27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1 Pengertian partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa latinpartisipare yang mempunyai arti dalam bahasa Indonesia mengambil bagian atauturut serta (Safi’i, 2007). Menurut Soelaiman (1985) bahwapartisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat dalam proses pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program dan pembangunan masyarakat, yang di laksanakan di dalam maupun di luar lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran dan tanggungjawab. Hal senada diutarakan oleh Soetrisno (2004) bahwa partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan. Partisipasi menurut Sutarto (1980) adalah turut sertanya seseorang baik secara langsung maupun emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan kepada proses pembuatan keputusan terutama mengenai persoalan-persoalan dimana keterlibatan pribadi seseorang yang bersangkutan melaksanakan akan tanggung jawab untuk melaksanakan hal tersebut. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

  • Upload
    lediep

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Partisipasi Masyarakat

2.1.1 Pengertian partisipasi

Partisipasi berasal dari bahasa latinpartisipare yang mempunyai arti dalam

bahasa Indonesia mengambil bagian atauturut serta (Safi’i, 2007).

Menurut Soelaiman (1985) bahwapartisipasi masyarakat diartikan sebagai

keterlibatan aktif warga masyarakat dalam proses pembuatan keputusan bersama,

perencanaan dan pelaksanaan program dan pembangunan masyarakat, yang di

laksanakan di dalam maupun di luar lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran

dan tanggungjawab.

Hal senada diutarakan oleh Soetrisno (2004) bahwa partisipasi adalah

kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan,

melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan.

Partisipasi menurut Sutarto (1980) adalah turut sertanya seseorang baik secara

langsung maupun emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan kepada

proses pembuatan keputusan terutama mengenai persoalan-persoalan dimana

keterlibatan pribadi seseorang yang bersangkutan melaksanakan akan tanggung jawab

untuk melaksanakan hal tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

Menurut Suherlan dalam Khadiyanto (2007) partisipasi diartikan sebagai dana

yang dapat disediakan atau dapat dihemat sebagai sumbangan atau kontribusi

masyarakat pada proyek-proyek pemerintah.

Partisipasi masyarakat merupakan pendekatan pembangunan yang

memandang masyarakat dalam konteks dinamis yang mampu memobilisasi sumber

daya sesuai dengan kepentingan, kemampuan dan aspirasi yang dimiliki,baik secara

individu maupun komunal (Hall,1986).

Begitu pula menurut Uphoff, Cohen, dan Goldsmith (1979) bahwa partisipasi

sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang

apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya, keterlibatan masyarakat

dalamketerlibatan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan

melaluisumbangan sumber daya atau bekerja sama dalam suatu organisasi,

keterlibatanmasyarakat menikmati hasil dari pembangunan, serta dalam evaluasi

padapelaksanaan program.

Hal senada diungkapkan Nasdian (2006) bahwa pemberdayaan merupakan

jalan atau saranamenuju partisipasi.

Menurut Canter (1977) partisipasi adalah proses komunikasi dua arah yang

berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh

atas suatu proses kegiatan. Secara sederhana Canter mendefinisikan sebagai feed-

forward information (komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu

kebijakan) dan feedback information (komunikasi dari masyarakat ke pemerintah atas

kebijakan itu).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

Menurut Goulet (1989) partisipasi adalah suatu cara melakukan interaksi

antara dua kelompok; yaitu kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam

proses pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok yang selama ini melakukan

pengambilan keputusan (elite).

Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1994) sebagai berikut:

1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi

mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa

kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal;

2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan

jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya,

karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan

akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut;

3. Partisipasi masyarakat merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat

dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Kesediaan bertanggung jawab merupakan elemen yang tidak bisa terpisahkan

dari pengertian partisipasi (Sutarto,1980).

Menurut Jones (1996) bahwa salah satu tolok ukur keberhasilan suatu

kebijakan terletak pada proses implementasinya.

Menurut Alastraire White dalam Sastropoetro (1988), ada 10 alasan

pentingnya partisipasi masyarakat, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

1. Dengan berpartisipasi lebih banyak hasil kerja yang dapat dicapai.

2. Dengan partisipasi pelayanan atau service dapat diberikan dengan biaya

murah.

3. Partisipasi memiliki nilai dasar yang sangat berarti untuk peserta, karena

menyangkut kepada harga diri.

