29
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nyeri 2.1.1 Definisi Nyeri Nyeri adalah sensasi subyektif, rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri dapat bersifat protektif, yaitu menyebabkan individu menjauh atau menghindari stimulus yang berbahaya. Deskripsi nyeri bersifat subyektif dan obyektif, berdasarkan lama (durasi), kecepatan sensasi, dan lokasi (Corwin, 2009). Nyeri merupakan perasaan sensori dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan kerusakan jaringan (ancaman) (Tjay dan Rahardja, 2007). Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran seseorang, mengatur aktivitasnya dan mengubah kehidupan orang tersebut. Tidak ada dua orang yang mengalami nyeri dengan cara yang benar-benar sama. Selain itu, perbedaan persepsi dan reaksi secara individual dan banyaknya penyebab nyeri, menimbulkan situasi yang kompleks bagi perawat ketika membuat sebuah rencana untuk mengatasi nyeri dan menyediakan kenyamanan (Berman, Kozier, dan Erb, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nyeri 2.1.1 Definisi …erepo.unud.ac.id/17406/3/1102106064-3-BAB 2.pdf · merupakan perasaan sensori dan emosional yang tidak nyaman, ... pada

Embed Size (px)

Citation preview

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Nyeri

2.1.1 Definisi Nyeri

Nyeri adalah sensasi subyektif, rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan

dengan kerusakan jaringan. Nyeri dapat bersifat protektif, yaitu

menyebabkan individu menjauh atau menghindari stimulus yang

berbahaya. Deskripsi nyeri bersifat subyektif dan obyektif, berdasarkan

lama (durasi), kecepatan sensasi, dan lokasi (Corwin, 2009). Nyeri

merupakan perasaan sensori dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan

dengan kerusakan jaringan (ancaman) (Tjay dan Rahardja, 2007).

Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat

individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat

memenuhi seluruh pikiran seseorang, mengatur aktivitasnya dan

mengubah kehidupan orang tersebut. Tidak ada dua orang yang

mengalami nyeri dengan cara yang benar-benar sama. Selain itu,

perbedaan persepsi dan reaksi secara individual dan banyaknya penyebab

nyeri, menimbulkan situasi yang kompleks bagi perawat ketika membuat

sebuah rencana untuk mengatasi nyeri dan menyediakan kenyamanan

(Berman, Kozier, dan Erb, 2009).

10

Nyeri merupakan mekanisme fisiologis bertujuan untuk melindungi diri.

Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya akan berubah.

Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan terjadinya kerusakan

jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat

mengkaji nyeri (Potter dan Perry, 2006).

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang

mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi reaksi nyeri tersebut menurut Potter dan Perry (2006)

antara lain : usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian,

ansietas, keletihan, pengalaman sebelumnya, gaya koping, dukungan

keluarga dan social.

1. Usia

Usia merupakan variabel penting yang memengaruhi nyeri, khususnya

pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan

antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak

dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri (Potter dan Perry, 2006).

Anak-anak biasanya mempersepsikan dan berperilaku berani ketika

mengalami nyeri, biasanya dapat mengidentifikasi lokasi dan

menjelaskan nyeri. Usia remaja lambat menyadari nyeri, mengakui

nyeri dapat dianggap sebagai kelemahan. Berperilaku seperti terlihat

berani di hadapan teman-temannya dan tidak memberitahu tentang

nyeri yang dirasakan. Perilaku yang ditunjukkan orang dewasa ketika

11

mengalami nyeri menggunakan nyeri sebagai keuntungan sekunder,

misalnya, untuk mendapatkan perhatian. Lansia cenderung menahan

keluhan nyeri karena takut terhadap pengobatan, atau menjadi

ketergantungan (Berman, Kozier, dan Erb, 2009).

Nyeri kepala primer yang berkaitan dengan usia remaja, dewasa dan

lanjut usia dapat dilihat dari faktor pencetus nyeri kepala primer

diantaranya perubahan hormon estrogen dan testosteron serta faktor

stress atau depresi. Perubahan hormon sedikit lebih banyak terjadi

pada remaja pria daripada wanita sebelum masa puber, namun pada

orang dewasa sekitar dua hingga tiga kali lebih banyak terjadi pada

wanita daripada pria (Bartleson dan Cutrer, 2010). Proses hormonal ini

dapat memicu nyeri kepala primer. Biasanya keluhan ini muncul

menjelang atau selama menstruasi (Teguh, 2014).

Depresi sering terjadi pada lanjut usia dikarenakan perubahan status

sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial

serta perubahan-perubahan akibat proses menua. Sering sekali gejala

depresi menyertai penderita dengan penyakit-penyakit gangguan fisik,

yang tidak dapat diketahui atau terpikirkan sebelumnya, karena gejala-

gejala depresi yang muncul sering dianggap sebagai suatu bagian dari

proses menua yang normal. Gejala-gejala depresi dapat berupa, tidur

terganggu, cepat lelah, dan gejala-gejala fisik lainnya, tetapi pada

lansia sering timbul depresi yang tidak terlihat, seperti gejala yang

12

menonjol hanya gangguan fisik saja contohnya sakit kepala (Haryanto,

2011).

