27
BAB II PENDIDIKAN ISLAM DAN PAULO FREIRE A. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Pengertian pendidikan secara etimologis, usaha yang paling tepat dilakukan adalah meninjau kata-kata arab, karena ajaran Islam itu sendiri diturunkan dalam bahasa arab. Istilah-istilah yang pengertiaanya terkait dengan pendidikan yaitu berwal dari dengan kata kerja ب رyang memiliki beberapa arti, antara lain mengasuh, mendidik dan memelihara. Sedangkan kata pendidikan yang dalam bahasa arabnya dengan kata kerja berarati mengajar yang lebih bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan. Kata lain yang mengandung makna pendidikan adalah د dengan kata kerja ب د اdapat diartikan mendidik yang secara sempit mendidik budi pekerti dan secara luas meningkatkan peradaban. 17 Dengan pemikiran sederhana, pendidikan Islam dapat dimaknai sebagai proses pengembangan seluruh potensi peserta didik secara bertahap menurut nilai-nilai normatif Islam. Sementara itu menurut Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu “proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan 17 Baharuddin, Moh. Makin, op. cit., hlm. 140 15

Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Skripsi Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

Citation preview

Page 1: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

15

BAB II

PENDIDIKAN ISLAM DAN PAULO FREIRE

A. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pengertian pendidikan secara etimologis, usaha yang paling tepat

dilakukan adalah meninjau kata-kata arab, karena ajaran Islam itu sendiri

diturunkan dalam bahasa arab. Istilah-istilah yang pengertiaanya terkait

dengan pendidikan yaitu berwal dari ���� dengan kata kerja yang رب

memiliki beberapa arti, antara lain mengasuh, mendidik dan memelihara.

Sedangkan kata pendidikan yang dalam bahasa arabnya ���� dengan kata

kerja ��� berarati mengajar yang lebih bersifat pemberian atau

penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan. Kata lain yang

mengandung makna pendidikan adalah dapat ادب dengan kata kerja ��د��

diartikan mendidik yang secara sempit mendidik budi pekerti dan secara

luas meningkatkan peradaban.17

Dengan pemikiran sederhana, pendidikan Islam dapat dimaknai sebagai

proses pengembangan seluruh potensi peserta didik secara bertahap

menurut nilai-nilai normatif Islam. Sementara itu menurut Hasan

Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu “proses

penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan

17

Baharuddin, Moh. Makin, op. cit., hlm. 140

15

Page 2: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

16

pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi

manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat”.18

Pendidikan berarti tidak sekedar transfer of knowledge akan tetapi juga

transfer of value juga berorientasi dunia akhirat (teosentris dan

antroposentris) sebagai tujuannya. Sementara itu Ahmad D. Marimba

mendefinisikan pendidikan Islam dengan “bimbingan jasmani dan rohani

menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam”.19

Dengan pengertian pendidikan Islam tersebut di atas lebih global

sifatnya. Jadi pendidikan Islam Tidak sekedar mengajarkan, tetapi lebih

ditekankan pada “bimbingan” atau memelihara dan mengembangkan fitrah

dan sumber daya manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan

kamil) yakni manusia yang berkualitas sesuai dengan pandangan Islam.20

Dengan demikian, guru atau pendidik bukanlah segala-galanya, sehingga

cenderung dalam kebiasaan menganggap peserta didik sebagai bejana

kosong yang perlu diisi. Dengan kerangka dasar pengertian ini maka

pendidik harus menghormati peserta didik sebagai individu yang memiliki

potensi. Dari kerangka antara hubungan antara pendidik dan peserta didik

semacam ini, dapat pula sekaligus dihindari. Karena dalam pedidikan

seperti itu sebagai konsep pendidikan “gaya bank” yang banyak dikritik

dewasa ini.

18 Prof. Dr. Azyumardi Azra, op. cit., hlm. 5 19 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, cet. ke-2, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 54 20 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam (Paradigma Humanisasi Teosentris), cet. ke-2 (ed. Revisi), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 32

Page 3: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

17

2. Dasar Pendidikan Islam

Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar adalah

memberikan arahan kepada tujuan yang akan dicapai sekaligus menjadi

landasan untuk berdirinya sesuatu. Dasar pendidikan Islam adalah identik

dengan ajaran Islam itu sendiri, Islam sebagai pandangan hidup yang

berdasarkan nilai-nlai Ilahiyah, baik termuat dalam al-Qur’an maupun

Sunnah Rasul diyakini mengandung kebenaran mutlak yang bersifat

trasendental, universal dan eternal (abadi), sehingga secara akidah diyakini

oleh pemeluknya akan selalu sesuai dengan fitrah manusia, artinya

memenuhi kebutuhan manusia kapan dan dimana saja.21

Dasar pendidikan Islam secara prinsipal diletakkan pada dasar-dasar

ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaanya. Dasar-dasar ajaran

pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan

utama tentu saja adalah al-Qur’an dan al-Hadist. Secara eksplisit dapat

dideskripsikan sebagai berikut :

a. Al - Qur’an

Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT yang memiliki

perbendaharaan luas dan besar bagi pengembangan kebudayaan umat

manusia. Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik pertama, pada masa

awal pertumbuhan Islam telah menjadikan al-Qur’an sebagai dasar

pendidikan Islam disamping Sunnah beliau sendiri. Kedudukan al-

21 Umiarso, Haris Fathoi Makmur, Pendidikan Islam dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern, cet, ke-1, Yogyakarta, IRCiSoD, 2010, hlm. 50

Page 4: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

18

Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dalam

al-Qur’an surat an-Nahl : 64 yang berbunyi:

!$ tΒuρ $uΖø9 t“Ρ r& y7ø‹n=tã |=≈ tGÅ3 ø9 $# ωÎ) t Îit7çFÏ9 ÞΟ çλm; “Ï% ©!$# (#θà�n=tG÷z $# ϵŠÏù   “Y‰ èδuρ Zπ uΗ÷qu‘uρ

5Θöθ s) Ïj9 šχθãΖÏΒ÷σ ム∩∉⊆∪

Artinya : “Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (Q.S. Al-Nahl : 64)22

Pada hakikatnya al-Qur’an itu adalah merupakan perbendaharaan

yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang kerohanian. Ia

pada umumnya adalah merupakan kitab pendidikan kemasyarakatan

(sosial), moril (akhlak) dan spiritual (kerohanian).23

Bila melihat begitu luas dan persuasifnya al-Qur’an dalam

menuntun manusia, yang kesemuannya merupakan proses pendidikan

kepada manusia menjadikan al-Qur’an sebagai kitab dasar utama bagi

pengemban ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, pelaksanaan

pendidikan Islam haruslah senantiasa mengacu pada sumber tersebut

dengan berpegangan kepada nilai-nilai al-Qur’an terutama dalam

pendidikan Islam sehingga akan mampu mengarahkan dan

menghantarkan manusia bersifat dinamis, kreatif, serta mampu

mencapai nilai-nilai ubudiyah pada khaliknya. Dengan sikap ini maka

proses pendidikan Islam akan senantiasa terarah dan mampu

22 Departemen Agama, op. cit., hlm. 218 23 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet. Ke-4, Jakarta, Kalam Mulia, 2004, hlm. 55

Page 5: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

19

menciptakan sekaligus menghantarkan out putnya sebagai manusia

yang berkualitas dan bertanggung jawab terhadap semua aktivitas yang

dilakukan.

b. Hadist (as-Sunnah)

Dasar yang kedua selain al-Qur’an adalah al-Hadist atau as-Sunnah

merupakan jalan atau cara yang pernah dicontohkan Nabi Muhammad

SAW dalam perjalanan kehidupannya melaksanakan dakwah Islam.

Beliau adalah satu-satunya sumber utama yang bisa dijadikan souri

tauladan bagi umat Islam. Eksistensi Hadist Nabi merupakan sumber

inspirasi ilmu pengetahuan yang berisikan keputusan dan penjelasan

Nabi dari pesan-pesan Ilahiyah yang tidak terdapat dalam al-Qur’an,

maupun yang terdapat dalam al-Qur’an tetapi memerlukan penjelasan

yang lebih lanjut dan terperinci.24

Untuk memperkuat kedudukan Hadist sebagai sumber atau dasar

inspirasi pendidikan dan ilmu pengetahuan, dapat dilihat dari firman

Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 80 yang berbunyi :

¨Β Æì ÏÜ ãƒ tΑθ ß™§�9 $# ô‰s) sù tí$sÛr& ©! $# ( tΒuρ 4’ ¯< uθs? !$yϑsù y7≈oΨ ù=y™ö‘r& öΝÎγøŠn=tæ $ ZàŠÏ�ym ∩∇⊃∪

Artinya : “Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”. (Q.S. An-Nissa’ : 80)25

24 Umiarso, Haris Fathoi Makmur, op. cit., hlm. 53 25 Ibid., h. 72

Page 6: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

20

Dari ayat di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa kedudukan

Hadist Nabi merupakan dasar utama yang dapat dipergunakan sebagai

acuan bagi pelaksanaan pendidikan Islam yang dapat ditiru dan

dijadikan referensi teoritis maupun praktis. Dalam dataran pendidikan

Islam acuan tersebut dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu yang pertama,

sebagai acuan syari’ah yang meliputi muatan-muatan pokok ajaran

Islam secara tertulis. Kedua, acuan oprasional aplikasi yang meliputi

cara Nabi memainkan peranannya sebagai pendidik dan sekaligus

sebagai evaluator yang professional adil dan tetap mejunjung tinggi

nilai-nilai ajaran Islam.26

Disamping itu, dasar pendidikan Islam juga memuat tentang nilai-

nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran-

ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah atas prinsip yang mendatangkan

kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia. Dengan

dasar ini maka pendidikan Islam dapat diletakkan di dalam kerangka

sosiologis, selain menjadi sarana transmisi pewarisan kekayaan sosial

budaya yang positif bagi kehidupan manusia. Dengan ini pendidikan

Islam dapat dijadikan sebagai piranti yang tangguh dan adaptik dalam

mengantarkan peserta didiknya membangun peradapan yang bernuansa

Islami.

26 Umiarso, Haris Fathoi Makmur, op. cit., hlm. 54

Page 7: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

21

3. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan Pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan jalannya

pendidikan sehingga perlu dirumuskan sebaik-baiknya sebelum semua

kegiatan pendidikan dilaksanakan. Pandangan Objective Oriented

(berorientasi pada tujuan) mengajarkan bahwa tugas pendidik yang

sesungguhnya bukanlah mengajarkan ilmu atau kecakapan tertentu pada

peserta didik saja, akan tetapi juga merealisasi atau mencapai tujuan

pendidikan. Melihat posisi sentral manusia dalam proses pendidikan yang

meilbatkan potensi fitrah, cita rasa ketuhanan dan hakikat serta wujud

manusia menurut pandangan Islam, maka tujuan pendidikan Islam adalah

aktualisasi dari potensi-potensi tersebut. Karena potensi yang merupakan

nilai-nilai ideal yang dalam wujud implementasinya akan membentuk

pribadi manusia secara utuh dan mandiri.