4. Partisipasi merupakan katalisator untuk pembangunan selanjutnya.

5. Partisipasi mendorong timbulnya rasa tanggung jawab.

6. Partisipasi menjamin, bahwa suatu kebutuhan yang dirasakan oleh

masyarakat telah dilibatkan.

7. Partisipasi menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang

benar.

8. Partisipasi menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan yang

terdapat dalam masyarakat, sehingga terjadi perpaduan beberapa keahlian.

9. Partisipasi membebaskan orang dari ketergantungan kepada keahlian

orang lain.

10. Partisipasi lebih menyadarkan manusia terhadap penyebab kemiskinan,

sehingga menimbulkan kesadaran terhadap usaha untuk mengatasinya.

2.1.2 Bentuk partisipasi masyarakat

Menurut Ericson dalam Slamet (1993) bentuk partisipasi masyarakat dalam

pembangunan terbagi atas 3 tahap, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi

pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap

penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitiaan dan

anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan

aktif dalam mengikuti rapat warga dan juga ikut memberikan usulan, saran

dan kritik pada rapat tersebut;

2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi

padatahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap

pelaksanaan pekerjaansuatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan

tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud

partisipasinya pada pekerjaan tersebut;

3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap

inimaksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu

proyeksetelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat

pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan

memelihara proyekyang telah dibangun.

Masih menurut C. Ericson dalam Slamet (1993) partisipasi dalam tahap

pelaksanaan, yangpengukurannya bertitik pangkal pada sejauhmanamasyarakat secara

nyata terlibat di dalam aktivitas-aktivitasriil yang merupakan perwujudan program-

programyang telah digariskan dalam kegiatan fisik.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

Adapun modus partisipasi masyarakat menurut UNCRD dalam Komarudin

(1997) yaitu keterlibatan masyarakat dalam kegiatan proyek,pemilihan tenaga kerja

yang tepat,keikutsertaan dalam berbagai kegiatan,kontribusi sesuai dengan keahlian

masing-masing.

Menurut rumusan Direktur Jendral Pengembangan Masyarakat Desa

Departemen Dalam Negri yang dikutip oleh Sudriamunawar (2006) yang menjadi

bentuk partisipasi yang diperinci dalam jenis-jenis partisipasi adalah sebagai berikut:

1. Partisipasi Buah Pikiran.

2. Partisipasi Tenaga dan Fisik.

3. Partisipasi Ketrampilan dan Kemahiran.

4. Partisipasi Harta Benda.

Menurut pendapat Keith Davis dalam Sastropoetro (1988)bahwa bentuk

partisipasi masyarakat adalah berupa:

1. Konsultasi,biasanya dalam bentuk jasa,

2. Sumbangan spontan berupa uang dan barang,

3. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari

sumbangan individu/instansi yang berada di luar lingkungan tertentu

(pihak ketiga),

4. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai seluruhnya

olehmasyarakat,

5. Sumbangan dalam bentuk kerja,

6. Aksi massa,

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

7. Mengadakan pembangunan di kalangan keluarga desa mandiri dan,

8. Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom.

Konkon dan Suryatna (1978) memberikan tawaran bahwa partisipasi dapat

diwadahi dalam:

1. Buah pikiran,dalam hal ini seperti rapat, diskusi, seminar, pelatihan dan

penyuluhan,

2. Tenaga,seperti gotong royong,

3. Harta benda dan,

4. Keterampilan.

Adapun bentuk partisipasi yang mungkin dari wadah tersebut menurutKonkon

(1978) adalah sebagai berikut:

1. Sumbangan tenaga fisik,

2. Sumbangan finansial,

3. Sumbangan material,

4. Sumbangan moral (nasihat, petuah, amanat) dan

5. Sumbangan keputusan.

Keith Davis dalam Sastropoetro (1988) mengemukakan beberapa jenis

partisipasi masyarakat meliputi:

1. Pikiran;

2. Tenaga;

3. Pikiran dan tenaga;

4. Keahlian;

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

5. Barang; dan

6. Uang.

Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakatikut memberikan

bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Sementara itu,partisipasi tidak

langsung berwujud bantuan keuangan, pemikiran dan material yangdiperlukan

(Wibisana, 1989).

Menurut Uphoff, Cohen, dan Goldsmith (1979), tahap pelaksanaan

merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan

adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan

menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk

sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek.

