Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
36
BAB II
PELAKSANAANADAT ISTIADAT LELUHUR ATAU TRADISI
LELUHUR DI DESA KARANGBENDA KECAMATAN ADIPALA
KABUPATEN CILACAP
A. Kondisi Desa Karangbenda
Lokasi desa Karangbenda di kilometer 3,5 dari pusat Kecamatan Adipala,
jarak ke ibukota Kabupaten Cilacap 26 km dan ke pusat ibu kota provinsi 278 km,
dengan luas 448.689 Ha. Batas wilayah desa Karangbenda adalah sebelah utara
dengan desa Pedasong, sebelah selatan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat
dengan desa Adiraja, dan sebelah timur dengan desa Glempang Pasir (Wawancara
dengan Suradi, 13 Maret 2017). Nama Karangbenda memiliki arti hubungan antar
manusia beserta alamnya, dalam tatanan meraih harta dunia. Karang digambarkan
pikiran manusia yang penuh gagasan, dan canangan dunia. Benda digambarkan
harta benda berlimpah ruah yang ada di bumi (Sidik Purnama Negara, 2010: 47).
Berdasarkan data monografii di balai desa Karangbenda, dapat diketahui
bahwa wilayah desaKarangbenda terbagi menjadi empatdusun, empat RW, dan
empat RT. Adapun empat dusun tersebut masing-masing dipimpin oleh kepala
dusun yaitu kepala dusun I Bapak Sayidi di dusun Karangbenda dengan
wilayahnya meliputi RT 03 RW 01, kepala dusun II Bapak Fatoni di dusun
Congot dengan wilayahnya meliputi RT 04 RW 02, kepala dusun III Ibu Tasiyem
di dusun Babakan dengan wilayahnya meliputi RT 02 RW 03, dan kepala dusun
IV Bapak Samijan di dusun Sodong dengan wilayahnya meliputi RT 01 RW 04.
Jumlah penduduk desa Karangbenda secara keseluruhan 3.552 jiwa yang terbagi
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
37
dalam 847 KK, dengan komposisi sebagai berikutlaki-laki 1.577 jiwa dan
perempuan 1.975 jiwa. Jika ditinjau dari segi usia penduduk desa Karangbenda
dapat dikelompokkan sebagai berikut usia 0-15 tahun 1.199 jiwa, usia 15-65 tahun
2.019 jiwa, dan usia 65 tahun ke atas 334 jiwa.
Lingkungan sosial masyarakat desa Karangbenda masih terjaga dengan baik
dalam hidup yang rukun saling tolong menolong tanpa adanya perdebatan antar
masyarakatnya.Prinsip menghormati ajaran agama dan praktek keagamaan yang
berbeda-beda sudah menjadi keseharian masyarakat sehingga interaksi sosial yang
menuju ke arah kompetisi yang tidak sehat dan konflik tidak terjadi.
Sesuai hasil pengamatan di lokasi, dan hasil wawancara dengan informan,
bahwa morfologi daerah Karangbenda adalah daerah yang agraris dan dekat
dengan pantai, yang ada di daerah tersebut adalah pantai Sodong. Selain itu di
wilayah desa Karangbenda ini, terdapat Gunung Selok yang merupakan area
hutan yang di kelola oleh Perum Perhutani KPH Banyumas Timur, seluas 236,7
Ha yang merupakan sebuah bukit dengan ketinggian ± 0 sampai dengan 300 meter
di atas permukaaan laut. Gunung Selok yang kental dengan kharisma
mistiknya,karena letaknyaberhadapan langsung dengan pantai selatan Jawa, saat
ini menjadi wisata spiritual.Masyarakat desa Karangbenda pada khususnya, dan
masyarakat di Kecamatan Adipala pada umumnya tetap percaya adanya kekuatan
gaib yang melebihi kekuatan mereka yang kemudian dijadikan sandaran dan
pegangan atas hal-hal yang belum bisa dijelaskan secara rasional. Maksudnya
adalah masyarakat percaya adanya alam gaib disekitar mereka dan merasa tidak
mampu mengalahkannya, sehingga perlu “berdamai” dengan alam tersebut
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
38
dengan melakukan beberapa ritual yang diyakini mampu mengharmoniskan alam
manusia dengan alam gaib. Tidak jarang ritual ini juga merupakan upaya untuk
meminta keperluan dan tujuan hidup (mencari berkah). Melalui ritual masyarakat
bisa memenuhi kebutuhannya dan mencapai tujuan hidupnya melalui kekuatan-
kekuatan yang berperan dalam tindakan gaib (Wawancara dengan Supardiman, 13
Maret 207).
Gambar.1
Gunung Selok dari Daratan
sumber : http://pariwisata.cilacapkab.go.id
Gambar.2
Gunung Selok Sebelah Selatan
sumber : http://pariwisata.cilacapkab.go.id
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
39
Gambar.3
Gunung Selok Sebelah Utara
Sumber : Dokumen pribadi
Sebenarnya Gunung Selok merupakan tempat wisata yang nyaman
mengasyikan dan unik, karena lokasi ini menyajikan perpaduan keindahan alam
berupa hutan, bukit, gua-gua alam,benteng peninggalan Jepang yang konon ada 25
benteng dan pantai laut selatan. Selain itu di Gunung Selok ini terdapat
petilasan/pedepokan yaitu Padepokan Jambe Lima dan Padepokan Jambe Pitu.
Padepokan Jambe Lima atau Cemara Seta, yang di ketemukan oleh Eyang Mara
Diwangsa, saudara Patih Cakraningrat yang merupakan ayah kandung dari
Cakrawerdaya II Bupati Cilacap pertama, padepokan yang terdapat di puncak
bukit sangat baik untuk bersemedi. Menurut legenda masyarakat setempat konon
Padepokan Jambe Lima dahulu merupakan markas pendekar-pendekar sakti
pengawal bunga sakti Kembang Wijaya Kusuma yaitu sekuntum bunga lambang
kebesaran raja-raja Jawa pada masa lampau.Untuk mendapat bunga tersebut orang
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
40
harus mendapat ijin, dari ketua pengawal yang bernama Kyai Jambe Lima dengan
empat anggotanya, yaitu Pak Cilik Sukmoyo Renggo, Kyai Kampret Ireng
kemudian terkenal dengan nama Tunggul Wulung, Kyai Sambung Langu yang
dikenal dengan Anggaswati, dan Kyai Wesi Putih atau disebut Sang Hyang Jati.
Alkisah pada tahun 1676 kerajaan Mataram jatuh ke Trunajaya. Kemudian
Pangeran Adipati Anom mengangkat diri sebagai raja Mataram menggantikan
ayahnya, yaitu Sunan Amangkurat I yang telah meninggal di Ajibarang dan di
makamkan di Tegal Arum .Adipati Anom bergelar Amangkurat II yang mengutus
seorang kepercayaannya bernama Ki Suropati untuk mencari kembang
wijayakusuma untuk mengukuhkan kedudukanya sebagai raja Mataram.
Pangeran Puger yang merupakan adik Adipati Anom, yang mengangkat dirinya
sebagai raja Mataram mengutus tokoh sakti Ki Tambak Yudo.sedangkan
Trunojoyo yang sudah merebut tahta Kerajaan Mataram, juga mengutus seorang
yang bernama Gedug Gandamana untuk mendapatkan kembang wijayakusuma.
