8 BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu Beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dan diharapkan dapat lebih mendukung penelitian ini, sebagai berikut : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama, Tahun & Judul penelitian Variabel Alat Analisis Hasil 1. Rahayu Setiani (2018) “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai (Studi di Kota Purbalingga)” • Persepsi manfaat (X1) • Persepsi kemudahan (X2) • Kepercayaan (X3) • Penggunaan alat pembayaran non tunai (Y) Analisis statistika deskriptif • Variabel persepsi manfaat dan persepsi kemudahan tidak berpengaruh signifikan terhadap pembayaran non tunai. • Variabel kepercayaan berpengaruh signifikan terhadap pembayaran non tunai. 2. Talom dan Tengeh (2019) “The Impact of Mobile Money on the Financial Performance of the SMEs in Doula Cameroon” • Mobile money (X) • Financial Performance of the SMEs (Y) Analisis linier berganda Hasil dari penelitian ini menunjukkan mobile money berkontribusi sebesar 73% dalam pendapatan UMKM. Dengan menyatakan hubungan positif antara penggunaan mobile money dan kinerja keuangan UMKM
Text of BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
dilakukan memiliki kesamaan pada variabel penelitian yaitu
pembayaran non
tunai dan kinerja keuangan. Dengan teknik analisis regresi dan
teknik
pengumpulan data menggunakan kuisioner. Adapun perbedaan
penelitian
terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada objek
dan tahun
penelitian.
10
Sistem pembayaran non tunai telah berkembang dan semakin
lazim
digunakan oleh masyarakat. Fenomena ini memperlihatkan bahwa
pembayaran non tunai yang dilakukan bank maupun lembaga non
bank
sudah tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia sejak pertama
terbit pada
tahun 2007. Pembayaran Non Tunai merupakan sistem pembayaran
menggunakan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Dari
sisi
penggunaan, hampir seluruh pembayaran non tunai tidak lagi bersifat
single
purpose namun sudah multi purpose (www.bi.go.id). Artinya,
dapat
digunakan di banyak merchant yang berbeda. Pembayaran non
tunai
diyakini dapat meningkatkan efisiensi biaya transaksi ritel,
terutama dalam
mengurangi biaya cash handling (pengelola keuangan).
a. Kartu Debit/ATM
Kartu debit merupakan pembayaran dengan menggunakan kartu
untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari
suatu
kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dimana
kewajiban
pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara
langsung
simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga non bank yang
berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Sedangkan pengertian dari ATM itu
sendiri,
11
dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan
mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank
atau
lembaga non bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku (www.bi.go.id).
Kartu Debit maupun ATM sebenarnya memiliki fungsi yang
sama yaitu alat pembayaran, yang membedakan dari kedua kartu
tersebut pada saat penggunaan dikatakan ATM karena digunakan
untuk
transaksi di mesin ATM sedangkan kartu debit digunakan untuk
pembayaran merchant. Penggunaan kartu debit/ATM yang semakin
meningkat, tentunya dikarenakan manfaat dari penggunaanya
yang
telah banyak digunakan masyarakat. Manfaat dari penggunaan
kartu
debit/ATM yakni :
untuk penarikan tunai, transfer antara rekening atau antar
bank.
2) Kartu Debit memberikan kemudahan melakukan transaksi
berbelanja tanpa perlu membawa uang tunai.
Adanya sisi manfaat dari karu debit/ATM, terdapat juga resiko
yang perlu diketahui dan disikapi dengan hati-hati dari para
penggunanya, misalnya :
1) Resiko kartu digunakan oleh pihak lain karena pengguna yang
sah
melakukan kelalaian dalam penyimpanan kartu dan PIN
2) Resiko fraud yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang
tidak
bertanggung jawab dengan mencuri data nasabah pengguna yang
tersimpan dalam kartu.
Menurut PBI No. 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas PBI
Nomor 11/1/1/PBI/2009 tentang Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu menjelaskan penegertian dari kartu kredit
adalah
APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas
kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk
transaksi
pembelanjaan, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu
dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan
pemegang
kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang
disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge
card)
ataupun dengan pembayaran secara angsuran (www.bi.go.id).