Menurut Taufiqullah (2007), partisipasi masyarakat dalam hal sumbangan

tenaga dapat juga diartikanbahwa bentuk partisipasi masyarakat berkaitan dengan

kemampuannya untuk berkontribusi.

Davis dan Newstrom (1989) menyebutkan bahwa salah satu esensi dari

partisipasi adalahketerlibatan yang berarti adanya keterlibatan mental dan emosional

dibanding hanya aktivitas fisik,sehingga dengan itu maka partisipasi secara sukarela

lebih jelas dibanding mobilisasi.

Pandangan lainnya, sebagaimana dinyatakan oleh Mubyarto (1984:35),

“partisipasi masyarakat dalam pembangunan harus diartikansebagai kesediaan untuk

membantu berhasilnya setiap program sesuaikemampuan setiap orang tanpa berarti

mengorban kepentingan dirisendiri”.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

2.1.3 Tingkat partisipasi masyarakat

Menurut Sherry Arnstein pada makalahnya yang termuat di Journal of the

AmericanInstitute of Plannersdengan judul “A Ladder of Citizen

Participation”(1969) bahwa terdapat delapan tangga tingkat partisipasi masyarakat

(Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Delapan Tangga Tingkat Partisipasi Masyarakat Sumber: Arnstein, 1969

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

1. Manipulasi (Manipulation)

Manipulation merupakan tingkat partisipasi yang paling rendah dan sebagai

tangga pertama dari delapan anak tangga partisipasi. Pada tingkatan ini

pemerintah membuat program pembangunan kemudian membentuk komite

(Badan Penasehat) untuk mendukung pemerintah. Dengan dibentuknya

komite tersebut, pemerintah memanipulasi masyarakat sehingga munculnya

anggapan bahwa program tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Partisipasi masyarakat hanya dijadikan kendaraan oleh pemerintah, sehingga

mengakibatkan tidak adanya peran serta masyarakat.

2. Terapi (Therapy)

Therapy merupakan tangga kedua. Pada tingkatan ini, “terapi” digunakan

untuk merawat atau menyembuhkan penyakit masyarakat akibat adanya

kesenjangan antara masyarakat kaya dan miskin ataupun kesenjangan

kekuasaan dan kesenjangan ras yang telah menjadi penyakit di masyarakat.

Pada tingkat ini, pemerintah membuat berbagai program pemerintah yang

hanya bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat seperti proses

penyembuhan pasien dalam terapi sebagai upaya untuk "mengobati" masalah-

masalah psikologis masyarakat seperti halnya perasaan ketidakberdayaan

(sense of powerlessness), tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka

bukan komponen penting dalam masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

3. Pemberian Informasi (Informing)

Informingmerupakan tangga ketiga. Tingkatan ini merupakan transisi antara

non participation dengan tokenism. Pada tingkat ini terdapat 2 karakteristik

yang bercampur, yaitu:

a. Pertama, pemerintah memberi informasi mengenai hak, tanggung jawab,

dan berbagai pilihan masyarakat, hal ini adalah langkah pertama menuju

partisipasi masyarakat.

b. Kedua, pemberian informasi hanya bersifat komunikasi satu arah (dari

pemerintah kepada masyarakat) berupa negosiasi terhadap rencana

program yang akan dilakukan, tanpa adanya umpan balik (feedback) dari

masyarakat sehingga kecil kemungkinan untuk mempengaruhi rencana

program pembangunan tersebut. Media massa, poster, pamflet, pamflet

dan tanggapan atas pertanyaan, merupakan alat yang sering digunakan

dalam komunikasi satu arah.

4. Konsultasi (Consultation)

Consultation merupakan tangga keempat. Pada tingkatan ini pemerintah

memberi informasi dan mengundang opini masyarakat. Arnstein menyatakan

bahwa tingkat ini merupakan tingkat yang sah menuju tingkat partisipasi

penuh. Komunikasi dua arah ini sifatnya tetap buatan (artificial)karena tidak

dijadikannya ide-ide dari masyarakat sebagai bahan pertimbangan. Bentuk

konsultasi masyarakat adalah survai tentang pola pikir masyarakat, pertemuan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

antar tetangga, dan dengar pendapat publik. Di sini partisipasi tetap menjadi

sebuah ritual yang semu.

