Upload
riskawati-iskandar
View
67
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Tinjauan Pustaka
II.1.1 Nutrien (zat gizi)
Ilmu gizi (Nutrition Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu
tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Kata gizi berasal
dari bahasa arab ghidza, yang berarti “makanan”. Di satu sisi ilmu gizi berkaitan
dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh manusia (Almatsier, 2001)
Nutrien atau zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan
yang diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan
energi, mengganti jaringan yang rusak serta memproduksi substansi tertentu
misalnya enzim, hormon, dan antibodi. Nutrien dapat dibagi menjadi kelompok
makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein merupakan zat gizi
utama yang berfungsi sebagai sumber energi, dan kelompok mikronutrien yang
terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono, 2006).
II.1.1.1 Karbohidrat
II.1.1.1.1 Jenis karbohidrat
Jenis karbohidrat dalam makanan dikelompokkan menjadi (Yuniastuti,
2008 & Dept.Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008) :
1. Monosakarida, dalam bahan makanan hanya tiga jenis monosakarida yang
mempunyai arti gizi yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Glukosa dinamakan
juga dekstrose/gula anggur, terdapat luas di alam dalam jumlah sedikit, yaitu di
dalam sayur, buah, sirup jagung, sari pohon dan madu. Fruktosa (gula buah)
atau levulosa adalah gula paling manis, terutama terdapat dalam madu bersama
glukosa, dalam buah, dan sayur. Karena fruktosa tidak langsung menaikkan
kadar glukosa di dalam darah, fruktosa dimanfaatkan pula sebagai gula diet
atau gula pengganti bagi penyandang diabetes (Hartono, 2006 dan Barasi,
2007). Galaktosa, tidak terdapat bebas di alam seperti glukosa dan fruktosa,
akan tetapi terdapat dalam tubuh sebagai hasil pencernaan laktosa.
2. Disakarida, yaitu sukrosa atau sakarosa, maltosa, dan laktosa. Sukrosa
dinamakan juga gula tebu atau gula bit. 99% kandungan gula pasir adalah
sukrosa melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Gula merah dibuat dari
tebu, kelapa melalui proses penyulingan tidak sempurna. Maltosa (gula malt)
tidak terdapat bebas di alam. Maltosa terbentuk dari setiap pemecahan pati,
seperti yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan bila benih atau biji berkecambah
dan di dalam usus manusia pada pencernaan pati. Laktosa (gula susu) hanya
terdapat dalam susu.
3. Polisakarida dibentuk lewat penggabungan lebih dari 10 molekul
monosakarida. Salah satu contoh polisakarida yang paling penting dalam gizi
manusia adalah pati (starch). Ada dua jenis pati yaitu amilosa dan amilopektin.
Kedua jenis pati ini banyak terdapat dalam biji-bijian, padi-padian, buah-buah
yang belum masak dan umbi-umbian seperti kentang, ubi, ketela serta talas.
Polisakarida juga mengandung serat pangan seperti pektin dan selulosa
sehingga jenis karbohidrat ini dinamakan pula karbohidrat kompleks. Pada
pasien diabetes dan obesitas, pengendalian asupan glukosa umumnya
dilakukan dengan menganjurkan konsumsi lebih banyak karbohidrat kompleks.
Unsur serat dalam karbohidrat kompleks akan menghambat penyerapan
glukosa, manosakarida dan nutrien elemental lainnya seperti asam lemak bebas
dan kolesterol (Hartono, 2006).
II.1.1.1.2 Sumber Karbohidrat
Secara umum sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia (padi,
jagung, gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang, sagu, talas, kacang-
kacang kering (kacang kedelai, kacang merah, kacang hijau), dan gula. Hasil
olahan bahan ini adalah pasta (mie, makaroni, bihun) roti, tepung-tepungan
(tepung terigu, tepung beras), selai, sirup dan sebagainya. Sebagian besar sayur
dan buah tidak banyak mengandung karbohidrat. Sayur umbi-umbian, seperti
wortel dan bit serta kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung
karbohidrat daripada sayur daun-daunan. Sumber karbohidrat yang banyak
dimakan sebagai makanan pokok di Indonesia adalah beras, jagung, ubi,
singkong, talas, dan sagu (Yuniastuti, 2008 dan Dept. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2008).
II.1.1.1.3 Fungsi Karbohidrat (Yuniastuti, 2008)
1. Sumber energi, menyediakan energi bagi tubuh, 1 gram karbohidrat (4 kkal)
2. Pemberi rasa manis pada makanan, khususnya monosakarida dan disakarida
3. Penghemat protein, apabila karbohidrat makanan mencukupi, protein terutama
digunakan sebagai zat pembangun
4. Pengatur metabolisme lemak
5. Memberi volume pada isi usus dan melancarkan peristaltik usus sehingga
membantu pengeluaran feses
Metabolisme karbohidrat yang menghasilkan energi berlangsung di bawah
kendali hormon insulin dan glukagon yang diproduksi oleh pulau-pulau
langerhans (endokrin pankreas). Ketika asupan karbohidrat dari makanan tidak
mencukupi misalnya dalam keadaan puasa, atau ketika kebutuhan karbohidrat
melebihi asupannya misalnya pada saat berolahraga atau bekerja keras simpanan
glikogen akan diubah menjadi glukosa untuk menghasilkan energi proses ini
dinamakan glukogenesis dengan bantuan hormon glukagon dan simpanan lemak
melalui proses lipolisis. Sebaliknya ketika asupan karbohidrat melebihi kebutuhan
tubuh, karbohidrat akan diubah menjadi simpanan glikogen dinamakan
glikogenesis dengan bantuan hormon insulin (Hartono 2006).