Dalam hal ini kartu kredit berperan dalam memberikan
kemudahan pembayaran saat transaksi. Namun, jika ingin
menggunakan kartu kredit perhatikan biaya dan resiko yang
mungkin
timbul pada penggunaanya. Penelitian membuktikan, masyarakat
semakin gemar belanja menggunakan kartu kredit karena merasa
nyaman sebagai alat pembayaran non tunai dan untuk membiayai
konsumsi non tunai dapat di angsur dengan pembayaran minimal
(Subroto dkk, 2011).
c. Uang Elektronik
13
pembayaran sebelumnya seperti kartu debit dan kartu kredit.
Tetapi,
penggunaan sistem ini tetap sama seperti kartu debit/ATM dan
kartu
kredit yakni digunakan untuk pembayaran. Menurut peraturan
Bank
Indonesia No. 20/6/PBI/2018 uang elektronik merupakan
instrument
pembayaran yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disimpan
secara
elektronik dalam suatu media atau perangkat.
Definisi lain uang elektronik diartikan sebagai alat
pembayaran
dalam bentuk elektronik dimana nilai uangnya disimpan dalam
media
elektronik tertentu. Penggunanya harus menyetorkan uangnya
terlebih
dahulu kepada penerbit dan disimpan dalam media elektronik
sebelum
menggunakannya untuk keperluan bertransaksi. Ketika digunakan,
nilai
uang elektronik yang tersimpan dalam media elektronik akan
berkurang
sebesar nilai transaksi dan setelahnya dapat mengisi kembali
(top-up).
Media elektronik untuk menyimpan nilai uang elektronik dapat
berupa
chip atau server (www.bi.go.id).
Uang elektronik pada hakikatnya merupakan uang tunai tanpa
ada
fisik (cashless money), yang nilai uangnya berasal dari nilai uang
yang
disetor terlebih dahulu kepada penerbitnya, kemudian disimpan
secara
elektronik dalam suatu media elektronik berupa server atau kartu
chip,
yang berfungsi sebagai alat pembayaran non tunai kepada
pedagang
yang bukan penerbit uang elektronik yang bersangkutan. Nilai
uang
pada uang elektronik tersebut berbentuk elektronik yang
didapat
dengan cara menukarkan sejumlah uang tunai atau pendebetan
rekeningnya di bank untuk kemudian disimpan secara elektronik
dalam
media elektronik berupa kartu penyimpan dana (Rohmah, 2018).
Perbedaan uang elektronik dengan kartu debit/ATM dan kartu
kredit terletak pada nilai uang yang tersimpan pada rekening
nasabah
yang bersangkutan di bank. Sedangkan pada uang elektronik
nilai
uangnya tersimpan pada perangkat sistem komputer, ponsel,
kartu
prabayar atau kartu chip. Selanjutnya, ketika pemegang uang
elektronik
14
melakukan transaksi pembayaran atau transfer dana, maka nilai
uang
yang terdapat dalam uang elektronik tersebut juga akan
berkurang
sesuai dengan nilai transaksi pembayaran atau transfer dana
yang
dilakukan layaknya seperti uang tunai. Sebaliknya nilai uang
dalam
uang elektronik dapat bertambah bila menerima pembayaran atau
pada
saat pengisian ulang atau yang biasa disebut top up (Usman,
2017)
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia NO. 7/52/PBI/2005
tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu (PBI APMK), yang dimaksud dengan kartu
prabayar adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang
diperoleh
dengan menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada
penerbit,
baik secara langsung maupun melalui agen penerbit dan nilai
uang
tersebut dimasukkan menjadi nilai uang dalam kartu yang
dinyatakan
dalam satuan rupiah. Sesuai PBI APMK, kartu prabayar
dibedakan
dalam dua jenis yaitu single purpose dan multi purpose.
Kartu prabayar single purpose adalah kartu prabayar yang
digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang
timbul
dari satu jenis transaksi ekonomi. Misalnya, kartu tersebut
hanya
digunakan untuk pembayaran tol saja atau transportasi umum
lainnya.
Sedangkan kartu prabayar multi purpose kartu prabayar yang
digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang
timbul
dari berbagai jenis transaksi ekonomi. Misalnya, kartu prabayar
dapat
digunakan untuk pembayaran tol, telepon, transportasi umum
dan
belanja (Hidayati dkk, 2006).
pembayaran kegiatan ekonomi yang bersifat massal, cepat dan
mikro,
sehingga perkembangannya dapat membantu kelancaran transaksi
di
jalan tol, di bidang transportasi seperti kereta api maupun
angkutan
umum lainnya atau transaksi di minimarket, food court, atau
parkir.
