Upload
others
View
14
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini hal-hal yang diutarakan peneliti yang sifatnya
mendukung adanya penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang
terdahulu, antara lain:
Martusa (2009) menyimpulkan, bahwa beberapa negara mulai memasukkan
unsur lingkungan pada penilaian kinerja bisnis perusahaan dan meminta perusahaan
yang terlibat di pasar modal untuk menyusun laporan keuangan beserta
pengungkapan kebijakan lingkungan pada operasional perusahaan. Environmental
management accounting (EMA) bermanfaat sebagai pengendalian perusahaan
dalam menerapkan kebijakan lingkungan pada operasionalnya. Akuntansi
lingkungan untuk eksternal sangat bermanfaat bagi publik untuk mengetahui
seberapa besar peduli perusahaan terhdapa lingkungan.
Sambharakresna (2009) dalam penelitiannya menyatakan, bahwa akuntansi
lingkungan menyediakan laporan dan informasi kepada pihak internal dan eksternal
perusahaan. bagi pihak internal, akuntansi lingkungan akan memberikan informasi
yang membantu untuk manajemen dalam pengambilan keputusan perusahaan.
sedangkan untuk pihak eksternal, akuntansi lingkungan memberikan informasi
lingkungan yang berhubungan dengan kepentingan publik dan komunitas
keuangan. Environmental accounting dan environmental management accounting
memiliki peran yang sangat signifikan dalam strategi bisnis perusahaan. alat baru
8
bagi manajemen untuk meningkatkan profitabilitas dan kinerja lingkungan
perusahaan dan mendukung keberlangsungan bisnis perusahaan dalam jangka
panjang.
Santoso (2012) menyimpulkan, bahwa dalam praktiknya kebanyakan biaya
lingkungan tersembunyi dalam biaya overhead sehingga sulit untuk dievaluasi dan
dianalisis. Oleh karena itu, dibutuhkan akuntansi manajemen lingkungan untuk
mengelompokkan biaya lingkungan menurut model tertentu agar dapat diukur
kinerjanya. Maka, model kualitas dapat diandalkan. Dengan menggunakan sistem
akuntansi biaya tradisional, sering terjadi distorsi biaya produksi. Oleh karenanya,
penggunaan sistem akuntansi berdasarkan aktivitas sangat disarankan. Bagi industri
khususnya dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting
baginya untuk membuat AMDAL. Serta dalam penyajian laporan tambahan
mengenai lingkungan hidup perusahaan harus mempertimbangkan biaya manfaat
(cost benefit), perusahaan akan cenderung lebih senang mengungkapkannya bila
manfaat lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
Aniela (2012) menyatakan, bahwa seiring dengan meningkatnya kerusakan
lingkungan, maka perusahaan sebagai bagian dari lingkungan juga dituntut untuk
memperhatikan kelestarian lingkungan. Perusahaan merupakan badan hukum yang
harus mempertanggungjawabkan pengelolaan perusahaannya kepada shareholders
dan stakeholders, maka manajemen harus mampu menunjukkan kinerja yang baik
kepada pihak-pihak yang berkepentingan terkait dengan kinerja finansial dan
kinerja lingkungannya. Oleh karena itu, disarankan bagi perusahaan untuk
mengimplementasikan green accounting, di mana dalam implementasinya
9
hendaknya perusahaan mengungkapkan secara jelas biaya lingkungan internal
(misalnya penggunaan bahan kimia dalam biaya produksi, keselamatan tenaga
kerja) dan eksternal (aktivitas penanaman pohon).
Meilanawati (2013) dalam penelitiannya menjelaskan, bahwa pada laporan
tahunan, perusahaan ini hanya mengungkapnya aktivitas sosial tanpa mencatat
biaya-biaya yang telah dikeluarkan atas aktivitas tersebut. Hal-hal yang mendasari
PT. Semen Indonesia (Persero) dalam mengungkapkan biaya lingkungannya antara
lain : (1) manajemen perlu mengontrol biaya yang signifikan; (2) peraturan
pemerintah; (3) inisiatif bisnis sukarela; (4) pelaporan publik; (5) menyangkut
komunitas; (6) serta terdapat beberapa alasan lain perusahaan. Biaya lingkungan
PT. Semen Indonesia (Persero) telah diidentifikasi berdasarkan teori dari Hansen
Mowen (2007).
