20
7 BAB II TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini hal-hal yang diutarakan peneliti yang sifatnya mendukung adanya penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang terdahulu, antara lain: Martusa (2009) menyimpulkan, bahwa beberapa negara mulai memasukkan unsur lingkungan pada penilaian kinerja bisnis perusahaan dan meminta perusahaan yang terlibat di pasar modal untuk menyusun laporan keuangan beserta pengungkapan kebijakan lingkungan pada operasional perusahaan. Environmental management accounting (EMA) bermanfaat sebagai pengendalian perusahaan dalam menerapkan kebijakan lingkungan pada operasionalnya. Akuntansi lingkungan untuk eksternal sangat bermanfaat bagi publik untuk mengetahui seberapa besar peduli perusahaan terhdapa lingkungan. Sambharakresna (2009) dalam penelitiannya menyatakan, bahwa akuntansi lingkungan menyediakan laporan dan informasi kepada pihak internal dan eksternal perusahaan. bagi pihak internal, akuntansi lingkungan akan memberikan informasi yang membantu untuk manajemen dalam pengambilan keputusan perusahaan. sedangkan untuk pihak eksternal, akuntansi lingkungan memberikan informasi lingkungan yang berhubungan dengan kepentingan publik dan komunitas keuangan. Environmental accounting dan environmental management accounting memiliki peran yang sangat signifikan dalam strategi bisnis perusahaan. alat baru

BAB II TEORI DAN KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/38769/3/BAB II.pdf · akuntansi biaya tradisional, sering terjadi distorsi biaya produksi. Oleh karenanya, penggunaan sistem akuntansi

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7

    BAB II

    TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

    Dalam penelitian ini hal-hal yang diutarakan peneliti yang sifatnya

    mendukung adanya penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang

    terdahulu, antara lain:

    Martusa (2009) menyimpulkan, bahwa beberapa negara mulai memasukkan

    unsur lingkungan pada penilaian kinerja bisnis perusahaan dan meminta perusahaan

    yang terlibat di pasar modal untuk menyusun laporan keuangan beserta

    pengungkapan kebijakan lingkungan pada operasional perusahaan. Environmental

    management accounting (EMA) bermanfaat sebagai pengendalian perusahaan

    dalam menerapkan kebijakan lingkungan pada operasionalnya. Akuntansi

    lingkungan untuk eksternal sangat bermanfaat bagi publik untuk mengetahui

    seberapa besar peduli perusahaan terhdapa lingkungan.

    Sambharakresna (2009) dalam penelitiannya menyatakan, bahwa akuntansi

    lingkungan menyediakan laporan dan informasi kepada pihak internal dan eksternal

    perusahaan. bagi pihak internal, akuntansi lingkungan akan memberikan informasi

    yang membantu untuk manajemen dalam pengambilan keputusan perusahaan.

    sedangkan untuk pihak eksternal, akuntansi lingkungan memberikan informasi

    lingkungan yang berhubungan dengan kepentingan publik dan komunitas

    keuangan. Environmental accounting dan environmental management accounting

    memiliki peran yang sangat signifikan dalam strategi bisnis perusahaan. alat baru

  • 8

    bagi manajemen untuk meningkatkan profitabilitas dan kinerja lingkungan

    perusahaan dan mendukung keberlangsungan bisnis perusahaan dalam jangka

    panjang.

    Santoso (2012) menyimpulkan, bahwa dalam praktiknya kebanyakan biaya

    lingkungan tersembunyi dalam biaya overhead sehingga sulit untuk dievaluasi dan

    dianalisis. Oleh karena itu, dibutuhkan akuntansi manajemen lingkungan untuk

    mengelompokkan biaya lingkungan menurut model tertentu agar dapat diukur

    kinerjanya. Maka, model kualitas dapat diandalkan. Dengan menggunakan sistem

    akuntansi biaya tradisional, sering terjadi distorsi biaya produksi. Oleh karenanya,

    penggunaan sistem akuntansi berdasarkan aktivitas sangat disarankan. Bagi industri

    khususnya dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting

    baginya untuk membuat AMDAL. Serta dalam penyajian laporan tambahan

    mengenai lingkungan hidup perusahaan harus mempertimbangkan biaya manfaat

    (cost benefit), perusahaan akan cenderung lebih senang mengungkapkannya bila

    manfaat lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.

