10
1 BAB II STUDI KEPUSTAKAAN A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar tersusun dari dua suku kata, yakni prestasi dan belajar. Prestasi di dalam Kamus Ilmiah Populer (Asnawi, 2011) didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai. Menurut Sunartombs (2009), prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkret yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu. Belajar menurut Thobroni dan Mustofa (2011) adalah aktivitas manusia yang sangat vital dan secara terus menerus akan dilakukan selama manusia tersebut masih hidup. Menurut Syah (2011) belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Prestasi belajar adalah pengetahuan yang dicapai siswa pada sejumlah mata pelajaran tertentu yang telah ditetapkan pada tiap semester yang meliputi sikap penguasaan materi pelajaran (ranah kognitif) sebagai tolak ukur keberhasilan siswa di sekolah yang selanjutnya tertuang dalam rapor yang dinyatakan dalam bentuk nilai yang berkisar antara 0 100 (Wibowo, 2006). Menurut Slameto (2004), prestasi belajar adalah performance dan kompetensinya dalam mata pelajaran setelah mempelajari materi untuk mencapai tujuan pengajaran dalam satu satuan waktu yang bisa berupa catur wulan, atau tahun pelajaran. Menurut Ghufron dan Risnawati (2012) prestasi belajar adalah hasil yang telah diperoleh siswa setelah melakukan aktivitas belajarnya yang dinyatakan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan. Prestasi belajar merupakan hasil ujian yang dilakukan melalui penilaian dengan jalan testing, mengerjakan tugas,

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN...BAB II STUDI KEPUSTAKAAN A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar tersusun dari dua suku kata, yakni prestasi dan belajar. Prestasi

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    BAB II

    STUDI KEPUSTAKAAN

    A. Prestasi Belajar

    1. Pengertian Prestasi Belajar

    Prestasi belajar tersusun dari dua suku kata, yakni prestasi dan

    belajar. Prestasi di dalam Kamus Ilmiah Populer (Asnawi, 2011)

    didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai. Menurut Sunartombs

    (2009), prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkret yang dapat

    dicapai pada saat atau periode tertentu. Belajar menurut Thobroni dan

    Mustofa (2011) adalah aktivitas manusia yang sangat vital dan secara

    terus menerus akan dilakukan selama manusia tersebut masih hidup.

    Menurut Syah (2011) belajar merupakan kegiatan yang berproses dan

    merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan

    setiap jenis dan jenjang pendidikan.

    Prestasi belajar adalah pengetahuan yang dicapai siswa pada

    sejumlah mata pelajaran tertentu yang telah ditetapkan pada tiap

    semester yang meliputi sikap penguasaan materi pelajaran (ranah

    kognitif) sebagai tolak ukur keberhasilan siswa di sekolah yang

    selanjutnya tertuang dalam rapor yang dinyatakan dalam bentuk nilai

    yang berkisar antara 0 – 100 (Wibowo, 2006). Menurut Slameto (2004),

    prestasi belajar adalah performance dan kompetensinya dalam mata

    pelajaran setelah mempelajari materi untuk mencapai tujuan

    pengajaran dalam satu satuan waktu yang bisa berupa catur wulan, atau

    tahun pelajaran.

    Menurut Ghufron dan Risnawati (2012) prestasi belajar adalah hasil

    yang telah diperoleh siswa setelah melakukan aktivitas belajarnya yang

    dinyatakan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Ditambahkan bahwa

    prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam

    diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Prestasi belajar

    adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah

    mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa

    perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian

    akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau

    pernyataan. Prestasi belajar merupakan hasil ujian yang dilakukan

    melalui penilaian dengan jalan testing, mengerjakan tugas,

  • 2

    menyelesaikan berbagai hal, membuat karangan, menyuruh

    memproduksi hal yang telah diterima sebagai pelajaran. Pemberian

    ulangan dilakukan dengan tujuan mengetahui kemajuan siswa.

    Prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai

    siswa sebagai tanda atau simbol keberhasilan dari usaha belajar (hasil

    aktivitas belajar) yang menghasilkan perubahan, pengetahuan,

    pemahaman, keterampilan, nilai, dan dinyatakan dalam bentuk skor

    yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah mata pelajaran

    tertentu (Sari, 2005).

