33
8 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Kecurangan II.1.1 Pengertian Kecurangan (Fraud) Kecurangan atau fraud didefinisikan oleh G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells (1993:3) sebagai berikut: “ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiverKecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial. Albrecht (2012:6) mengemukakan dalam bukunya “Fraud examination” menyatakan bahwa: fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations. No definite and invariable rule can be laid down as general proportion in defining fraud, as it includes surprise, trickery, cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries defining it are those which limit human knavery”. Dari pengertian kecurangan (fraud) menurut Albrecht, kecurangan adalah istilah umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan dilakukan oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan suatu manfaat dari orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan invariabel aturan dapat ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam mendefinisikan penipuan, karena mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak adil oleh yang lain adalah curang.

BAB II LANDASAN TEORI Kecurangan atau dan Joseph T.Wells ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00368-AK Bab2001.pdf · Fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum, dan audit investigatif

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Kecurangan

II.1.1 Pengertian Kecurangan (Fraud)

Kecurangan atau fraud didefinisikan oleh G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist

dan Joseph T.Wells (1993:3) sebagai berikut:

“ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver”

Kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat

keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius

yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh

manfaat dan merugikan korbannya secara financial.

Albrecht (2012:6) mengemukakan dalam bukunya “Fraud examination”

menyatakan bahwa:

“fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations. No definite and invariable rule can be laid down as general proportion in defining fraud, as it includes surprise, trickery, cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries defining it are those which limit human knavery”. Dari pengertian kecurangan (fraud) menurut Albrecht, kecurangan adalah istilah

umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan dilakukan

oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan suatu manfaat dari

orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan invariabel aturan dapat

ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam mendefinisikan penipuan, karena

mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak adil oleh yang lain adalah curang.

9

Hanya batas-batas yang mendefinisikan itu adalah orang-orang yang membatasi

kejujuran manusia .

Sedangkan definisi fraud menurut Black Law Dictionary ialah:

“1. A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when the conduct is willful) it may be a crime, 2. A misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act, 3. A tort arising from knowing misrepresentation, concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.” Yang diterjemahkan (tidak resmi), kecurangan adalah : 1. Kesengajaan atas salah

pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah

fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau

tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa

kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu

kejahatan; 2. penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa

perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi

atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat; 3. Suatu kerugian yang timbul

sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah (salah pernyataan),

penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang

mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya.

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi anti-

fraud terbesar di dunia dan sebagai penyedia utama pendidikan dan pelatihan anti-fraud.

ACFE mendefinisikan kecurangan (fraud) sebagai tindakan penipuan atau kekeliruan

yang dibuat oleh seseorang atau badan yang mengetahui bahwa kekeliruan tersebut

dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik kepada individu atau entitas atau

pihak lain.

10

II.1.2 Jenis-jenis Fraud

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa

Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang

pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai

tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam

beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu Sistem klasifikasi

mengenai hal-hal yang ditimbulkan oleh kecurangan

1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation)

Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta

perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah

dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined

value).

2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement)

Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau

eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi

keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial

engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh

keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.

3. Korupsi (Corruption)

Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan

pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang

terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya

lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor

integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat

11

dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis

mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik

kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak

sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic

extortion) ( Albrech, 2009).

Fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum, dan audit investigatif

biasanya melakukan pemetaan terhadap occupational fraud (fraud dalam hubungan

kerja) dalam proses investigasinya. Ada juga istilah lain yang sering kali digunakan

untuk menggambarkan suatu jenis fraud yakni kejahatan kelar putih atau white-collar

crime.

Secara skematis The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)

menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini

menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan

anak rantingnya, berikut adalah gambar fraud tree:

12

Gambar II.1 Fraud Tree

13

Di dalam tindakan korupsi terdapat contoh-contoh kecurangan yang berkaitan

dengan konflik kepentingan, yaitu:

1. Bribery atau penyuapan merupakan tindakan pemberian atau penerimaan sesuatu

yang bernilai dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan orang yang

menerima.

