Upload
ngotuong
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Desa
2.1.1. Sejarah Desa
Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warner
Muntinghe, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa penjajahan
kolonial Inggris, yang merupakan pembantu Gubernur Jenderal Inggris yang
berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam sebuah laporannya tertanggal 14
Juli 1817 kepada pemerintahnya disebutkan tentang adanya desa-desa di daerah-
daerah pesisir utara Pulau Jawa. Dan dikemudian hari ditemukan juga desa-desa
di kepulauan luar Jawa yang kurang lebih sama dengan desa yang ada di Jawa
(Soetardjo, 1984:36).
Terbentuknya suatu desa tidak terlepas dari insting manusia, yang secara
naluriah ingin hidup bersama keluarga suami/ istri dan anak, serta sanak
familinya, yang kemudian lazimnya memilih suatu tempat kediaman bersama.
Tempat kediaman tersebut dapat berupa suatu wilayah dengan berpindah-pindah
terutama terjadi pada kawasan tertentu hutan atau areal lahan yang masih
memungkinkan keluarga tersebut berpindah-pindah. Hal ini masih dapat
ditemukan pada beberapa suku asli di Sumatera seperti kubu, suku anak dalam,
beberapa warga melayu asli, juga di pulau-pulau lainnya di Nusa Tenggara,
Kalimantan dan Papua. (sumardjo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Setidaknya ada tiga alasan pokok dari semula orang-orang membentuk
masyarakat adalah (Kartohadikoesoemo, 1965): (1) untuk hidup, yaitu mencari
makan, pakaian dan perumahan; (2) untuk mempertahankan hidupnya terhadap
berbagai ancaman dari luar; dan (3) untuk mencapai kemajuan dalam hidupnya.
Desa pertanian merupakan gejala desa pertama-tama dibentuk, setelah membuka
hutan dan mengolah lahan untuk ditanami tumbuhan yang menghasilkan makanan
dan bahan kebutuhan lainnya. Di tepi laut dan sungai-sungai besar terbentuk desa-
desa perikanan dan pelayaran (masyarakat pesisir) yang mendapat pencahariannya
dari menangkap ikan, tambak dan jasa pelayaran.
Fakta sejarah menunjukan bahwa dari abad ke abad desa telah berkembang
menjadi kesatuan hukum yang melindungi kepentingan bersama atas
penduduknya dilindungi dan dikembangkan menurut ketentuan hukum adat
setempat. Hukum itu memuat dua hal, yaitu: (1) hak untuk mengurus daerahnya
sendiri, yang kemudian dikenal istilah “hak otonomi”, dan (2) hak memilih kepala
desanya sendiri. Di masa lalu hak otonomi itu mencakup banyak aspek, seperti
hukum kekerabatan, hukum waris, hukum tanah, hukum perdata, dan hukum
pidana pun termasuk di dalamnya. Antara otonomi desa di Jawa, Madura, dan
Bali dengan desa lain bias saja berbeda, misalnya di Sumatera Barat dikenal
istilah desa ini dengan wilayah “nagari” yang mempunyai hukum adat yang
berbeda dalam hal hak otonomi tersebut. (sumardjo, 2010).
Desa pasar (jasa) tumbuh di sekitar tempat orang-orang bertemu satu sama
lain untuk bertransaksi (di era modern disebut jual beli), sehingga terjadilah
sebuah pasar yang terbentuk oleh masyarakat sekelilingnya. Di sekitar pasar
tersebut kemudian berkembang menjadi desa perdagangan (jasa). Desa-desa
Universitas Sumatera Utara
tradisional juga sering terbentuk terkait dengan keberadaan sumber air atau
sumber-sember pencaharian lainnya, seperti pertambangan, pertambakan, dan
sebagainya. Kadang-kadang alasan terbentuknya desa tercantum dalam nama
desa, dari nama desa dapat diketahui alasan terbentuknya suatu masyarakat desa
tertentu (Kartohadikoesoemo, 1965).
Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan
nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh
dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut
dengan istilah kampung, di Yogyakarta dosebut dusun dan di Bali disebut banjar.
Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain
sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah
satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat
setempat.
2.1.2. Pengertian Desa
Kata “desa” sendiri berasal dari bahasa India yakni “swadesi” yang berarti
tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu
kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas
(Soetardjo, 1984:15, Yuliati, 2003:24). Sesuai batasan definisi tersebut, maka di
Indonesia dapat ditemui banyak kesatuan masyarakat dengan peristilahannya
masing-masing seperti Dusun dan Marga bagi masyarakat Sumatera Selatan, Dati
di Maluku, Nagari di Minang atau Wanua di Minahasa. Pada daerah lain
masyarakat setingkat desa juga memiliki berbagai istilah dan keunikan sendiri
baik mata pencaharian maupun adat istiadatnya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut defenisi umum, desa adalah sebuah aglomerasi permukiman di
wilayah perdesaan (Hardjatno, 2007). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian
wilayah administrative di bawah Kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa.
Menurut Poerwadarminta (1976) Desa adalah sekelompok rumah di luar kota
yang merupakan kesatuan, kampong (di luar kota) dusun atau udik (dalam arti
daerah pedalaman sebagai lawan dari kota). Beradasarkan Undang-Undang nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana Desa atau yang disebut
dengan nama lain (selanjutnya disebut desa), adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Desa adalah sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan,
kampong (di luar kota); dusun atau udik (dalam arti daerah pedalaman sebagai
lawan dari kota) (Poerwadarminta, 1976). Desa merupakan suatu daerah hukum
yang merupakan wilayah masyarakat hokum terbentuk atas dasar ikatan tertentu,
antara lain: (1) bentuk genealogis, (2) bentuk “teritorial” dan (3) bentuk campuran
keduanya.
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama
Universitas Sumatera Utara
lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan desa.
Pengakuan Desa dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 18B ayat 1
dan 2, serta dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah nomor 32 tahun 2004,
di mana Desa atau yang disebut dengan nama lain (selanjutnya disebut desa),
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini kemudian
ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Desa
dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
2.1.3. Karakteristik Desa
Di Indonesia, wilayah yang disebut desa seharusnya dilihat dalam tahapan
yang tidak sama. Masyarakat yang telah mulai menetap juga memiliki
karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, antara Jawa dengan
luar Jawa, antara desa dekat kota dengan desa yang jauh dari kota, antara wilayah
dataran tinggi dengan dataran rendah, demikian pula antara pantai dan pedalaman.