Ketiga utusan tersebut datang dan ditolak oleh Kiai Jambe Lima dengan alasan
belum waktunya, ketiga utusan tidak mau menerima keterangan Kiai Jambe Lima
terjadi pertempuran yang menewaskan kelima pengawal bunga tersebut termasuk
tiga utusan tersebut juga tewas, sebagai penghormatan dan peringatan maka oleh
penduduk sekitar Gunung Selok dibangunlah Padepokan Jambe Lima. Pemberian
nama Jambe Lima ini disesuaikan dengan jumlah hari pasaran atau rangkap dari
ketujuh hari yaitu ada pon, pahing, wage, kliwon,dan legi.Menurut penghayat
kepercayaan bahwa Jambe Lima mengibaratkan pancaindra manusia, yang
semestinya tepat guna manfaatnya. Jambe artinya sebuah pohon pinang
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
41
berupasatu batang pohon berdaun dan bunga yang menjadi buah. Sedangkan lima
artinya hitungan jumlah lima, maksudnya dalam penggunaan pancaindra sedapat
mungkin seperti lurusnya pohon pinang, sehingga hanya berdaun, berbunga dan
berbuah. Maknanya kita tidak boleh senonoh atau sembarangan, dalam melihat,
mendengar, mencium atau menghirup, meraba dan merasakannya (Sidik Purnama,
2010 : 44-48).
Gambar. 4
Gerbang Pertama Masuk Kawasan Gunung Selok
Sumber : Dokumen pribadi
Pada Padepokan Jambe Lima terdapat empat tempat ritual yaitu Pak Cilik
Sukmaya Rengga bermakna tentang ketenangan daan kejelasan adanya sukma
pada setiap organ hidup manusia, Tunggul Wulung bermakna murninya kehendak
keutamaan hidup yang berdasarkan asas kejujuran dan tenggang rasa demi
tercapainya tugas hidup mulia, Anggas Walukat Jati bermakna kebersahajaannya
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
42
hidup dalam landasan kejujuran dan tenggang rasa, dan Sang Hyang Sejati
bermakna kebesaran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyediakan bumi untuk
memfasilitasi kehidupan (Sidik Purnama Negara, 2010: 51).
Gambar. 5
Jalan Menuju Padepokan
Sumber : http://pariwisata.cilacapkab.go.id
Padepokan Jambe Pitu atau pertapaan Ampel Gading berada di atas
petilasan Jambe Lima, menempati puncak paling tinggi di Gunung Selok
mendekati pantai Selatan.Luas kompleks Padepokan Jambe Pitu adalah sekitar 30
m² x 50 m² dan dikelilingi tembok setinggi dua meter.Jalan berlantai batu hitam
sepanjang 300 m² merupakan penghubung bangunan petilasan dengan area parkir
kendaraan.Bangunan padepokan terbagi menjadi beberapa sanggar, yaitu Sanggar
Pamujan, Sanggar Palereman Kakung, Sanggar Palereman Puteri, dan Sanggar
Supersemar. Padepokan Jambe Pitu dianggap sangat keramat karena ada tiga
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
43
petilasan Sang Hyang Wisnu Murti bermakna menggunakan seluruh organ
berpusat pada akal pikiran semuanya untuk kebaikan, Eyang Lengkung Kusuma
bermakna tingginya kepentingan perilaku manusia di dunia mengemban amanat
kemuliaan kemanusiaan, dan Cakra Baskara atau Eyang Lengkung Cuwiri
bermakna bahwa dalam kehidupan manusia wajib mengembangkan rasa kasih
sayang . Meski disebut jambe pitu namun di sana tidak ada pinang berjumlah pitu
(tujuh). Pemberian nama Jambe Pitu diambil berdasarkan dari jumlah hari dalam
satu minggu. Makna lain dari Jambe Pitu adalah penjelasan adanya tujuh lapisan
organ manusia yaitu rambut, kulit, daging, darah, tulang, otot, dan sum sum.
Pengertian jambe adalah jumbuh atau kemanunggalan, sedangkan pitu diartikan
tujuh lapisan. Maksudnya bahwa menyatunya tujuh lapisan terbentuknya organ
tubuh manusia, merupakan sarana fungsi kemuliaan atas akal, hati, dan perasaan
(Sidik Purnama Negara, 2010: 51)
Gambar.6
Pintu Gerbang Padepokan
Sumber : Dokumen pribadi
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
44
Gambar.7
Gerbang Masuk Pura
Sumber : Dokumen pribadi
Gambar. 8
Pura di Gunung Selok
Sumber : Dokumen pribadi
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
45
Didepan petilasan Jambe Lima terdapat bangunan komplek
persembahyangan atau Vihara untuk penganut Budha. Dikenal sebagai Vihara
Agung Shang Yang Jati, yang dipimpin seorang biksu Banthe Dharma Teja asal
Cilacap.Pedepokan Agung tersebut berupa komplek bangunan yang didirikan di
atas ketinggian 200 m. Ada lima bangunan untuk persembahyangan, sebagai
simbol rumah dewa. Seperti rumah Dewa Brahma CiMen Fu lengkap dengan
patungnya. DewaBumi, Dewi Kwan Im dan Dewa Kwan Kong.Padepokan ini
merupakan tempat ibadah agama Siwa-Budha, dua agama paling tua di dunia
digabungkan dalam satu ajaran dan bisa berasimilasi dengan baik tanpa
menimbulkan pertentangan (Wawancara dengan Tikun, 15 Maret2017).
Gambar.9
Vihara Agung Shang Yang Jatidi Gunung Selok
Sumber : Dokumen pribadi
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
46
Gambar.10
Patung Budha
Sumber : Dokumen pribadi
Gambar. 11
Suasana Dalam Pendopo
Sumber : Dokumen pribadi
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
47
Selain Padepokan Jambe Lima dan Jambe Pitu di Gunung Selok ini masih
terdapat tempat yang ramai dikunjungi yaitu Gua Rahayu, Gua Naga Raja, Gua
Bolong, Gua Paku Waja , Gua Putih, Gua Grujugan, Gua Tikus, Gua Lawa, dan
Kaendran serta makam Kyai Sumolangu yang ada diatas benteng peninggalan
Jepang. Beberapa Gua dijelaskan sebagai berikutGua Rahayu dan Gua Ratu,
kedua gua ini terletak di kaki Gunung Selok sebelah selatan menghadap pantai
Samudra Indonesia. Gua Rahayu pintu masuknya telah dibuat tertutup dengan
bangunan semen, didalamnyaterdapat ruangan petilasan yang cukup luas dengan
ukuran 80 m². Di Gua Rahayu ada dua tempat ritual yaitu, Dewi Kencanawati dan
Dewi Suci Rahayu.Menurut legenda Gua Rahayu adalah Raden Danang
Sutawijaya atau Panembahan Senopati pendiri Keraton Mataram saat akan
membabat alas Mentaok untuk bisa masuk dan membabat alas Mentaok sebagai
syarat harus membawa tanah yang ada di dalam gua yang dekat dengan batu,
dengan tanah srana tersebut Danang Sutawijaya dapat masuk dan membabat alas
Mentaok dengan selamat atau Rahayu sehingga gua tersebut disebut Gua
Rahayu.Sedangkan gua Ratu yang letaknya berhimpitan dengan Gua Rahayu di
dalamnya terdapat ritual Eyang Banda Yuda dan Dewi Sekar Jagat.Gua ini konon
ceritanya adalah bekas petilasan Eyang Jaring Bandayuda salah satu pendiri
Kabupaten Banyumas. Dalam persemediannya Eyang Jaring Bandayuda bertemu
dengan puteri cantik Nyi Sekar Jagat dan disarankan kalau akan mendirikan
kabupaten jangan melangkahi Sungai Serayu atau tepatnya di dekat pegunungan
Pageralang dan kesemuannya dilaksanakan oleh Eyang Jaring Bandayuda maka
berdirilah Kabupaten Banyumas dekat Pegunungan Pageralang. (2) Gua
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
48
Nagarajaterletak masih di kaki Gunung Selok di sebelah barat Gua Rahayu dan
Gua Ratu ± 1 km ke arah barat dengan menelusuri alur sungai. Gua Nagaraja ini
bersebelahan dengan Gua Lawa. (3) Gua Pakuwaja terletak di kaki Gunung Selok
bagian timur tenggara, tempat ini banyak dikunjungi orang yang berziarah dan ada
tempat untuk sholat dan di dekatnya ada air untuk berwudlu. Menurut legenda
Pakuwaja adalah petilasan Pangeran Pakuwaja yaitu putera mahkota Kerajaan
Majapahit terakhir, pada masa runtuhnya Majapahit beliau berkehendak perang
demi mempertahankan kerajaannya.