    Berdasarkan paparan di atas penelitian ini mengacu pada teori

    Ghufron dan Risnawati (2012) tentang prestasi belajar yang diukur

    berdasarkan hasil belajar siswa setelah melakukan aktivitas belajar yang

    dinyatakan dalam bentuk nilai atau huruf. Dalam penelitian ini prestasi

    belajar matematika diukur dari hasil Tes Akhir Semester (TAS) II Tahun

    Ajaran 2011/2012 yang dinyatakan dalam bentuk nilai.

    1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

    Tercapainya prestasi belajar siswa sebagaimana diharapkan, sangat

    perlu memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya.

    Keberhasilan dalam pencapaian prestasi belajar dipengaruhi oleh

    banyak faktor yang bersumber dari dalam maupun dari luar individu.

    Menurut Sadwika dalam Sulistyaningrum (2010) terdapat dua faktor

    utama yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu faktor intern dan

    faktor ekstern.

    Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri siswa, meliputi

    faktor fisik dan faktor psikis. Faktor fisik, individu dalam keadaan segar

    dan sehat jasmaninya akan lain prestasinya dibandingkan dengan siswa

    dalam kondisi lelah. Faktor psikis meliputi, kecerdasan, motivasi belajar,

    disiplin, konsentrasi, dan gaya belajar.

    Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu, meliputi

    lingkungan sekolah, masyarakat dan lingkungan keluarga. Lingkungan

    sekolah memperhitungkan sejauh mana sekolah dapat memenuhi

    kebutuhan siswa dalam berprestasi di sekolah. Lingkungan masyarakat

    sekitar memberikan banyak intelektual yang akan banyak mendorong

    siswa berprestasi, dalam lingkungan keluarga , suasana harmonis dalam

    keluarga dapat memberikan rasa aman bagi siswa, dan akan

    menyebabkan siswa merasa bebas untuk mengeksplorasi dirinya secara

    optimal.

  • 3

    2. Prestasi Belajar Matematika

    Menurut Sulistyaningrum (2010) prestasi belajar merupakan suatu

    hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengalami suatu proses belajar

    yang telah dievaluasi dalam jangka waktu tertentu. Hasil evaluasi

    tersebut berupa nilai yang nantinya dapat menentukan tinggi rendahnya

    prestasi. Semakin tinggi nilai yang diperoleh, maka akan semakin tinggi

    juga prestasi yang akan dicapai siswa. Dalam kaitannya dengan

    matematika, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar

    matematika adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah

    mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu khususnya

    dalam bidang matematika.

    B. Gaya Belajar Model David Kolb

    Model gaya belajar yang dikemukakan oleh Kolb, salah seorang ahli

    pendidikan dari Amerika Serikat, yang mempopulerkan teori belajar

    “Experiential Learning”. Gaya belajar Model David Kolb mengklasifikasikan

    gaya belajar siswa ke dalam empat kecenderungan (kutub) utama yaitu

    Concrete Experience (CE), Abstract Conceptualization (AC), Reflective

    Observation (RO), dan Active Experimentation (AE), seperti terlihat pada

    gambar 2.1.

    Gambar 2.1. Kutub Tipe Gaya Belajar Model David Kolb

    Concrete Experience (CE)

    Feeling

    Reflective Observation (RO)

    watching

    Abstract Conceptualization (AC)

    Thinking

    Active Experimentation (AE)

    Doing

    Accomodator (doing and feeling)

    Diverger (feeling and watching)

    Assimilator (watching and thinking)

    Converger (thinking and doing)

  • 4

    Pada gambar 2.1 di atas tampak bahwa model gaya belajar David Kolb

    terdapat dua bagian kutub. Kutub pertama berposisis vertikal berupa

    pengalaman konkret (belahan atas) dan konseptualisasi abstrak (belahan

    bawah), yang berpotongan dengan kutub kedua yang berposisi horizontal

    berupa pengamatan reflektif (belahan kanan), dan eksperimen aktif

    (belahan kiri) sehingga kedua garis berpotongan lurus membentuk empat

    kuadran. Kuadran tersebut terdiri dari diverger, assimilator, converger, dan

    assimilator. Keempat kuadran tersebut tersusun dari kombinasi antara

    Concrete Experience (CE), Reflective Observation (RO), Abstract

    Conceptualization (AC), dan Active Experimentation (AE).

