23
17 BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS UDARA DI PERKOTAAN II.1 Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Bermotor Pencemaran udara di daerah perkotaan merupakan fenomena baru dalam masalah perencanaan kota yang mendapat perhatian yang terus meningkat. Boubel et al. (1994) menyatakan bahwa dalam beberapa dekade ini masyarakat dunia mulai menggeser masalah pencemaran udara dari sekedar masalah regional kepada masalah global. Perubahan pandangan ini terutama disebabkan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di seluruh dunia Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk melakukan pengelolaan terhadap pencemaran udara yang dihubungkan dengan isu-isu lingkungan (Faiz et al.,1996; Mage et al., 1996 etc.). Pencemaran udara saat ini telah menjadi salah satu masalah lingkungan utama baik di negara berkembang maupun negara maju. Pencemaran udara dapat menyebabkan penyakit pernafasan dan penyakit kronis lainnya yang berhubungan dengan pernafasan (McCubbin and Delucchi, 1999) dan juga mempengaruhi kondisi tanah (El Desouky et al., 1998) dan hutan (Zhang et al., 2000). Kegiatan manusia dan proses alami di alam juga bisa menyebabkan pencemaran udara. Perubahan musim (Cheng and Lam, 1997) dan reaksi kimia di udara memberi kontribusi pada kualitas udara. Banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran kontaminan di udara seperti cuaca, kelembaban, topografi, dan kondisi lokal area lainnya. Akibatnya mencemaran udara memiliki variansi yang tinggi secara spasial, bahkan dalam jarak yang relatif dekat. Sumber pencemaran udara berdasarkan sifat kegiatannya ada 4 (empat), yaitu: a. Sumber Tetap yang berasal dari kegiatan proses industri pengolahan, konsumsi bahan bakar dari industri dan rumah tangga; b. Sumber Tetap Spesifik yang berasal dari kegiatan pembakaran hutan dan pembakaran sampah;

BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

  • Upload
    doxuyen

  • View
    223

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

17

BAB II

PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK

MENINGKATKAN KUALITAS UDARA DI PERKOTAAN

II.1 Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Bermotor

Pencemaran udara di daerah perkotaan merupakan fenomena baru dalam masalah

perencanaan kota yang mendapat perhatian yang terus meningkat. Boubel et al.

(1994) menyatakan bahwa dalam beberapa dekade ini masyarakat dunia mulai

menggeser masalah pencemaran udara dari sekedar masalah regional kepada

masalah global. Perubahan pandangan ini terutama disebabkan meningkatnya

jumlah kendaraan bermotor di seluruh dunia Hal ini mendorong para pembuat

kebijakan untuk melakukan pengelolaan terhadap pencemaran udara yang

dihubungkan dengan isu-isu lingkungan (Faiz et al.,1996; Mage et al., 1996 etc.).

Pencemaran udara saat ini telah menjadi salah satu masalah lingkungan utama

baik di negara berkembang maupun negara maju. Pencemaran udara dapat

menyebabkan penyakit pernafasan dan penyakit kronis lainnya yang

berhubungan dengan pernafasan (McCubbin and Delucchi, 1999) dan juga

mempengaruhi kondisi tanah (El Desouky et al., 1998) dan hutan (Zhang et al.,

2000). Kegiatan manusia dan proses alami di alam juga bisa menyebabkan

pencemaran udara. Perubahan musim (Cheng and Lam, 1997) dan reaksi kimia di

udara memberi kontribusi pada kualitas udara. Banyak faktor yang

mempengaruhi penyebaran kontaminan di udara seperti cuaca, kelembaban,

topografi, dan kondisi lokal area lainnya. Akibatnya mencemaran udara memiliki

variansi yang tinggi secara spasial, bahkan dalam jarak yang relatif dekat.

Sumber pencemaran udara berdasarkan sifat kegiatannya ada 4 (empat), yaitu:

a. Sumber Tetap yang berasal dari kegiatan proses industri pengolahan,

konsumsi bahan bakar dari industri dan rumah tangga;

b. Sumber Tetap Spesifik yang berasal dari kegiatan pembakaran hutan dan

pembakaran sampah;

Page 2: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

18

c. Sumber Bergerak yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar kendaraan

bermotor; dan

d. Sumber Bergerak Spesifik yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar

kereta api, kapal laut, pesawat, dan alat berat.

Dalam seminar internasional The Utilization of Catalytic Converter and

Unleaded Gasoline for Vehicle terungkap bahwa 70 persen gas beracun yang ada

di udara, terutama di kota besar, berasal dari kendaraan bermotor padahal jumlah

kendaraan di kota-kota besar terus meningkat hingga mencapai 15% per tahun.

Peningkatan jumlah kendaraan bermotor akan meningkatkan pemakaian bahan

bakar gas, dan hal itu akan membawa risiko pada penambahan gas beracun di

udara terutama CO, HC, SO2. Sedangkan 30% sumber pencemar udara berasal

dari kegiatan industri, rumah tangga, pembakaran sampah, efek tambahan dari

turbulensi zat pencemar udara pada lokasi pemusatan bangunan tinggi.

Beberapa zat pencemar yang berasal dari emisi kendaraan bermotor adalah:

• Karbon monoksida. WHO telah membuktikan bahwa karbon monoksida

yang secara rutin mencapai tingkat tak sehat, dapat mengakibatkan kecilnya

berat badan janin, meningkatnya kematian bayi dan kerusakan otak,

bergantung pada lamanya seorang wanita hamil terpajan, dan bergantung pada

konsentrasi polutan di udara.

• Nitrogen Oksida. Zat nitrogen oksida dapat menyebabkan kerusakan paru-

paru. Setelah bereaksi di atmosfer, zat ini membentuk partikel-partikel nitrat

amat halus yang menembus bagian terdalam paru-paru. Partikel-partikel nitrat

ini pula, jika bergabung dengan air baik air di paru-paru atau uap air di awan

akan membentuk asam. Bila zat-zat oksida ini bereaksi dengan asap bensin

yang tidak terbakar dan zat-zat hidrokarbon lain di bawah sinar matahari,

maka akan terbentuk "smog", yaitu kabut berwarna coklat kemerahan yang

menyelimuti sebagian besar kota di dunia.