Di Indonesia kelihatannya belum ada kajian mendalam tentang hal ini. Secara
umum masyarakat yang telah mulai menetap yang disebut dengan desa, istilah
sebutannya sangat beragam di berbagai suku bangsa. Di Jawa disebut desa, di
Aceh disebut Gapong, di Papua disebut kampong dan masih banyak berbagai
istilah tentangnya. Sangatlah penting mengklasifikasikan penduduk yang telah
mulai menetap. Kalau digolongkan menurut sistem produksinya, ada penduduk
desa yang digolongkan dengan desa subsistensi. Sistem produksi yang
Universitas Sumatera Utara
dikembangkan adalah berproduksi untuk kepentingan hidup diri mereka sendiri
dan pemenuhan penduduk desa itu sendiri. Kebudayaan produksi bukan
mengubah alam akan tetapi mengadaptasi alam. Artinya apa yang di dalam alam
sekitarnya itulah sumber kehidupan mereka. Karakter sistem sosialnya bersifat
komunal. Ikatan antar hubungan personal dan pemilikan diatur atas dasar
pemilikan komunal. Contoh jelas akan hal ini adalah tanah, adat. Bagi desa yang
belum mengenal ekonomi uang, aktivitas ekonominya dilakukan dengan cara
barter (susetiawan, 2010).
Desa merupakan bentukan dan pengembangan konsep asli bangsa
Indonesia, meskipun ada kemiripan dengan desa di India yang bernuansa Hindu.
Kehidupan masyarakat desa terikat pada nilai-nilai budaya asli yang sudah
diwariskan secara turun menurun dan melalui proses adaptasi yang sangat panjang
dari interaksi intensif dengan perubahan lingkungan biofisik masyarakat. Kearifan
lokal merupakan salah satu aspek karakteristik masyarakat, yang terbentuk
melalui proses adaptasi yang kondusif bagi kehidupan masyarakat, sehingga nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya seyogianya dipahami sebagai dasar dalam
pembangunan pertanian dan pedesaan (sumardjo,2010).
Kondisi masyarakat perdesaan di Indonesia pada saat ini sangat beragam,
mulai dari perilaku berladang berpindah, bertani menetap, desa industri, desa
dengan mata pencaharian dominan sektor jasa sampai desa yang dengan fasilitas
modern (semi urban dan urban) dapat ditemukan di wilayah Indonesia di era
milenium ini.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1952 (Hadikoesoemo, 1965) terkait dengan desa terungkap
bahwa norma-norma daerah hukum masyarakat itu menurut hukum adat: (1)
berhak mempunyai wilayah sendiri yang ditentukan oleh batas-batas yang sah, (2)
berhak mengurus dan mengatur pemerintahan dan rumah tangganya sendiri, (3)
berhak mengangkat pimpinan atau majelis pemerintahannya sendiri, (4) berhak
memiliki harta benda dan sumber keuangannya sendiri, (5) berhak atas tanahnya
sendiri, (6) berhak memungut pajak sendiri. Atas dasar prinsip-prinsip tersebut
terdapat keberagaman hukum asli di masing-masing desa yang tersebar di seluruh
nusantara ini. Di Sumatera Barat misalnya, ada nagari yang mempunyai tata
aturan adat yang khas, demikian juga di tempat lain.
Desa mengandung sejumlah kearifan-kearifan lokal (local wisdom) yang
apabila dicermati nilai yang terkandung dalam kearifan tersebut maka dapat
menjadi suatu kekuatan untuk beradaptasi dengan lingkungan dimana suatu
masyarakat berdomisili di suatu wilayah desa. Kearifan tersebut dapat dicermati
dari aturan-aturan, norma, tata krama/ tata susila, bahasa, kelembagaan, nama dan
gelaran, teknologi yang digunakan (konstruksi rumah, tata letak rumah, teknik
irigasi, teknik pengolahan tanah dan peralatannya, teknik membuat jalan/
jembatan, teknik perahu dan sebagainya). Sekiranya nilai (value) yang terkandung
di dalam aspek-aspek tersebut diperhatikan dalam pengembangan teknologi di era
modern ini, meski menggunakan bahan yang mungkin berbeda, maka keserasian
lingkungan dan daya adaptasi tampaknya menjadi tetap tinggi.
Infrastruktur itu alat penting bagi kemajuan perkembangan masyarakat desa,
namun masyarakat paham arti pentingnya infrastruktur itu jauh lebih penting
sebab orang akan bertindak dengan alat yang dimilikinya karena mereka
Universitas Sumatera Utara
mengetahui arti pentingnya alat yang dipunyai. Meskipun infrastuktur perdesaan
banyak ditemui di desa, pertanyaannya apakah infrastuktur yang ada telah
dipahami arti pentingnya bagi kehidupan masyarakat perdesaan. Data statistik
tentangnya seperti jalan desa, gedung SD, Polindes (Poliklinik Desa), kantor
pemerintah desa, kendaraan umum dan infrastuktur lainnya, dapat ditemukan
dengan mudah. Jika dilihat dari jumlah yang ada maka penyebaran infrastuktur
tidak merata antardesa di Jawa, apalagi dibandingkan dengan desa di luar Jawa.
Pembangunan infrastuktur buka sekedar ada dan menyebarkan secara merata
tentang pengadaannya, akan tetapi perlu analisis infrastuktur mana yang paling
penting bagi desa dengan tipologi tertentu, seberapa besar jumlah yang harus
dibutuhkan (susetiawan,2010).
Infrastuktur pendidikan perdesaan seperti gedung SD harus menjadi
perhatian utama. Kurang nya gedung SD dan kalau toh ada kualitas bangunan
yang ada sangat buruk mudah rusak bahkan ambruk. Dalam waktu yang singkat
barangkali Jawa tidak banyak membutuhkan infrastuktur itu, akan tetapi
bagaimana pemeliharaan infrastuktur tersebut. Luar Jawa keadaanya tidak hanya
pada pengadaan infrastuktur bangunan gedung sekolah akan tetapi tenaga
pengajar akan siap melayani pendidikan di pelosok desa pedalaman jauh lebih
penting untuk diperhatikan.
Kesehatan dan Gizi masyarakat harus dilihat pada tipologi desa macam apa.
Desa menetap dan berbudidaya di mana penduduk nya kreatif, ada pertanian yang
maju dan ada industri perdesaan yang berkembang, mereka tidak kesulitan untuk
memenuhi gizi. Bagi masyarakat yang telah memiliki pengetahuan pemenuhan
gizi tidak menjadi problematik. Ini terutama dapat dilihat di desa di Jawa. Desa
Universitas Sumatera Utara
lain yang berada di luar Jawa juga tidak bisa dilihat secara kuantitatif semata akan
tetapi juga harus dilihat dari sifat kualitatif penyelenggaraan kesehatan dan gizi.