II.1.1.2 Lemak
Lemak merupakan makronutrien penting yang menempati urutan kedua
sesudah karbohidrat sebagai bahan bakar untuk memberikan energi kepada sel-sel
tubuh (1 gram lemak memberikan 9 kkal atau sekitar 36 kj) (Hartono,2006 dan
Barasi, 2007).
II.1.1.2.1 Jenis lemak
Jenis lemak yang terdapat pada bahan pangan dan dapat digunakan tubuh
manusia, yaitu trigliserida, asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh, fosfolipid,
dan kolesterol (Yuniastuti, 2008 dan Dept. Gizi & Kesehatan Masyarakat, 2008).
1. Trigliserida, banyak ditemukan pada pangan hewani (daging, ikan, kerang,
telur, susu) maupun pangan nabati (serelia, kacang-kacangan, sayuran), dengan
struktur meliputi satu molekul gliserol dan tiga buah molekul asam lemak.
2. Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid-SAFA), yaitu lemak yang tidak dapat
mengikat hidrogen lagi, banyak ditemukan pada lemak hewani (daging sapi,
daging ayam, daging babi, keju, mentega, minyak kelapa, coklat, krim susu).
3. Asam lemak tidak jenuh, yang mempunyai satu titik terbuka untuk mengikat
hidrogen disebut asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid-
MUFA), banyak ditemukan dalam minyak zaitun, minyak kedelai, minyak
kacang atau tanah, minyak biji kapas. Asam lemak tak jenuh ganda
(Poliunsaturated Faty Acid-PUFA) yaitu mempunyai beberapa titik terbuka
untuk mengikat hidrogen, terdapat banyak dalam minyak biji bunga matahari,
minyak jagung, minyak kedelai, minyak ikan, minyak sayuran.
4. Fosfolipid memiliki banyak fungsi yang vital dalam tubuh dan fosfolipid lebih
memberikan keuntungan daripada kerugian bagi tubuh. Senyawa ini menjaga
agar lemak selalu tersuspensi di dalam plasma darah dan cairan tubuh lainnya,
sebagai komponen membran sel, transpor melalui membran, serta sintesis
hormon dan asam empedu (Hartono, 2006 dan Barasi, 2007).
5. Kolesterol, semacam lemak dengan struktur cincin yang kompleks yang
disebut sterol. Kolesterol hanya ditemukan dalam jaringan hewan seperti telur,
daging, lemak susu.
II.1.1.2.2 Sumber lemak
Minyak tumbuh-tumbuhan yaitu minyak kelapa, minyak sawit, minyak
kacang tanah, minyak kedelai, minyak jagung, margarin, dsb. Lemak hewani
(lemak sapi, lemak ayam, lemak babi, mentega, minyak ikan). Sumber lemak
lainnya adalah kacang-kacangan (kacang mete), biji-bijian, krim, susu, keju, dan
kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak (Yuniastuti,
2008)
II.1.1.2.3 Fungsi lemak yang terdapat dalam bahan pangan (Yuniastuti, 2008) :
1. Sumber energi, tiap gram lemak mengandung 9-9,3 kkal/gr
2. Menghemat protein
3. Membuat rasa kenyang lebih lama
4. Pemberi citra rasa makanan
5. Memberi zat gizi lain yang dibutuhkan tubuh
II.1.1.3 Protein
Protein terbentuk dari asam-asam amino yang dirangkaikan oleh ikatan
peptida. Satu gram protein akan menghasilkan 4 kkal atau 16 kJ bila dioksidasi
sebagai bahan bakar (Hartono, 2006 dan Barasi, 2007)
II.1.1.3.1 Jenis Protein
Ada delapan jenis asam amino esensial yang harus ada dalam makanan
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan penggantian jaringan yang rusak.
Kedelapan asam amino tersebut adalah fenil, alanin, valin, treonin, metionin,
triptofan, isoleusin, leusin, dan lisin. Sementara asam-asam amino lainnya seperti
glutamin, glutation, asam glutamat, arginin dan sebagainya merupakan asam
amino nonesensial yang dapat dibuat dalam tubuh sendiri (Hartono, 2006).
II.1.1.3.2 Sumber Protein
Pangan sumber protein hewani adalah daging ayam, sapi, ikan, telur,
susu serta produk olahannya. Pangan nabati yang banyak mengandung protein
adalah kedelai, kacang tanah, kacang hijau, termasuk juga olahannya tempe, tahu
dan oncom. Sebagian kecil protein terdapat dalam sayuran dan buah-buahan.
II.1.1.3.3 Fungsi Protein
Fungsi protein adalah membangun jaringan tubuh yang baru, memperbaiki
jaringan tubuh, menghasilkan senyawa esensial, mengatur tekanan osmotik,
mengatur keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa; menghasilkan
pertahanan tubuh, menghasilkan mekanisme transportasi, menghasilkan energi,
jika asupan karbohidrat serta lemak sebagai sumber energi tidak mencukupi dan
asam amino esensial untuk sintesis protein tidak terdapat.