• Sulfur Dioksida. Emisi sulfur dioksida timbul dari pembakaran bahan bakar

fosil yang mengandung sulfur terutama batubara yang digunakan untuk

pembangkit tenaga listrik atau pemanasan rumah tangga. Gas yang berbau

Page 3: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

19

tajam tapi tak bewarna ini dapat menimbulkan serangan asma dan, karena gas

ini menetap di udara, sulfur dioksida dapat bereaksi dan membentuk partikel-

partikel halus dan zat asam di atmosfer.

• Benda Partikulat. Zat ini sering disebut sebagai asap atau jelaga; benda-

benda partikulat ini merupakan pencemar udara yang paling kentara, dan

biasanya juga paling berbahaya. Sebagian besar partikel halus ini terbentuk

dengan polutan lain, terutama sulfur dioksida dan oksida nitrogen, dan secara

kimiawi berubah dan membentuk zat-zat nitrat dan sulfat.

• Hidrokarbon. Zat ini kadang disebut sebagai senyawa organik yang mudah

menguap ("volatile organic compounds/VOC"), dan juga sebagai gas organik

reaktif ("reactive organic gases/ROG"). Hidrokarbon merupakan uap bensin

yang tidak terbakar dan produk samping dari pembakaran tak sempurna.

• Ozon atau Asap Kabut Fotokimiawi. Asap kabut terdiri dari beratus-ratus

zat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, terbentuk ketika hidrokarbon

pekat di perkotaan bereaksi dengan oksida nitrogen. Tetapi, karena salah satu

zat kimiawi itu, yaitu ozon, adalah yang paling dominan, pemerintah

menggunakannya sebagai tolok ukur untuk menetapkan konsentrasi oksidan

secara umum.

II.2 Peningkatan Kualitas Udara dengan Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang

Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, ruang terbuka hijau adalah

ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk

area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam

penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam

ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau

tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan

pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.

Sebenarnya tidak ada apa yang dinamakan dalil khusus dalam pemilihan jenis

tanaman yang sesuai pada suatu lokasi. Namun kondisi bio-geografi lingkungan

secara alami telah menunjukkan habitat berbagai jenis-jenis tanaman (keaneka-

Page 4: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

20

ragaman hayati endemic/existing) yang paling tepat sebagai acuan pemilihan

tanaman untuk RTH sesuai tapak masing-masing. Kemudian baru dilakukan

pertimbangan yang didasarkan pada pengalaman akan kesesuaian bentuk dan

fungsi wujud arsitektural tanaman-tanaman tersebut.

Dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 14/1988 tentang

Penataan RTH di Wilayah Perkotaan terdapat kriteria jenis tanaman yang

disesuaikan dengan jenis peruntukkan lahan. Namun perlu diingat bahwa

pemilihan jenis tanaman pelindung bagi RTH kota tentu akan berlainan antar

berbagai kota di Indonesia, karena sangat tergantung pada kondisi ekosistem

setempat.

Dari berbagai penelitian (Dahlan, 1992 dalam Purnomohadi 1995, 2002) yang

sebagian besar didasarkan pada penerapan pelaksanaan RTH Kota yang

disesuaikan dengan fungsinya tersebut, maka pemilihan jenis tanaman yang

sesuai pada umumnya dapat diuraikan sebagai:

a. Penahan dan Penyaring Partikel Padat di Udara

Tanaman dengan daun berbulu atau permukaan yang kasar, secara mekanistis-

fungsional sangat baik dalam menyerap polutan debu. Demikian pula jumlah

stomata daun yang relatif banyak akan mudah menyerap dan menjerap partikel

padat yang melayang-layang di udara bebas.

b. Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal (Dahlan et.al., 1990)

• Tanaman berkemampuan sedang-tinggi menurunkan kandungan timbal di

udara adalah Damar (Agathis alba), Mahoni (Swietenia microphylla dan S.

macrophylla), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Pala (Myristica fragrans),

Asam Landi (Pithecelebium dulce), dan Johar (Cassia siamea)

• Yang berkemampuan sedang dan rendah adalah Glodogan (Polyalthea

longifolia), Keben (Baringtonia asiatica), dan Tanjung (Mimusops elengi).

Page 5: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

21

• Tanaman yang berkemampuan rendah dan tak tahan terhadap zat pencemar

dari kendaraan bermotor, antara lain adalah Bunga Kupu-kupu (Bauhinia

purpurea), dan Kesumba (Bixa orellana).

c. Penyerap dan Penjerap Debu Semen (Irawati, 1990 dalam Dahlan, 1992)

Tanaman yang tahan dan mampu mengendalikan sekaligus sebagai penjerap

(adsorpsi) dan penyerap (absorbsi) zat pencemar (debu semen), antara lain adalah

Mahoni (Swietenia macrophylla), Bisbul (Diospyros discolor), Tanjung

(Mimusops elengi), Kenari (Canarium commune), Meranti Merah (Shorea

leprosula), Kirai Payung (Filicium decipiens), Kayu Hitam (Diospyros celebica),

Duwet/Jamblang (Eugenia cuminii), Medang Lilin (Litsea roxburghii), dan

Sempur (Dillenia ovata).

d. Peredam Kebisingan

Tanaman dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh

daun, cabang, dan ranting dari berbagai strata tanaman. Pohon yang paling efektif

meredam suara ialah yang bertajuk tebal karena dedaunan tanaman dapat

menyerap kebisingan sampai 95 persen (Grey dan Deneke, 1978).

e. Mengurangi Bahaya atau Dampak Hujan Asam

Fungsi ini diperoleh dari proses fisiologis tanaman yang disebut ‘gutasi’, dan

akan menghasilkan unsur Ca, Na dan Mg, serta bahan organik seperti glutamine

dan gula (Smith, 1985 dalam Dahlan 1992). Bahan in-organik yang diturunkan ke

lantai hutan dan tajuk melalui proses throughfall dengan urutan K>Ca>Mg>Na,

baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum (Henderson

et.al, 1977 dalam Dahlan, 1992). Proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan

daun, akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi

tidak begitu berbahaya lagi. Penelitian Hoffman et.al, (1980) menunjukkan

bahwa pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika

dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon.

