20
8 BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu Beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dan diharapkan dapat lebih mendukung penelitian ini, sebagai berikut : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama, Tahun & Judul penelitian Variabel Alat Analisis Hasil 1. Rahayu Setiani (2018) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai (Studi di Kota Purbalingga)Persepsi manfaat (X1) Persepsi kemudahan (X2) Kepercayaan (X3) Penggunaan alat pembayaran non tunai (Y) Analisis statistika deskriptif Variabel persepsi manfaat dan persepsi kemudahan tidak berpengaruh signifikan terhadap pembayaran non tunai. Variabel kepercayaan berpengaruh signifikan terhadap pembayaran non tunai. 2. Talom dan Tengeh (2019) The Impact of Mobile Money on the Financial Performance of the SMEs in Doula CameroonMobile money (X) Financial Performance of the SMEs (Y) Analisis linier berganda Hasil dari penelitian ini menunjukkan mobile money berkontribusi sebesar 73% dalam pendapatan UMKM. Dengan menyatakan hubungan positif antara penggunaan mobile money dan kinerja keuangan UMKM

BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

8

BAB II

PENDAHULUAN

A. Penelitian Terdahulu

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dan

diharapkan dapat lebih mendukung penelitian ini, sebagai berikut :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No

Nama, Tahun

& Judul

penelitian

Variabel Alat Analisis Hasil

1. Rahayu Setiani

(2018)

“Faktor-Faktor

yang

Mempengaruhi

Penggunaan

Alat

Pembayaran

Non Tunai (Studi

di Kota

Purbalingga)”

• Persepsi manfaat

(X1)

• Persepsi

kemudahan (X2)

• Kepercayaan

(X3)

• Penggunaan alat

pembayaran non

tunai (Y)

Analisis

statistika

deskriptif

• Variabel persepsi

manfaat dan persepsi

kemudahan tidak

berpengaruh

signifikan terhadap

pembayaran non

tunai.

• Variabel kepercayaan

berpengaruh

signifikan terhadap

pembayaran non

tunai.

2. Talom dan

Tengeh (2019)

“The Impact of

Mobile Money

on the Financial

Performance of

the SMEs in

Doula

Cameroon”

• Mobile money

(X)

• Financial

Performance of

the SMEs (Y)

Analisis linier

berganda

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan mobile

money berkontribusi

sebesar 73% dalam

pendapatan UMKM.

Dengan menyatakan

hubungan positif antara

penggunaan mobile

money dan kinerja

keuangan UMKM

Page 2: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

9

3. Rustanto dan

Kartini (2019)

“Efektivitas

Pembayaran

Non Tunai Pada

UMKM

Daerah Aliran

Sungai Citarum”

• Persepsi

kemanfaatan (X1)

• Kemudahan (X2)

• Resiko (X3)

• Pembayaran Non

tunai (Y)

Analisis biplot

dan logit

Persepsi manfaat,

kemudahan dan resiko

tidak berpengaruh

signifikan terhadap

efektivitas pembayaran

non tunai. Antara

Persepsi Manfaat,

Kemudahan dan

pembayaran non tunai

memiliki korelasi yang

positif. Sedangkan

resiko dengan peubah

lainnya memiliki

korelasi yang sangat

rendah

4. Jumba dan

Wepukhulu

(2019)

“Effect Cashless

Payments on the

Financial

Perfromance of

Supermarket in

Nairobi”

• Effect of Cashless

Payments (X)

• Financial

Performance of

Supermarket (Y)

Analisis linier

berganda

Aksebilitas keuangan,

inovasi keuangan,

penanganan uang tunai

dan biaya transaksi

secara signifikan

mempengaruhi kinerja

keuangan supermarket.

5. Lestari (2020)

“Pengaruh

Payment

Gateway

terhadap

Kinerja

Keuangan

UMKM”

• Payment

gateaway (X)

• Kinerja keuangan

UMKM (Y)

Analisis

regresi

sederhana

Payment gateway

berpengaruh signifikan

terhadap kinerja

keuangan

Sumber : data diolah (2020)

Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan

dilakukan memiliki kesamaan pada variabel penelitian yaitu pembayaran non

tunai dan kinerja keuangan. Dengan teknik analisis regresi dan teknik

pengumpulan data menggunakan kuisioner. Adapun perbedaan penelitian

terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada objek dan tahun

penelitian.

