31
28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan Penduduk dalam suatu perkotaan akan terus mengalami peningkatan karena banyaknya daya tarik yang terdapat pada pusat kota yang mengakibatkan terjadinya urbanisasi. Tingginya urbanisasi yang terjadi berakibat pada proses pengkotaan secara alami maupun migrasi yang menjadi tantangan bagi kawasan perkotaan (UNDP, 2016). Permasalahan yang timbul dari proses tersebut sering kali membuat kota-kota tumbuh secara tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, saat ini perkotaan mulai diarahkan pada kota berkelanjutan. Menurut Shah (2008) kota yang berkelanjutan akan memperhatikan dimensi lingkungan, sosial dan ekonomi. Untuk mencapai kota berkelanjutan diperlukannya kesinambungan antara tiga komponen tersebut dimana dalam hal ini dimensi lingkungan berkaitan dengan sistem perkotaan yang perlu untuk mengantisipasi adanya permasalahan kemacetan dan meneyediakan infrastruktur ramah lingkungan (Shah, 2008; Tomislav, 2018). Dalam beberapa hal dimensi sosial berkaitan bertujuan untuk mempertahankan identitas masyarakat lokal untuk memberikan gambaran khusus pada tiap kawasan (Dril dkk, 2016). Sedangkan dimensi ekonomi bertujuan untuk menata kawasan budidaya agar dapat bekerja secara optimal untuk kesejahteraan umum secara inklusif (Shah, 2008). Adapun upaya yang dilakukan untuk mencapai keberlanjutan kota dengan memnuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan kebutuhan dimasa yang akan datang dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan energi dan menjaga kualitas udara, pemanfaatan lahan dan ruang terbuka hijau di kota, pemanfaatan air, bahan bangunan dan limbah, kebijakan bidang transportasi, terkait dengan kesehatan, kenyamanan, ketenteraman dan ketenangan hidup. Hal ini merupakan sebuat pendekatan yang dilakukan terhadap keberlanjutan kota dari segi infrastruktur yang berkelanjutan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kota Berkelanjutan

Penduduk dalam suatu perkotaan akan terus mengalami peningkatan karena

banyaknya daya tarik yang terdapat pada pusat kota yang mengakibatkan terjadinya

urbanisasi. Tingginya urbanisasi yang terjadi berakibat pada proses pengkotaan

secara alami maupun migrasi yang menjadi tantangan bagi kawasan perkotaan

(UNDP, 2016). Permasalahan yang timbul dari proses tersebut sering kali membuat

kota-kota tumbuh secara tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, saat ini perkotaan

mulai diarahkan pada kota berkelanjutan. Menurut Shah (2008) kota yang

berkelanjutan akan memperhatikan dimensi lingkungan, sosial dan ekonomi. Untuk

mencapai kota berkelanjutan diperlukannya kesinambungan antara tiga komponen

tersebut dimana dalam hal ini dimensi lingkungan berkaitan dengan sistem

perkotaan yang perlu untuk mengantisipasi adanya permasalahan kemacetan dan

meneyediakan infrastruktur ramah lingkungan (Shah, 2008; Tomislav, 2018).

Dalam beberapa hal dimensi sosial berkaitan bertujuan untuk mempertahankan

identitas masyarakat lokal untuk memberikan gambaran khusus pada tiap kawasan

(Dril dkk, 2016). Sedangkan dimensi ekonomi bertujuan untuk menata kawasan

budidaya agar dapat bekerja secara optimal untuk kesejahteraan umum secara

inklusif (Shah, 2008). Adapun upaya yang dilakukan untuk mencapai keberlanjutan

kota dengan memnuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan

kebutuhan dimasa yang akan datang dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan

energi dan menjaga kualitas udara, pemanfaatan lahan dan ruang terbuka hijau di

kota, pemanfaatan air, bahan bangunan dan limbah, kebijakan bidang transportasi,

terkait dengan kesehatan, kenyamanan, ketenteraman dan ketenangan hidup. Hal

ini merupakan sebuat pendekatan yang dilakukan terhadap keberlanjutan kota dari

segi infrastruktur yang berkelanjutan.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

29

2.2 Transportasi

Transportasi merupakan perpindahan orang atau barang dari satu titik asal ke

titik lainnya sebagai tujuan secara efektif dan efisien dengan suatu sistem yang telah

dirancang yang didalamnya terdapat fasilitas tertentu beserta arus dan sistem

control (Papacostas, 1987). Sebuah sistem transportasi terdiri dari dari beberapa

sistem transportasi mikro yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Tamin (2000) sistem yang terdapat pada sistem transportasi makro adalah

sistem kegiatan, sistem jaringan, sistem pergerakan, dan sistem kelembagaan.

Sumber : Tamin, 2000

GAMBAR 2. 1

SISTEM TRANSPORTASI MAKRO

Sistem kegiatan dalam hal ini berkaitan dengan guna lahan yang terdapat pada

kawasan tertentu yang memberikan tarikan dan bangkitan suatu pergerakan.

Kegiatan pada setiap guna lahan perlu didukung dengan adanya pergerakan sebagai

alat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam melakukan pergerakan

diperlukannya sebuah sarana dan prasarana transportasi yang juga disebut sistem

jaringan. Dengan adanya suatu kegiatan pada kawasan tetentu yang didukung

dengan adanya jaringan sebagai alat untuk menjangkau kawasan tersebut maka

dalam hal ini akan terjadi sebuat sistem pergerakan. Pergerakan yang terjadi perlu

mengutamakan keamanan dan kenyamanan yang sesuai dengan kondisi lingkannya.

Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan sistem rekayasa dan manajemen lalu

lintas yang baik.

2.2.1 Transportasi Berkelanjutan

Transportasi berkelanjutan menurut Richardson (2000) adalah sistem

transportasi yang tidak berdampak negatif untuk keberlanjutan generasi yang akan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

30

datang. Transportasi berkelanjutan merupakan salah satu cerminan sebuta kota

berkelanjutan terutama dalam bidang transoprtasi. Berdasarkan terminologi yang

sederhana kota yang berkelanjutan perlu untuk mengutamakan kepentigan secara

lingkungan, sosial, dan ekonomi yang harus terpenuhi oleh sistem transportasi yang

berkelanjutan dengan cara berikut (Fjellstorm, 2002):

a. Lingkungan; penggunaan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui harus

lebih rendah dibandingkan pertumbuhan barang penggantinya, tingkat emisi

polusi harus lebih rendah dari kapasitas asimilatif dan keanekaragaman hayati

perlu untuk dipertahankan.

b. Sosial; akses pada seluruh aktivitas untuk terlibat dalam kehidupan sosial harus

dapat dijamin sejauh mungkin, kualitas udara dan kebisingan harus

memperhatikan satandar yang diberlakukan oleh WHO (World Health

Organization) dan resiko kecelakaan harus diminimasi. 32.

c. Ekonomi; moilitas orang dan barang perlu untuk ditingkatkan untuk memenuhi

kebutuhan secara baik, menghindari kemacetan, dan tidak memberi beban

berlebih pada keterbatasan finasial dari anggaran publik dan swasta.

Penerapan transportasi berkelanjutan dalam hal ini berkaitan dengan

transportasi ramah lingkungan dimana menurut Organisation for Economic Co-

operation and Development (OECD) dalam Onogawa (2007:1) adalah pemenuhan

kebutuhan transportasi dimasa sekarang tanpa merugikan generasi dimasa yang

akan datang dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Penerapan

trasnportasi hijau ini dapat berupa penerapan NMT yaitu berjalan kaki dan

bersepeda.

2.3 Non Motorized Transportation

Non Motorized Transportation (NMT) merupakan jenis transportasi yang

bergerak tanpa menggunakan mesin maupun motor. NMT juga dikenal sebagai

transportasi aktif atau transportasi yang berbasis tenaga manusia. Menurut UU

Nomor 22 Tahun 2009, kendaraan tidak bermotor atau NMT merupakan merupakan

kendaraan yang digerakkan dengan tenaga manusia ataupun hewan. Beberapa jenis

moda transportasi yang tergolong dalam NMT yaitu berjalan kaki, sepeda, dan

beberapa jenis transportasi lain yang menggunakan roda kecil seperti skateboard

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

31

dan becak. Moda transportasi non motor ini memberikan dua aktivitas, yaitu

rekreasi dan aktivitas transportasi itu sendiri. Konsep pengembangan NMT mulai

diperhatikan ketika terdapat permasalahan dibidang lingkungan, sosial, ekonomi,

maupun fisik yang ditimbulkan karena aktivitas transportasi bermotor.