2. Kebudayaan

Latar belakang budaya telah lama diketahui sebagai faktor yang

mempengaruhi reaksi dan ekspresi seseorang terhadap nyeri. Budaya

dapat mempengaruhi tingkat nyeri yang ingin ditoleransi individu.

Budaya daerah Timur Tengah dan Afrika, contohnya menghukum diri

dengan nyeri adalah tanda dari berkabung atau berduka. Kelompok

budaya lain, nyeri diantisipasi sebagai bagian dari praktik kegiatan

ritual dan toleransi terhadap nyeri menandakan kekuatan serta

ketahanan (Berman, Kozier, dan Erb, 2009).

Jenis kelamin dikaitkan dengan budaya dan masih diragukan sebagai

faktor dalam mempengaruhi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus

berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang perempuan dapat

menangis dalam waktu dan kondisi yang sama. Toleransi nyeri sejak

lama telah menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita.

Akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor

biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa

memperhatikan jenis kelamin (Potter dan Perry, 2006).

3. Makna Nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri memengaruhi

pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri

(Potter dan Perry, 2006). Seseorang yang menghubungkan nyeri

13

dengan hasil akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat

mengagumkan. Contoh, seorang atlet yang menjalani pembedahan

lutut untuk karirnya dapat menoleransi nyeri lebih baik karena akan

mendapatkan keuntungan setelah nyeri itu dirasakan. Nyeri akan

dianggap sebagai ketidaknyamanan sementara, bukan kemungkinan

ancaman atau ganguan terhadap kehidupan sehari-hari (Berman,

Kozier, dan Erb, 2009).

4. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)

dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini

merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi

untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi

terbimbing (guided imagery) dan massase (Potter dan Perry, 2006).

Perhatian dapat diwujudkan dengan kehadiran orang terdekat dan sikap

dalam mendukung seorang juga berpengaruh dalam penurunan nyeri

(Bobak dan Jensen, 2004).

5. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas

seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga menimbulkan

suatu perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem

14

limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya

ansietas (Potter dan Perry, 2006).

6. Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelehan menyebabkan

sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.

Dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita

penyakit dalam jangka lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur,

maka persepsi nyeri dapat terasa lebih berat. Nyeri sringkali berkurang

setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap (Potter dan

Perry, 2006).

7. Pengalaman Sebelumnya

Pengalaman nyeri sebelumnya mengubah sensitivitas seseorang

terhadap nyeri. Keberhasilan tindakan pereda nyeri mempengaruhi

harapan seseorang untuk mengatasi nyeri. Contoh, orang yang telah

mencoba beberapa tindakan untuk mengurangi nyeri tetapi tidak

berhasil mungkin akan memiliki sedikit harapan tentang kegunaan

tindakan keperawatan (Berman, Kozier, dan Erb, 2009). Individu

belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak

selalu berarti individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih

mudah pada masa yang akan datang. Individu yang mengalami nyeri

dengan jenis sama berulang-ulang tetapi kemudian nyeri tersebut

berhasil dihilangkan akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk

menginterpretasikan sensasi nyeri (Potter dan Perry, 2006).

15

8. Gaya Koping

Seseorang yang sedang mengalami nyeri dalam menjalani pengobatan

atau perawatan kesehatan, hal yang sering terjadi adalah klien akan

kehilangan kontrol termasuk tidak mampu untuk mengontrol keadaan

dirinya. Klien sering menemukan solusi untuk mengatasi efek nyeri

baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping

individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti

berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat

digunakan sebagai rencana untuk mendukung dan menurunkan nyeri

klien. Seorang klien mungkin tergantung pada dukungan emosional

dari anak-anak, keluarga atau teman (Potter dan Perry, 2006).

9. Dukungan Keluarga dan Sosial

Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah

kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang mengalami nyeri

sering bergantung pada keluarga untuk mendukung klien, membantu

atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat

mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua

merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam

menghadapi nyeri (Potter dan Perry, 2006).

16

2.2 Nyeri Kepala Primer

2.2.1 Definisi

Nyeri kepala primer adalah suatu nyeri kepala tanpa disertai adanya

penyebab struktural organik (Sjahrir, 2004). Nyeri kepala primer

merupakan suatu nyeri kepala yang tidak jelas terdapat kelainan anatomi,

kelainan struktur atau sejenisnya (Prabawani, 2011). 90% sakit kepala

adalah golongan primer. Sakit kepala primer tidak ditemukan kelainan

organ tubuh yang nyata, proses terjadinya masih dalam penelitian

(Widjaja, 2013).

