46
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Nutrien (zat gizi) Ilmu gizi (Nutrition Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Kata gizi berasal dari bahasa arab ghidza, yang berarti “makanan”. Di satu sisi ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh manusia (Almatsier, 2001) Nutrien atau zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan yang diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi, mengganti jaringan yang rusak serta memproduksi substansi tertentu misalnya enzim, hormon, dan antibodi. Nutrien dapat dibagi menjadi kelompok makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein merupakan zat gizi utama yang berfungsi sebagai sumber energi, dan kelompok mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono, 2006). II.1.1.1 Karbohidrat II.1.1.1.1 Jenis karbohidrat

BAB II teori dm

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II teori dm

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Tinjauan Pustaka

II.1.1 Nutrien (zat gizi)

Ilmu gizi (Nutrition Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu

tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Kata gizi berasal

dari bahasa arab ghidza, yang berarti “makanan”. Di satu sisi ilmu gizi berkaitan

dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh manusia (Almatsier, 2001)

Nutrien atau zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan

yang diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan

energi, mengganti jaringan yang rusak serta memproduksi substansi tertentu

misalnya enzim, hormon, dan antibodi. Nutrien dapat dibagi menjadi kelompok

makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein merupakan zat gizi

utama yang berfungsi sebagai sumber energi, dan kelompok mikronutrien yang

terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono, 2006).

II.1.1.1 Karbohidrat

II.1.1.1.1 Jenis karbohidrat

Jenis karbohidrat dalam makanan dikelompokkan menjadi (Yuniastuti,

2008 & Dept.Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008) :

1. Monosakarida, dalam bahan makanan hanya tiga jenis monosakarida yang

mempunyai arti gizi yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Glukosa dinamakan

juga dekstrose/gula anggur, terdapat luas di alam dalam jumlah sedikit, yaitu di

dalam sayur, buah, sirup jagung, sari pohon dan madu. Fruktosa (gula buah)

atau levulosa adalah gula paling manis, terutama terdapat dalam madu bersama

glukosa, dalam buah, dan sayur. Karena fruktosa tidak langsung menaikkan

kadar glukosa di dalam darah, fruktosa dimanfaatkan pula sebagai gula diet

atau gula pengganti bagi penyandang diabetes (Hartono, 2006 dan Barasi,

Page 2: BAB II teori dm

2007). Galaktosa, tidak terdapat bebas di alam seperti glukosa dan fruktosa,

akan tetapi terdapat dalam tubuh sebagai hasil pencernaan laktosa.

2. Disakarida, yaitu sukrosa atau sakarosa, maltosa, dan laktosa. Sukrosa

dinamakan juga gula tebu atau gula bit. 99% kandungan gula pasir adalah

sukrosa melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Gula merah dibuat dari

tebu, kelapa melalui proses penyulingan tidak sempurna. Maltosa (gula malt)

tidak terdapat bebas di alam. Maltosa terbentuk dari setiap pemecahan pati,

seperti yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan bila benih atau biji berkecambah

dan di dalam usus manusia pada pencernaan pati. Laktosa (gula susu) hanya

terdapat dalam susu.

3. Polisakarida dibentuk lewat penggabungan lebih dari 10 molekul

monosakarida. Salah satu contoh polisakarida yang paling penting dalam gizi

manusia adalah pati (starch). Ada dua jenis pati yaitu amilosa dan amilopektin.

Kedua jenis pati ini banyak terdapat dalam biji-bijian, padi-padian, buah-buah

yang belum masak dan umbi-umbian seperti kentang, ubi, ketela serta talas.

Polisakarida juga mengandung serat pangan seperti pektin dan selulosa

sehingga jenis karbohidrat ini dinamakan pula karbohidrat kompleks. Pada

pasien diabetes dan obesitas, pengendalian asupan glukosa umumnya

dilakukan dengan menganjurkan konsumsi lebih banyak karbohidrat kompleks.

Unsur serat dalam karbohidrat kompleks akan menghambat penyerapan

glukosa, manosakarida dan nutrien elemental lainnya seperti asam lemak bebas

dan kolesterol (Hartono, 2006).

II.1.1.1.2 Sumber Karbohidrat

Secara umum sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia (padi,

jagung, gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang, sagu, talas, kacang-

kacang kering (kacang kedelai, kacang merah, kacang hijau), dan gula. Hasil

olahan bahan ini adalah pasta (mie, makaroni, bihun) roti, tepung-tepungan

(tepung terigu, tepung beras), selai, sirup dan sebagainya. Sebagian besar sayur

dan buah tidak banyak mengandung karbohidrat. Sayur umbi-umbian, seperti

wortel dan bit serta kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung

karbohidrat daripada sayur daun-daunan. Sumber karbohidrat yang banyak

Page 3: BAB II teori dm

dimakan sebagai makanan pokok di Indonesia adalah beras, jagung, ubi,

singkong, talas, dan sagu (Yuniastuti, 2008 dan Dept. Gizi dan Kesehatan

Masyarakat, 2008).