Tujuan itu sendiri menurut Zakiah Drajat, adalah “sesuatu yang

diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai”.27

Sedangkan menurut Arifin, “tujuan itu bisa menunjukkan kepada futuritas

(masa depan) yang terletak suatu jarak tertetu yang tidak dapat dicapai

kecuali dengan usaha memalui proses tertentu”.28 Meskipun banyak

pendapat mengenai pengertian tujuan, akan tetapi pada umumnya

pengertian itu berpusat pada usaha atau perbuatan yang dilaksanakan

untuk suatu maksud tertentu. Disamping itu Omar Muhammad Attoumy

27 Ramayulis, op. cit., hlm. 65 28 Ibid.

Page 8: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

22

Asy Syaebani, berpendapat mengenai Tujuan Pendidikan Islam yang

memiliki empat ciri pokok yaitu:

a. Sifat yang bercorak agama dan akhlak

b. Sifat kemenyeluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi (subjek

didik), dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat.

c. Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak hanya adanya pertentangan antara

unsur-unsur dan cara pelaksnaanya.

d. Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan pada perubahan yang

dikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan, memperhitungkan

perbedaan-perbedaan perseorangan diantara individu, masyarakat dan

kebudayaan di mana-mana dan kesanggupannya untuk berubah dan

berkembang bila diperlukan.29

Upaya untuk memformulasikan suatu bentuk tujuan, tidaklah terlepas

dari pandangan masyarakat dan nilai yang dianut pelaku aktifitas itu.Maka

tidaklah heran jika terdapat perbedaan tujuan yang ingin dicapai oleh

masing-masing manusia baik dalam suatu masyarakat, bangsa maupun

Negara, karena perbedaan kepentingan yang ingin dicapai.

1) Pembagian dan Tahapan Tujuan Pendidikan

Berdasarkan catatan di atas, dapat dikemukakan pentahapan sebagai

berikut:

a) Tujuan tertinggi dan terakhir

b) Tujuan umum

29 Achmadi, op. cit., hlm. 94

Page 9: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

23

c) Tujuan khusus

(1) Tujuan tertinggi / terakhir

Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan

karena sesuai dengan konsep Ilahi yang mengandung

kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tertinggi dan terakhir

ini pada dasarnya sesuai dengan tujuan hidup manusia dan

peranannya sebagai ciptaan Allah, yaitu:

(a) Menjadi hamba Allah

Tujuan sejalan dengan hidup dan penciptaan manusia,

yaitu semata-mata untuk beribadat kepada Allah. Dalam hal

ini pendidikan memungkinkan manusia untuk memahami

dan menghayati tentang tuhannya sedemikian rupa, sehingga

semua peribadatannya dilakukan dengan penghayatan dan

kekhusu’an terhadap-Nya. Melakukan seremoni ibadah dan

tunduk senantiasa pada syari’ah dan petunjuk Allah.30

Dari pengertian yang sedemikian itu, implikasinya dalam

pendidikan adalah: pendidikan Islam harus mencakup dua

hal yaitu : Pertama, Pendidikan memungkinkan manusia

mengerti tuhannya secara benar, sehingga semua

perbuatannya terbingkai ibadah yang dilakukan dengan

penuh penghayatan akan keesan-Nya. Kedua, Pendidikan

harus menggerakkan seluruh potensi manusia (sumber daya

30 Ibid., h. 98

Page 10: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

24

manusia) untuk memahami Sunnah Allah di atas bumi,

menggalinya dan memanfaatkannya untuk mewujudkan

kemakmuran dan kesejahteraan bersama (rahmatan

lil’alamin).

(b) Mengantarkan subyek didik menjadi khalifatullah fil ard

(wakil tuhan di bumi) yang mampu memakmurkannya

(membudayakan alam sekitarnya). Dalam konteks sosiologis

sebagai khlifatullah mampu menata kehidupan yang baik

yang dilandasi norma-norma Ilahiyah dan insaniyah. Dalam

konteks teknologis seorang khalifatullah mampu menggali

potensi-potensi alam agar dapat terpelihara dan terjaga dari

kerusakan lingkungan, dan sebaliknya dapat mendatangkan

rahmat bagi seluruh alam.31

(2) Tujuan umum

Berbeda dengan tujuan tertinggi yang lebih mengutamakan

pendekatan filosofis, tujuan umum lebih bersifat empirik dan

realistik. Tujuan umum berfungsi yang taraf arah

pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan

sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik.32 Sehingga

mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah pribadi yang

utuh. Itulah yang disebut realisasi diri.

31 Ibid., h. 100 32 Ramayulis, op. cit., hlm. 68

Page 11: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

25

Proses pencapaian realisasi diri tersebut dalam istilah

psikologi disebut becoming, yakni menjadikan diri dengan

keutuhan pribadinya. Sedangkan untuk sampai pada keutuhan

pribadi diperlukan proses perkembangan tahap demi tahap yang

disebut proses development. Tercapainya self realization

sebagai pribadi muslim yang utuh dan ditandai dengan semakin

tampaknya aktualisasi diri dalam konteks upaya pada

pembentukan akhlak al-karimah dan taqarrub ilallah.33

Dimulai dari melakukan ibadah ritual secara sadar tergantung

pada orang lain, sampai pada terkendalinya perilaku dalam

menghadapi tantangan dan godaan-godaan dalam

kehidupannya, dan teraktualisasikannya sumber daya manusia

(SDM) dalam kerangka ibadah kepada Allah. Begitu

kompleksnya proses realisasi diri sebagai seorang pribadi

muslim, maka Pendidikan Islam harus komprehensif dalam

membimbing peserta didik baik dari segi tujuan, kurikulum

maupun lingkungan yang kondusif bagi terciptanya suasana

yang demokratis, humanis dengan paradigma pembebasan.