Page 3: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

10

B. Landasan Teori

1. Pembayaran Non Tunai

1.1. Pengertian Pembayaran Non Tunai

Sistem pembayaran non tunai telah berkembang dan semakin lazim

digunakan oleh masyarakat. Fenomena ini memperlihatkan bahwa

pembayaran non tunai yang dilakukan bank maupun lembaga non bank

sudah tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia sejak pertama terbit pada

tahun 2007. Pembayaran Non Tunai merupakan sistem pembayaran

menggunakan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Dari sisi

penggunaan, hampir seluruh pembayaran non tunai tidak lagi bersifat single

purpose namun sudah multi purpose (www.bi.go.id). Artinya, dapat

digunakan di banyak merchant yang berbeda. Pembayaran non tunai

diyakini dapat meningkatkan efisiensi biaya transaksi ritel, terutama dalam

mengurangi biaya cash handling (pengelola keuangan).

a. Kartu Debit/ATM

Gambar 2.1 Mekanisme Kartu Debit/ATM

Sumber : Subari dan Ascarya (2003)

Kartu debit merupakan pembayaran dengan menggunakan kartu

untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu

kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dimana kewajiban

pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung

simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga non bank yang

berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-

undangan yang berlaku. Sedangkan pengertian dari ATM itu sendiri,

Page 4: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

11

ATM merupakan alat pembayaran menggunakan kartu yang dapat

digunakan untuk melakukan penarikan tunai atau pemindahan dana

dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan

mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau

lembaga non bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai

ketentuan perundang-undangan yang berlaku (www.bi.go.id).

Kartu Debit maupun ATM sebenarnya memiliki fungsi yang

sama yaitu alat pembayaran, yang membedakan dari kedua kartu

tersebut pada saat penggunaan dikatakan ATM karena digunakan untuk

transaksi di mesin ATM sedangkan kartu debit digunakan untuk

pembayaran merchant. Penggunaan kartu debit/ATM yang semakin

meningkat, tentunya dikarenakan manfaat dari penggunaanya yang

telah banyak digunakan masyarakat. Manfaat dari penggunaan kartu

debit/ATM yakni :

1) Memberikan kemudahan dan kecepatan bertransaksi via ATM

untuk penarikan tunai, transfer antara rekening atau antar bank.

2) Kartu Debit memberikan kemudahan melakukan transaksi

berbelanja tanpa perlu membawa uang tunai.

Adanya sisi manfaat dari karu debit/ATM, terdapat juga resiko

yang perlu diketahui dan disikapi dengan hati-hati dari para

penggunanya, misalnya :

1) Resiko kartu digunakan oleh pihak lain karena pengguna yang sah

melakukan kelalaian dalam penyimpanan kartu dan PIN

2) Resiko fraud yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak

bertanggung jawab dengan mencuri data nasabah pengguna yang

tersimpan dalam kartu.

Page 5: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

12

b. Kartu Kredit

Gambar 2.2 Mekanisme Kartu Kredit

Sumber : Subari dan Ascarya (2003)

Menurut PBI No. 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas PBI

Nomor 11/1/1/PBI/2009 tentang Kegiatan Alat Pembayaran dengan

Menggunakan Kartu menjelaskan penegertian dari kartu kredit adalah

APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas

kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi

pembelanjaan, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu

dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang

kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang

disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card)

ataupun dengan pembayaran secara angsuran (www.bi.go.id).

