17
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Subordo : Percoidea Divisi : Perciformes Famili : Leiognathidae Nama Indonesia : Peperek, pepetek, atau petek Menurut Peristiwady (2006) ikan dari famili Leiognathidae memiliki ciri- ciri badan agak pipih sampai sangat pipih, pada kepala bagian atas tengkuk kepala berduri. Ikan ini memiliki sirip punggung dengan 8 jari-jari keras (jarang 7 atau 9) dan 16-17 jari-jari lemah, sirip dubur dengan 3 jari-jari keras dan 14 jari-jari lemah. Jari-jari keras ke-2 selalu paling panjang. Badan tertutup sisik dan lingkaran kecil yang halus. Ikan peperek umumnya digolongkan ke dalam tiga genus, yakni Gazza, Leiognathus, dan Secutor. Genus Gazza memiliki ciri-ciri mulut yang dapat disembulkan ke arah depan dan memiliki gigi-gigi seperti taring. Genus Leiognathus memiliki mulut datar dan dapat disembulkan ke arah depan atau ke bawah. Pada mulut tidak terdapat gigi seperti taring. Sementara pada genus Secutor mulut miring, mulut dapat disembulkan ke arah atas. Pada mulut tidak terdapat gigi seperti taring (Peristiwady 2006). Lamatta (2012) menyatakan bahwa ada dua jenis ikan petek yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu yakni petek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

  • Upload
    lephuc

  • View
    379

  • Download
    17

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Peperek

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai

berikut:

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Subordo : Percoidea

Divisi : Perciformes

Famili : Leiognathidae

Nama Indonesia : Peperek, pepetek, atau petek

Menurut Peristiwady (2006) ikan dari famili Leiognathidae memiliki ciri-

ciri badan agak pipih sampai sangat pipih, pada kepala bagian atas tengkuk kepala

berduri. Ikan ini memiliki sirip punggung dengan 8 jari-jari keras (jarang 7 atau 9)

dan 16-17 jari-jari lemah, sirip dubur dengan 3 jari-jari keras dan 14 jari-jari

lemah. Jari-jari keras ke-2 selalu paling panjang. Badan tertutup sisik dan

lingkaran kecil yang halus.

Ikan peperek umumnya digolongkan ke dalam tiga genus, yakni Gazza,

Leiognathus, dan Secutor. Genus Gazza memiliki ciri-ciri mulut yang dapat

disembulkan ke arah depan dan memiliki gigi-gigi seperti taring. Genus

Leiognathus memiliki mulut datar dan dapat disembulkan ke arah depan atau ke

bawah. Pada mulut tidak terdapat gigi seperti taring. Sementara pada genus

Secutor mulut miring, mulut dapat disembulkan ke arah atas. Pada mulut tidak

terdapat gigi seperti taring (Peristiwady 2006).

Lamatta (2012) menyatakan bahwa ada dua jenis ikan petek yang

didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu yakni petek

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

7

regang atau torongtong (Eubleekeria rapsoni) (Gambar 1) dan petek calingcing

(Leiognathus leuciscus) (Gambar 2). Menurut www.marinespecies.org spesies

Eubleekeria rapsoni memiliki nama lain Leiognathus rapsoni dan spesies

Leiognathus leuciscus memiliki nama lain Equulites leuciscus, sehingga kedua-

duanya bisa dianggap dari genus Leiognathus. Adapun nama resmi yang diterima

untuk kedua spesies tersebut berturut-turut adalah Eubleekeria rapsoni dan

Equulites leuciscus.

Gambar 1. Bentuk morfologi petek regang (Eubleekeria rapsoni)

Gambar 2. Bentuk morfologi petek calingcing (Equulites leuciscus)

2.1.2 Habitat dan Penyebaran

Ikan dari famili Leiognathidae terutama hidup di laut tetapi beberapa

spesies hidup di air tawar. Ikan ini biasa hidup di perairan pesisir dangkal dan

teluk pasang surut. Ikan ini memakan invertebrata bentik (www.fishbase.org).