Setyaningtyas dan Andono (2013) menyimpulkan, bahwa dengan penerapan
Environmental Cost Accounting perusahaan dapat mengukur dampak lingkungan
fisik maupun secara finansial. Penerapan ECA dapat dilakukan dengan model biaya
kualitas lingkungan dengan mengategorikan aktivitas terkait dengan pengelolaan
biaya lingkungan ke dalam empat kategori biaya kualitas lingkungan yaitu biaya
pencegahan, biaya deteksi, biaya kegagalan internal, dan biaya kegagalan eksternal.
Setelah itu membuat laporan biaya lingkungan dan laporan keuangan lingkungan.
Dari situ didapatkan informasi-informasi yang dapat digunakan manajemen untuk
pengambilan keputusan terkait dengan biaya lingkungan dan pengelolaan limbah.
Yuliantini dkk (2017) dalam penelitiannya menemukan, bahwa adapun
dampak dari akuntansi lingkungan terkait pengolahan limbah yaitu: (1) Penerapan
10
akuntansi lingkungan memungkinkan untuk mengelola dan menganalisis biaya
lingkungan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh, serta
mempertimbangkan pelestarian lingkungan yang efektif dan efisien melalui
pengambilan keputusan yang tepat. (2) Memberikan informasi mengenai
pengelolaan internal, yaitu keputusan manajemen mengenai pemberian harga
kompos, pengendalian biaya overhead dan penganggaran modal. (3) Membantu
para pengguna informasi dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan atau
program perusahaan yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan di masa yang
akan datang. (4) Memudahkan menganalisis komponen biaya lingkungan terkait
pengolahan limbah. (5) Memudahkan dalam pengambilan keputusan dan
merencanakan strategi pencapaian laba yang diperoleh unit TPST Mandala Giri
Amertha.
B. Teori dan Kajian Pustaka
1. Teori Stakeholder
Istilah stakeholder yang sering dikutip adalah definisi dari Freeman dan Reed
(1983, p. 91) menyatakan bahwa :“ Any identifiable group or individual who can
affect the achivement of an organisation’s objectives, or is affected by the
achievement of an organisation’s objectives.”
Berdasarkan teori stakeholder, banyak orang atau subjek lain yang dapat
diklasifikasikan sebagai pemangku kepentingan misalnya shareholders, kreditur,
pemerintah, media, karyawan, dan masyarakat. Semua stakeholder memiliki hak
untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi untuk mendapatkan informasi
tentang bagaimana aktivitas organisasi yang mempengaruhi mereka. Meskipun
11
ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan tidak
dapat secara langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan
hidup organisasi (Deegan, 2004).
Teori stakeholder memperhatikan keseluruhan pihak yang mempunyai
kepentingan terhadap perusahaan. Stakeholder perusahaan memiliki ekspektasi
tersendiri terhadap perusahaan. manajemen akan berusaha mengelola dan mencapai
harapan stakeholder dengan penyampaian aktivitas-aktivitas lingkungan dan sosial.
Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan
atau masukan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut.
Dalam perspektif teori ini, masyarakat dan lingkungan merupakan
stakeholder inti dari perusahaan yang harus diperhatikan. Tujuan utama dari teori
stakeholder adalah untuk membantu manajemen perusahaan dalam meningkatkan
penciptaan nilai sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan
meminimalkan kerugian yang mungkin munncul bagi stakeholder.