Perkembangan penggunaan NMT sangat bervariasi dari waktu ke waktu, begitu pun

dengan penggunaanya pada setiap negara karena sifat NMT yang sangat dinamis.

NMT pada dasarnya mencakup semua jenis moda transportasi tak bermotor

serta infrastruktur dan fasilitas pendukungnya yang mampu mempengaruhi kinerja

pelayanan dari NMT. Beberapa manfaat dari penggunaan NMT yaitu sebagai moda

transportasi yang ramah lingkungan, memberikan manfaat berupa kesehatan bagi

penggunanya, dan dapat menghemat biaya pengeluaran yang digunakan untuk

transportasi. NMT juga sering dimanfaatkan sebagai salah satu sumber rekreasi

bagi penggunanya. Hal ini dikarenakan adanya ketertarikan pengguna kendaraan

pribadi yang memilih untuk berjalan kaki maupun bersepeda yang dianggap lebih

menarik.

2.4 Pejalan Kaki dalam Sistem Transportasi

Pejalan kaki merupakan setiap orang yang berjalan di ruang lalu lintas jalan

(UU Nomor 22 tahun 2009). Menurut Giovanny (dalam Mamuaja dkk.,

2018:1134), salah satu sarana transportasi yang menjadi penghubung antara satu

fungsi dengan fungsi lainnya di suatu kawasan yaitu berjalan. Pada aktivitas

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

32

komersil dan kultural di lingkungan kota yang membutuhkan interaksi secara

langsung, maka berjalan kaki menjadi metode satu-satunya yang digunakan untuk

melakukan pergerakan internal kota yang mampu memenuhi kebutuhan aktivitas

tersebut (Fruin dalam Sakinah dkk., 2018:82). Menurut Rusmawan (dalam

Muslihun, 2013), kegiatan berjalan tidak hanya dilakukan menggunakan kaki,

melainkan didalamnya mencakup alat bantu pergerakan lain yang masih termasuk

dalam kelompok pejalan kaki. Berjalan kaki menjadi cerminan suatu kota yang

lebih manusiawi karena hal tersebut merupakan sarana transportasi yang mampu

menguhungkan berbagai fungsi kawasan yang memiliki aktivitas yang tinggi.

(Gideon dalam Mamuaja dkk., 2018:1134). Menurut Spreiregen (dalam Mamuaja

dkk., 2018:1134) pejalan kaki adalah sistem transportasi terbaik, namun memiliki

keterbatasan yang dipengaruhi oleh kekuatan fisik pada masing-masing individu.

Jarak paling nyaman yang mampu dijangkau oleh pejalan kaki berjarak 0,5 km,

lebih dari jarak tersebut akan membuat seseorang lebih memilih menggunakan

moda transportasi selain berjalan kaki.

Berdasarkan pendapat yang dipaparkan oleh banyak pihak tentang berjalan kaki

dapat disimpulkan bahwa berjalan kaki ialah suatu sistem transportasi yang paling

efektif untuk menghubungkan berbagai kegiatan dalam kawasan tertentu. Kegiatan

berjalan tidak hanya dilakukan oleh pejalan kaki secara normal melainkan juga

dilakukan dengan menggunakan alat bantu pergerakan atau disebut degan difabel.

Berjalan kaki memiliki keterbatasan kecepatan dan jangkuan yang dipengaruhi oleh

kondisi fisik, sehingga dalam kegiatan berjalan kaki perlu adanya sarana penunjang

dan sarana transportasi lainnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2.2.1 Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki

Hak dan kewajiban merupakan hal yang mendasar yang dimiliki setiap

orang termasuk pejalan kak. Hal tersebut dijelaskan pada Undang-Undang Nomor

22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang menjelaskan bahwa hak

pejalan kaki terhadap ketersediaan fasilitas jalur pejalan kaki dapat berupa

penyediaan trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lainnya. Namun, apabila

fasilitas tersebut belum tersedia maka pejalan kaki diizinkan berjalan pada bagian

lainnya dengan tetap mengutamakan keselamatan dirinya. Selain itu, pejalan kaki

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

33

juga berhak untuk mendapatkan prioritas saat melakukan penyeberang pada jalur

yang telah disediakan.

Tidak hanya hak yang dimiliki, pejalan kaki juga harus memenuhi

kewajibannya sebagai pejalan kaki dengan cara berjalan pada bagian yang sudah

diperuntukkan dan menyeberang pada jalur penyeberangan. Jika tidak terdapat

tempat penyeberangan, maka pejalan kaki berhak untuk berjalan pada sisi lainnya

dengan mengutamakan keselamatan dan kelancaran lalu lintas. Untuk penyandang

cacat yang melalui jalur pejalan kaki harus menggunakan tanda khusus yang jelas

dan mudah dikenali pengguna jalan lainnya.

2.2.2 Tujuan Berjalan Kaki

Menurut Rubenstein (dalam Mamuaja dkk., 2018:1135) aktivitas berjalan

kaki memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Berjalan kaki dengan tujuan perjalanan fungsional yaitu kegiatan berjalan kaki

yang dilakukan untuk mencapai suatu tempat yang fungsional seperti tempat

kerja dan tempat makan.

2. Berjalan kaki untuk tujuan berbelanja yang umumnya tidak terikat oleh waktu.

Kegiatan berjalan dalam hal ini dilakukan dengan tingkat kecepatan yang lebih

rendah dari tujuan fungsional. Berjalan kaki dalam hal ini memiliki jarak

tempuh lebih panjang dan sering tidak disadari oleh pejalan kaki karena adanya

daya tarik yang diberikan oleh kawasan yang dilaluinya.

3. Berjalan kaki untuk keperluan rekreasi, merupakan tujuan berjalan kaki yang

dapat dilakukan kapan pun dengan santai. Untuk menunjang kegiatan ini maka

jalur pejalan kaki harus dilengkapi dengan fasilitas pendukung yang bersifat

rekreasi seperti tempat untuk berkumpul dan memerlukan tempat duduk,

tanaman hias dan sebagainya agar pejalan kaki dapat menikmati pemandangan

disekitar jalur pejalan kaki.

2.2.3 Pejalan Kaki Menurut Sarana Perjalanan

Menurut Rubenstein (dalam Mamuaja dkk., 2018:1135) terdapat empat

kategori pejalan kaki menurut sarana perjalanannya, yaitu:

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

34

1. Pejalan kaki penuh, yaitu pejalan kaki yang melakukan perpindahan dari titik

awal hingga akhir dengan cara berjalan kaki.

2. Pejalan kaki pemakai kendaraan umum, yaitu penggunaan moda transportasi

berjalan kaki pada saat melakukan perpindahan dari titik awal perjalanan hingga

ke tempat kendaraan umum, perpindahan rute kendaraan umum, maupun

tempat pemberhentian kendaraan umum ke tempat tujuan yang ingin dicapai.

3. Pejalan kaki pemakai kendaraan umum dan kendaraan pribadi, yaitu

penggunaan moda transportasi berjalan kaki pada saat bergerak dari tempat

parkir kendaraan pribadi menuju tempat kendaraan umum dan dari tempat

parkir kendaraan umum menuju titik akhir perjalanan.

4. Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi penuh, yaitu penggunaan moda

transportasi berjalan kaki dari tempat parkir kendaraan pribadi ke tempat tujuan

akhir perjalanan.

2.2.4 Jarak Berjalan

Dalam melakukan perjalanan terdapat faktor yang mempengaruhi jarak

tempuh pejalan kaki. Menurut Unterman (dalam Indraswara, 2007:62) terdapat 4

faktor yang mempengaruhi jarak tempuh seseorang dalam berjalan kaki, yaitu:

1. Waktu, merupakan faktor yang memiliki hubungan dengan tujuan

dilakakukannya perjalanan. Berjalan kaki yang dilakukan pada waktu tertentu

dapat berpengaruh terhadap jarak tempuh perjalanan. Saat pejalan kaki

melakukan perjalanan dengan tujuan rekreasi, maka jarak yang ditempuh relatif

singkat, sedangkan berjalan kaki dengan tujuan berbelanja dapat dilakukan

lebih dari 2 jam dengan jarak tempuh 2 mil tanpa disadari oleh pejalan kaki.

