Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aktivitas Antibakteri
Antibakteri merupakan zat memiliki sifat untuk dapat menghambat atau
membunuh pertumbuhan dari bakteri sehingga infeksi akibat bakteri dapat
dicegah atau diatasi. Zat antibakteri dapat berupa metabolit sekunder dari
mikroba, isolasi dari tumbuhan atau hewan, dan hasil sintesis kimia
(Sulistyaningsih Et al., 2016). Daya antibakteri dari suatu bahan dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah dipengaruhi oleh konsentrasi
bahan serta jumlah dan jenis bakteri yang diuji. Ketentuan dari suatu zat
antibakteri yaitu, dikatakan sangat kuat jika daerah hambatan 20 mm atau lebih,
dkatakan kuat jika daerah hambatan 10-20 mm, dikatakan sedang apabila daerah
hambatan 5-10 mm dan apabila daerah hambtan 5 mm atau kurang berarti daya
antibakteri lemah (Davis dan Stout, 1971).
Terdapat lima mekanisme kerja dari zat antibakteri menurut Rahmadani (2015),
yaitu:
1. Menghambat sintesis dinding sel bakteri, dengan cara menghambat
pembentukan atau mengubah dinding sel yang setelah terbentuk.
2. Dengan menggangu keutuhan membrane sel, kerusakan pada membrane sel
akan mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat atau matinya sel.
11
3. Menghambat sintesis protein sel bakteri. Suhu tinggi dan konsenrasi pekat
beberapa zat kimia dapat mengakibatkan denaturasi protein dan asam nukleat,
sehingga dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali.
4. Mengganggu metabolisme sel, banyaknya zat kimia dapat mengganggu reaksi
biokimia, sehingga menghambat dan mengakibatkan terganggunya
metabolism atau matinya sel.
5. Menghambat sintesis asam nukleat dan protein.
2.2 Tumbuhan Bintaro (Cerbera odollam Gaertn.)
2.2.1 Klasifikasi Tumbuhan Bintaro (Cerbera odollam Gaertn.)
Menurut Tjirtosoepomo (2004), klasifikasi dan morfologi tumbuhan bintaro
(Cerbera odollam Gaerthn.) yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klassis : Dicotyledonae
Ordo : Gentianales
Familia : Apocynaceae
Genus : Cerbera
Spesies : Cerbera odollam Gerth.
12
Gambar 2.1. Cerbera odollam Gaertn., (a) pohon dan (b) daun dan buah
(Sumber: Pengamatan Pribadi, 2018)
Bintaro tumbuhan dengan nama ilmiah (Cerbera odollam Gaertn.) termasuk
dalam famili Apocynaceae, dimana cirinya akan mengeluarkan getah berwarna
putih susu jika organ tumbuhan tersebut dilukai (Prahastuty, 2013). Selama ini,
Cerbera odollam Gaertn. dimanfaatkan untuk penghijauan, peneduh dan
penghias kota yang biasanya ditanam di sekitar tepi jalan raya (Utami, 2010).
Selain itu, Cerbera odollam Gaertn. juga dapat digunakan sebagai bahan baku
kerajinan bunga kering, tanaman obat, serta pestisida nabati (Prayuda, 2014).
Menurut Jannah et al., (2013), ekstrak Cerbera odollam Gaertn. berpotensi
a b
13
sebagai analgesik, kardiotonik, memiliki aktivitas hipotonik, antikanker,
antikonvulsan, antilarva, antioksidan, antifungi, dan antibakteri.
2.2.2 Karakteristik Cerbera odollam Gaertn.
Tumbuhan Cerbera odollam Gaertn. memiliki ketinggian yang dapat
mencapai 10-20 meter. Ciri yang dimiliki tumbuhan ini adalah batang pohon
yang tegak dan berbentuk bulat, memiliki bintik-bintik hitam dan berkayu
(Prayuda, 2014), dengan kulit batang yang tebal dan berkerak (Gokok, 2017).