Menurut Lamatta (2012) habitat petek regang adalah pada perairan pantai dengan

kedalaman berkisar 3-10 meter dengan bergerombol membentuk kawanan.

Sementara itu, petek calingcing mendiami perairan dangkal sampai kedalaman

sekitar 40 meter terutama di bagian dasar.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

8

Menurut Pauly (1977) spesies dari famili Leiognathidae tersebar di

wilayah Indo-Pasifik, mulai dari Afrika di sebelah barat hingga Tahiti di sebelah

timur, dan Australia di sebelah selatan hingga Jepang dan Laut Merah di sebelah

utara.

Di Indonesia ikan petek tersebar hampir di semua wilayah perairan

Indonesia meliputi Nias, Sumatera, Jawa, Bali, Flores, Kalimantan, Sulawesi,

Buton, Ambon, Ternate, Halmahera, selat Tiworo dan Arafuru. Secara umum

dapat dikatakan bahwa distribusi ikan peperek di Indonesia tersebar di pesisir

Barat Daya Sumatera sampai ke Laut Timor, serta perairan India berada pada

kedalaman kurang lebih antara 20-40 m dan hidup berkelompok pada kedalaman

40-60 m (Pauly 1977). Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2

(yang diberi warna merah menunjukkan daerah penyebaran ikan peperek).

Gambar 3. Daerah penyebaran ikan peperek

(Sumber: www.fishbase.org)

2.2 Alat Tangkap

Berdasarkan laporan tahunan statistik perikanan tangkap PPN

Palabuhanratu tahun 2002-2012 dan DKP Kabupaten Sukabumi 2013, ikan

peperek di perairan Teluk Palabuhanratu ditangkap menggunakan payang dan

bagan apung (Gambar 4 dan Gambar 5). Namun kadang-kadang ikan ini juga

ditangkap dengan purse seine.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

9

Gambar 4. Alat tangkap payang

(Sumber: auxis.tripod.com)

Gambar 5. Alat tangkap bagan apung

2.3 Pengkajian Stok

Maksud dari pengkajian stok ikan adalah memberikan saran tentang

pemanfaatan yang optimum sumber daya hayati perairan seperti ikan dan udang.

Sumber daya hayati bersifat terbatas tapi dapat memperbaharui dirinya, dan

pengkajian stok ikan dapat diartikan sebagai upaya pencarian tingkat pemanfaatan

yang dalam jangka panjang memberikan hasil tangkapan maksimum perikanan

dalam bentuk bobot (Sparre & Venema 1999).

Widodo et al. (1998) dalam Sulistiyawati (2011) menyatakan baik jumlah

maupun berat (biomassa) suatu stok ikan di laut sulit diukur secara langsung.

Oleh sebab itu, dalam menduga ukuran stok ikan seringkali digunakan jumlah

atau berat relatif yang dinyatakan sebagai densitas atau kelimpahan (abundance).

Densitas atau kelimpahan, umumnya diartikan sebagai jumlah atau berat individu

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

10

per satuan area atau per satuan upaya penangkapan. Satuan yang sering

digunakan ialah hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (catch per unit of

effort/CPUE) dari suatu alat tangkap atau alat sampling tertentu.

Pengkajian stok perikanan dapat dilakukan dengan beberapa metode

(Widodo 2002):

1. Metode langsung

a. Model dinamika biomassa (Model Schaefer dan berbagai derivatnya)