2. Kenyamanan, merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keinginan orang

untuk melakukan perjalan yang dipengaruhi cuaca dan jenis aktivitas. Iklim

yang kurang baik akan menurunkan keinginan pejalan kaki melakukan

perjalanan dengan berjalan kaki, begitu juga dengan kondisi cuaca yang terik

akan mempengaruhi kenyamnan pejalan kaki. Kenyamanan juga dipengaruhi

oleh jenis aktivitas yang dilakukan, dimana aktivitas berbelanja dengan

membawa barang akan terasa nyaman apabila jarak yang ditempuh tidak lebih

dari 300 meter. Sedangkan untuk aktivitas berbelanja sambil melakukan

rekreasi kenyamanan ditentukan oleh lamanya melakukan perjalanan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

35

3. Ketersediaan kendaraan bermotor, berhubungan dengan ketersediaan

kendaraan bermotor baik kendaraan umum maupun pribadi yang menjadi

penghantar perjalanan sebelum atau sesudah berjalan kaki. Penempatan dan

penyediaan fasilitas kendaraan angkutan umum juga berpengaruh terhadap

keinginan orang untuk berjalan lebih jauh.

4. Pola tata guna lahan menjadi faktor yang mempengaruhi jarak tempuh

perjalanan. Pada daerah dengan guna lahan campuran akan lebih mudah jika

dijangkau dengan berjalan kaki karena akan lebih cepat dibandingakan

melakukan perjalanan menggunakan kendaraan bermotor karena orang akan

sulit berhenti setiap saat.

2.2.5 Fasilitas Pejalan Kaki

Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, fasilitas pejalan kaki perlu disediakan pada setiap jalan yang menjadi lalu

lintas umum. Fasilitas pejalan kaki merupakan seluruh komponen sarana dan

prasarana yang disediakan untuk memfasilitasi pergerakan pejalan kaki dengan

menjamin aspek keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki. Menurut Tanam

(2011) terdapat dua jenis fasilitas bagi pejalan kaki yaitu fasilitas utama berupa jalur

pejalan kaki yang mencakup jalur penyebrangan, trotoar, dan lainnya serta fasilitas

pendukung yang disediakan untuk mendukung kepentingan pejalan kaki seperti

penyediaan tempat sampah, papan informasi, dan lainnya.

Menurut pedoman penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana ruang

pejalan kaki, fasilitas pejalan kaki terbagi dalam dua kategori yaitu fasilitas

prasarana atau fasilitas utama dan fasilitas sarana sebagai fasilitas pendukungnya.

Adapun fasilitas sarana bagi pejalan kaki adalah sebagai berikut.

a. Drainase

Drainase dapat disediakan sejajar atau dibawah jalur pejalan kaki. Penyediaan

saluran drainase berfungsi untuk mencegah banjir dan genangan air yang terjadi

saat hujan yang dapat mengganggu jalur pejalan kaki.

b. Jalur hijau

Penyediaan ruang terbuka hijau pada jalur pejalan kaki berfungsi untuk

memberikan rasa nyaman bagi pejalan kaki. Penyediaan RTH dapat berupa jalur

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

36

hijau yang disediakan pada jalur pendukung dengan lebar 150 cm dan

komponen yang digunakan sebagai jalur hijau meruapakan tanaman tipe

peneduh.

c. Lampu penerangan

Lampu penerangan terletak di jalur pendukung setiap jarak 10 m dan tinggi

maksimal 4 m. Bahan yang digunakan untuk lampu penerangan ini merupakan

bahan yang mempunyai durabilitas tinggi seperti beton cetak dan metal.

d. Tempat duduk

Penyediaan tempat duduk setiap jarak 10 m dengan lebar 40-50 cm dan panjang

150 cm. Bahan yang digunakan merupakan bahan dengan durabilitas tinggi

seperti metal dan beton cetak.

e. Pagar pengaman

Penyediaan pagar pengaman berfungsi untuk melindungi pejalan kaki yang

melintas pada titik yang berbahaya sehingga disediakan pengaman dengan

tinggi 90 cm.

f. Tempat sampah

Tempat sampah perlu disediakan pada jalur pendukung setiap 20 m dengan

kapasitas penampungan yang disesuaikan dengan kebutuhan.

g. Marka, perambuan, papan informasi

Sarana pendukung berupa marka dan perambuan serta sistem informasi ini

disediakan pada titik yang menjadi interaksi sosial, jalur dengan arus pejalan

kaki yang padat dan besaran yang disesuaikan dengan kebutuhan.

h. Halte/shelter bus dan lapak tunggu

Shelter diletakkan pada titik yang potensial dalam suatu kawasan atau setiap

radius 300 m, dengan besaran yang disesuaikan.

i. Telepon umum

Telepon umum disediakan pada titik yang potensial dalam suatu kawasan atau

setiap radius 300 m, dengan besaran yang disesuaikan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

37

2.2.6 Karakteristik Pejalan Kaki

Menurut Budi (dalam Tanam, 2011) yang menjadi faktor utama dan perlu

diperhatikan dalam merancang dan merencanakan fasilitas pejalan kaki adalah

karakterisitik pejalan kaki.

1. Kecepatan Berjalan

Kecepatan orang berjalan saat berada pada jalur yang tidak terdapat hambatan

pada umumnya berkisar 4,8 km/jam atau sekitar 79,2 m/menit dan besaran

kecepatan tersebut pada seorang laki-laki akan lebih meningkat dibandingkan

dengan perempuan. Penurunan kecepatan berjalan dapat disebabkan jalanan

yang menanjak atau terdapat halangan yang disebabkan oleh kerumunan orang,

tanda lalu lintas, atau halangan lainnya.

TABEL II. 1

KECEPATAN BERJALAN BERDASARKAN UMUR DAN JENIS

KELAMIN

Jenis Kelamin Umur (Tahun)

Kecepatan Berjalan

(m/det)

Laki-laki

> 55 1,52

< 55 1,65

Wanita

> 55 1,3

< 55 1,39

Wanita bersama anak-

anak -

0,72

Remaja - 1,79

Anak-anak 6-10 1,12

Sumber: TRRL, 1985

2. Kebutuhan Ruang

Faktor utama yang menjadi karakteristik fisik pada pejalan kaki adalah dimensi

fisik tubuh manusia dan daya gerak. Selama melakukan perjalanan, tubuh

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

38

manusia mengalami pergerakan yang dapat berupa bergoyang kedepan dan

kebelakang beberapa centimeter. Adapun beberapa alasan lain yang

menyebabkan bertambahnya ruang pejalan kaki yaitu adanya kebiasaan-

kebiasaan tertentu seperti membawa paying, keranjang belanja atau berjalan

bersamaan sambil berbincang pada jalur pejalan kaki dan adanya benda yang

dapat mengurangi ruang pejalan kaki seperti keberadaan pedagang. Selain

dimensi fisik manusia, juga terdapat aspek ruangan sebagai tempat beraktivitas

yang dipengaruhi oleh ruang pribadi dan terbentuk karena antara seorang

pejalan kaki dengan orang lain di depannya dalam suatu kerumunan orang

(AASHTO dalam Tanam, 2011). Ruang yang memiliki kapasitas dan fasilitas

yang besar serta ruang gerak yang longgar akan memberikan kenyamananan bai

pejalan kaki karena dapat bergerak dengan bebas. Akan tetapi, jika kapasitas

ruang yang dimiliki cenderung lebih kecil dan ruang pribadi juga kecil, maka

pejalan kaki tidak dapat bergerak secara bebas. Keberadaan ruang pandang

menjadi salah satu aspek yang dapat berpengaruh terhadap kebutuhan ruang

pejalan kaki. kemampuan pandangan yang dimiliki oleh manusia digunakan

untuk memperkirakan kecepatan, jarak, dan arah dari orang lain dalam berjalan.

Dengan adanya kemampuan yang dimiliki, maka manusia dapat menerima

berbagai informasi visual seperti adanya rambu lalau lintas atau adanya potensi

bersinggungan dengan orang lain yang berpapasan dengannya.

3. Jarak Berjalan

Jarak tempuh yang mampu dilalui oleh pejalan kaki akan berbeda-beda pada

tiap individu karena dipengaruhi oleh kondisi fisik pejalan kaki. Jara perjalanan

yang akan ditempuh menjadi pertimbangan utama seseorang untuk berjalan

kaki. Menutur AASHTO (dalam Tanam, 2011) rata-rata jarak terjauh yang

mampu ditempuh oleh pajalan kaki adalah 0,4 km dan jarak 1,6 km merupakan

jarak terjauhnya. Namun dengan berbagai karakteristik wilayah yang berbeda

terutama pada wilayah yang beriklim tropis seperti Indonesia kondisi cuaca,

waktu, fasilitas dan lainnya dapat memepengaruhi jarak orang berjalan.