    Aniela (2012) menyatakan, bahwa seiring dengan meningkatnya kerusakan

    lingkungan, maka perusahaan sebagai bagian dari lingkungan juga dituntut untuk

    memperhatikan kelestarian lingkungan. Perusahaan merupakan badan hukum yang

    harus mempertanggungjawabkan pengelolaan perusahaannya kepada shareholders

    dan stakeholders, maka manajemen harus mampu menunjukkan kinerja yang baik

    kepada pihak-pihak yang berkepentingan terkait dengan kinerja finansial dan

    kinerja lingkungannya. Oleh karena itu, disarankan bagi perusahaan untuk

    mengimplementasikan green accounting, di mana dalam implementasinya

  • 9

    hendaknya perusahaan mengungkapkan secara jelas biaya lingkungan internal

    (misalnya penggunaan bahan kimia dalam biaya produksi, keselamatan tenaga

    kerja) dan eksternal (aktivitas penanaman pohon).

    Meilanawati (2013) dalam penelitiannya menjelaskan, bahwa pada laporan

    tahunan, perusahaan ini hanya mengungkapnya aktivitas sosial tanpa mencatat

    biaya-biaya yang telah dikeluarkan atas aktivitas tersebut. Hal-hal yang mendasari

    PT. Semen Indonesia (Persero) dalam mengungkapkan biaya lingkungannya antara

    lain : (1) manajemen perlu mengontrol biaya yang signifikan; (2) peraturan

    pemerintah; (3) inisiatif bisnis sukarela; (4) pelaporan publik; (5) menyangkut

    komunitas; (6) serta terdapat beberapa alasan lain perusahaan. Biaya lingkungan

    PT. Semen Indonesia (Persero) telah diidentifikasi berdasarkan teori dari Hansen

    Mowen (2007).

    Setyaningtyas dan Andono (2013) menyimpulkan, bahwa dengan penerapan

    Environmental Cost Accounting perusahaan dapat mengukur dampak lingkungan

    fisik maupun secara finansial. Penerapan ECA dapat dilakukan dengan model biaya

    kualitas lingkungan dengan mengategorikan aktivitas terkait dengan pengelolaan

    biaya lingkungan ke dalam empat kategori biaya kualitas lingkungan yaitu biaya

    pencegahan, biaya deteksi, biaya kegagalan internal, dan biaya kegagalan eksternal.

    Setelah itu membuat laporan biaya lingkungan dan laporan keuangan lingkungan.

    Dari situ didapatkan informasi-informasi yang dapat digunakan manajemen untuk

    pengambilan keputusan terkait dengan biaya lingkungan dan pengelolaan limbah.

    Yuliantini dkk (2017) dalam penelitiannya menemukan, bahwa adapun

    dampak dari akuntansi lingkungan terkait pengolahan limbah yaitu: (1) Penerapan

  • 10

    akuntansi lingkungan memungkinkan untuk mengelola dan menganalisis biaya

    lingkungan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh, serta

    mempertimbangkan pelestarian lingkungan yang efektif dan efisien melalui

    pengambilan keputusan yang tepat. (2) Memberikan informasi mengenai

    pengelolaan internal, yaitu keputusan manajemen mengenai pemberian harga

    kompos, pengendalian biaya overhead dan penganggaran modal. (3) Membantu

    para pengguna informasi dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan atau

    program perusahaan yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan di masa yang

    akan datang. (4) Memudahkan menganalisis komponen biaya lingkungan terkait

    pengolahan limbah. (5) Memudahkan dalam pengambilan keputusan dan

    merencanakan strategi pencapaian laba yang diperoleh unit TPST Mandala Giri

    Amertha.

    B. Teori dan Kajian Pustaka

    1. Teori Stakeholder

    Istilah stakeholder yang sering dikutip adalah definisi dari Freeman dan Reed

    (1983, p. 91) menyatakan bahwa :“ Any identifiable group or individual who can

    affect the achivement of an organisation’s objectives, or is affected by the

    achievement of an organisation’s objectives.”

    Berdasarkan teori stakeholder, banyak orang atau subjek lain yang dapat

    diklasifikasikan sebagai pemangku kepentingan misalnya shareholders, kreditur,

    pemerintah, media, karyawan, dan masyarakat. Semua stakeholder memiliki hak

    untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi untuk mendapatkan informasi

    tentang bagaimana aktivitas organisasi yang mempengaruhi mereka. Meskipun

  • 11

    ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan tidak

    dapat secara langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan

    hidup organisasi (Deegan, 2004).