Daun dari tumbuhan ini tersusun secara berseling dengan tumbuh memanjang ke
atas dan memiliki bentuk bulat telur. Bagian bunga memiliki warna kuning pada
di bagian korola yang berbentuk tabung serta memiliki mahkota berjumlah lima
buah, tumbuh pada ujung pedika samosa (Backer and Brink, 1963).
Buah Cerbera odollam Gaertn. terdiri atas bagian biji sebanyak 8% dan
bagian daging buah sebanyak 92%. Memiliki susunan yang terbagi atas tiga
lapisan, yaitu lapisan terluar yang disebut dengan lapisan kulit, lapisan tengah
memiliki bentuk seperti sabut kelapa atau disebut dengan daging buah, dan
lapisan terdalam merupakan bagian biji yang memiliki ukuran sebesar biji buah
manga. Dalam keadaan matang buah Cerbera odollam Gaertn. akan berwarna
merah, dimana kandungan racun yang dimiliki sudah berkurang dibandingkan
dalam keadaan masih muda. Namun, kandungan minyak yang diduga sebagai
sumber antibakteri berada dalam jumlah yang maksimal, dikarenakan pada waktu
itu reaksi dalam buah telah berlangsung secara optimal (Rizal et al., 2015).
Bagian biji terbagi menjadi 14% bagian cangkang dan 86% bagian daging
biji (Prahastuty, 2013). Dalam satu buah, biji yang terdapat dalam endocarp
14
menghasilkan dua bentuk biji yakni elips atau oval. Rasio berat dari biji per buah
rata-rata sekitar 2,79%-2,92%. Buah Cerbera odollam Gaertn. memiliki
penampakan yang indah, namun buah tersebut tidak dapat dikonsumsi karena
mengandung zat yang beracun (Handoko et al., 2012). Karakteristik morfologi
buah Cerbera odollam Gaertn. dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Morfologi bagian tumbuhan Cerbera odollam Gaertn., (a) pohon, (b) bunga, (c)
daun, (d) buah mentah, (e) buah matang
(Sumber: Hasil Pengamatan, 2018)
2.2.3 Kandungan Zat yang dimiliki Cerbera odollam Gaertn.
Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, membuktikan bahwa
Cerbera odollam Gaertn. memiliki potensi untuk digunakan sebagai antifungi,
pestisida nabati, antikanker, antitumor, antioksidan, dan antibakteri (Gokok,
2017). Kandungan senyawa metabolik sekunder yang terdapat dalam tumbuhan
Cerbera odollam Gaertn. meliputi saponin, polifenol, terpenoid, dan alkaloid.
Senyawa tersebut termasuk dalam golongan senyawa yang bersifat polar, karena
a
b c
e d
15
terdapat kandungan nitrogen dan senyawa fenol sehingga dapat larut dalam
senyawa polar maupun semipolar (Sa’diyah et al., 2013). Berdasarkan hasil dari
penelitian yang telah dilkukan oleh Utami (2010), pada bagian daging buah dari
Cerbera odollam Gaertn. memiliki kandungan senyawa yang bersifat toksik,
diantaranya adalah saponin dan polifenol. Dengan adanya senyawa saponin dan
flavonoid dalam fenol mengakibatkan terhambatnya sintesis asam nukleat, fungsi
membrane sitoplasma, serta terhambatnya metabolisme energi bakteri, sehingga
pertumbuhan bakteri terganggu dan mengalami kematian pada selnya (Rizal et
al., 2015).
