15
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian terdahulu Bersandarkan penelaahan yang peneliti lakukan lewat data pustaka, didapati riset serupa dengan yang diteliti oleh peneliti. Daftar penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Peneliti & Judul Penelitian Hasil Penelitian Relevansi & Perbedaan 1. Djadu Ramadhan (2018). MAKNA PESAN BUDAYA DALAM FILM (Analisis Semiotik Budaya Bugis-Makassar dalam Film UANG PANAI’ MAHA(R)L) Pada penelitian Djadu, menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa budaya Bugis-Makassar dalam film Uang Panai’ Maha(r)l diwujudkan melalui penggunaan setting, wardrobe, gesture, ekspresi, dialog dan musik yang dimunculkan lewat sejumlah adegan. Kemudian makna pesan budaya pada film ini merantau dan berdagang didasari agar memperoleh kehidupan yang lebih baik lagi, pernikahan harus dipikirkan secara matang karena harus siap mental, jasmani, rohani, dan uang panai’ yang nominalnya besar, siri’ merupakan harga diri Relevansi yang ada pada riset ini dan yang hendak dianalisis oleh peneliti yakni memfokuskan pada isu budaya yang terdapat di dalam Film. Bedanya dengan penelitian yang hendak dianalisis oleh penulis yakni pada riset ini lebih memfokuskan budaya Bugis- Makassar, sedangkan peneiti mengkaji budaya Jawa.

2.1 Penelitian terdahulu

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2.1 Penelitian terdahulu

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian terdahulu

Bersandarkan penelaahan yang peneliti lakukan lewat data pustaka,

didapati riset serupa dengan yang diteliti oleh peneliti. Daftar penelitian

terdahulu yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti & Judul Penelitian

Hasil Penelitian Relevansi & Perbedaan

1. Djadu Ramadhan (2018). MAKNA PESAN BUDAYA DALAM FILM (Analisis Semiotik Budaya Bugis-Makassar dalam Film UANG PANAI’ MAHA(R)L)

Pada penelitian Djadu, menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa budaya Bugis-Makassar dalam film Uang Panai’ Maha(r)l diwujudkan melalui penggunaan setting, wardrobe, gesture, ekspresi, dialog dan musik yang dimunculkan lewat sejumlah adegan. Kemudian makna pesan budaya pada film ini merantau dan berdagang didasari agar memperoleh kehidupan yang lebih baik lagi, pernikahan harus dipikirkan secara matang karena harus siap mental, jasmani, rohani, dan uang panai’ yang nominalnya besar, siri’ merupakan harga diri

Relevansi yang ada pada riset ini dan yang hendak dianalisis oleh peneliti yakni memfokuskan pada isu budaya yang terdapat di dalam Film. Bedanya dengan penelitian yang hendak dianalisis oleh penulis yakni pada riset ini lebih memfokuskan budaya Bugis-Makassar, sedangkan peneiti mengkaji budaya Jawa.

Page 2: 2.1 Penelitian terdahulu

6

untuk mempertahankan kehormatan (Ramadhan, 2019).

2. Dewi Inrasari (2015). “Representasi Nilai Budaya Minangkabau Dalam Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Analisis Semiotika Film)”

Pada penelitian Dewi, menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa simbol-simbol budaya Minangkabau dalam film Tenggelamnya Kapar Van Der Wijck diwujudkan melalui penggunaan bahasa, pakaian, dan adat yang dimunculkan lewat sejumlah adegan. Kemudian makna pesan budaya pada film ini budaya Minangkabau sangat kental dengan nilai-nilai kebudayaannya, menjadikan budaya dan materi sebagai pedoman dan tolak ukur dalam menilai segala sesuatu, sebagai perwujudan sebuah budaya, dan Minangkabau menganut sistem matrilineal dan materialistis (Inrasari, 2015).

Relevansi yang ada pada riset ini dan yang hendak dianalisis oleh peneliti yakni memfokuskan pada isu budaya yang terdapat di dalam Film. Bedanya dengan penelitian yang hendak dianalisis oleh penulis yakni pada riset ini lebih memfokuskan budaya Minangkabau, sedangkan peneiti mengkaji budaya Jawa. Kemudian pada riset ini menggunakan semiotik Charles Sanders Pierce, sedangkan peneliti menggunakan semiotik Roland Barthes.

