivitas menciptakan, mempromosikan dan menyalurkan produk baik barang maupun jasa kepada konsumen melalui unit-unit bisnis tertentu. Pemasaran dianggap sangat penting karena dalam pelaksanaannya, perusahaan berupaya menyampaikan informasi seputar produk dan atau perusahaan kepada konsumen sesuai dengan apa yang direncanakan oleh perusahaan itu sendiri. Sukses atau tidaknya kegiatan bisnis suatu perusahaan juga dipengaruhi oleh baik buruknya kegiatan pemasaran dilaksanakan. Pemasaran akan terus berkembang sesuai dengan makin kompleksnya permasalahan bisnis yang ada. Kunci dari pencapaian tujuan pemasaran perusahaan adalah sebaik apa perusahaan dapat memahami kebutuhan dan keinginan dari konsumen yang ada di pasar. 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, pengembangan perusahaan dan termasuk didalamnya pencapaian tujuan perusahaan baik tujuan profit maupun tujuan non-profitnya. Pengertian pemasaran menurut Kotler dan Amstrong (2006:5) adalah: “Marketing is the process by which companies create value for customers and build strong customer relationship in order to capture value from customer in return”. Sedangkan menurut Asosiasi Pemasaran Amerika yang dikutip oleh Kotler (2009:6) mengemukakan bahwa: “Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya”.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

  • Upload
    doduong

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemasaran

Berbicara mengenai kegiatan pemasaran, maka kita berbicara pula

mengenai kompleksnya kegiatan bisnis dewasa ini. Pemasaran merupakan suatu

keseluruhan aktivitas menciptakan, mempromosikan dan menyalurkan produk

baik barang maupun jasa kepada konsumen melalui unit-unit bisnis tertentu.

Pemasaran dianggap sangat penting karena dalam pelaksanaannya, perusahaan

berupaya menyampaikan informasi seputar produk dan atau perusahaan kepada

konsumen sesuai dengan apa yang direncanakan oleh perusahaan itu sendiri.

Sukses atau tidaknya kegiatan bisnis suatu perusahaan juga dipengaruhi

oleh baik buruknya kegiatan pemasaran dilaksanakan. Pemasaran akan terus

berkembang sesuai dengan makin kompleksnya permasalahan bisnis yang ada.

Kunci dari pencapaian tujuan pemasaran perusahaan adalah sebaik apa perusahaan

dapat memahami kebutuhan dan keinginan dari konsumen yang ada di pasar.

2.1.1 Pengertian Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh

perusahaan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan,

pengembangan perusahaan dan termasuk didalamnya pencapaian tujuan

perusahaan baik tujuan profit maupun tujuan non-profitnya.

Pengertian pemasaran menurut Kotler dan Amstrong (2006:5) adalah:

“Marketing is the process by which companies create value for

customers and build strong customer relationship in order to capture

value from customer in return”.

Sedangkan menurut Asosiasi Pemasaran Amerika yang dikutip oleh

Kotler (2009:6) mengemukakan bahwa:

“Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses

untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai

kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara

yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya”.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

17

Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemasaran

merupakan kegiatan atau aktifitas yang mencakup perencanaan, pembuatan

produk, promosi hingga bagaimana produk tersebut didistribusikan melalui proses

pertukaran dengan tujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan

konsumen.

2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran merupakan suatu ilmu yang mempelajari mengenai

bagaimana kegiatan pemasaran ini dilaksanakan dengan benar. Dengan ilmu dari

manajemen pemasaran ini, perusahaan dapat melakukan efisiensi biaya dan tujuan

pemasaran itu sendiri dapat terlaksana secara lebih efektif.

Pengertian manajemen pemasaran menurut Shultz dalam Prof. Dr.

Buchari Alma (2005:130), yaitu:

“Manajemen pemasaran adalah merencanakan, pengarahan dan

pengaasan seluruh kegiatan pemasaran perusahaan ataupun bagian

dari perusahaan”.

Sedangkan menurut Kotler (2009:6), yaitu:

“Marketing as art and science of choosing target market and getting,

keeping and growing customers through creating, delivering and

communicating superior customer value”.

Dari kedua definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen

pemasaran mutlak dipelajari agar pelaksanaan kegiatan pemasaran dapat

terlaksana secara baik. Sedangkan tujuan dari manajemen pemasaran adalah untuk

memperngaruhi tingkat, jangkauan waktu dan komposisi permintaan sehingga

dapat membantu perusahaan dalam mencapai tujuan pemasarannya.

2.2 Perilaku Konsumen

Permasalahan pemaran yang makin kompleks salah satunya didasarkan

pada perilaku konsumen yang terus berkembang. Konsumen kini lebih cerdas dan

menginginkan kesetaraan dengan perusahaan. Konsumen kini dapat menentukan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

18

arah kegiatan bisnis suatu perusahaan melalui otoritasnya dalam berprilaku dan

menciptakan pasar.

Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Cornelisz, Steifie (2009:90),

dalam usaha memasarkan produknya, badan usaha harus memperhatikan jenis

kebutuhan konsumen. Perusahaan harus menyadari bahwa kebutuhan konsumen

beraneka ragam, sehingga terdapat perbedaan perilaku antara individu satu dengan

yang lain untuk memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, badan usaha harus

memahami, mempelajari dan menganalisis perilaku konsumen yang dituju

sehingga diperoleh pandangan yang lebih mendalam tentang konsumen dan dapat

menilai kembali kebutuhan serta menanggapi dengan cepat kebutuhan tersebut.

Perusahaan dalam hal ini mutlak untuk mempelajari mengenai bagaimana

konsumen berperilaku dan menanggapi eksistensi perusahaan di pasar melalui

kehadiran produknya, atau lebih jauh lagi bagaimana perusahaan memasarkan

produknya ke konsumen.

2.2.1 Pengertian Perilaku Konsumen

Pengertian perilaku konsumen menurut Leon G. Schiffman dan Leslie

Lazar Kanuk (2007:6) adalah:

“Perilaku konsumen adalah citra individu mengambil keputusan untuk

memanfaatkan sumberdaya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha)

guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi”.

Perilaku konsumen menurut Kotler (2009:201) adalah:

“Perilaku konsumen adalah memperlajari cara individu, kelompok dan

organisasi memilih, membeli, memakai serta memanfaatkan barang,

jasa, gagasan atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan

hasrat mereka”.

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen mampu

menggambarkan bagaimana konsumen baik secara individu maupun berkelompok

membuat keputusan-keputusan dalam rangka mendapatkan, mengkonsumsi

produk, termasuk didalamnya proses keputusan yang mendahului dan mengikuti

tindakan ini.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

19

Secara teoritis, setiap kali seseorang membeli produk, ia berharap bahwa

produk yang dibelinya akan memberikan utilitas atau kegunaan maksimal.