Biji Cerbera odollam Gaertn. mengandung minyak sebanyak 46%-64%,
dimana yang tersusun dari 17,9% asam palmitat; 4, 38% asam stearate; 36, 64
asam oleat; 0,17% miristat; 2,37% linolenat; dan 23, 44% asam linoleat (Rizal et
al., 2015). Menurut Khasbullah (2012), kandungan asam miristat terbukti dapat
dijadikan sebagai antibakteri. Adanya asam lemak linoleat dan linolenat dalam
minyak biji Cerbera odollam Gaertn. juga memiliki aktivitas antibakteri yang
baik. Seluruh bagian tumbuhan Cerbera odollam Gaertn. beracun karena adanya
kandungan senyawa golongan alkaloid yang memiliki sifat reellent dan
antifeedan, senyawa tersebut adalah cerberin (Nyambang et al., 2018).
Buah Cerbera odollam Gaertn. memiliki kandungan senyawa enolide,
cerberin, dan neriifolin yang berpotensi sebagai kardioksitas. Cerberin termasuk
senyawa monoasetil neriifolin yang termasuk dalam golongan alkaloid atau
glikosida yang berperan terhadap kematian larva. senyawa tersebut menyebabkan
toksisitas pada larva Lepidoptera, Coleopteran, dan Diptera sehingga
16
pertumbuhan dan perkembangan larva terganggu. Mekanisme kerja cerberin
adalah dengan mengganggu detak jantung dan mengganggu saluran ion kalsium
di miokard pada larva (Utami, 2010). Gambar struktur kimia cerberin dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Struktur kimia cerberin
(Sumber: Rohimatun dan suriati, 2011)
Analisis fitokimia buah Cerbera odollam Gaertn. ditemukan beberapa zat,
diantaranya yaitu saponin, steroid, dan senyawa fenol (flavonoid dan tannin).
Berdasarkan adanya kandungan zat tersebut menunjukkan bahwa ekstrak buah
Cerbera odollam Gaertn. memiliki sifat antibakteri, sitotoksis, dan sebagai
depresan sistem saraf pusat karena adanya zat alkaloid dan saponin ( Ahmed et
al., 2008). Menurut Utami (2010), saponin dan polifenol juga dapat menghambat
aktivitas makan serangga, karena saponin menyebabkan penurunan enzim
pencernaan dan menghambt absorbs makanan. Analisis fitokimia buah dan daun
17
Cerbera odollam Gaertn. menurut hasil penelitian Yin Chu et al (2015) dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisis Fitokimia Ekstrak Buah dan Daun Cerbera odollam Gaertn.
Golongan Pengamatan
Ekstrak buah Ekstrak daun
Alkaloid - +
Anthraquinone - -
Cardiac glycoside + -
Flavonoid - -
Fenol - +
Saponin - -
Steroid + +
Tannin + +
Terpenoid + +
Keterangan: Ada (+), tidak ada (-)
(Sumber: Yin Chu et.al, 2015).
Hasil skrining fitokimia buah dan daun Cerbera odollam Gaertn. menurut
hasil penelitian Yin Chu et al (2015), menunjukkan steroid, tannin dan terpenoid
terdapat pada buah dan daun kering. Adanya alkaloid, fenol dan tannin merupakan
indikasi kemampuan tanaman dalam aktivitas antimikroba. Hasil tersebut sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang mengungkap adanya keberadaan alkaloid dan
tannin, tetapi tidak adanya flavonoid dalam ekstrak biji Cerbera odollam Gaertn.
(Ahmed et al., 2008).
2.3 Bakteri Ralstonia solanacearum
2.3.1 Klasifikasi Bakteri Ralstonia solanacearum
Menurut Rahayu (2012), klasifikasi dan isolat bakteri Ralstonia
solanacearum yang dapat dilihat pada Gambar 2.4 sebagai berikut.
Kingdom : Monera
Divisio : Gracilicutes
Kelas : Schizomycetes
18
Ordo : Eubacteriales
Famili : Pseudomonadacearum
Genus : Ralstonia
Spesies : Ralstonia solanacearum
Gambar 2.4. Isolat bakteri Ralstonia solanacearum
(Sumber: Hasil Pengamatan, 2018)
Penamaan bakteri Ralstonia solanacearum mengalami beberapa kali
perubahan. Pada awalnya, dinamakan Bacillus solanacearum, menjadi
Burkholderia solanacearum, berubah lagi menjadi Pseudomonas solanacearum.