    Concrete Experience (CE), siswa belajar melalui perasaan (feeling),

    dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan

    relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Siswa

    melibatkan diri sepenuhnya melalui pengalaman baru, siswa cenderung

    lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang

    dihadapinya. Siswa dalam kecenderungan ini suka dengan hal-hal atau

    pengalaman baru dan ingin segera mengalaminya, selain itu siswa dalam

    kecenderungan ini juga tidak takut untuk mencoba sesuatu yang baru, suka

    berkumpul dengan orang lain, bertukar pikiran, namun akan merasa bosan

    ketika suatu permasalahan yang sedang dihadapinya membutuhkan waktu

    lama dalam menyelesaikannya.

    Reflective Observation (RO), siswa belajar melalui pengamatan

    (watching), penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu

    perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal

    yang diamati. Siswa akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk

    membentuk opini. Siswa dalam kecenderungan ini melihat masalah dari

    berbagai perspektif, mengumpulkan sebanyak-banyaknya data yang

    berhubungan dengan permasalahan dari berbagai sumber, sehingga

    terkadang terlihat suka menunda-nunda menyelesaikan masalah, namun

    sebenarnya hati-hati sebelum membuat keputusan, suka melihat atau

    mengamati perilaku orang lain.

    Abstract Conceptualization (AC), siswa belajar melalui pemikiran

    (thinking) dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan

    sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang

    dihadapi. Siswa menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan

    observasinya menjadi teori yang sehat, dengan mengandalkan pada

    perencanaan yang sistematis. Siswa dalam kecenderungan ini lebih

  • 5

    mengadaptasi dan mengintegrasi dari hasil amatannya ke dalam sebuah

    teori, dalam memecahkan sebuah masalah siswa dalam kecenderungan ini

    lebih mengerjakannya secara vertikal, runtut sistemtis, dalam berpikir

    cenderung objektif dengan pendekatan yang analitis, pendekatan masalah

    dengan logika.

    Active Experimentation (AE), siswa belajar melalui tindakan (doing),

    cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani

    mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Siswa

    akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan,

    pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya. Siswa menggunakan teori

    untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan, selain itu siswa

    juga lebih cenderung merespon sebuah tantangan sebagai sebuah

    kesempatan, dalam menghafal ataupun menyelesaikan sesuatu

    permasalahan siswa lebih menyukai dengan praktek langsung.

    Keempat kutub gaya belajar yang diungkapkan oleh David Kolb dalam

    Ghufron dan Risnawati (2012) akan membentuk empat kombinasi gaya

    belajar yang dikenal dengan Gaya Belajar Model David Kolb, keempat gaya

    belajar tersebut yaitu gaya belajar Diverger, Assimilator, Converger dan

    Accomodator. Menurut Kolb dalam Susilo (2006), bahwa setiap individu

    tidak didominasi oleh satu gaya belajar tertentu secara absolut, tetapi

    cenderung membentuk kombinasi dan konfigurasi gaya belajar tertentu.

    Keempat gaya belajar Model David Kolb tersebut dijelaskan sebagai berikut :

    1. Gaya Belajar Diverger

    Gaya Belajar tipe diverger merupakan perpaduan antara Concrete

    Experience (CE) dan Reflective Observation (RO) jika diformulakan

    menjadi CE + RO, atau dengan kata lain kombinasi dari perasaan

    (feeling) dan pengamatan (watching). Siswa dengan tipe diverger

    memiliki kemampuan imajinasi dan melihat situasi kongkret dari banyak

    sudut pandang yang berbeda, kemudian menghubungkannya menjadi

    sesuatu yang bulat dan utuh. Pendekatannya pada setiap situasi adalah

    “mengamati” dan bukan “bertindak”.