Perkembangan uang elektronik diharapkan pula dapat digunakan
15
perbankan.
institusi/lembaga yang berperan penting dalam penyelenggaraan
uang
elektronik diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Issuer (penerbit)
Dari sudut kebijakan bank sentral, issuer merupakan institusi
yang
memegang peranan penting dalam penyelenggaraan e-money,
karena merupakan pihak yang mengelola dana atas uang
elektronik
yang diterbitkannya. Dengan kata lain, issuer adalah pihak
yang
bertanggung jawab untuk pemenuhan kewajiban atas redeem atau
refund yang dilakukan oleh pemegang kartu (user) atau
merchant.
2) Sistem operator
serta infrastruktur teknis lainnya (misalnya, komunikasi,
terminal
merchant, dll) dalam penyelenggaraan e-money. System operator
juga bisa berfungsi sekaligus sebagai pihak yang melakukan
perhitungan kliring. Namun demikian, cakupan fungsi system
operator ini tentunya bisa jadi bervariasi tergantung
kesepakatan
antara issuer dengan sistem operator.
3) Lembaga kliring
skema uang elektronik dengan sistem multi-issuer (terdapat
lebih
dari satu issuer) dimana terdapat inter-operability antara satu
sistem
issuer dengan sistem issuer yang lain. Dengan sistem
multi-issuer
yang interoperable satu sama lain, maka kartu yang diterbitkan
oleh
16
dengan issuer lainnya. Lembaga kliring dalam hal ini
berfungsi
sebagai institusi yang melakukan perhitungan hak dan
kewajiban
antar issuer atas transaksi uang elektronik yang terjadi. Dalam
hal
ini penyelesaian kliring dapat dilakukan pada bank tertentu.
4) Acquirer
bekerjasama dengan merchant yang memelihara rekening merchant
untuk menampung penerimaan dana atas electronic value yang
ditagihkan (redeem) oleh merchant kepada issuer. Dalam
penyelenggaraan uang elektronik, suatu institusi dapat
berperan
sekaligus sebagai issuer dan acquirer. Apabila seseorang
melakukan
pembayaran pada merchant dimana issuer uang elektronik dan
acquirer merchant adalah institusi yang sama, maka tagihan
dari
merchant kepada issuer/acquirer akan langsung dibayarkan oleh
issuer/acquirer yang bersangkutan tanpa melalui mekanisme
kliring.
Apabila seseorang melakukan pembayaran pada merchant dimana
issuer uang elektronik dan acquirer merchant adalah institusi
yang
berbeda, maka tagihan dari merchant tersebut kepada issuer
dapat
diambil alih oleh acquirer melalui mekanisme kliring.
Secara konseptual model penyelenggaraan uang eletronik yang
ideal
adalah model dengan sistem dimana satu media yang dimiliki
oleh
konsumen dapat digunakan secara luas. Dengan kata lain dapat
digunakan
oleh masyarakat untuk berbagai macam pembayaran pada berbagai
merchant yang berbeda. Untuk memiliki model pengembangan uang
elektronik yang ideal, maka secara konsep dikembangkan melalui
tiga
model yang akan dijelaskan sebagai berikut (Hidayati dkk, 2006)
:
17
Sumber : Hidayati, dkk (2006)
Pada model ini hanya ada satu issuer yang menerbitkan uang
elektronik. Dimana sistem operator dapat dilakukan oleh issuer itu
sendiri
atau oleh pihak lain. Dalam model ini issuer harus memiliki
kemampuan
untuk membangun jaringan sistem yang luas ke berbagai
merchant.
Dengan tingkat penerimaan uang elektronik sebagai alat pembayaran
yang
cukup luas, maka uang elektronik tersebut dapat menarik minat
masyarakat luas untuk menggunakannya. Contoh : gopay, ovo, link
aja.
2) Model Multi Issuer – Single Operator
Gambar 2.4. Konsep uang elektronik model multi issuer - SO
Sumber : Hidayati, dkk (2006)
Dalam model ini terdapat lebih dari satu issuer yang
menerbitkan
uang elektronik, namun hanya ada satu sistem operator yang
menyediakan
infrastruktur penyelenggaraan uang elektronik. Karena semua
issuer
menggunakan sistem operator yang sama maka tidak ada issue
interoperability dalam model ini.