Disamping gua-gua tersebut masih ada gua-gua yang lain dikunjungi para
peziarah yang letaknya disebelah barat kaki Gunung Selok yaitu Gua Sri Bolong,
Gua Putih, Gua Grujugan, Untuk menuju Gua tersebut dari depan Balai desa
Karangbenda ada jalan menuju selatan terus menelusuri jalan perhutani sampai ke
Kaindran kemudian menuju Gua Sri Bolong, Gua Putih, Gua Grujugan disebut
Gua Grujugan karena di mulut gua terdapat air yang terus menerus mengalir dari
atas kebawah.
Gambar. 12
Salah Satu Gua di Gunung Selok
Sumber : http://pariwisata.cilacapkab.go.id
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
49
Disamping gua-gua tersebut di Gunug Selok juga terdapat benteng
peninggalan Jepang yang konon sebagai tempat pertahanan Jepang dan tempat
pengintaian musuh yang datang dari laut.Berdasarkan keterangan informan, konon
ceritanya ada 24 benteng peninggalan bala tentara Jepang namun yang masih utuh
tinggal satu yang sudah direnovasi dan di atas benteng peninggalan Jepang kearah
barat daya terdapat makam Kiai Sumolangu yang banyak dikunjungi para
peziarah dari daerah Kebumen. Makam Kiai Sumolangu sementara ini masih
ditutupi gubug dan disekelilingnya baru dibangun pondasi keliling.Konon Kiai
Sumolangu berasal dari daerah Kebumen dan meninggal di Gunung Selok.
Kehidupan ekonomi masyarakat desa Karangbenda sangatberagam, dapat
diketahui pada tabel berikut :
Tabel.1
Mata Pencaharian Masyarakat Desa Karangbenda
NO Nama Mata Pencaharian Jumlah
1 PNS/TNI/Polri 7
2 Wiraswasta/pedagang 150
3 Petani 840
4 Tukang 99
5 Buruh tani 85
6 Pensiunan 6
7 Nelayan 95
8 Peternak 672
9 Jasa 27
10 Pekerja seni 2
(Sumber : Data Monografi desa Karangbenda)
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
50
Berdasarkan data di atas ternyata kehidupan ekonomi masyarakat desa
Karangbenda mayoritas dari sektor pertanian dan peternakan, disusul dari
kegiatan perdagangan, tukang, nelayan, buruh tani, dan jasa. Berdasarkan data di
kantor desa Karangbenda ternyata jumlah penduduk miskin berdasarkan standar
BPS sebanyak 410 jiwa atau 201 KK.
Berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat desa Karangbenda mayoritas
berpendidikan SD, sehingga wajib belajar 9 tahun di desa Karangbenda belum
berhasil. Hal ini dapat dibuktikan dari jumlah tamatan SD sebanyak 1.368 siswa
yang melanjutkan ke SMP/MTs hanya 613 orang. Untuk lebih jelasnya tentang
tingkat pendidikan masyarakat desa Karangbenda dapat dilihat pada tabel 2,
sebagai berikut :
Tabel.2
Tingkat Pendidikan Masyarakat Karangbenda
NO Jenjang Sekolah Jumlah
1 Tidak / belum sekolah 838
2 Belum tamat SD/sederajat 372
3 Tamat SD/sederajat 1.368
4 SMP/sederajat 613
5 SMA/SMK 322
6 Akademi/D1-DII 5
7 Akademi/D3 11
8 Sarjana S1 22
9 Sarjana/S2 1
Jumlah Total 3.552
(Sumber : Data Monografi desa Karangbenda)
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
51
Berdasarkan data di atas, ternyata tingkat pendidikan masyarakat desa
Karangbenda masih banyak yang tidak meneruskan dari SD ke SMP/MTs, yang
melanjutkan kuliah juga masih sangat sedikit. Kenyataan inilah yang berpengaruh
juga pada pola pikir masyarakat desa Karangbenda.
Sesuai dengan data dari kantor desa Karangbenda sebenarnya agama
mayoritas yang dianut masyarakatnya adalah Agama Islam. Untuk mengetahui
jenis agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat desa Karangbenda
disajikan tabel berikut :
Tabel.3
Data Pemeluk Agama dan Penganut Kepercayaan Masyarakat
Desa Karangbenda
NO Agama dan Kepercayaan RW
Jumlah 1 2 3 4
1 Islam 865 915 730 961 3.471
2 Kristen 3 - 1 2 6
3 Katholik - 3 4 - 7
4 Hindu 2 1 1 3 7
5 Budha - 2 1 2 5
6 Kepercayaan 10 11 11 21 53
Jumlah Keseluruhan 880 932 748 989 3.552
(Sumber : Data Monografi desa Karangbenda)
Seperti telah peneliti sampaikan di atas bahwa secara formal, penduduk desa
Karangbenda adalah penganut agama Islam.Jumlah penduduk 3.552 jiwa hanya 7
orang yang beragama Katholik, 6 orang beragama Kristen,7orang beragama
Hindu, 5 orang beragama Budha. Bentuk-bentuk pluralisme agama di
Karangbenda muncul dalam wujud adanya penganut Islam dengan berbagai aliran
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
52
(Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Kejawen), Kristen, Katholik, Hindu,
Budha, dan kepercayaan.Penganut Islam mayoritas adalah dari ormas Nahdlatul
Ulama. Dari 9 musholla, hanya satu yang merupakan mushola dari ormas
Muhammadiyah. Sebagian adalah penganut Islam KTP karena sebenarnya mereka
melaksanakan ajaran dan praktik Kejawen. Banyaknya kaum Nahdliyin di
Karangbenda dimungkinkan karena dalam ajaran dan praktiknya Nahdlatul Ulama
dianggap lebih akomodatif terhadap tradisi masyarakat desa Karangbenda.
Sementara itu, penganut Muhammadiyah hanya sedikit, yaitu ada di satu musholla
di Babakan.Pada kenyataannya di dusun Congot terdapat penganut HPK bernama
Paguyuban Cahaya Sejati yang dipimpin oleh bapak Witomiarso dengan
anggotanya sekitar 328 orang. Tujuannya adalah memohon kepada Tuhan Yang
Mahakuasa diberi keselamatan di dunia dan di akherat.