II.1.1.1.3 Fungsi Karbohidrat (Yuniastuti, 2008)

1. Sumber energi, menyediakan energi bagi tubuh, 1 gram karbohidrat (4 kkal)

2. Pemberi rasa manis pada makanan, khususnya monosakarida dan disakarida

3. Penghemat protein, apabila karbohidrat makanan mencukupi, protein terutama

digunakan sebagai zat pembangun

4. Pengatur metabolisme lemak

5. Memberi volume pada isi usus dan melancarkan peristaltik usus sehingga

membantu pengeluaran feses

Metabolisme karbohidrat yang menghasilkan energi berlangsung di bawah

kendali hormon insulin dan glukagon yang diproduksi oleh pulau-pulau

langerhans (endokrin pankreas). Ketika asupan karbohidrat dari makanan tidak

mencukupi misalnya dalam keadaan puasa, atau ketika kebutuhan karbohidrat

melebihi asupannya misalnya pada saat berolahraga atau bekerja keras simpanan

glikogen akan diubah menjadi glukosa untuk menghasilkan energi proses ini

dinamakan glukogenesis dengan bantuan hormon glukagon dan simpanan lemak

melalui proses lipolisis. Sebaliknya ketika asupan karbohidrat melebihi kebutuhan

tubuh, karbohidrat akan diubah menjadi simpanan glikogen dinamakan

glikogenesis dengan bantuan hormon insulin (Hartono 2006).

II.1.1.2 Lemak

Lemak merupakan makronutrien penting yang menempati urutan kedua

sesudah karbohidrat sebagai bahan bakar untuk memberikan energi kepada sel-sel

tubuh (1 gram lemak memberikan 9 kkal atau sekitar 36 kj) (Hartono,2006 dan

Barasi, 2007).

Page 4: BAB II teori dm

II.1.1.2.1 Jenis lemak

Jenis lemak yang terdapat pada bahan pangan dan dapat digunakan tubuh

manusia, yaitu trigliserida, asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh, fosfolipid,

dan kolesterol (Yuniastuti, 2008 dan Dept. Gizi & Kesehatan Masyarakat, 2008).

1. Trigliserida, banyak ditemukan pada pangan hewani (daging, ikan, kerang,

telur, susu) maupun pangan nabati (serelia, kacang-kacangan, sayuran), dengan

struktur meliputi satu molekul gliserol dan tiga buah molekul asam lemak.

2. Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid-SAFA), yaitu lemak yang tidak dapat

mengikat hidrogen lagi, banyak ditemukan pada lemak hewani (daging sapi,

daging ayam, daging babi, keju, mentega, minyak kelapa, coklat, krim susu).

3. Asam lemak tidak jenuh, yang mempunyai satu titik terbuka untuk mengikat

hidrogen disebut asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid-

MUFA), banyak ditemukan dalam minyak zaitun, minyak kedelai, minyak

kacang atau tanah, minyak biji kapas. Asam lemak tak jenuh ganda

(Poliunsaturated Faty Acid-PUFA) yaitu mempunyai beberapa titik terbuka

untuk mengikat hidrogen, terdapat banyak dalam minyak biji bunga matahari,

minyak jagung, minyak kedelai, minyak ikan, minyak sayuran.

4. Fosfolipid memiliki banyak fungsi yang vital dalam tubuh dan fosfolipid lebih

memberikan keuntungan daripada kerugian bagi tubuh. Senyawa ini menjaga

agar lemak selalu tersuspensi di dalam plasma darah dan cairan tubuh lainnya,

sebagai komponen membran sel, transpor melalui membran, serta sintesis

hormon dan asam empedu (Hartono, 2006 dan Barasi, 2007).

5. Kolesterol, semacam lemak dengan struktur cincin yang kompleks yang

disebut sterol. Kolesterol hanya ditemukan dalam jaringan hewan seperti telur,

daging, lemak susu.

II.1.1.2.2 Sumber lemak

Minyak tumbuh-tumbuhan yaitu minyak kelapa, minyak sawit, minyak

kacang tanah, minyak kedelai, minyak jagung, margarin, dsb. Lemak hewani

(lemak sapi, lemak ayam, lemak babi, mentega, minyak ikan). Sumber lemak

lainnya adalah kacang-kacangan (kacang mete), biji-bijian, krim, susu, keju, dan

Page 5: BAB II teori dm

kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak (Yuniastuti,

2008)

II.1.1.2.3 Fungsi lemak yang terdapat dalam bahan pangan (Yuniastuti, 2008) :

1. Sumber energi, tiap gram lemak mengandung 9-9,3 kkal/gr

2. Menghemat protein

3. Membuat rasa kenyang lebih lama

4. Pemberi citra rasa makanan

5. Memberi zat gizi lain yang dibutuhkan tubuh

II.1.1.3 Protein

Protein terbentuk dari asam-asam amino yang dirangkaikan oleh ikatan

peptida. Satu gram protein akan menghasilkan 4 kkal atau 16 kJ bila dioksidasi

sebagai bahan bakar (Hartono, 2006 dan Barasi, 2007)

II.1.1.3.1 Jenis Protein

Ada delapan jenis asam amino esensial yang harus ada dalam makanan

untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan penggantian jaringan yang rusak.

Kedelapan asam amino tersebut adalah fenil, alanin, valin, treonin, metionin,

triptofan, isoleusin, leusin, dan lisin. Sementara asam-asam amino lainnya seperti

glutamin, glutation, asam glutamat, arginin dan sebagainya merupakan asam

amino nonesensial yang dapat dibuat dalam tubuh sendiri (Hartono, 2006).

II.1.1.3.2 Sumber Protein

Pangan sumber protein hewani adalah daging ayam, sapi, ikan, telur,

susu serta produk olahannya. Pangan nabati yang banyak mengandung protein

adalah kedelai, kacang tanah, kacang hijau, termasuk juga olahannya tempe, tahu

dan oncom. Sebagian kecil protein terdapat dalam sayuran dan buah-buahan.

Page 6: BAB II teori dm

II.1.1.3.3 Fungsi Protein

Fungsi protein adalah membangun jaringan tubuh yang baru, memperbaiki

jaringan tubuh, menghasilkan senyawa esensial, mengatur tekanan osmotik,

mengatur keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa; menghasilkan

pertahanan tubuh, menghasilkan mekanisme transportasi, menghasilkan energi,

jika asupan karbohidrat serta lemak sebagai sumber energi tidak mencukupi dan

asam amino esensial untuk sintesis protein tidak terdapat.