2.2.2 Klasifikasi

International Classification of Headache (IHS) (2014),

mengklasifikasikan nyeri kepala primer terdiri dari: migrain (dengan

aura,dan tanpa aura), nyeri kepala tipe tegang, dan nyeri kepala klaster

1. Migrain

Migrain atau nyeri kepala sebelah merupakan nyeri kepala berulang,

dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam, biasanya mengenai

satu sisi atau sebelah kepala, sifatnya berdenyut, dan intensitas nyeri

sedang sampai berat (Oman, McLain, Scheetz, 2008).

a. Migrain dengan aura

Nyeri berulang dengan gejala neurologis (pengelihatan ganda,

vertigo) yang biasanya meningkat secara bertahap selama 5-20

menit dan berlangsung selama kurang dari 60 menit (IHS, 2014).

17

Migrain dengan aura dengan gejala neurologis yang bertambah

berat dalam beberapa menit, tidak seperti stroke dimana gejala

timbul mendadak (Davey, 2006).

b. Migrain tanpa aura

Tidak terdapat gejala atau tanda neurologis lain namun masih

terdapat mual dan tanda-tanda konstitusional (Davey, 2006).

Migrain tipe ini tidak ditemukan gejala kelainan saraf, sebelum

maupun sesudah serangan migrain (Widjaja, 2013).

2. Nyeri kepala tipe tegang (Tension Type Headache)

Nyeri kepala tipe tegang adalah manifestasi dari reaksi tubuh terhadap

stress, kecemasan, depresi, konflik emosional, dan kelelahan (IHS,

2014). Nyeri kepala ini dapat berlangsung selama 30 menit sampai

tujuh hari. Cirinya adalah rasa nyeri yang menekan atau menjepit

dengan intensitas ringan sampai sedang dan lokasi nyeri yang bilateral.

(Oman, McLain, Scheetz, 2008).

3. Nyeri kepala klaster dan sefalgia trigeminal otonomik yang lain.

Nyeri kepala klaster (cluster headache) adalah nyeri kepala hebat yang

periodik dan proksimal, biasanya terlokalisir di orbita, berlangsung

singkat (15 menit sampai 2 jam) tanpa gejala prodromal (IHS, 2014).

Nyeri kepala klaster dapat berlangsung selama 15-180 menit. Sakit

kepala ini sering terjadi pada laki-laki, dan terjadi beberapa kali sehari

dalam berminggu-minggu kemudian diikuti masa interval tanpa nyeri

(Oman, McLain, Scheetz, 2008).

18

Gambar 1. Klasifikasi Nyeri Kepala Primer (A.D.A.M., 2015).

2.2.3 Etiologi

Penyebab dari nyeri kepala primer masih belum jelas, beberapa teori

menyatakan secara umum terdapat beberapa faktor pencetus yang dapat

menimbulkan nyeri kepala primer antara lain: stress, latihan fisik, diet,

alkohol, hormon dan terkadang makanan tertentu dapat menjadi pencetus

seperti keju, cokelat, anggur merah (Ginsberg, 2008). Faktor pencetus dari

migrain meliputi puasa, kontrasepsi oral, konsumsi alkohol, menstruasi,

dan gangguan tidur (Brashers, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Domingues dkk (2013) dengan judul

alcohol use problems in migraine and tension-type headache. Hasil secara

signifikan efek dari meminum alkohol dapat menyebabkan migrain dan

nyeri kepala tipe tegang. Penelitian lain dilakukan oleh Weaver (2013)

berjudul cluster headache menyatakan penyebab dari nyeri kepala klaster

adalah dilatasi saraf vaskuler trigeminal, dan faktor genetik.

19

2.2.4 Patofisiologi

Muttaqin (2008) menjelaskan patofisiologi dari nyeri kepala primer

sebagai berikut:

1. Migrain

Migrain merupakan gangguan nyeri kepala ditandai dengan adanya

serangan nyeri yang berkepanjangan dan tiba-tiba dengan

vasokontriksi yang diikuti dengan vasodilatasi. Migrain dapat diawali

dengan adanya sensasi prodromal seperti silau dan penglihatan ganda.

Migrain kemungkinan disebabkan oleh ketegangan emosional yang

berkepanjangan, dan menyebabkan reflek vasospasmus dari beberapa

arteri di kepala termasuk arteri yang mensuplai otak. Vasospasmus

akan menyebabkan sebagian otak menjadi iskemik dan menyebabkan

gejala prodromal. Iskemik yang berkepanjangan menyebabkan dinding

vascular menjadi flasik dan tidak mampu mempertahankan tonus

vascular. Desakan darah menyebabkan pembuluh darah berdilatasi dan

terjadi peregangan dinding arteri sehingga menyebabkan nyeri atau

migrain (Muttaqin, 2008).

Cutaneous allodynia (CA) adalah serangan nyeri yang timbul oleh

stimulus non noxious terhadap kulit normal. Terdapat tiga hipotesa dalam

patofisiologi migrain menurut Sjahrir (2004) yaitu:

a. Pada migrain yang tidak disertai Cutaneous allodynia (CA), berarti

sensitisasi neuron ganglion trigeminal sensori yang menginervasi

duramater.