II.1.2 Diabetes melitus
II.1.2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus
merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas
dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana
didapat defisiensi absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Soegondo,
Rubianto, dkk, 2006).
II.1.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut ADA 2005 (Gustaviani, 2006) :
Tabel 1. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA 2005)
1. Diabetes Melitus Tipe 1
(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)
1) Autoimun
2) Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2
(bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin).
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
1) Defek genetik fungsi sel beta
Kromosom 12, HNF-1α (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 13, insulin promote factor-I
(IPF-1,dahulu MODY 4)
Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
Kromosom 2, NeuroD1 (dahulu MODY 6)
DNA mitokondria
Lainnya
2) Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, Leprechaunism,
sindrom Rabson Medenhall, diabetes lipoatrofik
3) Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro
kalkulus, lainnya.
4) Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,
hipertiroidisme, somastatinoma, aldosteronoma, lainnya.
5) Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis β adrenergik, tiazid,
dilantin, interferon alfa, lainnya.
6) Infeksi : rubella kongenital, CMV, lainnya
7) Imunologi (jarang) : sindrom “stiff-man”, antibodi anti reseptor insulin,
lainnya.
8) Sindroma genetika lain : Sindrom Down, Sindrom Kleinefelter, Sindrom
Wolfram’s, ataksia Frederich’s chorea Hungtington, Sindrom Laurence-
Moon-Biedl, distorfi miotonik, porfiria, Sindrom Prade Wili, lainnya.
4. Diabetes Kehamilan
II.1.2.3 Epidemiologi
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari
orang dewasa. Angka ini merupakan baku emas untuk membandingkan kekerapan
diabetes antara kelompok etnik di seluruh dunia, hingga dengan demikian kita
dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau kelompok etnik tertentu
dengan kelompok etnik kulit putih pada umumnya, misalnya di negara-negara
berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya sangat menonjol, seperti di
Singapura, kekerapan diabetes sangat meningkat dibanding dengan 10 tahun lalu.
Demikian pula pada beberapa kelompok etnik di berbagai negara yang mengalami
perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena
memang mereka lebih makmur. Kekerapan diabetes dapat mencapai 35%
misalnya beberapa bangsa Mikronesia dan Polinesia di Pasifik, India Pima di AS,
orang Meksiko yang ada di AS, bangsa Creole di Mauritius dan Suriname
penduduk asli Australia dan imigran India di Asia. Prevalensi tinggi juga
ditemukan di Malta, Arab Saudi, Indian, Canada, dan Cina di Mauritius,
Singapura dan Taiwan. Di Indonesia menurut penelitian epidemiologi yang
sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia berkisar 1,4-1,6%, kecuali di dua
tempat, yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang 2,3% dan di Manado 6%.
Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di
daerah urban, yaitu di Kelurahan Kayu Putih adalah 5,9%. Di daerah rural
dilakukan oleh Augusta Arifindi suatu daerah di Jawa Barat tahun 1995. Angka
itu hanya 1,1%. Disini jelas ada perbedaan di daerah urban dan rural. Hal ini
menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di Jawa
Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah urban dan 1,47% di daerah
rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait
Malnutrisi (DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes tipe lain di daerah rural
di Jawa Timur, yaitu sekitar 21,2% dari seluruh diabetes di daerah itu. Penelitian
terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM
Tipe 2 sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di
Makasar prevalensi diabetes terakhir tahun 2005 yang mencapai 12,5% (Suyono,
2006).
II.1.2.4 Etiologi
Faktor resiko DM tipe 2 yaitu (Khardori, 2011) :
1. Umur lebih dari 45 tahun
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga dengan DM tipe 2
4. Kolesterol darah tinggi
5. Riwayat DM gestasional
6. Riwayat melahirkan bayi dengan BB > 4000 gram
7. Riwayat hipertensi
II.1.2.5 Patofisiologi
Seperti suatu mesin, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru
dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga memerlukan energi
supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Pada manusia bahan bakar itu
berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, yang terdiri dari
karbohidrat (gula dan tepung-tepungan), protein (asam amino) dan lemak (asam
lemak) (Syahbudin, 2007).
Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi
bahan dasar makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam
amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh
usus kemudian masuk ke pembuluh darah dan di edarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Agar dapat
berfungsi sebagai bahan bakar, makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel. Di
dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang
rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut
metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran sangat
penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya digunakan
sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan
oleh sel beta di pankreas (Syahbudin, 2007).
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin
kelenjar menghasilkan sekret yang mengandung enzim-enzim yang dapat
menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat. Bagian endokrin kelenjar yaitu
pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang
mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat (Richard S Snell,
2006). Pankreas mempunyai 1 sampai 2 juta pulau Langerhans, setiap pulau
Langerhans hanya berdiameter 0,3 milimeter. Pulau Langerhans mengandung tiga
jenis sel utama, yakni sel beta, yang mencakup kira-kira 60 persen dari semua sel,
tempat sintesis dan sekresi insulin. Sel alfa, yang mencakup kira-kira 25 persen
dari seluruh sel, mensekresikan glukagon. Dan sel delta, yang mencakup 10
persen dari seluruh sel, mensekresikan somatostatin. Selain itu, paling sedikit
jumlahnya yaitu sel PP yang mensekresikan polipeptida pankreas (Andrianto,
2001).