Keadaan seperti itu perlu dilihat lebih teliti desa mana yang mengalami tingkat
kesehatan rendah dan kekurangan gizi. Bagi masyarakat desa yang telah menetap
lama sebagai masyarakat desa persoalan ini sudah tidak menjadi persoalan serius.
Karakteristik wilayah perdesaan sangat berbeda tipologinya baik
karakteristik sosial budaya, keadaan infrasturkur yang ada, keadaan di wilayah
perdesaan, tingkat kesehatan dan gizi sampai dengan karakteristik kondisi
kemiskinannya. Tipologi desa seharusnya mempertimbangkan keadaan yang
berbeda antar masyarakat di Jawa antara Jawa dan luar Jawa. Kerumitan tipologi
dan karakteristik ini tidak mungkin digeneralisasikan dalam proses pembangunan.
Oleh sebab itu, desentralisasi menjadi prinsip utama dalam proses pembangunan
agar pembangunan lebih cepat untuk menjawab kebutuhan masyarakat perdesaan
(susetiawan, 2010).
2.1.4. Dasar Hukum Berdirinya Desa
Berikut merupakan dasar hukum berdirinya desa :
1. Undang-Undang Repubklik Indonesia Nomor 5 tahun 1979
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Undang-Undang Repubklik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.
Universitas Sumatera Utara
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.1.5. Pembentukan dan Perubahan Status Desa
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul
desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa
sebagaimana harus memenuhi syarat :
a. Jumlah penduduk;
b. Luas wilayah;
Universitas Sumatera Utara
c. Bagian wilayah kerja;
d. Perangkat desa; dan
e. Sarana dan prasarana pemerintahan.
Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian
desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau
lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Pemekaran dari satu
desa menjadi dua desa atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit
5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa.
Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi
persyaratan dapat dihapus atau digabung. Perubahan status desa menjadi
kelurahan memperhatikan persyaratan:
a. Luas wilayah;
b. Jumlah penduduk;
c. Prasarana dan sarana pemerintahan;
d. Potensi ekonomi; dan
e. Kondisi sosial budaya masyarakat.
Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari
pegawai negeri sipil.
2.1.6. Ruang Lingkup Desa
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
a.Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
b.Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa;
Universitas Sumatera Utara
c.Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota;
d.Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang undangan
diserahkan kepada desa.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang
diserahkan pengaturannya kepada Desa adalah urusan pemerintahan yang secara
langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
Penyelengaraan Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD.
Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. Perangkat Desa
terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya. Perangkat Desa lainnya
terdiri atas :
a. Sekretariat desa;
b. Pelaksana teknis lapangan;
c. Unsur kewilayahan.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga,
pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka
masyarakat lainnya. BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala
desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) mempunyai wewenang:
a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;
b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan
kepala desa;
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa;
Universitas Sumatera Utara
d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa;
e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan danmenyalurkan aspirasi
masyarakat; dan
f. Menyusun tata tertib BPD.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai hak :
a. Meminta keterangan kepada Pemerintah Desa;
b. Menyatakan pendapat.
2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran merupakan variabel penting dalam mendukung kualitas kinerja
pemerintah, mencerminkan kemampuan keuangan yang dimiliki daerah. Karena
itu anggaran sebagai satu di antara indikator penting untuk mengukur tingkat
pertumbuhan ekonomi secara makro di daerah, maka format anggaran mesti
disusun berdasarkan kemampuan dan kebutuhan obyektif (Pheni chalid, 2005).
Anggaran merupakan rencana kerja pemerintah dalam bentuk uang dalam
periode tertentu. Dengan demikian, anggaran daerah merupakan rencana kerja
pemerintah daerah dalam satu tahun. Anggaran daerah tersebut disusun dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan menjadi istrumen utama
kebijakan pemerintah daerah, terutama dalam mengembangkan kapabilitas dan
efektivitas pemerintah daerah. Sebagai alat ukur bagi pendapatan dan pengeluaran
keuangan daerah, APBD sangat membantu pemerintah daerah dalam mengambil
keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran, pengembangan
ukuran-ukuran untuk evaluasi kinerja pemerintah. Selain itu, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen yang dapat
Universitas Sumatera Utara
dipakai untuk memotivasi para pegawai dan alat bagi semua unit kerja dalam
mengkoordinasikan semua aktivitas (Mardiasmo, 2002).
APBD memiliki posisi strategis bagi kemampuan keuangan pemerintah
daerah, seperti halnya portofolio suatu perusahaan yang mencerminkan
performance kinerja perusahaan. Oleh karena itu penyusunan arah dan kebijakan
umum APBD merupakan bagian dari upaya pencapain visi, misi, tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan dalam Renstrada, Rencana Strategis Daerah
(Kuntandi, 2002). Tingkat pencapaian yang direncanakan dalam satu tahun
anggaran menunjukkan tahapan dan perkembangan tingkat pencapaian yang
diharapkan pada rencana jangka panjang dan jangka menengah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun
anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
terdiri atas:
1. Anggaran pendapatan, terdiri atas
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan di daerah.
Universitas Sumatera Utara
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
2.3. Keuangan Desa
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai
dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa
didanai dari anggaran pendapatan dan belanja desa, bantuan pemerintah dan
bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang
diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh
pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Sumber
pendapatan desa terdiri atas :
a. Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil
swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli
desa yang sah;
b. Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per
seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan
bagi desa;
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang
Universitas Sumatera Utara
pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi
dana desa;
d. Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ( APB Desa ) terdiri atas bagian
pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan. Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja (APB Desa) dibahas dalam musyawarah perencanaan
pembangunan desa. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa. Pedoman penyusunan
APB Desa, perubahan APB Desa, perhitungan APB Desa, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa ditetapkan dengan Peraturan
Bupati/Walikota.
Penyelenggaraan pemerintah desa yang output nya berupa pelayanan public,
pembangunan, dan perlindungan masyarakat harus disusun perencanaannya setiap
tahun dan dituangkan dalam APBDesa. Dalam APBDesa inilah terlihat apa yang
akan dikerjakan pemerintah desa dalam tahun berjalan.