3. Alvin Marina (2020). RITUAL PERNIKAHAN ADAT JAWA SEBAGAI SIMBOL EKSISTENSI DOA (Analisis Semiotik pada Film "Mantan-Manten" Karya Farishad Latjuba)

Tujuan penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa ritual pernikahan adat Jawa dalam film Mantan-Manten yang akan diwujudkan melalui penggunaan setting, wardrobe, gesture, ekspresi, dialog dan musik yang dimunculkan lewat sejumlah adegan. Kemudian makna simbol

Penelitian yang akan dikaji oleh peneliti adalah berfokus pada isu budaya yang terdapat di dalam Film dan menggunakan semiotika Roland Barthes. Perbedaan penelitian dengan yang akan dikaji oleh penulis dengan

Page 3: 2.1 Penelitian terdahulu

7

ritual pernikahan adat Jawa pada film ini merupakan simbol dari eksistensi doa.

kedua penelitian diatas adalah dalam penelitian ini penulis ingin mengkaji ritual pernikahan adat Jawa sebagai simbol eksistensi doa.

2.2 Film sebagai media komunikasi massa

Menurut John R. Wenburg dan William W. Wilmot, komunikasi diartikan

sebagai usaha untuk memperoleh makna. Sedangkan Stewart L Tubbs dan

Sylvia Moss berpendapat jika komunikasi yakni proses pembentukan makna

diantara dua orang atau lebih (Mulyana, 2008, hal. 76).

Selain itu, komunikasi juga diklasifikasikan berdasarkan konteksnya.

Menurut Joseph A. Devito, konteks komunikasi dibagi menjadi komunikasi

intrapersonal, komunikasi antarpersonal, komunikasi publik, serta komunikasi

massa (Cangara, 2005, hal. 29). Dalam penelitian ini konteks komunikasi yang

terjadi adalah komunikasi massa dimana pembuat film sebagai komunikator

menyampaikan pesan kepada khalayak melalui film Mantan-Manten sebagai

media massa.

Josep A. Devito mendefinisikan komunikasi massa sebagai komunikasi

yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya.

Dan yang kedua, komunikasi massa ia artikan sebagai komunikasi yang

disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi

massa didefinisikan berdasarkan bentuknya, seperti televisi radio, surat kabar,

majalah, film, buku, serta pita (Nurudin, 2007, hal. 12).

Dari pemaparan diatas sebagai salah satu media komunikasi massa, film

Page 4: 2.1 Penelitian terdahulu

8

merupakan media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan

suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat

tertentu (Effendy O. U., 1986, hal. 134).

2.3 Film sebagai media komunikasi kebudayaan

Menurut Raymond William dalam buku James Lull, budaya diartikan

sebagai “suatu cara hidup tertentu” yang dibentuk oleh nilai, tradisi,

kepercayaan, objek material, dan wilayah (territory) (Lull, 1998, hal. 77).

Sedangkan kebudayaan menurut pendapat Roucek dan Warren dalam buku

Sukidin, bukan hanya seni dalam hidup, namun juga benda-benda yang ada

disekitar manusia yang dibuat manusia. Dengan demikian ia mendefinisikan

kebudayaan sebagai cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat

untuk memenuhi kebutuhan dasarnya agar bisa bertahan hidup, meneruskan

keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya (Sukidin, 2005).

Dari pemaparan tersebut bisa dilihat jika budaya serta kebudayaan

merupakan dua hal yang saling melengkapi satu sama lain. Jika dilakukan

secara terus-menerus, budaya akan menjadi sebuah kebudayaan. Seperti

tradisi sungkem kepada orang tua sebagai tanda bakti dan rasa hormat, jika

dilakukan secara terus-menerus hingga anak cucu maka nantinya menjadi

suatu kebudayaan.

Didalam film Mantan-Manten sendiri, menampilkan budaya tradisional

dan budaya modern. Budaya tradisional ditunjukkan dengan adegan-adegan

pernikahan adat Jawa seperti pasang tarub, siraman, ngerik, paes, balangan

gantal, wiji dadi, mijiki, kacar-kucur, dulangan, serta sungkeman. Selain itu

juga terdapat tokoh dukun manten serta lifestyle orang Jawa. Sedangkan

Page 5: 2.1 Penelitian terdahulu

9

budaya modern ditunjukkan dengan adegan kehidupan modern di Jakarta

yang glamour.