5. Perujukan (Placation)

Placation merupakan tangga kelima. Pada tingkatan ini masyarakat sudah

mulai mempunyai pengaruh terhadap program pemerintah, ini terbukti sudah

adanya keterlibatan masyarakat yang ikut menjadi anggota komite (badan

kerjasama) yang terdiri dari wakil-wakil dari instansi pemerintah. Dengan

kata lain, pemerintah membiarkan masyarakat berpenghasilan rendah untuk

memberikan saran atau usul, tetapi keputusan masih dipegang oleh elit

kekuasaan. Hal ini disebabkan jumlah masyarakat pada anggota komite masih

terlalu sedikit dibandingkan dengan anggota instansi pemerintah.

6. Kemitraan (Partnership)

Partnership merupakan tangga keenam. Pada tingkatan ini masyarakat

memiliki kekuatan bernegosiasi dengan pemegang kekuasaan. Pemerintah

membagi tanggung jawab dengan masyarakat terhadap perencanaan,

pengambilan keputusan, penyusunan kebijaksanaan dan pemecahan berbagai

permasalahan melalui badan kerjasama. Setelah ada kesepakatan tidak

dibenarkan adanya perubahan-perubahan yang dilakukan secara sepihak.

7. Pelimpahan Kekuasaan (Delegated Power)

Delegated Power merupakan tangga ketujuh. Pada tingkat ini, masyarakat

diberi limpahan kekuasaan untuk membuat keputusan pada rencana atau

program-progam pembangunan yang bermanfaat bagi mereka. Untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

memecahkan permasalahan yang ada, pemerintah harus mengadakan tawar

menawar dibandingkan dengan memberi tekanan kepada masyarakat.

8. Pengawasan Masyarakat (Citizen Control)

Citizen Control merupakan tangga kedelapan dan merupakan tingkat

partisipasi tertinggi. Pada tingkat ini, masyarakat mempunyai kekuatan penuh

untuk mengukur program atau kelembagaan yang berkaitan dengan

kepentingan mereka. Masyarakat mempunyai kewenangan penuh dibidang

kebijaksanaan dan masyarakat dapat langsung berhubungan dengan pihak-

pihak luar untuk mendapatkan bantuan atau pinjaman dana tanpa melalui

perantara pihak ketiga.

Arnstein (1969) secara umum membagi delapan tangga tersebut dalam tiga

kelompok besar, yaitu sebagai berikut:

a. Tidak ada peran serta atau non participation yang meliputi manipulation

dan therapy.

b. Peran serta masyarakat dalam bentuk tinggal menerima beberapa ketentuan

atau degrees of tokenism yang meliputi informing, consultation dan

placation.

c. Peran serta masyarakat dalam bentuk mempunyai kekuasaan atau degrees

of citizen power yang meliputi partnertship, delegated power dan citizen

control.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat

Adabeberapafaktor-faktoryangmempengaruhi pemberdayaan masyarakat, yang oleh

Sumaryadi (2005) dijabarkan menjadi 8 faktor yang berpengaruh sebagai berikut:

1. Kesediaan suatu komunitas untuk menerima pemberdayaan bergantung

pada situasi yang dihadapinya.

2. Pemikiran bahwa pemberdayaan tidak untuk semua orang, dan adanya

persepsi dari pemegang kekuasaan dalam komunitas tersebut bahwa

pemberdayaan dapat mengorbankan diri mereka sendiri.

3. Ketergantungan adalah budaya, dimana masyarakat sudah terbiasa berada

dalam hirarki, birokrasi dan kontrol manajemen yang tegas sehingga

membuat mereka terpola dalam berpikir dan berbuat dalam rutinitas.

4. Dorongan dari para pemimpin setiap komunitas untuk tidak mau

melepaskan kekuasaannya, karena inti dari pemberdayaan adalah berupa

pelepasan sebagian kewenangan untuk diserahkan kepada masyarakat

sendiri.

5. Adanya batas pemberdayaan, terutama terkait dengan siklus pemberdayaan

yang membutuhkan waktu relatif lama dimana pada sisi yang

lainkemampuan dan motivasi setiap orang berbeda-beda.

6. Adanya kepercayaan dari para pemimpin komunitas untuk

mengembangkan pemberdayaan komunitasnya.

7. Pemberdayaan tidak kondusif bagi perubahan yang cepat.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

8. Pemberdayaan membutuhkan dukungan sumber daya (resource) yang

besar, baik dari segi pembiayaan maupun waktu.