Untuk melakukan transformasi sosial memiliki prasayarat yaitu

manusia tercerahkan, kreatif dan dinamis. Pemberdayaannya

adalah melalui pendidikan pembebasan, yang dilakukan oleh

33 Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam (Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif), cet. ke-1, Jakarta, PT GrafindoPersada, 2011, hlm. 8

Page 12: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

26

tripartite pendidikan, yaitu sekolah, keluarga dan masyarakat.

Baik itu formal, non formal dan informal.

Salah satu formulasi “realitas diri” sebagai tujuan

pendidikan ialah rumusan yang disarankan dalam Konferensi

International Pertama tentang pendidikan Islam di Mekah 8

April 1977, sebagai berikut:

“Pendidikan harus diarahkan mencapai pertumbuhan keseimbangan kepribadian manusia menyeluruh, melalui latihan jiwa, intelek, rasio, perasaan dan penghayatan. Karena itu, pendidikan harus menyiapkan pertumbuhan manusia dalam segala seginya; sepritual, intelektual, imajinatif, jasmani, ilmiah, linguistik, baik individu maupun kolektif, dan semua itu didasari motivasi ibadah karena tujuan akhir pendidikan muslim itu terletak pada aktivitas merealisasikan pengabdian dan kemanusiaan”.34

Kenyataan menunjukkan bahwa baik tujuan tertinggi atau

terakhir maupun tujuan umum, dalam praktik pendidikan boleh

dikatakan tidak pernah tercapai sepenuhnya. Dengan perkataan

lain, untuk mencapai tujuan tertinggi atau terakhir itu

diperlukan upaya yang tidak pernah berakhir, sedangkan tujuan

umum “realisasi diri” adalah becoming, selama hayat proses

pencapaiannya tetap berlangsung.

(3) Tujuan khusus

Tujuan khusus ialah pengkhususan atau oprasionalisasi

tujuan tertinggi atau terakhir dan tujuan umum (pendidikan

Islam). Tujuan khusus bersifat relative sehingga dimungkinkan

34 Achmadi, op. cit., hlm. 94

Page 13: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

27

untuk diadakan perubahan di mana perlu sesuai dengan

tuntunan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka

tujuan tertinggi atau terakhir dan umum itu. Pengkhususan

tujuan tersebut dapat didasarkan pada:35

(a) Kultur Cita-cita satu bangsa

Setiap bangsa pada umumnya memiliki tradisi dan

budaya sendiri-sendiri. Perbedaan antara berbagai bangsa

inilah yang memungkinkan sekali adanya perbedaan cita–

citanya, sehingga terjadi pula perbedaan dalam

merumuskan tujuan yang dikehendakinya di bidang

pendidikan.

(b) Minat, bakat dan kesanggupan subjek didik

Islam mengakui perbedaan individu dalam hal minat,

bakat, dan kemampuan. Hal itu bisa dilihat dalam

keterangan-keterangan Al-Qur’an surat al-Isra’ ; 84 yaitu:

ö≅ è% @≅ à2 ã≅yϑ ÷ètƒ 4’n?tã ϵ ÏFn=Ï.$x© öΝä3š/ t� sù ãΝn=÷æ r& ô yϑÎ/ uθèδ 3“y‰ ÷δr&

Wξ‹Î6y™ ∩∇⊆∪

Artinya : Katakanlah; "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (Q.S. Al-Israa’ : 84)

35 Ibid., h. 106

Page 14: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

28

Untuk mencapai prestasi sebagaimana yang diharapkan,

kesesuaian tujuan khusus dengan minat, bakat, dan

kemampuan subyek didik sangat menentukan.

(c) Tuntutan situasi, kondisi pada kurun waktu tertentu

Apabila tujuan khusus pendidikan tidak

mempertimbangkan faktor situasi dan kondisi pada kurun

waktu tertentu, maka pendidikan akan kurang memiliki

daya guna sebagaimana minat dan perhatian subyek didik,

dasar pertimbangan ini sangat penting terutama bagi

perencanaan pendidikan. Mereka harus mengadaptasi masa

depan.

B. Riwayat Hidup Paulo Freire

Paulo Freire lahir pada 19 September 1921 di Recife, Pernambuco, daerah

Timur Laut Brazil. Ayahnya bernama Joaquim Temistocles Freire, berprofesi

sebagai polisi militer di Pernambuco yang berasal dari Rio Grande de Norte.

Ayahnya adalah seorang pengikut aliran kebatinan, tanpa menjadi anggota

dari agama resmi, sangat baik budi, cakap, dan sangat mencintai Paulo Freire.