    Teori stakeholder memperhatikan keseluruhan pihak yang mempunyai

    kepentingan terhadap perusahaan. Stakeholder perusahaan memiliki ekspektasi

    tersendiri terhadap perusahaan. manajemen akan berusaha mengelola dan mencapai

    harapan stakeholder dengan penyampaian aktivitas-aktivitas lingkungan dan sosial.

    Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan

    atau masukan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut.

    Dalam perspektif teori ini, masyarakat dan lingkungan merupakan

    stakeholder inti dari perusahaan yang harus diperhatikan. Tujuan utama dari teori

    stakeholder adalah untuk membantu manajemen perusahaan dalam meningkatkan

    penciptaan nilai sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan

    meminimalkan kerugian yang mungkin munncul bagi stakeholder.

    2. Konsep Akuntansi Lingkungan

    Menurut Suwardjono (2014:10), Akuntansi merupakan seperangkat

    pengetahuan yang mempelajari perekayasaan penyediaan jasa berupa informasi

    keuangan kuantitatif unit-unit organisasi dalam suatu lingkungan negara tertentu

    dan cara penyampaian (pelaporan) informasi tersebut kepada pihak yang

    berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomik.

    Akuntansi akan mempunyai peran yang nyata apabila informasi yang dihasilkan

    dapat mengendalikan perilaku pengambil keputusan ekonomik untuk bertindak ke

  • 12

    suatu pencapaian tujuan sosial dan ekonomik negara yaitu alokasi sumber daya

    ekonomi secara efisien.

    Karakteristik informasi yang dihasilkan akuntansi akan sangat bergantung

    pada kondisi lingkungan negara tempat akuntansi diterapkan, tentunya akuntansi

    akan membahas konsep dan alternatif serta implikasinya dalam berbagai kondisi

    lingkungan. Seiring dengan berkembangnya waktu dimana kepedulian terhadap

    lingkungan mulai mendapat perhatian masyarakat, maka muncul konsep Socio

    Economic Environmental Accounting (SEEC) merupakan penjelasan dari

    pengertian Triple Bottom Line (Wiedmann dan Manfred, 2006) sehingga menjadi

    wacana baru dalam dunia akuntansi yaitu akuntansi sosial dan akuntansi lingkungan

    (Dewi, 2016).

    Akuntansi lingkungan atau Enviromental Accounting menurut Badan

    Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United States Environment

    Protection Agency (US EPA) didefinisikan sebagai suatu fungsi penting tentang

    akuntansi lingkungan adalah untuk menggambarkan biaya-biaya lingkungan

    supaya diperhatikan oleh para stakeholders perusahaan yang mampu mendorong

    dalam pengidentifikasian cara-cara mengurangi atau menghindari biaya-biaya

    ketika pada waktu yang bersamaan sedang memperbaiki kualitas lingkungan.

    Istilah akuntansi lingkungan dibagi ke dalam dua dimensi utama. Pertama,

    akuntansi lingkungan terdiri dari biaya pribadi yaitu biaya yang secara menyeluruh

    langsung berdampak pada perusahaan. Kedua, akuntansi lingkungan merupakan

    biaya-biaya individu, masyarakat maupun lingkungan suatau perusahaan yang tidak

    dapat dipertanggungjawabkan (Ikhsan, 2008:15).

  • 13

    Konsep akuntansi lingkungan mulai berkembang sejak tahun 1970- an. Pada

    tahun 1990-an, IASC (The International'Accounting Standards Committee)

    mengembangkan konsep tentang prinsip akuntansi internasional, termasuk di

    dalamnya pengembangan akuntansi lingkungan. AICPA (American Institute of

    Certified Public Accountant) juga mengeluarkan prinsip-prinsip universal tentang

    audit lingkungan. Tujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dapat dicapai

    melalui pelaporan biaya-biaya lingkungan yang memungkinkan stakeholders dapat

    termotivasi untuk mengidentifikasi cara-cara mengurangi biaya lingkungan

    (environmental cost reducing) atau menghindari biaya-biaya tersebut (Azizah,

    2013).