Page 6: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

22

f. Penyerap Karbon monoksida (CO)

Kacang merah (Phaseolus vulgaris) dapat menyerap gas karbon monoksida (CO)

sebesar 12-120 kg/km2/hari. Mikro-organisme dalam tanah berperan baik, dalam

menyerap gas ini dari udara dari yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm

(13,8X104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol, hanya dalam waktu tiga jam

saja (Smith, 1981, Bidwell & Fraser dalam Smith, 1981 dalam Dahlan, 1992).

g. Penyerap Karbondioksida (CO2) dan Penghasil Oksigen (O2)

Tanaman pada ekosistem daratan dan ekosistem lahan basah lain(selain

fitoplankton, ganggang dan rumput laut) dan tumbuhan lain dalam perairan laut

(padang lamun) mampu menyerap karbondioksida dan penghasil oksigen dari

proses fotosintesis. Dalam ekosistem daratan, jumlah luasan hutan sudah sangat

jauh berkurang, maka pembangunan dan penataan hutan kota sebagai bagian

RTH kota, sudah sangat mendesak. Tanaman yang baik dalam menyerap gas

karbon dioksida (CO2) dan menghasilkan oksigen (O2), antara lain: Damar

(Agathis alba), Kupu-kupu (Bauhinia purpurea), Lamtoro Gung (Leucena

leucocephala), Akasia (Acacia auriculiformis), dan Beringin (Ficus benyamina).

Hasil penelitian Purnomohadi (1994) yang dilakukan untuk mengetahui

eksistensi RTH kota dengan potensi redaman dan jerapan terhadap terhadap tujuh

zat pencemar udara, menunjukan korelasi yang nyata. Fungsi RTH kota yang

ditata secara estetis fungsional dapat digolongkan sesuai kegunaannya sebagai

pembatas/pengaman; kawasan konservasi terletak antara dua wilayah jalur lalu

lintas dan kereta api, sempadan sungai, listrik tegangan tinggi, dan hutan kota;

kawasan rekreasi aktif: lapangan olahraga atau taman bermain; kawasan rekreasi

pasif taman relaksasi dan kawasan produktif pertanian kota, pekarangan/halaman

rumah; dan lahan yang sengaja disisihkan untuk kegunaan khusus atau lahan

cadangan.

Sifat alami organisme tanaman dalam RTH mampu memperbaiki kualitas

lingkungan, sehingga dapat menjadi pedoman dalam memilih jenis tanaman

pengisi RTH dari berbagai fungsi. Dari segi efektivitas menekan pencemaran

Page 7: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

23

udara, menyerap dan menjerap debu, mengurangi bau, meredam kebisingan,

mengurangi erosi tanah, penahan angin dan hujan secara menyeluruh.

Kemampuan tanaman menyerap dan menjerap (intersepsi) debu dan unsur

pencemar udara lain (TSP: total suspended particulate), dipengaruhi oleh:

(1) Jenis tanaman berkaitan dengan sifat-sifatnya sebagai berikut :

• Kekasaran permukaan daun, potensi pengendapan timbal akan

semakin besar, sebab kemampuan mengakumulasi timbal (Pb) dan

seng (Zn) pada daun berstruktur kasar, semakin tinggi dibanding yang

licin terutama untuk zarah timbal (Pb) bisa tujuh kali lebih banyak.

• Struktur ranting dan batang yang berbulu, akan mampu lebih banyak

menjerap dan mengintersepsi zarah timbal (Pb) dan seng (Zn),

dibanding ranting/batang yang berkulit licin atau berlilin.

• Arsitektur dan morfologi pohon (Halle dan Oldeman, 1975 dalam

Purnomohadi, 1994), mempengaruhi kemampuan tanaman untuk

mengintersepsi berbagai zarah dan unsur cemaran udara.

(2) Perancangan maupun perencanaan arsitektur lansekap yang sesuai

permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai zarah dan unsur

cemaran udara secara lebih efektif, yaitu dengan menggunakan berbagai

jenis tanaman yang mempunyai sifat dan kemampuan berbeda dalam

meredam pencemaran udara, menerapkan pola multi tajuk dan campuran

berlapis-lapis.

(3) Sebaran komunitas tumbuhan dalam berbagai fungsi dan bentuk RTH

kota yang menyebar merata di seluruh bagian kota, akan lebih efektif,

dalam meredam pencemaran lingkungan dibandingkan dengan RTH

yang luas tetapi hanya pada lokasi tertentu. Sedang kenaikan laju

pengurangan SO2 pada jarak antara tepian taman di atas, tenyata

berhubungan langsung dengan kenaikan waktu, dan bukan pada

kecepatan angin. Bila tak ada angin, maka efek pengurangan zarah,

khususnya debu, maka debu tersebut akan menempel pada tanaman,

misalkan melalui gerak elektromagnetik. Lebar sabuk hijau (green belt)

berukuran lebih dari dua meter tanpa mengabaikan fungsi padang

rumput akan mampu mengurangi debu sampai 75 persen.

Page 8: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

24

(4) Pepohonan pun mampu menurunkan konsentrasi partikel timbal (Pb)

yang melayang di udara, karena kemampuannya untuk dapat

meningkatkan turbulensi dan mengurangi kecepatan angin. Celah

stomata mulut daun yang berkisar antara 2-4 μm atau 10 μm dengan

lebar 2-7 μm, maka ukuran partikel timbal yang demikian kecil, rata-rata

2 μm, akan dapat masuk ke dalam daun dengan mudah, serta akan

menetap dalam jaringan daun, menumpuk di antara sel jaringan pagar

(palisade), dan atau jaringan bunga karang (spongious tissue).