Ibunya bernama Edeltrus Neves Freire, berasal dari Pernambuco, beragama

Katolik, orangnya lembut, baik budi, dan adil. Kedua orang tuanyalah yang

Page 15: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

29

memberi contoh dan mengajarkan kepada Paulo Freire untuk selalu

menghargai dialog dan menghormati pendapat orang lain.36

Paulo Freire segera dipaksa untuk mengalami realitas tersebut secara

langsung, sebagaimana getirnya kemiskinan dan kelaparan yang terjadi pada

massa depresi besar di tahun 1929 ketika krisis ekonomi di Amerika Serikat

yang mulai mempengaruhi Negara Brazil. Dari latar belakang keluarga kelas

menengah, Freire menyadari bahwa dirinya sedang bersentuhan langsung

dengan kemiskinan dan kelaparan, itulah yang membangun semangatnya

dalam membangunkan masyarakat miskin dari ketertindasannya sehingga

anak-anak lain nantinya tidak akan mengenal penderitaan seperti yang pernah

dia alami. 37

Masa mudanya Freire ketika berumur 20-an, sudah tertarik dengan

praktik-praktik kependidikan. Dalam usia yang cukup belia itu, dia pernah

menjadi guru Sekolah Menengah Atas (SMA), yang dalam pengajaranya

menggunakan bahasa Portugis.38 Dan ditahun 1943 Paulo Freire belajar

hukum di Universitas Recife. Meski menjadi mahasiswa di bidang hukum, dia

juga tertarik untuk mempelajari mengenai linguistik, filologi dan filsafat

bahasa. Berkaitan dengan ilmu-ilmu yang dipelajari oleh Freire ini, ada hal

yang menarik untuk dicermati. Yakni meski dia belajar dibidang hukum dan

36 Y. Suyitno, Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia ; dari dunia timur, timur tengah dan barat, (online), (http://file.upi.edu/direktori/fip/jur._pedagogik/195009081981011-y._suyitno/tokoh-tokoh_pendidikan_dunia.pdf), diakses pada tanggal 21 april 2011. 37 Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, op. cit., hlm. x 38 Paulo Freire, Politik Pendidikan (kebudayaan, kekuasaan & pembebasan), terj. Agung Prihantoro, Fuad Arif Fudiyartanto, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 284

Page 16: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

30

lulus sebagai sarjana hukum, dia tidak pernah benar-benar berpraktik dalam

bidang tersebut. Melainkan malah tertarik dengan dunia pendidikan dan

menjadi guru di sekolah-sekolah menengah ke atas. Setahun kemudian, yakni

pada tahun 1944, Freire menikah dengan rekan sesama guru yang bernama

Elza Maia Costa de Oliveira. Sewaktu menikah dengan istrinya Elza, Freire

lebih menekuni dalam bidang pendidikan. Akhirnya di tahun 1946, diangkat

menjadi Direktur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dinas Sosial di

State of Pernambuco .39

Pemikirannya mengenai filsafat pendidikan telah diungkapkan pertama

kali pada tahun 1959 dalam desertasi doktornya di Universitas Recife. Dan

kemudian pada 1961, diangkat sebagai direktur dari Departemen Kebudayaan

Ekstensi Universitas Recife. Pada tahun 1962 Freire memiliki kesempatan

pertama untuk aplikasi yang signifikan dari teori-teorinya, ketika 300 petani

tebu diajarkan untuk membaca dan menulis hanya dalam 45 hari. Menanggapi

eksperimen ini, pemerintah Brazil menyetujui pembentukan ribuan lingkaran

budaya di seluruh negeri. Diantara tahun 1964 -1969, sebuah kudeta militer

mengakhiri upaya itu. Freire dipenjarakan sebagai pengkhianat selama 70 hari.

Setelah pengasingan singkat di Bolivia, Freire bekerja di Chili selama lima

tahun menjadi konsultan UNESCO dan Lembaga Pembaruan Agraria

Demokratis Kristen dan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa

Bangsa.40

39Wikipedia Ensklopedi Bebas, 2011, Biografi Paulo Freire, (online), (http://en.wikipedia.org/wiki/Paulo_Freire), diakses tanggal 22 Oktober 2011. 40 Ibid.

Page 17: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

31

Freire kemudian menjadi guru besar tamu di Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Harvard, dia lalu menjabat sebagai penasehat ahli kantor

pendidikan dewan Gereja sedunia di Jenewa. Pada tahun 1979, dia dapat

kembali ke Brazil dan pindah kembali pada tahun 1980. Freire bergabung

dengan Partai Pekerja di kota Sao Paulo, dan bertindak sebagai pengawas

untuk proyek keaksaraan orang dewasa yang 1980 - 1986. Ketika Partai

Pekerja menang dalam pemilihan kotapraja pada 1988, Freire diangkat

menjadi Sekretaris Pendidikan untuk Sao Paulo. Pada tahun 1986, istrinya

Elza meninggal, setelah ditinggalkan istrinya dari muka dunia ini, Freire

menikah lagi dengan Maria Araujo Freire, yang melanjutkan dengan pekerjaan

pendidikannya sendiri. Paulo Freire meninggal dunia di Rumah Sakit Albert

Einstein, Sao Paulo, Brazil. Dia wafat dalam usia 75 tahun akibat gagal

jantung pada tanggal 2 Mei 1997 di Sao Paulo.41

C. Karya – karya dan Pemikiran Paulo Freire

1. Karya-karya Paulo Freire

Pemikiran Paulo Freire yang terkenal dengan sebutan pendidikan

pembebasan antara lain yaitu tertuang dalam karya - karya bukunya

sebagai berikut :

a. Educacao Como Pratica Da Liberdade

Buku Educacao Como Patrica Da Liberdade atau lebih dikenal

dengan Pendidikan Sebagai Praktik Pembebasan. Buku ini lahir dari

41 Ibid.

Page 18: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

32

usaha-usaha kreatif Paulo Freire dalam pemberantasan buta huruf

orang-orang dewasa di seluruh Brazilia sebelum kudeta 1 April 1964,

Sehingga pada akhirnya menyebabkan Freire hidup dalam pengasingan

singkat di Bolivia.42

Buku pertamanya ini diterbitkan pada 1976 di Brazil. Setelah buku

ini diterbitkan, Paulo Freire menemukan kegembiraan yang tiada tara,

karena buku tersebut merupakan himpunan gagasan dan idealismenya

yang berkaitan dengan pendidikan yang membebaskan.