II.1.2 Diabetes melitus

II.1.2.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus

merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas

dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema

anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana

didapat defisiensi absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Soegondo,

Rubianto, dkk, 2006).

II.1.2.2 Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut ADA 2005 (Gustaviani, 2006) :

Tabel 1. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA 2005)

1. Diabetes Melitus Tipe 1

(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

1) Autoimun

2) Idiopatik

2. Diabetes Melitus Tipe 2

(bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin).

Page 7: BAB II teori dm

3. Diabetes Melitus Tipe Lain

1) Defek genetik fungsi sel beta

Kromosom 12, HNF-1α (dahulu MODY 3)

Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

Kromosom 13, insulin promote factor-I

(IPF-1,dahulu MODY 4)

Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)

Kromosom 2, NeuroD1 (dahulu MODY 6)

DNA mitokondria

Lainnya

2) Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, Leprechaunism,

sindrom Rabson Medenhall, diabetes lipoatrofik

3) Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatektomi,

neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro

kalkulus, lainnya.

4) Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,

hipertiroidisme, somastatinoma, aldosteronoma, lainnya.

5) Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,

glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis β adrenergik, tiazid,

dilantin, interferon alfa, lainnya.

6) Infeksi : rubella kongenital, CMV, lainnya

7) Imunologi (jarang) : sindrom “stiff-man”, antibodi anti reseptor insulin,

lainnya.

8) Sindroma genetika lain : Sindrom Down, Sindrom Kleinefelter, Sindrom

Wolfram’s, ataksia Frederich’s chorea Hungtington, Sindrom Laurence-

Moon-Biedl, distorfi miotonik, porfiria, Sindrom Prade Wili, lainnya.

4. Diabetes Kehamilan

Page 8: BAB II teori dm

II.1.2.3 Epidemiologi

Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari

orang dewasa. Angka ini merupakan baku emas untuk membandingkan kekerapan

diabetes antara kelompok etnik di seluruh dunia, hingga dengan demikian kita

dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau kelompok etnik tertentu

dengan kelompok etnik kulit putih pada umumnya, misalnya di negara-negara

berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya sangat menonjol, seperti di

Singapura, kekerapan diabetes sangat meningkat dibanding dengan 10 tahun lalu.

Demikian pula pada beberapa kelompok etnik di berbagai negara yang mengalami

perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena

memang mereka lebih makmur. Kekerapan diabetes dapat mencapai 35%

misalnya beberapa bangsa Mikronesia dan Polinesia di Pasifik, India Pima di AS,

orang Meksiko yang ada di AS, bangsa Creole di Mauritius dan Suriname

penduduk asli Australia dan imigran India di Asia. Prevalensi tinggi juga

ditemukan di Malta, Arab Saudi, Indian, Canada, dan Cina di Mauritius,

Singapura dan Taiwan. Di Indonesia menurut penelitian epidemiologi yang

sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia berkisar 1,4-1,6%, kecuali di dua

tempat, yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang 2,3% dan di Manado 6%.

Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di

daerah urban, yaitu di Kelurahan Kayu Putih adalah 5,9%. Di daerah rural

dilakukan oleh Augusta Arifindi suatu daerah di Jawa Barat tahun 1995. Angka

itu hanya 1,1%. Disini jelas ada perbedaan di daerah urban dan rural. Hal ini

menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di Jawa

Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah urban dan 1,47% di daerah

rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait

Malnutrisi (DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes tipe lain di daerah rural

di Jawa Timur, yaitu sekitar 21,2% dari seluruh diabetes di daerah itu. Penelitian

terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM

Tipe 2 sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di

Makasar prevalensi diabetes terakhir tahun 2005 yang mencapai 12,5% (Suyono,

2006).

Page 9: BAB II teori dm

II.1.2.4 Etiologi

Faktor resiko DM tipe 2 yaitu (Khardori, 2011) :

1. Umur lebih dari 45 tahun

2. Obesitas

3. Riwayat keluarga dengan DM tipe 2

4. Kolesterol darah tinggi

5. Riwayat DM gestasional

6. Riwayat melahirkan bayi dengan BB > 4000 gram

7. Riwayat hipertensi

II.1.2.5 Patofisiologi

Seperti suatu mesin, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru

dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga memerlukan energi

supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Pada manusia bahan bakar itu

berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, yang terdiri dari

karbohidrat (gula dan tepung-tepungan), protein (asam amino) dan lemak (asam

lemak) (Syahbudin, 2007).

Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan

selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi

bahan dasar makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam

amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh

usus kemudian masuk ke pembuluh darah dan di edarkan ke seluruh tubuh untuk

dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Agar dapat

berfungsi sebagai bahan bakar, makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel. Di

dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang

rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut

metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran sangat

penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya digunakan

sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan

oleh sel beta di pankreas (Syahbudin, 2007).

Page 10: BAB II teori dm

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin

kelenjar menghasilkan sekret yang mengandung enzim-enzim yang dapat

menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat. Bagian endokrin kelenjar yaitu

pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang

mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat (Richard S Snell,

2006). Pankreas mempunyai 1 sampai 2 juta pulau Langerhans, setiap pulau

Langerhans hanya berdiameter 0,3 milimeter. Pulau Langerhans mengandung tiga

jenis sel utama, yakni sel beta, yang mencakup kira-kira 60 persen dari semua sel,

tempat sintesis dan sekresi insulin. Sel alfa, yang mencakup kira-kira 25 persen

dari seluruh sel, mensekresikan glukagon. Dan sel delta, yang mencakup 10

persen dari seluruh sel, mensekresikan somatostatin. Selain itu, paling sedikit

jumlahnya yaitu sel PP yang mensekresikan polipeptida pankreas (Andrianto,

2001).