(5) Sedang zarah yang lebih besar ukurannya akan terakumulasi pada

permukaan kulit luar tanaman. Cemaran yang terakumulasi ini sebagian

kecil dapat terjerap secara kimiawi (chemically adsorbed) dan akhirnya

terserap (absorbed) oleh jaringan hijau, dan sebagian lagi akan tersapu

oleh angin atau air hujan, yang kemudian dibawa aliran angin/air dan

atau diendapkan ke dalam tanah. Partikel berukuran sub-mikron akan

terdifusi ke dalam jaringan tanaman melalui stomata dan akhirnya

terbawa ke dalam sistem metabolisme tanaman.

II.3 Dasar Hukum dalam Perencanaan Ruang Terbuka Hijau

II.3.1 Undang-undang dan Peraturan Terkait dengan Ruang Terbuka Hijau

Undang-Undang Dasar (UUD):

UUD 1945, terutama Bab VI Pemerintahan Daerah Pasal 18A tentang wewenang

dan pemanfaatan SDA, Bab XA HAM Pasal 28A, 28B (2), 28C (1), 28H (1),

tentang hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, Bab XIV

Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 (3) tentang

pengelolaan bumi dan air dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran

rakyat.

Undang-Undang (UU):

(1) Undang-undang No. 4/1982 yang disempurnakan dalam UU No. 23/1997

tentang Ketentutan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(2) Undang-undang No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

dan Ekosistemnya.

Page 9: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

25

(3) Undang-undang No. 24/1992 tentang Penataan Ruang.

(4) Undang-undang No. 5/1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati.

(5) Undang-undang No. 47/1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional.

(6) Undang-undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.

(7) Undang-undang No. 63/2002 tentang Hutan Kota.

Peraturan Pemerintah (PP):

(1) Peraturan Pemerintah No. 69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan

Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam

Penataan Ruang.

(2) Peraturan Pemerintah No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran

Udara.

(3) Peraturan Pemerintah No. 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

(4) Peraturan Pemerintah No. 63/2002 tentang Hutan Kota.

Keputusan Presiden (Keppres):

Keppres RI No. 23/1979 tentang Peningkatan Peran Serta Generasi Muda dalam

Pelestarian Sumber Daya Alam.

Keputusan Menteri (Kepmen):

(1) SKB Menhut dan Mendikbud No. 967A/Menhut-V/90 dan No. 0387/U/1990

tentang Peningkatan Peran Serta Pelajar, Mahasiswa dan Lingkungan Hidup

melalui Pendidikan Nasional.

(2) Kepmen PU No. 640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota.

(3) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 35 Tahun 1993 Tentang :

Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor

(4) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep

45/MENLH/10/1997 tentang: Indeks Standar Pencemar Udara

Page 10: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

26

Peraturan Menteri (Permen):

(1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

(2) Permendagri No. 4/1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan

Perkotaan.

Instruksi Menteri (Inmen):

(1) Inmendagri No. 14/1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah

Perkotaan.

(2) Inmen PU No. 31/IN/N/1991 tentang Penghijauan dan Penanaman Pohon di

Sepanjang Jalan di Seluruh Indonesia.

II.3.2 Standar Kualitas Udara di Indonesia

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep

45/MENLH/10/1997 tentang: Indeks Standar Pencemar Udara Tanggal: 13

Oktober 1997 kualitas udara di suatu kawasan permukiman harus memenuhi

Indeks Standar Pencemar Udara sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) yang

meliputi parameter partikulat (PM10), karbondioksida (CO),sulfur dioksida (SO2),

nitrogen dioksida (NO2) dan ozon (O3)

Tabel II.1 Kategori Kualitas Udara Berdasarkan Rentang Nilai ISPU KATEGORI RENTANG PENJELASAN

Baik 0 – 50 Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak

berpengaruh pada tumbuhan, bangunan atau nilai estetika.

Sehat 51 – 100 Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh

pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika. Tidak sehat 101 – 199 Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada

manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun

nilai estetika Sangat tidak

sehat 200 – 299 Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan

kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar

Berbahaya 300 – lebih Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius.

Sumber: Kep 45/MENLH/10/1997

Page 11: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

27

Tabel II.2 Batas Indeks Standar Pencemar Udara dalam Satuan SI ISPU 24 jam

PM10

(µg/m3)

24 jam

SO2

(µg/m3)

8 jam

CO

(µg/m3)

1 jam

O3

(µg/m3)

1 jam

NO2

(µg/m3)

50 50 80 5 120 (2)

100 150 365 10 235 (2)

200 350 800 17 400 1130

300 420 1600 34 800 2260

400 500 2100 46 1000 300

500 600 2621 57,5 1200 3750

Keterangan: 1. Pada 25° C dan 760 mm Hg 2. Tidak ada indeks yang dapat dilaporkan pada konsentrasi rendah

dengan jangka pemaparan yang pendek

Sumber: Kep 45/MENLH/10/1997

II.3.3 Pedoman Perencanaan Ruang Terbuka Hijau di Indonesia

Kajian yang dilakukan pada penelitian ini akan dilakukan mengacu pada

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Berdasarkan peraturan tersebut, jenis

RTHKP meliputi yang dapat diterapkan adalah :

taman kota, taman wisata alam, taman rekreasi, taman lingkungan

perumahan dan permukiman, taman lingkungan perkantoran dan

gedung komersial, taman hutan raya, hutan kota, hutan lindung,

bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah, cagar alam,

kebun raya, kebun binatang, pemakaman umum, lapangan olah raga,

lapangan upacara, parkir terbuka, lahan pertanian perkotaan, jalur

dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET), sempadan sungai,

pantai, bangunan, situ dan rawa, jalur pengaman jalan, median jalan,

rel kereta api, pipa gas dan pedestrian, kawasan dan jalur hijau, daerah

penyangga (buffer zone) lapangan udara dan taman atap (roof garden).

Page 12: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

28

Beberapa prinsip perencanaan RTHKP yang ditentukan dalam adalah:

(1) RTHKP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana tata ruang

wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

(2) RTHKP dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan

dengan skala peta sekurang-kurangnya 1:5000.