2.4 Macam-macam genre film

Dalam bukunya, Heru Effendy berpendapat film terbagi menjadi berbagai

jenis, yaitu:

1. Film dokumenter (documentary films)

Film dokumenter menyajikan realita lewat berbagai cara serta

dibuat untuk berbagai macam tujuan. Yaitu memiliki tujuan

penyebaran informasi, pendidikan, serta propaganda bagi orang

maupun kelompok tertentu.

2. Film cerita pendek (short films)

Durasi dari film cerita pendek ini biasanya kurang dari 60 menit.

Biasanya yang memproduksi ialah sekelompok orang yang ingin

berlatih membuat film dengan baik. Namun ada pula yang khusus

memproduksi film pendek untuk dipasok ke rumah produksi maupun

saluran televisi.

3. Film cerita panjang (feature-lenght films)

Durasi dari film ini yakni lebih dari 60 menit, lazimnya ialah 90-

100 menit. Film dengan jenis ini biasanya ialah yang diputar di

bioskop. Dalam penelitian ini film yang digunakan termasuk dalam

jenis film cerita panjang, karena film Mantan-Manten ini berdurasi

102 menit.

Page 6: 2.1 Penelitian terdahulu

10

4. Film-film jenis lain

a. Profil perusahaan (corporate profile)

Film jenis ini fungsinya sebagai alat bantu presentasi, yang

diproduksi demi kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan

kegiatan yang mereka kerjakan.

b. Iklan televisi (TV commercial)

Film ini diproduksi untuk menyebarkan informasi produk maupun

layanan masyarakat.

c. Program televisi (TV program)

Program ini diproduksi untuk dikonsumsi pemirsa televisi, dan

secara umum dibagi menjadi dua jenis yaitu cerita dan noncerita.

Jenis cerita dibagi menjadi fiksi, yang memproduksi seperti film

serial, FTV, film pendek, dan nonfiksi yang memproduksi program

pendidikan, film dokumenter maupun profil tokoh tertentu. Lalu

program noncerita memproduksi liputan berita, talkshow, kuis, dll.

d. Video klip (music video)

Yakni sarana produser musik untuk memasarkan produknya lewat

televisi.dan dipopulerkan pertama kali lewat MTV pada 1981.

2.5 Sifat pesan komunikasi dalam film

Pesan yakni segala bentuk komunikasi baik verbal maupun nonverbal.

Komunikasi verbal ialah komunikasi lisan, dan komunikasi nonverbal adalah

komunikasi dengan menggunakan simbol, isyarat, sentuhan perasaan dan

penciuman (Priyono, 1987). Menurut Lasswell, pada film terdapat tahapan

Page 7: 2.1 Penelitian terdahulu

11

dalam menyampaikan pesannya kepada penonton dengan memainkan emosi

dan persuasi penontonnya, yaitu dengan babak cerita:

1. Babak 1

Pada babak ini, terdapat opening film untuk mengenalkan kepada

penonton siapa pemainnya, bagaimana tokoh si pemain, biasanya juga

pada babak ini sudah memunculkan sedikit tentang permasalahan

dalam film nantinya.

2. Babak 2

Pada babak ini pesan yang ingin disampaikan mulai muncul. Dari

babak sini lah cerita biasanya dimulai. Babak ini menampilkan klimaks

pada cerita dan mulai memainkan emosi penonton.

3. Babak 3

Babak ini merupakan babak penyelesaian masalah atau klimaks.

Babak ini merupakan bagian ending dari film setelah melewati tahapan

klimaks, dalam tahapan inilah penonton dapat menyimpulkan pesan

dalam cerita. Pesan didefinisikan sebagai seperangkat simbol verbal

dan nonverbal yang mewakili gagasan, nilai, perasaan atau maksud

komunikator (Mulyana, 2007, hal. 63).

Pesan verbal ialah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau

lebih. Suatu sistem kode verbal disebut dengan bahasa. Sedangkan bahasa dapat

didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk dipahami suatu

komunitas. Bahasa verbal jadi sarana utama untuk menyatakan pikiran,

perasaan, serta maksud kita. Bahasa verbal memakai kata-kata yang

Page 8: 2.1 Penelitian terdahulu

12

merepresentasikan berbagai aspek realitas individu (Mulyana, 2008, hal. 260-

261).