2. Konsep Akuntansi Lingkungan
Menurut Suwardjono (2014:10), Akuntansi merupakan seperangkat
pengetahuan yang mempelajari perekayasaan penyediaan jasa berupa informasi
keuangan kuantitatif unit-unit organisasi dalam suatu lingkungan negara tertentu
dan cara penyampaian (pelaporan) informasi tersebut kepada pihak yang
berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomik.
Akuntansi akan mempunyai peran yang nyata apabila informasi yang dihasilkan
dapat mengendalikan perilaku pengambil keputusan ekonomik untuk bertindak ke
12
suatu pencapaian tujuan sosial dan ekonomik negara yaitu alokasi sumber daya
ekonomi secara efisien.
Karakteristik informasi yang dihasilkan akuntansi akan sangat bergantung
pada kondisi lingkungan negara tempat akuntansi diterapkan, tentunya akuntansi
akan membahas konsep dan alternatif serta implikasinya dalam berbagai kondisi
lingkungan. Seiring dengan berkembangnya waktu dimana kepedulian terhadap
lingkungan mulai mendapat perhatian masyarakat, maka muncul konsep Socio
Economic Environmental Accounting (SEEC) merupakan penjelasan dari
pengertian Triple Bottom Line (Wiedmann dan Manfred, 2006) sehingga menjadi
wacana baru dalam dunia akuntansi yaitu akuntansi sosial dan akuntansi lingkungan
(Dewi, 2016).
Akuntansi lingkungan atau Enviromental Accounting menurut Badan
Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United States Environment
Protection Agency (US EPA) didefinisikan sebagai suatu fungsi penting tentang
akuntansi lingkungan adalah untuk menggambarkan biaya-biaya lingkungan
supaya diperhatikan oleh para stakeholders perusahaan yang mampu mendorong
dalam pengidentifikasian cara-cara mengurangi atau menghindari biaya-biaya
ketika pada waktu yang bersamaan sedang memperbaiki kualitas lingkungan.
Istilah akuntansi lingkungan dibagi ke dalam dua dimensi utama. Pertama,
akuntansi lingkungan terdiri dari biaya pribadi yaitu biaya yang secara menyeluruh
langsung berdampak pada perusahaan. Kedua, akuntansi lingkungan merupakan
biaya-biaya individu, masyarakat maupun lingkungan suatau perusahaan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan (Ikhsan, 2008:15).
13
Konsep akuntansi lingkungan mulai berkembang sejak tahun 1970- an. Pada
tahun 1990-an, IASC (The International'Accounting Standards Committee)
mengembangkan konsep tentang prinsip akuntansi internasional, termasuk di
dalamnya pengembangan akuntansi lingkungan. AICPA (American Institute of
Certified Public Accountant) juga mengeluarkan prinsip-prinsip universal tentang
audit lingkungan. Tujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dapat dicapai
melalui pelaporan biaya-biaya lingkungan yang memungkinkan stakeholders dapat
termotivasi untuk mengidentifikasi cara-cara mengurangi biaya lingkungan
(environmental cost reducing) atau menghindari biaya-biaya tersebut (Azizah,
2013).
Menurut kerangka dasar penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan
Standar Akuntansi Keuangan (IAI, paragraf 12 2015) menyatakan bahwa tujuan
laporan keuangan berdasarkan kerangka konseptual adalah menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan, kinerja keuangan, dan perubahan posisi
keuangan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Sedangkan, lingkungan hidup berdasarkan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dalam Pasal 1 angka 1 adalah : ... “kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsunganperi kehidupan dan kesejahteraan
manusia dan makhluk hidup lainnya”.
Fungsi utama/penting akuntansi lingkungan yaitu mengungkapkan biaya-
biaya lingkungan kepada stakeholders. Pelaporan biaya-biaya lingkungan
14
memungkinkan stakeholder dapat termotivasi untuk mengindentifikasi cara unruk
mengurangi biaya lingkungan (environmental cost reducing) atau menghindari
biaya-biaya tersebut dengan tujuan meningkatkan kualitas lingkungan
(environmental quality). Gale dan Peter (2001:121) dalam Sambharakresna (2009)
menambahkan bahwa akuntansi lingkungan keuangan menekankan pada analisis
dan pelaporan komponen biaya biaya dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan
dengan masalah-masalah lingkungan.