atau disebut juga model surplus produksi

b. Model dinamika kolam (dynamic pool model), atau disebut juga model

analitik atau model yield-per-recruit atau Model Beverton dan Holt

c. VPA (Virtual Population Analysis), yang didasarkan pada struktur

panjang (yang diperoleh dari sampling) dan dikombinasikan dengan hasil

tangkapan total sehingga dapat diketahui total yield dan biomassa

d. Model Thomson & Bell (termasuk analisis ekonomi), yang dapat

digunakan untuk memprediksi nilai biomassa, nilai yield, dan nilai

ekonomi total termasuk nilai MEY pada kisaran tingkat eksploitasi

tertentu dari berbagai jenis alat tangkap

e. Swept area method, untuk menduga kepadatan stok ikan-ikan demersal

yang selanjutnya dapat digunakan untuk menduga biomassa total

f. Survei hidroakustik perikanan yang disertai percobaan penangkapan,

yang dapat digunakan untuk menduga biomassa total

g. Survei telur dan larva (survei ikhtioplankton), untuk menduga

kelimpahan telur dan larva pada daerah dan waktu tertentu yang dapat

digunakan untuk menduga biomassa total

h. Transek visual, untuk mengestimasi densitas jenis ikan yang relatif kecil

pergerakannya dan tergantung pada habitat tertentu sehingga dapat

digunakan untuk menduga biomassa total

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

11

2. Metode tidak langsung

a. Pendekatan ekologi, yakni pengkajian sumberdaya yang secara eksplisit

memperhitungkan interaksi ekologi, terutama antar tingkatan trofik

(trophic level) yang biasanya tidak tergambarkan pada pendekatan model

spesies tunggal (single species)

b. Komparasi data dan informasi perikanan dengan daerah lain yang telah

diketahui

Pengkajian stok ikan memiliki peranan sebagai ”fine tunning” sistem

penangkapan guna hasil tangkapan yang lebih besar. Selanjutnya dapat

berperan untuk menyusun perencanaan guna rehabilitasi ketika terjadi laju

tangkap lebih dan mengembangkan strategi pengelolaan selama berlangsung

transisi teknologi ke arah penggunaan berbagai metode penangkapan yang lebih

efisien (Widodo 2002).

2.4 Model Produksi Surplus

Surplus Production Model (dalam Bahasa Indonesia disebut Model

Produksi Surplus) adalah model paling sederhana dalam dinamika populasi ikan

yang memperlakukan populasi ikan sebagai sebuah biomassa tunggal tak terbagi

yang mengikuti aturan-aturan peningkatan dan penurunan (Widodo 1986a). Model

ini didasarkan pada asumsi bahwa laju pertumbuhan suatu stok terkait dengan

biomassa. Pertumbuhan biomassa adalah nol ketika biomassa mencapai carrying

capacity lingkungan dan produksi surplus maksimum pada nilai biomassa yang

lebih rendah. Jika penangkapan dari stok kurang dari produksi surplus, biomassa

stok akan meningkat, tapi jika penangkapan lebih besar daripada produksi surplus,

biomassa akan menurun (King 1997).

Model Produksi Surplus digunakan untuk menentukan tingkat upaya

optimum (effort optimum), yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu

tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara

jangka panjang, yang bisa disebut dengan hasil tangkapan maksimum lestari.

Model Produksi Surplus bisa diterapkan bila dapat diperkirakan dengan baik

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

12

tentang hasil tangkapan total (berdasarkan spesies), hasil tangkapan per unit upaya

per spesies atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam

beberapa tahun (Sparre & Venema 1999).

Model Produksi Surplus relatif sederhana dan hanya membutuhkan data

hasil tangkapan dan upaya penangkapan time series yang relatif lebih mungkin

tersedia di kebanyakan pusat penangkapan ikan (Tinungki et al. 2004). Model

Produksi Surplus tidak memperhitungkan kelas umur. Dalam beberapa literatur

model ini disebut juga Model Produksi, Model Produksi Stok, Model Yield

Surplus, atau Model Dinamika Biomassa (Jennings 2005).

Menurut Sparre & Venema (1999), persyaratan untuk analisis Model

Produksi Surplus adalah sebagai berikut:

1) Ketersediaan ikan pada tiap-tiap periode tidak mempengaruhi daya

tangkap relatif;

2) Distribusi ikan menyebar merata;

3) Masing-masing alat tangkap menurut jenisnya mempunyai kemampuan

tangkap yang seragam.