Gambar 2.5. Konsep uang elektronik model multi issuer - MO
Sumber : Hidayati, dkk (2006)
Model yang ketiga pada prinsipnya hampir sama dengan model
yang
kedua dimana secara umum terdapat lebih dari satu issuer yang
menerbitkan uang elektronik, namun masing-masing issuer dapat
menggunakan sistem operator berbeda. Karena masing-masing
issuer
menggunakan sistem operator yang berbeda, agar setiap uang
elektronik
yang diterbitkan oleh setiap issuer dapat diterima secara luas.
Secara
kelembagaan, pengembangan uang elektronik dengan model multi
issuer
– multi operator, mensyaratkan adanya satu institusi sentral
bersifat netral
yang bertanggung jawab untuk mengelola sistem keamanan agar
semuanya dapat interoperable satu sama lain. Contoh : qris.
Penggunaan uang elektronik sebagai alat pembayaran dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
transaksi pembayaran tanpa perlu membawa uang tunai.
2) Tidak lagi menerima uang kembalian dalam bentuk barang
(seperti
permen) akibat padagang tidak mempunyai uang kembalian
bernilai
kecil (receh).
3) Sangat applicable untuk transaksi massal yang nilainya kecil
namun
frekuensinya tinggi, seperti: transportasi, parkir, tol, fast food,
dll.
Adapun sisi manfaat dari uang elektronik, terdapat juga resiko
yang
perlu diketahui dan disikapi dengan hati-hati dari para
penggunanya,
misalnya :
1) Risiko uang elektronik hilang dan dapat digunakan oleh pihak
lain,
karena pada prinsipnya uang elektronik sama seperti uang tunai
yang
apabila hilang tidak dapat diklaim kepada penerbit.
2) Risiko karena masih kurang pahamnya pengguna dalam
menggunakan
uang elektronik, seperti pengguna tidak menyadari uang
elektronik
yang digunakan ditempelkan 2 (dua) kali pada reader untuk
suatu
transaksi yang sama sehingga nilai uang elektronik berkurang
lebih
besar dari nilai transaksi.
Menurut Rahayu Setiani (2018) terdapat beberapa indikator
yang
mempengaruhui pembayaran non tunai yang akan dijelaskan sebagai
berikut :
1) Persepsi Kemanfaatan (Perceived Usefulness)
Menurut Davis (dalam Lai, 2017), persepsi kebermanfaatan
(perceived usefulness) didefinisikan sebagai sebuah pandangan
subjektif
pengguna terhadap seberapa besar kemungkinan penggunaan
sebuah
sistem (contoh: sistem pembayaran elektronik) dapat
meningkatkan
kinerjanya. Adapun indikator-indikator dari persepsi
kebermanfaatan
(perceived usefulness) menurut Davis (dalam Fatmawati, 2015)
adalah
sebagai berikut: mempercepat pekerjaan (work more quickly),
meningkatkan kinerja (improve job performance), meningkatkan
20
mempermudah pekerjaan (make job easier), dan bermanfaat
(useful).
2) Persepsi Kemudahan (Perceived Ease of Use)
Menurut Davis (dalam Lai, 2017), persepsi kemudahan
penggunaan
(perceived ease of use) didefinisikan sebagai tingkat ekspektasi
pengguna
terhadap usaha yang harus dikeluarkan untuk menggunakan sebuah
sistem.
Adapun indikator-indikator dari persepsi kemudahan penggunaan
(perceived ease of use) menurut Davis (dalam Fatmawati, 2015)
adalah
sebagai berikut: mudah dipelajari (easy to learn), dapat
dikontrol
(controllable), jelas dan dapat dipahami (clear and
understandable),
fleksibel (flexible), mudah untuk menjadi terampil/mahir (easy to
become
skillful) dan mudah digunakan (easy to use).
3) Kepercayaan
kemungkinan sumbangan negatif yang diberikan dari pihak
lain).
Menurut Andresson dan Weitz (dalam Setiani, 2018) rasa
percaya
diartikan sebagai suatu kondisi psikologis yang didalamnya terdapa
niat
untuk menerima kelemahan yang didasarkan pada pengharapan
positif
terhadap perilaku orang lain. Berdasarkan pengertian tersebut,
terdapat
dua hal penting yakni : (a) Rasa percaya yang memiliki hubungan
dengan
pengharapan positif terhadap perilaku partner, sehingga berfokus
pada
keyakinan perilaku tanggung jawab partner nya yang ditunjukan
dengan
integritas dan tidak melukai partner nya, (b) Rasa percaya yang
memiliki
hubungan bahwa niat individu dalam mengandalkan partner nya
akan
menerima kelemahan-kelemahan yang kontekstual.
beberapa indikator untuk mengukur kepercayaan sebagai berikut:
1.