Gambar. 13
Ketua Paguyuban Cahaya Sejati
Sumber : Dokumen pribadi
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
53
Selain itu, di dusun Karangbenda RT 01 RW 04 juga terdapat kelompok kejawen
yang bernama Ngudi Luhur dengan ketuanya bapak Noto Miharjo. Anggota dari
paguyuban ini lebih sedikit dibanding anggota Paguyuban Cahaya Sejati, yaitu
sekitar 75 orang.
Gambar. 14
Ketua Paguyuban Ngudi Luhur Bersama Peneliti
Sumber : Dokumen pribadi
Gambar. 15
Kartu Tanda Penduduk Ketua Ngudi Luhur
Sumber : Dokumen pribadi
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
54
Padahal pada data di kantor desa Karangbenda penganut HPK dari 4 RW hanya
53 orang. Para penganut HPK umumnya terdiri dari orang tua yang berumur di
atas 40-an tahun karena secara tidak tertulis ada aturan bahwa yang boleh
menuntut ngelmu kejawen adalah mereka yang dianggap sudah cukup umurnya.
Di samping itu, pluralisme agama dan agama mayoritas masyarakat desa
Karangbenda adalah Agama Islam, sedang agama lainnya dan kepercayaan hanya
minoritas.Namun seperti telah disampaikan bahwa masyarakat desa Karangbenda
masih kental sekali dengan adat leluhur yang dilaksanakan secara turun-temurun
yang pelaksanaannya tanpa memandang dari agama dan kepercayaan, bahkan dari
masyarakat mana tidak dihiraukan, mereka secara bersama-sama melakukan
kegiatan ritual.Berbagai penganut agama yang mengadakan ritual di beberapa
tempat yang ada di Gunung Selok tersebut, baik mereka yang berasal dari desa
Karangbenda maupun yang berasal dari luar desa Karangbenda hidup secara
harmonis. Masyarakat bersikap toleran dan saling menghormati antara pemeluk
agama dan kepercayaan yang berbeda-beda sehingga tidak pernah terjadi
pertikaian atau konflik serius yang berbasis agama.Para pendatang atau peziarah
yang datang dari berbagai agama dan kepercayaan, dan dari segenap penjuru
daerah, tidak pernah mendapatkan halangan dari warga Karangbenda dan
sekitarnya. Para peziarah melakukan berbagai ritual sesuai dengan keyakinannya,
misalnya membakar kemenyan, menabur bunga (nyekar), bertapa, bersemedi,
melaksanakan tahlil, dan sebagainya.Pluralisme agama yang terdapat dalam
masyarakat Karangbenda selama ini tidak menimbulkan masalah yang berarti,
baik dalam interaksi internal masyarakat, maupun antara masyarakat Karangbenda
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
55
dengan masyarakat yang datang dari berbagai agama dan wilayah. Mereka pada
umumnya ber-KTP dengan agamanya Islam.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Karangbenda pada
khususnya, dan masyarakat Jawa pada umumnya, merupakan tradisi. Pada
kenyataannya tradisi ini merupakan suatu bagi andari kebudayaan.
Koentjaraningrat memandang bahwa kebudayaan sebagai keseluruan dari
kelakuan dan hasil kelakuan yang didapatkan dengan cara belajar dan
kesemuanya itu tersusun didalam kehidupan masyarakat
(Koentjaraningrat,1990:45) Kebudayaan merupakan elemen yang tidak bisa
dilepaskan dari kehidupan manusia, dimana pada satu sisi manusia menciptakan
budaya sekaligus produk dari budaya tempat diahidup, hubungan saling
pengaruh ini merupakan salah satu bukti bahwa manusia tidak mungkin hidup
tanpa budaya. Betapapun awamnya, kehidupan berbudaya merupakan cirri khas
manusia dan akan terus hidup melintasi alur jaman. Kebudayaan akan selalu
menjadi warisan nenek moyang, karena kebudayaan membentuk kebiasaan
hidup sehari-hari yang diwariskan turun-temurun. Kebudayaan tumbuhdan
berkembang dalam kehidupan manusia dan hamper selalu mengalami proses
penciptaan kembali.
Tradisi dan adat kebiasaan yang berlangsung di desa Karangbenda ini,
merupakan unsur budaya daerah potensial sebagai lokal genius karena telah teruji
kemampuannya untuk bertahan hingga sampai sekarang. Ciri-ciri dari lokal genius
tersebut adalahmampu bertahan terhadap budaya luar, memiliki kemampuan
mengakomodasi unsur-unsur budaya luar, mempunyai kemampuan
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
56
mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli, mempunyai
kemampuan mengendalikan, dan mampu memberi arah pada perkembangan
budaya.Berikut merupakan pedoman untuk beradat-istiadat sebagai bekal
bermasyarakat yaitu pertama, empan papan maksudnya diperlukan kecakapan
dalam membaca situasi dan kondisi sehingga akan bisa bijaksana dalam mengetuk
pintu interaksi dan masuk ruang adaptasi; kedua,lambe ati maksudnya dalam
berbicara harus tertata dan jangan sampai meninggalkan etika dan estetika,
sehingga pembicaraan akan menyentuh hati seseorang atau sekelompok orang
(Sidik Purnama Negara, 2010: 47).
Beberapa kegiatan ritualsebagai tradisiturun-temurun yang dilaksanakan
oleh masyarakat desa Karangbenda sebagai bentuk kerukunan masyarakat tanpa
memandang latar belakang agama dan kepercayaan akan penulis paparkan, antara
lain tradisi kehamilan sampai dengan kelahiran, selamatan setelah kematian,
tradisi nyadran,suran, dan ritual yang dilakukan pada setiap bulan Sura, setiap
malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, serta setiap tanggal 15 setiap bulannya
dengan mengambil tempat pada petilasan yang ada di Gunung Selok.
Gambar. 16. Tempat Ritual Kompleks Jambe Lima
Sumber : Dokumen pribadi
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
57
Gambar. 17
Tempat Ritual Kompleks Jambe Lima
Sumber : Dokumen pribadi
Gambar. 18
Tempat Ritual Presiden Sukarno dan Presiden Suharto
Sumber : Dokumen pribadi
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
58
Pada kegiatan ritual tersebut pelakunya tidak hanya intern masyarakat
Karangbenda tetapi dari berbagai penjuru daerah, dengan berbagai agama dan
kepercayaan.
Gambar. 19
Padepokan Jambe Pitu
Sumber : Dokumen pribadi
B. Tradisi Kehamilan Sampai dengan Kelahiran.
Pada tradisi kehamilan sampai dengan kelahiran yang dilakukan oleh
masyarakat desa Karangbenda antara lain ngupati, mitoni, puputan dan selapanan.
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
59
Tradisi kehamilan sampai dengan kelahiran di desa Karangbenda di mulai
ketika bayi berumur empat bulan dalam kandungan.Tradisi empat bulan bayi
dalam kandungan disebut ngapati atau ngupati. Saat janin atau embrio berusia
120hari atau e m p a t bulan dimulailah kehidupan dengan ruh,dan saat itulah
ditentukan bagaimana ia berkehidupan selanjutnya,didunia sampai di akhirat.
Maka menyongsong penentuan ini, hendaklah diadakan upacara ngapati(ngupati)
yaitu berdoa (sebagai sikap bersyukur, ketundukan dan kepasrahan) mengajukan
permohonan kepada Allah agar nanti anak lahir sebagai manusia yang utuh
sempurna, yang sehat, yang dianugerahi rezeki yang baik dan lapang, berumur
panjang yang penuh dengan nilai-nilai ibadah, beruntung didunia dan diakhirat.