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,

dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada

rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam

darah sesuai kebutuhan regulasi glukosa darah (Manaf, 2007).

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (prekursor hormon

insulin) pada retikulum endoplasma kasar sel beta. Dengan bantuan enzim

peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin,

yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles)

dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai

menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap disekresikan

secara bersamaan melalui membran sel (Manaf, 2007).

Mekanisme di atas secara fisiologis, diperlukan bagi berlangsungnya

proses metabolisme glukosa. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan

komponen utama yang memberikan rangsangan terhadap sel beta memproduksi

insulin, meskipun beberapa jenis asam amino, obat-obatan juga memliki efek

yang sama (Sheerwood, 2001).

Page 11: BAB II teori dm

Kontrol utama sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif langsung

antara sel β pankreas dan konsentrasi glukosa dalam darah yang mengalir ke sel-

sel tersebut. Ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah molekul

glukosa memberikan rangsangan pada sel beta pankreas. Pertama, proses untuk

dapat melewati membran sel yang membutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose

transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai

sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai

“kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam sel jaringan tubuh.

Glucose transporter 2 (GLUT2) yang terdapat pada sel beta misalnya, diperlukan

dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam

sel. Proses ini merupakan langkah penting, agar selanjutnya di dalam sel, molekul

glukosa tersebut dapat mengalami proses glikolisis dan fosforilasi yang akan

membebaskan ATP (Adenosin Tri Posfat). Molekul ATP yang terbebas tersebut,

dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K channel yang terdapat pada

membran sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan

depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca

channel. Kemudian inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga

meningkatkan kadar ion Ca intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi

insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat

dijelaskan (Manaf, 2007).

Gambar 1. Sekresi insulin (Beta cell Biology Consortisium, 2002-2011)

Page 12: BAB II teori dm

Selain konsentrasi glukosa dalam darah, berbagai masukan seperti

peningkatan kadar asam amino dalam darah dan jumlah hormon pencernaan

(glukagon, sekretin, gastrin, peptida pelepas insulin dependen glukosa (GIP), dan

kolesistokinin (CCK) serta somatotropin juga berperan dalam mengatur sekresi

insulin (Manaf, 2007).

Gambar 2. Faktor yang mengontrol sekresi insulin (Sheerwood, 2001)

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan

tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk

biphasic. Insulin yang dihasilkan, berfungsi menjaga regulasi glukosa darah agar

selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat

beban. Kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut,

Hormon pencernaan

Asupan makanan

Stimulasi parasimpatis

Konsentrasi glukosa darah

Kontrol utama

Konsentrasi asam amino darah

Sel-sel β pulau langerhans

Stimulasi simpatis (dan

epinefrin)

Sekresi insulin

Glukosa darah

Asam lemak darah

Asam amino darah

sintesis protein

penyimpanan bahan bakar

++

+

+

_

Page 13: BAB II teori dm

menjaga kadar glukosa darah normal, sekaligus mencerminkan metabolisme

glukosa yang fisiologis (Manaf, 2007).

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi

insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat

dan berakhir cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif

tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa

darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang

baik amat penting dalam metabolisme glukosa karena akan sangat menentukan

bagi terjadinya peningkatan kadar glukosa darah pascaprandial (postprandial

spike) (Manaf, 2007).

Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (latent

phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan

dalam waktu yang relatif lebih lama, puncaknya (secara kuantitatif) akan

ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah diakhir fase 1. Jadi, terjadi

semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1

sebelumnya, dimana peningkatan produksi insulin fase 2 dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan tubuh agar glukosa darah (pascaprandial) tetap dalam batas-

batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan

banyak dipengaruhi oleh fase 1 (Sheerwood, 2001 dan Manaf, 2007).

Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein, terutama menyangkut metabolisme karbohidrat. Hormon ini berfungsi

dalam proses utilisasi glukosa pada hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada

otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak,

insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin reseptor substrate = IRS) yang

terdapat pada membran sel. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan

semacam signal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme sel otot dan

lemak, dengan mekanisme yang belum jelas. Beberapa hal telah diketahui,

diantaranya meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) pada

membran sel, karena proses translokasi GLUT-4 dari dalam sel diaktivasi oleh

adanya tranduksi signal (Sheerwood, 2001 dan Manaf, 2007).

Page 14: BAB II teori dm

Gambar 3. Insulin berikatan dengan reseptor insulin menginduksi kaskade sinyal transduksi transporter glukosa (GLUT4) untuk transportasi glukosa ke dalam sel (Beta cell Biology Consortium 2002-2011)

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan

metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar. Untuk

mendapatkan metabolisme diperlukan mekanisme sekresi insulin serta aksi insulin

berlangsung normal, dimana aksi insulin dengan reseptor akan memberikan signal

kepada GLUT-2 yang berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati

membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam

mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa,

lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal

dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses

ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon

insulin. Manakala jaringan (hepar) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi

hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan

menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin

rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan

glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar ( Manaf,

2007).

Page 15: BAB II teori dm

Gambar 4. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2 (Khardori, et.all, 2011)

Apabila ada gangguan pada mekanisme kerja insulin, menimbulkan

hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara

klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai diabetes melitus. Khususnya pada

diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin berupa disfungsi

sel β pankreas, kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi

insulin), disertai oleh faktor lingkungan (environment) (Manaf, 2007).

Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam

pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh

berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif

terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik (resistensi

insulin). Reseptor insulin diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam

sel. Pada keadaan DM tipe 2 lubang kuncinya kurang sehingga meskipun anak

kuncinya banyak, tetapi karena lubang kuncinya sel sedikit sehingga kekurangan

bahan bakar dan kadar glukosa darah meningkat. Pada DM tipe 2 juga bisa

ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik

sehingga gagal membawa gula darah masuk ke dalam sel, sehingga jaringan tubuh

tidak dapat bekerja efektif (Subekti, 2005).

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada

dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak

sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan

Page 16: BAB II teori dm

dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah

hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah

segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum) (Manaf, 2007).

Tidak adekuatnya fase 1, kemudian memberikan dampak peningkatan

kinerja fase 2 sekresi insulin, dapat terdekteksi pada Tes Toleransi Glukosa Oral

(TTGO). Dalam hal ini TTGO mulai memperlihatkan kecenderungan peningkatan

kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Hal ini merupakan cerminan

dari ketidakberhasilan sekresi insulin fase 1 dalam meredam HAP. Meskipun pada

mulanya ada upaya berupa peningkatan sekresi fase 2, namun secara lambat laun

keadaan normoglikemia tidak dapat dipertahankan. Pada satu waktu akan muncul

keadaan atau fase dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) yang disebut

juga prediabetes (kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa 140-199

mg/dl). Secara etiologi, Hiperglikemia akut pasca prandial (HAP) terjadi tidak

hanya disebabkan oleh inadekuatnya sekresi insulin fase 1 atau gangguan sekresi

insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons

jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin) diduga karena faktor genetik

yaitu gen diabetogenik TCF7L2. Namun demikian, pada tahap dini perjalanan

penyakit tingginya kadar glukosa darah tersebut lebih dominan diakibatkan oleh

gangguan fase 1 sekresi insulin (Manaf, 2007).

Pada tahap awal terjadi peningkatan kadar glukosa darah yang diakibatkan

oleh inadekuat sekresi insulin fase 1, sel beta pankreas masih dapat

mengkompensasi dengan meningkatkan sekresi insulin fase 2. Namun, lama

kelamaan sel beta kelelahan memproduksi insulin (exhaustation) disebut tahap

dekompensasi sehingga terjadi defisiensi insulin secara absolut. Hal ini

menyebabkan metabolisme glukosa semakin buruk karena peningkatan kadar

glukosa darah (hiperglikemia) tidak hanya karena resistensi insulin, tetapi disertai

pula oleh kadar insulin yang telah begitu rendahnya. Resistensi insulin yang mulai

menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi fase TGT menjadi DM

tipe 2 (Sheerwood, 2001).

Page 17: BAB II teori dm

Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas,

tetapi faktor-faktor di bawah ini banyak berperan (Suyono, 2007):

1. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)

2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

3. Kurang gerak badan (aktivitas fisik yang kurang)

4. Faktor keturunan (herediter)

5. Usia lanjut (umumnya timbul setelah berumur 40 tahun)

II.1.2.6 Manifestasi klinis (Zieve, 2010) :

1. Peningkatan pengeluaran urine (poliuria)

2. Timbul rasa haus (polidipsia)

3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia)

4. Pasien mengeluh lelah (fatigue) dan mengantuk

Gejala diabetes lainnya yang timbul, di antaranya pandangan kabur,

pusing, mual, dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olahraga.

II.1.2.7 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara

enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Berbagai keluhan dapat ditemukan

pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila

terdapat keluhan klasik DM seperti berikut ini (Soegondo, Rudianto, dkk, 2006):

1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat beripa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Page 18: BAB II teori dm

Kriteria diagnosis (American Diabetes Association) untuk diabetes melitus

tipe 2 (Diabetes Care, 2007):

1. Jika keluhan klasik ditemukan (poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan

berat badan) dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl (11,1

mmol/l).

2. Jika keluhan klasik ditemukan dan pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126

mg/dl (7 mmol/L) pada sekurang-kurangnya dua kali kesempatan. Puasa

diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral

(TTGO) ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) dilakukan dengan standar WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang

dilarutkan ke dalam air.

II.1.2.8 Pemeriksaan penyaring

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko

tinggi untuk diabetes melitus namun tidak menunjukkan adanya gejala DM.

Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT

(Toleransi Glukosa Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa

Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasein TGT dan

GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara

menuju DM (Soegondo, Rubianto, dkk, 2006).

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksan glukosa darah

sewaktu, kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring

ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan

glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar

( Soegondo, Rudianto, dkk, 2006).

Page 19: BAB II teori dm

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) (S Soegondo, A Rudianto, dkk, 2008).

Bukan DM

Belumpasti DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu

(mg/dl)

Plasma vena <100 100-199 ≥200

Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa

(mg/dl)

Plasma vena <100 100-125 ≥126

Darah kapiler <90 90-99 ≥100

Bagi mereka yang berusia > 45 tahun, tanpa faktor resiko lain, jika hasil

pemeriksaan normal ulangi tes penyaring setiap 3 tahun. Untuk kelompok resiko

tinggi diabetes yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap

tahun (Soegondo, 2006 dan CDC, 2010).

II.1.2.9 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup

penyandang diabetes (Soegondo, Rudianto, dkk, 2006).

1. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa

nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

2. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulih

mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan

adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa

darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien

secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku

(Soegondo, Rudianto, dkk, 2006).