Dalam hal ini kartu kredit berperan dalam memberikan

kemudahan pembayaran saat transaksi. Namun, jika ingin

menggunakan kartu kredit perhatikan biaya dan resiko yang mungkin

timbul pada penggunaanya. Penelitian membuktikan, masyarakat

semakin gemar belanja menggunakan kartu kredit karena merasa

nyaman sebagai alat pembayaran non tunai dan untuk membiayai

konsumsi non tunai dapat di angsur dengan pembayaran minimal

(Subroto dkk, 2011).

c. Uang Elektronik

Saat ini di Indonesia sedang mengembangkan suatu sistem

pembayaran yang dikenal dengan uang elektronik. Sistem pembayaran

Page 6: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

13

ini memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan sistem

pembayaran sebelumnya seperti kartu debit dan kartu kredit. Tetapi,

penggunaan sistem ini tetap sama seperti kartu debit/ATM dan kartu

kredit yakni digunakan untuk pembayaran. Menurut peraturan Bank

Indonesia No. 20/6/PBI/2018 uang elektronik merupakan instrument

pembayaran yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disimpan secara

elektronik dalam suatu media atau perangkat.

Definisi lain uang elektronik diartikan sebagai alat pembayaran

dalam bentuk elektronik dimana nilai uangnya disimpan dalam media

elektronik tertentu. Penggunanya harus menyetorkan uangnya terlebih

dahulu kepada penerbit dan disimpan dalam media elektronik sebelum

menggunakannya untuk keperluan bertransaksi. Ketika digunakan, nilai

uang elektronik yang tersimpan dalam media elektronik akan berkurang

sebesar nilai transaksi dan setelahnya dapat mengisi kembali (top-up).

Media elektronik untuk menyimpan nilai uang elektronik dapat berupa

chip atau server (www.bi.go.id).

Uang elektronik pada hakikatnya merupakan uang tunai tanpa ada

fisik (cashless money), yang nilai uangnya berasal dari nilai uang yang

disetor terlebih dahulu kepada penerbitnya, kemudian disimpan secara

elektronik dalam suatu media elektronik berupa server atau kartu chip,

yang berfungsi sebagai alat pembayaran non tunai kepada pedagang

yang bukan penerbit uang elektronik yang bersangkutan. Nilai uang

pada uang elektronik tersebut berbentuk elektronik yang didapat

dengan cara menukarkan sejumlah uang tunai atau pendebetan

rekeningnya di bank untuk kemudian disimpan secara elektronik dalam

media elektronik berupa kartu penyimpan dana (Rohmah, 2018).

Perbedaan uang elektronik dengan kartu debit/ATM dan kartu

kredit terletak pada nilai uang yang tersimpan pada rekening nasabah

yang bersangkutan di bank. Sedangkan pada uang elektronik nilai

uangnya tersimpan pada perangkat sistem komputer, ponsel, kartu

prabayar atau kartu chip. Selanjutnya, ketika pemegang uang elektronik

Page 7: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

14

melakukan transaksi pembayaran atau transfer dana, maka nilai uang

yang terdapat dalam uang elektronik tersebut juga akan berkurang

sesuai dengan nilai transaksi pembayaran atau transfer dana yang

dilakukan layaknya seperti uang tunai. Sebaliknya nilai uang dalam

uang elektronik dapat bertambah bila menerima pembayaran atau pada

saat pengisian ulang atau yang biasa disebut top up (Usman, 2017)

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia NO. 7/52/PBI/2005

tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan

Menggunakan Kartu (PBI APMK), yang dimaksud dengan kartu

prabayar adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang diperoleh

dengan menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada penerbit,

baik secara langsung maupun melalui agen penerbit dan nilai uang

tersebut dimasukkan menjadi nilai uang dalam kartu yang dinyatakan

dalam satuan rupiah. Sesuai PBI APMK, kartu prabayar dibedakan

dalam dua jenis yaitu single purpose dan multi purpose.

Kartu prabayar single purpose adalah kartu prabayar yang

digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul

dari satu jenis transaksi ekonomi. Misalnya, kartu tersebut hanya

digunakan untuk pembayaran tol saja atau transportasi umum lainnya.

Sedangkan kartu prabayar multi purpose kartu prabayar yang

digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul

dari berbagai jenis transaksi ekonomi. Misalnya, kartu prabayar dapat

digunakan untuk pembayaran tol, telepon, transportasi umum dan

belanja (Hidayati dkk, 2006).

Penggunaan uang elektronik sebagai alat pembayaran yang

inovatif dan praktis diharapkan dapat membantu kelancaran

pembayaran kegiatan ekonomi yang bersifat massal, cepat dan mikro,

sehingga perkembangannya dapat membantu kelancaran transaksi di

jalan tol, di bidang transportasi seperti kereta api maupun angkutan

umum lainnya atau transaksi di minimarket, food court, atau parkir.