    Siswa seperti ini menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk

    menghasilkan ide-ide dan gemar mengumpulkan berbagai informasi,

    menyukai isu tentang kesusastraan, budaya, sejarah, dan ilmu-ilmu

    sosial lainnya. Siswa tipe diverger ingin mengalami suatu pengalaman,

    misalkan memecahkan suatu persoalan, dan tidak takut untuk mencoba,

    namun cepat bosan jika persoalan membutuhkan waktu yang lama

  • 6

    untuk dapat dipahami, dipecahkan, atau diselesaikan. Mereka biasanya

    lebih banyak bertanya “why?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk

    menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai motivator.

    2. Gaya Belajar Assimilator

    Gaya Belajar tipe assimilator adalah perpaduan antara Reflective

    Observation (RO) dan Abstract Conceptualization (AC) jika

    diformulakan menjadi RO + AC, atau dengan kata lain kombinasi dari

    pengamatan (watching) dan pemikiran (thinking). Siswa dengan tipe

    assimilator memiliki keunggulan dalam memahami dan merespon

    berbagai sajian informasi serta mengorganisasikan, merangkumkannya

    dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas.

    Siswa tipe ini cenderung lebih teoritis, lebih menyukai bekerja

    dengan ide serta konsep yang abstrak, daripada bekerja dengan orang,

    selain itu siswa dengan tipe ini juga cenderung lebih teoritis,

    mengasimilasikan fakta ke dalam teori, berpikir dengan objekjif, analitis,

    runtut, sistematis, melakukan pendekatan masalah dengan logika,

    berusaha benar-benar memahami suatu permasalahan terlebih dahulu

    sebelum melakukan tindakan.

    Mata pelajaran yang yang diminatinya adalah bidang sains dan

    matematika. Siswa tipe assimilator kurang perhatian kepada orang lain

    dan menginginkan apa yang akan dilakukan harus minimal sama atau

    lebih baik dengan apa yang telah atau pernah dilakukan sebelumnya.

    Mereka biasanya lebih banyak bertanya “what?”. Peran dan fungsi guru

    yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang

    expert.

    3. Gaya Belajar Converger

    Gaya Belajar tipe converger adalah perpaduan antara Abstract

    Conceptualization (AC) dan Active Experimentation (AE) jika

    diformulkan menjadi AC + AE, atau dengan kata lain kombinasi dari

    berfikir (thinking) dan berbuat (doing). Siswa mampu merespon

    terhadap berbagai peluang dan mampu bekerja secara aktif dalam

    setiap tugas yang terdefinisikan secara baik. Siswa gemar belajar bila

    menghadapi soal dengan jawaban yang pasti, dan segera berusaha

    mencari jawaban yang tepat. Siswa mau belajar secara trial and error

    hanya dalam lingkungan yang dianggapnya relatif aman dari kegagalan.

    Siswa dengan tipe converger unggul dalam menemukan fungsi praktis

    dari berbagai ide dan teori. Biasanya siswa mempunyi kemampuan yang

  • 7

    baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Siswa juga

    cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif). Siswa

    cenderung tidak emosional dan lebih menyukai bekerja yang

    berhubungan dengan benda dari pada manusia, masalah sosial atau

    hubungan antar pribadi.

    Mata pelajaran yang yang diminati adalah bidang IPA dan Teknik.

    Siswa biasanya lebih banyak bertanya “how?”. Peran dan fungsi guru

    yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang

    coach, yang dapat menyediakan praktik terbimbing dan dapat

    memberikan umpan balik yang tepat.

    4. Gaya Belajar Accomodator

    Gaya Belajar tipe accomodator merupakan perpaduan antara Active

    Experimentation (AE) dan Concrete Experience (CE) jika diformulakan

    menjadi AE + CE, atau dengan kata lain kombinasi antara berbuat

    (doing) dengan merasakan (feeling). Siswa tipe ini senang

    mengaplikasikan materi pelajaran dalam berbagai situasi baru untuk

    memecahkan berbagai masalah nyata yang dihadapinya.

    Kelebihan siswa tipe ini memiliki kemampuan belajar yang baik dari

    hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Siswa tipe ini lebih

    suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai

    pengalaman baru yang menantang, dalam usaha memecahkan masalah,

    mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk

    mendapatkan masukan/informasi) dibanding analisa teknis.