Begitupula, selain berdoa hendaklah bersedekah, karena doa dan sedekah adalah
dua kekuatan yang bisa menembus takdir (Chafidh, 2006 : 25).
Sebelum diadakan kegiatan kenduri terlebih dahulu dilakukan kegiatan
membaca ayat suci Al Quran. Adapun perlengkapan kenduri yang disiapkan
adalah nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauknya dengan kluban yang utama
tanpa ingkung ayam, lalaban, ketupat, dan lepet. Kenduri dilaksanakan pada siang
hari setelah sholat dhuhur, dengan maksud agar kegiatan cepat selesai tanpa
berlama-lama. Kegiatan ini diawali dengan pengkabulan yang dipimpin oleh
sesepuh desa dan membaca doa yang dipimpin oleh tokoh agama. Sudah menjadi
tradisi bahwa setelah selesai kenduri semua tamu langsung pulang tidak
menunggu lama dan tanpa berpamitan dengan tuan rumah.Hal tersebut
dimaksudkan agar bayi yang masih dalam kandungan nantinya jika sudah
waktunya lahir dengan lancar tanpa halangan apapun.
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
60
Gambar. 20
Ketupat
Sumber : Dokumen pribadi
Dalam bahasa Jawa, Mitoni berasal dari kata pitu artinya tujuh. Ritual
Mitoni ini dilaksanakan pada bulan ke tujuh pada kehamilan pertama. Kata
pitu juga bisa berarti pitu lungan untuk memohon berkah Gusti Allah (Tuhan)
untuk keselamatan calon orang tua dan anaknya. Doa dipanjatkan agar sang bayi
lahir pada masanya dengan sehat, selamat dan sang ibu juga diharapkan agar
melahirkan dengan lancar, sehat dan selamat. Selanjutnya diharapkan seluruh
keluarga hidup bahagia.
Serangkaian upacara yang diselenggarakan pada upacara mitoni adalah
pertama, siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan
tanda pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini
bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak sicalon
ibu melahirkan anak tidak mempunyai beban moral sehingga proses
kelahirannya menjadi lancer. Upacara siraman dilakukan di kamar mandi dan
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
61
dipimpin oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai yang tertua.
Kedua upacara memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain sarung si
calon ibu oleh sang suami melalui perut dari atas perut lalu telur dilepas sehingga
pecah. Upacara ini dilaksanakan ditempat siraman (kamar mandi) sebagai symbol
harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa aral melintang (Chafidh, 2006 : 38).
Perlengkapan kenduri pada acara tujuh bulan atau mithoni pada dasarnya
hampir sama dengan acara ngupati yaitu nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauk
disertai kluban, kupat, lepet, lalaban. Perbedaannya pada acara mithoni ini ada
rujak tebu, cengkir gading, dan tujuh nasi kuning. Kegiatan kendurinya
dilakukan juga pada siang hari.
Gambar.21
Tumpeng Tujuh
Sumber : dokumen pribadi
Puputan, kalanganmasyarakat Jawa masihmelakukantradisiyang berkenaan
dengan pemberian nama. Tradisi inilah yang pada gilirannyamembuatnama
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
62
tidakhanya sekedar sebagaitanda pengenal saja, tetapi juga mengandung arti
tertentu agar si pemilik nama selamat-sentosa dalam menjalani kehidupannya
.Menurut kepercayaan sebagian masyarakat Jawa, pemberian nama yang tidak
tepat kepada seorang anak akan mengakibatkan anak yang bersangkutan selalu
sakit atau bernasib sial. Pemberian nama pada masyarakat Jawa umumnya
bertepatan dengan upacara selamatan sepasaran bayi yang baru dilahirkan.
Pemberian nama tersebut dapat dilakukan oleh ayah, ibu, nenek, atau boleh juga
orang lain(misalnya kiai, dukun bayiatau lurah)dengan persetujuan orangtua bayi.
Menurut Purwadi(2007:108), Cuplaknya atau lepasnya tali pusat atau puser
bayi karena mengering ditandai dengan satu upacara tersendiri. Biasanya terjadi
pada hari kelima dari hari kelahiran. Istilah cuplakan disebut juga dengan istilah
sepasaran, sepasar artinya lima hari. Upacara untuk menandai cuplaknya tali pusat
si bayi ini disebut cuplakan.Sepasar adalah perhitungan waktu Jawa yang lamanya
lima hari. Selamatan sepasaran adalah selamatan yang diadakan pada waktu bayi
berumur lima hari. Namun demikian adakalanya sementara orang yang
mengadakan selamatan sepasaran menunggu apabila tali pusat
putus(puputpuser),yang biasanya terjadi pada waktu si bayi berumur lima hari.
Oleh karena itu sementara orang menyebut selamatan sepasaran itu dengan
istilah puputan atau cuplak puser. Adapun makanan atau sajian untuk keperluan
selamatan sepasaran atau puputan ini adalah sebagai berikut nasi tumpeng dan
nasi golong dengan lauk-pauk yang terdiri dari kluban, panggang ayam, telur
rebus, lodheh kluwih, Pisang raja dua sisir atau dalam istilah Jawa setangkep,
jajan pasar yang berupa beberapa macam makanan kecil (kue-kue) dan buah-
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
63
buahan, bubur merah, bubur putih, jenang sengkolo yaitu bubur merah yang
diatasnya diberi bubur putih, nasi brok yaitu nasi yang ditaruh di dalam satu
piring dengan lauk-pauknya. Sajian tersebut dikendurikan dengan mengundang
para tetangga seperti pada waktu selamatan brokohan. Disamping sajian untuk
kenduri pada selamatan sepasaran ada sementara orang yang membuat sajian
tulakan yaitu alat untuk menolak bala. Tulakan ini terdiri dari sebungkus kecil
nasi dan lauk-pauk serta kue-kue sama seperti untuk kenduri. Kecuali sajian untuk
kenduri dan tulakan ada suatu bingkisan yang diberikan kepada dhukun bayi.
Bingkisan itu berupa nasi tumpeng dengan lauk-pauk, pisang duasisir,kelapa satu
biji, gula merah, beras satu kilo gram, ayam hidup satu ekor, kembang telon.
Bersamaan dengan selamatan sepasaran, sibayi diberi nama. Secara resmi nama
diumumkan pada waktu berlangsungnya kenduri sepasaran itu. Pemberian nama
ini ada beberapa dasar. Disamping pemberian nama bersamaan dengan upacara
sepasaran ini ada sementara orang yang mengadakan upacara tindhik. Tindhik
adalah cara yang dilakukan untuk member lubang pada telinga sebagai tempat
meletakkan subang bagi kaum wanita.
Selamatan selapanan adalah upacara selamatan yang diselenggarakan pada
saat bayi berumur tiga puluh lima hari. Kata selapanan berasal dari kata dasar
selapan yakni dalam bahasa Jawa berarti tigapuluh lima hari. Tujuan diadakan
selapanan ini adalah memperingati bayi yang berumur selapan.Perlengkapanyang
disiapkan berupa tumpeng weton, sayur tujuh macam, telor ayam, cabai, bawang
merah, kluban, saringan santan, kembang setaman, dan bubur merah putih.