(3) Luas ideal RTHKP minimal 20% dari luas kawasan perkotaan.

(4) Luas RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup RTHKP

publik dan privat.

(5) Luas RTHKP publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penyediaannya

menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota yang dilakukan secara

bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah.

(6) RTHKP privat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penyediaannya

menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan

masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh

Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah

Provinsi.

II.4 Inventarisasi Beban Pencemaran dari Kendaraan Bermotor II.4.1 Metode Top-Down dan Bottom-Up

Secara spesifik, emisi dari kendaraan bermotor ditimbulkan dari proses

pembakaran di dalam mesin yang mengeluarkan gas buang (nitrogen, CO2, air,

dan pencemar-pencemar udara); evaporasi bahan bakar pada mesin, saat

pengisian bahan bakar, dan lainnya (Niemeier dkk., 2004; Hao dkk., 2000).

Gambar II.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Emisi Kendaraan Bermotor Sumber: Meyer dan Miller, 2001

Kualitas Udara Ambien

Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor

Karakteristik Mesin

Perilaku Berkendara

Penggunaan Kendaraan

Karakteristik Bahan Bakar

Page 13: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

29

Beban pencemar udara dapat diperkirakan dari pengukuran langsung dan

perhitungan berdasarkan statistik (Klimont dkk., 2002; Streets dan Waldhoff,

2000; Akimoto dan Narita, 1994). Metode pengukuran langsung seperti source

testing (pengukuran dalam satu kurun waktu) dan continuous monitoring

(pengukuran terus menerus) biasanya dipilih karena metode tersebut

menunjukkan nilai beban pencemar yang sesungguhnya dari sumber pencemaran

yang diukur (Leask, 2003). Namun demikian, pengukuran langsung setiap

sumber pencemaran tidak mungkin dilakukan, sehingga mayoritas beban

pencemar diperkirakan dengan cara perhitungan berdasarkan statistik, walaupun

di dalam metode ini terdapat keterbatasan-keterbatasan dalam pemilihan faktor-

faktor emisi (Hao dkk., 2000).

Rumus dasar perkiraan beban pencemar adalah perkalian antara variabel:

- statistik kegiatan dan faktor emisi rerata spesifik untuk kegiatan tersebut, atau

- pengukuran emisi selama satu kurun waktu dan jumlah waktu terjadinya emisi

dalam periode yang ditetapkan untuk perhitungan emisi

Sebagai contoh, untuk memperkirakan beban pencemar karbon monoksida (CO)

dalam gram per hari dari mobil penumpang berbahan bakar bensin, dapat

dilakukan salah satu dari berikut ini:

- perkalian antara intensitas kegiatan (konsumsi bahan bakar dalam liter/hari

- panjang perjalanan dalam km/hari) dan faktor emisi (dalam gram CO per liter

atau kg bahan bakar yang dikonsumsi, atau gram CO per kilometer tempuh)

- hasil pengukuran emisi CO (dalam gram per jam) dan jumlah jam

pengoperasian kendaraan per hari.

Pada umumnya, metode perhitungan yang pertama lebih dipilih terutama di

dalam inventarisasi emisi pada suatu wilayah dimana pengukuran emisi satu per

satu kegiatan tidak dapat dilakukan.

Page 14: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

30

Untuk menghitung beban pencemar udara dirumuskan suatu pendekatan untuk

memperkirakan besarnya beban pencemar dengan menggunakan persamaan dasar

berikut:

Beban pencemar = ƒ { Intensitas kegiatan, Faktor emisi}…….(1)

Terdapat dua parameter penentu dalam perhitungan beban pencemar, yaitu faktor

emisi dan intensitas/statistik kegiatan. Faktor emisi diperoleh dari pengukuran

sejumlah instalasi yang mewakili suatu sumber pencemaran. Faktor emisi yang

dihasilkan diasumsikan berlaku bagi semua instalasi dari sumber pencemaran

tersebut (Bond dkk., 2004; Elbir dan Muezzinoglu, 2004; Garg dkk., 2001).

Metodologi dan statistik (data input) merupakan faktor-faktor yang menentukan

dalam perhitungan beban pencemar. Faktor emisi dapat diklasifikasikan atas yang

berbasis bahan bakar dan berbasis kegiatan. Yang pertama mengkaitkan

perubahan laju kegiatan proses, distribusi, dan pembakaran bahan bakar dengan

perubahan konsumsi bahan bakar. Sedangkan faktor emisi berbasis kegiatan

mengkaitkan perubahan kegiatan proses, distribusi, dan pembakaran bahan bakar

dengan intensitas kegiatan. (Sumber: Draf Petunjuk Teknis Perkiraan Beban

Pencemar Udara dari Kendaraan Bermotor di Indonesia tentang Faktor Emisi

untuk Asisten Deputi 5/II Urusan Pengendalian Pencemaran Emisi Sumber

Bergerak Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia).

Negara-negara di Asia seperti Malaysia, Thailand, dan Indonesia lebih memilih

penggunaan faktor emisi dibandingkan dengan pengukuran langsung untuk

menghitung beban pencemar (Che Abu Bakar, 2001; Syahril dkk., 2002;

www.pcd.go.th). Dalam beberapa situasi seperti memperkirakan beban pencemar

dari sumber area, penggunaan faktor emisi lebih sesuai (Streets dan Waldhoff,

2000). Namun demikian, terdapat variasi yang cukup besar dalam faktor emisi

antar negara karena adanya perbedaan kualitas bahan bakar, teknologi (industri

dan transportasi), kondisi berkendara, komposisi armada kendaraan, dan

distribusi usia kendaraan (Reynolds dan Broderich, 2000; Niemeier dkk., 2004).