Asumsi yang digunakan dalam Model Produksi Surplus adalah sebagai

berikut (Sriati 2012):

Hasil tangkap per unit upaya (CPUE) menurun dengan meningkatnya

upaya penangkapan;

Penangkapan dilakukan secara rasional (yang ditangkap adalah

kelebihannya saja), karenanya disebut Model Produksi Surplus.

Pada awalnya istilah “Model Produksi Surplus” merujuk hanya pada

Model Schaefer karena Model Schaefer adalah Model Produksi Surplus paling

awal. Model Produksi Surplus ini didasarkan pada pertumbuhan biomassa ikan

yang bersifat logistik yakni:

dBt

dt= rBt 1 −

Bt

K

dan pada konsep bahwa laju penangkapan bergantung pada koefisien

ketertangkapan alat (q), upaya penangkapan (f), dan besarnya biomassa (B).

(1)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

13

Yt = qftBt

Dalam stok yang dieksploitasi pertumbuhan biomassa ikan menjadi:

dBt

dt= rBt 1 −

Bt

K − Yt

Dalam perkembangan selanjutnya muncul Model Produksi Surplus lain

dimana sebagian tidak didasarkan pada asumsi pertumbuhan biomassa logistik.

Model Fox menggunakan asumsi pertumbuhan Model Gompertz dan Model Pella

dan Tomlinson menggunakan asumsi pertumbuhan bentuk umum.

2.4.1 Model Schaefer

Model paling sederhana dalam populasi perikanan adalah Model Produksi

Surplus, Model Schaefer, atau Model Produksi Logistik. Sebenarnya Model

Schaefer diawali dari pekerjaan Graham (1935), sehingga beberapa pengarang

menamai model ini Model Graham-Schaefer (Widodo 1986b).

Menurut Tinungki (2005) Model Schaefer dapat dirumuskan sebagai

berkut: “Dimisalkan Bt menyatakan biomassa dari stok (ukuran berat dari populasi

ikan dalam ton), r menyatakan laju pertumbuhan intrinsik dari populasi, dan K

adalah daya dukung lingkungan atau keseimbangan (equilibrium) alamiah dari

ukuran stok atau populasi. Ini didefinisikan sebagai tingkat stok maksimum dari

perairan dan lingkungan yang dapat didukung”.

Asumsi-asumsi yang digunakan pada Model Schaefer adalah sebagai

berikut (Tinungki 2005):

1. Terdapat batas tertinggi dari biomassa, K

2. Laju petumbuhan adalah relatif dan merupakan fungsi linier dari biomassa

3. Stok dalam keadaan seimbang (equilibrium condition)

4. Kematian akibat penangkapan sebanding dengan upaya (ft) dan koefisien

penangkapan (q)

5. Meramalkan MSY adalah 50% dari tingkat populasi maksimum

(2)

(3)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

14

Menurut Boer dan Aziz (1995) dalam Sulistiyawati (2011) Model

Schaefer memiliki bentuk awal yang sama dengan model pertumbuhan logistik,

dimana setelah memperhitungkan penangkapan menjadi seperti Persamaan (3):

dBt

dt= rBt 1 −

Bt

K − Yt

dBt

dt= rBt 1 −

Bt

K − qftBt

Dalam kesetimbangan dBt

dt= 0 sehingga:

Yt = rBt 1 −Bt

K = qftBt

Menurut Tinungki (2005) masalah yng dihadapi oleh pengelola perikanan

adalah adanya variabel biomassa (Bt) yang tidak teramati, dimana hanya ada

produksi (Yt) dan jumlah input (ft) yang digunakan seperti jumlah kapal, jumlah

trip atau hari melaut, dll. Sehingga persamaan (5) dapat dipecahkan menjadi:

Bt = K 1 −q

rft

Dengan mensubstitusi persamaan (6) ke dalam persamaan (2) diperoleh:

Yt = qftK 1 −q

rft

Persamaan (7) berbentuk kuadratik yang disebut sebagai Yield Effort Curve.