b. Cultural Action for Freedom

Mengutip dari tinjauan Oleh Tamara Oyala (UCLA) mengenai buku

Cultural Action for Freedom yang diterbitkan dalam bahasa Inggris

pada tahun 1970 yaitu :

“Buku ini menyajikan ide-ide budaya diam, pembatalan pemberitaan, keaksaraan orang dewasa sebagai proses pemberdayaan dan pendidikan sebagai aksi budaya untuk kebebasan. Tinjauan Buku ini disusun di sekitar tema, definisi dan ilustrasi praktis Freire sendiri menulis sebagai contoh proses keaksaraan orang dewasa menggunakan refleksi dan aksi. Diselingi dengan konseptualisasi akan refleksi kritis oleh resensi buku; ini tentu begitu mengingat 40-an tahun hampir berlalu sejak penerbitan buku ini dan tidak hanya memiliki dunia berubah, namun Freire sepanjang hidupnya disesuaikan dan direvisi ide-ide yang disajikan dalam Aksi Budaya untuk Kebebasan”.43

42 Filsuf Gaul’s Weblog, 2009, Pendidikan Sebagai Praktik Pembebasan, (online), (http://filsufgaul.wordpress.com/2009/08/08/pendidikan-sebagai-praktik-pembebasan/), diakses pada tanggal 24 oktober 2011. 43 Daniel Schugurensky, Reviews of Paulo Freire’s Books, (online), (http://www.oise.utoronto.ca/legacy/research/freire/to.html?cms_page=freire/to.html), t.th, diakses pada tanggal 24 oktober 2011.

Page 19: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

33

Aksi budaya untuk kebebasan, serta karya-karya yang lainnya, telah

mendapatkan respon dan dibaca oleh spektrum banyak orang yang dari

latar belakang beragam dan multi kultural kepentingan

menggambarkan popularitas pedagoginya.

c. Pedagogy of the Oppressed atau lebih dikenal dengan Pendidikan

Kaum Tertindas.

Dalam buku Pedagogy of the Oppressed adalah karya yang

diterbitkan dalam bahasa Spanyol dan Inggris pada tahun 1970 di

Amerika Serikat. Empat tahun kemudian, yakni pada tahun 1974 di

terbitkan dalam bahasa Brazil.44

Karya tersebut merupakan hasil dari pengalaman hidup Paulo Freire

dan pengamatan selama pengasingannya. Freire berkata dalam buku

(Politik Pendidikan; Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan) yaitu:

“ Buku ini lahir melalui pernikahan saya dengan berbagai bagian dunia

di mana saya hidup, mendapatkan banyak pengalaman, bekerja dan

mengajar dengan penuh komitmen, perasaan, kekuatan, kepercayaan

dan semangat”. 45 Buku yang lahir dari pengalaman hidup Paulo Freire

sebagai tokoh pendidikan multi kultural, telah banyak mendapatkan

praktik pendidikan di berbagai belahan dunia yang tampak terinspirasi

oleh pemikiran-pemikirannya.

44 Akhmad Muhaimin Azzet, op. cit., hlm. 12 45 Paulo Freire, Politik Pendidikan (kebudayaan, kekuasaan & pembebasan), op.cit., hlm. 323

Page 20: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

34

d. Pedagogy of Hope (Pedagogi Pengharapan)

Dalam rangka memperingati 24 tahun terbitnya buku Pedagogy of

The Oppressed pada 1970.46 Yakni ditahun 1994 Paulo Freire

menerbitkan buku baru yaitu Pedagogy of Hope (Pedagogi

Pengharapan). Sebagaimana yang ditulis dalam turunan judulnya, buku

ini dimaksud untuk menghayati kembali buku Pendidikan Kaum

Tertindas. Terbitnya Pedagogy of Hope, merupakan sebuah kronik dan

sintesis perjuangan-perjuangan sosial yang tak kunjung henti di

Amerika Latin dan dunia ketiga semenjak terbitnya Pedagogy of the

Oppressed.

e. Pedagogy of Heart (Pedagogi Hati)

Buku ini diterbitkan pada 1997 di Amerika Serikat. Dalam buku ini

Freire mengajak kita demikian :

“Mari kita mempertahankan harapan kendati realitas yang kejam mengajak kita untuk tidak berharap. Dalam situasi demikian, perjuangan demi harapan berarti kesediaan untuk menanggalkan semua bentuk penistaan, rencana tak terpuji, dan ketidak pedulian. Kalau kita menanggalkan itu semua berarti kita membangkitkan dalam diri kita dan diri orang lain perlunya dan cita rasa harapan.47

Inti pokok buku ini hanya untuk membangkitkan harapan-harapan baru

di tengah-tengah situasi dimana kita masih hidup di tengah-tengah

lembaga-lembaga pendidikan yang cenderung beku oleh birokrasi yang

rapih dan selalu di bayang-bayangi oleh bahaya komersialisasi.

46 Paulo Freire, Pedagogi Pegharapan (menghayati kembali pedagogi kaum tertindas), cet. ke-5, Yogyakarta, Kanisius, hlm. 158 47 Paulo Freire, Conscientizacao (Tujuan Pendidikan Paulo Freire), op.cit., hlm. ix

Page 21: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

35

f. The Politics of Education ; Culture, Power and Liberation (Politik

Pendidikan ; Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan)

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh

Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto yang diterbitkan oleh

Pustaka Pelajar, Yogyakarta pada 1999. Isi buku ini merupakan solusi

atau angin segar bagi perkembangan teori pendidikan dan secara

politisnya telah memeberi jalan keluar bagi kebuntuan praktik

pendidikan yang melanda di seluruh dunia.