Page 20: BAB II teori dm

II.1.2.10 Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes

Pilar utama pengelolaan DM (Syahbudin, 2007 dan Soegondo, 2006) :

1. Penyuluhan (edukasi)

2. Perencanaan Makan (terapi gizi medis)

3. Latihan Jasmani

4. Obat berkhasiat hipoglikemik

II.1.3 Perencanaan Makan (Terapi gizi)

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang

sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes (diabetisi). Tujuan umum

terapi gizi medis ini adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan

pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan

kalori individu untuk mendapatkan kontrol metabolik yang baik dan beberapa

tambahan tujuan khusus yaitu (Sukardji, 2007 dan Soebardi, 2009) :

1. Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal

Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl

Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl

Kadar A1c < 7%

2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati normal

Kolesterol LDL < 100 mg/dl

Kolesterol HDL > 40 mg/dl

Trigliserida < 150 mg/dl

3. Mencapai dan mempertahankan berat badan agar selalu dalam batas-batas

yang memadai.

4. Tekanan darah < 130/80 mmHg

5. Mencegah dan menangani komplikasi akut orang dengan diabetes yang

menggunakan insulin seperti hipoglikemia, penyakit-penyakit jangka pendek,

masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani dan komplikasi kronik

diabetes seperti : penyakit ginjal, neuropati autonomik, hipertensi, dan

penyakit jantung.

Page 21: BAB II teori dm

6. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang

optimal.

Dalam merencanakan makan untuk pasien diabetes pertama-tama haruslah

dipikirkan secara matang apakah diet itu akan dipatuhi atau tidak. Jalan terbaik

untuk itu adalah kita harus membuat perencanaan makan yang cocok untuk tiap

pasien, kerjanya, latar belakang kulturnya, tingkat pendidikannya,

penghasilannya, dan lain –lain (Suyono, 2007).

II.1.3.1 Syarat Diet

Ada beberapa syarat umum yang harus dipenuhi sebelum melakukan

perubahan pola makan (penyusunan menu) diantaranya sebagai berikut

(Krisnatuti, 2008) :

1. Kebutuhan kalori disesuaikan dengan kelainan metabolik, umur, berat badan,

tinggi badan, aktivitas tubuh, status gizi, dan status kesehatan.

2. Perhatikan bila ada komplikasi pengaturan diet disesuaikan dengan komplikasi

3. Cukup protein, mineral, dan vitamin di dalam makanan.

Selain itu juga terdapat faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa

pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lain – lain (Suyono, 2007).

Petugas kesehatan harus dapat menentukan jumlah, komposisi dari makanan yang

akan di makan diabetisi (Soegondo, Rudianto, dkk, 2006).

II.1.3.2 Komponen gizi pada diabetes (Soegondo, Rudianto, dkk, 2006) :

II.1.3.2.1 Karbohidrat

1. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 60-70% total asupan energi.

2. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi

(banyak terdapat pada buah, sayuran, padi-padian dan produk sereal).

3. Konsumsi karbohidrat tinggi karbohidrat kompleks (padi-padian, umbi-

umbian, sagu dan lain-lain. Tepung-tepungan mempunyai kandungan kalori

lebih rendah, sehingga sangat baik untuk penyandang diabetes.

4. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

5. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari

Page 22: BAB II teori dm

II.1.3.2.2 Protein

1. Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi.

2. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu,

tempe.

3. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg

BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi 65% hendaknya bernilai biologik

tinggi.

II.1.3.2.3 Lemak

1. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

2. Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori.

3. Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

4. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak

jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole

milk).

5. Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari (Krisnatuti, 2008).

II.1.3.2.4 Serat

1. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan

mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta

sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,

serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

2. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25g/1000 kkal/hari dengan mengutamakan

serat larut air yang terdapat di dalam sayur dan buah.

II.1.3.2.5 Natrium

1. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran

untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7

gr (1sendok teh) garam dapur.

2. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.

Page 23: BAB II teori dm

3. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan

pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

II.1.3.2.6 Pemanis alternatif pada diabetes

1. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan tidak bergizi. Pemanis

bergizi (berkalori) yaitu gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain

isomalt, lactitol, maltitol, manitol, sorbitol, dan xylitol. Pemanis tidak bergizi

seperti sakarin dan aspartam.

2. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan

kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

3. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek

samping pada lemak darah.

4. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted

Daily Intake/ ADI) tidak > 5% dari total kalori (3-4 sendok makan) sehari,

misal pada bumbu masakan.

II.1.3.3 Menghitung kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan

penyandang diabetes. Diantaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan

kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi

bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,

dll (Sukardji, 2007).

Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus brocca yang

dimodifikasi adalah sebagai berikut (Soegondo, Rubianto, 2006) :

1. Berat Badan Ideal = 90% X (tinggi badan dalam cm- 100) X 1 kg.

2. Pada laki-laki dengan tinggi badan < 160 cm atau perempuan < 150 cm,

berlaku rumus : Berat Badan Ideal = (tinggi badan dalam cm – 100) X 1 kg

BB normal : BB ideal ± 10%

BB kurus : < BBI – 10%

BB gemuk : > BBI + 10%

Page 24: BAB II teori dm

II.1.3.3.1 Faktor- faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain (Soegondo, Rubianto, 2006) :

1. Jenis kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori

wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.

2. Umur

Untuk pasien diatas usia 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk

dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan

dikurangi 20%, di atas 70 tahun.

3. Fisik atau pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada keadaan

istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan (seperti mengendarai mobil,

memancing, kerja lab, kerja sekretaris, mengajar), 30% dengan aktivitas

sedang (kerja rumah tangga, bersepeda, bowling, jalan cepat, berkebun), dan

50% dengan aktivitas sangat berat (aerobik, bersepeda, memanjat, menari, lari).