    Siswa dalam tipe ini cenderung untuk bertindak berdasarkan

    intuisi/dorongan hati daripada berdasarkan analisa logis, sering

    menggunakan trial and error dalam memecahkan masalah, kurang

    sabar dan ingin segera bertindak. Bila ada teori yang tidak sesuai dengan

    fakta cenderung untuk mengabaikannya.

    Mata pelajaran yang disukainya yaitu berkaitan dengan lapangan

    usaha (bisnis) dan teknik. Peran dan fungsi guru dalam berhadapan

    dengan siswa tipe ini adalah berusaha menghadapkan siswa pada

    “open-ended questions”, memaksimalkan kesempatan siswa untuk

    mempelajari dan menggali sesuatu sesuai pilihannya.

    C. Kajian yang Relevan

    Suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti persoalan yang sama

    tidak selalu menghasilkan kesimpulan yang sama pula, bahkan tidak jarang

  • 8

    ada yang bertentangan. Penelitian yang mengkaji tentang hubungan antara

    gaya belajar dengan prestasi belajar sebelumnya telah dilakukan oleh

    beberapa peneliti. Hasil dari penelitian mereka tidak selalu sama, ada

    bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian yang menjadikan sebuah

    pertentangan dalam hl hasil pembahasan.

    Penelitian Sulistyaningrum (2010) dalam penelitiannya yang berjudul

    “Hubungan Antara Gaya Belajar Dengan Prestasi Belajar Matematika

    Diantara Siswa XI IPA Dan IPS SMA Negeri 1 Salatiga Tahun Ajaran

    2009/2010”, yang dilakukan pada 176 siswa kelas XI IPA dan IPS di SMA

    Negeri 1 Salatiga dengan menggunakan instrumen KLSI untuk gaya belajar

    dan nilai Matematika untuk prestasi belajar, dengan menggunakan korelasi

    Pearson Product Moment, diperoleh hasil analisis data yang menunjukkan

    adanya hubungan yang positif dan signifikan antara gaya belajar diverger,

    assimilator, converger, dan accomodator dengan prestasi belajar

    matematika pada kelas XI IPA serta terdapat hubungan yang positif dan

    signifikan antara gaya belajar accomodator dengan prestasi belajar

    matematika pada kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Salatiga.

    Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian dari Sadwika (2005) yang

    berjudul “Hubungan Antara Gaya Belajar Dengan Prestasi Belajar Bidang

    Kogniif Pada Siswa SMA Kristen Satya Wacana” yang memperoleh hasil

    bahwa semua gaya belajar berhubungan positif dengan prestasi belajar

    bidang kognitif pada 127 siswa kelas X di SMA Kisten Satya Wacana

    Salatigadan juga hasil dari penelitiaan yang dilakukan oleh Missa (2005)

    yang menemukan hasil bahwa ada hubungan yang positif antara gaya

    belajar assimilator dengan prestasi belajar siswa pada 68 siswa kelas 1 di

    SMKN 2 Soe.

    Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh

    Natalia (2011) tentang “Hubungan Gaya Belajar Dengan Prestasi Belajar

    Siswa Kelas IV Di Sekolah Dasar Gugus Diponegoro Pada Tahun Ajaran

    2010/2011” yang menunjukkan hasil bahwa, gaya belajar diverger tidak

    berkorelasi positif signifikan dengan prestasi belajar siswa, yang dilhat pada

    koefisien korelasi (r) adalah -0,027 dengan signifikansi dua sisi adalah 0,911

    > 0,05. Hasil berikutnya adalah gaya belajar assimilator tidak berkorelasi

    posiif signifikan dengan prestasi belajar siswa, yang dilihat pada nilai

    koefisien korelasi (r) adalah -0,052 dengan signifikansi dua sisi adalah 0,813

    > 0,05. Hasil yang ketiga juga menunjukkan bahwa gaya belajar converger

    tidak berkorelasi signifikan dengan prestasi belajar siswa, yang ditunjukkan

  • 9

    dengan koefisien korelasi (r) adalah -0,683 dengan signifikasi dua sisi adalah

    0,091 > 0,05. Hasil korelasi yang terakhir adalah gaya belajar accomodator

    berkorelasi positif namun tidak signifikan dengan prestasi belajar siswa.