20

b. Migrain yang menunjukkan adanya adanya Cutaneous allodynia (CA)

hanya pada daerah yang menunjukkan nyeri, terjadi sensitisasi perifer

dari reseptor meningeal dan sensitisasi sentral dari neuron kornu

dorsalis medulla spinalis sengan reseptif periorbital.

c. Migrain disertai Cutaneous allodynia (CA) meluas keluar dari area

yang menunjukkan nyeri, terdiri atas penumpukan dan pertambahan

sensitisasi neuron talamik yang meliputi daerah reseptif seluruh tubuh.

2. Nyeri kepala tipe tegang

Nyeri kepala yang umumnya disebabkan oleh ketegangan, kontraksi

otot-otot leher dan kepala yang menyebabkan tekanan pada serabut

saraf dan kontriksi pembuluh darah pada dasar leher yang akan

semakin menambah tekanan serta menyebabkan keluaran sisa asam

laktat menjadi menumpuk. Akumulasi ini menyebabkan timbulnya

nyeri. Ketegangan otot ini merupakan reaksi yang tidak disadari

terhadap stress. Tidur dengan letak leher yang tidak benar dapat

merupakan penyebab nyeri kepala tipe tegang (Muttaqin, 2008).

Penderita nyeri kepala tipe tegang (Tension Type Headache) gejala

yang menonjol seperti nyeri tekan yang bertambah pada palpasi

jaringan miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial

yang menjalar kekepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan

nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat

insersinya (Sjahrir, 2004).

21

3. Nyeri kepala klaster

Arteri karotis intrakavernosus yang merangsang pleksus perikarotis.

Pleksus ini mendapat rangsangan dari cabang 1 dan 2 nervus

trigeminus, ganglia servikalis superior (simpatik) dan ganglia

sfenopalatinum (parasimpatik). Iritatif di sekitar pleksus membawa

impils ke batang otak dan mengakibatkan rasa nyeri di daerah

periorbital, retroorbital dan dahi (Muttaqin, 2008). Penyebab pasti

nyeri kepala klaster (cluster headache) saat ini belum diketahui.

Hipotesis pada nyeri kepala klaster, terinspirasi oleh efek zat vasoaktif.

Disfungsi awal atau inflamasi pembuluh darah didaerah sinus

parasellar atau area sinus cavernosus akan mengaktivasi pathway nyeri

orbital trigeminus. Adanya aktivasi sistem trigeminal vascular, sebagai

penyebab atau akibat dari nyeri kepala klaster belum jelas (Leroux

dkk, 2008).

2.2.5 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala migrain bervariasi di antara penderita. Terdapat empat

fase yang umum terjadi pada penderita migrain, tetapi semuanya tidak

selalu dialami oleh penderita.

1. Fase-fase migrain tersebut antara lain:

a. Fase prodromal. Gejala berupa perubahan mood, iritabel, depresi

atau euphoria, perasaan lelah, letih, dan lesu. Gejala ini muncul

beberapa jam atau hari sebelum fase sakit kepala. Fase ini

22

menandakan penderita akan terjadi serangan migrain (Muttaqin,

2008).

b. Fase aura adalah gejala neurologis yang mendahului atau

menyertai serangan migrain. Fase ini muncul bertahap selama 5-20

menit dan bertahan kurang dari 60 menit. (Muttaqin, 2008).

c. Fase nyeri kepala. Nyeri migrain biasanya berdenyut, unilateral

dan awalnya berlokasi di daerah frontotemporalis dan ocular,

setelah 1-2 jam menyebar secara difus kea rah posterior. Serangan

berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada

anak-anak berlangsung 1-48 jam. Intensitas nyeri berkisar dari

sedang sampai berat dan dapat menggangu dalam aktivitas sehari-

hari (Muttaqin, 2008).

d. Fase postdromal. seseorang yang mengalami migrai mungkin akan

merasa lelah, iritabel, konsentrasi terganggu, dan perubahan mood.

Orang lain mungkin akan merasa segar atau euphoria setelah

serangan sedangkan yang lainna merasa depresi dan lemas.

Migrain juga ditandai sakit kepala berdenyut hebat atau sensasi berdenyut

di satu daerah kepala (sakit kepala sebelah). Umumnya disertai dengan

gejala mual, muntah, fotofobia, wajah pucat, vertigo, dan tinnitus

(Muhlisin, 2014).

2. Nyeri kepala tipe tegang (Tension Type Headache)

Gejala klinis yang dapat ditemukan yaitu nyeri hebat di daerah kulit

kepala, oksipital, terjadi secara spontan, gangguan konsentrasi, dan

23

kadang-kadang disertai vertigo (Muttaqin, 2008). Nyeri dimulai dari

belakang kepala dan leher atas seperti mendesak atau tertekan. Rasa

nyeri ini biasanya di ikuti dengan gejala depresi, ansietas, mual,

muntah atau sensitive terhadap cahaya dan suara (Muhlisin, 2014).