Kemudian yang terakhir serta menjadi nama yang mutakhir adalah Ralstonia
solanacearum. Perubahan nama tersebut sebagai dari hasil kajian yang
didasarkan pada analisis DNA (Rahayu, 2012).
Ralstonia solanacearum dibedakan dalam dua kelompok yaitu didasarkan
pada sistem klasifikasi ras dan biovar. Dalam sistem ras, berdasarkan jenis
tanaman inangnya dikelompokkan menjadi lima ras bakteri patogenis. Pada ras 1
menyerang inang dari famili solanaceae dan bukan solanaceae seperti buncis,
kacang tanah, kecipir, anthurium, dahlia, lili, bunga matahari, dan stroberi. Ras 2
19
memiliki inang pisang triploid dan Heliconia sp. Ras 3 menyerang famili
solanaceae sperti tomat, kentang, dan tanaman geranium. Ras 4 menyerang
tanaman jahe, dan ras 5 menyerang tanaman murbei (Rahayu, 2012).
Pada sistem biovar, Ralstonia solanacearum dikelompokkan menjadi lima
biovar yakni Bv 1 hingga Bv 5. Pengelompokkan pada sistem biovar melalui uji
reaksi kimia dan didasarkan pada kemampuan dalam mengoksidasi alkohol dan
menggunakan karbohidrat (Rahayu, 2012).
2.3.2 Karakteristik Bakteri Ralstonia solanacearum
Ralstonia solanacearum merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
yang menyebabkan penyakit layu pada tanaman (Dewi, 2014). Bakteri tersebut
termasuk bakteri arobik, memiliki ukuran (0,5-1,0 × 1,5-2,5) µm, alat gerak
berupa flagel berjumlah satu yang terletek di ujung selnya (Sunarmi, 2010), dan
tidak membentuk spora (Rahayu, 2012). Adanya flagel menyebabkan bakteri
bergerak cepat ke arah inangnya. Awal invasi dan kolonisasi pada inang
ditentukan dari kecepatan gerak Ralstonia solanacearum (Tans-Kersten et al.,
2001). Pada umumnya, isolat virulen tidak memiliki flagel, sedangakan isolate
nonvirulen bergerak dengan menggunakan 1-4 flagel (Rahayu, 2015). Bentuk
bakteri Ralstonia solanacearum dapat dilihat pada Gambar 2.5.
20
Gambar 2.5. Morfologi Ralstonia solanacearum
(Sumber: Tans-Kersten, et al., 2001)
Ciri khas dari bakteri Ralstonia solanacearum yaitu memiliki warna putih
dan bersifat fluidal, bakteri pathogen tersebut juga memiliki bentuk koloni yang
tidak teratur. Pusat dari koloni bakteri pathogen ini berwarna merah jambu
(Nasrun, 2007). Generasi waktu yang dimiliki bakteri Ralstonia solanacearum
sangat pendek pada kondisi optimal < 20 menit. Bakteri dalam media cair akan
membentuk suspensi yang keruh dan akan membentuk koloni pada media padat
(bergantung pada jenisnya) (Sunarmi, 2010).
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum terbilang sulit
untuk dikendalikan karena kisaran inang yang luas, termasuk patogen soil-borne
(tular tanah), serta dapat menyebabkan infeksi laten (Yulianah et al., 2008).
Patogen ini biasanya berinteraksi dengan nematode puru akar yang dapat
menyebabkan luka pada akar tanaman sehingga mendukung saat proses infeksi
oleh patogen penyebab layu bakteri. Layu bakteri menjadi penyakit tanaman yang
21
serius pada family solanaceae di daerah yang beriklim tropis (Singh, 2012).