Pemerintah desa wajib membuat APBDesa. Melalui APBDesa kebijakan
desa yang dijabarkan dalam berbagai program dan kegiatan sudah ditentukan
anggarannya. Dengan demikian, kegiatan pemerintah desa berupa pemberian
pelayanan, pembangunan, dan perlindungan kepada warga dalam tahun berjalan
sudah dirancang anggarannya sehingga sudah dipastikan dapat dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
Tanpa APBDesa, pemerintah desa tidak dapat melaksanakan program dan
kegiatan pelayanan publik. Berikut Struktur APBDesa :
a. Pendapatan Desa
Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa
yang merupakan hak desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak perlu dibayar
kembali oleh desa. Pendapatan desa terdiri atas:
1) Pendapatan asli desa (PADesa)
2) Bagi hasil pajak kabupaten/ kota
3) Bagian dari retribusi kabupaten/ kota
4) Alokasi dana desa (ADD)
5) Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/ kota, dan desa lainnya
6) Hibah
7) Sumbangan pihak ketiga
b. Belanja desa
Belanja desa meliputi semua pengeluaran dan rekening desa yang merupakan
kewajiban desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa terdiri atas:
1) Belanja langsung yang terdiri atas:
a) Belanja pegawai
b) Belanja barang dan jasa
c) Belanja modal
2) Belanja tidak langsung yang terdiri atas:
a) Belanja pegawai/ penghasilan tetap
Universitas Sumatera Utara
b) Belanja subsidi
c) Belanja hibah (pembatasan hibah)
d) Belanja bantuan social
e) Belanja bantuan keuangan
f) Belanja tak terduga
c. Pembiayaan Desa
Pembiayaan desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan
atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan
desa terdiri dari:
1) Penerimaan pembiayaan, yang mencakup:
a) Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya
b) Pencairan dana cadangan
c) Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan
d) Penerimaan pinjaman
2) Pengeluaran pembiayaan yang mencakup:
a) Pembentukan dana cadangan
b) Penyertaan modal desa
c) Pembayaran utang
Universitas Sumatera Utara
2.5. Alokasi Dana Desa (ADD)
2.5.1. Latar Belakang Alokasi Dana Desa
Alokasi Dana Desa merupakan salah satu bentuk hubungan keuangan antar
tingkat pemerintahan yaitu hubungan keuangan antara pemerintahan Kabupaten
dengan pemerintahan desa. Untuk dapat merumuskan hubungan keuangan yang
sesuai maka diperlukan pemahaman mengenai kewenangan yang dimiliki
pemerintah desa. Penjabaran kewenangan desa merupakan implementasi program
desentralisasi dan otonomi. Dengan adanya desentralisasi dan otonomi desa maka
desa memerlukan pembiayaan untuk menjalankan kewenangan yang dilimpahkan
kepadanya. Pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan wujud dari
pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan Otonomi Desa agar tumbuh dan
berkembang mengikuti pertumbuhan dari Desa itu sendiri berdasarkan
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan
mayarakat.
Alokasi dana desa dalam APBD kabupaten/ kota dianggarkan pada bagian
pemerintah desa. Pemerintah desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk
berdasarkan keputusan kepala desa. Kepala desa mengajukan permohonan
penyaluran alokasi dana desa kepada bupati c.q kepala bagian pemerintah desa
secretariat daerah kabupaten/ kota melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh
tim pendamping kecamatan. Bagian pemerintah desa pada setda kabupaten/ kota
akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada kepala bagian
keuangan setda kabupaten/ kota atau kepala badan pengelola keuangan daerah
(BPKD) atau kepala badan pengelola keuangan dan kekayaan asset daerah
(BPKKAD). Kepala bagian keuangan setda atau kepala BPKD atau kepala
Universitas Sumatera Utara
BPKKAD akan menyalurkan alokasi dana desa langsung dari kas daerah ke
rekening desa. Mekanisme pencairan alokasi dana desa dalam APBDesa
dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
daerah kabupaten/ kota.
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaan nya bersumber dari ADD
dalam APBDesa sepenuhnya dilakukan oleh tim pelaksana desa dengan mengacu
pada peraturan bupati/ wali kota. Penggunaan anggaran alokasi dana desa adalah
sebesar 30% untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa, sebesar 70%
untuk biaya pemberdayaan masyarakat. Belanja pemberdayaan masyarakat
digunakan untuk:
a) Biaya perbaikan sarana public dalam skala kecil
b) Penyertaan modal usaha masyarakat melalui badan usaha milik desa
(BUMDesa)
c) Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan
d) Perbaikan lingkungan dan pemukiman
e) Teknologi tepat guna
f) Perbaikan kesehatan dan pendidikan
g) Pengembangan social budaya
h) Kegiatan lain yang dianggap penting
2.5.2. Dasar Hukum Alokasi Dana Desa
a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
b. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa;
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Universitas Sumatera Utara
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa;
d. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ Tanggal 22 Maret
2005 perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota
kepada Pemerintah Desa ;
e. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/286/SJ Tanggal 17 Pebruari
2006 perihal Pelaksanaan Alokasi Dana Desa ;
f. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/1784/2006 Tanggal 3
Oktober 2006 perihal Tanggapan atas Pelaksanaan ADD;
2.5.3. Pedoman Alokasi Dana Desa Dari Pemerintah Kabupaten/Kota Kepada Pemerintah Desa
Landasan Pemikiran Alokasi Dana Desa sebagai berikut :
1. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan-
kebijakan tentang desa, terutama dalam memberi pelayanan, peningkatan
peran serta, peningkatan prakarsa dan pemberdayaan masyarakat desa yang
ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat.
2. Undang Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa keseluruhan
belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah.
3. Hasil penelitian Tim Studi Alokasi Dana Desa di beberapa Kabupaten
menunjukkan bahwa pelaksanaan alokasi dana desa dapat meningkatkan peran
pemerintah desa dalam memberikan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
4. Dalam rangka meningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, desa
mempunyai hak untuk memperoleh bagi hasil pajak daerah dan retribusi
daerah kabupaten/kota, dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan
daerah yang diterima oleh kabupaten/kota.
5. Perolehan bagian keuangan desa dari kabupaten/kota selanjutnya disebut
Alokasi Dana Desa (ADD), yang penyalurannya melalui Kas Desa.
6. Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa
untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang
mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
2.5.4. Tujuan Alokasi Dana Desa (ADD)
1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan
pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai
kewenangannya.
2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif
sesuai dengan potensi desa.
3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan
berusaha bagi masyarakat desa.
4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat.