Menurut Lange (2003) dalam Martusa (2009) environmental accounting
mempunyai empat komponen, yaitu:
1) Akun aset sumber daya alam yang berkaitan dengan sediaan sumber daya
alam dan fokus dalam memperbaiki neraca dari system of National Accounts
(SNA);
2) Akun arus bahan baku dan polutan (energi dan sumber daya) yang
memberikan informasi pada tingkat industri tentang penggunaan bahan baku
dan energi sebagai input untuk produksi;
3) Pengeluaran manajemen sumber daya dan perlindungan lingkungan yang
mengidentifikasi pengeluaran yang terjadi pada industri, pemerintah dan
rumah tangga;
4) Total penjualan makro ekonomi yang disesuaikan secara lingkungan
termasuk indikator sustainability.
3. Fungsi Akuntansi Lingkungan
Fungsi akuntansi lingkungan menurut Fasua (2011) dibagi menjadi dua yaitu
fungsi internal dan fungsi eksternal:
15
a. Fungsi internal
Akuntansi lingkungan mempunyai manfaat bagi internal perusahaan
untuk memberikan informasi laporan keuangan mengenai pengelolaan
internal, yaitu keputusan manajemen sebagai salah satu poin pertimbangan
untuk mencapai green company (Yakhou dan Dorweiler, 2004). Dalam
internal manajemen perusahaan, akuntansi lingkungan ini sering disebut
dengan Environmental Management Accounting (EMA).
Salah satu langkah dari sistem informasi lingkungan organisasi, fungsi
internal memungkinkan untuk menganalisis biaya pelestarian lingkungan
yang dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dan mempertimbangkan
pelestarian lingkungan yang efektif dan efisien melalui pengambilan
keputusan yang tepat. Oleh karenanya, sangat diperlukan keberadaan fungsi
akuntansi lingkungan sebagai alat manajemen bisnis untuk digunakan oleh
manajer dan unit bisnis terkait.
b. Fungsi Eksternal
Akuntansi lingkungan pada pelaporan eksternal perusahaan sering
ditujukan untuk mempertanggungjawabkan kepada publik terutama
stakeholder dan shareholder atau pemegang saham. Adanya pengungkapan
hasil pengukuran kegiatan pelestarian lingkungan memungkinkan perusahaan
untuk mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholdr. Untuk memenuhi
tanggung jawab perusahaan atas akuntabilitas dan sebagai alat evaluasi yang
tepat dai kegiatan pelestarian lingkungan maka publikasi hasil akuntansi
lingkungan akan berfungsi dengan baik.
16
4. Pengukuran Akuntansi Lingkungan
Pengukuran akuntansi lingkungan tidak bisa lepas dari pembahasan biaya
lingkungan (environmental cost). Pengukuran biaya lingkungan pada organisasi
masih dapat dilakukan karena biaya penanganan material, daur ulang sisa material,
pengolahan dan pembuangan limbah kemungkinan masih dalam kendali
manajemen produksi perusahaan. Foster dan Sjoblom, 1996; Anderson dan
Sedatole 1998 dalam Wiyantoro dkk (2011) menjelaskan, bahwa kesulitan dalam
pengukuran biaya lingkungan akan muncul ketika akuntan berusaha untuk
menetapkan biaya lingkungan yang bersifat eksternalisasi yang muncul karena
emisi gas, limbah cair, dan limbah padat dari proses produksi. Untuk mengukur
tingkat kesulitan tersebut digambarkan dalam kelompok biaya lingkungan dimulai
dari conventional costs, potentially hidden cost, contingen cost, relationship costs,
and societal costs (EPA, 1995 dalam Panggabean dan Deviarti 2012).