Perkembangan uang elektronik diharapkan pula dapat digunakan

Page 8: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

15

sebagai alternatif alat pembayaran non tunai yang dapat menjangkau

masyarakat yang selama ini belum mempunyai akses kepada sistem

perbankan.

Ditinjau dari aspek kelembagaan, terdapat beberapa

institusi/lembaga yang berperan penting dalam penyelenggaraan uang

elektronik diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Issuer (penerbit)

Issuer (penerbit) adalah institusi yang menerbitkan e-money.

Dari sudut kebijakan bank sentral, issuer merupakan institusi yang

memegang peranan penting dalam penyelenggaraan e-money,

karena merupakan pihak yang mengelola dana atas uang elektronik

yang diterbitkannya. Dengan kata lain, issuer adalah pihak yang

bertanggung jawab untuk pemenuhan kewajiban atas redeem atau

refund yang dilakukan oleh pemegang kartu (user) atau merchant.

2) Sistem operator

Sistem operator adalah institusi yang berbeda dengan issuer,

maka keberadaan sistem operator memiliki peranan yang penting

dalam menjamin keamanan dan kelancaran serta kehandalan sistem

yang dioperasikannya. Secara umum, fungsi sistem operator adalah

sebagai institusi yang menyediakan sistem (aplikasi dan hardware)

serta infrastruktur teknis lainnya (misalnya, komunikasi, terminal

merchant, dll) dalam penyelenggaraan e-money. System operator

juga bisa berfungsi sekaligus sebagai pihak yang melakukan

perhitungan kliring. Namun demikian, cakupan fungsi system

operator ini tentunya bisa jadi bervariasi tergantung kesepakatan

antara issuer dengan sistem operator.

3) Lembaga kliring

Keberadaan lembaga kliring pada prinsipnya diperlukan dalam

skema uang elektronik dengan sistem multi-issuer (terdapat lebih

dari satu issuer) dimana terdapat inter-operability antara satu sistem

issuer dengan sistem issuer yang lain. Dengan sistem multi-issuer

yang interoperable satu sama lain, maka kartu yang diterbitkan oleh

Page 9: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

16

issuer tertentu dapat digunakan di merchant yang bekerjasama

dengan issuer lainnya. Lembaga kliring dalam hal ini berfungsi

sebagai institusi yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban

antar issuer atas transaksi uang elektronik yang terjadi. Dalam hal

ini penyelesaian kliring dapat dilakukan pada bank tertentu.

4) Acquirer

Acquirer merupakan institusi (umumnya bank) yang

bekerjasama dengan merchant yang memelihara rekening merchant

untuk menampung penerimaan dana atas electronic value yang

ditagihkan (redeem) oleh merchant kepada issuer. Dalam

penyelenggaraan uang elektronik, suatu institusi dapat berperan

sekaligus sebagai issuer dan acquirer. Apabila seseorang melakukan

pembayaran pada merchant dimana issuer uang elektronik dan

acquirer merchant adalah institusi yang sama, maka tagihan dari

merchant kepada issuer/acquirer akan langsung dibayarkan oleh

issuer/acquirer yang bersangkutan tanpa melalui mekanisme kliring.

Apabila seseorang melakukan pembayaran pada merchant dimana

issuer uang elektronik dan acquirer merchant adalah institusi yang

berbeda, maka tagihan dari merchant tersebut kepada issuer dapat

diambil alih oleh acquirer melalui mekanisme kliring.

Secara konseptual model penyelenggaraan uang eletronik yang ideal

adalah model dengan sistem dimana satu media yang dimiliki oleh

konsumen dapat digunakan secara luas. Dengan kata lain dapat digunakan

oleh masyarakat untuk berbagai macam pembayaran pada berbagai

merchant yang berbeda. Untuk memiliki model pengembangan uang

elektronik yang ideal, maka secara konsep dikembangkan melalui tiga

model yang akan dijelaskan sebagai berikut (Hidayati dkk, 2006) :

Page 10: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

17

1) Model Single Issuer

Gambar 2.3. Konsep uang elektronik model single issuer

Sumber : Hidayati, dkk (2006)

Pada model ini hanya ada satu issuer yang menerbitkan uang

elektronik. Dimana sistem operator dapat dilakukan oleh issuer itu sendiri

atau oleh pihak lain. Dalam model ini issuer harus memiliki kemampuan

untuk membangun jaringan sistem yang luas ke berbagai merchant.