Melihat buku ini, Freire mengambil ide pembebasan

(emancipatory) dari fersi filsafat sekular dan relegius di dalam inti

pemikiran kaum borjuis. Kemudian dia juga memasukkan pemikiran-

pemikiran yang radikal ke dalam bukunya, tetapi tentu saja tidak

menerima begitu saja permasalahan yang dibidik dari kaca mata

kelompok radikal itu, karena mereka sudah menodai sejarah.

Pendeknya, Freire telah mengkombinasikan bahasa kritik dan bahasa

alternatif (the language of possibility).48

g. Pedagogy in Process ; The Letters to Guinea- Bissau.

Dari kata pengantar yang dibawakan oleh Jonatan Kozal dalam

buku Pendidikan Sebagai Proses ; Surat menyurat pedagogis dengan

para pendidik Guinea – Bissau yaitu :

“Buku yang memuat surat-surat Freire yang padat dan logis alur berpikirnya, bukan hanya akan memperluas wawasan pembaca yang bersifat substansial dalam memandang karya-karya Freire,

48 Paulo Freire, Politik Pendidikan (kebudayaan, kekuasaan & pembebasan), op.cit., hlm. 2

Page 22: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

36

tetapi juga akan memperjelas pemahaman atas pandangan-pandangan Freire dan menempatkannya secara lebih proposional, terutama bagi mereka yang menganggap Freire sebagai orang yang menakutkan dan tidak menyenangkan, bukannya sebagai orang yang sangat gentle, terbuka dan penuh dengan kasih sayang yang dikenal secara singkat baik dikalangan teman-temannya dan anak-anak. Selain itu juga berisi tulisan Freire yang sangat diomatik. Lebih dari itu, buku ini menguak kedirian Freire melalui teman- teman dan Elza istrinya dalam kondisi khusus dan dalam ikatan emosional dengan pendidik-pendidik lainnya.”49

Surat-menyurat itu, terjadi ketika Freire berada di Jenewa dan Mario

Cabral di Guinea-Bissau. Namun demikian, korespondensi ini segera

melibatkan anggota-anggota lain dari sebuah tim, baik yang tinggal di

Jenewa maupun di Guinea-Bissau. Surat-menyurat itu berlangsung

sejak bulan januari 1957 sampai musim semi tahun 1976, tetapi dialog

mereka sebagaimana ditunjukkan oleh sebuah pos-krip terakhir yang

bernuansa nostalagis terus berlangsung sampai pada tahun 1977 dan

bahkan lebih lama lagi.

2. Pemikiran Paulo Freire

Berawal dari pembacaan terhadap karya-karyanya dan hampir disetiap

gagasan-gagasan Paulo Freire selalu dituangkan kedalam tulisan yang

dipublikasikan sehingga dapat mengasumsi dan mengidentifikasi dengan

secara general terhadap pemikiran dan gagasan Freire, beberapa pemikiran

dan gagasannya yang sangat mempengaruhi paradigma pendidikan antara

lain:

49 Paulo Freire, Pendidikan Sebagai Proses, terj. Agung Prihantoro, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008, hlm. viii

Page 23: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

37

a. Teologi Pembebasan

Konsep politik dan pendidikan Freire mempunyai visi filosofis

yakni manusia yang terbebaskan (Liberated Humanity). Visi ini

berpijak pada penghargaan terhadap manusia dan pengakuan bahwa

harapan dan masa depan yang disampaikan kepada kaum tertindas

tidak hanya sekedar menjadi hiburan semata, sebagaimana juga bukan

untuk terus - menerus mengecam dan menantang kekuatan objektif

kaum tertindas. Teologi pembebasan ini pertama kali muncul di

Amerika Latin pada tahun 1970-an. Di sini sebenarnya Freire

mengkritik pembangunan yang dilakukan oleh Negara dan agama

Kristen terhadap rakyat atau pengikutnya dan pembangunan ini pula

didukung oleh militer dan institusi agama (gereja) dalam melegitimasi

kepentingan agama. Disamping itu Freire tidak hanya mengkritik saja,

tetapi juga sekaligus menyelamatkan ajaran agama yang progresif dan

revolusioner agar tercipta suatu kondisi yang seharusnya menerapkan

rasa cinta dan kasih sayang agama dan menaruh perhatian terhadap

kasus-kasus eksploitasi manusia.50

Dalam membicarakan teologi pembebasan, Freire memberi obat

penangkal teoritis yang meyakinkan terhadap sinisme dan

keputusasaan banyak kelompok kiri yang juga melancarkan kritik

secara radikal terhadapnya. Analisanya yang tampak utopis menjadi

kongkret karena semangat pembebasan dan rangsangannya, serta

50 Paulo Freire, Politik Pendidikan (kebudayaan, kekuasaan & pembebasan), op. cit., hlm. 13

Page 24: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

38

menjadi starting poin yang bersifat kolektif di dalam berbagai macam

keadaan sejarah dan khususnya tatkala terjadi penindasan. Analisanya

dikatakan utopis karena menolak untuk menghindar dari resiko dan

bahaya yang mengancamnya sebab dia menantang struktur kekuasaan

yang dominan. Sekali lagi dalam teologi pembebasan ini memang

sengaja diabdikan untuk mendukung perkembangan pendidikan secara

radikal dan terciptanya suatu pendidikan yang bisa dirasakan oleh

semua umat manusia.51

b. Pemberantasan Buta Huruf

Dalam pemberantasan buta huruf yang dilakukan oleh Paulo Freire

berawal dari kehidupan dia sewaktu di Brazil dan pengalaman masa

lalu Freire selama pengasingan di Chili yang pada waktu itu

masyarakatnya masih mempunyai keterbelakangan dan kebodohan.