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal

mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) yang dihasilkan oleh

individu yang punya nilai potensial bagi pengirim atau penerima pesan

(Mulyana, 2008, hal. 343).

Larry dan Richard mengkategorikan pesan nonverbal dalam berbagai

bentuk. Bentuk yang pertama adalah perilaku yang bersumber dari penampilan

dan pakaian, eskpresi wajah, postur tubuh dan gerakan, sentuhan, para-bahasa,

kontak mata, dan bau-bauan. Bentuk yang kedua yaitu waktu, ruang, dan diam

(Mulyana, 2008, hal. 352). Konsep inilah yang nantinya dapat membantu

peneliti dalam menganalisis pesan nonverbal dalam film Mantan-Manten karya

Farishad Latjuba.

2.6 Macam-macam tanda dalam film

2.6.1 Pengertian tanda

Semua yang ada dalam kehidupan kita dipandang sebagai tanda, yakni

sesuatu yang harus kita maknai, dan ilmu yang mengkaji tanda tersebut ialah

semiotik (Hoed, 2011, hal. 3). Ferdinand de Saussure memahami bahwa tanda

sebagai pertemuan antara wujud yang tergambar pada penafsiran seseorang

serta maksudnya dimengerti pemakai tanda. Sedangkan Charles Sanders

Peierce berpendapat tanda menjadi sesuatu yang menggantikan sesuatu.

Kemudian, Roland Barthes mengembangkan teori tanda Ferdinand de

Page 9: 2.1 Penelitian terdahulu

13

Saussure untuk menerangkan bagaimana konotasi mendominasi pada

kehidupan bermasyarakat (Hoed, 2011, hal. 3-5).

Semiotik Barthes dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu denotasi yakni

tingkat petanda yang menerangkan relasi penanda dan petanda pada kenyataan,

hasilnya menimbulkan maksud tersirat, tepat serta jelas. Kemudian konotasi

yakni tingkatan petanda yang menerangkan relasi penanda dengan petanda

yang didalamnya terdapat maksud tersurat, tidak langsung serta tak pasti

(Kusumarini, 2006, hal. 51).

Bagian lain yang dilihat Barthes dari penandaan ialah “mitos” sebagai ciri

kekhasan suatu masyarakat. Barthes berpendapat jika mitos berada di tingkat

kedua penandaan. Tanda tersebut akan nampak menjadi petanda baru,

selanjutnya punya petanda kedua yang membantu tanda baru sesudah

terbentuknya sistem sign-signifier-signified. Pada saat sebuah tanda yang

bermakna konotasi lalu berkembang jadi denotasi, sehingga makna denotasi

tadi jadi sebuah mitos (Hoed, 2011, hal. 13).

2.6.2 Tanda dalam film

Dalam film tanda semiotika ialah tanda-tanda yang ikonis, yaitu tanda-

tanda yang menggambarkan sesuatu (Sobur, 2012, hal. 128). Pada film

Mantan-Manten tanda-tanda ini ditunjukkan dengan setting tempat, wardrobe

yang dikenakan, properti yang digunakan, gesture, ekspresi, audio, serta jenis

shot yang digunakan.

Dalam film, secara langsung kedinamisan gambar sangat besar daya

Page 10: 2.1 Penelitian terdahulu

14

tariknya, dan untuk dijelaskan terlalu jauh sangat sulit. Tak seluruh tanda bisa

tampak, bunyi, aroma, rasa serta bentuk bisa dikatakan tanda. Namun sejumlah

tanda punya aspek visual yang primer untuk mengerti ragam aspek visual

tanda, seperti:

1. Pemakaian warna, variasi warna tersebut menjurus timbulnya emosi yang

berbeda. Seperti pada pernikahan adat Jawa, paes berwarna hijau tentu akan

berbeda maknanya dengan paes berwarna hitam. Kebaya biru, juga akan

berbeda maknanya dengan pemakaian kebaya berwarna oranye.

2. Ukuran, yang diperhatikan bukan cuma terpusat pada aspek-aspek yang

disajikan, namun pada unsur-unsur sangkutan antara tanda dan sistem tanda

pula.

3. Ruang lingkup, disini kita diperkenalkan kaitan unsur-unsur di sistem

tanda sebagaimana film.

4. Kontras, diterapkan untuk ketepatan pemahaman, alhasil mengakibatkan

tampilan.