4. Berat Badan

1) Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat

kegemukan

2) Bila kurus, ada stres misalnya infeksi, hamil atau menyusui ditambah

sekitar 20-30% sesuai kebutuhan untuk meningkatkan BB

3) Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling

sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari

untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi di atas dibagi dalam

3 porsi utama untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3

porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya (Krisnatuti, 2008).

Page 25: BAB II teori dm

II.1.3.4 Daftar makanan penukar

Daftar Makanan Penukar (BMP) adalah penggolongan bahan makanan

berdasar nilai gizi yang setara untuk perencanaan makan. Seperti diketahui

perencanaan makan pasien didasarkan pada kebutuhan kalori sehari dari pasien

tersebut. Untuk mempermudah dalam penyuluhan gizi kepada pasien, kebutuhan

makana diberikan dalam ukuran penukar (P). Berdasarkan Daftar Bahan Makanan

Penukar dapat dengan mudah disusun menu makanan sehari-hari yang bervariasi

(Sukadji, 2007 dan Krisnatuti, 2008).

II.1.3.4.1 Sumber Karbohidrat

1 Satuan penukar = 175 kalori (4 g protein, 40 g karbohidrat)

Tabel 3. Bahan makanan sumber karbohidrat (Diah Krisnatuti, 2008)

Bahan Makanan URT Berat (g)Bihun ½ gls 50Havermout 3 sdm 45Kentang 2 biji sdg 200Mie kering 1 gls rebus 50Nasi ¾ gls 100Roti putih 1 ptg sdg 80Tepung terigu 5 sdm 50Singkong 1 ptg sdg 100Ubi 1 biji sdg 150Talas ½ biji sdg 200Nasi tim 1 gls 200

II.1.3.4.2 Sumber Protein Hewani (Sukardji, 2007)

1. Rendah Lemak

1 satuan penukar = 50 kalori (7 g protein, 2 g lemak)

Tabel 4. Bahan makanan sumber protein hewani rendah lemak

Bahan Makanan URT Berat (g)Ayam tanpa kulit 1 ptg sdg 40Daging kerbau 1 ptg sdg 35Ikan segar 1 ptg sdg 40Ikan asin 1 ptg sdg 15Udang segar 5ekor sdg 35

Page 26: BAB II teori dm

2. Lemak Sedang

1 satuan penukar = 75 kalori ( 7 g protein, 5 g lemak)

Tabel 5. Bahan makanan sumber protein hewani lemak sedang

Bahan Makanan URT Berat (g)Daging kambing 1 ptg sdg 40Daging sapi 1 ptg sdg 35Hati ayam 1 bh sdg 30Otak 1 ptg bsr 60Telur ayam negeri 1 btr 55Telur ayam kampung 2 btr kcl 60

3. Tinggi lemak

1 satuan penukar = 150 kalori (7 g protein, 13 g lemak)

Tabel 6. Bahan makanan sumber protein hewani tinggi lemak

Bahan Makanan URT Berat (g)Bebek 1 ptg sdg 45Ayam dengan kulit 1 ptg sdg 55Daging babi 1 ptg sdg 50Sosis ½ ptg sdg 50

II.1.3.4.3 Sumber Protein Nabati (Sukardji, 2007)

1 satuan penukar = 75 kalori (5 g protein, 3 g lemak, 7 g karbohidrat)

Tabel 7. Bahan makanan sumber protein nabati

Bahan Makanan URT Berat (g)Kacang hijau 2 sdm 20Kacang merah segar 2 sdm 20Kacang tanah 2 sdm 15Tahu 1 bj bsr 110Tempe 1 ptg sdg 50Oncom 2 ptg sdg 50

II.1.3.4.4 Sayuran (Krisnatuti, 2008)

1. Sayuran tipe A

Bebas dimakan, tanpa diperhitungkan beratnya, asal dalam jumlah yang wajar.

Page 27: BAB II teori dm

Tabel 8. Bahan makanan sayuran tipe A

Sayuran Tipe A

Rebung Cabai hijau besar Mentimun

Kecipir Daun kacang panjang Sawi Jamur segar Daun labu siam Labu air

Seledri Terung Pepaya muda

Tomat Kangkung Kol/kubis

2. Sayuran tipe B

1 satuan penukar = 50 kalori (3 g protein, 10 g karbohidrat)

Tabel 9. Bahan makanan sayuran tipe B

Sayuran Tipe BBayam Buncis WortelDaun melinjo Daun pepaya Labu siamJantung pisang Daun ubi jalar Daun singkongJagung muda Kacang panjang Pare

II.1.3.4.5 Buah-buahan (Sukardji, 2007)

1. Buah golongan 1 (sebaiknya buah golongan 1 dan pisang raja, pisang emas,

serta pisang tanduk tidak di konsumsi karena energinya tinggi).

Tabel 10. Bahan makanan sumber buah-buahan golongan 1

Buah URT Berat (g)Mangga ½ bh sdg 50Nangka masak 2 biji 50Rambutan 8 biji 75Sawo 1 bh sdg 50Sirsak ½ gls 50Anggur 10 buah 75Duku 15 bh bsr 75Jeruk manis 2 bh sdg 100

Page 28: BAB II teori dm

2. Buah golongan 2

Tabel 11. Bahan makanan sumber buah-buahan golongan 2

Buah URT Berat (g)Jambu air 2 bh sdg 100

Pepaya 1 ptg 100Semangka 1 ptg bsr 150

Apel ½ bh sdg 75Belimbing 1 bh bsr 125Bengkuang 1 bh bsr 75

Melon 1ptg bsr 190

II.1.3.4.6 Susu (Krisnatuti, 2008)

Susu sebanyak 200 g mengandung 110 kalori yang terdiri dari 7 g protein,

dan 7 g lemak. Pengganti 200 gr susu adalah sebagai berikut :

Tabel 12. Bahan makanan sumber susu

Jenis URT Berat (g)Susu kental tidak bergula 1 gls 100Tepung susu penuh 4 sdm 25Tepung susu skim 4 sdm 20Tepung susu sari kedelai 4 sdm 25

II.1.3.4.7 Minyak (Krisnatuti, 2008)

Minyak seberat 5 gr mengandung 45 kalori yang terdiri dari lemak 5 gr.