Dengan tingkat penerimaan uang elektronik sebagai alat pembayaran yang

cukup luas, maka uang elektronik tersebut dapat menarik minat

masyarakat luas untuk menggunakannya. Contoh : gopay, ovo, link aja.

2) Model Multi Issuer – Single Operator

Gambar 2.4. Konsep uang elektronik model multi issuer - SO

Sumber : Hidayati, dkk (2006)

Page 11: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

18

Dalam model ini terdapat lebih dari satu issuer yang menerbitkan

uang elektronik, namun hanya ada satu sistem operator yang menyediakan

infrastruktur penyelenggaraan uang elektronik. Karena semua issuer

menggunakan sistem operator yang sama maka tidak ada issue

interoperability dalam model ini.

3) Model Multi Issuer – Multi Operator

Gambar 2.5. Konsep uang elektronik model multi issuer - MO

Sumber : Hidayati, dkk (2006)

Model yang ketiga pada prinsipnya hampir sama dengan model yang

kedua dimana secara umum terdapat lebih dari satu issuer yang

menerbitkan uang elektronik, namun masing-masing issuer dapat

menggunakan sistem operator berbeda. Karena masing-masing issuer

menggunakan sistem operator yang berbeda, agar setiap uang elektronik

yang diterbitkan oleh setiap issuer dapat diterima secara luas. Secara

kelembagaan, pengembangan uang elektronik dengan model multi issuer

– multi operator, mensyaratkan adanya satu institusi sentral bersifat netral

yang bertanggung jawab untuk mengelola sistem keamanan agar

semuanya dapat interoperable satu sama lain. Contoh : qris.

Penggunaan uang elektronik sebagai alat pembayaran dapat

memberikan manfaat sebagai berikut:

Page 12: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

19

1) Memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi

transaksi pembayaran tanpa perlu membawa uang tunai.

2) Tidak lagi menerima uang kembalian dalam bentuk barang (seperti

permen) akibat padagang tidak mempunyai uang kembalian bernilai

kecil (receh).

3) Sangat applicable untuk transaksi massal yang nilainya kecil namun

frekuensinya tinggi, seperti: transportasi, parkir, tol, fast food, dll.

Adapun sisi manfaat dari uang elektronik, terdapat juga resiko yang

perlu diketahui dan disikapi dengan hati-hati dari para penggunanya,

misalnya :

1) Risiko uang elektronik hilang dan dapat digunakan oleh pihak lain,

karena pada prinsipnya uang elektronik sama seperti uang tunai yang

apabila hilang tidak dapat diklaim kepada penerbit.

2) Risiko karena masih kurang pahamnya pengguna dalam menggunakan

uang elektronik, seperti pengguna tidak menyadari uang elektronik

yang digunakan ditempelkan 2 (dua) kali pada reader untuk suatu

transaksi yang sama sehingga nilai uang elektronik berkurang lebih

besar dari nilai transaksi.

1.2. Indikator yang mempengaruhi Pembayaran Non Tunai

Menurut Rahayu Setiani (2018) terdapat beberapa indikator yang

mempengaruhui pembayaran non tunai yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1) Persepsi Kemanfaatan (Perceived Usefulness)

Menurut Davis (dalam Lai, 2017), persepsi kebermanfaatan

(perceived usefulness) didefinisikan sebagai sebuah pandangan subjektif

pengguna terhadap seberapa besar kemungkinan penggunaan sebuah

sistem (contoh: sistem pembayaran elektronik) dapat meningkatkan

kinerjanya. Adapun indikator-indikator dari persepsi kebermanfaatan

(perceived usefulness) menurut Davis (dalam Fatmawati, 2015) adalah

sebagai berikut: mempercepat pekerjaan (work more quickly),

meningkatkan kinerja (improve job performance), meningkatkan

Page 13: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

20

produktivitas (increase productivity), efektifitas (effectiveness),

mempermudah pekerjaan (make job easier), dan bermanfaat (useful).