Hal itulah yang melandasi mengapa Freire tergerak melakukan

pemberantasan buta huruf, karena menurutnya orang yang buta huruf

akan selalu menjadi objek dan eksploitasi oleh kalangan penindas.

Karena orang yang buta huruf sama halnya seperti manusia kosong dan

termarjinalkan.

Pemberantasan buta huruf yang dilakukan oleh Freire adalah

sebagai aksi budaya menuju kebebasan. Karena dengan “melek huruf”

dan pendidikanlah yang akan membedakan anatara manusia dengan

binatang. Jika dilihat dari tujuan hidup binatang yang hanya untuk

51 Ibid., h. 14

Page 25: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

39

beradaptasi dengan alam, maka tujuan hidup manusia adalah

memanusiakan manusia melalui proses transformasi. Maka dari itu,

hanya dengan kemampuan membaca dan menulis sebagai hasil dari

program pemberantasan buta huruf yang dilakukan secara kreatif yang

nantinya dapat menguji pemahaman kritis orang-orang atas

pengalaman hidupnya. Hal ini menjadi awal dari pembebasan nasib

seseorang.

c. Pendidikan “Gaya Bank” dan “Hadap Masalah”

Dalam konsep pendidikan “gaya bank”, pengetahuan merupakan

sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap

dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak memiliki

pengetahuan apa-apa. Menganggap bodoh secara mutlak pada orang

lain, sebuah cirri dari ideologi penindasan, berarti mengingkari

pendidikan dan pengetahuan sebagai proses pencarian. Pendidikan

“gaya bank” ini sepertihalnya model pembelajaran di kelas yang hanya

berjalan satu arah (monolog), yakni dari guru kepada murid.52

Pendidikan gaya bank adalah bentuk pendidikan yang hanya sebagai

praktik dominasi belaka, akan tetapi bukan sebgai praktik untuk

membebaskan. Karena pendidikan semacam itu lebih didominasi oleh

pihak yang berkuasa yang akhirnya akan menindas kaum yang lemah

dan dianggap tidak berpengatahuan.

52 Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, op. cit., hlm. 51

Page 26: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

40

Pendidikan model seperti itulah yang dikritik secara keras oleh

Freire, karena menganggap pendidikan seperti itu sangat tidak

manusiawi. Maka hadirlah pendidikan “hadap-masalah” yang

menyangkut suatu proses penyingkapan realitas secara terus menerus.

Yang disebut pertama berusaha mempertahankan penenggelaman

kesadaran, sementara yang disebut terakhir berjuang bagi kebangkitan

kesadaran dan keterlibatan kritis dalam realitas. Konsep dan praktik

pendidikan hadap-masalah menganggap bahwa dialog sebagai

prasyarat bagi pelaku pemahan untuk menguak realitas. Sehingga

dalam pelaksanaan pembelajaran bisa menjadikan antara guru dan

murid menjadi pemikir yang kritis. Perlu diketahui bahwa pendidikan

hadap masalah adalah lawan dari pendidikan gaya bank yang

cenderung monolog. Pendidikan hadap masalah sadalah sikap

revolusioner terhadap masa depan. Karena itu ia adalah nubuwatan

(dan artinya; penuh harapan), dan dengan begitu ia sesuai dengan

watak kesejahteraan manusia.53

d. Conscientizacao (Kesadaran)

Memahami dan membangkitkan kesadaran conscintizacao telah

dilakukan oleh Paulo Freire, seorang pendidik masyarakat dan

organisator politik berkebangsaan Brazil. Pemahamannya tentang

conscientizacao telah dijelaskan dalam beberapa risalah filsafat dan

telah mendorong kita untuk lebih meyadari proses berlangsungnya

53 Ibid, h. 68

Page 27: Bab II - Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam

41

penindasan politik di Ekuador dan Amerika serikat. Conscientizacao

merupakan proses dialogis yang mengantarkan individu-individu

secara bersama-sama untuk memecahkan ekstensial mereka.

Conscientizacao mengemban tugas pembebasan, dan pembebasan itu

berarti penciptaan norma, aturan, prosedur dan kebijakan baru.

Conscientizacao bukan tujuan sederhana yang yang harus dicapai,

tetapi merupakan tujuan puncak dari pendidikan untuk kaum

tertindas.54

e. Dialog

Suatu analisa yang cermat yang dibangun Paulo Freire dalam

melawan adanya pendidikan gaya bank, maka Freire lebih

menonjolkan model pembelajaran yang dialogis, karena dengan dialog

akan membentuk perjuampaan diantara sesama manusia yang dibebani

tugas bersama untuk belajar dan berbuat, akan rusak jika para

pelakunya (atau salah satu diantara mereka) tidak memiliki sikap

kerendahan hati.55 Dialog merupakan metode yang tepat untuk

mendapatkan pengetahuan, maka subjek harus memakai pendekatan

ilmiah dalam berdialektika dengan dunia, sehingga dapat menjelaskan

realitas secara benar. Dalam pemikirannya Freire, dialog sebagai

metodologi dalam pembelajaran untuk bagaimana menciptakan

pendidikan yang menghargai pendapat orang lain dan memiliki rasa

humanisme yang tinggi kepada setiap manusia.

54 Paulo Freire, Conscientizacao (Tujuan Pendidikan Paulo Freire), op. cit., hlm. 5 55 Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, op. cit., hlm. 73