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,
dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada
rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam
darah sesuai kebutuhan regulasi glukosa darah (Manaf, 2007).
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (prekursor hormon
insulin) pada retikulum endoplasma kasar sel beta. Dengan bantuan enzim
peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin,
yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles)
dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai
menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap disekresikan
secara bersamaan melalui membran sel (Manaf, 2007).
Mekanisme di atas secara fisiologis, diperlukan bagi berlangsungnya
proses metabolisme glukosa. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan
komponen utama yang memberikan rangsangan terhadap sel beta memproduksi
insulin, meskipun beberapa jenis asam amino, obat-obatan juga memliki efek
yang sama (Sheerwood, 2001).
Kontrol utama sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif langsung
antara sel β pankreas dan konsentrasi glukosa dalam darah yang mengalir ke sel-
sel tersebut. Ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah molekul
glukosa memberikan rangsangan pada sel beta pankreas. Pertama, proses untuk
dapat melewati membran sel yang membutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose
transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai
sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai
“kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam sel jaringan tubuh.
Glucose transporter 2 (GLUT2) yang terdapat pada sel beta misalnya, diperlukan
dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam
sel. Proses ini merupakan langkah penting, agar selanjutnya di dalam sel, molekul
glukosa tersebut dapat mengalami proses glikolisis dan fosforilasi yang akan
membebaskan ATP (Adenosin Tri Posfat). Molekul ATP yang terbebas tersebut,
dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K channel yang terdapat pada
membran sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan
depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca
channel. Kemudian inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga
meningkatkan kadar ion Ca intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi
insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat
dijelaskan (Manaf, 2007).
Gambar 1. Sekresi insulin (Beta cell Biology Consortisium, 2002-2011)
Selain konsentrasi glukosa dalam darah, berbagai masukan seperti
peningkatan kadar asam amino dalam darah dan jumlah hormon pencernaan
(glukagon, sekretin, gastrin, peptida pelepas insulin dependen glukosa (GIP), dan
kolesistokinin (CCK) serta somatotropin juga berperan dalam mengatur sekresi
insulin (Manaf, 2007).
Gambar 2. Faktor yang mengontrol sekresi insulin (Sheerwood, 2001)
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan
tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk
biphasic. Insulin yang dihasilkan, berfungsi menjaga regulasi glukosa darah agar
selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat
beban. Kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut,
Hormon pencernaan
Asupan makanan
Stimulasi parasimpatis
Konsentrasi glukosa darah
Kontrol utama
Konsentrasi asam amino darah
Sel-sel β pulau langerhans
Stimulasi simpatis (dan
epinefrin)
Sekresi insulin
Glukosa darah
Asam lemak darah
Asam amino darah
sintesis protein
penyimpanan bahan bakar
++
+
+
_
menjaga kadar glukosa darah normal, sekaligus mencerminkan metabolisme
glukosa yang fisiologis (Manaf, 2007).
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi
insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat
dan berakhir cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif
tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa
darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang
baik amat penting dalam metabolisme glukosa karena akan sangat menentukan
bagi terjadinya peningkatan kadar glukosa darah pascaprandial (postprandial
spike) (Manaf, 2007).
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (latent
phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan
dalam waktu yang relatif lebih lama, puncaknya (secara kuantitatif) akan
ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah diakhir fase 1. Jadi, terjadi
semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1
sebelumnya, dimana peningkatan produksi insulin fase 2 dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh agar glukosa darah (pascaprandial) tetap dalam batas-
batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan
banyak dipengaruhi oleh fase 1 (Sheerwood, 2001 dan Manaf, 2007).
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein, terutama menyangkut metabolisme karbohidrat. Hormon ini berfungsi
dalam proses utilisasi glukosa pada hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada
otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak,
insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin reseptor substrate = IRS) yang
terdapat pada membran sel. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan
semacam signal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme sel otot dan
lemak, dengan mekanisme yang belum jelas. Beberapa hal telah diketahui,
diantaranya meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) pada
membran sel, karena proses translokasi GLUT-4 dari dalam sel diaktivasi oleh
adanya tranduksi signal (Sheerwood, 2001 dan Manaf, 2007).
Gambar 3. Insulin berikatan dengan reseptor insulin menginduksi kaskade sinyal transduksi transporter glukosa (GLUT4) untuk transportasi glukosa ke dalam sel (Beta cell Biology Consortium 2002-2011)
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan
metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar. Untuk
mendapatkan metabolisme diperlukan mekanisme sekresi insulin serta aksi insulin
berlangsung normal, dimana aksi insulin dengan reseptor akan memberikan signal
kepada GLUT-2 yang berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati
membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam
mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa,
lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal
dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses
ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon
insulin. Manakala jaringan (hepar) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi
hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan
menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin
rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar ( Manaf,
2007).
Gambar 4. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2 (Khardori, et.all, 2011)
Apabila ada gangguan pada mekanisme kerja insulin, menimbulkan
hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara
klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai diabetes melitus. Khususnya pada
diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin berupa disfungsi
sel β pankreas, kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi
insulin), disertai oleh faktor lingkungan (environment) (Manaf, 2007).
Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif
terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik (resistensi
insulin). Reseptor insulin diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam
sel. Pada keadaan DM tipe 2 lubang kuncinya kurang sehingga meskipun anak
kuncinya banyak, tetapi karena lubang kuncinya sel sedikit sehingga kekurangan
bahan bakar dan kadar glukosa darah meningkat. Pada DM tipe 2 juga bisa
ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik
sehingga gagal membawa gula darah masuk ke dalam sel, sehingga jaringan tubuh
tidak dapat bekerja efektif (Subekti, 2005).
Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada
dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak
sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan
dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah
hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah
segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum) (Manaf, 2007).
Tidak adekuatnya fase 1, kemudian memberikan dampak peningkatan
kinerja fase 2 sekresi insulin, dapat terdekteksi pada Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO). Dalam hal ini TTGO mulai memperlihatkan kecenderungan peningkatan
kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Hal ini merupakan cerminan
dari ketidakberhasilan sekresi insulin fase 1 dalam meredam HAP. Meskipun pada
mulanya ada upaya berupa peningkatan sekresi fase 2, namun secara lambat laun
keadaan normoglikemia tidak dapat dipertahankan. Pada satu waktu akan muncul
keadaan atau fase dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) yang disebut
juga prediabetes (kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa 140-199
mg/dl). Secara etiologi, Hiperglikemia akut pasca prandial (HAP) terjadi tidak
hanya disebabkan oleh inadekuatnya sekresi insulin fase 1 atau gangguan sekresi
insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons
jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin) diduga karena faktor genetik
yaitu gen diabetogenik TCF7L2. Namun demikian, pada tahap dini perjalanan
penyakit tingginya kadar glukosa darah tersebut lebih dominan diakibatkan oleh
gangguan fase 1 sekresi insulin (Manaf, 2007).
Pada tahap awal terjadi peningkatan kadar glukosa darah yang diakibatkan
oleh inadekuat sekresi insulin fase 1, sel beta pankreas masih dapat
mengkompensasi dengan meningkatkan sekresi insulin fase 2. Namun, lama
kelamaan sel beta kelelahan memproduksi insulin (exhaustation) disebut tahap
dekompensasi sehingga terjadi defisiensi insulin secara absolut. Hal ini
menyebabkan metabolisme glukosa semakin buruk karena peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemia) tidak hanya karena resistensi insulin, tetapi disertai
pula oleh kadar insulin yang telah begitu rendahnya. Resistensi insulin yang mulai
menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi fase TGT menjadi DM
tipe 2 (Sheerwood, 2001).
Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas,
tetapi faktor-faktor di bawah ini banyak berperan (Suyono, 2007):
1. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3. Kurang gerak badan (aktivitas fisik yang kurang)
4. Faktor keturunan (herediter)
5. Usia lanjut (umumnya timbul setelah berumur 40 tahun)
II.1.2.6 Manifestasi klinis (Zieve, 2010) :
1. Peningkatan pengeluaran urine (poliuria)
2. Timbul rasa haus (polidipsia)
3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia)
4. Pasien mengeluh lelah (fatigue) dan mengantuk
Gejala diabetes lainnya yang timbul, di antaranya pandangan kabur,
pusing, mual, dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olahraga.
II.1.2.7 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Berbagai keluhan dapat ditemukan
pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila
terdapat keluhan klasik DM seperti berikut ini (Soegondo, Rudianto, dkk, 2006):
1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat beripa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Kriteria diagnosis (American Diabetes Association) untuk diabetes melitus
tipe 2 (Diabetes Care, 2007):
1. Jika keluhan klasik ditemukan (poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan
berat badan) dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl (11,1
mmol/l).
2. Jika keluhan klasik ditemukan dan pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126
mg/dl (7 mmol/L) pada sekurang-kurangnya dua kali kesempatan. Puasa
diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral
(TTGO) ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) dilakukan dengan standar WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.
II.1.2.8 Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko
tinggi untuk diabetes melitus namun tidak menunjukkan adanya gejala DM.
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasein TGT dan
GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara
menuju DM (Soegondo, Rubianto, dkk, 2006).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksan glukosa darah
sewaktu, kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring
ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar
( Soegondo, Rudianto, dkk, 2006).
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) (S Soegondo, A Rudianto, dkk, 2008).
Bukan DM
Belumpasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
(mg/dl)
Plasma vena <100 100-199 ≥200
Darah kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa darah puasa
(mg/dl)
Plasma vena <100 100-125 ≥126
Darah kapiler <90 90-99 ≥100
Bagi mereka yang berusia > 45 tahun, tanpa faktor resiko lain, jika hasil
pemeriksaan normal ulangi tes penyaring setiap 3 tahun. Untuk kelompok resiko
tinggi diabetes yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap
tahun (Soegondo, 2006 dan CDC, 2010).
II.1.2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
penyandang diabetes (Soegondo, Rudianto, dkk, 2006).
1. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulih
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan
adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku
(Soegondo, Rudianto, dkk, 2006).