Artinya, setiap konsumen memiliki dasar rasional dan membuat pilihan rasional

dalam proses pembelian suatu produk. Jika ternyata manfaat atau kegunaan dari

produk berada di bawah ekspektasi konsumen, maka konsumen bisa saja

meninggalkan produk tersebut dan menggantinya dengan produk sejenis dari merk

yang berbeda. Maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa konsumen tidak loyal.

2.2.2 Loyalitas

Kegiatan pembelian barang dan atau jasa merupakan kegiatan yang lumrah

terjadi sehari-hari dalam kegiatan bemasyarakat. Pihak-pihak yang melakukan

pembelian ini kemudian dinamakan konsumen. Dalam upaya mendapatkan

keuntungan, suatu perusahaan berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginan konsumen dengan terlebih dahulu meneliti keputusan pembelian

konsumen secara rinci untuk mengetahui apa yang konsumen ingin beli, dimana

konsumen ingin melakukan pembelian, bagaimana dan berapa banyak konsumen

ingin melakukan pembelian serta mengapa mereka melakukan kegiatan

pembelian.

Hal ini terjadi secara terus menerus sehingga pembelian terhadap suatu

produk mungkin dilakukan lebih dari satu kali. Konsumen dapat membeli produk

yang sama namun dari merek yang berbeda dengan berbagai macam alasan.

Namun demikian, meskipun banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari

bagaimana konsumen berperilaku, perusahaan seringkali mengalami hambatan

dalam mempelajari uniknya individu konsumen yang melakukan pembelian atau

menolak melakukan pembelian terhadap produknya.

Mahmud, Khaled (2012:26) mengutarakan bahwa loyalitas merupakan

keputusan konsumen yang ditentukan oleh perlakuan perusahaan yang

diekspresikan melalui perilaku, misalnya melalui kegiatan pembelian ulang pada

merk yang sama. Dalam disiplin pemasaran, loyalitas menggambarkan komitmen

yang kuat bagi konsumen untuk melakukan pembelian ulang.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

20

Perilaku setelah pembelian suatu produk akan ditentukan oleh kepuasan

atau ketidakpuasan konsumen. Pelanggan yang merasa puas dengan produk yang

dikonsumsi nya memiliki kecenderungan untuk menjadi loyal dan sebaliknya,

konsumen yang merasa tidak puas dengan kegiatan konsumsi produknya akan

mencari produk lain yang mampu memuaskan keinginan dan kebutuhannya,

dengan kata lain terjadilah customer switching behavior atau brand switching.

Setiap perusahaan pasti menginginkan loyalitas tercipta. Karena dengan

demikian, perusahaan dapat memastikan bahwa produknya dapat dengan mudah

diterima di pasaran akibat konsumen yang telah ada dan siap melakukan

pembelian.

Menurut Tjiptono (2000:110), didefinisikan:

“Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap

produk atau produsen dan disertai pola pembelian ulang yang

konsisten”.

Sedangkan menurut Kartajaya (2003:126), loyalitas adalah:

“Manifestasi dari kebutuhan fundamental manusia untuk memiliki,

men-support, mendapatkan rasa aman dan membangun keterikatan

serta menciptakan emotional attachment”.

Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa loyalitas merupakan

bentuk dari perilaku konsumen yang positif dimana konsumen merasa bahwa

kegiatan konsumsinya dari suatu produk memberikan manfaat yang sama atau

bahkan diatas ekspektasinya. Kepuasan ini berakibat pada hubungan emosional

antara konsumen dengan produk dan atau produsennya. Dengan demikian, akan

ada perilaku-perilaku positif lainnya seperti konsumen yang melakukan pembelian

ulang atau bahkan merekomendasikan produk yang digunakannya kepada orang

lain.

Namun demikian, jika yang terjadi adalah hal yang sebaliknya, dimana

kegiatan konsumsi terhadap suatu produk menciptakan ketidakpuasan maka

konsumen akan dengan mudah mengganti produknya ke produk sejenis dari

merek yang berbeda (brand switching).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

21

Junaidi dan Dharmmesta dalam Cornelisz (2009: 93) menyatakan

bahwa terdapat tiga kriteria untuk menguji loyalitas, yaitu:

1. Struktur keyakinan (kognitif)

Informasi merk yang dipegang oleh konsumen (keyakinan konsumen)

harus menunjuk pada merek yang dianggap superior dalam persaingan.

2. Struktur sikap (afektif)

Tingkat kesuksesan konsumen harus lebih tinggi dibandingkan merek

saingan sehingga terdapat preferensi afektif yang jelas.

3. Struktur niat (konatif)

Konsumen harus mempunyai niat untuk membeli merek tertentu bukan

merek lain ketika keputusan pembelian dilakukan.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka dapat teridentifikasi dan tergambar

dengan jelas terhadap suatu produk. Tiga kriteria tersebut harus mendukung atau

bersifat positif untuk mampu meyakinkan bahwa konsumen loyal terhadap produk

perusahaan.

Loyalitas konsumen dapat didemonstrasikan melalui berbagai cara,

misalnya dengan tetap melakukan pembelian pada merek yang sama. Kotler

(2009:240) membedakan empat level status loyalitas pelanggan terhadap suatu

merek dari yang tertinggi hingga yang terendah sebagai berikut:

1. Hard-core loyals : konsumen yang hanya membeli satu jenis merek.

2. Split loyals : konsumen yang loyal kepada dua atau tiga merek.

3. Shifting loyals :konsumen pindah loyalitas dari satu merek ke

merek lain.

4. Switchers : konsumen yang tidak menunjukan loyalitas pada

merek manapun dan seringkali berpindah-pindah merek.

Pada kondisi pasar yang sangat kompetitif, mempertahankan konsumen

merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan semua perusahaan yang

menginginkan kemenangan di pasar baik secara profit maupun popularitas.

Loyalitas konsumen terhadap suatu merek baik produk barang maupun jasa

memang seringkali menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.

Akan tetapi, seiring dengan bertambahnya perusahaan yang bermunculan dan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

22

bergabung dalam suatu industri bisnis tertentu maka tidak terelakan lagi bahwa

tingkat persaingan pun akan semakin meningkat.

Beragam variasi produk barang ataupun jasa yang ditawarkan oleh produsen

ditambah dengan berbagai macam bentuk promosi yang disertakan dalam

memasarkan produknya setidaknya akan membuat konsumen melakukan evaluasi

dan melakukan perbandingan terhadap produk yang ditawarkan di pasaran. Bila

dari hasil evaluasi dan perbandingan yang dilakukan oleh konsumen didapatkan

bahwa manfaat lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi konsumen, maka

besar kemungkinan untuk konsumen melakukan tindakan perpindahan merek

(brand switching) kepada perusahaan lain. Hal inilah yang kemudian secara

perlahan mendapatkan perhatian dari para pelaku bisnis yang berpendapat bahwa

perilaku konsumen yang mudah berpindah merek (switching behavior) akan

memberikan dampak pada kinerja perusahaan dalam jangka panjang.