2.5.5. Penyusunan Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota Tentang Alokasi Dana Desa (ADD)
1. Proses penyusunan kebijakan ADD, diprakarsai oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota bersama DPRD, dengan melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan terhadap kemandirian desa, seperti wakil dari pemerintah
Universitas Sumatera Utara
desa, Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan di Desa,
Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi.
2. Dalam rangka menyiapkan kebijakan daerah tentang ADD, Pemerintah
Kabupaten/Kota membentuk suatu Tim yang keanggotannya berasal dari
aparat pemerintah daerah, kecamatan, dan desa; perwakilan DPRD dan BPD;
serta organisasi kemasyarakatan yang memiliki pengalaman dalam
pemberdayaan masyarakat dan desa.
3. Tim tersebut dalam angka 2 di atas bertugas untuk mempersiapkan berbagai
hal yang terkait dengan ADD sesuai dengan kebijakan daerah.
4. Kebijakan daerah tentang ADD ditetapkan melalui Peraturan Bupati/Walikota
atau Peraturan Daerah.
5. Proses penetapan Peraturan Bupati/Walikota atau Peraturan Daerah tentang
ADD dilakukan secara transparan dan partisipatif.
6. Pemerintah Kabupaten/Kota bekerjasama dengan para pelaku terkait, perlu
menyiapkan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan didesa dalam
mengelola, memanfaatkan dan mengembangkan hasil-hasil ADD (surat
edaran menteri dalam negeri nomer 140/640/SJ/ tanggal 22 maret tahun 2005
perihal pedoman alokasi dana desa dari pemerintah kabupaten/kota kepada
pemerintah desa).
2.5.6. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)
1. Pengelolaan keuangan ADD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pengelolaan keuangan desa dalam APBDesa.
Universitas Sumatera Utara
2. Seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan, dilaksanakan dan
dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat di
desa.
3. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif,
teknis dan hukum.
4. ADD dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah dan
terkendali.
2.5.7. Mekanisme Penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mekanisme penyaluran Alokasi Dana Desa
(ADD) adalah sebagai berikut:
1. Penyediaan dana untuk ADD beserta untuk pengelolaannya dianggarkan
dalam APBD setiap tahunnya.
2. Pengajuan ADD dapat dilakukan oleh pemerintah desa apabila sudah
ditampung dalam APBDesa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
3. Mekanisme penyaluran secara teknis yang menyangkut penyimpanan,nomor
rekening, transfer, Surat Permintaan Pembayaran, mekanisme pengajuan dan
lain-lain diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
di daerah.
2.5.8. Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD)
adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan Alokasi Dana Desa dimusyawarahkan antara Pemerintah Desa
dengan masyarakat dan dituangkan dalam Peraturan Desa tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengelolaan Alokasi Dana Desa dilakukan oleh Pemerintah Desa yang dibantu
oleh Lembaga Kemasyarakatan di Desa.
3. Kegiatan – kegiatan yang dapat didanai oleh ADD adalah sesuai dengan
ketentuan penggunaan belanja APBDesa.
4. Bagian dari ADD yang digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat
desa, sekurang-kurangnya adalah sebesar 60%.
5. Peraturan lebih lanjut tentang teknis pelaksanaannya dapat diatur dalam
Keputusan Kepala Desa.
6. Perubahan penggunaan ADD yang tercantum dalam APBDesa dapat diatur
sesuai dengan kebijakan yang berlaku di daerah.
7. Guna kepentingan pengawasan, maka semua penerimaan dan pengeluaran
keuangan sebagai akibat diberikannya Alokasi Dana Desa dicatat dan
dibukukan sesuai dengan kebijakan daerah tentang APBDesa.
2.5.9. Pelaporan Alokasi Dana Desa (ADD)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaporan ADD adalah sebagaiberikut:
1. Pelaporan diperlukan dalam rangka pengendalian dan untuk mengetahui
perkembangan proses pengelolaan dan penggunaan ADD. Adapun jenis
pelaporan mencakup:
a. Perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana.
b. Masalah yang dihadapi.
c. Hasil akhir penggunaan ADD.
2. Laporan ini dilaksanakan melakui jalur struktural yaitu dari tim pelaksana
tingkat Desa diketahui oleh Kepala Desa ke tim pendamping tingkat
Kecamatan secara bertahap. Selanjutnya tim pendamping tingkat Kecamatan
Universitas Sumatera Utara
membuat laporan/rekapan dari seluruh laporan tingkat desadi wilayahnya
secara bertahap melaporkan kepada Bupati melalui tim fasilitasi tingkat
Kabupaten.
3. Berbagai jenis laporan tersebut tersedia di kantor Kepala Desa untuk dapat
diakses dengan mudah oleh mereka yang membutuhkannya.
2.5.10. Pengawasan Alokasi Dana Desa (ADD)
Pemerintah provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran alokasi
dana desa dari kabupaten/kota kepada desa. Pemerintah kabupaten/ kota dan
camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan ADD adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan terhadap ADD beserta kegiatan pelaksanaanya dilakukan secara
fungsional oleh pejabat yang berwenang dan oleh masyarakat sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
2. Jika terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan ADD, maka penyelesaiannya
secara berjenjang, mulai dari ditingkat desa kemudian kecamatan.
3. Beberapa indikator yang dapat diberlakukan dalam menilai keberhasilan
pengelolaan dan penggunaan ADD, yaitu:
a. Pengelolaan
1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang adanya ADD.
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam musyawarah perencanaan
pembangunan tingkat Desa.
3. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang pertanggungjawaban
penggunaan ADD oleh pemerintah desa.
b. Penggunaan
Universitas Sumatera Utara
1. Kegiatan yang didanai sesuai dengan yang telah direncanakan dalam
APBDesa.
2. Daya serap (realisasi) keuangan sesuai yang ditargetkan.
3. Tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi.
4. Besarnya jumlah penerima manfaat (terutama dari kelompok miskin).
5. Tingginya kontribusi masyarakat dalam mendukung penggunaan ADD.
6. Terjadi peningkatan Pendapatan Asli Desa.
7. Mampu bersinergi dengan program-program pemerintah yang adadi desa
tersebut (surat edaran menteri dalam negeri nomer 140/640/SJ/ tanggal 22
maret tahun 2005 perihal pedoman alokasi dana desa dari pemerintah
kabupaten/kota kepada pemerintah desa).
2.5.11. Organisasi Pengelola Alokasi Dana Desa (ADD)
Organisasi atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang memonitoring
jalannya alokasi dana desa pada setiap desa di Kabupaten dairi dari mulai
penyusunan anggaran, penatausahaan (pencairan dana ) sampai dengan
pertanggung jawabannya yaitu Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa dan semua kecamatan yang ada di Kabupaten dairi.