II.1.2.10 Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes
Pilar utama pengelolaan DM (Syahbudin, 2007 dan Soegondo, 2006) :
1. Penyuluhan (edukasi)
2. Perencanaan Makan (terapi gizi medis)
3. Latihan Jasmani
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
II.1.3 Perencanaan Makan (Terapi gizi)
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang
sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes (diabetisi). Tujuan umum
terapi gizi medis ini adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
kalori individu untuk mendapatkan kontrol metabolik yang baik dan beberapa
tambahan tujuan khusus yaitu (Sukardji, 2007 dan Soebardi, 2009) :
1. Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl
Kadar A1c < 7%
2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati normal
Kolesterol LDL < 100 mg/dl
Kolesterol HDL > 40 mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl
3. Mencapai dan mempertahankan berat badan agar selalu dalam batas-batas
yang memadai.
4. Tekanan darah < 130/80 mmHg
5. Mencegah dan menangani komplikasi akut orang dengan diabetes yang
menggunakan insulin seperti hipoglikemia, penyakit-penyakit jangka pendek,
masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani dan komplikasi kronik
diabetes seperti : penyakit ginjal, neuropati autonomik, hipertensi, dan
penyakit jantung.
6. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
Dalam merencanakan makan untuk pasien diabetes pertama-tama haruslah
dipikirkan secara matang apakah diet itu akan dipatuhi atau tidak. Jalan terbaik
untuk itu adalah kita harus membuat perencanaan makan yang cocok untuk tiap
pasien, kerjanya, latar belakang kulturnya, tingkat pendidikannya,
penghasilannya, dan lain –lain (Suyono, 2007).
II.1.3.1 Syarat Diet
Ada beberapa syarat umum yang harus dipenuhi sebelum melakukan
perubahan pola makan (penyusunan menu) diantaranya sebagai berikut
(Krisnatuti, 2008) :
1. Kebutuhan kalori disesuaikan dengan kelainan metabolik, umur, berat badan,
tinggi badan, aktivitas tubuh, status gizi, dan status kesehatan.
2. Perhatikan bila ada komplikasi pengaturan diet disesuaikan dengan komplikasi
3. Cukup protein, mineral, dan vitamin di dalam makanan.
Selain itu juga terdapat faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa
pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lain – lain (Suyono, 2007).
Petugas kesehatan harus dapat menentukan jumlah, komposisi dari makanan yang
akan di makan diabetisi (Soegondo, Rudianto, dkk, 2006).
II.1.3.2 Komponen gizi pada diabetes (Soegondo, Rudianto, dkk, 2006) :
II.1.3.2.1 Karbohidrat
1. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 60-70% total asupan energi.
2. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi
(banyak terdapat pada buah, sayuran, padi-padian dan produk sereal).
3. Konsumsi karbohidrat tinggi karbohidrat kompleks (padi-padian, umbi-
umbian, sagu dan lain-lain. Tepung-tepungan mempunyai kandungan kalori
lebih rendah, sehingga sangat baik untuk penyandang diabetes.
4. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
5. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari
II.1.3.2.2 Protein
1. Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi.
2. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu,
tempe.
3. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg
BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi 65% hendaknya bernilai biologik
tinggi.
II.1.3.2.3 Lemak
1. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
2. Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori.
3. Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
4. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole
milk).
5. Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari (Krisnatuti, 2008).
II.1.3.2.4 Serat
1. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,
serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
2. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25g/1000 kkal/hari dengan mengutamakan
serat larut air yang terdapat di dalam sayur dan buah.
II.1.3.2.5 Natrium
1. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
gr (1sendok teh) garam dapur.
2. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
3. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
II.1.3.2.6 Pemanis alternatif pada diabetes
1. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan tidak bergizi. Pemanis
bergizi (berkalori) yaitu gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain
isomalt, lactitol, maltitol, manitol, sorbitol, dan xylitol. Pemanis tidak bergizi
seperti sakarin dan aspartam.
2. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
3. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek
samping pada lemak darah.
4. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
Daily Intake/ ADI) tidak > 5% dari total kalori (3-4 sendok makan) sehari,
misal pada bumbu masakan.
II.1.3.3 Menghitung kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang diabetes. Diantaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan
kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,
dll (Sukardji, 2007).
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus brocca yang
dimodifikasi adalah sebagai berikut (Soegondo, Rubianto, 2006) :
1. Berat Badan Ideal = 90% X (tinggi badan dalam cm- 100) X 1 kg.
2. Pada laki-laki dengan tinggi badan < 160 cm atau perempuan < 150 cm,
berlaku rumus : Berat Badan Ideal = (tinggi badan dalam cm – 100) X 1 kg
BB normal : BB ideal ± 10%
BB kurus : < BBI – 10%
BB gemuk : > BBI + 10%
II.1.3.3.1 Faktor- faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain (Soegondo, Rubianto, 2006) :
1. Jenis kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
2. Umur
Untuk pasien diatas usia 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan
dikurangi 20%, di atas 70 tahun.
3. Fisik atau pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada keadaan
istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan (seperti mengendarai mobil,
memancing, kerja lab, kerja sekretaris, mengajar), 30% dengan aktivitas
sedang (kerja rumah tangga, bersepeda, bowling, jalan cepat, berkebun), dan
50% dengan aktivitas sangat berat (aerobik, bersepeda, memanjat, menari, lari).
4. Berat Badan
1) Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat
kegemukan
2) Bila kurus, ada stres misalnya infeksi, hamil atau menyusui ditambah
sekitar 20-30% sesuai kebutuhan untuk meningkatkan BB
3) Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling
sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari
untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi di atas dibagi dalam
3 porsi utama untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3
porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya (Krisnatuti, 2008).