3. Nyeri kepala klaster (cluster headache)

Tanda dan gejala nyeri kepala klaster berupa sakit yang biasanya

terdapat di sekitar mata, dan dapat menjalar pada area lain di wajah,

kepala, leher dan pundak. Sakit pada satu sisi, kegelisahan, keluar air

mata secara berlebihan dan mata merah sebagai efek sampingnya

(Muttaqin, 2008). Nyeri kepala jenis ini biasanya terjadi sekali atau

dua kali sehari dan terletak disekitar salah satu mata. Mata yang

terkena biasanya menjadi merah, meradang dan berair. Hidung pada

sisi yang terkena dapat menjadi tersumbat atau terasa sesak. Gejala lain

berupa wajah merah dan sindrom horner (Muhlisin, 2014).

2.2.6 Pengukuran Intensitas Nyeri

Laporan klien tentang nyeri dirasakan merupakan indikator tunggal yang

dapat dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri yang berhubungan

dengan ketidaknyamanan. Ada bebrapa instrumen yang dapat digunakan

untuk mengukur nyeri, diantaranya: skala numerik, skala deskriptif dan

skala analog visual (Potter dan Perry, 2006).

Skala penilaian numeric (Numerik Rating Scale) lebih digunakan sebagai

pengganti alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan

24

menggunakan skala 0-10. Nol diartikan tidak nyeri, rentang 1-3 diartikan

nyeri ringan (secara objektif klien dapat berkomunikasi baik), rentang 4-6

diartikan nyeri sedang (secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik), rentang 7-9 diartikan nyeri berat (secara objektif

klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah dengan baik tapi masih

respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan perubahan posisi, nafas

panjang dan distraksi), dan 10 diartikan nyeri hebat (klien sudah tidak

mampu berkomunikasi) (Prasetyo, 2010).

Pengukuran dengan menggunakan skala numerik ini lebih mudah

dipahami klien, baik diberikan secara lisan ataupun dengan mengisi form

kuesioner. Klien diminta memberikan tanda silang pada intensitas nyeri

yang dirasakan (Sudoyo, dkk, 2006). Skala ini paling efektif digunakan

saat mengkaji intensitas nyeri dan setelah intervensi terapeutik (Potter dan

Perry, 2006).

Gambar 2. Skala Intensitas Nyeri Numerik (Potter dan Perry, 2006).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak

nyeri

Nyeri

Hebat

25

2.2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan nyeri kepala primer secara nonfarmakologi menurut

Sjahrir (2004) antara lain :

1. Pengobatan non farmakologik untuk nyeri kepala primer berupa

pengobatan alternatif. Pada penelitian Von Peter dkk menunjukkan

sekitar 86% penderita nyeri kepala menggunakan pengobatan alternatif

seperti: massase, exercise, biofeedback, chiropraktik, herbal, vitamin

atau suplemen nutrisi, yoga, aromaterapi, dan akupunktur.

2.3 Terapi Akupunktur

2.3.1 Definisi

Akupunktur berasal dari bahasa Yunani, yaitu acus (jarum) dan puncture

(menusuk). Sementara asal kata tusuk jarum dalam bahasa China dikenal

dengan zhenciu. Istilah acupuncture lebih terkenal dan berkembang luas

daripada zhenciu, karena orang yang mempelajari akupunktur membaca

literature yaitu kitab pengobatan China klasik dari Huang Ti Nei Cing

yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris (Wong, 2011).

Saputra (2005) mendefinisikan akupunktur sebagai suatu cara pengobatan

yang memanfaatkan rangsangan pada titik akupunktur untuk memenuhi

aliran bio energy tubuh berdasarkan pada filosofi keseimbangan hubungan

antara permukaan tubuh dan organ melalui sistem meridian yang spesifik.

Pemberian terapi akupunktur biasanya 20-30 menit (Novi, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Plank dkk (2009) dengan judul the

26

effectiveness of acupuncture for chronic daily headache: an outcome study

menunjukkan penusukan jarum akupunktur tepatnya 20 menit sampai

penderita merasakan sensai berdenyut.

2.3.2 Manfaat

Akupunktur mempunyai berbagai manfaat bagi kesehatan. Manfaat

tersebut antara lain:

a. Penelitian Witt (2005) pemberian intervensi akupunktur selama 8

minggu, dengan hasil terdapat perbaikan nyeri pada osteoarthritis lutut.

b. Penelitian Molassiotis dan Alexander (2007) menyatakan akupunktur

efektif sebagai terapi komplementer pada klien kanker untuk

mengatasi mual, muntah serta mencegah kelelahan selama

chemotherapy.

c. Manfaat lainnya adalah mengurangi stres, mengurangi nyeri punggung,

mengobati nyeri lutut, mengatasi gangguan pencernaan, dan

mengurangi efek samping kemoterapi.

2.3.3 Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi dan kontraindikasi penggunaan akupunktur berdasrkan

standarisasi Word Health Organization (WHO) (2008) yang disebut

sebagai proposed standart international acupuncture nomenclature

1. Indikasi pengobatan akupunktur

a. Saluran nafas: berbagai radang yang ditujukan untuk mengatasi

kondisi alergi dan meningkatkan daya tahan tubuh.