5. Pengungkapan Akuntansi Lingkungan
Pengungkapan dalam arti luas berarti penyampaian informasi (Wiyantoro
dkk, 2011). Para akuntan cenderung menggunakan pengungkapan ini dalam
pengertian yang lebih terbatas, yaitu penyampaian informasi keuangan perusahaan
dalam laporan keuangan tahunan (Hendriksen dan Van Breda, 2002:429-430).
Terdapat bebrapa bentuk pengungkapan menurut Hendriksen dan Van Breda
(2002:439-444) yaitu: ramalan keuangan, kebijakan akuntansi, perubahan
akuntansi, dan pengungkapan peristiwa pasca laporan. Pengungkapan lingkungan
(environmental disclosure) merupakan pengungkapan informasi yang berkaitan
17
dengan lingkungan terdapat dalam laporan tahunan perusahaan (Patten 2002 dalam
Wiyantoro dkk 2011).
6. Biaya Lingkungan
Definisi biaya lingkungan menurut Environmental Protection Agency (EPA)
meliputi biaya-biaya dari langkah yang diambil, atau yang harus diambil untuk
mengatur dampak-dampak lingkungan terhadap aktifitas perusahaan dalam cara
pertanggungjawaban lingkungan yang disesuaikan dengan tujuan-tujuan
lingkungan dan keinginan perusahaan. Selain itu, biaya lingkungan juga meliputi
biaya internal dan eksternal dan berhubungan dengan seluruh biaya-biaya yang
terjadi dalam hubungannya dengan kerusakan lingkungan dan perlindungan (Dewi,
2016).
United States Environmental Protection Agency (US EPA) dalam penelitian
Panggabean dan Deviarti (2012) menyebutkan jika biaya-biaya yang terjadi di
perusahaan terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
Conventional Costs
Biaya menggunakan bahan baku, utilitas, barang modal, dan pasokan yang
umumnya dibahas dalam akuntansi biaya dan penganggaran, tetapi tidak
dipertimbangkan sebagai biaya lingkungan. Penurunan penggunaan dan
berkurangnya limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan pokok yang ramah
lingkungan dapat mengurangi degradasi lingkungan serta penggunaan sumber daya
yang tidak dapat diperbarui.
18
Potentially Hidden Costs
Biaya-biaya yang terjadi sebelum proses operasi yang berpotensi tersembunyi
dari manajer, diantaranya upfront environmental costs. Biaya yang termasuk dalam
kelompok ini adalah perancangan produk ramah lingkungan, kualifikasi pemasok,
evaluasi peralatan pengendalian pencemaran alternatif, dan lain-lain.
Contingen Costs
Biaya yang mungkin terjadi atau tidak pada masa depan. Diantaranya, biaya
kompensasi atas kecelakaan pencemaran lingkungan, denda dan hukuman
pelanggaran peraturan masa depan, serta biaya tak terduga lainnya atas konsekuensi
masa depan.
Image and Relationship Costs
Biaya yang biasa disebut sebagai biaya “citra perushaan” dikeluarkan untuk
memengaruhi persepsi manajemen, pelanggan, karyawan, masyarakat, dan
regulator. Biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya pelaporan
lingkungan tahunan dan kegiatan hubungan masyarakat, biaya yang dikeluarkan
sukarela untuk kegiatan lingkungan seperti menanam pohon, dan biaya yang
dikeluarkan untuk program penghargaan dan pengakuan.
Menurut Hansen dan Mowen (2009:413), biaya lingkungan adalah biaya-
biaya yang terjadi karena kualitas lingkungan yang buruk atau kualitas lingkungan
yang buruk mungkin terjadi. Jadi biaya lingkungan berhubungan dengan kreasi,
deteksi, perbaikan, dan pencegahan degradasi lingkungan.