2) Persepsi Kemudahan (Perceived Ease of Use)

Menurut Davis (dalam Lai, 2017), persepsi kemudahan penggunaan

(perceived ease of use) didefinisikan sebagai tingkat ekspektasi pengguna

terhadap usaha yang harus dikeluarkan untuk menggunakan sebuah sistem.

Adapun indikator-indikator dari persepsi kemudahan penggunaan

(perceived ease of use) menurut Davis (dalam Fatmawati, 2015) adalah

sebagai berikut: mudah dipelajari (easy to learn), dapat dikontrol

(controllable), jelas dan dapat dipahami (clear and understandable),

fleksibel (flexible), mudah untuk menjadi terampil/mahir (easy to become

skillful) dan mudah digunakan (easy to use).

3) Kepercayaan

Menurut Lau dan Lee (dalam Setiani, 2017) kepercayaan diartikan

berupa suatu kesediaan individu untuk bergantung dengan individu lain

dengan adanya suatu risiko tertentu. Kesediaan akan timbul karena

individu paham terhadap pihak lain berdasarkan masa lalunya, harapan

pihak lain yang timbul akan menghasilkan sumbangan positif (terdapat

kemungkinan sumbangan negatif yang diberikan dari pihak lain).

Menurut Andresson dan Weitz (dalam Setiani, 2018) rasa percaya

diartikan sebagai suatu kondisi psikologis yang didalamnya terdapa niat

untuk menerima kelemahan yang didasarkan pada pengharapan positif

terhadap perilaku orang lain. Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat

dua hal penting yakni : (a) Rasa percaya yang memiliki hubungan dengan

pengharapan positif terhadap perilaku partner, sehingga berfokus pada

keyakinan perilaku tanggung jawab partner nya yang ditunjukan dengan

integritas dan tidak melukai partner nya, (b) Rasa percaya yang memiliki

hubungan bahwa niat individu dalam mengandalkan partner nya akan

menerima kelemahan-kelemahan yang kontekstual.

Page 14: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

21

Berdasarkan konsep Selvan et al dalam Sofiani (2013) terdapat

beberapa indikator untuk mengukur kepercayaan sebagai berikut: 1.

Menjaga kepentingan 2. Dapat dipercaya 3. Informasi yang disediakan 4.

Kecenderungan memercayai 5. Memercayai tidak sulit 6. Keamanan 7.

Kepercayaan 8. Tidak percaya

2. Kinerja Keuangan

2.1. Pengertian Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan perusahaan dapat digambarkan sebagai kondisi

keuangan perusahaan yang dinilai dengan alat-alat analisis keuangan,

sehingga dapat diketahui baik buruknya keadaan keuangan suatu

perusahaan. Kondisi keuangan suatu perusahaan dapat mencerminkan

keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan. Menurut Munawir

(2012:30), kinerja keuangan perusahaan merupakan satu diantara dasar

penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan

berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan.

Sugiyarso dan Winarni (2005:111), mengatakan bahwa kinerja dapat

diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode

tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut.

Kinerja dapat juga dikatakan sebagai ukuran seberapa efisien dan efektif

seorang manajer atas sebuah perusahaan dan seberapa baik manajer atau

organisasi itu mencapai tujuan. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan,

kinerja keuangan merupakan pencapaian prestasi perusahaan pada suatu

periode yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan.

2.2. Tujuan Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan pada perusahaan sangat penting untuk dilakukan

pengukuran, karena hal ini akan mempengaruhi seorang manajer dalam

membuat dan mengambil keputusan. Adapun tujuan dari pengukuran

kinerja keuangan perusahaan menurut Munawir (2012: 31) yaitu :

Page 15: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

22

a. Mengetahui tingkat likuiditas, yaitu menunjukkan kemampuan suatu

perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera

diselesaikan pada saat ditagih.

b. Mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila

perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek maupun

jangka panjang.

c. Mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, menunjukkan

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode

tertentu.