Menurut Pasisingi (2011) persamaan (7) dapat diturunkan untuk

menyatakan hubungan antara tangkapan per satuan upaya (CPUE) dan upaya

penangkapan (f).

Yt

ft= qK 1 −

q

rft

Yt

ft= qK −

q2K

rft

Persamaan (9) dapat disederhanakan kembali menjadi:

Yt

ft= a − bft

yang berbentuk linier dengan a = qK dan b =q2K

r.

Hubungan antara upaya penangkapan (ft) dan hasil tangkapan (Yt) menjadi:

Yt = aft − bft2

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

15

Hasil tangkapan (Y) akan maksimum apabila dY t

dft= 0 sehingga diperoleh

dugaan upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan maksimum lestari

(MSY) masing-masing (Pasisingi 2011):

fopt =a

2b

MSY =a2

4b

Nilai a dan b dapat diperoleh dengan menggunakan regresi metode kuadrat

terkecil pada data runtun waktu (time series) CPUE (Y/f) dan upaya penangkapan

(f) (Tinungki 2005).

Menurut Tinungki (2005) kelemahan dari Model Schaefer adalah

mengandung dua parameter sehingga tidak dapat menduga tiga parameter biologi

lain yang menyebabkan munculnya beberapa model-model produksi surplus lain

yang dapat menduga ketiga parameter tersebut.

2.4.2 Model Gulland

Gulland (1961) memberikan suatu metode untuk meneliti hubungan antara

kondisi-kondisi stok pada saat ini dan peristiwa-peristiwa masa lalu (Tinungki

2005 dan Sulistiyawati 2011). Menurut Widodo (1987) metode Gulland

mengasumsikan bahwa ada hubungan antara kelimpahan dan upaya penangkapan

masa lalu, jika rekruitmen dan mortalitas alami tetap. Dalam rekruitmen yang

steady state penangkapan pada satu tahun bisa mempengaruhi stok hanya

sepanjang ikan-ikan yang terekspos pada penangkapan pada tahun tersebut tersisa

dalam populasi yang dieksploitasi. Periode ini yakni rentang hidup potensial

dalam perikanan memberikan batas atas yang perlu dipertimbangkan. Umumnya,

ikan dalam populasi yang dieksploitasi akan hidup dalam periode yang jauh lebih

pendek daripada rentang hidup potensialnya. Gulland (1983) menyarankan bahwa

rentang hidup rata-rata setengah hingga sepertiga dari rentang hidup potensialnya

adalah perkiraan yang masuk akal dan rata-rata upaya penangkapan masa lalu

menentukan selama periode tersebut. Hubungan yang diturunkan di antara CPUE

dan rata-rata bergerak upaya penangkapan (𝐟𝐭 ) kadang-kadang lurus, kadang-

(12)

(13)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

16

kadang melengkung. Apapun hubungannya, dalam perikanan yang steady state,

garisnya akan sangat dekat pada hubungan antara CPUE sebagai indeks

kelimpahan relatif dan upaya penangkapan.

Model Gulland dikembangkan berdasarkan asumsi yang sama dengan

Model Schaefer. Model Gulland memiliki bentuk awal model pertumbuhan

logistik seperti halnya Model Schaefer, sebagaimana Persamaan (1) dan (3)

(Sulistiyawati 2011):

dBt

dt= rBt 1 −

Bt

K

dBt

dt= rBt 1 −

Bt

K − Yt

Namun pada model ini terdapat tambahan asumsi bahwa upaya penangkapan

masa lalu mempengaruhi kelimpahan stok saat ini sehingga dalam regresinya

upaya penangkapan diganti dengan rata-rata upaya penangkapan saat ini dan

tahun-tahun sebelumnya.