Page 15: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

31

Berdasarkan bagaimana data intensitas kegiatan direpresentasikan, maka beban

pencemar dari kendaraan bermotor dapat diperkirakan dengan dua pendekatan:

a. Metode A: Pendekatan Konsumsi Bahan Bakar (The Top-Down Approach)

Metode top-down dimulai dari data yang menggambarkan jumlah total

kegiatan pencemaran di seluruh wilayah geografis yang dikaji, seperti total

penjualan bahan bakar atau total panjang jalan. Keduanya terkait dengan

faktor emisi yang umumnya didefinisikan sebagai massa pencemar per

bahan bakar yang dikonsumsi atau per kilometer tempuh (Colvile dkk.,

2001). Distribusi spasial (disagregasi) total emisi dilakukan dengan

mengasumsikan bahwa beban pencemar adalah proporsional terhadap

variabel yang memiliki distribusi geografis yang sama dengan kegiatan

pencemaran tersebut. Contoh variabel-variabel tersebut adalah jumlah

penduduk dan panjang jalan per satuan luas wilayah.

Persamaan (1) merupakan rumus dasar untuk menghitung beban pencemar

udara dari kendaraan bermotor yang umumnya dapat diturunkan lebih

lanjut menjadi:

Beban emisi (gram/waktu) = faktor emisi (gram/km) x jumlah kendaraan x panjang perjalanan (km/waktu)….(2)

Metodologi yang sederhana menghitung beban emisi secara rerata untuk

suatu kategori kendaraan. Dalam metodologi yang lebih rinci, faktor emisi

ditetapkan berdasarkan beberapa parameter seperti kategori kendaraan,

tahun produksi, berat kotor, klasifikasi jalan, dan laju kendaraan.

Pendekatan ini digunakan dengan menghubungkan sumber emisi dengan

faktor emisi yang sudah ditentukan berdasarkan hasil penelitian di

laboratorium. Di asumsikan bahwa kinerja pembakaran bahan bakar pada

setiap mesin adalah tipikal untuk setiap liter bahan bakar yang dikonsumsi.

∑ , ….. (3)

Keterangan:

Ei = Beban pencemar untuk polutan i (ton/tahun)

Voll = Konsumsi bahan bakar tipe l (liter/tahun)

FEi,l = Besarnya polutan i yang diemisikan dari setiap (liter) pengunaan

bahan bakar tipe l (g/liter bahan bakar)

Page 16: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

32

b. Metode B: Pendekatan Panjang Perjalanan Kendaraan Bermotor (The

Bottom-Up Approach)

Pendekatan ini dimulai dengan data geografis seperti jumlah traffic flow

pada setiap ruas jalan. Metode bottom-up dimulai dari satuan data lokal

(terkecil), misalnya volume lalu lintas pada satu ruas jalan. Untuk

memperoleh total emisi untuk suatu wilayah geografis, semua beban

pencemar individu dijumlahkan. Penggunaan kedua metode ditentukan oleh

faktor-faktor seperti: ketersediaan data lokal, tingkat kualitas data yang

diperlukan, kegunaan dari perkiraan beban pencemar, dan lain-lain.

Karena perhitungan beban emisi untuk setiap kendaraan bermotor sulit

dilakukan, maka digunakan kembali faktor emisi, misalnya rata-rata emisi

NOx/kendaraan/km. Total beban emisi pada area studi diperoleh dengan

menjumlahkan kontribusi emisi individu.

∑ , ….. (4)

Keterangan:

Ei = Beban pencemar untuk polutan i (ton/tahun)

VKTj = Total panjang perjalanan kendaraan bermotor kategori j (km

kendaraan/tahun)

FEi,j = Besarnya polutan i yang diemisikan untuk setiap (kilometer)

perjalanan yang dilakukan kendaraan bermotor kategori j (g/km

kendaraan)

• Polutan yang dihitung (i) CO, NO2, HC, PM10, SO2, CO2

• Jenis kendaraan bermotor (j): mobil pribadi, taksi, pick-up,

mobil penumpang umum, sepeda motor serta kendaraan roda

tiga. Setiap polutan dan jenis kendaraan dihitung

berdasarkan jenis bahan bakar: bensin, solar dan BBG.

• Data yang diperlukan adalah konsumsi bahan bakar, panjang

jalan umum berdasarkan fungsi dan status, volume lalu-

lintas, jumlah penduduk, dan populasi kendaraan bermotor

Page 17: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

33

Kedua metode memberikan hasil perkiraan beban pencemar yang berbeda karena

memiliki sumber kesalahan perhitungan yang berbeda pula (Samaras dkk., 1995).

Pada prakteknya, hasil perhitungan dengan metode bottom-up umumnya

diverifikasi dengan data statistik seperti konsumsi bahan bakar untuk sektor

transportasi (Saija and Romano, 2002; Borego dkk., 2000; Hao dkk., 2000).

Pada metode B, perhitungan emisi tahunan dilakukan untuk seluruh kota dimana

aktivitasnya lebih bisa teridentifikasi sehingga akan menghasilkan estimasi yang

lebih tepat bila dibandingkan dengan perhitungan pada satu bagian kecil kota

dengan waktu survei yang lebih pendek. Metode A memiliki kelemahan karena

memerlukan data yang sangat besar, sehingga ada tendensi untuk memakai

beberapa asumsi dan aproksimasi. Sebagai contoh survei kuantitas kendaraan di

setiap ruas jalan biasanya diambil secara manual dan hanya dilakukan dalam

beberapa hari dalam satu tahun sehingga karakteristik pada saat akhir pekan dan

masa liburan belum tentu bisa tergambarkan melalui survei tersebut.

II.4.2 Perhitungan Beban Pencemar Sumber Garis dan Sumber Area

Pada dasarnya, perhitungan beban pencemar dari kendaraan bermotor dapat

dibagi atas perhitungan untuk sumber garis dan sumber area. Sumber garis

mewakili emisi gas buang kendaraan di suatu ruas jalan. Sedangkan sumber area

mewakili emisi gas buang kendaraan-kendaraan di jalan-jalan kecil yang

informasi tentang ruas jalannya tidak diketahui, seperti panjang, lebar, dan

volume lalu lintas, sehingga dikategorikan sebagai sumber area yaitu gabungan

emisi dari jalan-jalan yang membentuk suatu area. Perkiraan angka VKT sumber

garis ditetapkan dengan menggunakan data yang dikumpulkan untuk keperluan

perencanaan jaringan lalu lintas atau dikenal dengan metode tradisional. Metode

tradisional menggunakan data volume lalu lintas, sampling acak, data historis,

dan ekstrapolasi statistik (U.S.EPA, 1996).