5. Bentuk, cukup berperngaruh untuk menampakkan makna dalam film.

6. Detail, suatu tanda dari beberapa fungsi maupun suatu simbol, contohnya

detail itu mengisyaratkan titik temu ibarat butiran-butiran di foto (Berger,

2000, hal. 39-42).

Jadi, pesan disampaikan film secara tidak langsung lewat bahasa film yang

bermakna susunan gambar hidup dan juga diam, dicampur bunyi serta

running time lalu ditingkatkan lewat kode-kode khusus dan terbentuklah

gambar. Kemudian massa bisa memahami makna gambar-gambar yang

ditampilkan dalam film. Makanya, pembuat cerita film kudu mencermati tiga

Page 11: 2.1 Penelitian terdahulu

15

unsur berikut:

1. Gambar

Untuk membentuk cerita pada film sarana utamanya ialah gambar. Unsur

pokok pada gambar ada enam, yakni:

a. Setting, untuk memunculkan hal yang diperlukan dalam cerita maka

dibangunlah susunan panggung. Pada sebuah film set dinilai penting,

jika set tidak sesuai dengan ide maka nilai dramatis pada film akan

rusak. Pada film Mantan-Manten terdapat berbagai setting yang

menunjukkan ritual pernikahan adat Jawa, seperti halam rumah yang

dipasangi tarub, tempat siraman, krobongan (kamar pengantin), serta

pelaminan.

b. Properti, dalam film Mantan-Manten terdapat berbagai properti

diantaranya tarub, kursi tamu, siwur, tempayan, gantal, dan sebagainya.

Dalam setting film juga menggunakan benda-benda penting dalam

menyusunnya dibutuhkan gabungan yang tepat, karena juga turut

bercerita kepada penonton. Seperti gantal yang dilemparkan, berarti

pada adegan tersebut menceritakan ritual balangan gantal dalam

pernikahan adat Jawa.

c. Cahaya, inilah aturan lampu pada film. Dalam produksi film terdapat

dua pencahayaan yang dipakai, natural light (matahari) serta artificial

light (buatan) seperti lampu. Kemudian ada juga beberapa jenis cahaya

yang dipakai, seperti key light (cahaya utama), fill light (cahaya

tambahan) dan back light (dari belakang) (Widagdo & Swajati , 2004,

hal. 90).

Page 12: 2.1 Penelitian terdahulu

16

d. Obyek, sebuah properti yang memiliki nilai dramatik.

e. Aktor, dalam film Mantan-Manten aktor utamanya ialah Yasnina yang

dalam ceritanya akan memerankan asisten dukun manten diperankan

Atiqah Hasiholah, aktor pendukungnya ialah dukun manten Budhe

Marjanti diperankan Tutie Kirana, pengantun pria bernama Surya

diperankan Arifin Iskandar, ayah pengantin pria bernama Iskandar

diperankan Tyo Pakusadewo, asisten Yasnina diperankan Marthino Lio,

pengantin wanita bernama Salma diperankan Oxcel Paryana. Dan

terdapat juga aktor figuran seperti ibu pengantin pria, orang tua

pengantin wanita, pengacara, tamu undangan, dan masih banyak lagi.

Yang menjadi aktor dalam film tentu saja orang yang punya kemampuan

untuk memerankan orang lain.

f. Angle, untuk mengkespose suatu adegan diperlukan teknis

pengambilan gambar dari sudut pandang tertentu (Widagdo & Swajati ,

2004, hal. 64). Pembeda angle kamera berdasarkan karakterisitik hasil

gambar yaitu, straight angle (normal), low angle (lebih rendah dari

obyek) dan high angle (lebih tinggi dari obyek). dalam film Mantan-

Manten ini angle yang banyak digunakan ialah angle normal, seperti

pada ritual siraman, ngerik, memaes, balangan gantal, dsb.

2. Suara

Meskipun bisa mendukung gambar, tapi terkadang suara tidak

diperlukan. Hal tersebut tergantung bagaimana naskah skenario disusun

oleh penulis. Terdapat tiga pembagian suara, seperti berikut:

a. Dialog ataupun narasi, yakni kalimat dari sebuah naskah yang dilatih

Page 13: 2.1 Penelitian terdahulu

17

oleh para aktor, sedangkan narasi menggambarkan tindakan atau jalan

cerita lewat suara pada soundtrack film (Effendy, 2004, hal. 134&143).