Menjaga kepentingan 2. Dapat dipercaya 3. Informasi yang disediakan
4.
Kecenderungan memercayai 5. Memercayai tidak sulit 6. Keamanan
7.
Kepercayaan 8. Tidak percaya
keuangan perusahaan yang dinilai dengan alat-alat analisis
keuangan,
sehingga dapat diketahui baik buruknya keadaan keuangan suatu
perusahaan. Kondisi keuangan suatu perusahaan dapat
mencerminkan
keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan. Menurut
Munawir
(2012:30), kinerja keuangan perusahaan merupakan satu diantara
dasar
penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan
berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan.
Sugiyarso dan Winarni (2005:111), mengatakan bahwa kinerja
dapat
diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu
periode
tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan
tersebut.
Kinerja dapat juga dikatakan sebagai ukuran seberapa efisien dan
efektif
seorang manajer atas sebuah perusahaan dan seberapa baik manajer
atau
organisasi itu mencapai tujuan. Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan,
kinerja keuangan merupakan pencapaian prestasi perusahaan pada
suatu
periode yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan.
2.2. Tujuan Kinerja Keuangan
pengukuran, karena hal ini akan mempengaruhi seorang manajer
dalam
membuat dan mengambil keputusan. Adapun tujuan dari
pengukuran
kinerja keuangan perusahaan menurut Munawir (2012: 31) yaitu
:
22
diselesaikan pada saat ditagih.
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila
perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek
maupun
jangka panjang.
tertentu.
melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan
mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-
hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya
tepat
pada waktunya
Kinerja perusahaan dapat terdiri dari kinerja keuangan, kinerja
bisnis,
dan kinerja keorganisasian. Kinerja keuangan perusahaan dapat
diukur dari
penerimaan atas aset (return on asset), penerimaan atas penjualan
(return
on sales), dan return on equity. Faktor yang mempengaruhi
kinerja
keuangan UMKM dapat diukur dari (Destiana, 2016) :
1) Penjualan pertahun
suatu produk barang barang dan jasa yang dihitung secara
keseluruhan
selama satu tahun atau dalam satu proses akuntansi (Swastha,
2001).
Penjualan sangat berpengaruh bagi keseluruhan hidup
perusahaan,
semakin besar penjualan yang diperoleh maka semakin besar
kemampuan perusahaan untuk membiayai segala pengeluaran dan
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh perusahaan. Mankiw
(2011)
menyebutkan bahwa penjualan dirumuskan sebagai hasil
perkalian
antara jumlah unit yang terjual dengan harga per unit.
23
diakui dalam suatu periode tahun (IAI, 2007). Tujuan utama
perusahaan
adalah memaksimalkan laba. Pengertian laba secara operasional
merupakan perbedaan antara pendapatan yang direalisasi yang
timbul
dari transaksi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan
dengan
biaya tersebut. Sedangkan menurut Harahap (2009: 464) laba
merupakan
kelebihan penghasilan diatas biaya selama satu periode
akuntansi
Informasi laba juga dapat digunakan untuk memprediksi perubahan
laba
dimasa mendatang. Perubahan laba dapat digunakan untuk
menilai
bagaimana kinerja suatu perusahaan. Perubahan laba merupakan
kenaikan atau penurunan laba pertahun. Hal ini laba diartikan
sebagai
kelebihan pendapatan di atas biaya (biaya yang melekat dalam
kegiatan
produksi dan penyerahan barang/jasa). Laba sendiri dihitung,
mengurangi pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.
3) Aset
organisasi, badan usaha, individu atau perorangan (Hidayat,
2011).
Sedangkan menurut Munawir (2017) aset adalah sumber daya
ekonomi
yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang harga perolehannya atau
nilai
wajarnya harus diukur secara objektif. Aset dapat dibagi menjadi
dua,
yaitu aset tetap dan aset lancar.