2.3 Brand Switching

Menurut Hollis dalam Abisatya (2008:25), “A trusted brand is treasured

asset, prized by its owners and envied by competitors” dimana merek adalah

sebuah asset yang sangat penting bagi perusahaan yang harus dijaga

kredibilitasnya di mata konsumen sehingga akan memberikan perbedaan

dibandingkan merek lainnya. Perbedaan yang ditunjukan oleh merek-merek yang

ada dalam pasar merupakan dasar terjadinya fenomena brand switching

(perpindahan merek).

Konsumen sebagai pihak yang kemudian menikmati manfaat dari

konsumsi suatu produk baik barang maupun jasa akan terus mencari produk yang

mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya secara sempurna, atau setidaknya

mampu memenuhi ekspektasinya terhadap produk bersangkutan. Proses pencarian

inilah yang kemudian membuat konsumen akan dengan mudah mencoba produk

dari merek-merek yang berbeda, sehingga fenomena brand switching tidak dapat

terelakan lagi.

Dengan rentannya konsumen untuk berpindah merek, perusahaan sebagai

pelaku bisnis kemudian memiliki tugas besar untuk mampu mempertahankan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

23

konsumen melalui penyediaan produk yang memuaskan, baik dari segi kualitas,

harga, pelayanan penjualan dan lain sebagainya. Perusahaan perlu pula untuk

memahami konsumen secara lebih lanjut dalam artian perusahaan dituntut untuk

peka terhadap perubahan gaya konsumsi konsumen terhadap produk yang

dijualnya di pasaran.

Mengacu pada Kotler (2009:240), yang membedakan empat level status

loyalitas pelanggan terhadap suatu merek, didapatkan kesimpulan bahwa semua

pemasar akan selalu mencoba untuk menghindari level loyalitas konsumen yang

paling rendah, yaitu switcher. Hal ini disebabkan adanya berbagai macam

rangsangan dari pesaing untuk membuat konsumen melakukan kegiatan konsumsi

produk pesaing, dimana makin meningkatkan kemungkinan konsumen untuk

berpaling kepada merek pesaing dan meninggalkan merek yang lama, pembelian

merek lain dari merek yang sering digunakan oleh konsumen disebut dengan

brand switching. Perpindahan merek (brand switching) merupakan fenomena

yang seringkali terjadi pada berbagai jenis pasar.

Dalam dunia bisnis, konsumen tidak hanya dapat berperilaku positif atau

menguntungkan untuk pihak produsen, namun juga dapat berperilaku negatif.

Perilaku negatif ini dapat ditunjukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah

konsumen yang beralih menggunakan produk dari perusahaan pesaing. Hal ini

lumrah terjadi di pasar, terutama pada pasar yang sangat kompetitif karena pada

pasar ini, konsumen dihadapkan pada banyak sekali pilihan untuk kegiatan

konsumsinya akan produk.

2.3.1 Pengertian Brand Switching

Menurut Hawkins and Mothersbaugh (2010:637), Brand Switching adalah:

“Hasil dari ketidakpuasan konsumen akan suatu produk yang

mengakibatkan konsumen melakukan penghentian pembelian produk pada

suatu merk dan menggantinya dengan produk dari merk lain”.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

24

Dalam jurnal berjudul Determinants Analysis of Customer Switching Behavior

in Private Banking Sector of Pakistan, Bolton and Bronkhurst dalam Ghouri

(2010:98), didefinisikan bahwa:

“Customer Switching Behavior adalah suatu keputusan pelanggan untuk

menghentikan kegiatan pembelian atau kegiatan bisnis (sebagian atau

keseluruhan) pada suatu perusahaan”.

Sedangkan menurut jurnal yang dijadikan referensi utama dalam penelitian ini

yang berjudul Studi Tentang Perilaku Perpindahan Merk, Rifah (2010:121)

mendefinisikan perpindahan merk sebagai berikut:

“Adalah suatu keadaan dimana konsumen berpaling dari suatu perusahaan

dan melirik atau berpindah ke merek perusahaan lain”.

Reichheld & Sasser dalam Siddiqui (2011:364) mengatakan bahwa:

“Customer switching, customer exit atau customer defection merupakan

suatu perilaku yang dapat didefinisikan sebagai tingkatan atau keadaan

dimana konsumen telah mengganti produknya di masa lalu”.

Semua definisi diatas menggambarkan bahwa brand switching atau perilaku

perpindahan merek oleh konsumen merupakan perilaku negatif dalam kegiatan

bisnis, dimana konsumen memutuskan untuk menghentikan pembelian atau

penggunaan produk suatu merk dan mulai menggantinya dengan menggunakan

produk dari perusahaan atau merk lain.

Perpindahan merek oleh konsumen ini terjadi ketika konsumen memahami

betul mengenai perbedaan signifikan antar merek yang berkompetisi di pasar

tertentu. Konsumen dalam hal ini mengetahui banyak hal mengenai kategori

produk yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu untuk melakukan

diferensiasi keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut.

Sebagai tindakan negatif yang tidak diharapkan terjadi, fenomena brand

switching harus mendapatkan perhatian serius dari pemasar agar perusahaan dapat

mempertahankan konsumen yang telah ada dan kemudian mampu menjangkau

konsumen baru yang akan memberikan dampak positif baik secara profitabilitas

maupun kemapanan dan popularitas perusahaan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

25

2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Brand Switching

Perilaku perpindahan merk oleh konsumen ini merupakan permasalahan

yang serius yang harus mendapatkan perhatian dari pelaku bisnis. Terjadinya

perpindahan konsumen merupakan ancaman bagi bisnis dan menandakan bahwa

produk dari perusahaan lain mampu memberikan daya tarik yang lebih

dibandingkan produk dari perusahaan sendiri.

Perkembangan perubahan perilaku konsumen seperti ini menggambarkan

pada kita bahwa dengan semakin berkembangnya zaman, maka permasalahan-

permasalahan pemasaran akan semakin kompleks pula. Para pelaku bisnis harus

mengetahui dengan betul faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya

perilaku perpindahan merk ini agar perusahaan dapat memaksimalkan profit

melalui pelanggan yang suportif.

Beberapa studi menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

perilaku perpindahan merek ini dalam prespektif yang berbeda. Namun demikian,

kesemuanya memiliki arah yang sama dalam menjelaskan mengapa seorang atau

sekelompok konsumen dapat melakukan pergantian merek pada produk yang

dikonsumsinya.

Menurut Shukla dalam Mutyalestari (2009:38) mengungkapkan bahwa

hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam terjadinya brand switching adalah

sebagai berikut:

1. Perceived quality (kualitas yang ditunjukan)

Dalam menciptakan sebuah produk dengan merek tertentu, pemasar

diharuskan menunjukan kualitas dari merek. Kualitas dari merek yang

dimaksud disini tidak hanya sebatas pada pengepakan ataupun tingkat

kecacatan produk yang rendah, namun harga yang bersaing dan pelayanan

yang diberikan menjadi standar bahwa merek tersebut berkualitas. Jika

yang terjadi adalah kebalikannya, maka konsumen akan mencari merek

lain yang lebih berkualitas.