Menurut Rahayu (2012), Ralstonia solanacearum biasanya menyerang pada
musim kemarau awal atau akhir musim hujan, saat kondisi tanah masih lembab
dan cuaca yang bersuhu hangat. Sifat dari pathogen layu bakteri dapat bertahan
lama di dalam tanah, utamanya pada daerah terdapat banyak inang yang rentan
pada kondisi lembab, namun populasi bakteri akan berkurang pada kondisi daerah
yang kering (Simanjutak, 2014).
2.3.3 Proses Infeksi dan Gejala Ralstonia solanacearum
Gejala awal dari tanaman yang terserang bakteri Ralstonia solanacearum,
pada pagi atau sore hari tanaman akan terlihat segar namun pada siang hari
tanaman akan terlihat layu. Penyebab dari peristiwa tersebut dikarenakan aliran
air dari akar ke daun dan batang tanaman tersumbat oleh massa bakteri,
akibatnya tanaman akan kekurangan air dan layu. Ralstonia solanacearum mulai
menyerang saat tanaman masih muda. Tanaman yang terserang akan jelas terlihat
membusuk di bagian akar dan pangkal batang ( Simanjutak, 2014). Ciri lain dari
tanaman yang terserang layu bakteri adalah tanaman akan layu sepihak pada satu
sisi daun maupun tanaman, bentuk dari daun tidak setangkup, apabila bagian
batang yang terserang dipotong dan dimasukkan ke dalam air akan terlihat oose
(aliran massa bakteri seperti asap rokok), serta akan terlihat alur-alur berwarna
cokelat pada xilem jika batang disayat.
Pada tanaman tua, layu pertama terjadi pada daun yang letaknya pada
bagian paling bawah tanaman. Sedangkan pada tanaman muda, gejala akan
terlihat pada daun pada bagian atas tanaman. Selang beberapa hari, gejala layu
22
akan terjadi pada seluruh daun tanaman secara tiba-tiba dan tanaman menjadi
layu permanen, namun kondisi warna daun tetap hijau atau sedikit kekuningan.
Serangan yang terjadi pada buah akan mengakibatkan warna buah menjadi
kekuningan dan busuk (Meilin, 2014). Gambar tanaman cabai yang terserang
bakteri Ralstonia solanacearum akan ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Gejala serangan layu bakteri (a) dan (b) menyerang fase generatif (c)
menyerang fase vegetative.
(Sumber: Sholeh et al., 2017)
Mekanisme infeksi penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum yaitu
dengan gagalnya sistem pembuluh tanaman untuk mengangkut dan mencukupi
kebutuhan air. Patogen akan masuk melalui luka pada akar tanaman yang
disebabkan oleh nematoda atau melalui lentisel (Meilin, 2014), kemudian akan
menyebar menuju sistem pembuluh. Bakteri yang berkembangbiak di dalam
jaringan pembuluh akan menyumbat sehingga aliran air dari akar ke daun akan
terhambat, hingga akhirnya mengakibatkan kematian pada tanaman (Palupi,
2016). Toksin yang disekresikan oleh bakteri penyebab penyakit layu ini berupa
ekstraseluler polisakarida, enzim, dan hormone tumbuh yang dapat menginduksi
23
jenis gejala seperti menguning, busuk lunak, hyperplasia, nekrosis dan layu.
Ekstraseluler polisakarida memiliki peran dalam sifat patogenis bakteri, terutama
dalam menghambat translokasi unsur hara dan air, pelindung bakteri dari kondisi
ekstrim, dan sebagai penetralisir senyawa yang dikeluarkan oleh tanaman
(Sunarmi, 2010).
Pengendalian terhadap bakteri Ralstonia solanacearum yang pernah
dilakukan selama ini dengan mengadakan rotasi tanaman, tumpang sari serta
penggunaan pestisida sintetik. Namun, rotasi tanaman hanya efektif pada bakteri
yang menyerang satu tanaman inang, dan penggunaan pestidida sintetik dapat
menyebabkan resisten bakteri serta kematian organisme lain (Dewi et al., 2014).