27

b. Mata: kelainan mata yang bersifat radang dan fungsional otot serta

refraksi.

c. Mulut: untuk penanggulangan nyeri dalam pencabutan dan

peradangan kronis

d. Saluran makanan dan lambung: berbagai kelainan fungsional yaitu

otot, ekskresi asam lambung, nyeri dan peradangan.

e. Saraf, otot, dan tulang: yaitu masalah nyeri, kelemahan, dan

kelumpuhan serta peradangan persendian.

2. Kontraindikasi pengobatan akupunktur antara lain:

Penderita dalam keadaan hamil, penderita yang memakai alat pacu

jantung, menusuk dekat daerah tumor ganas, menusuk pada kulit yang

meradang, suhu tubuh terlalu tinggi (hipertermi), hipertensi atau

hipotensi (Saputra, 2005). Kontraindikasi lainnya seperti kedaruratan

medik, kasus pembedahan, dan gangguan pembekuan darah (Kiswojo,

Widya, dan Lestari, 2009).

2.3.4 Efek Samping

The NIH consensus panel on acupuncture menyatakan bahwa catatan

adanya efek samping dalam terapi akupunktur sangat sedikit. Komplikasi

yang paling umum terjadi adalah memar atau perdarahan pada tempat

penusukan. Komplikasi lainnya meliputi infeksi, dermatitis, dan jarum

patah. Kejadian dari efek samping akupunktur jauh lebih rendah

dibandingkan dengan obat-obatan maupun tindakan medik lainnya untuk

kondisi yang sama. Penting untuk mengikuti standar pendidikan

28

akupunktur yang meliputi pengetahuan anatomi dan teknik sterilisasi (pada

saat ini dipakai jarum akupunktur disposable untuk menghindari infeksi)

(Kiswojo, Widya, dan Lestari, 2009). Efek samping lain meliputi infeksi

akibat jarum yang kotor dan kerusakan struktur anatomis di tempat

penusukan berkaitan dengan pengetahuan anatomi yang tidak adekuat

(Mander, 2004).

2.3.5 Titik Akupunktur

Beberapa titik yang digunakan untuk mengurangi nyeri kepala menurut

Turana (2004) adalah:

1. Titik yang terletak di tengah segitiga yang dibentuk oleh tulang ibu jari

dan jari telunjuk (titik 4a). Efek : mengurangi nyeri kepala dan mata

pedih.

2. Titik yang terletak di bagian dalam alis mata, di atas sudut mata bagian

dalam (titik 2a). Efek : mengurangi rasa tegang di dahi dan nyeri

sekitar mata.

3. Titik yang terletak di sudut mata bagian luar (titik 2b). Efek :

mengurangi nyeri kepala, migren dan mata pedih.

4. Titik yang terletak di dahi sekitar 1 ibu jari di atas bagian tengah alis

(titik 2c). Efek : menghilangkan nyeri kepala bagian depan dan

penglihatan kabur.

5. Titik yang terletak di puncak kepala ; pertemuan antara garis yang

menghubungkan kedua telinga dan garis yang ditarik dari bagian

tengah hidung (titik 1a). Efek : mengurangi rasa tegang di kepala.

29

6. Titik yang terletak di tengah ,1 jari di atas batas rambut (titik 1b). Efek:

mengurangi nyeri kepala bagian depan dan mata pedih.

7. Titik yang terletak di tengah antara dua alis (titik 1c). Efek :

mengurangi nyeri kepala bagian depan dan nyeri kepala akibat hidung

tersumbat.

8. Titik yang terletak 1 ibu jari dari ujung alis mata dan sudut luar mata

(titik 1d) . Efek : mengurangi nyeri akibat migren dan nyeri mata.

9. Titik yang terletak dua jari di atas telinga (titik 1e). Efek : mengurangi

nyeri kepala migren.

10. Titi yang terletak di depan sudut tulang rahang (titik 1f). Efek:

mengurangi nyeri gigi dan pembekakkan di muka.

11. Titik yang terletak pada tulang pipi. Di depan lubang telinga (titik 1g).

Efek: mengurangi nyeri gigi dan nyeri pada wajah.

12. Titik yang terletak di belakang pergelangan kaki (titik 5a) . Efek :

mengurangi nyeri kepala dan leher kaku.

13. Titik yang terletak di bagian luar dari lengan anda. Tiga jari dari

pergelangan tangan , di lekukan antara dua tulang. (titik 7a). Efek :

mengurangi nyeri akibat migren dan nyeri di pipi.

14. Titik yang terletak di permukaan luar pergelangan tangan. Pada

lekukan antar tulang, jika pergelangan tangan dilekukkan ke arah atas,

sejajar dengan jari manis (titik 7b). Efek : mengurangi nyeri di

pergelangan tangan, telapak tangan dan jari-jari.

30

15. Titik yang terletak di dekat lipatan siku, pada saat siku dibengkokkan

(titik 8a). Efek: menghilangkan nyeri dan kekakuan pada tubuh bagian

atas.

16. Titik yang terletak di antara tendon , tiga jari di atas pergelangan

tangan (titik 10a). Efek : mengurangi kecemasan dan membuat rileks

tubuh anda.