Pertanggungjawaban alokasi dana desa (ADD) terintegrasi dengan pertanggung
jawaban APBDesa, sehingga bentuk pertanggung jawabannya adalah pertanggung
jawaban APBDesa. Bentuk pelaporan atas kegiatan-kegiatan dalam APBDesa
yang dibiayai dari ADD adalah, sebagai berikut:
a. Laporan berkala, artinya laporan mengenai pelaksanaan penggunaan dana
ADD dibuat secara rutin setiap bulan. Adapun yang dimuat dalam laporan ini
adalah realisasi penerimaan ADD dan realisasi belanja ADD.
Universitas Sumatera Utara
b. Laporan akhir penggunaan ADD, yang mencakup perkembangan pelaksanaan
dan penyerapan dana, masalah yang dihadapi, dan rekomendasi penyelesaian
hasil akhir penggunaan ADD.
Penyampaian laporan dilaksanakan melalui jalur struktural, yaitu dari tim
pelaksana tingkat desa dan diketahui kepala desa ke tim pendamping tingkat
kecamatan secara bertahap. Tim pendamping tingkat kecamatan membuat
laporan/ rekapan dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah dan secara bertahap
melaporkannya kepada bupati cq. Tim fasilitas tingkat kabupaten/ kota.
Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan tim pendamping
dibebankan kepada APBD kabupaten/ kota diluar dana Alokasi Dana Desa
(ADD).
2.6. Pengangguran
Pengangguran adalah masalah yang seringkali menghantui baik negara
maju maupun negara berkembang. Tingkat penganggruran yang terlalu tinggi
tidak hanya dapat mengganggu stabilitas keamanan namun juga stabilitas politik.
Karenya pemerintah di semua negara selalu berusaha agar pengangguran yang
terjadi berada pada tingkat yang “wajar”. Sebaliknya penganggur adalah orang
yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu
sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan (payaman simanjuntak,
1985).
Universitas Sumatera Utara
Tingkat pengangguran = Jumlah penganggur X 100 %
Jumlah angkatan kerja
Secara singkat:
Tingkat pengangguran adalah perbandingan jumlah penganggur dengan
jumlah angkatan kerja, dinyatakan dalam persen.
Menurut sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan kepada tiga jenis
yaitu pengangguran friksional, structural dan musiman.
a. Pengangguran Friksional
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena
kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang
ada. Kesulitan temporer ini dapat berbentuk sekedar waktu yang diperlukan
selama prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau
kurangnya informasi. Di satu pihak, pencari kerja tidak hanya sekedar mencari
pekerjaan yang dapat memberikan penghasilan yang tertinggi dan kondisi kerja
yang terbaik di antara beberapa alternatif. Proses pemilihan seperti itu
memerlukan waktu. Di lain pihak, pengusaha tidak begitu saja mengisi lowongan
kerja yang ada dengan orang yang pertama kali datang melamar. Untuk mengisi
suatu lowongan tertentu pengusaha cenderung memilih seorang yang dianggap
terbaik di antara calon-calon yang ada. Pengisian lowongan seperti itu
memerlukan proses seleksi, berarti membutuhkan waktu. Selama proses yang
demikian, seorang pelamar yang menunggu panggilan untuk seleksi atau ujian
masuk (yang belum pasti akan diterima) adalah tergolong penganggur friksional.
Angkatan Kerja = Pekerja + Penganggur
Universitas Sumatera Utara
Penganggur friksional dapat pula terjadi karena kurangnya mobilitas
pencari kerja di mana lowongan pekerjaan justru terdapat bukan di sekitar tempat
tinggal si pencari kerja. Misalnya pencari kerja terkumpul di Jakarta sedang
lowongan pekerjaan terdapat di luar Jakarta.
Bentuk ketiga penganggur friksional terjadi karena pencari kerja tidak
mengetahui di mana adanya lowongan pekerjaan dan demikian juga pengusaha
tidak mengetahui di mana tersedianya tenaga-tenaga yang sesuai.
Dengan sepintas lalu dapat disimpulkan bahwa pengangguran friksional
merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan walaupun secara teoritis jangka
waktu pengangguran tersebut dapat dipersingkat melalui penyediaan informasi
pasar kerja yang lebih lengkap.
b. Pengangguran Struktural
Pengangguran struktural terjadi karena adanya perubahan dalam struktur
atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur yang demikian memerlukan
perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan sedangkan pihak
pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut.
Misalnya dalam suatu pergeseran dari ekonomi yang berat agraris menjadi
ekonomi yang berat industri. Di satu pihak, akan terjadi pengangguran tenaga di
sektor pertanian, dan di pihak lain bertambah kebutuhan di sektor industri. Akan
tetapi tenaga yang berlebih di sektor pertanian tidak dapat begitu saja diserap di
sektor industri, karena sektor industri memerlukan tenaga dengan keterampilan
tertentu. Akibatnya tenaga berlebih di sektor pertanian tersebut merupakan
pengangguran struktural.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk pengangguran struktural yang lain adalah terjadinya pengurangan
pekerja akibat penggunaan alat-alat dan teknologi maju. Penggunaan traktor
misalnya dapat menimbulkan pengangguran di kalangan buruh tani.
Penganggur sebagai akibat perubahan struktur perekonomian pada
dasarnya memerlukan tambahan latihan untuk memperoleh keterampilan baru
yang sesuai dengan permintaan dan teknologi baru.
Lamanya pengangguran struktural pada umumnya lebih panjang dari
lamanya pengangguran friksional. Namun dalam survey atau sensus, kedua jenis
pengangguran tersebut sukar dibedakan.
c. Pengangguran Musiman
Pengangguran musiman terjadi karena pergantian musim. Di luar musim
panen dan turun ke sawah banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan
ekonomis, mereka hanya sekadar menunggu musim yang baru. Selama masa
menunggu tersebut mereka digolongkan sebagai penganggur musiman. Namun
dalam Sensus Penduduk 1971, Survei Nasional 1976 dan Sensus Penduduk 1980
hal ini tidak terjelas terlihat karena mereka menurut definisi digolongkan bekerja
(payaman simanjuntak,1985).
2.7. Penduduk
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2013 tentang
perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi
kependudukan menyatakan bahwa Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan
Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Pengelompokkan penduduk
berdasarkan ciri-ciri tertentu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Biologis; meliputi umur dan jenis kelamin
Umur dan jenis kelamin merupakan karakteristik penduduk yang pokok.