2. Attractiveness of the product (daya tarik produk)

Setiap produk memiliki daya tarik masing-masing dimana ciri khas atas

diferensiasi merek merupakan hal yang paling diunggulkan dalam

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

26

meningkatkan daya tarik. Kreatifitas penawaran dipercaya sebagai alat

ukur yang tepat dalam meningkatkan daya tarik produk.

3. Variety of features (variasi fitur)

Adalah berbagai macam elemen-elemen yang ditawarkan oleh sebuah

produk. Semakin menarik fitur yang dimiliki oleh produk pesaing, maka

semakin besar kemungkinan konsumen akan beralih menggunakan produk

merek pesaing.

4. Commitment (komitmen pelanggan)

Adalah tingkat loyalitas konsumen ditengah berbagai macam rangsangan

dari para pesaing sebelum melakukan perpindahan. Semakin rendah

tingkat komitmen atau loyalitas pelanggan, maka semakin besar pula

terjadinya perpindahan merek (brand switching).

Del Hawkins dan David Mothersbaugh dalam bukunya yang berjudul

Consumer Behaviour: Building Marketing Strategy Eleventh Edition (2010: 634)

mengemukakan bahwa perilaku berpindahnya konsumen dapat disebabkan oleh

beberapa faktor berikut ini:

1. Core Service Failure

Merupakan penyebab kepindahan konsumen karena kesalahan ataupun

masalah teknis pada produk yang ditawarkan kepada konsumen. Hal ini

dapat terjadi bila konsumen menderita kerugian karena terjadi kekeliruan

karyawan misalnya pencatatan yang keliru oleh karyawan, diagnosa yang

keliru dari dokter sebuah rumah sakit. Kejadian ini tentu akan membuat

kecewa konsumen yang dapat saja berdampak munculnya keinginan untuk

pindah ke perusahaan lain.

2. Service Encounter Failures

Merupakan berpindahnya konsumen disebabkan oleh kegagalan

pelayanan. Penyebabnya karena sikap karyawan yang antara lain kurang

perhatian, tidak sopan, tidak tanggap, dan kurang menguasai lingkup

pekerjaannya. Apabila konsumen dilayani oleh karyawan yang tidak dapat

memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi, maka konsumen

akan terus mencari jawaban atas permasalahannya hingga ke penyedia jasa

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

27

lain. Bila penyedia jasa lain dapat memberikan solusi tersebut, maka besar

kemungkinan konsumen akan memindahkan kepercayaannya kepada

penyedia jasa tersebut.

3. Pricing

Menyebabkan konsumen beralih pada perusahaan lain karena harga yang

dirasakan tidak dapat memberikan manfaat yang sesuai harapannya.

4. Inconvenience

Merupakan penyebab berpindahnya konsumen karena lokasi perusahaan

yang tidak mudah dijangkau, kenyamanan ruang atau penggunaan produk,

dan waktu menunggu untuk dilayani. Lokasi penyedia jasa yang strategis

diharapkan semakin mempermudah konsumen untuk menerima layanan

dari penyedia jasa, bila konsumen mengalami kesulitan, maka akan

cenderung penyedia jasa yang mudah untuk dijangkaunya. Sedangkan

untuk produk, produk harus nyaman digunakan dalam artian mampu

memenuhi kebutuhan dasar penggunaan produk.

5. Responses to Service Failures

Merupakan terjadinya perpindahan konsumen karena kegagalan

perusahaan dalam menangani keluhan konsumen.

6. Attraction by Competitors

Merupakan perpindahan konsumen karena kemenarikan perusahaan yang

lain dibandingkan dengan perusahaan sebelumnya yang menyebabkan

ketidakpuasannya. Kemenarikan ini dapat terjadi karena biaya yang

dirasakan lebih murah, fitur pesaing lebih mumpuni ataupun pelayanan

yang lebih baik.

7. Ethical Problems

Merupakan masalah yang berhubungan dengan moral, ketidakamanan,

ketidaksehatan ataupun masalah perilaku yang berhubungan norma-norma

sosial. Termasuk dalam kategori ini adalah perilaku yang tidak jujur yaitu

memberikan janji-janji berupa pemberian hadiah, perilaku yang

mengintimidasi misalnya pada nasabah nakal yang terlambat melakukan

pembayaran sehingga pihak bank melakukan intimidasi agar nasabah

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

28

bersedia melakukan pembayaran. Rasa tidak aman juga dapat dirasakan

konsumen karena identitas yang seharusnya menjadi rahasia disampaikan

kepada pihak lain tanpa pesetujuannya.

8. Involuntary Switching

Yakni berpindahnya konsumen pada produk perusahaan lain karena

ketidaksengajaan. Misalnya ada produk perusahaan lain yang lebih mudah

dijangkau karena dealer nya pindah atau konsumen sekedar ingin coba-

coba.

Berdasarkan beberapa literatur yang ada, disebutkan bahwa model yang

dikemukakan oleh Del Hawkins dan David Mothersbaugh lebih cocok untuk

digunakan dalam menganalisis terjadinya brand switching pada perusahaan jasa

atau produk jasa. Tentunya, jasa dan barang merupakan dua hal yang berbeda dan

memerlukan perlakuan yang berbeda pula. Kemudian ada pula model lainnya atau

faktor penyebab terjadinya brand switching yang dikemukakan oleh pihak

lainnya.

Perilaku perpindahan merk pada konsumen ini terjadi akibat beberapa

faktor utama. Menurut jurnal berjudul Studi Tentang Perilaku Perpindahan Merk,

Rifah (2010:121) mengatakan bahwa Customer Switching Behavior atau Brand

Switching disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu ketidakpuasan konsumen

(customer unsatisfaction), keinginan mencari variasi (variety seeking) dan

pencarian informasi melalui media (media search). Berikut ini akan dijelaskan

lebih lanjut bagaimana ketiga faktor ini mampu menyebabkan terjadinya

perpindahan merk atau brand switching :

1. Customer Unsatisfaction (Ketidakpuasan Konsumen)

Alasan utama yang sering dialami oleh konsumen ketika mereka

melakukan perpindahan merk adalah disebabkan konsumen mengalami

ketidakpuasan (unsatisfaction) pada saat setelah produk dibeli (pasca

beli).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

29

2. Variety Seeking (Keinginan Mencari Variasi)

Kebutuhan mencari variasi (variety seeking) adalah perilaku konsumen

yang berusaha mencari keberagaman merk diluar kebiasaan mereka.