Menurut Plumer dalam Suryawan (2004), beberapa faktor yang

mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah:

1. Pengetahuan dan keahlian. Dasar pengetahuan yang dimiliki akan

mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini

membuat masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahapan dan

bentuk dari partisipasi yang ada;

2. Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu

akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun

waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan

yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara

komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi;

3. Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi

keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk

memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada;

4. Jenis kelamin. Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih

menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan

kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki

dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap

suatu pokok permasalahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

Menurut Sastropoetro (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi

masyarakat dalam pembangunan adalah pendidikan, kemampuan membaca dan

menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri,

penginterpretasian yang dangkal terhadap agama, kecenderungan untuk menyalah

artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya

mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi

serta organisasi penduduk seperti halnya terjadi di beberapa negara dan tidak

terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan.

Pangestu (1995) dalam Febriana (2008) menjelaskan bahwa faktor-faktor

internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu program adalah

segala sesuatu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi

individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu

mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, dan jumlah serta

pengalaman berkelompok.

Menurut Slamet (1994) faktor-faktor internal yang mempengaruhi partisipasi

masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan

mata pencaharian.

2.2.1 Jenis Kelamin

Partisipasi dari kaum laki-laki dan perempuan terhadap sesuatu hak akan

berbeda. Hal ini terjadi karena adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat yang

membedakan kedudukan laki-laki dan perempuan pada derajat yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

Perbedaan ini pada akhirnya melahirkan kedudukan dan peran yang berbeda antara

laki-laki dan perempuan dalam kehidupan masyarakat. Disamping itu, hal ini juga

akan membedakan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan

masyarakat (Soekanto, 1983).

Menurut Soedarno et.al (1992) dalam Yulianti (2000) bahwa didalam sistem

pelapisan atas dasar seksualitas ini, golongan pria memiliki hak istimewa

dibandingkan golongan wanita. Dengan demikian maka kecenderungannya,

kelompok pria akan lebih banyak berpartisipasi.

Kaum laki-laki juga memiliki tingkat mobilitas yang lebih besar dan tingkat

kreativitas yang tinggi dibandingkan dengan kaumperempuan sehingga dalam

pelaksanaan kegiatan kemasyarakatan tingkatkerjasama dan gotong royong pada

kaum laki-laki lebih kentara dibanding kaumperempuan yang lebih banyak bekerja

secara individu dalam lingkup lingkunganyang lebih kecil (Zaki, 2010).

Masih menurut Zaki (2010) terlihat bahwa kaum laki-laki memberikan respon

yang baikterhadap program pemberdayaan masyarakat, sedangkan kaum

perempuancenderung memberikan respon yang baik dan cukup.Kaum laki-laki

cenderung untuk memberikan tanggapan dan memberikandukungan yang lebih besar

dalam upaya untuk membangun masyarakat di komunitasnya dibandingkan kaum

perempuan.

2.2.2 Usia

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

Menurut Soedarno et.al (1992) dalam Yulianti (2000) bahwa perbedaan usia

juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Dalam masyarakat terdapat

pembedaan kedudukan dan derajat atas dasar senoritas, sehingga akan memunculkan

golongan tua dan golongan muda, yang berbeda-beda dalam hal-hal tertentu,

misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil keputusan.

Usia berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi (Slamet,

1994). Dalam hal ini golongan tua yang dianggap lebih berpengalaman atau senior,

akan lebih banyak memberikan pendapat dalam hal menetapkan keputusan.

Hal berbeda dinyatakan Silaen (1998) dalam Wicaksono (2010) bahwa

semakin tua umur seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin

rendah. Hal ini karena orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu

bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang

baru. Semakin tua seseorang, relatif berkurang kemampuan fisiknya dan keadaan

tersebut mempengaruhi partisipasi sosialnya. Oleh karena itu, semakin muda umur

seseorang, semakin tinggi tingkat partisipasinya dalam suatu kegiatan atau program

tertentu.

Menurut Yulianti (2012) bahwaumur mempengaruhi bentuk sumbangan yang

diberikan responden, usia produktif lebih banyak menyumbangkan tenaga.

2.2.3 Tingkat pendidikan

Faktor pendidikan dianggap penting karena melalui pendidikan yang

diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar, dan cepat

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

tanggap terhadap inovasi. Dengan demikian dapat dipahami bila ada hubungan antara

tingkat pendidikan dan peran serta (Slamet, 1994).