    Menurut kerangka dasar penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan

    Standar Akuntansi Keuangan (IAI, paragraf 12 2015) menyatakan bahwa tujuan

    laporan keuangan berdasarkan kerangka konseptual adalah menyediakan informasi

    yang menyangkut posisi keuangan, kinerja keuangan, dan perubahan posisi

    keuangan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna dalam

    pengambilan keputusan ekonomi. Sedangkan, lingkungan hidup berdasarkan

    Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup dalam Pasal 1 angka 1 adalah : ... “kesatuan ruang dengan semua

    benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan

    perilakunya yang mempengaruhi kelangsunganperi kehidupan dan kesejahteraan

    manusia dan makhluk hidup lainnya”.

    Fungsi utama/penting akuntansi lingkungan yaitu mengungkapkan biaya-

    biaya lingkungan kepada stakeholders. Pelaporan biaya-biaya lingkungan

  • 14

    memungkinkan stakeholder dapat termotivasi untuk mengindentifikasi cara unruk

    mengurangi biaya lingkungan (environmental cost reducing) atau menghindari

    biaya-biaya tersebut dengan tujuan meningkatkan kualitas lingkungan

    (environmental quality). Gale dan Peter (2001:121) dalam Sambharakresna (2009)

    menambahkan bahwa akuntansi lingkungan keuangan menekankan pada analisis

    dan pelaporan komponen biaya biaya dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan

    dengan masalah-masalah lingkungan.

    Menurut Lange (2003) dalam Martusa (2009) environmental accounting

    mempunyai empat komponen, yaitu:

    1) Akun aset sumber daya alam yang berkaitan dengan sediaan sumber daya

    alam dan fokus dalam memperbaiki neraca dari system of National Accounts

    (SNA);

    2) Akun arus bahan baku dan polutan (energi dan sumber daya) yang

    memberikan informasi pada tingkat industri tentang penggunaan bahan baku

    dan energi sebagai input untuk produksi;

    3) Pengeluaran manajemen sumber daya dan perlindungan lingkungan yang

    mengidentifikasi pengeluaran yang terjadi pada industri, pemerintah dan

    rumah tangga;

    4) Total penjualan makro ekonomi yang disesuaikan secara lingkungan

    termasuk indikator sustainability.

    3. Fungsi Akuntansi Lingkungan

    Fungsi akuntansi lingkungan menurut Fasua (2011) dibagi menjadi dua yaitu

    fungsi internal dan fungsi eksternal:

  • 15

    a. Fungsi internal

    Akuntansi lingkungan mempunyai manfaat bagi internal perusahaan

    untuk memberikan informasi laporan keuangan mengenai pengelolaan

    internal, yaitu keputusan manajemen sebagai salah satu poin pertimbangan

    untuk mencapai green company (Yakhou dan Dorweiler, 2004). Dalam

    internal manajemen perusahaan, akuntansi lingkungan ini sering disebut

    dengan Environmental Management Accounting (EMA).

    Salah satu langkah dari sistem informasi lingkungan organisasi, fungsi

    internal memungkinkan untuk menganalisis biaya pelestarian lingkungan

    yang dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dan mempertimbangkan

    pelestarian lingkungan yang efektif dan efisien melalui pengambilan

    keputusan yang tepat. Oleh karenanya, sangat diperlukan keberadaan fungsi

    akuntansi lingkungan sebagai alat manajemen bisnis untuk digunakan oleh

    manajer dan unit bisnis terkait.

    b. Fungsi Eksternal

    Akuntansi lingkungan pada pelaporan eksternal perusahaan sering

    ditujukan untuk mempertanggungjawabkan kepada publik terutama

    stakeholder dan shareholder atau pemegang saham. Adanya pengungkapan

    hasil pengukuran kegiatan pelestarian lingkungan memungkinkan perusahaan

    untuk mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholdr. Untuk memenuhi

    tanggung jawab perusahaan atas akuntabilitas dan sebagai alat evaluasi yang

    tepat dai kegiatan pelestarian lingkungan maka publikasi hasil akuntansi

    lingkungan akan berfungsi dengan baik.