Struktur ini mempunyai pengaruh penting, baik terhadap tingkah laku
demografis maupun sosial ekonomi.
2. Sosial; antara lain meliputi tingkat pendidikan, status perkawinan dan
sebagainya.
3. Ekonomi; meliputi penduduk yang aktif secara ekonomi, lapangan pekerjaan,
jenis pekerjaan, tingkat pendapatan.
4. Geografis; berdasarkan tempat tinggal, daerah perkotaan, pedesaan, provinsi,
kabupaten dan sebagainya (Kartomo, 2007).
Kepadatan penduduk merupakan perbandingan banyaknya jumlah penduduk
dibandingkan dengan luas wilayah suatu daerah tertentu. Penyebaran penduduk
disebabkan karena sumber-sumber mata pencaharian, sosial dan budaya, sarana
dan prasarana publik menjadikan penduduk hidup berkelompok-kelompok. Selain
itu kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk mempengaruhi jumlah
penduduk suatu wilayah.
2.8. Koperasi
Koperasi merupakan suatu alat yang ampuh bagi pembangunan, oleh karena
koperasi merupakan suatu wadah, di mana kepentingan pribadi dan kepentingan
kelompok tergabung sedemikian rupa. Sehingga melalui kegiatan kelompok,
kepentingan pribadi para anggota menjadi kekuatan pendorong yang memberikan
manfaat bagi seluruh anggota kelompok tersebut. Kelompok tersebut bisa terjadi
Universitas Sumatera Utara
jika kelompok itu secara relatif homogen dan setiap anggotanya mampu
memberikan kontribusi yang nyata (tiktik sartika partomo, 2008).
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perkoperasian di dalam pasal 3 dikatakan mengenai pengertian koperasi, yaitu:
Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial,
beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan
tata susunan ekonomi rakyat sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2012 tentang
perkoperasian bab I pasal 1 ayat 1, Koperasi adalah badan hukum yang didirikan
oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan
kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang
memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya
sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.
Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan meningkatkan
kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang
demokratis dan berkeadilan.
Koperasi Unit Desa (KUD) adalah organisasi ekonomi yang berwatak sosial
yang merupakan wadah bagi pengembangan berbagai kegiatan ekonomi
masyarakat pedesaan yang diselenggarakan untuk masyarakat pedesaan guna
meningkatkan pelayanan kepada anggota masyarakat dan masyarakat pedesaan.
Universitas Sumatera Utara
Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai pusat pelayanan dalam kegiatan
perekonomiaan pedesaan memiliki dan melaksanakan fungsi :
a. Perkreditan, untuk keperluan produksi dan penyediaan kebutuhan modal
investasi dan modal kerja/usaha bagi anggota KUD dan warga desa umumnya.
b. Penyediaan dan penyaluran sarana-sarana produksi seperti sarana
sebelum dan sesudah panen, sarana produksi untuk keperluan industri/kerajinan
dan sebagainya, penyediaan dan penyaluran barang-barang keperluan sehari-hari
khususnya sembilan bahan pokok.
c. Pengolahan dan pemasaran hasil produksi/industri dan sebagainya dari
para anggota KUD dan warga desa umumnya.
d. Kegiatan perekonomian lainnya seperti perdagangan dan pengangkutan.
2.9. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian
tentang alokasi dana desa ( ADD ) dan pembangunan desa, sehingga akan sangat
membantu dalam mencermati masalah yang akan diteliti dengan berbagai
pendekatan spesifik sebagai rujukan utama. Selain itu juga memberikan
pembedaan atau pembanding penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang telah
dilakukan. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut yaitu sebagai berikut :
Thomas pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul Pengelolaan Alokasi
Dana Desa Dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan di Desa Sebayang Kecamatan
Sesayap Kabupaten Tana Tidung. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
pengelolaan Alokasi Dana Desa dan hambatan-hambatan yang di hadapi oleh pemerintah
desa dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Sebawang. Penelitian ini
menggunakan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
pengelolaan alokasi dana desa (ADD) dalam pembangunan yang dilaksanakan di Desa
Sebawang Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung dan dirangkai dari tahap-tahapan
pelaksanaan kegiatan didalam mengalokasikan semua dana desa yang mana dana tersebut
berasal dari anggaran alokasi dana desa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis di
desa Sebawang untuk 30% dari dana ADD bisa berjalan sesuai dengan petunjuknya
kemudian untuk yang 70% dari ADD berjalan kurang optimal karena lebih direalisasikan
pada pembangunan fisik pada tahun 2010 dan 2011 sedangkan untuk tahun 2012 lebih
kepada pengadaan barang.
Bayu SukMawan Budiono pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul
Pelaksanaan Kebijakan Alokasi Dana Desa Berdasarkan Permendagri nomor 37 tahun
2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. (Studi di Desa Mergosari,
Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Subjek penelitian adalah Perangkat Desa
Mergosari, Perangkat Kecamatan Tarik, Lembaga Masyarakat Desa, Badan
Permusyawaratan Desa serta masyarakat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan
kebijakan Alokasi Dana Desa. Dari hasil penelitian diketahui Desa Mergosari dapat
melaksanakan kebijakan ADD dengan cukup baik dan sesuai dengan peraturan yang
mendasari, mencakup berbagai proses yang meliputi penyusunan rencana kegiatan
masing-masing desa yang disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten. Alokasi Dana
Desa dilaksanakan secara efektif berdasarkan standar dan tujuan yang mendasari.
Implementasi ADD memiliki kesesuaian tujuan dan sasaran dengan kebijakan Bupati
mengenai ADD meskipun tidak semua kebijakan dijabarkan dalam bentuk program kerja
fisik karena disesuaikan dengan kebutuhan dan skala prioritas masing-masing desa.
Senia Dafmi pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul Analisis
Equity (Keadilan) Bantuan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Labuhan
Batu Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat simulasi formula Alokasi
Universitas Sumatera Utara
DanaDesa (ADD) yang lebih memberikan keadilan (equity) dari Pemerintah
Kabupaten/ Kota kepada Pemerintah Desa yang ditentukan variabel–variabel
karakteristik desa seperti tingkat kemiskinan, pendidikan, kesehatan, luas wilayah,
jumlah penduduk, jumlah komunitas desa serta keterjangkauan desa di Kabupaten
Labuhanbatu Selatan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat sebelum dan sesudah
penerapan formula. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder dari tahun 2009-2011 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Labuhanbatu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda),
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM-Pemdes). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2009 s/d 2011 dengan menggunakan
simulasi I s/d V menghasilkan variasi desa penerima tertinggi di setiap simulasi,
namun menghasilkan desa penerima Alokasi Dana Desa terkecil yang tidak
berbeda disetiap tahun dan di setiap simulasi. Dan terdapat perbedaan Alokasi
Dana Desa sebelum dan sesudah simulasi yaitu pada simulasi V Tahun 2009.