Berdasarkna penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang (dalam Tanam, 2011)

menunjukkan bahwa jarak berjalan kaki yang mampu ditempuh di Indonesia

pada umumnya berjarak 50-100 meter.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

39

4. Pejalan Kaki Yang Berkebutuhan Khusus

Berdasarkan UU Nomor 22 tahun 2009, pejalan kaki yang denga kebutuhan

khusus tidak hanya penyandang cacat tetapi juga mencakup orang tua (manusia

lanjut usia), anak-anak, ibu hamil, dan orang sakit. Kebutuhan ruang yang

diperlukan bagi orang yang berkebutuhan khusus yaitu fasilitas pejalan kaki

yang bebas dari halangan, sehingga dipelukannya penyedian jalur khusus bagi

para difabel. Persyaratan fasilitas pejalan kaki bagi difabel dapat

mempertimbangkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30 tahun 2006

tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan.

2.5 Jalur Pejalan Kaki

Jalur pedestrian atau biasa disebut dengan pedestrian way, berasal dari bahasa

Yunani yaitu pedos yang berarti kaki dan dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau

orang yang berjalan kaki, sedangkan kata way yang berasal dari bahasa Inggris

berarti jalan yang merupakan bangunan di atas permukaan bumi yang dibangun

untuk memudahkan manusia melakukan perjalanan, sehingga jalur pejalan kaki

dapat diartikan sebagai pergerakan manusia menggunakan moda berjalan kaki

untuk melakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat lain. Rubenstein (dalam

Muslihun, 2013:1136) menganggap bahwa jalur pedestrian sebagai suatu

pergerakan yang dilakukan oleh manusia dari titik asal (origin) menuju tempat

tujuan perjalanan (destination). Dalam merancang sebuat kota terdapat beberapa

elemen penting yang perlu dipertimbangkan keberadaannya yaitu pejalan kaki.

Kota dengan jalur pejalan kaki yang baik akan mampu merangsang aktivitas

diwilayah sekitarnya, mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan bermotor

sehingga menurunkan polusi udara yang berdampak pada menpngkatan kualitas

lingkungan serta udara dalam kota (Shirvanni dalam Mamuaja dkk., 2018:1136).

Jalur pejalan kaki merupakan bagian dalam suatu kota yang terbentuk karena telah

dirancang sebelumnya maupun terbentuk secara natural untuk menghubungkan

berbagai tempat yang dijadikan sebagai media bagi orang melakukan pergerakan

menggunakan kaki. Jalur pejalan kaki pada kawasan perdagangan pada tiap sisinya

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

40

terdapat deretan toko dan pada terdapat plaza terbuka sebagai lintasan umum pada

bagian ujungnya (Rubenstein dalam Muslihun, 2013).

Trotoar atau dalam bahasa Prancis “trotoire” merupakan jalur pejalan kaki yang

diartikan sebagai jalanan kecil dengan lebar 1,5-2 meter yang memiliki desain

memanjang di sepanjang jalan umum, jalan besar atau jalan raya. Penyediaan jalur

pejalan kaki tidak hanya digunakan untuk memberi kesan pada sebuah kota yang

dilalui, tetapi juga perlu memperhatikan fungsinya sebagai tempat untuk melakukan

pergerakan dan perpindahan dari satu titik ke titik yang lainnya secara aman dan

nyaman tanpa merasa takut terhadap kondisi sekitar seperti takut terhadap

pengguna jalur pejalan kaki lainnya maupun kendaraan yang melintas disekitar

jalur pejalan kaki.

Dalam merancang sebuah kota akan terdapat permasalahan yang sering

ditemukan yaitu menjaga keseimbangan penggunaan jalur pejalan kaki dengan jalur

kendaraan bermotor. Menurut Unterman (dalam Mamuaja dkk., 2018:1136) untuk

mendapatkan jalur pejalan kaki yang baik, maka diperlukan kriteria yang perlu

diperhatikan yaitu keamanan, menyenangkan, kenyamanan dan daya tarik. Menurut

Shirvani (dalam Iswanto, 2006:23) dalam merancang jalur pejalan kaki perlu

memperhatikan keseimbangan antara pejalan kaki dengan kendaraan, faktor

keamanan termasuk didalamnya kebutuhan ruang pejalan kaki, penyediaan fasilitas

di sepanjang jalur pejalan kaki yang memberikan kesenangan, dan ketersediaan

fasilitas publik yang menyatu sebagai elemen penunjang jalur pejalan kaki.

Dari berbagai teori yang telah dijelaskan oleh para ahli disimpulkan bahwa jalur

pejalan kaki merupakan salah satu elemen dalam suatu kota yang perlu

direncanakan secara baik agar menjadi daya tarik sehingga mampu meningkatkan

kegiatan dan memberikan peningkatan kualitas lingkungan karena berkurangnya

penggunaan kendaraan bermotor. Dalam merancang jalur pejalan kaki yang baik

terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu keamanan pejalan kaki terhadap

gangguan disekitarnya, memberikan kesenangan kepada pejalan kaki dalam

melakukan perjalanan dengan adanya kesesuaian penggunaan jalur pejalan kaki,

kenyamanan yang memberikan ruang yang cukup dan penyediaan fasilitas

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

41

pendukung jalur pejalan kaki yang menjadi daya tarik dalam melakukan

pergerakan.

2.3.1 Jenis Jalur Pejalan Kaki

Unterman (dalam Muslihun, 2013) mendefiniskan tipe jalur pejalan kaki di

ruang luar bangunan berdasarkan fungsi dan bentuknya. Jalur pejalan kaki menurut

fungsinya adalah sebagai berikut.

1. Jalur pejalan kaki yang terpisah dengan jalur kendaraan umum, berupa sidewalk

atau trotoar. Jalur pejalan kaki jenis ini perlu memperhatikan fasilitas yang

menunjang keamanan pengguna karena berada dekat dengan kendaraan

bermotor. Jalur pejalan kaki ini mempunyai permukaan yang rata dan terletak

ditepi jalan raya.

2. Jalur pejalan kaki yang digunakan sebagai jalur penyeberangan berfungsi untuk

menghindari konflik yang berpotensi terjadi antara pejalan kaki dengan moda

angkutan lainnya, sehingga dalam hal ini juga diperlukannya fasilitas pelengkap

berupa zebra cross, skyway, dan subway. Jalur yang dapat digunakan untuk

penyeberangan yaitu jalur penyeberangan jalan, jembatan atau jalur

penyeberangan bawah tanah.

3. Jalur pejalan kaki yang terpisah dengan kendaraan bermotor dan mimiliki sifat

rekreatif karena digunakan untuk mengisi waktu luang dan umumnya dinikmati

dengan santai tanpa adanya gangguan yang ditimbulkan oleh kendaraan

bermotor. Pada jalur ini disediakan bangku untuk berhenti dan beristirahat.

Fasilitas jalur pejalan kaki ini biasanya tersedia ini plaza dan taman kota.

4. Jalur pejalan kaki yang digunakan untuk berbagai kegiatan seperti berjualan,

duduk santai, dan berjalan sekaligus melihat etalase pertokoan yang biasa

disebut mall.

5. Footpath atau jalan setapak yang cukup sempit dan hanya dapat dilalui oleh satu

orang saja.

6. Alleyways atau pathways (gang) merupaka jalur yang berada di belakang jalan

utama yang relatif lebih sempit dan terbentuk karena adanya kepadatan

bangunan yang mengakibatkan tidak adanya kendaraan yang melintas sehingga

hanya digunakan oleh pejalan kaki.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

42

Sedangkan jenis jalur pejalan kaki menurut bentuknya adalah sebagai berikut.

1. Arcade atau selasar, jalur ini memiliki atap dan dinding sebagai pembatas yang

hanya tersedia pada salah satu sisinya.

2. Gallery, yaitu sebuah bangunan berupa selasar yang lebar dan digunakan untuk

kegiatan tertentu.

3. Jalan pejalan kaki yang tidak terlindungi atau tidak memiliki atap.

2.3.2 Aktivitas di Jalur Pejalan Kaki

Jalur pejalan kaki sebagai alat penghubung antar ruang memiliki peran yang

cukup penting dalam sebuah kota. Fungsi jalur pedestrian pada daerah perkotaan

menurut Sanjaya dkk (2017:110) adalah sebagai berikut:

a. Sebagai fasilitas penggerak bagi para pejalan kaki

b. Sebagai media interaksi sosial

c. Sebagai unsur pendukung, keindahan dan kenyamanan kota.