Hubungan linear metode Gulland dapat dinyatakan sebagai berikut

(Widodo 1987):

Ut = a − bft

Dimana ft adalah upaya penangkapan rata-rata selama i tahun sebelum dan

meliputi tahun t; i adalah rentang hidup rata-rata individu ikan dalam stok yang

dieksploitasi; a adalah estimasi qK; dan b adalah estimasi q2K

r.

Upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan maksimum lestari

(MSY) dapat diestimasi dengan persamaan sebagai berikut (Widodo 1987):

fopt =a

2b

MSY =a2

4b

2.4.3 Model Pella dan Tomlimson

Model Pella dan Tomlimson (1969) dapat digunakan secara luas dan

praktis dan dapat saja ditambahkan program-program komputer dalam menduga

(14)

(15)

(16)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

17

parameter-parameternya, karena terdapat empat parameter yang harus diduga (r,

K, q, dan m) dan berbagai pengulangan pun diperlukan (Tinungki 2005).

Model Pella dan Tomlimson dapat dituliskan sebagai berikut (Tinungki

2005):

dB

dt= rBt −

r

Km−1Bt

m − Yt

dimana m>1 adalah ukuran parameter tambahan. Jika m = 2 maka model ini sama

dengan Model Schaefer. Introduksi parameter m tidak hanya mengubah

kecekungan dari fungsi produksi tetapi juga hubungan produksi tiap kemiringan

sebelah kanan (bila m>2) atau kiri (bila m<2). Hal inilah yang membedakan

dengan Model Schaefer dimana kurva produksi surplusnya simetris sempurna

dalam hubungannya dengan ukuran stok, dari 0 sampai K.

Bentuk asli Model Pella dan Tomlimson (1969) dinyatakan sebagai berikut

(Widodo 1986c):

C = −KP −K

HPm

dimana C = Yt, P = Bt, H = Km-1

, K = -r

Pada kondisi equilibrium persamaan Pella dan Tomlimson dapat

ditulis sebagai berikut (Tinungki 2005):

Yt

ft= qK −

qm K

rm−1ft

m−1

Untuk m = 2 merupakan Model Schaefer (Persamaan (9))

Untuk m = 3

Yt

ft= qK −

q3K

r2ft

2

Untuk m = 4

Yt

ft= qK −

q4K

r3ft

3

dan seterusnya untuk berbagai nilai m.

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

18

2.4.4 Model Fox

Menurut Widodo (1986c) Model Fox (1970) menggunakan fungsi

pertumbuhan Gompertz untuk menganalisis Model Produksi Surplus, yang

berakibat hubungan eksponensial antara upaya penangkapan dan ukuran populasi,

dan kurva produksi yang asimetris. Penurunan CPUE terhadap upaya

penangkapan yang mengikuti pola eksponensial negatif lebih masuk akal

dibandingkan dengan pola regresi linier (Widodo 1986c dan Tinungki 2005).

Menurut Tinungki (2005) fungsi pertumbuhan Gompertz adalah:

dBt

dt= rBtln

K

Bt

dan setelah memperhitungkan penangkapan maka menjadi:

dBt

dt= rBtln

K

Bt − Yt

Model Fox dalam bentuk hubungan antara hasil tangkapan dan upaya

penangkapan diperoleh dengan mengubah Persamaan (23) dengan asumsi dB

dt= 0

sehingga menjadi:

Yt = fteln (qK )−q

rft

atau secara sederhana ditulis:

Yt = ftea−bft

Model eksponensial Fox berasumsi bahwa populasi tidak akan punah dan

populasi sebagai jumlah dari individu ikan (FAO 1984 dalam Tinungki 2005).

Menurut Tinungki (2005) model ini menghasilkan garis lengkung bila Yt

ft secara

langsung diplotkan terhadap upaya (ft), akan tetapi bila Yt

ft diplotkan dalam bentuk

logaritma terhadap upaya maka akan menghasilkan garis lurus.

lnYt

ft= a − bft

Model Schaefer dan Model Fox mengikuti asumsi bahwa Yt

ft menurun

dengan meningkatnya upaya, namun perbedaannya model Schaefer menyatakan

satu tingkatan upaya dapat dicapai pada nilai Yt

ft sama dengan nol, yaitu bila ft =

a

b,

(26)

(22)

(23)

(24)

(25)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

19

sedangkan pada model Fox, Yt

ft selalu lebih besar daripada nol untuk seluruh nilai

ft.