Demikian pula halnya dengan tingkat pengetahuan bahwa Litwin (1986)

dalam Yulianti (2000) menyatakan bila salah satu karakteristik partisipan dalam

pembangunan partisipatif adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang usaha-

usaha partisipasi yang diberikan masyarakat dalam pembangunan. Salah satu faktor

yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi

latar belakang pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan yang luas tentang

pembangunan dan bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat diberikan.

Ajiswarman (1996) dalamWicaksono (2010) menyatakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang baru.

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah baginya untuk menerima

hal-hal baru yang ada disekitarnya.

Menurut Verianto (1979) pengetahuan adalah proses pendidikan seumur

hidup yang sesungguhnya dimana tiap tiap individu memperoleh sikap, nilai-nilai

ketrampilan, baik dari pendidikan formal maupun pendidikan informal, pengaruh

pendidikan, pekerjaan dan pengalaman mass media.

Menurut Yulianti (2012) bahwa pendidikan dan pengetahuan masyarakat

tentang PNPM memberikan pengaruh terhadap kehadiran dan keaktifan dalam

kegiatan pembangunan.

Rendahnya kemampuan sumber daya manusia mengakibatkan kurangnya

partisipasi yang diberikan (Patabang, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

2.2.4 Tingkat penghasilan

Tingkat penghasilan juga mempengaruhi partisipasi masyarakat. Menurut

Barros (1993) dalam Yulianti (2000), bahwa penduduk yang lebih kaya kebanyakan

membayar pengeluaran tunai dan jarang melakukan kerja fisik sendiri. Sementara

penduduk yang berpenghasilan pas-pasan akan cenderung berpartisipasi dalam hal

tenaga.

Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi

masyarakat untuk berpartisipasi. Tingkat penghasilan ini mempengaruhi kemampuan

finansial masyarakat untuk berinvestasi. Masyarakat hanya akan bersedia untuk

mengerahkan semua kemampuannya apabila hasil yang dicapai akan sesuai dengan

keinginan dan prioritas kebutuhan mereka (Turner dalam Panudju,1999).

Menurut Fatah (2006) yang menyatakan bahwa pada keluarga sejahtera

kemampuan untuk turut berkontribusidalam hal menyumbang dalam bentuk dana

lebih besar dibandingkan dengan keluarga miskin, sedangkan Nurlela (2004) dalam

Wicaksono (2010) mengungkapkan bahwa tingkat pendapatan seseorang tidak

mempengaruhi partisipasi seseorang dalam suatu kegiatan.

2.2.5 Mata pencaharian

Menurut Slamet (1994) partisipasi berkaitan dengan tingkat penghasilan

seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mata pencaharian dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini disebabkan

pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu luang seseorang untuk terlibat dalam

pembangunan, misalnya dalam hal menghadiri pertemuan, kerja bakti dan

sebagainya.

Menurut Fatah dalam Faisal Nur (2009) bahwa masyarakat dengan

tingkatkesejahteraan yang baik mempunyai waktu dan kesempatan untuk

berpartisipasi dengan baik pula,sementara yang tingkat kesejahteraannya kurang baik,

waktu yang ada dipergunakan untuk mencarinafkah sehingga waktu untuk

berpartisipasi kurang.

Faktor pekerjaan mempengaruhi bentuk sumbangan yang diberikan (Yulianti,

2012).

2.3 Hambatandalam Partisipasi Masyarakat

Hambatan atau kendala dalam partisipasi tergantung pada situasi setempat,

menurut Laporan Bappenas (2001) adalah:

1. Waktu, masyarakat akan meluangkan waktunya untuk proyek apabila

mereka merasa bahwa proyek berguna.

2. Menyusun dan membuat pandangan mereka sendiri, partisipasi akan

menjadi kendala apabila dalam forum‐forum masyarakat tidak mempunyai

kekuatan untuk menyalurkan pandangan mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

3. Sikap profesional, sikap dari para pelaksana (pendamping dan aparat

pemerintah) harus berpihak kepada masyarakat. Mereka harus percaya

kepada kemampuan masyarakat dan dapat membagi pengetahuannya.

Menurut Sunarti (2003) kemiskinan merupakan hambatan-hambatan yang

dapat ditemui dalam pelaksanaanpartisipasi oleh masyarakat.