II.1.3.4 Daftar makanan penukar
Daftar Makanan Penukar (BMP) adalah penggolongan bahan makanan
berdasar nilai gizi yang setara untuk perencanaan makan. Seperti diketahui
perencanaan makan pasien didasarkan pada kebutuhan kalori sehari dari pasien
tersebut. Untuk mempermudah dalam penyuluhan gizi kepada pasien, kebutuhan
makana diberikan dalam ukuran penukar (P). Berdasarkan Daftar Bahan Makanan
Penukar dapat dengan mudah disusun menu makanan sehari-hari yang bervariasi
(Sukadji, 2007 dan Krisnatuti, 2008).
II.1.3.4.1 Sumber Karbohidrat
1 Satuan penukar = 175 kalori (4 g protein, 40 g karbohidrat)
Tabel 3. Bahan makanan sumber karbohidrat (Diah Krisnatuti, 2008)
Bahan Makanan URT Berat (g)Bihun ½ gls 50Havermout 3 sdm 45Kentang 2 biji sdg 200Mie kering 1 gls rebus 50Nasi ¾ gls 100Roti putih 1 ptg sdg 80Tepung terigu 5 sdm 50Singkong 1 ptg sdg 100Ubi 1 biji sdg 150Talas ½ biji sdg 200Nasi tim 1 gls 200
II.1.3.4.2 Sumber Protein Hewani (Sukardji, 2007)
1. Rendah Lemak
1 satuan penukar = 50 kalori (7 g protein, 2 g lemak)
Tabel 4. Bahan makanan sumber protein hewani rendah lemak
Bahan Makanan URT Berat (g)Ayam tanpa kulit 1 ptg sdg 40Daging kerbau 1 ptg sdg 35Ikan segar 1 ptg sdg 40Ikan asin 1 ptg sdg 15Udang segar 5ekor sdg 35
2. Lemak Sedang
1 satuan penukar = 75 kalori ( 7 g protein, 5 g lemak)
Tabel 5. Bahan makanan sumber protein hewani lemak sedang
Bahan Makanan URT Berat (g)Daging kambing 1 ptg sdg 40Daging sapi 1 ptg sdg 35Hati ayam 1 bh sdg 30Otak 1 ptg bsr 60Telur ayam negeri 1 btr 55Telur ayam kampung 2 btr kcl 60
3. Tinggi lemak
1 satuan penukar = 150 kalori (7 g protein, 13 g lemak)
Tabel 6. Bahan makanan sumber protein hewani tinggi lemak
Bahan Makanan URT Berat (g)Bebek 1 ptg sdg 45Ayam dengan kulit 1 ptg sdg 55Daging babi 1 ptg sdg 50Sosis ½ ptg sdg 50
II.1.3.4.3 Sumber Protein Nabati (Sukardji, 2007)
1 satuan penukar = 75 kalori (5 g protein, 3 g lemak, 7 g karbohidrat)
Tabel 7. Bahan makanan sumber protein nabati
Bahan Makanan URT Berat (g)Kacang hijau 2 sdm 20Kacang merah segar 2 sdm 20Kacang tanah 2 sdm 15Tahu 1 bj bsr 110Tempe 1 ptg sdg 50Oncom 2 ptg sdg 50
II.1.3.4.4 Sayuran (Krisnatuti, 2008)
1. Sayuran tipe A
Bebas dimakan, tanpa diperhitungkan beratnya, asal dalam jumlah yang wajar.
Tabel 8. Bahan makanan sayuran tipe A
Sayuran Tipe A
Rebung Cabai hijau besar Mentimun
Kecipir Daun kacang panjang Sawi Jamur segar Daun labu siam Labu air
Seledri Terung Pepaya muda
Tomat Kangkung Kol/kubis
2. Sayuran tipe B
1 satuan penukar = 50 kalori (3 g protein, 10 g karbohidrat)
Tabel 9. Bahan makanan sayuran tipe B
Sayuran Tipe BBayam Buncis WortelDaun melinjo Daun pepaya Labu siamJantung pisang Daun ubi jalar Daun singkongJagung muda Kacang panjang Pare
II.1.3.4.5 Buah-buahan (Sukardji, 2007)
1. Buah golongan 1 (sebaiknya buah golongan 1 dan pisang raja, pisang emas,
serta pisang tanduk tidak di konsumsi karena energinya tinggi).
Tabel 10. Bahan makanan sumber buah-buahan golongan 1
Buah URT Berat (g)Mangga ½ bh sdg 50Nangka masak 2 biji 50Rambutan 8 biji 75Sawo 1 bh sdg 50Sirsak ½ gls 50Anggur 10 buah 75Duku 15 bh bsr 75Jeruk manis 2 bh sdg 100
2. Buah golongan 2
Tabel 11. Bahan makanan sumber buah-buahan golongan 2
Buah URT Berat (g)Jambu air 2 bh sdg 100
Pepaya 1 ptg 100Semangka 1 ptg bsr 150
Apel ½ bh sdg 75Belimbing 1 bh bsr 125Bengkuang 1 bh bsr 75
Melon 1ptg bsr 190
II.1.3.4.6 Susu (Krisnatuti, 2008)
Susu sebanyak 200 g mengandung 110 kalori yang terdiri dari 7 g protein,
dan 7 g lemak. Pengganti 200 gr susu adalah sebagai berikut :
Tabel 12. Bahan makanan sumber susu
Jenis URT Berat (g)Susu kental tidak bergula 1 gls 100Tepung susu penuh 4 sdm 25Tepung susu skim 4 sdm 20Tepung susu sari kedelai 4 sdm 25
II.1.3.4.7 Minyak (Krisnatuti, 2008)
Minyak seberat 5 gr mengandung 45 kalori yang terdiri dari lemak 5 gr.