3. Media Search (Pencarian Informasi Melalui Media)

Dalam era globalisasi seperti saat ini, pertukaran informasi dapat terjadi

dengan sangat mudah. Media komunikasi yang makin canggih menjadi

salah satu penyebabnya. Ketika suatu produk diinformasikan melalui

media tertentu, konsumen dan atau calon konsumen kemudian didorong

untuk memiliki keinginan untuk melakukan pembelian. Bagi konsumen

yang telah memiliki suatu produk dan melihat iklan produk sejenis yang

dijanjikan lebih baik, maka kecenderungan adanya proses perpindahan

merk dapat terjadi.

Berdasarkan beberapa teori mengenai faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya brand switching di atas, penulis kemudian akan memilih teori terakhir

yang diambil dari Studi Tentang Perilaku Perpindahan Merk, Rifah (2010:121)

karena dianggap paling sesuai dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh beberapa ahli diatas dilakukan di luar negeri dan terjadi pada

perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa sehingga jika penulis menggunakan

teori yang dikemukakan oleh Shukla dan Dell Hawkins dikhawatirkan tidak akan

ada dukungan teoritis yang jelas.

Studi yang dilakukan oleh Rifah dilakukan di Indonesia dengan objek

penelitian perusahaan-perusahaan operator selullar Indonesia. Selain itu,

penelitian juga dilakukan paling akhir jika dilakukan pembandingan dengan dua

teori lainnya. Penelitian yang tidak terpaut waktu terlalu jauh ini setidaknya dapat

memberikan gambaran yang lebih faktual sehingga diharapkan mampu

mensukseskan penelitian ini.

Selanjutnya, kajian teoritis lebih lanjut akan dilakukan dengan

menggunakan teori dari Rifah ini dalam menerangkan analisis faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya fenomena brand switching.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

30

2.3.2.1 Ketidakpuasan Konsumen (Customer Unsatisfaction)

McQuitty dalam Habib, Salleh dan Abdullah (2011: 138) mengatakan

bahwa sejak awal, kepasan konsumen telah menjadi aspek penting dalam

berjalannya aktifitas bisnis. Kepuasan konsumen dapat dijadikan pula sebagai

indikator bahwa perusahaan mampu menyediakan produk baik barang maupun

jasa yang memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen sesuai dengan

ekspektasinya, bahkan lebih.

Menurut Kotler (2009:135)¸dewasa ini konsumen lebih terdidik dan lebih

berpengetahuan. Mereka mempunyai sarana (misalnya internet) untuk

memverifikasi klaim perusahaan dan mencari alternatif yang lebih unggul.

Dengan kata lain, konsumen kini lebih sering melakukan pembandingan kinerja.

Jika kinerja produk lebih rendah daripada ekspektasi konsumen maka

konsumen akan mengalami ketidakpuasan dan begitu pula sebaliknya. Konsumen

akan membentuk harapan mereka berdasarkan pesan yang diterima dari produsen.

Jika produsen melebih-lebihkan manfaat produk dan kenyataan yang terjadi

tidaklah demikian atau harapan konsumen terlalu tinggi terhadap produk tersebut

dan harapan itu tidak tercapai, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan konsumen.

Ketidakpuasan konsumen dapat terjadi karena kualitas produk yang tidak

sesuai dengan harapan konsumen, harga yang tidak sebanding dengan kualitas

produknya atau kurangnya pelayanan yang diberikan.

Menurut Kotler (2009:138), secara umum:

“Kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa yang

timbul karena membandingkan kinerja yang dipresepsikan produk (atau

hasil) terhadap ekspektasi mereka. Jika kinerja gagal memenuhi

ekspektasi, pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja sesuai dengan

ekspektasi, pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi,

pelanggan akan sangat puas atau senang”.

Dalam teori yang dikemukakan diatas, terdapat pengertian mendalam

mengenai kepuasan. Kepuasan merupakan hal positif sedangkan ketidakpuasan

adalah hal yang negatif yang merupakan hasil dari penilaian pelanggan atas

kinerja produk. Konsumen seringkali membentuk presepsi yang lebih

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

31

menyenangkan tentang sebuah produk dengan merek yang sudah mereka anggap

positif.

Menurut Rifah (2010:122), ketidakpuasan tersebut bisa terjadi karena hal-

hal berikut ini:

1. Kualitas Produk, terjadi karena kualitas produk yang tidak sesuai

dengan yang diharapkan atau dijanjikan. Dengan kata lain, produk

kurang berkualitas.

2. Harga, terjadi karena harga yang tidak sebanding dengan produk

yang dijanjikan.

3. Pelayanan, terjadi ketika pelayanan dari perusahaan tidak

memuaskan atau mengecewakan.

4. Janji-janji yang Tidak Ditepati, misalnya berkaitan dengan garansi.

Semua itu bisa terjadi dan dialami konsumen dan dapat membuat

konsumen mengalami ketidakpuasan dan beralih ke merk perusahaan lain.

Kotler (2009:143), mendefinisikan kualitas produk sebagai berikut:

“Quality is the totality of features and characteristics of a product or

service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs.”

Maksud dari pengertian diatas adalah kualitas produk merupakan

keseluruhan ciri serta sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuan

dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan yang dinyatakan maupun tersirat.

Semakin baik kemampuan yang dimiliki oleh suatu produk, maka semakin puas

pula seseorarang terhadap produk yang ia pakai. Namun jika yang terjadi adalah

hal yang berlainan, maka konsumen akan tidak puas dan berusaha mencari produk

dari merek lain yang dianggap lebih berkualitas sehingga mampu memenuhi

ekspektasinya dengan lebih baik. Jika sudah demikian, brand switching tidak

dapat terelakan lagi untuk terjadi.

Kualitas produk pesaing yang lebih baik adalah ancaman bagi pemasar.

Dengan kualitas produk dibawah para pesaing, sulit rasanya bagi perusahaan

untuk mampu menjaga konsumennya tetap setia menggunakan produk. Dalam hal

ini, peningkatan kualitas mutlak dilaksanakan agar kecenderungan terjadinya

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

32

brand switching dapat dihindari. Selain itu, pemberian informasi seputar produk

juga harus disesuaikan dengan kualitas asli dari produk yang diinformasikan.

Informasi berlebihan yang tidak sesuai dengan kualitas produk bahkan

dapat menjadi boomerang bagi perusahaan. Informasi positif yang berlebihan

kemudian akan meningkatkan ekspektasi dari pelanggan, dan ketika pelanggan

melakukan konsumsi terhadap produk yang ternyata kualitasnya berada di bawah

ekspektasi awal mereka, maka pelanggan akan tidak puas dan beralih

menggunakan produk dari merek pesaing.

Namun demikian, menurut Abisatya (2009) dengan berubahnya pola pikir

konsumen terhadap suatu merk akibat berbagai macam tuntutan yang diinginkan

konsumen sebagai dampak dari pengembangan sebuah merk, maka dapat

disimpulkan bahwa konsumen tidaklah begitu mempermasalahkan kualitas

produk sebuah merk melainkan mempermasalahkan kualitas dari merk itu sendiri.