    Korelasi tersebut dilihat pada nilai koefisien korelasi (r) adalah 0,300 dengan

    signifikansi dua sisi adalah 0,226>0,05.

    Penelitian dengan hasil yang mendukung dari penelitian Natalia adalah

    penelitian dari Sari (2005) memperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan

    yang signifikan antara prestasi belajar siswa berdasarkan gaya belajar siswa

    kelas II SMA Negeri 1 Suruh, hal ini terbukti dari hasil analisis bahwa

    sebanyak 37 % siswa bergaya belajar assimilator, 33% siswa bergaya belajar

    diverger, 20,8% siswa bergaya belajar accomodator, dan 8,5% siswa bergaya

    belajar Converger, tetapi hasil analisis menunjukkan bahwa siswa memiliki

    prestasi belajar baik yakni 85% dan sebagian kecil siswa memiliki prestasi

    belajar sangat baik yakni 14,7%. Wibowo (2006) juga melakukan penelitian

    yang mendapatkan hasil tidak adanya hubungan yang positif dan signifikan

    antara gaya belajar diverger, assimilator, converger dan accomodator

    dengan prestasi belajar siswa, yang ditunjukkan pada hasil analisis yang

    menggunakan teknik korelasi Kendall’s Tau_tub memperoleh hasil koefisien

    korelasi r = -0,069 dengan nilai p = 0,424>0,05.

    D. Kerangka Berpikir

    Penggunaan gaya belajar (X) siswa yang tepat akan meningkatkan hasil

    belajar siswa, artinya prestasi belajar matematika (Y) siswa pun akan

    meningkat. Dugaannya adalah jika gaya belajar tepat maka gaya belajar itu

    akan mendukung dirinya untuk mencapai prestasi yang optimal. Siswa yang

    belajar dengan gaya belajar tepat maka akan mencapai hasil optimal, yaitu

    prestasi belajar tinggi. Sebaliknya, jika kegiatan belajar siswa dilakukan

    dengan gaya belajar tidak tepat maka hasil yang dicapainya pun tidak akan

    optimal, sehingga hal ini akan berdampak pada pencapaian prestasi belajar

    juga tidak akan optimal.

    Pada mata pelajaran matematika, siswa dengan menggunakan gaya

    belajar yang tepat pada materi saat itu, maka siswa tersebut dapat diduga

    akan mampu mencapai prestasi belajar optimal sesuai dengan materi yang

    diajarkan. Gaya belajar yang dipakai dalam penelitian ini adalah gaya belajar

    dalam perspektif David Kolb yang meliputi gaya belajar diverger, assimilator,

    converger, dan accomodator. Keempat gaya belajar tersebut diduga

    berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar matematika siswa,

  • 10

    dengan begitu untuk mengukur gaya belajar siswa, akan dilihat berdasarkan

    gaya belajar model David Kolb. Adapun keterhubungan antara gaya belajar

    model David Kolb dengan prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA 1

    Bae Kudus akan digambarkan seperti pada gambar 2.2.

    Bagan 2.1. Kerangka Berpikir

    E. Hipotesis Penelitian

    1. Hipotesis Empirik

    Hipotesis empirik dalam penelitian ini adalah “ada hubungan

    yang positif signifikan antara gaya belajar Model David Kolb

    dengan prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA 1 Bae Kudus

    pada semester II tahun ajaran 2011/2012”.

    2. Hipotesis Statistik

    Hipotesis empirik di atas secara statistik dapat dirumuskan

    sebagai berikut :

    Tidak ada hubungan yang positif signifikan antara

    gaya belajar Model David Kolb dengan prestasi

    belajar matematika siswa kelas X SMA 1 Bae Kudus

    pada semester II tahun ajaran 2011/2012.

    Ada hubungan yang positif signifikan antara gaya

    belajar Model David Kolb dengan prestasi belajar

    matematika siswa kelas X SMA 1 Bae Kudus pada

    semester II tahun ajaran 2011/2012.

    Gaya Belajar (X)

    Diverger

    Prestasi Belajar

    (Y)

    Assimilator

    Converger

    Accomodator

    𝐻0: 𝑟𝑥𝑦 = 0

    𝐻1: 𝑟𝑥𝑦 ≠ 0