d. Mengetahui tingkat stabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk

melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan

mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-

hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya tepat

pada waktunya

2.3. Indikator yang mempengaruhi Kinerja Keuangan

Kinerja perusahaan dapat terdiri dari kinerja keuangan, kinerja bisnis,

dan kinerja keorganisasian. Kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dari

penerimaan atas aset (return on asset), penerimaan atas penjualan (return

on sales), dan return on equity. Faktor yang mempengaruhi kinerja

keuangan UMKM dapat diukur dari (Destiana, 2016) :

1) Penjualan pertahun

Penjualan pertahun adalah akumulasi dari kegiatan penjualan

suatu produk barang barang dan jasa yang dihitung secara keseluruhan

selama satu tahun atau dalam satu proses akuntansi (Swastha, 2001).

Penjualan sangat berpengaruh bagi keseluruhan hidup perusahaan,

semakin besar penjualan yang diperoleh maka semakin besar

kemampuan perusahaan untuk membiayai segala pengeluaran dan

kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh perusahaan. Mankiw (2011)

menyebutkan bahwa penjualan dirumuskan sebagai hasil perkalian

antara jumlah unit yang terjual dengan harga per unit.

Page 16: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

23

2) Laba/keuntungan pertahun

Laba pertahun adalah semua unsur pendapatan dan beban yang

diakui dalam suatu periode tahun (IAI, 2007). Tujuan utama perusahaan

adalah memaksimalkan laba. Pengertian laba secara operasional

merupakan perbedaan antara pendapatan yang direalisasi yang timbul

dari transaksi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan

biaya tersebut. Sedangkan menurut Harahap (2009: 464) laba merupakan

kelebihan penghasilan diatas biaya selama satu periode akuntansi

Informasi laba juga dapat digunakan untuk memprediksi perubahan laba

dimasa mendatang. Perubahan laba dapat digunakan untuk menilai

bagaimana kinerja suatu perusahaan. Perubahan laba merupakan

kenaikan atau penurunan laba pertahun. Hal ini laba diartikan sebagai

kelebihan pendapatan di atas biaya (biaya yang melekat dalam kegiatan

produksi dan penyerahan barang/jasa). Laba sendiri dihitung,

mengurangi pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.

3) Aset

Aset adalah barang atau sesuatu barang yang mempunyai nilai

ekonimi, nilai komersial, atau nilai tukar yang dimiliki instansi,

organisasi, badan usaha, individu atau perorangan (Hidayat, 2011).

Sedangkan menurut Munawir (2017) aset adalah sumber daya ekonomi

yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang harga perolehannya atau nilai

wajarnya harus diukur secara objektif. Aset dapat dibagi menjadi dua,

yaitu aset tetap dan aset lancar.

Widodo (2003) menyatakan ukuran dalam menentukan kinerja

usaha UMKM menggunakan indikator-indikator kinerja yaitu nilai

penjualan, keuntungan, nilai aset usaha, nilai aset keluarga, kredit, biaya

hidup keluarga, dan tabungan keluarga. Sehingga dapat disimpulkan

faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan UMKM dapat diukur dari

penjualan pertahun, laba pertahun, dan aset.

Page 17: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

24

3. Kinerja Keuangan UMKM[s5][n6]

3.1. Pengertian Kinerja Keuangan UMKM

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 pasal 1 mengenai

UMKM, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah :

1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang atau perseorangan

dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha

mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang

bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun

tidak langsung dari usaha menengah atau besar yang memenuhi

kriteria usaha kecil sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-

Undang ini.

3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha

yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan 11 cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik

langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha

besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahuan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Hasibuan (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah suatu hasil

kerja yang dicapai seseorang atau organisasi dalam melaksanakan tugas-

tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,

pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Sedangkan menurut Rivai

dan Basri (2005) dalam kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan

seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam

melaksanakan tugas dibandingkan dengan kemungkinan, seperti hasil

kerja, target, sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu

dan telah disepakati bersama. Pengertian lain disampaikan oleh Helfert

(dalam Srimindarti, 2004) bahwa kinerja perusahaan adalah suatu

Page 18: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

25

tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu

tertentu, dimana hasil atau prestasi dipengaruhi oleh kegiatan operasional

perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang

dimiliki.