Biaya lingkungan diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu pertama,
biaya pencegahan lingkungan (envireonmental prevention costs) adalah biaya-
19
biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah
dan/atau sampah yang dapat merusak lingkungan. Kedua, biaya deteksi lingkungan
(environmental detection cost) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan
untuk menentukan bahwa produk, proses, dan aktivitas lain di perusahaan telah
memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau tidak. Standar lingkungan dan
prosedur yang diikuti perusahaan didefinisikan dalam tiga cara yaitu peraturan
pemerintah, standar sukarela (ISO 14001) yang dikembangkan International
Standarts Organization, dan kebijakan lingkungan yang dikembangkan manajemen.
Biaya lingkungan yang ketiga adalah biaya kegagalan internal lingkungan
(envireonmental internal failure costs) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang
dilakukan karena diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke
lingkungan luar. Jadi, biaya kegagalan internal lingkungan ini dikeluarkan untuk
menghilangkan dan mengolah limbah maupun sampah ketika produksi. Keempat,
biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure costs) adalah
biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah atau sampah ke
dalam lingkungan.
Biaya kegagalan eksternal lingkungan diklasifikasikan dalam dua bentuk,
yaitu: biaya kegagalan eksternal yang direalisasi (realized external failure costs)
adalah biaya yang dialami dan dibayar oleh perusahaan. Sedangkan, biaya
kegagalan eksternal yang tidak direalisasi (unrealized external failure costs) atau
biaya sosial yang disebabkan oleh perusahaan, tetapi dialami dan dibayar oleh
pihak-pihak di luar perusahaan. Biaya sosial lebih lanjut dapat diklasifikasikan
20
sebagai biaya yang berasal dari degradasi lingkungan dan biaya yang berhubungan
dengan dampak buruk terhadap properti atau kesejahteraan masyarakat.
Biaya lingkungan mencakup seluruh biaya-biaya paling nyata dalam
mengukur ketidakpastian. Pada dasarnya biaya lingkungan berhubungan dengan
biaya produk, proses, sistem, atau fasilitas penting untuk pengambilan keputusan
manajemen yang lebih baik (Dewi, 2016). Dari beberapa pengertian tersebut
mengindikasikan bahwa biaya lingkungan adalah mendefinisikan, mengukur,
mengklasifikasikan dan membebankan biaya yang timbul dari aktivitas lingkungan
baik yang digunakan untuk fasilitas operasional perusahaan maupun sosial
perusahaan agar manajer dapat mengambil keputusan yang lebih baik.
7. Tanggung Jawab Lingkungan (Corporate Social Responsibility)
Wineberg dan Rudolp mendefinisikan Corporate Social Responbility (CSR)
aebagai: “The contribution that a company makes in society through its core
business activities, its social investment and philanthropy programs, and its
engagement in public policy”.
Sebagaimana yang diungkapkan para pakar akuntansi, pengertian dan konsep
CSR akan terus mengalami perkembangan. CSR muncul dari istilah akuntansi
lingkungan yang sebenarnya sama artinya dengan akuntansi sosial ekonomi (social
economic accounting). Berdasarkan hal itu, Davis dan Frederick pada tahun 1992
menyatakan bahwa CSR merupakan kewajiban organisasi perusahaan bisnis atau
perusahaan untuk mengambil bagian dalam kegiatan yang bertujuan melindungi
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan di samping
21
kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk kepentingan organisasi itu sendiri (Azheri,
2012:27).
Pada prinsipnya, CSR merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan atas
tindakan dan kegiatan usahanya yang mempunyai dampak langsung maupun tidak
langsung terhadap stakeholder dan lingkungan perusahaan dimana perusahaan
berada. Atas dasar tersebut, John Elkingston’s berdasarkan pengertian di atas
mengelompokkan CSR atas tiga aspek yang dikenal dengan Triple Bottom Line
(3BL). Masing-masing aspek tersebut meliputi kemakmuran ekonomi (economic
prosperity), peningkatan kualitas ekonomi (environmental quality), dan keadilan
sosial (social justice) (Azheri, 2012).