Bagi penderita diabetes, penggunaan minyak kelapa dan margarin dibatasi. Daftar

di bawah ini menunjukkan jumlah bahan makanan yang dapat digunakan untuk

pengganti 5 gr minyak

Tabel 13. Bahan makanan sumber minyak

Page 29: BAB II teori dm

Jenis URT Berat (g)Margarin ½ sdm 5Mentega ½ sdm 5Kelapa 1 ptg kecil 30Kelapa parut 5 sdm 30Kelapa santan ¼ gls 50Lemak sapi 1 ptg kecil 5

Tabel 14. Jumlah bahan makanan sehari menurut standar diet diabetes melitus dalam satuan penukar (1) (Almatzier, 2005).

Golongan bahan makanan

Standar Diet

1100kkal

1300Kkal

1500Kkal

1700Kkal

1900kkal

2100kkal

2300kkal

2500Kkal

Nasi/ penukar 2 ½ 3 4 5 5 ½ 6 7 7 ½Ikan/ penukar 2 2 2 2 2 2 2 2Daging/penukar 1 1 1 1 1 1 1 1Tempe/penukar 2 2 2 ½ 2 ½ 3 3 3 5Sayuran penukar A 2 2 2 2 2 2 2 2Sayuran penukar B S S S S S S S SBuah/penukar 4 4 4 4 4 4 4 4Susu/penukar - - - - - - 1 1Minyak/penukar 3 4 4 4 6 7 7 7

II.1.3.5 Bahan makanan yang dianjurkan (Almatzier, 2005)

1. Sumber karbohidrat kompleks. Jenis pangan sumber karbohidrat kompleks di

antaranya nasi, kentang, singkong, ubi, sagu, roti, mie. Semakin utuh suatu

bahan dan tinggi kandungan seratnya, semakin pelan dalam menaikkan kadar

gula darah. Bahan pangan yang rendah dalam menaikkan kadar glukosa darah

tersebut mempunyai indeks glikemik rendah. Oleh karena itu, penderita DM

sangat dianjurkan mengkonsumsi sumber karbohidrat yang masih utuh atau

pangan yang mepunyai indeks glikemik rendah.

2. Sumber protein rendah lemak. Jenis pangan sumber protein rendah lemak,

diantaranya ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu, dan kacang-

kacangan.

3. Sumber lemak dalam jumlah terbatas. Sumber lemak dalam jumlah terbatas

dapat diperoleh dari pangan yang diolah dengan cara dipanggang, dikukus,

disetup, direbus, dan dibakar.

Page 30: BAB II teori dm

II.1.3.6 Bahan makanan yang harus dibatasi atau dihindari (Almatzier, 2005)

1. Mengandung banyak gula sederhana. Contohnya gula pasir, gula jawa, sirup,

selai, jeli, buah yang diawetkan, susu kental manis, minuman botol ringan, es

krim.

2. Kue-kue manis, dodol, cake, dan tart.

3. Mengandung banyak lemak, seperti cake, makan siap saji, dan goreng-

gorengan.

4. Mengandung banyak natrium, seperti ikan asin, telur asin, makanan yang

diawetkan, makanan yang banyak mengandung MSG.

Diabetisi harus dapat melakukan perubahan pola makan ini secara

konsisten dengan makan teratur (makan pagi, makan siang, makan malam dan

snack antara makan) akan mengakibatkan glukosa darah turun sebelum makan

berikutnya. Para penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan

makan dengan prinsip 3J yaitu tepat jumlah dan jenis bahan makanan, serta tepat

jadwal makan (Soedgondo, Rubianto, dkk, 2006 dan Sukardji, 2007).

Untuk menigkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan

dilakukan sesuai kebiasaan. Susunan menu bagi pasien diabetes melitus sebaiknya

memberikan penampilan yang menarik dan memenuhi citra rasa di samping

memenuhi kebutuhan gizi dan disusun bervariasi dengan tujuan agar tidak

membosankan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola

pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya (Rahimy, 2007).

II.1.3.7 Hasil yang diinginkan Terapi Gizi Medis untuk pasien DM tipe 2.

Sasaran terapi yaitu diabetes yang terkendali baik, dilihat dari kadar

glukosa darah, kadar lipid, dan HbA1C.

Tabel 15. Kriteria pengendalian DM ( Soegondo, Rubianto, dkk, 2006)

Baik Sedang BurukGlukosa darah puasa

(mg/dl)80-<100 100-125 ≥ 126

Glukosa darah 2 jam (mg/dl)

80-144 145-179 ≥ 180

HbA1c (%) <6,5 6,5-8 > 8

Page 31: BAB II teori dm

Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 ≥240Kolesterol LDL (mg/dl) <100 100-129 ≥130Kolesterol HDL (mg/dl) Pria : > 40

Wanita : > 50Trigliserida (mg/dl) <150 150-199 ≥200

IMT (kg/m2) 18,5-<23 23-25 >25Tekanan darah (mg/dl) ≤ 130/80 >130-140/

> 80-90> 140/90