Menurut Meilin (2014), pengendalian terhadap Ralstonia solanacearum dapat
dilakukan dengan kultur teknis (pergiliran tanaman, penggunaan benih sehat, dan
sanitasi), pemanfaatan agen antagonis yang diaplikasikan dengan pupuk dasar,
dan alternative terakhir dengan menggunakan bakterisida sesuai anjuran.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengendalian Ralstonia
solanacearum secara biologis dan ramah lingkungan dapat dengan menggunakan
bahan dari tumbuhan. Hasil penelitian Rahman et al., (2011), Rizal et al. (2015)
dan Utami (2010) menggunakan tumbuhan bintaro sebagai antibakteri, Dewi
(2014) menggunakan tanaman maja sebagai antibakteri, Holifah (2006)
menggunakan tanaman mengkudu, Simanjutak (2014) menggunakan kulit buah
kopi, kakao, mengkudu, manggis, dan serabut kelapa sebagai antibakteri.
24
2.4 Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)
2.4.1 Klasifikasi Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)
Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayur yang
tergolong dalam tanaman tahunan berbentuk perdu. Capsicum annuum L.
tergolong dalam famili solanaceae. Secara taksonomi, Capsicum annuum L.
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Klassis : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L. (Tjirtosoepomo 2004)
2.4.2 Morfologi Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)
Tanaman cabai yang dalam bahasa latin disebut Capsicum annuum L. dapat
dibudidayakan di dataran rendah atau dataran tinggi oleh petani. Memiliki bunga
yang memiliki bentuk menyerupai terompet, corong, atau bintang, termasuk
dalam bunga lengkap. Bunga Capsicum annuum L. tumbuh dalam posisi
menggantung, memliki mahkota bunga yang berjumlah 5-6 helai petala berwarna
putih dengan panjang 1-1,5 cm dan lebar 0,5 cm. Termasuk bunga berkelmin
ganda karena memiliki benang sari dan putik dalam satu tangkai. Benang sari
berjumlah 5-6 buah yang terdirih dari kepala sari (berwarna biru atau ungu) dan
25
tangkai sari (berwarna putih), serta memiliki putik yang terdiri dari kepala putik
(berwarna kuning) dan tangkai putik (berwarna putih) (Dzulia, 2017).
Buah Capsicum annuum L. memiliki bentuk yang memanjang atau panjang
bergelombang, berwarna hijau saat masih muda dan merah, orange atau kuning
saat buah masak. Memiliki plasenta sebagai tempat melekatnya biji yang terdapat
pada bagian dalam dari buah. Biji Capsicum annuum L. memiliki bentuk bulat,
pipih dan terdapat bagian yang sedikit runcing. Biji Capsicum annuum L.
memiliki diameter 3-5 mm (Dzulia, 2017).
Batang tumbuhan Capsicum annuum L. memiliki bentuk yang tegak,
pangkal berkayu dengan banyak cabang. Pada daerah percabangan terdapat
tangkai daun. Tangkai daun memiliki panjang 1,5-4,5 cm dengan posisi miring
atau gorisontal. Daun Capsicum annuum L. berbentuk lonjong, bulat telur dan
oval, ujung runcing, berwarn hijau muda atau hijau gelap dengan pertulangan
daun menyirip. Sistem perakaran pada tanaman Capsicum annuum L. adalah
perakaran tunggang yang terdiri atas akar utama dan akar lateral dengan serabut
akar (Dzulia, 2017).
2.4.3 Penyakit Layu pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)
Salah satu penyakit yang menyerang tanaman cabai adalah penyakit layu
yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum (Rachmah, 2015).