  • 16

    4. Pengukuran Akuntansi Lingkungan

    Pengukuran akuntansi lingkungan tidak bisa lepas dari pembahasan biaya

    lingkungan (environmental cost). Pengukuran biaya lingkungan pada organisasi

    masih dapat dilakukan karena biaya penanganan material, daur ulang sisa material,

    pengolahan dan pembuangan limbah kemungkinan masih dalam kendali

    manajemen produksi perusahaan. Foster dan Sjoblom, 1996; Anderson dan

    Sedatole 1998 dalam Wiyantoro dkk (2011) menjelaskan, bahwa kesulitan dalam

    pengukuran biaya lingkungan akan muncul ketika akuntan berusaha untuk

    menetapkan biaya lingkungan yang bersifat eksternalisasi yang muncul karena

    emisi gas, limbah cair, dan limbah padat dari proses produksi. Untuk mengukur

    tingkat kesulitan tersebut digambarkan dalam kelompok biaya lingkungan dimulai

    dari conventional costs, potentially hidden cost, contingen cost, relationship costs,

    and societal costs (EPA, 1995 dalam Panggabean dan Deviarti 2012).

    5. Pengungkapan Akuntansi Lingkungan

    Pengungkapan dalam arti luas berarti penyampaian informasi (Wiyantoro

    dkk, 2011). Para akuntan cenderung menggunakan pengungkapan ini dalam

    pengertian yang lebih terbatas, yaitu penyampaian informasi keuangan perusahaan

    dalam laporan keuangan tahunan (Hendriksen dan Van Breda, 2002:429-430).

    Terdapat bebrapa bentuk pengungkapan menurut Hendriksen dan Van Breda

    (2002:439-444) yaitu: ramalan keuangan, kebijakan akuntansi, perubahan

    akuntansi, dan pengungkapan peristiwa pasca laporan. Pengungkapan lingkungan

    (environmental disclosure) merupakan pengungkapan informasi yang berkaitan

  • 17

    dengan lingkungan terdapat dalam laporan tahunan perusahaan (Patten 2002 dalam

    Wiyantoro dkk 2011).

    6. Biaya Lingkungan

    Definisi biaya lingkungan menurut Environmental Protection Agency (EPA)

    meliputi biaya-biaya dari langkah yang diambil, atau yang harus diambil untuk

    mengatur dampak-dampak lingkungan terhadap aktifitas perusahaan dalam cara

    pertanggungjawaban lingkungan yang disesuaikan dengan tujuan-tujuan

    lingkungan dan keinginan perusahaan. Selain itu, biaya lingkungan juga meliputi

    biaya internal dan eksternal dan berhubungan dengan seluruh biaya-biaya yang

    terjadi dalam hubungannya dengan kerusakan lingkungan dan perlindungan (Dewi,

    2016).

    United States Environmental Protection Agency (US EPA) dalam penelitian

    Panggabean dan Deviarti (2012) menyebutkan jika biaya-biaya yang terjadi di

    perusahaan terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

    Conventional Costs

    Biaya menggunakan bahan baku, utilitas, barang modal, dan pasokan yang

    umumnya dibahas dalam akuntansi biaya dan penganggaran, tetapi tidak

    dipertimbangkan sebagai biaya lingkungan. Penurunan penggunaan dan

    berkurangnya limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan pokok yang ramah

    lingkungan dapat mengurangi degradasi lingkungan serta penggunaan sumber daya

    yang tidak dapat diperbarui.

  • 18

    Potentially Hidden Costs

    Biaya-biaya yang terjadi sebelum proses operasi yang berpotensi tersembunyi

    dari manajer, diantaranya upfront environmental costs. Biaya yang termasuk dalam

    kelompok ini adalah perancangan produk ramah lingkungan, kualifikasi pemasok,

    evaluasi peralatan pengendalian pencemaran alternatif, dan lain-lain.

    Contingen Costs

    Biaya yang mungkin terjadi atau tidak pada masa depan. Diantaranya, biaya

    kompensasi atas kecelakaan pencemaran lingkungan, denda dan hukuman

    pelanggaran peraturan masa depan, serta biaya tak terduga lainnya atas konsekuensi

    masa depan.

    Image and Relationship Costs

    Biaya yang biasa disebut sebagai biaya “citra perushaan” dikeluarkan untuk

    memengaruhi persepsi manajemen, pelanggan, karyawan, masyarakat, dan

    regulator. Biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya pelaporan

    lingkungan tahunan dan kegiatan hubungan masyarakat, biaya yang dikeluarkan

    sukarela untuk kegiatan lingkungan seperti menanam pohon, dan biaya yang

    dikeluarkan untuk program penghargaan dan pengakuan.