Bagi penderita diabetes, penggunaan minyak kelapa dan margarin dibatasi. Daftar
di bawah ini menunjukkan jumlah bahan makanan yang dapat digunakan untuk
pengganti 5 gr minyak
Tabel 13. Bahan makanan sumber minyak
Jenis URT Berat (g)Margarin ½ sdm 5Mentega ½ sdm 5Kelapa 1 ptg kecil 30Kelapa parut 5 sdm 30Kelapa santan ¼ gls 50Lemak sapi 1 ptg kecil 5
Tabel 14. Jumlah bahan makanan sehari menurut standar diet diabetes melitus dalam satuan penukar (1) (Almatzier, 2005).
Golongan bahan makanan
Standar Diet
1100kkal
1300Kkal
1500Kkal
1700Kkal
1900kkal
2100kkal
2300kkal
2500Kkal
Nasi/ penukar 2 ½ 3 4 5 5 ½ 6 7 7 ½Ikan/ penukar 2 2 2 2 2 2 2 2Daging/penukar 1 1 1 1 1 1 1 1Tempe/penukar 2 2 2 ½ 2 ½ 3 3 3 5Sayuran penukar A 2 2 2 2 2 2 2 2Sayuran penukar B S S S S S S S SBuah/penukar 4 4 4 4 4 4 4 4Susu/penukar - - - - - - 1 1Minyak/penukar 3 4 4 4 6 7 7 7
II.1.3.5 Bahan makanan yang dianjurkan (Almatzier, 2005)
1. Sumber karbohidrat kompleks. Jenis pangan sumber karbohidrat kompleks di
antaranya nasi, kentang, singkong, ubi, sagu, roti, mie. Semakin utuh suatu
bahan dan tinggi kandungan seratnya, semakin pelan dalam menaikkan kadar
gula darah. Bahan pangan yang rendah dalam menaikkan kadar glukosa darah
tersebut mempunyai indeks glikemik rendah. Oleh karena itu, penderita DM
sangat dianjurkan mengkonsumsi sumber karbohidrat yang masih utuh atau
pangan yang mepunyai indeks glikemik rendah.
2. Sumber protein rendah lemak. Jenis pangan sumber protein rendah lemak,
diantaranya ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu, dan kacang-
kacangan.
3. Sumber lemak dalam jumlah terbatas. Sumber lemak dalam jumlah terbatas
dapat diperoleh dari pangan yang diolah dengan cara dipanggang, dikukus,
disetup, direbus, dan dibakar.
II.1.3.6 Bahan makanan yang harus dibatasi atau dihindari (Almatzier, 2005)
1. Mengandung banyak gula sederhana. Contohnya gula pasir, gula jawa, sirup,
selai, jeli, buah yang diawetkan, susu kental manis, minuman botol ringan, es
krim.
2. Kue-kue manis, dodol, cake, dan tart.
3. Mengandung banyak lemak, seperti cake, makan siap saji, dan goreng-
gorengan.
4. Mengandung banyak natrium, seperti ikan asin, telur asin, makanan yang
diawetkan, makanan yang banyak mengandung MSG.
Diabetisi harus dapat melakukan perubahan pola makan ini secara
konsisten dengan makan teratur (makan pagi, makan siang, makan malam dan
snack antara makan) akan mengakibatkan glukosa darah turun sebelum makan
berikutnya. Para penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makan dengan prinsip 3J yaitu tepat jumlah dan jenis bahan makanan, serta tepat
jadwal makan (Soedgondo, Rubianto, dkk, 2006 dan Sukardji, 2007).
Untuk menigkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan sesuai kebiasaan. Susunan menu bagi pasien diabetes melitus sebaiknya
memberikan penampilan yang menarik dan memenuhi citra rasa di samping
memenuhi kebutuhan gizi dan disusun bervariasi dengan tujuan agar tidak
membosankan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola
pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya (Rahimy, 2007).
II.1.3.7 Hasil yang diinginkan Terapi Gizi Medis untuk pasien DM tipe 2.
Sasaran terapi yaitu diabetes yang terkendali baik, dilihat dari kadar
glukosa darah, kadar lipid, dan HbA1C.
Tabel 15. Kriteria pengendalian DM ( Soegondo, Rubianto, dkk, 2006)
Baik Sedang BurukGlukosa darah puasa
(mg/dl)80-<100 100-125 ≥ 126
Glukosa darah 2 jam (mg/dl)
80-144 145-179 ≥ 180
HbA1c (%) <6,5 6,5-8 > 8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 ≥240Kolesterol LDL (mg/dl) <100 100-129 ≥130Kolesterol HDL (mg/dl) Pria : > 40
Wanita : > 50Trigliserida (mg/dl) <150 150-199 ≥200
IMT (kg/m2) 18,5-<23 23-25 >25Tekanan darah (mg/dl) ≤ 130/80 >130-140/
> 80-90> 140/90