Ralstonia solanacearum termasuk bakteri gram negative yang berbentuk batang,
menginfeksi tanamam melalui pada akar dan daun yang luka karena nematoda
atau serangga (Dewi, 2014). Berdasarkan jenis tanaman inangnya, bakteri
Ralstonia solanacearum dikelompokkan menjadi beberapa ras. Ras dari bakteri
26
Ralstonia solanacearum yang menyerang tanaman Capsicum annuum L.
biasanya berasal dari ras 1 dan ras 3 (Rahayu, 2012).
Pada ras 1 menyerang inang dari famili solanaceae dan bukan solanaceae
seperti buncis, kacang tanah, kecipir, anthurium, dahlia, lili, bunga matahari, dan
stroberi. Sedangkan, ras 3 menyerang famili solanaceae sperti tomat, kentang,
dan tanaman geranium. Umumnya, bakteri Ralstonia solanacearum menyerang
pada musim kemarau awal atau diakhir musim hujan dengan keadaan tanah yang
masih lembab dan kondisi suhu yang hangat (Rahayu, 2015). Gejala awal yang
terlihat secara visual adalah tanaman akan terlihat segar pada pagi dan sore hari,
namun akan layu pada siang hari ( Simanjutak, 2014).
Layu bakteri merupakan masalah yang dihadapi petani dalam membudi
dayakan tanaman dari family solanaceae. Penyakit tersebut sangat merusak pada
tanaman cabai dan menyebabkan kehilangan hasil panen. Kerusakan yang
disebabkan dapat mencapai 60% tergantung pada kondisi lingkungan dan
varietas tanaman (Rachmah, 2015). Kegagalan panen yang disebabkan oleh
penyakit ini dapat mencapai 90% (Nurjanani, 2011), sedangkan kerugian dapat
mencapai US$950 juta tiap tahunnya (Supriadi, 2011).
2.5 Hubungan Carbera odollam Gaertn. terhadap Ralstonia solanacearum
Ralstonia solanacearum merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
yang menyebabkan penyakit layu pada tanaman (Dewi, 2014). Patogen ini
biasanya berinteraksi dengan nematode puru akar yang dapat menyebabkan luka
pada akar tanaman sehingga mendukung saat proses infeksi oleh patogen
penyebab layu bakteri. Layu bakteri menjadi penyakit tanaman yang serius pada
27
famili solanaceae di daerah yang beriklim tropis (Singh, 2012). Bakteri Ralstonia
solanacearum mampu mensekresi toksin berupa ekstraseluler polisakarida,
enzim, dan hormone tumbuh yang dapat menginduksi jenis gejala seperti
menguning, busuk lunak, hyperplasia, nekrosis dan layu. Ekstraseluler
polisakarida memiliki peran dalam sifat patogenis bakteri, terutama dalam
menghambat translokasi unsur hara dan air, pelindung bakteri dari kondisi
ekstrim, dan sebagai penetralisir senyawa yang dikeluarkan oleh tanaman
(Sunarmi, 2010).
Carbera odollam Gaertn. memiliki kandungan senyawa metabolik sekunder
yang meliputi saponin, polifenol, terpenoid, dan alkaloid. Senyawa tersebut
termasuk dalam golongan senyawa yang bersifat polar, karena terdapat
kandungan nitrogen dan senyawa fenol sehingga dapat larut dalam senyawa polar
maupun semipolar (Sa’diyah et al., 2013). Keseluruhan bagian tumbuhan
memiliki racun ceberin yang dapat menghambat saluran ion (Rizal et al., 2015).
Mekanisme kerja cerberin adalah dengan mengganggu detak jantung dan
mengganggu saluran ion kalsium di miokard pada larva (Utami, 2010).
Analisis fitokimia buah Cerbera odollam Gaertn. ditemukan beberapa zat,
diantaranya yaitu saponin, steroid, dan senyawa fenol (flavonoid dan tannin).