Persamaan untuk menghitung beban pencemar sumber garis dapat diturunkan

sebagai berikut:

∑ ∑ , …… (5)

Page 18: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

34

dimana:

Ec = emisi pada ruas jalan per satuan waktu

EFi,j = faktor emisi untuk pencemar i dan kategori kendaraan j

Aj = volume lalu lintas per satuan waktu untuk kategori kendaraan j

L = panjang ruas

Volume lalu lintas dapat diperoleh dari pencacahan jumlah kendaraan (traffic

count) atau perkiraan kebutuhan transportasi (transport demand). Yang pertama

dilakukan dalam survei lalu lintas, yang menghitung jumlah kendaraan yang

melintas suatu ruas jalan pada satu titik dalam selang waktu tertentu. Yang kedua

diperoleh dari modeling yang memperkirakan jumlah perjalanan kendaraan yang

diproduksi di suatu zona atau berasal dari suatu zona, dan jumlah perjalanan

kendaraan yang menuju ke zona lainnya. Dalam hal ini, wilayah kajian dibagi

atas beberapa zona, dan matriks asal-tujuan (origin-destination - OD). Data yang

diperlukan berasal dari survei perilaku perjalanan, yang dapat berbasis rumah

tangga atau tempat kerja (Ortuzar dan Willumsen, 2001).

Bila data lalu lintas tidak tersedia, misalnya lalu lintas pada jalan-jalan kecil,

maka metode top-down dapat diterapkan. Hao dkk. (2000) dan Alexopoulos dan

Assimacopoulos (1993) menyarankan pendekatan ini untuk menghitung emisi

sumber area. Total VKT sumber area, yang dihitung dengan mengurangkan total

VKT sumber transportasi dengan total VKT sumber garis, didistribusikan ke

dalam zona atau grid yang berbeda mengikuti kepadatan penduduk dan panjang

jalan di dalam zona/grid. Variabel yang pertama mewakili kebutuhan transportasi

penduduk yang bertempat tinggal di suatu wilayah, sedangkan variabel yang

kedua mewakili kapasitas lalu lintas di wilayah tersebut. VKT sumber area

didistribusikan ke setiap grid dengan persamaan seperti dalam Hao dkk. (2000).

Untuk grid k,

…………(6)

Keterangan:

VKTkj = VKT sumber area untuk grid k dan kategori kendaraan j

M = total VKT sumber area

Page 19: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

35

ej = fraksi kategori kendaraan j

t = faktor pembobot kepadatan penduduk

…………(7)

K = faktor pembobot panjang jalan

…………(8)

pk = penduduk di grid k

pt = total penduduk di wilayah

Lk = panjang jalan di grid k

Lt = total panjang jalan di wilayah

a = faktor (dalam fraksi) yang mendefinisikan pengaruh penduduk,

panjang jalan terhadap VKT

II.4.3 Faktor Emisi Kendaraan Bermotor di Indonesia

Faktor emisi menunjukkan laju suatu pencemar yang dikeluarkan ke atmosfer

sebagai hasil dari suatu proses. Faktor emisi dapat memberikan perkiraan yang

memadai tentang emisi keseluruhan suatu kategori sumber pencemaran. Beberapa

faktor dapat mempengaruhi faktor/laju emisi kendaraan bermotor. Pada

umumnya, faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelompok,

yaitu (Meyer dan Miller, 2001):

(1) Parameter kendaraan: kategori kendaraan; model dan tahun (berat

kotor, ukuran mesin, dan lain-lain); jarak tempuh akumulatif; sistem

bahan bakar; sistem control emisi; sistem diagnosa on-board;

penyalahgunaan sistem kontrol; pemeriksaan dan perawatan

(2) Parameter bahan bakar: jenis bahan bakar; kandungan oksigen;

penguapan; kandungan benzena, olefin, dan aromatik; kandungan

sulfur; kandungan timbel dan logam lainnya; efek katalis sulfur

(3) Faktor lingkungan: ketinggian dari permukaan laut, kelembaban,

temperature ambien, variasi temperatur harian, dan klasifikasi jalan

(4) Kondisi pengoperasian kendaraan: moda pemanasan kendaraan (dingin

atau panas), laju kendaraan rerata, beban, moda pengayaan bahan

bakar, panjang perjalanan dan jumlah perjalanan per hari, dan perilaku

pengemudi.

Page 20: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

36

Hasil kesepakatan para ahli sebagai narasumber dalam pembahasan mengenai

penetapan faktor emisi kendaraan bermotor pada tanggal 19-20 Pebruari 2008

yang diselenggarakan oleh Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia disajikan

pada tabel berikut ini.

Tabel II.3. Kesepakatan Penetapan Nilai Faktor Emisi NO

Jenis Kendaraan CO2 SO2 PM10

Angka (g/km) Angka (kg/km) Angka (g/km) 1 Sepeda Motor 266 Dihitung formula (**) 0.312 Mobil Penumpang

a. bensin 270 Dihitung formula (**) 0.01b. Solar 190 Dihitung formula (**) 0.532

3 Bis 770 Dihitung formula (**) 1.0514 Truk 770 Dihitung formula (**) 3.69NO

Jenis Kendaraan NOx CO HC

Angka (g/km) Angka (g/km) Angka (g/km) 1 Sepeda Motor 0.2 15.38 6.462 Mobil Penumpang

a. bensin 2 40 42. Solar 3.48 2.76 0.17

3 Bis 11.85 9.46 1.094 Truk 17.67 8.35 1.79

Sumber: Notulensi Pembahasan Penetapan Nilai Faktor Emisi (KLH, Februari 2008)