Dalam jurnal yang sama, Abisatya (2009) mengatakan bahwa jika merk

tersebut merupakan merk yang banyak digunakan orang, secara tidak langsung

merk tersebut berkualitas sehingga konsumen tidak akan ragu lagi untuk membeli

walau seperti apapun kualitas produk yang diberikan, begitupun sebaliknya,

dikarenakan kunci dari loyalitas konsumen yang terus dipertanyakan oleh

konsumen sejak dulu hingga kini adalah perbedaan yang mampu ditunjukan

sebuah merk terhadap merk lain.

Selain itu, ketidakpuasan pelanggan juga dapat disebabkan oleh faktor

harga. Menurut Kotler (2009:68), harga didefinisikan sebagai:

“Price is the amount of money charged for a product or service. More

broadly, price is the sum of all the value that consumers exchange for

the benefits of having or using the product or service”.

Maksud dari pengertian diatas adalah harga merupakan sejumlah uang

yang dibebankan untuk sebuah produk baik barang maupun jasa. Secara lebih luas

lagi, harga adalah keseluruhan nilai yang ditukarkan konsumen untuk

mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap sebuah produk barang atau

jasa.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

33

Ketidakpuasan muncul ketika harga yang dibebankan oleh produsen tidak

sesuai dengan manfaat yang didapat oleh konsumen melalui konsumsi produk

yang bersangkutan. Secara historis, harga telah menjadi faktor utama yang

mempengaruhi pilihan konsumen dalam pembelian suatu produk meskipun dalam

beberapa dekade terakhir, faktor-faktor non-harga mulai menjadi faktor yang

dipertimbangkan.

Pelayanan yang diberikan oleh perusahaan terkait dengan penggunaan

produk juga dapat pula menjadi kunci puas atau tidak puasnya seseorang terhadap

suatu merek atau brand. Kotler (2009:83) mendefinisikan pelayanan sebagai

berikut:

“Setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak

kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak

mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan

dengan pada sautu produk fisik sehingga pelayanan merupakan

perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan

konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen sendiri”.

Kualitas pelayanan yang baik adalah pelayanan yang dimulai dari

kebutuhan konsumen dan berakhir pula pada presepsi pelanggan. Hal ini dapat

diartikan bahwa kualitas yang baik bukanlah berdasarkan presepsi penyedia jasa

atau perusahaan, melainkan berdasarkan presepsi pelanggan. Jika perusahaan

mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang diinginkan oleh

konsumen, maka kepuasan akan dicapai. Namun jika hal sebaliknya yang terjadi,

konsumen akan menjadi tidak puas dan meninggalkan merek atau perusahaan

bersangkutan dan mulai mencari perusahaan atau merek lain yang lebih mampu

memberikan pelayanan yang lebih baik. Jika demikian, brand switching akan

terjadi karena konsumsi suatu produk terhadap suatu merek telah digantikan oleh

merek lainnya.

Hal lainnya yang dapat menyebabkan konsumen merasa tidak puas dan

mencari kepuasannya pada merek lain adalah ketika janji-janji yang diberikan

oleh perusahaan ternyata tidak dapat ditepati sebagaimana mestinya. Menurut

Rifah (2010: 122), ketidakpuasan terjadi ketika pemberian janji-janji pemasar

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

34

yang tidak ditepati misalnya berkaitan dengan garansi pada produk-produk yang

memerlukan keterlibatan tinggi, adanya penggantian peralatan gratis ketika

produk yang dibeli mengalami kerusakan maupun kegiatan lainnya.

Beberapa perusahaan berpikir bahwa untuk dapat memperhatikan

kepuasan pelanggan, perusahaan harus mencatat seberapa banyak ketidakpuasan

konsumen terjadi. Menurut Kotler (2009:143), dari pelanggan yang

menyampaikan keluhan (ketidakpuasan), antara 54% sampai dengan 70% akan

membeli kembali dari perusahaan jika keluhan mereka diselesaikan. Angka

tersebut bahkan dapat naik hingga 95% jika perusahaan berhasil menyelesaikan

keluhan secara cepat.

Pelanggan yang menyampaikan keluhan pada suatu perusahaan dan

keluhan mereka diselesaikan dengan memuaskan akan menceritakan perlakuan

baik yang mereka terima tersebut rata-rata kepada 5 orang. Namun demikian,

pelanggan yang tidak puas rata-rata menggerutu kepada 11 orang. Kotler (2009:

143). Jika masing-masing orang tersebut masih memberitahu orang lain lagi,

jumlah orang yang mendapatkan berita buruk akan berlipat ganda.

Penelitian yang dilakukan oleh Kotler tersebut memberikan gambaran

bahwa ketidakpuasan pelanggan harus dihindari oleh perusahaan untuk

memperkecil kemungkinan terjadinya brand switching. Namun demikian,

sesempurna apapun rancangan dan implementasi sebuah program pemasaran,

kesalahan selalu akan terjadi. Hal terbaik yang dapat dilakukan oleh perusahaan

atau pemasar adalah mempermudah pelanggan menyampaikan keluhannya ketika

dia atau mereka merasa tidak puas. Formulir saran, nomor bebas pulsa, situs Web

dan alamat email memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah yang cepat.

Kepuasan konsumen merupakan hal penting yang harus mampu dicapai

oleh perusahaan yang melakukan kegiatan bisnis dalam industri apapun. Ketika

kepuasan ini tidak tercapai, dan ketidakpuasan konsumenlah yang dirasakan,

maka konsumen akan mencari kepuasan dari produsen atau merek berbeda (brand

switching).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

35

Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh ketidakpuasan konsumen

atau customer unsatisfaction maka penting bagi pemasar untuk dapat menangani

pengalaman negatif ini secara tepat. Menurut Kotler (2009: 143), ada beberapa

prosedur yang dapat dilakukan oleh pemasar untuk membantu menangani

konsumen yang tidak puas agar tidak beralih pada penyedia produk lain atau

pesaing sehingga kemungkinan terjadinya brand switching akan semakin kecil,

yaitu antara lain sebagai berikut:

1. Membuka hotline gratis 7 hari, 24 jam (lewat telepon, faks atau email)

untuk menerima dan menindaklanjuti keluhan pelanggan.

2. Menghubungi pelanggan yang menyampaikan keluhan secepat mungkin.

Semakin lambat respons perusahaan, semakin besarlah ketidakpuasan

yang akan menimbulkan berita negatif.

3. Menerima tanggung jawab atas kekecewaan pelanggan; jangan

menyalahkan pelanggan.

4. Mempekerjakan orang layanan pelanggan yang memiliki empati.

5. Menyelesaikan keluhan dengan cepat dan mengusahakan kepuasan

pelanggan. Sebagian pelanggan yang menyampaikan keluhan

sesungguhnya tidak meminta kompensasi yang besar sebagai tanda bahwa

perusahaan peduli.