17. Titik yang terletak di dekat pergelangan tangan sejajar dengan jari

kelima (titik 10b). Efek : membuat rileks tubuh anda. Merupakan titik

kunci untuk mengurangi segala kecemasan dan gangguan tidur.

18. Titik yang terletak empat jari di bawah tempurung lutut (titik 6a) .

Efek: merupakan titik penguat sistem pencernaan dan mengurangi

nyeri kepala akibat ketidakseimbangan sistem pencernaan, intoleransi

makanan, dan kelelahan.

19. Titik yang terletak di atas telapak kaki, 2 jari di atas sendi jari kaki,

antara jari ke 4 dan 5. (titik 6b). Efek : mengurangi nyeri migren,

penglihatan kabur dan nyeri mata.

20. Titik yang terletak pada bagian luar dari pergelangan kaki dan di

bagian luar dari tendon (titik 6c). Efek : mengurangi nyeri dan

pembengkakan di pergelangan kaki.

21. Titik yang terletak di dasar telapak kaki, pada bagian lekukan dekat

dengan tonjolan telapak kaki (titik 12a). Efek : megurangi nyeri pada

telapak kaki.

31

22. Titik yang terletak di bagian belakang kepala, pada perbatasan lekukan

antara bagian dasar tengkorak dengan otot leher (titik 3a). Efek :

mengurangi nyeri kepala dan leher yang kaku.

23. Titik yang terletak di belakang leher, sejajar dengan pundak, dua jari di

samping tulang belakang (titik 3b). Efek : merupakan titik yang sangat

berpengaruh pada kesehatan sendi di seluruh tubuh, meningkatkan

kekuatan tubuh, tulang dan sendi.

24. Titik yang terletak di puncak dari pundak, perbatasan dengan leher

(titik 3c). Efek : mengurangi nyeri di daerah pundak dan punggung

atas.

25. Titik- titik yang terletak di bagian belakang tubuh (titik 11a). Efek:

mengurangi nyeri pinggang bawah.

26. Titik yang terletak di bagian pinggul anda (titik 11b) . Efek :

meningkatkan mobilitas dan mengurangi nyeri.

27. Titik yang terletak di bagian belakang lutut , diantara tendon (titik 9a).

Efek : menghilangkan nyeri di daerah kaki dan tulang belakang.

32

Gambar 3. Titik Akupunktur (Turana, 2004).

Regio 2 Regio 3

Regio 1 Regio 4

Regio 5 Regio 6 Regio 7 Regio 8

Regio 9 Regio 10 Regio 11 Regio 12

33

2.3.6 Mekanisme Kerja

Akupunktur menggunakan dasar penusukan untuk mengatur

keseimbangan energi (qi). Penusukan bertujuan memberi rangsangan

mekanik pada titik akupunktur yang menghasilkan pengaturan qi. Qi yang

dirangsang akan mengalir sepanjang meridian memberi sensai baal,

kesemutan pada saat jarum ditusukkan (Wong, 2011). Rasa sakit timbul

melalui rangsangan pada serabut saraf kecil di kulit, kemudian bergerak

melalui sumsum tulang belakang dan sampai ke otak. Serabut saraf yang

lebih besar berfungsi mengirim sinyal penahan serabut nyeri dan

mencegah pergerakan sinyal rasa sakit.

Rangsangan yang menyakitkan datang, aktivitas saraf kecil mendominasi

saraf besar, sehingga rasa nyeri tetap terasa. Jarum ditempatkan untuk

merangsang serabut saraf besar, sehingga serabut saraf kecil menjadi

terhambat. Logika yang sama mendasari teori mengapa menggosok siku

setelah terbentur dapat membantu mengurangi rasa sakit, karena tubuh

merangsang penghambatan saraf sakit untuk menenangkan rasa sakit.

Akupunktur memiliki efek pada sistem respon tubuh terhadap stress atau

dikenal dengan sumbu hipotalamus pituitary adrenal (HPA) (Harnowo,

2011).

Secara umum akupunktur bekerja pada tingkat lokal, spinal dan sentral.

Pada tingkat lokal, penjaruman memutus krisis energi di tempat tusukan,

menyebabkan relaksasi, memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki

34

penyembuhan jaringan yang rusak (Ma, Ma dan Zang, 2005). Pada tingkat

spinal, rangsang akupunktur dihantar oleh serabut saraf Ad ke marginal

cell dan diteruskan ke stalk cell yang kemudian akan melepaskan

enkafalin, di mana enkafalin ini menghambat penjalaran impuls nyeri di

substansia gelatinosa ke wide dynamic range (Bowsher, 2006). Pada

tingkat sentral, rangsang akupunktur juga akan diteruskan ke peri

aqueductal grey matter di otak tengah, kemudian melalui jalur nucleus

raphe magnus yang bersifat serotoninergik merangsang stalked cell

mengeluarkan enkafalin yang akan menghambat substansia gelatinosa

untuk menyalurkan hantaran nyeri dan nucleus paragigantocellularis di

medula oblongata yang bersifat noradrenergik melalui locus cereleus

menghambat nyeri. Penjaruman juga akan mengaktifkan nucleus arcuatus

di hipotalamus sehingga melepaskan beta-endorfin yang akan menghambat

impuls nyeri melalui jalur periaqueductal grey, selain itu beta-endorfin

juga masuk sirkulasi darah dan cairan serebrospinal sehingga

menyebabkan analgesia fisiologik, sel marginal akan memberi cabang ke

subnucleus reticularis dorsalis (R) di medula oblongata, yang akan

menghambat impuls nyeri di substansia gelatinosa melalui mekanisme

diffuse noxious inhibitory controls (Bowsher, 2006).