Berdasarkan adanya kandungan zat tersebut menunjukkan bahwa ekstrak buah
Cerbera odollam Gaertn. memiliki sifat antibakteri, sitotoksis, dan sebagai
depresan sistem saraf pusat karena adanya zat alkaloid dan saponin ( Ahmed et
al., 2008). Dengan adanya senyawa saponin dan flavonoid dalam fenol
mengakibatkan terhambatnya sintesis asam nukleat, fungsi membrane
28
sitoplasma, serta terhambatnya metabolisme energi bakteri, sehingga
pertumbuhan bakteri terganggu dan mengalami kematian pada selnya (Rizal et
al., 2015). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Rahman et al., (2011)
membuktikan bahwa ekstrak dari bintaro memiliki aktivitas daya hambat pada
beberapa bakteri gram positif dan negatif. Utami (2010), mengungkapkan bahwa
daging buah bintaro memiliki kandungan senyawa saponin dan polifenol yang
bersifat toksik.
2.6 Sumber Belajar
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dan diperlukan
dalam proses pembelajaran baik berupa buku teks, media cetak, narasumber,
media elektronik, lingkungan dan sebagainya yang berfungsi untuk mmbantu
mengoptimalkan hasil belajar peserta didik (Purnomo, 2012). Dalam
pembelajaran biologi, sumber belajar dapat diperoleh di sekolah maupun di luar
sekolah. Sumber belajar dibedakan menjadi dua, yaitu sumber belajar yang siap
digunakan tanpa ada penyederhanaan serta modifikasi, dan sumber belajar yang
disederhanakan atau yang dimodifikasi (Suhardi, 2007). Menurut Suhardi (2012),
peran dari sumber belajar bagi peserta didik dalam proses pembelajaran yaitu :
1. Meningkatkan produktifitas pembelajaran dengan mempercepat proses
pembelajaran, mengembangkan smangat belajar, penggunaan waktu lebih baik,
memberikan peserta didik untuk berkembang sesuai kemampuannya dan
mengarahkan kegiatan kearah lebih individual.
2. Mengembangkan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian berdasarkan fakta
di lingkungan sehingga dapat memberikan dasar lebih ilmiah.
29
3. Pemantapan pengajaran dengan meningkatkan kemampuan menggunakan
fasilitas berupa media komunikasi, penyajian data dan informasi lebih konkrit
sehingga dapat mengurangi sifat verbalistik dan abstrak dengan kenyataan.
Menurut Djohar, syarat-syarat sumber belajar yaitu, memiliki kejelasan
potensi, kejelasan sasaran, memiliki kesesuaian dengan tujuan belajar, informasi
yang diungkap jelas, pedoman penelitian jelas, serta terdapat kejelasan perolehan
yang diinginkan (Suratsih, 2010).
30
2.7 Kerangka Konsep
Gambar 2.7. Skema Kerangka Konsep
Bakteri Ralstonia solanacearum
Ekstraksi
- Berdasarkan Dewi, et.al.
(2014), pada penelitian
aktivitas antibakteri
ekstrak daun majapahit
(Crescentia cujete)
terhadap pertumbuhan
bakteri Ralstonia
solanacearum penyebab
penyakit layu
- Uji Pendahuluan
saponin,
polifenol,
terpenoid,
alkaloid, dan
carberin.
Hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Rahman
et.al., (2011) membuktikan
bahwa ekstrak dari bintaro
memiliki aktivitas daya
hambat pada beberapa
bakteri gram positif dan
negatif.
35%,40%, 45%, 50%, 55%, 60%,
65%, 70%, 75%, 80%, DMSO
Sumber Belajar
Penyebab
penyakit layu
bakteri
Antibakteri
Hayati Non Hayati
Chloramphenicol Cerbera odollam Gaertn.
Polar Semi polar Non-polar
Etanol
Aktifitas antibakteri
Hambat
Mati
31
2.8 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh konsentrasi ekstrak buah
bintaro (Cerbera odollam Gaertn.) terhadap Ralstonia solanacearum.