Menurut Fox (1970) dalam FAO (1984) dalam Tinungki (2005) hubungan

antara hasil tangkapan (Yt) dan upaya penangkapan (ft) adalah berbentuk

eksponensial dengan kurva hasil yang tidak simetris (Persamaan (25)).

Hasil tangkapan (Yt) akan mencapai maksimum apabila dY t

dft= 0 sehingga

diperoleh dugaan fopt dan MSY masing-masing:

fopt =1

b

MSY =1

bea−1

Besarnya parameter a dan b secara matematis dapat dicari dengan

mempergunakan persamaan regresi. Rumus-rumus untuk Model Produksi Surplus

ini hanya berlaku bila parameter slope bertanda negatif, artinya penambahan

jumlah upaya akan menyebabkan penurunan CPUE. Bila dalam perhitungan

diperoleh nilai b positif maka tidak dapat dilakukan pendugaan stok maksimum

maupun besarnya upaya optimum, tetapi hanya dapat disimpulkan bahwa

penambahan jumlah upaya penangkapan masih menambah hasil tangkapan

(Tinungki 2005).

2.4.5 Model Walters dan Hilborn

Model Walters dan Hilborn (1976) dikembangkan berdasarkan asumsi

pertumbuhan logistik yang sama dengan Model Schaefer (Persamaan (1) dan (3)):

dBt

dt= rBt 1 −

Bt

K

dBt

dt= rBt 1 −

Bt

K − Yt

Namun ada perbedaan antara Model Walters dan Hilborn dengan Model

Schaefer. Perbedaannya adalah bahwa Model Walters dan Hilborn dapat

memberikan dugaan masing-masing untuk parameter fungsi produksi surplus r, q,

(27)

(28)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

20

dan K dari tiga koefisien regresi (Walters dan Hilborn 1992 dalam Tinungki

2005).

Berikut adalah persamaan Walters dan Hilborn (Tinungki 2005):

Bt+1 = Bt + rBt 1 −Bt

K − Yt

dimana:

Yt = qftBt , dan jika Bt =U t

q

maka:

Ut =Yt

ft yang menyatakan CPUE.

Persamaan (29) dapat diformulasikan kembali sebagai berikut (Tinungki

2005):

Ut+1

q=

Ut

q+

rUt

q 1 −

Ut

Kq − Utft

yang disederhanakan menjadi:

Ut+1

Ut− 1 = r −

r

KqUt − qft

Persamaan diatas adalah suatu regresi linier dalam variabel dependen yang

merupakan laju perubahan biomassa dan variabel independen merupakan Ut dan

upaya penangkapan (Hilborn dan Walters 1992 dalam Tinungki 2005).

Secara umum persamaan regresi di atas dapat dituliskan sebagai berikut

(Tinungki 2005):

Yt = α + β1X1t + β2X2t +∊t

dimana Yt =U t+1

U t− 1, X1t = Ut , X2t = ft , α = r, β1 = −

r

qK, β2 = −q, dan ∊t

adalah error dari persamaan regresi.

2.4.6 Model Schnute

Menurut Widodo (1987) pandangan paling sederhana dari Model Produksi

Surplus adalah bahwa hasil tangkapan merupakan fungsi upaya penangkapan dari

tahun yang sama tanpa memiliki hubungan dengan upaya penangkapan masa lalu.

(29)

(30)

(31)

(32)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

21

Namun, kenyataannya bisa saja penangkapan besar-besaran tahun sebelumnya

memiliki dampak pada hasil tangkapan pada tahun ini.