Menurut Slamet (1994) bahwa ada dua faktor yang menyebabkanorang

kurang berpartisipasi adalah:

1. Mereka mengetahui bahwa final decisionbukan pada mereka tetapi ada

pada orang-orang yang mempunyai kekuasaan.

2. Tidak adanya kepentingan khusus yang mempengaruhinya secara

langsung.

Tingginya animo masyarakat dalam berpartisipasi, agar warga

mampumengontrol keputusan-keputusan yang mempengaruhi nasib mereka (Slamet,

1994).

Menurut Huraerah (2007) tinggi rendahnya partisipasi rakyat adalah ada

tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan

hasil proyek itu.

Ketidakpuasan terhadap program pemerintah juga merupakan salah satu

hambatan dalam berpartisipasi, seperti yang dinyatakan oleh Jewel dan Siegal (1992)

bahwa kepuasan adalah ungkapan tentang bagaimana sesuatu dapat memberikan

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

manfaat bagi individu yang berarti bahwa apa yang diperolehnya sudah menuhi

keinginan apa yang dianggap penting atau dengan kata lain dapat mengakomodir

kebutuhannya.

2.4 Resume Kajian Pustaka

Partisipasi aktif masyarakat menjadi landasan utama pada program

pembangunan yang bersifat bottom-up. Partisipasi masyarakat diartikan sebagai

keterlibatan aktif warga masyarakat dalam proses pembuatan keputusan bersama,

perencanaan, pelaksanaan program dan evaluasi pada pelaksanaan program.

Adapun yang menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan suatu program

terletak pada proses implementasinya karena tahap pelaksanaan merupakan tahap

terpenting dalam pembangunan.

Tingkat partisipasi masyarakat dapat diukur berdasarkan delapan anak

tanggapartisipasiSherryArsnteinyangmeliputi: manipulation, therapy, informing,

consultation, placation, partnership, delegated power, dan citizen control.

Adapun bentuk partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan berupa

sumbangan tenaga fisik, sumbangan finansial, sumbangan material, sumbangan moral

(nasihat, petuah, amanat), sumbangan keahlian dan sumbangan keputusan.

Adapun yang menjadi hambatan atau kendala dalam partisipasi salah satunya

adalah ketidakpuasan terhadap program pemerintah. Kemiskinan juga merupakan

hambatan yang dapat ditemui dalam pelaksanaanpartisipasi oleh masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan variabel yang dapat membantu

penelitian ini sebagaimana terlihat pada Tabel 2.1.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

Tabel 2.1 Resume Kajian Pustaka

PENELITI TEORI VARIABEL TERPILIH

Tingkat Partisipasi Masyarakat

1. Manipulasi (Manipulation)

2. Terapi (Therapy)

3. Pemberian Informasi (Informing)

4. Konsultasi (Consultation)

5. Penentraman (Placation)

6. Kemitraan (Partnership)

7. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power)

8. Pengawasan Masyarakat (Citizen Control)

2. Partisipasi dibagi dua yaitu:

a. Partisipasi Langsung

Soelaiman (1985) 3. Tingkat Partisipasi Masyarakat

1. Manipulasi (Manipulation)

2. Terapi (Therapy)

3. Pemberian Informasi (Informing)

4. Konsultasi (Consultation)

5. Penentraman (Placation)6. Kemitraan (Partnership)

Partisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat dalamproses pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program danpembangunan masyarakat, yang di laksanakan di dalam maupun di luar lingkunganmasyarakat atas dasar rasa kesadaran dan tanggungjawab

1. Tahapan Partisipasi yang di pilih adalah Tahap Pelaksanaan (implementation stage)

Sherry Arnstein (1969)

Davis dan Newstrom(1989)

Salah satu esensi dari partisipasi adalah keterlibatan yang berarti adanyaketerlibatan mental dan emosional dibanding hanya aktivitas fisik, sehingga denganitu maka partisipasi secara sukarela lebih jelas dibanding mobilisasi.

7. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power)

Konkon dan Suryatna(1978)

8. Pengawasan Masyarakat (Citizen Control)

b. Partisipasi Tidak Langsung

Sastropoetro (1988)

Wibisana (1989)Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat ikut memberikan bantuantenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Sementara itu, partisipasi tidak langsungberwujud bantuan keuangan, pemikiran dan material yang diperlukan

Uphoff, Cohen, dan Goldsmith (1979)

Tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam pembangunan,sebab inti daripembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasipada tahap ini dapatdigolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuksumbangan pemikiran,bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatansebagai anggota proyek.