Rapoport (dalam Sanjaya dkk., 2017:111) mengklasifikasikan beberapa

kegiatan yang terdapat di jalur pejalan kaki adalah sebagai berikut:

a. Pergerakan non pejalan kaki, yaitu kegiatan yang menggunakan berbagai

kendaraan beroda maupun moda angkutan lainnya untuk bergerak.

b. Aktivitas pejalan kaki, yang terdiri dari dua jenis yaitu aktivitas yang

bersifat dinamis sebagai moda transportasi atau aktivitas yang bersifat statis

seperti duduk, jongkok, berdiri dan sebagainnya.

Menurut Rapoport (dalam Sanjaya dkk., 2017:111), semua aktivitas

termasuk didalamnya adalah aktivitas pedestrian mengandung empat hal, yaitu

sebagai berikut.

a. Aktivitas yang sebenarnya, yang dapat berupa kegiatan berjalan.

b. Cara melakukan, hal ini dapat berupa berjalan di jalur pedestrian, makan di

rumah, dan lain-lain.

c. Aktivitas tambahan yang terdapat dalam aktivitas berjalan, seperti berjalan

sambil melihat etalase toko (window shopping).

d. Makna dari aktivitas, yaitu menghayati kondisi sekitarnya.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

43

Jalur pejalan kaki tidak hanya berfungsi sebagai fasilitas pejalan kaki saja

melainkanjalur ini juga diguankan sebagai ruang interaksi antara manusia.

2.3.3 Fasilitas Jalur Pejalan Kaki

Suatu sistem jalur pejalan kaki yang dirancang dengan baik akan dapat

mengurangi ketergantungan seseorang terhadap penggunaan kendaraan di pusat

kota dan meningkatkan ketertarikan terhadap penggunaan jalur pejalan kaki,

sehingga mampu meningkatkan kualitas lingkungan di wilayah tersebut. Jalur

pejalan kaki dirancang dengan memperhatikan berbagai fasilitas yang perlu

disediakan sebagai pelengkapnya. Berdasarkan Permen PU Nomor 03 Tahun 2014

ruang pejalan kaki dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

1. Sidewalk yaitu jalur bagi pejalan kaki yang berada di sisi jalan.

2. Promenade yaitu jalur bagi pejalan kaki yang terdapat pada suatu wilayah

dengan salah satu sisi dari jalur tersebut berbatasan dengan badan air atau

kolam.

3. Arcade yaitu jalur pejalan kaki yang dirancang pada kawasan perkantoran

atau komersil. Jalur ini terletak bedampingan dengan bangunan gedung

pada salah satu atau kedua sisinya.

Selain menyediakan ruang bagi pejalan kaki, penyediaan fasilitas

penyeberangan bagi pejalan kaki juga sangat dibutuhkan. Berikut merupakan

jenis jalur penyeberangan bagi pejalan kaki.

1. Penyeberangan sebidang, yaitu jalur penyeberangan yang letaknya sebidang

dengan jalan. Penyediaan penyeberangan sebidang dapat berupa zebra cross

atau penyeberangan pelican.

2. Penyeberangan tidak sebidang, yaitu jalur penyeberangan yang terletak

tidak sebidang dengan ruas jalan. Penyeberangan ini dapat diletakkan diatas

maupun dibawah permukaan tanah. Jenis penyeberangan ini dapat berupa

jembatan penyeberangan atau terowongan.

2.3.4 Tingkat Pelayanan Jalur Pejalan Kaki

Tingkat pelayanan jalur pejalan kaki merupakan konsep yang digunakan

untuk mengetahui kemampuan pejalan kaki saat melakukan pergerakan di jalur

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

44

pejalan kaki. Kemampuan pejalan kaki ini dapat dilihat memilih kecepatan pejalan

kaki yang melintas. Analisis tingkat pelayanan jalur pejalan kaki atau yang biasa

disebut dengan Level Of Service (LOS) pada penelitian ini menggunakan metode

High Capacity Manual (HCM). Tingkat pelayanan jalur pejalan kaki dalam HCM

mempertimbangkan arus dan ruang pejalan kaki serta berhubungan erat dengan

volume dan kepadatan pejalan kaki. Untuk dapat mengetahui tingkat pelayanan

jalur pejalan kaki maka dibutuhkan data berupa lebar efektif jalur pejalan kaki,

volume pejalan kaki, kecepatan berjalan pejalan kaki, kepadatan pejalan kaki, serta

asal dan tujuan pejalan kaki (National Research Council, 2000). Perhitungan yang

digunakan untuk mengetahui tingkat pelayanan jalur pejalan kaki adalah sebagai

berikut.

1. Lebar efektif jalur pejalan kaki

We = Wt – Wo

Keterangan:

We = Lebar efektif jalur pejalan kaki (m)

Wt = Lebar keseluruhan jalur pejalan kaki (m)

Wo = Lebar hambatan (m)

2. Arus pejalan kaki per unit

Vp = 𝐕𝟏𝟓

𝟏𝟓 𝐱 𝐖𝐞

Keterangan:

Vp = Arus pejalan kaki (orang/menit/m)

V15 = Jumlah pejalan kaki tertinggi setiap 15 menit (org/15menit)

We = Lebar efektif jalur pejalan kaki (m)

3. Volume pejalan kaki

Volume pejalan kaki = 𝐕𝟏𝟓

𝟏𝟓

Keterangan:

Vp = Arus pejalan kaki (orang/menit/meter)

V15 = Jumlah pejalan kaki tertinggi setiap 15 menit (orang/15 menit)

4. Tingkat pelayanan jalur pejalan kaki berdasarkan arus

TPBA = 𝐕𝑷

𝐂𝟎 =

𝐕𝟏𝟓𝟏𝟓 𝒙 𝑾𝒆

𝑪𝟎

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

45

Keterangan:

Vp = Jumlah pejalan kaki tertinggi setiap 15 menit (orang/15menit)

𝑉15 = Lebar efektif jalur pejalan kaki (m)

𝐶0 = Kapasitas dasar (75orang/menit/meter)

Klasifikasi tingkat pelayanan jalur pejalan kaki terbagi kedalam 6 kategori sebagai

berikut.

1. LOS A

Jalur pejalan kaki seluas >5,6 m2/orang, dengan besaran arus pejalan kakinya

<16 orang/menit/meter. Jalur pejalan kaki yang memiliki standar A berarti

bahwa pada jalur ini memiliki ruang yang cukup bebas bagi pejalan kaki untuk

dapat berjalan dan menentukan arah berjalan dengan bebas dan kecepatan

berjalannya relatif cepat, namun tidak akan menimbulkan gangguan bagi

pejalan kaki lainnya.

2. LOS B

Jalur pejalan kaki seluas 5,6 m2/orang, besar arus pejalan kaki >16-23

orang/menit/meter. Pada LOS B berarti bahwa ruang pejalan kaki cukup

nyaman, namun pergerakan yang dilakukan oleh pejalan kaki lain disekitarnya

berpengaruh terhadap keleluasaan berjalan pengguna lainnya. Pada kondisi ini

pejalan kaki masih dapat berjalan dengan nyaman tanpa mengganggu pejalan

kaki lainnya.

3. LOS C

Jalur pejalan kaki seluas >2,2–3,7 m2/ orang, besar arus pejalan kaki >23-33

pedestrian/menit/meter. Pada LOS C berarti bahwa pergerakan perjalan kaki

berlangsung normal pada arus yang searah, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada

pejalan kaki yang berbeda arah dan dapat menimbulkan konflik ringan antar

pejalan kaki. Pada kondiis ini, arus pejalan kaki masih tergolong normal tetapi

pergerakannya akan relatif lebih lambat karena adanya keterbatasan ruang yang

dimiliki oleh masing-masing pejalan kaki.

4. LOS D

Jalur pejalan kaki seluas >1,4–2,2 m2/ orang, besar arus pejalan kaki >33-49

orang/menit/meter. Pada bagian ini, pejalan kaki perlu mengganti posisi

berjalan dan mengatur kecepatannya sesering mungkin agar tetap nyaman

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

46

dalam berjalan. Hal ini karena pada arah yang berlawanan memiliki potensi

untuk menimbulkan konflik.