Maka dari itu, ketidakpuasan konsumen memang sulit dihindari. Untuk dapat

memperkecil kemungkinan terjadinya hal ini, perusahaan ada baiknya

menjalankan prosedur-prosedur tersebut agar konsumen tidak beralih pada

perusahaan lain.

Customer Unsatisfaction akan menyebabkan terjadinya Brand Switching

apabila perusahaan tidak mampu menangani keluhan konsumen sebagai bentuk

ketidakpuasannya dengan tepat. Namun, apabila perusahaan dapat menyelesaikan

keluhan pelanggan secara memuaskan (bagi pelanggan), maka Brand Swithing

oleh konsumen dapat diperkecil kemungkinannya.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

36

2.3.2.2 Keinginan Mencari Variasi (Variety Seeking)

Selain ketidakpuasan konsumen, perilaku brand switching dapat pula

terjadi karena konsumen semata-mata berkeinginan untuk mencari variasi. Dalam

melakukan kegiatan konsumsi terhadap suatu produk, baik barang maupun jasa,

konsumen seringkali menginginkan sesuatu yang baru yang jauh berbeda dengan

apa yang biasa ia konsumsi. Variety seeking ini sering terjadi karena keterlibatan

beberapa produk rendah. Perilaku variety seeking menurut Kahn, Kalwani dan

Morizon yang dikutip oleh Rifah (2010:122) adalah :

“Kecenderungan individu-individu mencari keberagaman dalam

memilih produk baik berupa barang maupun jasa pada suatu waktu

yang timbul karena beberapa alasan yang berbeda. Perilaku ini sering

terjadi pada beberapa produk dimana tingkat keterlibatan produk itu

rendah, apabila dalam proses pembelian produk konsumen yang tidak

melibatkan banyak faktor dan informasi yang harus ikut

dipertimbangkan.”.

Keinginan atau kebutuhan mencari variasi merupakan bentuk keinginan

konsumen untuk mencoba hal-hal yang baru yang jarang atau tidak pernah

dikonsumsi. Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Cornelisz (2009: 93), bahwa

keinginan mencari variasi merupakan hal yang wajar bagi konsumen karena

adanya faktor stimulus dari luar yang merangsang seseorang untuk cenderung

mencoba produk-produk yang dinilai baru. Keinginan mencari variasi ini terus

terjadi selagi di pasar banyak ditemukan produk sejenis yang seimbang dengan

produk yang ditawarkan perusahaan.

Melalui keinginan mencari variasi ini, maka konsumen akan cenderung

selalu membanding-bandingkan kinerja sebuah produk dengan produk sejenis

lainnya. Dan melalui keinginan mencari variasi ini, kemungkinan besar akan

memicu terjadi perpindahan pembelian dari sebuah produk ke produk lainnya.

Junaidi dan Dharmmesta dalam Cornelisz (2009: 93) menambahkan bahwa

keinginan mencari variasi ini muncul karna didukung oleh berbagai faktor, antara

lain:

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

37

1. Persaingan yang ketat antar produk sejenis, sehingga setiap produk

mempropagandakan untuk menjadi yang terbaik. Kondisi ini tentunya

memungkinkan untuk mempengaruhi konsumen cenderung untuk

mencoba hal baru.

2. Kualitas produk mengalami penurunan. Penurunan kinerja sebuah produk

mendorong konsumen untuk mencari dan mencoba produk-produk yang

dimungkinkan mampu memberikan sebuah kepuasan.

3. Karakteristik alamiah konsumen. Karakteristik alamiah konsumen adalah

berbeda. Satu kelompok konsumen dimungkinkan mempunyai perilaku

untuk selalu mencari dan mencoba-coba hal baru, meskipun produk yang

telah dikonsumsinya juga mampu memberikan sebuah kepuasan.

Dalam teori yang disebutkan oleh Kahn, Kalwani dan Morizon,

kecenderungan konsumen untuk melakukan pencarian variasi (variety seeking)

sering terjadi pada produk yang memerlukan keterlibatan rendah. Hal ini terjadi

karena dalam produk dengan keterlibatan yang rendah, konsumen tidak

diharuskan melakukan pengorbanan yang tinggi baik secara finansial maupun hal

lainnya untuk dapat melakukan konsumsi. Secara finansial, berarti konsumen

tidak perlu mengeluarkan dana yang sangat tinggi untuk melakukan konsumsi.

Sehingga, jika ternyata konsumsi terhadap produk dari merek yang baru tidak

menyenangkan, maka hal tersebut tidak berpengaruh besar terhadap

pengorbanannya. Namun ketika ternyata kegiatan pencarian variasinya

membuahkan hasil yang baik, dimana produk merek barunya lebih baik

dibandingkan dengan merek terdahulu, maka konsumen akan beralih

menggunakan produk dari merek yang baru (brand switching).

Namun demikian, pada kenyataannya kecenderungan untuk mencari

variasi juga tidak hanya terjadi pada produk dengan kategori keterlibatan yang

rendah. Dalam jurnal yang sama oleh Sambandam dalam Rifah (2010:122),

mengemukakan bahwa:

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

38

“Perilaku perpindahan merk tidak hanya timbul akibat dari perilaku

pencarian variasi yang cenderung terjadi pada produk yang

memerlukan keterlibatan rendah, tetapi juga terjadi pada produk yang

memerlukan keterlibatan yang tinggi seperti pada pembelian produk

otomotif dan elektronik. Dua macam produk ini termasuk kategori

keterlibatan tinggi dalam proses pembeliannya, yang melibatkan faktor

resiko yang harus dipertimbangkan”.

Dengan demikian, pada dasarnya keinginan mencari variasi ini dapat

terjadi pada produk konsumsi apapun baik yang memiliki keterlibatan rendah

maupun bagi produk yang memiliki keterlibatan tinggi. Pencarian variasi (variety

seeking) ini dilakukan konsumen karena berbagai tujuan. Seperti dikutip dalam

Rifah (2010: 122), tujuan konsumen mencari variasi atau keberagaman produk

adalah untuk mencapai suatu sikap terhadap merk yang menyenangkan. Tujuan

lain dari perilaku konsumen dalam mencari variasi ini dapat berupa:

1. Hanya Sekedar Mencoba Sesuatu yang Baru, dalam hal ini

konsumen mencari variasi dengan tujuan untuk coba-coba tanpa

mengetahui dengan jelas informasi seputar produk dari merk yang

kemudian akan digunakan. Konsumen hanya ingin mencari variasi

karena produk yang dipilih berbeda dengan produk yang digunakan

sebelumnya.

2. Mencari Kebaruan Dari Sebuah Produk, dalam hal ini konsumen

mencari variasi karena benar-benar ingin mengkonsumsi sesuatu

yang baru yang belum didapatkannya dari konsumsi produk

terdahulu. Dengan kata lain, konsumen telah memiliki informasi

jelas mengenai kebaruan dari produk yang akan dipilihnya tersebut.

Hal yang baru merupakan sesuatu yang menggiurkan bagi konsumen.