Jenis-jenis partisipasi masyarakat meliputi: pikiran, tenaga, pikiran dan tenaga,keahlian, barang dan uang.

Bentuk partisipasi adalah sebagai berikut: sumbangan tenaga fisik, sumbanganfinansial, sumbangan material, sumbangan moral (nasihat, petuah, amanat) dansumbangan keputusan.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

Tabel 2.1 (Lanjutan)

PENELITI RUJUKAN VARIABEL TERPILIH

Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas 3 tahap:

1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage ).

2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage).

3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage )

a. Partisipasi Buah Pikiran.

b. Partisipasi Harta Benda.

c. Sumbangan material.

e. Sumbangan keputusan.

1. Partisipasi Buah Pikiran.

2. Partisipasi Tenaga dan Fisik.

3. Partisipasi Ketrampilan dan Kemahiran.

4. Partisipasi Harta Benda.

Direktur Jendral Pengembangan

Masyarakat Desa Departemen Dalam

Negri yang dikutip oleh Sudriamunawar (2006)

Adapun yang menjadi bentuk partisipasi yang diperinci dalam jenis-jenis partisipasiadalah sebagai berikut :

b. Partisipasi Ketrampilan danKemahiran.

C. Ericson dalamSlamet (1994)

Partisipasi dalam tahap pelaksanaan, yang pengukurannya bertitik pangkal padasejauh mana masyarakat secara nyata terlibat di dalam aktivitas aktivitas riil yangmerupakan perwujudan program program yang telah digariskan dalam kegiatanfisik.

UNCRD dalamKomarudin (1997)

Adapun modus partisipasi masyarakat , yaitu keterlibatan masyarakat dalamkegiatan proyek, pemilihan tenaga kerja yang tepat, keikutsertaan dalam berbagaikegiatan, kontribusi sesuai dengan keahlian masing-masing.

d. Sumbangan moral (nasihat, petuah,amanat).

2. Tingkat keterlibatan dalampekerjaan Non Fisik, yaitu :

Ericson dalam Slamet(1994)

Suherlan dalamKhadiyanto (2007)

Partisipasi diartikan sebagai dana yang dapat disediakan atau dapat dihemat sebagai sumbangan atau kontribusi masyarakat pada proyek-proyek pemerintah

4. Partisipasi pada TahapPelaksanaan, meliputi:

1. Tingkat keterlibatan dalampekerjaan fisik, yaitu:

a. Partisipasi Tenaga dan Fisik.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Sumber: Hasil Analisis, 2013

PENELITI RUJUKAN VARIABEL TERPILIH

Slamet (1994) Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan : 1. Jenis Kelamin

1. Jenis Kelamin 2. Usia

2. Usia 3. Tingkat Pendidikan

3. Tingkat Pendidikan 4. Tingkat Penghasilan

4. Tingkat Penghasilan 5. Mata Pencaharian

5. Mata Pencaharian

Bappenas (2001)

Ditinjau dari motivasinya, partisipasi masyarakat terjadi karena:

a. Takut/terpaksa.

b. Ikut-ikutan.

c. Kesadaran.

5. Faktor-Faktor yangMempengaruhi PartisipasiMasyarakat Dalam Pembangunan:

2. Menyusun dan membuat pandangan mereka sendiri, partisipasi akan menjadikendala apabila dalam forum‐forum masyarakat tidak mempunyai kekuatan untukmenyalurkan pandangan mereka.

3. Sikap profesional, sikap dari para pelaksana (pendamping dan aparat pemerintah) harus berpihak kepada masyarakat. Mereka harus percaya kepada kemampuan masyarakat dan dapat membagi pengetahuannya.

Khairuddin (1992)

Huraerah (2007) Tinggi rendahnya partisipasi rakyat adalah ada tidaknya kemauan rakyat untuksecara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu

Taufiqullah (2007) Partisipasi masyarakat dalam hal sumbangan tenaga dapat juga diartikan bahwabentuk partisipasi masyarakat berkaitan dengan kemampuannya untuk berkontribusi.

Hambatan atau kendala dalam partisipasi tergantung kepada situasi setempat,yaitu :

1. Waktu, masyarakat akan meluangkan waktunya untuk proyek apabila merekamerasa bahwa proyek berguna.

Universitas Sumatera Utara