5. LOS E

Jalur pejalan kaki seluas >0,75–1,4 m2/orang, besar arus pejalan kaki >49-75

orang/menit/meter. Setiap pejalan kaki pada kondisi ini memiliki kecepatan

yang sama, karena banyaknya orang yang berjalan kaki. Arus perjalanan sangat

dipengaruhi oleh posisi pejalan kaki seperti berbalik arah atau berhenti. Jalur

ini sudah mulai tidak nyaman untuk dilalui oleh pejalan kaki yang padat, akan

tetapi kondisi ini masih merupakan ambang bawah dari kapasitas rencana ruang

pejalan kaki.

6. LOS F

Jalur pejalan kaki seluas <0,75 m2/orang, besar arus pejalan kakinya beragam.

Pada LOS F, kecepatan arus pejalan kaki sangat lambat dan terbatas sehingga

sering menimbulkan konflik yang searah ataupun berlawanan. Pada kondisi ini

pejalan kaki tidak dapat berbalik arah atau berhenti. LOS F merupakan tingkat

pelayanan yang tidak nyaman dan sudah tidak sesuai dengan kapasitas ruang

pejalan kaki.

2.3.5 Faktor Pengaruh Tingkat Pelayanan Fasilitas Jalur Pejalan Kaki

Menurut Highway Capital Manual (dalam Ramadhan dkk., 2018:106)

tingkat pelayanan fasilitas jalur pejalan kaki dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu sebagai berikut.

1. Kenyamanan (comfort), hal ini dapat berupa adanya pelindung yang diberikan

kepada pejalan kaki terhadap kondisi cuaca, ketersedian arcade, halte angkutan

umum dan sebagainya.

2. Kenikmatan (convenience), hal ini berkaitan dengan kondisi yang membuat

perjalanan lebih menyenangkan untuk dilakukan, sepreti jarak berjalan dan

tanda-tanda penunjuk.

3. Keselamatan (safety), hal ini mencakup ketersediaan untuk memisahkan pejalan

kaki dengan lalu lintas kendaraan lainnya seperti mall dan kawasan yang bebas

kendaraan.

4. Keamanan (security), hal ini mencakup lampu lalu lintas, pandangan yang tidak

terhalang ketika menyeberang dan tingkat atau tipe dari jalan.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

47

5. Aspek ekonomi yang berkaitan dengan biaya pengguna yang berkaitan dengan

adanya tundaan perjalanan dan ketidanyamanan yang dirasakan.

Menurut Fruin (dalam Triska dkk., 2019:70) pengembangan fasilitas jalur

pejalan kaki berupa keamanan, keselamatan dan perbaikan gambaran terhadap fisik

sistem pejalan kaki dibutuhkan untuk dapat meningkatkan kenyamanan, keamanan,

kesenangan, kesinambungan, kelengkapan dan daya tarik pejalan kaki. Indikator

yang dapat digunakan untuk mencapai keberhasilan konsep pengembangan fasilitas

pejalan kaki yang akrab, yaitu keselamatan, keamanan, kenyamanan, kenikmatan,

dan keindahan (Uterman, 1984; Marcus dan Francis 1989; Carr, 1992; Rubenstein,

1992; Harris dan Dines, 1995; Bromley dan Thomas, 1993 dalam Muslihun, 2013).

1. Keselamatan (safety) diidentifikasi berdasarkan penempatan jalur pejalan kaki,

struktur, tekstur, pola perkerasan dan dimensi trotoar (ruang bebas, lebar efektif,

kemiringan) yang sesuai standar.

2. Keamanan (security), diidentifikasi berdasarkan kondisi pejalan kaki yang

terlindungi dari potensi terjadinya tindak kejahatan sehinnga perlunya

memberikan penerangan yang cukup atau struktur maupun lansekap yang tidak

menghalangi.

3. Kenyamanan (comfort), diidentifikasi berdasarkan kemudahan jalur pejalan

yang dilalui dari berbagai tempat, adanya pelindung terhadap kondisi cuaca

yang buruk, tempat istirahat sementara, terhindar dari hambatan yang karena

kondisi ruang yang sempit serta permukaan jalur pejalan kaki yang perlu

disediakan dengan nyaman dan dapat dipergunakan oleh siapa saja termasuk

penyandang cacat (difabel).

4. Kenikmatan (convenience), diidentifikasi dengan cara melihat jarak, lebar

trotoar, lanskap yang menarik serta keberadaan fasilitas yang menunjang

pejalan kaki.

5. Keindahan (aesthetics), merupakan hal-hal yang berhubungan dengan trotoar

dan lingkungan disekitarnya

Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan diatas dapat diketahui bahwa hal

yang dapat mempengaruhi pelayanan fasilitas jalur pejalan kaki adalah keamanan,

kenyamanan, keselamatan, dan kenikmatan. Hal ini dikarenakan aspek ekonomi

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

48

berhubungan dengan tundaan waktu perjalanan sehingga menimbulkan

ketidaknyamanan yang sudah termasuk kedalam aspek kenyamanan, sedangkan

untuk keindahan memiliki komponen yang sama dengan keindahan.

2.6 Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki

Kenyamanan merupakan suatu nilai yang vital yang sudah selayaknya harus

dinikmati oleh setaip orang ketika melakukan kegiatan dalam satu ruang

(Anggriani, 2009). Sebuah perasaan yang sesuai terhadap panca indera dan

karakteristik fisik lain pada manusia yang disertai dengan tersedianya fasilitas yang

sesuai dengan kegiatan yang terdapat pada suatu lingkungan tertentu diartikan

sebagai sebuah kenyamanan (Weisman dalam Panduri & Suwandono, 2015:242).

Hal tersebut juga dikemukakan oleh Kolcaba (2003) yang menjelaskan bahwa

kenyamaan merupakan suatu kondisi telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia

yang bersifat individual dan holistik, sehingga menimbulkan perasaan sejahtera

pada setiap individu. Sanders dan McCormick (dalam Rangkuti, 2015:77)

menggambarkan bahwa konsep kenyamanan merupakan kondisi yang bergantung

pada individu yang mengalami situasi tertentu. Tidak ada seorang pun yang dapat

mengetahui tingkat kenyamanan orang lain secara langsung maupun observasi,

melainkan diperlukan interaksi langsung dengan cara menanyakan langsung kepada

individu yang dituju mengenai seberapa nyaman diri mereka. Untuk mendapatkan

jawaban tersebut biasanya digunakan istilah-istilah yang menggambarkan tingkat

kenyamnan seperti kurang nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman, atau

mengkhawatirkan.

Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kenyamanan

merupakan suatu perasaan pada setiap individu yang diterima terhadap kondisi

tertentu yang mungkin berbeda-beda setiap orang. Perasaan nyaman tersebut

didapatkan melalui pemenuhan kebutuhan manusia yang sesuai dengan kondisi

lingkungan sekitarnya. Dalam melakukan kegiatan perasaan nyaman merupakan

komponen vital yang harus terpenuhi bagi setiap individu.

2.4.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kenyamanan Pejalan Kaki

Seluruh sarana dan Prasarana ruang pejalan kaki disediakan untuk

mendukung agar dapat terciptanya keamanan, kenyamanan, keindahan, kemudahan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

49

dan interaksi sosial sesuai dengan kebutuhan ruang pejalan kaki yang diinginkan.

Kenyamanan merupakan komponen yang paling dibutuhkan dalam berjalan kaki.

Hal ini dikarenakan aspek kenyamanan berhubungan langsung dengan aspek

keamanan dan keindahan yang mampu memberikan daya tarik bagi pejalan kaki

dan menjadi indicator terwujudnya suatu jalur pejalan kaki yang baik.

Faktor yang mempengaruhi kenyamanan jalur pejalan kaki menurut

Unterman (dalam Damia & Nugrahaini, 2020:163) yaitu sirkulasi, aksesibilitas,

gaya alam dan iklim, keamanan, kebersihan, dan keindahan. Kemudian Hakim dan

Utomo (dalam Widodo, 2013:2) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kenyamanan jalur pejalan kaki antara lain sirkulasi, daya alam dan

iklim, aroma atau bau-bauan, bentuk, keamanan, kebersihan, dan keindahan.

Berdasarkan pendapadat yang dikemuakan oleh Unterman, Hakim dan Utomo

dapat diketahui bahwa komponen kenyamnaan berupa aroma dan bau-bauan dalam

hal ini sudah termasuk kedalam komponen kebersihan. Hal ini dikarenakan

kebersihan berhubungan dengan kondisi bak sampah yang yang dapat

menimbulkan aroma atau bau-bauan yang tidak sedap jika tidak direncanakan dan

dikelola dengan baik. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

yang mempengaruhi kenyamanan jalur pejalan kaki yaitu sirkulasi, aksesibilitas,

daya alam dan iklim, bentuk, keamanan, kebersihan dan keindahan.