Alias, untuk memperlihatkan maupun menerangkan hal-hal yang

ditunjukkan secara visual objektif maka digunakanlah dialog. Kemudian

di film dokumenter menggunakan narasi. Pada film Mantan-Manten,

tidak terdapat narasi sama sekali, namun terdapat dialog. Pada saat

melakukan ritual pernikahan adat Jawa dalam film ini yang berdialog

ialah dukun manten.

b. Noise, koleksi rekaman suara selain manusia serta musik yang

digunakan dalam film.

c. Background musik atau musik yang dipakai pada film yang dapat

memberikan informasi kepada massa berkaitan dengan situasi yang

muncul di film. Kemudian juga tekanan pada adegan tertentu juga bisa

ditandai lewat musik. Pada film Mantan-Manten background musik yang

digunakan ialah suara gending Jawa, suara instrumental serta lagu Sal

Priadi yang berjudul Ikat Aku di Tulang Belikatmu.

3. Running time

Yakni batasan waktu lamanya sebuah film diputar, yang lazimnya mulai

90 hingga 105 menit. Film Mantan-Manten ini memiliki durasi 102 menit.

Kemudian kisaran 5 hingga 30 menit untuk film dokumenter. Batas durasi

tersebut sebagai pengikat juga pembatas dua sarana bahasa tadi. Maka dari

itu penting ditekankan jika dalam memberikan penjelasan hanya pokoknya

saja.

Page 14: 2.1 Penelitian terdahulu

18

2.7 Definisi konseptual

2.7.1 Film

Film merupakan media komunikasi yang bersifat audio

visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang

yang berkumpul di suatu tempat tertentu (Effendy O. U., 1986, hal.

134).

2.7.2 Semiotik

Yakni ilmu yang mengkaji tanda (Hoed, 2011, hal. 3).

Menurut Ferdinand de Saussure tanda sebagai pertemuan antara

wujud yang tergambar pada penafsiran seseorang serta maksudnya

dimengerti pemakai tanda. Sedangkan menurut Charles Sanders

Peierce tanda menjadi sesuatu yang menggantikan sesuatu.

Kemudian, Roland Barthes membagi tanda menjadi dua tingkatan,

yaitu denotasi dan konotasi (Kusumarini, 2006, hal. 51). Bagian

lain yang dilihat Barthes dari penandaan ialah “mitos” sebagai ciri

kekhasan suatu masyarakat yang berada di tingkat kedua

penandaan. Tanda tersebut akan nampak menjadi petanda baru,

selanjutnya punya petanda kedua yang membantu tanda baru

sesudah terbentuknya sistem sign-signifier-signified. Pada saat

sebuah tanda yang bermakna konotasi lalu berkembang jadi

denotasi, sehingga makna denotasi tadi jadi sebuah mitos (Hoed,

2011, hal. 13).

Page 15: 2.1 Penelitian terdahulu

19

2.7.3 Pernikahan adat Jawa

Didalam budaya Jawa, ketika dipersatukannya seorang

pria dan seorang wanita pada sebuah jalinan pernikahan, ada

prosesi adat yang mesti dijalankan. Perkawinan menjadi agung,

adiluhung dan suci karena dalam upacara perkawinan dua jiwa

disatukan menjadi sebuah keluarga dengan akad yang diatur

agama (Hariwijaya, 2004, hal. 1). Dalam pelaksanaan pernikahan

adat Jawa, terdapat tiga bagian tata cara, yaitu tata cara pra

pernikahan, tata cara hari pelaksanaan pernikahan, serta tata cara

pasca pernikahan (Pratama & Wahyuningsih, 2018, hal. 20-21).

Tata cara sebelum pelaksanaan pernikahan ini dimulai dengan

babat alas atau nakokake, kemudian upacara nontoni, upacara

nglamar, upacara srah-srahan atau asok tukon, pasang tarub,

upacara siraman, upacara ngerik, dan upacara midodareni.

Sedangkan tata cara hari pelaksanaan har pernikahan ini terdiri

dari ijab kabul, serta upacara panggih kemanten, dan diakhiri

dengan tata cara pasca pernikahan dengan upacara sepasaran atau

ngundhuh mantu (Bangunjiwo, 2019, hal. 93-95).