Suatu perusahaan yang ingin menerapkan konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainability development) harus memerhatikan 3P yaitu profit,
planet, and people. Pada tahun 2002 Global Compact Initiative menjelaskan
kembali tentang 3P sebagai tiga pilar CSR dengan menyatakan tujuan bisnis adalah
untuk mencari laba (profit), mensejahterakan orang (people), dan menjamin
keberlanjutan kehidupan (planet) (Azheri, 2012:35).
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kontribusi sukarela berupa
barang, jasa dan keuangan kepada masyarakat dan termasuk kegiatan langsung
terkait dengan aktifitas produksi dan perdagangan perusahaan. Dilihat dari regulasi
yang berlaku di Indonesia, saat ini sudah terdapat beberapa regulasi yang dapat
dijadikan acuan pelaksanaan CSR antara lain; UUD Pasal 33 UUD 1945, UU No.
23/1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 22/2001 Tentang
22
Minyak dan Gas Bumi, UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No.
40/2007 Tentang Perseroaan Terbatas.
Terdapat juga Peraturan Menteri BUMN No. 5/2007 Tentang Program
Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Dalam
berbagai peraturan ini, pada dasarnya telah tersirat berbagai upaya yang harus
dilakukan baik oleh pemerintah maupun korporasi untuk melakukan
pengembangan masyarakat dan lingkungan, baik pada aspek sosial, pendidikan,
ekonomi, kesehatan maupun lingkungan (Puspita dan Murtiningtyas, 2013).
Semakin besar dan konsisten perusahaan mengungkapkan isu-isu CSR,
semakin besar pula manfaat ekonomi yang akan diperoleh. Meskipun, dalam jangka
pendek mengurangi kas dan menurunkan laba. Akan tetapi, dalam jangka panjang
akan mendatangkan manfaat ekonomi bagi perusahaan. Manfaat ekonomi tersebut
adalah :
1) Sebagai investasi sosial yang menjadi sumber keunggulan kompetitif bagi
perusahaan dalam jangka panjang
2) Memperkokoh profitabilitas dan kinerja keuangan perusahaan
3) Meningkatkan akuntabilitas dan apresiasi positif dari komunitas investor,
kreditor, pemasok, dan konsumen
4) Meningkatkan komitmen, etos kerja, efisiensi, dan produktivitas karyawan
5) Meningkatkan citra dan reputasi perusahaan
6) Menurunkan kerentanan gejolak sosial dan resistensi dari komunitas
sekitarnya karena diperhatikan serta dihargai perusahaan, dan
23
7) Meningkatkan reputasi, goodwill, dan nilai perusahaan dalam jangka panjang
(Lako, 2011:8)
8. Pedoman Pelaporan Keberlanjutan GRI
Pedoman pelaporan keberlanjutan ini adalah GRI G4 menyediakan prinsip-
prinsip pelaporan, pengungkapan standar, dan panduan penerapan untuk
penyusunan laporan keberlanjutan oleh organisasi, apapun ukuran, sektor, atau
lokasinya. Pedoman ini menyediakan referensi internasional untuk semua pihak
yang terlibat dengan pengungkapan pendekatan tata kelola serta kinerja dan
dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi organisasi.
Bagian pertama dari pedoman pelaporan adalah prinsip pelaporan, dirancang
dengan tujuan untuk mencapai transparansi pelaporan keberlanjutan dan harus
diterapkan oleh semua organisasi dalam menyusun laporan keberlanjutan. Prinsip
pelaporan keberlanjutan dibagi menjadi dua kelompok yaitu
a. Prinsip-prinsip untuk menentukan konten laporan
Prinsip-prinsip ini dirancang guna untuk menentukan konten laporan. Adapun
prinsip-prinsip tersebut adalah:
1) Pelibatan pemangku kepentingan
Organisasi harus mengidentifikasi para pemangku kepentingan dan
menjelaskan bagaimana organisasi menanggapi harapan dan kepentingan
wajar dari mereka.