1. Sirkulasi

Kenyamanan terhadap ruang dapat dipengaruhi oleh sistem sirkulasi yang baik.

Menurut Unterman (dalam Kaliongga dkk., 2014:245) sirkulasi merupakan

suatu perputaran atau peredaran. Dalam hal ini sirkulasi berkaitan dengan

dimensi jalan, alur pedestrian, maksud perjalanan, waktu, dan volume pejalan

kaki. Ketidakjelasan sirkulasi, pembagian ruang dan fungsi ruang antara

pejalan kaki dan ruang kendaraan bermotor dapat menurunkan kenyamanan

(Hakim dan Utomo dalam Lubis, 2018). Untuk dapat memberikan rasa aman

maka diperlukan penataan ruang yang fungsional agar tercipta sebuah

kelancaran pada setiap aktivitas sirkulasi baik untuk traditional space (sirkulasi

kenderaan bermotor dan pejalan kaki) maupun sirkulasi activity area (misalnya,

untuk PKL dan parkir).

2. Aksesibilitas

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

50

Aksesibilitas merupakan suatu kemudahan yang dapat dijangkau oleh pejalan

kaki terhadap objek, pelayanan ataupun lingkungan tertentu. Ketentuan yang

harus terpenuhi dalam jalur pejalan kaki mencakup hambatan, lebar, kawasan

laluan dan istirahat, kemiringan (grades), ramp, permukaan dan tekstur

(Unterman dalam Kaliongga dkk., 2014:245).

3. Gaya Alam dan iklim

Salah satu hal yang memerlukan perhatian yang cukup adalah kondisi iklim.

Hal ini dikarenakan iklim yang muncul seperti hujan dapat menimbulkan

gangguan bagi pejalan kaki. Menurut Unterman (dalam Kaliongga dkk.,

2014:245) suhu, radiasi matahari, kelembaban, dan angin merupakan faktor

iklim mikro yang mampu mempengaruhi kenyamanan manusia dalam berjalan.

Diena (dalam Hadi, 2012) menyatakan bahwa indeks kenyamanan ideal bagi

manusia di Indonesia berada pada kisaran THI (Temperature Human Index)

yaitu dengan nilai 20°C-26°C. Dengan adanya permasalahan tersebut, maka

perlu disediakannya tempat untuk berteduh seperti shelter dan gazebo. Selain

kondisi iklim berupa hujan terdapat juga pengaruh radiasi sinar matahari yang

cukup berpengaruh terhadap kenyamanan pejalan kaki.

4. Bentuk

Bentuk elemen landscape furniture jalur pejalan kaki perlu disesuaikan dengan

ukuran standar manusia agar skala yang dibentuk akan memberikan rasa

nyaman bagi penggunanya (Hakim dan Utomo dalam Widodo, 2013:3). Saat

ini trotoar yang telah disediakan seringkali ditemui tidak memiliki pembatas

yang jelas dengan jalur kendaraan bermotor. Akibatnya alur trotoar dan jalur

kendaraan yang memiliki ketinggian permukaan lantai (dasar) yang sama

dimanfaatkan untuk lahan parkir secara ilegal.

5. Keamanan

Pengertian dari keamanan bukan hanya mencakup keamanan dari segi kriminal

saja melainkan keamanan tentang kejelasan fungsi sirkulasi, sehingga pejalan

kaki terjamin keamanan atau keselamatannya dari bahaya yang ditimbulkan

karena adanya gesekan pejalan kaki dengan kendaraan bermotor. Perencanaan

keamanan antara pejalan kaki dengan kendaraan bermotor perlu diutamakan

sehingga harus disediakan fasilitas bagi pejalan kaki yang terpisah dengan jalur

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

51

kendaraan bermotor seperti disediakannya trotoar dengan difasilitasi oleh

pembatas jalan (kereb). Selain itu, menurut Unterman (dalam Kaliongga dkk.,

2014:245) penyediaan lampu penerangan pada jalur pejalan kaki dapat

meningkatkan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi pejalan kaki.

6. Kebersihan

Daerah disekitar jalur pejalan kaki yang terjaga kebersihannya akan

memberikan daya tarik tersendiri bagi pejalan kaki dan menciptakan rasa

nyaman serta menyenangkan terhadap orang-orang yang melalui jalur pejalan

kaki tersebut. Untuk memenuhi kebersihan suatu lingkungan maka perlu

disediakan bak sampah sebagai elemen lanskap serta penataan saluran air yang

tersuusn dengan baik. Selain itu, pada wilayah yang sangat memerlukan kondisi

kebersihan yang tinggi, pemilihan jenis tanaman hias harus memperhatikan

kekuatan daya rontok daun, buah, dan bunganya.

7. Keindahan

Keindahan merupakan hal yang berhubungan dengan kepuasan batin dan panca

indera manusia yang perlu diperhatikan. Menurut Hakim dan Utomo (dalam

Widodo, 2013:4) untuk memperoleh kenyamanan yang optimal terhadap aspek

keindahan maka perlu adanya perancangan jalur pejalan kaki yang

memerhatikan berbagai segi, yaitu segi bentuk, warna, komposisi susunan

tanaman dan elemen perkerasan, serta faktor-faktor pendukung sirkulasi

kegiatan manusia.

2.7 Persepsi Pejalan Kaki

Persepsi menurut Rahmat (2005) merupakan pengalaman terhadap suatu objek,

peristiwa, atau hubungan yang didapatkan dengan cara menyimpulkan informasi

dan menafsirkan sebuah pesan. Adapun menurut Walgito (dalam Harsono, 2016)

mengatakan bahwa persepsi adalah sesuatu yang dapat menggambarkan aktivitas

yang diperoleh melalui merasakan, menginterpretasi dan memahami suatu objek

secara fisik maupun sosial. Menurut Robbins (2003) persepsi dalam kaitannya

terhadap lingkungan ialah suatu proses yang dilakukan oleh setiap orang dengan

mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera yang ditangkap agar dapat

memberikan makna kepada lingkungan mereka. Menurut Brockman dan Merriem

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

52

(dalam Linta, 2016), terdapat faktor-faktor yang apat mempengaruhi persepsi

diantaranya yaitu jenis kelamin dan umur, latar belakang kebudayaan, pendidikan,

pekerjaan, asal atau tempat tinggal, status ekonomi, waktu luang, dan kemampuan

fisik dan intelektual. Berdasarkan definisi persepsi yang telah dijelaskan oleh para

ahli dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses untuk memahami suatu objek

secara fisik dan sosial yang didapatkan dengan cara menyimpulkan informasi dan

menafsirkan pesan yang diterima.

Persepsi merupakan aktivitas yang integrated, maka seluruh yang dimiliki oleh

diri setiap individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka

acuan dan aspek-aspek yang ada dalam dari individu akan berperan penting dalam

persepsi tersebut (Walgito, 2004). Prasetijo dan Ihalauw (2005) juga menjelaskan

faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi diantaranya terdapat faktor internal

berupa perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, motivasi dan kerangka acuan

sedangkan faktor eksternal dapat berupa stimulus itu sendiri dan keadaan

lingkungan persepsi itu berlangsung. Kejelasan stimulus akan banyak berpengaruh

dalam persepsi. Bila stimulus itu berwujud bukan manusia melainkan benda-benda

tertentu, maka ketepatan persepsi lebih terletak pada individu yang mengadakan

persepsi karena benda-benda yang dipersepsikan tersebut tidak ada usaha untuk

mempengaruhi persepsi. Sehingga apabila dikaitkan dengan pengguna maka

pengertian persepsi pengguna jalur pejalan kaki dapat disimpulkan sebagai

tanggapan atau pengetahuan lingkungan terhadap jalur pejalan kaki dari apa yang

dilihat dan dirasakan secara langsung tanpa dipengaruhi oleh objek yang di

persepsikan.

2.8 Studi Preseden

Terdapat studi preseden jalur pejalan kaki dibeberapa tempat yang dapat

digunakan sebagai referensi dalam merancang jalur pejalan kaki yang nyaman.

Preseden yang digunakan pada penelitian ini yaitu jalur pejalan kaki di Tokyo,

Jepang dan Jalan Pemuda, Kota Semarang.