Namun bila dilihat penyebaran Alokasi Dana Desa di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan lebih menyebar pada simulasi IV. Hal ini dapat dilihat dari koefisien
variasi Alokasi Dana Desa simulasi IV yang memiliki nilai terkecil jika dibanding
dengan Alokasi Dana Desa sesudah dan sebelum simulasi.
Nurliana pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul Pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Pembangunan Fisik di Desa Sukomulyo
Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara. Penelitian ini bertujuan
untuk menjelaskan dan menggambarkan Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)
dalam Pembangunan Fisik di Desa Sukomulyo kecamatan Sepaku Kabupaten
Penajam Paser Utara. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
Universitas Sumatera Utara
kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan data
sekunder yang berkaitan dengan situasi dan kondisi empiris Pengelolaan Alokasi
Dana Desa (ADD) di Desa Sukomulyo Kecamatan Sepaku. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam
Pembangunan Fisik di Desa Sukomulyo Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam
Paser Utara Pada proses Perencanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa ADD
dalam Pembangunan Fisik di Desa Sukomulyo Kecamatan Sepaku Kabupaten
Penajam Paser Utara pemerintah desa telah melibatkan masyarakat desa dalam
penyusunan rencana kegiatan dan penentuan kebijakan penggunaan Alokasi Dana
Desa (ADD) dan Keterbatasan Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
aparatur pemerintah desa sehingga pemahaman Perencanaan Pengelolaan Alokasi
Dana Desa (ADD) dan pelaksanaan pembangunan fisik yaitu para Teknisi
pembangunan masih kurang membuat pembangunan fisik belum tepat sasaran.
Didiek Setiabudi Hargono pada tahun 2010 melakukan penelitian dengan
judul Efektifitas Penyaluran Alokasi Dana Desa Pada Empat desa di Kabupaten
Karangasem Propinsi Bali. Hasil penelitian menyatakan analisa yang dilakukan di
empat desa pada empat kecamatan yang berbeda di Kabupaten Karangasem, Bali
menunjukkan bahwa penyaluran Alokasi Dana Desa di empat desa tersebut belum
mencapai efektifitas yang optimal. Hasil yang diperoleh bahwa besarnya Alokasi
Dana Desa yang diberikan ke setiap desa tidak menggunakan formula yang
ditentukan dengan pembobotan tujuh variabel penting desa, tetapi menggunakan
pembagian total jumlah desa di Kabupaten untuk penentuan ADDM (ADD
Merata) dan pembagian total jumlah banjar dinas untuk penentuan ADDP (ADD
Proporsional). Hasil perhitungan ini dianggap tidak adil bagi Desa, sehingga
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan ketidakefektifan penyaluran ADD. Pemanfaatan ADD tidak
disalurkan pada bidang-bidang yang dapat menggerakkan ekonomi desa.
Ketidakefisienan ini menyebabkan kecenderungan berasosiasi dengan disparitas
yang ditunjukkan dengan nilai Indeks Williamson yang mendekati satu, yaitu :
Iw2004 = 0.378, Iw2005 = 0.389, Iw2006 = 0.404, Iw2007 = 0.410, dan Iw2008 =
0.421 yang berarti semakin timbul kesenjangan.
2.10. Kerangka Konseptual Penelitian
Dari Penjelasan-penjelasan tersebut, maka penulis membuat kerangka
konseptual penelitian untuk mempermudah dalam mengkaji dan menganalisa hal-
hal yang berkaitan dengan judul Analisis Alokasi Dana Desa (ADD) Berdasarkan
Karakteristik Desa di Kabupaten Dairi. Berikut dibawah ini merupakan Kerangka
Konseptual Penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Keterangan dari Kerangka Konseptual Penelitian :
Pemerintah Kabupaten Dairi memberikan Alokasi Dana Desa yang
dianggarkan dalam APBD Kabupaten Dairi ke setiap desa sebagai wujud nyata
pemenuhan hak desa dalam membiayai program pemerintahan desa dalam
melaksanakan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa pada
desa-desa di Kabupaten Dairi. Kemudian oleh pihak desa di Kabupaten Dairi
mengakomodir Alokasi Dana Desa ini dalam APBDesa sebagai sumber
pendapatan desa dan yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan
yang disahkan pemerintah kabupaten Dairi yang ditempatkan pada pos belanja
desa. Pemberian Aloksi Dana Desa dengan memperhatikan karakteristik dari
masing-masing desa dan menetapkan indikator pertimbangan sebagai variabel
1. Pengangguran
3. Keterjangkauan Daerah
2. Sarana Kesehatan
4. Pendidikan Dasar
6. Kepadatan Penduduk
5. Koperasi Unit Desa
ADD FORMULASI ADD
ADD =ADDM+ADDP
KARAKTERISTIK DESA
Desa
A
Desa B
Desa C
Desa....n
APBDesa
APBD
Universitas Sumatera Utara
independen. Indikator pertimbangan tersebut dimasukkan dalam rumus
perhitungan pembagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang berdasarkan surat edaran
menteri dalam negeri nomor : 140/640/sj tanggal 22 maret tahun 2005 perihal
pedoman alokasi dana desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemerintah
desa yang dipergunakan penulis untuk perhitungan alokasi dana desa simulasi
yang berdasarkan karakteristik desa yang menonjol yang dibutuhkan desa-desa di
Kabupaten Dairi. Sehingga diperoleh besaran Alokasi Dana Desa untuk masing-
masing Desa di Kabupaten Dairi. Pengangguran, ketersediaan sarana kesehatan
(pustu, poskesdes, posyandu, BPU, BKIA, Polindes dan puskesmas),
keterjangkauan daerah, pendidikan dasar, Koperasi Unit Desa (KUD) dan
Kepadatan penduduk yang merupakan gambaran karakteristik desa-desa yang
perlu mendapat bantuan dana di Kabupaten Dairi sekaligus menjadi variabel
independent yang akan diberikan nilai bobot desa dalam menghitung Alokasi
Dana Desa Proporsional dan perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) secara
keseluruhan pada desa-desa di Kabupaten Dairi.
Universitas Sumatera Utara