Dari beberapa pengertian mengenai kinerja dan UMKM di atas,

dapat disimpulkan bahwa kinerja UMKM merupakan hasil kerja yang

dicapai secara keseluruhan dan dibandingkan dengan hasil kerja, target,

sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah

disepakati bersama pada sebuah entitas usaha dengan kriteria aset dan

omzet yang telah ditentukan dalam undangundang.

3.2.Hubungan antara Pembayaran Non Tunai dan Kinerja Keuangan

Menurut Bernard Ngaruiya, Mary Bosire, dan Simon M. Kamau

(2014) pembayaran non tunai memiliki pengaruh signifikan dengan

kinerja keuangan, ini sejalan dengan pendapat Talom dan Tengeh (2019)

bahwa pembayaram non-tunai memiliki pengaruh signifikan dengan

kinerja keuangan. Deka Anggun Lestari, Endah Dewi Purnamasari, Budi

Setiawan (2019) juga menyebutkan bahwa adanya pengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangan. Berdasarkan pendapat diatas dapat

disimpulkan bahwa adanya hubungan antara pembayaran non-tunai dan

kinerja keuangan.

3.3. Kriteria UMKM

Adapun kriteria-kriteria dari usaha mikro, kecil dan menengah

yang terdapat dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008, dijelaskan

sebagai berikut :

a. Usaha Mikro

1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha; atau

2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah).

Page 19: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

26

b. Usaha Kecil

1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

c. Usaha Menengah

1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00

(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha; atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00

(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)

C. Kerangka Pikir

Menurut Noor (2011: 76) kerangka pikir merupakan konseptual mengenai

bagaiman satu teori berhubungan di antara berbagai faktor yang telah di

identifikasikan penting terhadap masalah penelitian. Penelitian ini dilakukan

bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembayaran non tunai terhadap kinerja

usaha mikro kecil dan menengah. Secara sistematis, kerangka pikir penelitian

dapat dilihat pada gambar sebagai berikut

Gambar 2.6 Kerangka Pikir

Sumber : Rahayu Setiani (2018); Destiani (2016)

Pembayaran Non Tunai (X)

• Persepsi Manfaat

• Persepsi Kemudahan

• Kepercayaan

Kinerja Keuangan

UMKM (Y)

• Penjualan per tahun

• Laba per tahun

• Aset

Page 20: BAB II PENDAHULUAN A. Penelitian Terdahulu No

27

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan pernyataan sementara yang diperkirakan akan

didukung oleh data empiris terhadap rumusan masalah penelitian (Indrawati

2015: 94). Dikatakan bersifat sementara karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris.

Hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidak

pengaruh anatar variabel x dan y. dimana variabel nol (Ho) merupakan hipotesis

tentang tidak adanya hubungan, umumnya diformulasikan untuk di tolak.

Sedangkan hipotesis alternative (Ha) merupakan hipotesis yang di ajukan

peneliti dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan

tujuan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, adapun hipotesis dalam

penelitian ini adalah :

Ho : Pembayaran non tunai tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

kinerja usaha mikro kecil dan menengah di Kota Malang

Ha : Pembayaran non tunai berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

usaha mikro kecil dan menengah di Kota Malang

Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Jumba dan

Wepukhulu (2019) yang berjudul Effect of Cashless Payments on the Financial

Performance of Supermarkets in Nairobi Country, mengatakan bahwa

pembayaran non tunai berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan usaha

mikro kecil dan menengah.

Penelitian lain oleh Talom dan Tengeh (2019) yang berjudul The Impact

of Mobile Money on the Financial Performance of the SMEs in Doula

Cameroon, mengatakan bahwa pembayaran uang seluler (mobile money)

memberikan pengaruh postif yang signifikan terhadap kinerja keuangan

UMKM. Dengan mengkonfirmasi hubungan positif antara penggunaan

pembayaran uang seluler dan kinerja keuangan UMKM, diharapkan semua

pemangku kepentingan yang relevan akan melihat ini sebagai solusi yang

mungkin dilakukan untuk menghadapi tantangan keuangan UMKM di negara

berkembang.