Widodo (2003) menyatakan ukuran dalam menentukan kinerja
usaha UMKM menggunakan indikator-indikator kinerja yaitu
nilai
penjualan, keuntungan, nilai aset usaha, nilai aset keluarga,
kredit, biaya
hidup keluarga, dan tabungan keluarga. Sehingga dapat
disimpulkan
faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan UMKM dapat diukur
dari
penjualan pertahun, laba pertahun, dan aset.
24
3.1. Pengertian Kinerja Keuangan UMKM
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 pasal 1 mengenai
UMKM, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah :
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang atau
perseorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha
mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau besar yang memenuhi
kriteria usaha kecil sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-
Undang ini.
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahuan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Hasibuan (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai seseorang atau organisasi dalam melaksanakan
tugas-
tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Sedangkan menurut
Rivai
dan Basri (2005) dalam kinerja adalah hasil atau tingkat
keberhasilan
seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan kemungkinan, seperti
hasil
kerja, target, sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu
dan telah disepakati bersama. Pengertian lain disampaikan oleh
Helfert
(dalam Srimindarti, 2004) bahwa kinerja perusahaan adalah
suatu
25
perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang
dimiliki.
sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
telah
disepakati bersama pada sebuah entitas usaha dengan kriteria aset
dan
omzet yang telah ditentukan dalam undangundang.
3.2.Hubungan antara Pembayaran Non Tunai dan Kinerja Keuangan
Menurut Bernard Ngaruiya, Mary Bosire, dan Simon M. Kamau
(2014) pembayaran non tunai memiliki pengaruh signifikan
dengan
kinerja keuangan, ini sejalan dengan pendapat Talom dan Tengeh
(2019)
bahwa pembayaram non-tunai memiliki pengaruh signifikan
dengan
kinerja keuangan. Deka Anggun Lestari, Endah Dewi Purnamasari,
Budi
Setiawan (2019) juga menyebutkan bahwa adanya pengaruh
signifikan
terhadap kinerja keuangan. Berdasarkan pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa adanya hubungan antara pembayaran non-tunai
dan
kinerja keuangan.
yang terdapat dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008,
dijelaskan
sebagai berikut :
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
(tiga ratus juta rupiah).
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00
(lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha;
atau
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
c. Usaha Menengah
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat
usaha; atau
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)
C. Kerangka Pikir
Menurut Noor (2011: 76) kerangka pikir merupakan konseptual
mengenai
bagaiman satu teori berhubungan di antara berbagai faktor yang
telah di
identifikasikan penting terhadap masalah penelitian. Penelitian ini
dilakukan
bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembayaran non tunai terhadap
kinerja
usaha mikro kecil dan menengah. Secara sistematis, kerangka pikir
penelitian
dapat dilihat pada gambar sebagai berikut
Gambar 2.6 Kerangka Pikir
Pembayaran Non Tunai (X)
didukung oleh data empiris terhadap rumusan masalah penelitian
(Indrawati
2015: 94). Dikatakan bersifat sementara karena jawaban yang
diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta –
fakta empiris.
Hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini berkaitan dengan
ada atau tidak
pengaruh anatar variabel x dan y. dimana variabel nol (Ho)
merupakan hipotesis
tentang tidak adanya hubungan, umumnya diformulasikan untuk di
tolak.
Sedangkan hipotesis alternative (Ha) merupakan hipotesis yang di
ajukan
peneliti dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang, rumusan
masalah dan
tujuan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, adapun
hipotesis dalam
penelitian ini adalah :
usaha mikro kecil dan menengah di Kota Malang
Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Jumba
dan
Wepukhulu (2019) yang berjudul Effect of Cashless Payments on the
Financial
Performance of Supermarkets in Nairobi Country, mengatakan
bahwa
pembayaran non tunai berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan usaha
mikro kecil dan menengah.
Penelitian lain oleh Talom dan Tengeh (2019) yang berjudul The
Impact
of Mobile Money on the Financial Performance of the SMEs in
Doula
Cameroon, mengatakan bahwa pembayaran uang seluler (mobile
money)
memberikan pengaruh postif yang signifikan terhadap kinerja
keuangan
UMKM. Dengan mengkonfirmasi hubungan positif antara
penggunaan
pembayaran uang seluler dan kinerja keuangan UMKM, diharapkan
semua
pemangku kepentingan yang relevan akan melihat ini sebagai solusi
yang
mungkin dilakukan untuk menghadapi tantangan keuangan UMKM di
negara
berkembang.