    Menurut Hansen dan Mowen (2009:413), biaya lingkungan adalah biaya-

    biaya yang terjadi karena kualitas lingkungan yang buruk atau kualitas lingkungan

    yang buruk mungkin terjadi. Jadi biaya lingkungan berhubungan dengan kreasi,

    deteksi, perbaikan, dan pencegahan degradasi lingkungan.

    Biaya lingkungan diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu pertama,

    biaya pencegahan lingkungan (envireonmental prevention costs) adalah biaya-

  • 19

    biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah

    dan/atau sampah yang dapat merusak lingkungan. Kedua, biaya deteksi lingkungan

    (environmental detection cost) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan

    untuk menentukan bahwa produk, proses, dan aktivitas lain di perusahaan telah

    memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau tidak. Standar lingkungan dan

    prosedur yang diikuti perusahaan didefinisikan dalam tiga cara yaitu peraturan

    pemerintah, standar sukarela (ISO 14001) yang dikembangkan International

    Standarts Organization, dan kebijakan lingkungan yang dikembangkan manajemen.

    Biaya lingkungan yang ketiga adalah biaya kegagalan internal lingkungan

    (envireonmental internal failure costs) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang

    dilakukan karena diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke

    lingkungan luar. Jadi, biaya kegagalan internal lingkungan ini dikeluarkan untuk

    menghilangkan dan mengolah limbah maupun sampah ketika produksi. Keempat,

    biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure costs) adalah

    biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah atau sampah ke

    dalam lingkungan.

    Biaya kegagalan eksternal lingkungan diklasifikasikan dalam dua bentuk,

    yaitu: biaya kegagalan eksternal yang direalisasi (realized external failure costs)

    adalah biaya yang dialami dan dibayar oleh perusahaan. Sedangkan, biaya

    kegagalan eksternal yang tidak direalisasi (unrealized external failure costs) atau

    biaya sosial yang disebabkan oleh perusahaan, tetapi dialami dan dibayar oleh

    pihak-pihak di luar perusahaan. Biaya sosial lebih lanjut dapat diklasifikasikan

  • 20

    sebagai biaya yang berasal dari degradasi lingkungan dan biaya yang berhubungan

    dengan dampak buruk terhadap properti atau kesejahteraan masyarakat.

    Biaya lingkungan mencakup seluruh biaya-biaya paling nyata dalam

    mengukur ketidakpastian. Pada dasarnya biaya lingkungan berhubungan dengan

    biaya produk, proses, sistem, atau fasilitas penting untuk pengambilan keputusan

    manajemen yang lebih baik (Dewi, 2016). Dari beberapa pengertian tersebut

    mengindikasikan bahwa biaya lingkungan adalah mendefinisikan, mengukur,

    mengklasifikasikan dan membebankan biaya yang timbul dari aktivitas lingkungan

    baik yang digunakan untuk fasilitas operasional perusahaan maupun sosial

    perusahaan agar manajer dapat mengambil keputusan yang lebih baik.

    7. Tanggung Jawab Lingkungan (Corporate Social Responsibility)

    Wineberg dan Rudolp mendefinisikan Corporate Social Responbility (CSR)

    aebagai: “The contribution that a company makes in society through its core

    business activities, its social investment and philanthropy programs, and its

    engagement in public policy”.

    Sebagaimana yang diungkapkan para pakar akuntansi, pengertian dan konsep

    CSR akan terus mengalami perkembangan. CSR muncul dari istilah akuntansi

    lingkungan yang sebenarnya sama artinya dengan akuntansi sosial ekonomi (social

    economic accounting). Berdasarkan hal itu, Davis dan Frederick pada tahun 1992

    menyatakan bahwa CSR merupakan kewajiban organisasi perusahaan bisnis atau

    perusahaan untuk mengambil bagian dalam kegiatan yang bertujuan melindungi

    serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan di samping

  • 21

    kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk kepentingan organisasi itu sendiri (Azheri,

    2012:27).