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
64
Selapanan sebagai peringatan nepton, maksudnya, masyarakat di desa
Karangbenda mengetahui bahwa peringatan selapanan bertujuan untuk
memperingati hari neptonsi bayi. Sebagian masyarakat merasa bahwa, jika belum
mengadakan peringatan selapanan,maka hati dan pikirannyabelum tentram, karena
ada sebagianmasyarakat yang dalam keluarganyamemang tertanam tradisi untuk
selalumemperingati harinepton, maka tradisi selapananini merupakan halyang
istimewa, karena merupakanperingatan nepton pertama untuk si bayi.Selapanan
untuk mencari keselamatan dan menghormati hal gaib.Dalam aktivitas
kebudayaan Jawa, terdapat hal-hal yang berbau mistis yang terkadang tidak bisa
di nalar dengan akal pikiran. Namun hal itu tidak berlaku bagi masyarakat yang
paham akan kebudayaan Jawa,hal-hal semacam ini merupakan bagian dari ritual
dan tradisi yang harus dijalankan. Tradisi selapanan merupakan upaya untuk
orang Jawa dalam mencari keselamatan dan mengurangi beban batin. Melalui
hidangan yang terlebih dahulu didoakan merupakan media untuk bersyukur
kepada Allah, sehingga melalui peringatan selapanan, masyarakat berharap
bahwa, kesejahteraan, keselamatan, keberkahan, dan pahala akan senantiasa
dilimpahkan, sehingga setelah melaksanakan tradisi ini, hati orang tua akan
menjadi tentram. Dalam melaksanakan adat-adatnya, masyarakat Karangbenda
masih mempercayai bahwa tidak bisa lepasdengan hal-hal mistis. Masyarakat
Karangbenda khususnya, dan masyarakat Jawa pada umumnya, kehidupannya
penuh dengan hal-halyang berbau tabu, karena dalam menyelenggaraan kegiatan
adat, tidak terlepas dari tujuannya untuk menghormati hal gaib seperti roh-roh
leluhur, penunggu suatu benda, dan lain-lain. Seorang bayi atau anakbelum dapat
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
65
melakukan perlindunganterhadap dirinya,karena merekamasih terlalu kecil dan
rapuh,sehinggamembutuhkan bantuanorangdewasa.Oleh sebab itu,diadakan tradisi
selapanansebagaiupaya untuk melindungi si anak.Perlindungan tersebut
bukanhanyasebatas perlindungan fisik, tetapimasyarakat Karangbenda juga
percayadengan perlindungan terhadap hal-hal yang gaib.Oleh sebab itu, paraorang
tuamengadakan peringatan-peringatan kelahiran sebagai bagiandari perlindungan
terhadap bayi.Masyarakat desa Karangbenda tidak hanyamempercayai roh-roh
jahat yangkerap mengganggu anak-anak,namun juga mengenal apa yangdisebut
denganpamomong,yangmenurut mereka adalah penjaga diri.
C. Tradisi Selamatan Kematian Seseorang
Pada setiap ada kematian salah satu warga, maka seluruh warga masyarakat
pada umumnya, secara sukarela untuk memberikan bantuan. Begitu juga di desa
Karangbenda, secara bergotong-royong mempersiapkan segala sesuatu untk
kepentingan upacara pemakaman, dan berbagai hal yang berkaitan dengan
peralatan penguburan. Beberapa rangkaian upacara kematian dilakukan,yaitu
brobosan, nyaur tanah, telung dina, pitung dina, patangpuluh dina, nyatus dina,
pendak pisan, pendak pindo, dan sewu dina.
Brobosan, suatu upacara yang diselenggarakan di halaman rumah orang
yang meninggal.Waktunya pun dilaksanakan ketika jenazah akan diberangkatkan
ke peristirahatan terakhir atau dimakamkan, dan dipimpin oleh salah satu anggota
keluarga yang paling tua. Tata cara pelaksanaannya antara lain Keranda/peti mati
dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah doa
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
66
jenazah selesai; secara berturutan, para ahli waris yang ditinggal (mulai anak laki-
laki tertua hingga cucu perempuan) berjalan melewati keranda yang berada di
atasnya (mbrobos) selama tiga kali dan searah jarum jam; secara urutan, yang
pertama kali mbrobosi keranda adalah anak laki-laki tertua dan keluarga inti,
selanjutnya disusul oleh anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di
belakang.Upacara tradisional ini merupakan pengejawantahan dari pepatah Mikul
dhuwur mendhem jero yakni menjunjung tinggi, menghormati, mengenang jasa-
jasa almarhum semasa hidupnya dan memendam hal-hal yang kurang baik dan
tidak perlu diungkit-ungkit . Selain itu disediakan perlengkapan lain seperti
adanya bunga ronce, sawur berupa bunga dicampur uang dan beras kuning, kelapa
muda, dan lain-lain.
Surtanah berasal dari kata (Jawa: ngesur tanah), yang berarti nylameti wong
kang mentas mati (Poerwodarminto, 1989: 396) yang maksudnya melakukan
selamatan terhadap orang yang baru saja meninggal.Kegiatan selamatan surtanah
merupakan tradisi yang sudah mengakar di desa Karangbenda. Adapun
perlengkapan yang harus disiapkan adalah nasi putih yang ditaruh di atas piring
dan disertai lauk-pauknya terdiri dari oseng tempe, tempe goreng, mie/sayur
oseng, gebing/cincangan kelapa muda, lauk yang lain lagi adalah ikan
asindicampur lombok hijau. Pelaksanaannya setelah pulang dari kuburan. Di
samping kenduri, pihak tuan rumah juga membuat sesaji terdiri dari komaran
berupa pisang raja dan pisang ambon, jajan pasar, bubur merah dan bubur putih,
minuman kumplit, dan bunga telon yang di letakkan pada tempat bekas untuk
memandikan, disertai dengan lampu sentir pada malam hari.
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
67
Selamtan nelung dina ini dilaksanakan tepat tiga hari sesudah kematian
seseorang. Telu berarti tiga, dan dina berarti hari. Materi atau perlengkapan pada
selamatan telung dina hampir sama pada selamatan surtanah, tetapi tanpa tumpeng
pungkur beserta lauk pauknya, kemudian ditambah dengan takir pontang, yaitu
wadah dari daun pisang dan daun kelapa yang masih muda, berisikan nasi putih
dan nasi punar, yaitu nasi yang diberi kunyit, sehingga disebut juga disebut
nasi/sega kuning. Selain itu juga ditambah ancah, yaitu sayur kecambah, kacang
panjang yang telah dipotong-potong, bawang merah yang telah diiris-iris, garam
dan lain sebagainya. Dalam hal penggunaan sajen juga sama.
Upacara selamatan pitung dina/tujuh hari itu tepat hari kematian
seseorang. Rangkaian materinya sama dengan selamatan telung dina/tiga hari,
tetapi ditambah dengan apem, ketan, dan kolak. Ada sebagian anggota masyarakat
Karangbenda yang berpendapat bahwa apem, ketan, dan kolak itu diadakan hanya
mulai pada selamatan patang puluh dina/empat puluh hari. Masalah sesajen masih
sama.
Upacara selamatan patang puluh dina/empat puluh hari itu dilaksanakan
tepat empat puluh hari dari kematian seseorang. Materi atau perlengkapannya
sama dengan upacara selamatan pitung dina. Hanya saja materi yang berupa
ingkung ayam biasanya diusahakan dari ayam jantan.Sehingga sejak empatpuluh
hari mulai ada lauk yang berupa daging ayam. Pelaksanaan sesajen juga sama
dengan upacara selamatan sebelumnya. Kegiatan dilakukan pada malam hari
diawali dengan membaca tahlil, kemudian kenduri yang diawali oleh perwakilan
tuan rumah menyampaikan sambutan dilanjut dengan ujudan oleh sesepuh desa.