2.6.1 Jalur Pejalan Kaki Tokyo, Jepang

Jepang merupakan salah salah negara yang memanjakan warganya dengan

transportasi umum yang disediakan. Tidak hanya menyediakan moda transportasi

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

53

umum, Jepang juga menyediakan jalur pejalan kaki yang cukup baik untuk

menunjang berbagai kegiatan diwilayahnya terutama dalam mendukung

penggunaaan transportasi umum seperti halte maupun stasiun. Salah satu wilayah

dengan jalur pejalan kaki yang cukup baik di Jepang yaitu di pusat Kota Tokyo.

Sumber: Kompasiana.com

GAMBAR 2. 2

JALUR PEJALAN KAKI DI TOKYO, JEPANG

Jalur pejalan kaki di Tokyo sangat lebar, bersih, teduh, bebas dari adanya

PKL, ramah untuk kaum difabel, dan jaringan drainasenya tertutup dengan rapi

sehingga memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki. Jalur pejalan kaki pada lokasi

ini juga dilengkapi dengan fasilitas pendukung lainnya seperti disediakannya lampu

penerangan, tempat duduk, dan tanaman penghijau yang memberikan keindahan

bagi Kota Tokyo tersebut. Jalur pejalan kaki di Kota Tokyo memiliki sekat dengan

jalur kendaraannya. Hal tersebut memberikan keamanan yang cukup baik bagi

pejalan kaki. Tidak hanya jalur pedestrian, lokasi ini juga disediakan tempat

penyeberangan berupa zebra cross yang didesain dengan cukup baik dan aman

karena terdapat lampu pemberhenti bagi pejalan kaki maupun bagi pengendara

bermotor.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

54

Sumber: Sindonews.com

GAMBAR 2. 3

PENYEBERANGAN SEBIDANG

Sumber: Google Maps, 2021

GAMBAR 2. 4

FASILITAS JALUR PEJALAN KAKI DI TOKYO, JEPANG

Berdasarkan gambaran terhadap jalur pejalan kaki di Tokyo, Jepang yang

telah dijelaskan sebelumnya, maka lokasi tersebut sangat baik dijadikan referensi

dalam merancang jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman. Beberapa hal yang

dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini yaitu penyediaan lebar jalur

pejalan kaki, penyeberangan, perambuan, tanaman penghijau, pembatas jalur dan

jalur khusus disabilitas.

2.6.2 Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Pemuda, Kota Semarang

Jalan Pemuda Semarang merupakan contoh koridor jalan dengan jalur

pejalan kaki yang cukup baik. Guna lahan disekitas Jalan Pemuda ini yaitu guna

lahan dengan fungsi campuran (mixuse) sehingga terdapat kawasan perdagangan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

55

dan jasa, pemerintahan dan pendidikan. Berikut merupakan kondisi jalur pejalan

kaki pada Jalan Pemuda Kota Semarang.

Sumber : Merdeka.com

GAMBAR 2. 5

JALUR PEJALAN KAKI JALAN PEMUDA KOTA SEMARANG

Berdasarkan gambar diatas dapat dikeahui bahwa jalur pejalan kaki

disediakan disepanjang koridor jalan ini. Selain itu jalur pejalan kaki pada koridor

ini juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung lainnya seperti lampu

penerangan, pembatas jalur, tempat duduk, tempat sampah, perambuan lalu lintas,

tanaman peneduh, pot tanaman, dan tersedia jalur khusus disabilitas. Dengan

adanya preseden diatas, maka penulis akan menggunakan preseden ini dalam

merancang jalur pejalan kaki yang nyaman pada lokasi penelitian. Adapun fasilitas

yang dapat menjadi acuan dari preseden ini yaitu penempatan lampu penerangan,

perambuan, pembatas jalur, kotak sampah, pot tanaman, dan penyediaan jalur

khusus disabilitas.

2.9 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan melalui

hasil kajian literatur terkait substansi-substansi yang relevan dengan sasaran

penelitian ini. Berikut variable yang digunakan berdasarkan sasaran penelitian.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

56

TABEL II. 2

VARIABEL PENELITIAN

No Sasaran Variabel Sub-variabel Sumber

1

Mengidentifika

si kondisi fisik

dan lingkungan

jalur pejalan

kaki

berdasarkan

aspek

kenyamanan di

Jalan Raden

Intan, Kota

Bandarlampung

1. Sirkulasi

Kejelasan jalur pejalan

kaki dan jalur kendaraan

Hakim dan

Utomo,

Unterman

Arus dan ruang pejalan

kaki Unterman

2. Aksesibilitas

Hambatan jalur pejalan

kaki

Hakim dan

Utomo,

Unterman

Lebar jalur pejalan kaki

Hakim dan

Utomo,

Unterman

3. Daya alam dan

iklim

Ruang berteduh

(Pepohonan dan tempat

duduk)

Hakim dan

Utomo,

Unterman

4. Bentuk

Ketinggian jalur pejalan

kaki

Hakim dan

Utomo

Perkerasan jalur pejalan

kaki

Hakim dan

Utomo

5. Keamanan

Kondisi lantai jalur

pejalan kaki (licin/tidak)

Hakim dan

Utomo,

Unterman

Lampu penerangan

Hakim dan

Utomo,

Unterman

Pembatas jalur pejalan

kaki dengan jalur

kendaraan

Hakim dan

Utomo,

Unterman

6. Kebersihan Bak sampah

Hakim dan

Utomo,

Unterman

7. Keindahan

Pot tanaman Hakim dan

Utomo

Desain jalur pejalan kaki Hakim dan

Utomo

Penataan Rambu-rambu Hakim dan

Utomo

8. Infrastruktur

penunjang

disabilitas

Jalur khusus disabilitas

UU Nomor

22 tahun

2009

2

Mengidentifika

si persepsi

pengguna jalur

1. Sirkulasi Kejelasan jalur pejalan

kaki

Hakim dan

Utomo,

Unterman

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

57

No Sasaran Variabel Sub-variabel Sumber

pejalan kaki

berdasarkan

aspek

kenyamanan di

Jalan Raden

Intan, Kota

Bandarlampung

Keleluasaan berjalan Unterman

2. Aksesibilitas

Jalur pejalan kaki bebas

hambatan

Hakim dan

Utomo,

Unterman

Lebar jalur pejalan kaki

yang memadai

Hakim dan

Utomo,

Unterman

3. Daya alam

dan klim Pelayanan ruang berteduh

Hakim dan

Utomo,

Unterman

4. Bentuk

Ketinggian jalur pejalan

kaki

Hakim dan

Utomo

Perkerasan jalur pejalan

kaki

Hakim dan

Utomo

5. Keamanan

Lantai jalur pejalan kaki

tidak licin

Hakim dan

Utomo,

Unterman

Pelayanan lampu

penerangan

Hakim dan

Utomo,

Unterman

Pembatas jalur pejalan

kaki dengan jalur

kendaraan

Hakim dan

Utomo,

Unterman

6. Kebersihan Pelayanan bak sampah

Hakim dan

Utomo,

Unterman

7. Keindahan

Penyediaan pot tanaman Hakim dan

Utomo

Desain jalur pejalan kaki

menarik

Hakim dan

Utomo

Penataan perambuan Hakim dan

Utomo

8. Infrastruktur

penunjang

disabilitas

Jalur khusus disabilitas

UU Nomor

22 tahun

2009

3

Merumuskan

konsep

pengembangan

jalur pejalan

kaki di Jalan

Raden Intan.

Variabel yang

digunakan untuk

analisis adalah

hasil analisis pada

sasaran 1 dan 2

Variabel yang digunakan

untuk analisis adalah

hasil analisis pada sasaran

1 dan 2

Peneliti

Sumber: Peneliti, 2021

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Berkelanjutan

58

Untuk dapat menjawab sasaran pada penelitian ini, maka variabel yang akan

digunakan pada setiap sasarannya adalah sama yaitu komponen yang termasuk di

dalam aspek kenyamanan yaitu sirkulasi, aksesibilitas, daya alam dan iklim, bentuk,

keamanan, kebersihan dan keindahan. Perbedaan yang ada pada setiap sasaran

yaitu:

1. Sasaran pertama akan diidentifikasi menggunakan variabel kenyamanan yang

ditinjau dengan cara observasi dan pedestrian counting.

2. Sasaran kedua akan diidentifikasi menggunakan variabel kenyamanan dengan

cara melihat persepsi pengguna jalur pejalan kaki.

3. Sasaran ketiga yang menghasilkan luaran berupa konsep pengembangan jalur

pejalan kaki yang didapatkan melalui identifikasi kondisi eksisiting (sasaran 1)

dan persepsi pengguna terhadap fasilitas jalur pejalan kaki (sasaran 2).