    Pada prinsipnya, CSR merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan atas

    tindakan dan kegiatan usahanya yang mempunyai dampak langsung maupun tidak

    langsung terhadap stakeholder dan lingkungan perusahaan dimana perusahaan

    berada. Atas dasar tersebut, John Elkingston’s berdasarkan pengertian di atas

    mengelompokkan CSR atas tiga aspek yang dikenal dengan Triple Bottom Line

    (3BL). Masing-masing aspek tersebut meliputi kemakmuran ekonomi (economic

    prosperity), peningkatan kualitas ekonomi (environmental quality), dan keadilan

    sosial (social justice) (Azheri, 2012).

    Suatu perusahaan yang ingin menerapkan konsep pembangunan

    berkelanjutan (sustainability development) harus memerhatikan 3P yaitu profit,

    planet, and people. Pada tahun 2002 Global Compact Initiative menjelaskan

    kembali tentang 3P sebagai tiga pilar CSR dengan menyatakan tujuan bisnis adalah

    untuk mencari laba (profit), mensejahterakan orang (people), dan menjamin

    keberlanjutan kehidupan (planet) (Azheri, 2012:35).

    Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kontribusi sukarela berupa

    barang, jasa dan keuangan kepada masyarakat dan termasuk kegiatan langsung

    terkait dengan aktifitas produksi dan perdagangan perusahaan. Dilihat dari regulasi

    yang berlaku di Indonesia, saat ini sudah terdapat beberapa regulasi yang dapat

    dijadikan acuan pelaksanaan CSR antara lain; UUD Pasal 33 UUD 1945, UU No.

    23/1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 22/2001 Tentang

  • 22

    Minyak dan Gas Bumi, UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No.

    40/2007 Tentang Perseroaan Terbatas.

    Terdapat juga Peraturan Menteri BUMN No. 5/2007 Tentang Program

    Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Dalam

    berbagai peraturan ini, pada dasarnya telah tersirat berbagai upaya yang harus

    dilakukan baik oleh pemerintah maupun korporasi untuk melakukan

    pengembangan masyarakat dan lingkungan, baik pada aspek sosial, pendidikan,

    ekonomi, kesehatan maupun lingkungan (Puspita dan Murtiningtyas, 2013).

    Semakin besar dan konsisten perusahaan mengungkapkan isu-isu CSR,

    semakin besar pula manfaat ekonomi yang akan diperoleh. Meskipun, dalam jangka

    pendek mengurangi kas dan menurunkan laba. Akan tetapi, dalam jangka panjang

    akan mendatangkan manfaat ekonomi bagi perusahaan. Manfaat ekonomi tersebut

    adalah :

    1) Sebagai investasi sosial yang menjadi sumber keunggulan kompetitif bagi

    perusahaan dalam jangka panjang

    2) Memperkokoh profitabilitas dan kinerja keuangan perusahaan

    3) Meningkatkan akuntabilitas dan apresiasi positif dari komunitas investor,

    kreditor, pemasok, dan konsumen

    4) Meningkatkan komitmen, etos kerja, efisiensi, dan produktivitas karyawan

    5) Meningkatkan citra dan reputasi perusahaan

    6) Menurunkan kerentanan gejolak sosial dan resistensi dari komunitas

    sekitarnya karena diperhatikan serta dihargai perusahaan, dan

  • 23

    7) Meningkatkan reputasi, goodwill, dan nilai perusahaan dalam jangka panjang

    (Lako, 2011:8)

    8. Pedoman Pelaporan Keberlanjutan GRI

    Pedoman pelaporan keberlanjutan ini adalah GRI G4 menyediakan prinsip-

    prinsip pelaporan, pengungkapan standar, dan panduan penerapan untuk

    penyusunan laporan keberlanjutan oleh organisasi, apapun ukuran, sektor, atau

    lokasinya. Pedoman ini menyediakan referensi internasional untuk semua pihak

    yang terlibat dengan pengungkapan pendekatan tata kelola serta kinerja dan

    dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi organisasi.

    Bagian pertama dari pedoman pelaporan adalah prinsip pelaporan, dirancang

    dengan tujuan untuk mencapai transparansi pelaporan keberlanjutan dan harus

    diterapkan oleh semua organisasi dalam menyusun laporan keberlanjutan. Prinsip

    pelaporan keberlanjutan dibagi menjadi dua kelompok yaitu

    a. Prinsip-prinsip untuk menentukan konten laporan

    Prinsip-prinsip ini dirancang guna untuk menentukan konten laporan. Adapun

    prinsip-prinsip tersebut adalah:

    1) Pelibatan pemangku kepentingan

    Organisasi harus mengidentifikasi para pemangku kepentingan dan

    menjelaskan bagaimana organisasi menanggapi harapan dan kepentingan

    wajar dari mereka.