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
68
Gambar.22
Ingkung Ayam
Sumber : Dokumen pribadi
Upacara selamatan satus dina/seratus hari ini dilaksanakan tepat seratus hari
sejak kematian seseorang. Macam materi atau perlengkapan dan sesajen juga
sama dengan kegiatan selamatan empatpuluh hari.
Upacara selamatan pendak pisan ini dilaksanakan tepat tempo setahun sejak
kematian seseorang, sedangkan upacara selamatan pendak pindo ini dilaksanakan
tepat tempo dua tahun sejak hari kematian seseorang. Materi dan perlengkapan
serta sesajennya juga sama dengan di atas.
Upacara selamatan sewu dina atau 1000 hari ini dilaksanakan tepat 1000
hari sejak kematian seseorang. Selamatan sewu dina ini biasanya diadakan secara
besar-besaran, sebab yang dianggap terakhir kalinya. Materinya sama dengan di
atas, tetapi biasanya ditambah dengan potong kambing, di samping juga ayam.
Ada syarat-syarat tertentu bagi binatang yang akan dipotong pada upacara
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
69
selamatan kematian ini yang memotong juga harus kayim, baru penyelesaiannya
dilakukan oleh orang lain yang telah ditunjuk.
Tujuan dari kegiatan selamatan kematian ini mendoakan kepada si mayat
agar jembar kuburane (luas kuburanya) dan leres lampahane (lurus jalannya)
menjalani kehidupan dialam kubur dengan memohon kepada pangerang kang
Maha Kuasa. Acara ini dikenal dengan acara dzikiran atau muji. Adapun makna
dari bilangan-bilangan tersebut adalah sebagai berikut:hari ketiga adalah masa
menyempurnakan bulu kuku (wulu kuku),hari ketujuh adalah masa
meyempurnakan daging, hari keempat puluh adalah masa menyempurnakan otot,
hari keseratus adalah masa menyempurnakan tulang, dan hari keseribu adalah
masa menyempurnakan sumsum.
D. Tradisi Nyadran
Tradisi nyadran ini merupakan penghormatan kepada leluhur dan bias juga
menjadi bentuk syukuran massal. Menjelang bulan Ramadhan, masyarakat
melaksanakan upacara nyadran; kegiatan keagamaan tahunan yang diwujudkan
dengan ziarah ke makam leluhur menjelang bulan Ramadhan. Kegiatan dalam
ziarah tersebut diantaranya membersihkan makam leluhur, memanjatkan doa
permohonan ampun, dan tabor bunga. Biasanya para peserta nyadran membawa
aneka makanan, seperti: tumpeng, apem, ingkung, pisang raja,jajananpasar, dan
kolak. Makanan-makanan ini dibawa dengan menggunakan sejumlah jodang atau
yang biasa disebut tandu. Selain itu, mereka juga membawa kemenyan serta
beraneka macam bungak has Indonesia, seperti mawar, melati, dan kenanga
(Wawancara dengan Noto Miarso, 23 April 2017).
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
70
Dalam kontek sinilah pentingnya pemeliharaan tradisi itu, karena tumbuh
dalam masyarakat itu sendiri, tradisi biasanya berhubungan erat dengan sumber daya
alam dan kondisi hidup setempat. Dengan kata lain, seringkali tradisi seperti inilah
yang lebih ramah lingkungan dan secara langsung atau pun tidak langsung member
pengetahuan tentang keadaan lokal. Ini yang akan member bekal bagi manusia yang
mempelajarinya, atau juga bagi generasi muda yang masih peduliakan kondisi
disekitar mereka, karena tradisi itu tumbuh dari masyarakatnya sendiri.
Nyadran dilakukan setiap bulan Sya‟ban atau dalam kalender Jawa disebut
bulan Ruwah. Lazimnya kegiatan nyadran dilakukan dengan ziarah kemakam-
makamleluhur atau orang besar (para tokoh) yang berpengaruh dalam menyiarkan
agama Islam pada masa lalu. Masyarakat disatu daerah memiliki lokasi ziarah
masing-masing. Seperti di desa Karangbenda, nyadran dilaksanakan dimakam Punden
dan makam leluhur.
Tujuan utama dari upacara ini adalah rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan
atas hasil tangkapan ikan yang berlimpah karena masyarakat disini sebagian besar
nelayan. Setelah melaksanakan nyadran, masyarakat lazimnya melakukan tradisi
padusan. Padusan berasal dari bahasa Jawa yaitu adus maksudnya mandi. Padusan
merupakan kegiatan mandi untuk bersih diri, yang mempunyai makna persiapan lahir
dan batin menuju bulan Ramadhan. Biasanya padusan dilakukan disumber-sumber
air yang dianggap sakral atau suci.
Dalam nyadran juga terdapat inti budaya Jawa, yaitu harmoni atau
keselarasan. Masyarakat Jawa bukan saja mengharapkan harmoni dalam hubungan
antar manusia, tetapi juga dengan alam semesta, bahkan dengan roh-roh gaib. Maka
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
71
dalam upacara nyadran, sesaji diberikan. Sesaji bukan bertujuan untuk“
menyembah” roh-roh gaib, melainkan menciptakan keselarasan dengan seluruh
alam.
Aneka makanan, kemenyan, dan bunga memiliki arti simbolis. Tumpeng,
melambangkan sebuah pengharapan kepada Tuhan agar permohonan terkabul;
Ingkung yaitu ayam yang dimasak utuh melambangkan manusia ketika masih bayi
belum mempunyai kesalahan; pisang raja melambangkan suatu harapan supaya
kelak hidup bahagia; jajan pasar melambangkan harapan berkah dari Tuhan; ketan,
kolak, dan apem, merupakan satu-kesatuan yang bermakna permohonan ampun
jika melakukan kesalahan; kemenyan merupakan sarana permohonan pada waktu
berdoa; dan bunga, melambangkan keharuman doa yang keluar dari hati yang
tulus. Beraneka bawaan ini merupakan unsure sesaji sebagai dasar landasan doa.
Setelah berdoa, makanan-makanan tersebut menjadi rebutan parape ziarah yang hadir,
inilah artike bersamaan dalam nyadran.
Pada tradisinyadranini, dari paguyuban yang bernama Ngudi Luhur
melakukan ritual jalan kaki bersama paguyuban dari daerahlain, sepertiDoplang,
Adiraja, Adireja Wetan, Adireja Kulon (Kecamatan Adipala) serta sejumlah desa
di Kecamatan Kroya dan Maos,serta dari desa Pesanggrahan, Kecamatan
Kesugihan. Mereka menuju makam Bonokeling di desa Pekuncen, Kecamatan
Jatilawang, Kabupaten Banyumas, yang berjarak sekitar 30 kilometer dari
Kecamatan Adipala dengan melalui sejumlah ruas jalan. Selain mengenakan
pakaian adat, mereka juga membawa berbagai perbekalan seperti beras dan kelapa
yang dipanggul menggunakan pikulan oleh kaum laki-laki maupun digendong
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
72
oleh kaum perempuan.Sepanjang perjalanan, mereka melakukan tapa bisu atau
dilarang berbicara.Sesampainya di kompleks makam Bonokeling, para penganut
Kejawen akan "muji" (semacam zikir) sebagai wujud permohonan keselamatan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang digelar pada Jumat mulai pukul 00.00 WIB