Seperti disebutkan diatas, konsumen dapat melakukan pencarian variasi (variety

seeking) karena dalam upayanya mencapai suatu sikap yang menyenangkan

terhadap merek, hanya sekedar mencoba sesuatu yang baru dan mencari kebaruan

dari sebuah produk.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

39

2.3.2.3 Pencarian Informasi Melalui Media (Media Search)

Media masa kini memiliki peranan penting dalam banyak hal termasuk

dunia bisnis dan pemasaran. Melalui media masa, pemasar berusaha

menyampaikan informasi seputar nilai-nilai dari suatu produk kepada konsumen

agar konsumen terdorong untuk melakukan kegiatan pembelian.

Menurut Hawkins and Mothersbaugh (2010:517), kemampuan

konsumen dalam melakukan pencarian informasi seputar produk telah meningkat

secara pesat sejak kemunculan internet. Internet memberikan kemudahan akses

terhadap informasi seputar produk yang ingin dikonsumsi. Internet juga menjadi

media yang ideal bagi pemasar untuk menyediakan informasi kepada konsumen.

Namun demikian, pencarian informasi seputar produk oleh konsumen tidak hanya

dilakukan melalui internet, melainkan juga melalui media massa lainnya.

Karena informasi kini banyak disampaikan melalui media masa, konsumen

pun semakin berinisiatif untuk melakukan kegiatan pencarian terhadap informasi

ini melalui media atau media search. Beberapa literatur menyebutkan bahwa

kegiatan pencarian informasi melalui media ini dapat menyebabkan seseorang

atau konsumen melakukan brand switching.

Menurut Srinivasan dan Ratchford dalam Rifah (2010:123), search

merupakan:

“Suatu usaha (effort) yang ditujukan pada perolehan informasi dari

lingkungan eksternal”.

Dan menurut Beatty and Smith dalam Rifah (2010:123), external search

effort adalah:

“Derajat perhatian, presepsi dan usaha langsung (directed) terhadap

perolehan data lingkungan atau informasi yang berhubungan pada

pembelian spesifik dibawah pertimbangan.”

Pencarian informasi melalui media ini dilakukan guna mendapatkan

informasi mengenai barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan

keinginannya. Pencarian media dapat berakibat semakin banyak informasi yang

diperoleh oleh konsumen. Dengan semakin banyaknya informasi maka konsumen

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

40

bisa memperoleh gambaran terhadap suatu produk yang dikonsumsinya dan juga

gambaran dari produk merek lain yang tidak sedang ia gunakan.

Dalam menentukan pilihan terhadap produk, konsumen seringkali

melakukan perbandingan. Perbandingan dapat dilakukan antara produk baru yang

belum dimiliki ataupun melakukan perbandingan antara produk yang telah

digunakan dengan produk lain yang sejenis. Hawkins and Mothersbaugh

(2010:517), mengatakan bahwa dalam melakukan evaluasi, konsumen akan

melalui proses dimana konsumen diharuskan untuk mengumpulkan informasi

mengenai produk yang dibandingkan.

Apabila produk yang selama ini dikonsumsi ternyata kurang baik jika

dibandingkan dengan produk dari merek lain atau produk pesaing maka bisa jadi

konsumen akan beralih pada merek pesaing. Menurut Sutrisna dalam Rifah

(2010: 125), faktor-faktor yang menentukan pencarian informasi pada konsumen

antara lain adalah sebagai berikut:

1. Keterlibatan konsumen yang tinggi, ketika konsumen merasa sangat

terlibat dalam pembelian suatu produk, mereka akan sangat intens dalam

mencari informasi dari berbagai sumber. Informasi itu kemudian

membanding-bandingkan dengan proses evaluasi informasi. Tingkat

keterlibatan yang tinggi terhadap pembelian produk ini karena konsumen

merasa bahwa citra dirinya bisa direpresentasikan oleh produk itu. Jadi,

produk-produk yang bisa merepresentasikan citra diri konsumen akan

dibeli secara hati-hati dan memerlukan evaluasi merek yang hati-hati pula.

2. Mempunyai tingkat resiko yang tinggi, ketika konsumen merasa bahwa

resiko pembeli pada suatu barang akan muncul, maka konsumen akan

lebih selektif dalam memilih merek. Selain itu, konsumen akan melakukan

pencarian informasi yang banyak dan evaluasi yang hati-hati.

3. Pengetahuan atas produk yang rendah, misalnya ketika konsumen akan

melakukan pembelian produk komputer terbaru pada umumnya konsumen

kurang atau tidak mengetahui spesifikasi dan kemampuan komputer itu.

Dalam ketidaktahuan itu konsumen akan berusaha mencari informasi

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

41

sebanyak-banyaknya baik melalui brosur iklan atau teknisi komputer yang

telah dikenal.

4. Tidak ada tekanan waktu, konsumen yang tidak diburu waktu dalam

pembelian produk akan mempunyai waktu luang yang banyak untuk

melakukan pencarian informasi. Kondisi yang seperti itu sangat mungkin

untuk kategori produk high involvement.

5. Produk dengan harga tinggi, semakin tinggi harga suatu produk,

probabilitas pencarian informasi yang ekstensif semakin tinggi. Jika harga

produk tinggi, manfaat ekonomi atas pencarian informasi juga akan tinggi.

Pencarian informasi yang banyak akan mampu mengurangi resiko

kerugian uang akibat pembelian produk yang salah.

6. Terdapat perbedaan produk, akan terjadi pencarian informasi yang lebih

banyak jika merek-merek produk secara substansial berbeda. Untuk

mendapatkan beberapa merek dari suatu produk misalnya skin care, alat-

alat elektronik seperti televisi yang mana desain dan kualitasnya berbeda-

beda, maka pencarian informasi akan lebih banyak dilakukan.

Konsumen dapat menggunakan beberapa sumber informasi dari

lingkungannya. Menurut Assael dalam Rifah (2010:123), mengkategorikan

sumber informasi kedalam 2 dimensi, yaitu sumber informasi personal dan

impersonal. Berikut ini adalah penjabaran masing-masing dimensi dari media

search :

1. Sumber Infomasi Personal

a. Sumber Informasi Personal yang Dapat Dikendalikan

Petugas Penjualan

Pemasaran Jarak Jauh

Pameran Dagang

b. Sumber Informasi Personal yang Tidak Dapat Dikendalikan

Word of Mouth Marketing

2. Sumber Informasi Impersonal

a. Sumber Informasi Impersonal yang Dapat Dikendalikan

Iklan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Berbicara mengenai

42

Tata Letak Toko

Promosi Penjualan

Pengemasan

b. Sumber Informasi Impersonal yang Tidak Dapat Dikendalikan

Berita dan Editorial

Sumber netral seperti Majalah

Dengan adanya pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka konsumen yang

merasa tidak puas dengan produk merek terdahulu akan mencari berbagai media

untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya guna mendapatkan produk

yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.