Kemungkinan inilah yang menjadi dasar bagi Model Schnute. Menurut

Roff (1983) dalam Tinungki (2005) metode Schnute adalah modifikasi Model

Schaefer dalam bentuk diskrit. Dasar dari Model Schnute adalah transformasi

Persamaan (3):

dB

dt= rBt 1 −

Bt

K − Yt

dB

dt= rBt 1 −

Bt

K − qftBt

sehingga diperoleh:

dB

B= r −

rBt

K− qft dt

Jika persamaan (33) diintegrasikan dan dilakukan satu langkah setahun ke depan

diperoleh:

ln(Bt+1) − ln Bt = r −r

KB t − qf

dimana: B t = Btt+1

tdt dan f = f

t+1

tdt

Persamaan (34) selanjutnya disederhanakan, dimana U t dan f t adalah rata-rata

CPUE dan rata-rata upaya penangkapan pertahun. Ini memberikan persamaan:

ln Ut+1

Ut = r −

r

qKU − qf

Jika rata-rata CPUEt tiap tahun mendekati rata-rata geometrik dari nilai

yang dimulai dan akhir tahun yaitu U t = UtUt+1, maka penjumlahan pada

persamaan (35) untuk tahun ke-t+1 dibagi 2, sehingga persamaan (35)

dimodifikasi menjadi:

ln Ut+1

Ut = r −

r

qK

Ut + Ut+1

2 − q

ft + ft+1

2

Persamaan ini disederhanakan menjadi bentuk linier berganda sebagai

berikut (Schnute 1977 dalam Masters 2007 dalam Pasisingi 2011):

Yt = α + β1X1t + β2X2t+∊

(33)

(34)

(35)

(36)

(37)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_2_1628.pdf · Peta sebaran ikan peperek dapat dilihat pada Gambar 2 ... Model Thomson

22

dimana Yt = ln U t+1

U t , X1t =

U t +Ut+1

2, X2t =

ft +ft+1

2 dan α = r, β1 = −

r

qK, dan

β2 = −q.

Persamaan ini dapat menduga parameter-parameter biologi dengan

menggunakan metode kuadrat terkecil (Tinungki 2005).

Keuntungan dari Model Schnute, disamping secara teori lebih masuk akal,

model ini juga mempunyai beberapa keuntungan praktis. Salah satu keuntungan

adalah bahwa untuk data hasil tangkapan dan upaya yang nilainya dimulai dari

suatu periode (tahun) dapat digunakan untuk memprediksi hasil tangkapan dan

upaya tahun yang akan datang dari data yang lalu (Tinungki 2005).

2.4.7 Model Clarke Yoshimoto Pooley (CYP)

Dalam mengestimasi parameter biologi dari Model Produksi Surplus bisa

melalui pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto, dan

Pooley (1992) atau lebih dikenal dengan Model CYP. Parameter-parameter yang

diestimasi meliputi r (laju pertumbuhan alami/intrinsik), q (koefisien kemampuan

penangkapan) dan K (daya dukung lingkungan) (Tinungki 2005).

Menurut Breen dan Stocker (1993) Model CYP merupakan Model Fox

dinamis yang didasarkan pada pertumbuhan Gompertz (Persamaan 22).

dBt

dt= rBtln

K

Bt

Persamaan Model CYP adalah sebagai berikut (Breen dan Stocker 1993):

ln Ut+1 = 2r

2 + r ln qK +

2 − r

2 + r ln Ut −

q

2 + r (ft + ft+1)

Persamaan ini biasa disederhanakan menjadi:

Y = 𝛼 + β1X1t − β2X2t

dimana:

𝛼 = α ln qK , α =2r

2+r, β1 =

2−r

2+r, β2 =

q

2+r, Y = ln Ut+1 , X1t = ln Ut , dan

X2t = (ft + ft+1).

Dengan regresi linear berganda diperoleh nilai r, q, dan K. Untuk

keperluan ini digunakan algoritma (Fauzi 2002 dalam Tinungki et al. 2004).

(39)

(38)