hingga 04.00 WIB. Sementara perbekalan yang mereka bawa, akan dimasak pada
hari Jumat pagi di sekitar makam Bonokeling (Wawancara dengan Noto Miharjo,
23 April 2017).
Gambar. 23
Ritual Jalan Kaki Komunitas HPK
Sumber : Dokumen pribadi
E. Tradisi Suran
Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat desa Karangbenda berupa
menghormat Bulan Sura. Kegiatan yang dilakukan adalah bersih desa, bersih
kubur. Selain kegiatan tersebut masyarakat kejawen di desa Karangbenda juga
melakukan tradisi puasa-puasa khas. Seperti puasa patigeni, puasa mutih, puasa
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
73
ngrowot, puasa ngebleng dan sebagainya. Puasa patigeni dilakukan dengan cara
tidak memakan makanan hasil perapian, puasa mutih artinya hanya makan nasi
putih dan air putih saja saat berbuka, puasa ngrowot dilakukan dengan hanya
memakan buah-buahan, puasa ngebleng dilakukan dengan menanam dirinya di
tanah dan sebagainya. Puasa-puasa ini tentu saja dilakukan dengan tujuan untuk
melatih kejiwaan dan kekuatan batin agar dekat dengan Allah sing agawe urip
(Tuhan yang mencipta kehidupan). Urip iku urup artinya bahwa hidup itu adalah
pengabdian kepada Tuhan untuk kepentingan kemanusiaan.Bulan Sura di
kalangan orang Jawa dikenal sebagai bulan tirakatan. Tirakat yang dilakukan oleh
orang Jawa tentu agak berbeda dengan tarekat dalam pengertian organisasi kaum
sufi. Tirakatan artinya adalah tindakan untuk pendekatan khusus kepada Allah
swt, melalui puasa, berdzikir atau eling kepada Allah, melanggengkan ritual-ritual
khusus yang dianggap sebagai cara atau jalan agar bisa berdekatan dengan Tuhan.
Puncak kegiatan suran adalah kenduri selamatan dengan perlengkapan berupa :
tumpeng rasulan, nasi ambeng lengkap dengan lauk-pauknya, ayam panggang,
jajan pasar, kupatlepet, dan telor ayam kampung. Selain itu ada sajian berupa
komaran yang terdiri dari pisang ambon dan pisang raja, ayam panggang, dan
segala jenin minuman (Wawancara dengan Witomiarso, 13 April 2017).
Di samping kegiatan-kegiatan tersebut di atas, pada Bulan Sura masyarakat
desa Karangbenda dan juga masyarakat lain baik dari desa tetangga maupun luar
kecamatan bahkan luar Kabupaten Cilacap melakukan ritual di Gunung
Selok.Beberapa tempat yang dijadikan sebagai tempat ritual, yaitu Jambe Lima,
Jambe Pitu, Makam K.H. Makhfud Abdurrahman, Vihara, Pura, Kaendran, Gua
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
74
Nagaraja, Gua Rahayu, Gua Ratu, Gua Tikus, Gua Sri Bolong, Gua Paku Waja
Gua Sepi Angin, Batu Tumpang, Watu Kelir, Watu Lumbung, Karang Kahinepan,
Sumur Windu, Tranggul Asih, Patra Baya, dan Watu Tapak Bima. Berbagai
penganut agama yang mengadakan ritual di beberapa tempat yang ada di Gunung
Selok tersebut, baik mereka yang berasal dari desa Karangbenda maupun yang
berasal dari luar desa Karangbenda hidup secara harmonis. Masyarakat bersikap
toleran dan saling menghormati antara pemeluk agama dan kepercayaan yang
berbeda-beda sehingga tidak pernah terjadi pertikaian atau konflik serius yang
berbasis agama.Bahkan, para pendatang atau peziarah yang datang dari berbagai
agama dan kepercayaan, dan datang dari segenap penjuru tanah air, tidak pernah
mendapatkan halangan dari warga Karangbenda dan sekitarnya.Para peziarah
melakukan berbagai ritual sesuai dengan keyakinannya, misalnya membakar
kemenyan, menabur bunga (nyekar), bertapa, bersemedi, melaksanakan tahlil, dan
sebagainya.Pluralisme agama yang terdapat dalam masyarakat Karangbenda
selama ini tidak menimbulkan masalah yang berarti, baik dalam interaksi internal
masyarakat, maupun antara masyarakat Karangbenda dengan masyarakat yang
datang dari berbagai agama dan wilayah.Prinsip menghormati ajaran agama dan
praktik keagamaan yang berbeda-beda sudah menjadi keseharian masyarakat
sehingga interaksi sosial yang menuju ke arah kompetisi yang tidak sehat dan
konflik tidak terjadi.Biasanya para peziarah melakukan ritual-ritual khusus,
misalnya sholat hajat, dzikir, dan doa-doa yang diajarkan oleh agama.Mereka
memilih tempat itu karena dirasa lebih tenang dan jauh dari kehidupan duniawi
sehingga merasa lebih khusyuk. Kegiatan ritual ini dilakukan tidak hanya pada
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
75
Bulan Sura saja, tetapi pada waktu-waktu tertentu seperti pada malam Selasa
Kliwon dan malam Jumat Kliwon. Seperti yang diungkapkan oleh Mbah Ali juru
kunci Gua Rahayu bahwa ritual labuhan berupa aneka sesaji yang dipersiapkan
dimaksudkan untuk membersihkan diri dari segala kesulitan, sial, atau ibarat baju
dicuci untuk dibersihkan kembali. Adapun sesaji itu berupa kemenyan, sekar
telon, jajanan pasar,tumpeng mugana, sayur kambing, kopi manis, kopi pahit, teh
manis, teh pahit, air putih, kelapa muda ijo. Sesaji tersebut diyakini sebagai
bentuk penghormatan kepada para leluhur, dan sebagai wasilah atau perantara doa
manusia kepada Gusti Allah. Ada keyakinan bahwa, doa yang tanpa syarat
diyakini akan tidak dikabulkan, sebaliknya doa yang dibarengi dengan syarat
tertentu akan dikabulkan (Wawancara dengan Witomiarso, 13 April 2017).
Selain ritual tersebut di atas, di desa Karangbenda ini masih ada bentuk
ritual Umum,yaitu 1) Selamatan masa tanam atau miwiti dilakukan dengan tujuan
agar tanaman yang akan mereka tanam nantinya menghasilkan panenan yang
banyak. Pemilik sawah/ ladang melakukan selamatan dengan menaruh sesaji di
sawah atau ladang yang sudah siap ditanami. Adapun bentuk sesajinya adalah
menyan, dupa yang dibakar dan beberapa jajan pasar.Sebagai tanda tempat sesaji
itu ditancapkan tangkai kayu atau bambu belah yang sudah lama dipakai. Tujuan
sesaji dan selamatan tersebut adalah minta kepada "Dewi Sri sing mbahureksa
tetanduran" (Dewi Sri yang melindungi tanaman) untuk menyampaikan keinginan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Posisi Dewi Sri dalam hal ini sebagai perantara
antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. 2) Selamatan masa panen
sebagai wujud rasa syukur dilakukan setelah masa panen selesai dengan harapan
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017
76
selamatan ini agar pada masa tanam yang akan datang bisa menghasilkan hasil
tanaman yang lebih baik. 3) Selamatan Rasulan yaitu selamatan dalam rangka
pindah atau menempati rumah baru agar rumah yang ditempati bisa
mendatangkan keberkahan dan keselamatan penghuninya (Wawancara dengan
Witomiarso, 13 April 2017).
Pelaksanaan Adat Istiadat..., Obet Eka Ciptadi, FKIP UMP, 2017