2) Konteks keberlanjutan
Laporan harus menyajikan kinerja organisasi dalam konteks keberlanjutan
yang lebih luas.
24
3) Materialitas
Laporan harus mencakup dua aspek, yaitu:
a) Mencerminkan dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial yang signifikan
dari organisasi
b) Secara substansial memengaruhi asesmen dan keputusan pemangku
kepentingan
4) Kelengkapan
Laporan harus berisi cakupan aspek material dan boundary, cukup untuk
mencerminkan dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial yang signifikan serta
untuk memungkinkan pemangku kepentingan dapat menilai kinerja
organisasi dalam periode pelaporan.
b. Prinsip-prinsip untuk menentukan kualitas laporan
Prinsip ini memandu dalam memastikan kualitas informasi dalam laporan
keberlanjutan untuk mencapai transparansi. Prinsip-prinsip tersebut harus
memuat :
1) Keseimbangan
Laporan harus mencerminkan aspek-aspek positif dan negatif dari kinerja
organisasi untuk memungkinkan dilakukannya asesmen yang berlasan
atas kinerja organisasi secara keseluruhan.
2) Komparabilitas
Organisasi harus memilih, mengumpulkan, dan melaporkan informasi
secara konsisten. Informasi yang dilaporkan hars disajikan dengan cara
yang memungkinkan para pemangku kepentingan menganalisis
25
perubahan kinerja organisasi dari waktu ke waktu, dan yang dapat
mendukung analisis relatif terhadap organisasi lain.
3) Akurasi
Informasi yang dilaporkan harus cukup akurat dan terperinci bagi para
pemangku kepentingan untuk dapat menilai kinerja oranisasi.
4) Ketepatan waktu
Organisasi harus membuat laporan dengan jadwal yang teratur sehingga
informasi tersedia tepat waktu bagi para pemangku kepentingan untuk
membuat keputusan yang tepat.
5) Kejelasan
Informasi yang tersedia harus dapat dimengerti dan dapat diakses oleh
pemangku kepentingan yang menggunakan laporan.
6) Keandalan
Organisasi harus mengumpulkan, mencatat, menyusun, menganalisis, dan
mengungkapkan informasi serta proses yang digunakan untuk
menyiapkan laporan agar dapat diuji, dan hal itu akan menentukan
kualitas serta materialitas informasi.
Bagian kedua dari pedoman pelaporan keberlanjutan adalah pedoman untuk
pengungkapan standar. Pengungkapan standar terbagi menjadi dua yaitu:
a. Pengungkapan standar umum, yang terbagi menjadi tujuh bagian:
1) Strategi dan analisis: G4-1
2) Profil Organisasi: G4-9, G4-10, G4-11, G4-12, G4-13, G4-14, G4-15
3) Aspek material dan boundary teridentifikasi: G4-18, G4-19, G4-20, G4-21
26
4) Hubungan dengan pemangku kepentingan: G4-24, G4-25, G4-26
5) Profil laporan: G4-33
6) Tata kelola: G4-38, G4-41, G4-50, G4-51, G4-54, G4-55
7) Etika dan integritas: G4-56, G4-57, G4,58
b. Pengungkapan Standar Khusus
Pedoman ini mengatur pengungkapan standar khusus ke dalam tiga kategori
yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial. Kategori ekonomi lebih lanjut dibagi ke
dalam empat sub-kategori, yaitu kinerja ekonomi, keberadaan pasar, dampak
ekonomi tidak langsung, dan praktik pengadaan. Kategori lingkungan dibagi
menjadi dua belas sub-kategori, yaitu bahan, energi, air, keanekaragaman hayati,
emisi, efluen dan limbah, produk dan jasa, kepatuhan, transportasi, lain-lain,
asesmen pemasok atas lingkungan serta mekanisme pengaduan masalah
lingkungan. Sedangkan, kategori sosial terbagi menjadi empat sub-kategori, yaitu
praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak asasi manusia, masyarakat,
dan tanggung jawab atas produk.