    2) Konteks keberlanjutan

    Laporan harus menyajikan kinerja organisasi dalam konteks keberlanjutan

    yang lebih luas.

  • 24

    3) Materialitas

    Laporan harus mencakup dua aspek, yaitu:

    a) Mencerminkan dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial yang signifikan

    dari organisasi

    b) Secara substansial memengaruhi asesmen dan keputusan pemangku

    kepentingan

    4) Kelengkapan

    Laporan harus berisi cakupan aspek material dan boundary, cukup untuk

    mencerminkan dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial yang signifikan serta

    untuk memungkinkan pemangku kepentingan dapat menilai kinerja

    organisasi dalam periode pelaporan.

    b. Prinsip-prinsip untuk menentukan kualitas laporan

    Prinsip ini memandu dalam memastikan kualitas informasi dalam laporan

    keberlanjutan untuk mencapai transparansi. Prinsip-prinsip tersebut harus

    memuat :

    1) Keseimbangan

    Laporan harus mencerminkan aspek-aspek positif dan negatif dari kinerja

    organisasi untuk memungkinkan dilakukannya asesmen yang berlasan

    atas kinerja organisasi secara keseluruhan.

    2) Komparabilitas

    Organisasi harus memilih, mengumpulkan, dan melaporkan informasi

    secara konsisten. Informasi yang dilaporkan hars disajikan dengan cara

    yang memungkinkan para pemangku kepentingan menganalisis

  • 25

    perubahan kinerja organisasi dari waktu ke waktu, dan yang dapat

    mendukung analisis relatif terhadap organisasi lain.

    3) Akurasi

    Informasi yang dilaporkan harus cukup akurat dan terperinci bagi para

    pemangku kepentingan untuk dapat menilai kinerja oranisasi.

    4) Ketepatan waktu

    Organisasi harus membuat laporan dengan jadwal yang teratur sehingga

    informasi tersedia tepat waktu bagi para pemangku kepentingan untuk

    membuat keputusan yang tepat.

    5) Kejelasan

    Informasi yang tersedia harus dapat dimengerti dan dapat diakses oleh

    pemangku kepentingan yang menggunakan laporan.

    6) Keandalan

    Organisasi harus mengumpulkan, mencatat, menyusun, menganalisis, dan

    mengungkapkan informasi serta proses yang digunakan untuk

    menyiapkan laporan agar dapat diuji, dan hal itu akan menentukan

    kualitas serta materialitas informasi.

    Bagian kedua dari pedoman pelaporan keberlanjutan adalah pedoman untuk

    pengungkapan standar. Pengungkapan standar terbagi menjadi dua yaitu:

    a. Pengungkapan standar umum, yang terbagi menjadi tujuh bagian:

    1) Strategi dan analisis: G4-1

    2) Profil Organisasi: G4-9, G4-10, G4-11, G4-12, G4-13, G4-14, G4-15

    3) Aspek material dan boundary teridentifikasi: G4-18, G4-19, G4-20, G4-21

  • 26

    4) Hubungan dengan pemangku kepentingan: G4-24, G4-25, G4-26

    5) Profil laporan: G4-33

    6) Tata kelola: G4-38, G4-41, G4-50, G4-51, G4-54, G4-55

    7) Etika dan integritas: G4-56, G4-57, G4,58

    b. Pengungkapan Standar Khusus

    Pedoman ini mengatur pengungkapan standar khusus ke dalam tiga kategori

    yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial. Kategori ekonomi lebih lanjut dibagi ke

    dalam empat sub-kategori, yaitu kinerja ekonomi, keberadaan pasar, dampak

    ekonomi tidak langsung, dan praktik pengadaan. Kategori lingkungan dibagi

    menjadi dua belas sub-kategori, yaitu bahan, energi, air, keanekaragaman hayati,

    emisi, efluen dan limbah, produk dan jasa, kepatuhan, transportasi, lain-lain,

    asesmen pemasok atas lingkungan serta mekanisme pengaduan masalah

    lingkungan. Sedangkan, kategori sosial terbagi menjadi empat sub-kategori, yaitu

    praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak asasi manusia, masyarakat,

    dan tanggung jawab atas produk.