Keterangan: Faktor Emisi untuk SO2 ditetapkan dengan persamaan berdasarkan kandungan S% dalam bahan bakar. Data S% akan digunakan hasil pemantauan BBM KLH Persamaan yang digunakan adalah : SO2 (g/km) = konsumsi bahan bakar (L/km) * S%/100 * BJ (g/m3) * (64/32)__(**)

II.5 Perhitungan Luas RTH Kota

Terdapat beberapa macam cara untuk menetapkan luasan RTH kota, ditinjau dari

berbagai kebutuhan penduduk kota sebagai berikut:

(1) Pendekatan Gerakis melalui Perhitungan Kebutuhan Oksigen (O2)

Sebagai contoh, hasil penelitian di sebuah kota dengan luas 431 km2, jumlah

penduduk 2,6 juta jiwa, jumlah kendaraan bermotor 200.000, maka:

Kebutuhan O2 =5,352 X 10 gr ekivalen 5.709 X 10 gr berat kering tanaman

Page 21: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

37

Untuk memproduksi oksigen oleh kelompok tanaman sebesar jumlah tersebut

perlu dibuat:

(5.709 X 10) : 24 = 105.7 km2 atau 24.6% luas kota adalah RTH

Dengan catatan asumsi bahwa setiap meter persegi (m2) tanaman menghasilkan

54 gram bahan kering.

(2) Perhitungan Berdasarkan Kebutuhan Air

Berdasarkan pertimbangan isu-isu penting, luas RTH yang harus dibangun,

khususnya pada kota-kota yang memiliki masalah kekurangan air bersih,

sebaiknya ditetapkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan akan air yang

tergantung pada beberapa faktor (Sutisna et.al, 1987 dalam Dahlan, 1992).

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan air dalam kota adalah

a. Kebutuhan air bersih per tahun

b. Jumlah air yang dapat disediakan oleh PAM

c. Potensi air saat ini

d. Kemampuan hutan menyimpan air

Faktor-faktor di atas dapat ditulis dalam persamaan :

…………(9) Keterangan:

L = Luas hutan yang untuk mencukupi kebutuhan air (dalam Ha)

Po = Jumlah penduduk kota pada tahun ke-0

K = Konsumsi air per kapita (liter/hari)

r = Laju kebutuhan air bersih (biasanya seiring dengan laju pertambahan

penduduk kota setempat)

t = tahun

c = faktor koreksi (tergantung upaya pemerintah dalam penurunan laju

pertumbuhan penduduk)

PAM = kapasitas suplai air oleh PAM (dalam m3/tahun)

Pa = Potensi air tanah saat ini

z = kemampuan lahan menyimpan air (m3/Ha/tahun)

Page 22: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

38

LAI diperhitungkan dengan menggunakan rumus:

LAI = CT [Ls-0,27*EXP{0,035*CS*0,15/(*(CS/1,25)*2}]……(10)

Keterangan:

LS = Koefisien Bentuk Daun Rata-Rata (Mean Leaf-Shape Coefficient)

untuk masing-masing kelompok tumbuhan pembentuk hutan kota yang

merupakan nisbah antara lebar daun dan panjang daun rata-rata.

CS = Koefisen Bentuk Tajuk Rata-Rata (Mean Crown-Shape Coefficient)

untuk masing-masing kelompok tumbuhan pembentuk hutan kota,

yang merupakan nisbah antara lebar tajuk dan tinggi tajuk rata-rata

CT = Koefisien Model Arsitektur Tumbuhan (Plant Architectural Mode

Coefficient), yang diperhitungkan berkisar antara 10-25, dengan rata-

rata sebesar 19,72. LS, CS dan CT tidak diukur secara langsung di

lapangan, melainkan dianalisis berdasarkan Model Arsitektur Pohon

yang diperkenalkan pada tahun 1975 oleh Halle & Oldeman

(Purnomohadi, 1995)

Lain halnya pada kota berpenduduk padat, dengan jumlah kendaraan bermotor

dan industri yang tinggi, maka luas RTH kota yang dibangun dapat dihitung

berdasar pendekatan pemenuhan oksigen (Kunto, 1986), dengan rumus:

…………(11)

Keterangan: L = luas RTH kota (m2)

A = kebutuhan oksigen per orang (kg/jam)

b = rerataan kebutuhan oksigen per kendaraan bermotor (kg/jam)

V = jumlah Penduduk

W = jumlah kendaraan bermotor

20 = tetapan (kg/jam/Ha)

Kemudian dimodifikasi oleh Dahlan (2003) sebagai berikut:

∑ ∑ ∑ …………(12)

Page 23: BAB II PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK · PDF filezat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, ... berbagai kota di Indonesia, ... permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai

39

Keterangan:

L = Luas Hutan Kota (Ha)

Ai = Kebutuhan Oksigen (O2) per orang (ug/jam)

Bi = Kebutuhan Oksigen (O2) per satuan kendaraan bermotor (kg/jam)

Ci = Kebutuhan Oksigen (O2) per satuan industri (kg/jam)

Vi = jumlah penduduk

Wi = jumlah kendaraan bernotor dari berbagai jenis

Zi = jumlah industri dari berbagai jenis

20 = konstanta (rerataan oksigen/O2) yang dihasilkan (20kg/jam/Ha)

Selain menggunakan pendekatan Metode Kunto, penentuan luasan RTH

berdasarkan kebutuhan oksigen, juga dapat dilakukan dengan Metode Gerakis

(1974) yang dimodifikasi dalam Wisesa (1988) dengan rumus :

, …………(13)

Keterangan:

Lt = luas RTH Kota pada Tahun ke-t (m2)

Pt = jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke-t

Kt = jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke–t

Tt = jumlah Kebutuhan oksigen bagi ternak pada tahun ke-t

54 = tetapan yang menunjukan bahwa 1 m2 luas lahan menghasilkan 54

gram berat kering tanaman per hari

0,9375 = tetapan yang menunjukan bahwa 1 gram berat kering tanaman adalah

setara dengan produksi oksigen 0,9375