2.3.7 Prosedur Pelaksanaan

Akupunktur adalah pengobatan dengan menusukkan jarum di titik

akupunktur atau acupoint pada permukaan tubuh, tanpa atau dengan

pengeluaran darah dengan penusukan dalam atau dangkal. Cara

35

merangsang acupoint dapat dilakukan dengan berbagai alat seperti jarum,

jarum telinga, air (aqua puncture), sinar laser, elektro, lampu infrared atau

teding diancibo pu (TDP).

Tahap penusukan jarum akupunktur menurut Wong (2011):

1. Bersihkan tangan sebelum melakukan penusukan akupunktur

2. Pastikan area yang akan ditusuk tidak luka, tergores, benjolan, memar,

atau luka lainnya.

3. Bersihkan area yang akan ditusuk dengan alkohol.

4. Lakukan terapi di ruangan yang memiliki sirkulasi udara yang baik

dapat juga menambahkan aroma terapi.

5. Lakukan posisi terapi duduk atau berbaring.

6. Gunakan jarum yang baru dan steril.

7. Gunakan terapi dengan elektro untuk menambah getaran yang

ditempelkan ke jarum.

8. Sesuaikan kedalaman penusukan jarum dengan area yang ditusuk.

Penusukan dangkal untuk area kepala karena lemaknya tipis.

Penusukan dalam untuk area tangan, kaki, paha, perut karena

lemaknya tebal.

9. Jangan melakukan pengobatan akupunktur dalam keadaan perut

kosong, sangat kenyang, setelah atau melakukan hubungan suami istri

dikarenakan setelah berhubungan suami istri, tubuh secara alami akan

mengeluarkan hormone endorphin. Penelitian dari Rutgers University,

New Jersey, Amerika Serikat untuk mengetahui bagaimana hubungan

36

seksual memberikan dampak yang berbeda pada pria dan wanita,

dalam Rengganis (2014) menjelaskan bahwa hormone endorphin

pasca melakukan hubungan seksual lebih banyak dihasilakn oleh

wanita daripada pria. Hormone endorphin secara tidak langsung akan

membuat relaksasi setelah melakukan hubungan seksual. Dipindai

dengan alat pemindaian otak (PET scan) pada pria dan wanita saat

sedang mengalami puncak kepuasan seksual.

2.4 Pengaruh Terapi Akupunktur dalam Intensitas Nyeri

Penusukan merangsang sel marginal ditransmisikan ke nucleus

ventroposterior thalamus lalu diproyeksikan ke korteks serebri. Rangsang

penusukan akan mengaktivasi hypothalamus-pituitary sehingga melepaskan

beta-endofrin ke dalam darah dan cairan serebrospinalis, sehingga

meningkatkan analgesia fisiologis dan homeostasis dari berbagai sistem

seperti imun, kardiovaskuler, pernapasan dan penyumbatan jaringan. Efek

jangka panjang dari neuropepida, endofrin dan enkefalin, dapat menjelaskan

efek akupunktur dalam mengurangi nyeri, menenangkan dan euphoria

(Kiswojo, Widya, dan Lestari, 2009).

Akupunktur dalam mengatasi nyeri dibagi menjadi dua mkaisme, yaitu

akupunktur segmental dan akupunktur heterosegmental. Akupunktur

segmental, penusukan kulit merangsang serabut aferen A δ yang diteruskan ke

sel marginal atau ke enkephalinergic stalked sel. Rangsangan dari sel marginal

diteruskan ke otak melalui traktus spinothalamicus yang menghantarkan

37

sensasi penusukan jarum sehingga nyeri tersebut dapat disadari.

Enkephalinergic stalked sel mengeluarkan enkephalins yang menghambat

substansi galatinosa sel yang mencegah penyaluran rangsangan nyeri ke otak.

Akupunktur heterosegmental, rangsangan berupa penusukan jarum akupunktur

dibawa naik dari marginal sel menuju nucleus ventro posterior lateralis

thalamus, diproyeksikan ke kortek dan nyeri menjadi disadari. Akson-akson

pada midbrain membuat kolateral menuju periaqueductal grey matter

diproyeksikan ke bawah menuju nucleus raphe magnus pada bagian tengah

dari medulla oblongata dan mengirimkan seratonergik ke stalked sel,

menghambat substansi galatinosa sel dengan mekanisme enkephalinergi

sehingga mencegah rangsangan nyeri tiba di medulla spinalis yang akan

dihantarkan menuju otak (Ganda, 2010).