2. Kickback merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana penjual dengan ikhlas

memberikan sebagain hasil penjualanya kembali ke pembeli.

3. Bid rigging adalah skema dimana karyawan membantu sebuah vendor untuk

memenangkan suatu kontrak dengan perusahaan.

4. Illegal gratuities adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk

terselubung dari penyuapan.

Dalam tindakan asset misappropriation atau pengambilan aset secara illegal

terdapat berbagai 3 bentuk skema modus operandinya seperti yang digambarkan dalam

fraud tree. Skema tersebut adalah:

1. Skimming, yaitu pencurian atau penjarahan uang sebelum uang tersebut secara

fisik masuk ke perusahaan atau dicatat didalam pembukuan.

2. Larceny, yaitu pencurian atau penjarahan uang dimana uang tersebut secara fisik

telah masuk ke perusahaan, hal ini berkaitan erat dengan lemahnya pengendalian

internal suatu perusahaan.

3. Fraudulent disbursement, yaitu pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah.

Dan terbagi lagi dalam berbagai bentuk yaitu:

a. Billing scheme, yaitu skema dengan menggunakan proses billing atau

pembebanan tagihan sebagai sarananya. Pelaku mendirikan “perusahaan

bayangan” (shell company) yang seolah-olah sebagai vendor perusahaan.

14

b. Payroll scheme, yaitu skema permainan melalui pembayaran gaji. Dengan

cara membuat karyawan fiktif (ghost employee) atau dalam pemalsuan

jumlah gaji atau jumlah jam kerja.

c. Expense reimbursement schemes, yaitu skema dengan pembayaran kembali

biaya-biaya. Yaitu dengan cara menyamarkan jenis pengeluaran sehingga

perusahaan mau mengganti biaya tersebut atas pengeluaran yang tidak

diganti dan pengeluaran yang fiktif.

d. Check tampering, yaitu skema permainan melalui pelmasuan cek. Hal yang

dipalsukan bisa tanda tangan yang memiliki otoritas, atau endorsement-nya,

atau nama kepada siapa cek dibayarkan.

e. Register disibursement adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam cash

register. Yaitu dengan false refund yaitu, penggelapan dengan seolah-olah

ada pelanggan yang mengembalikan barang dan perusahaan memberikan

refund. Yang kedua adalah false void, hampir sama dengan false refund

namun yang dipalsukan adalah pembatalan penjualan.

f. Pass-through vendors, yaitu skema yang hampir sama dengan shell company,

tetapi dalam skema ini vendor mengirimkan barang yang dipesan, tetapi

harga yang dibayar terlalu tinggi. Pelaku membuat perusahaan semu untuk

menipu karyawan agar membayar sejumlah barang atau jasa yang dipesan

dan kelebihannya diambil untuk pelaku

Jenis kecurangan fraudulent Statement berkenaan dengan penyajian laporan

keuangan sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat, atau para LSM, namun tidak

menjadi perhatian akuntan forensik. Fraud dalam menyusun laporan keuangan dapat

berupa salah saji ( misstatement baik overstatement maupun understatement).

15

Albrecht (2012:400) mengungkapkan jenis-jenis kecurangan yang berkaitan

dengan penerimaan dan persediaan, sebagai berikut:

1. Related – party transaction, yaitu perjanjian bisnis yang dilakukan oleh kedua

belah pihak yang telah memiliki hubungan sebelumnya, sehingga timbul konflik

kepentingan.

2. Sham sales, yaitu berbagai jenis penjualan palsu.

3. Bill and hold sales, yaitu pemesanan atas barang yang masih disimpan oleh

pemasok, kecurangan ini terjadi karena pembeli belum siap membeli barang

tersebut.

4. Side agreements, adalah syarat dan perjanjian penjualan yang dibuat diluar dari

ketentuan yang biasanya, hal ini menjadi kecurangan, ketika perjanjian tersebut

merusak syarat dan ketentuan atas kontrak yang berjalan sehingga melanggar

kriteria pengakuan pendapatan.

5. Consignment sales, transaksi dimana salah satu perusahaan menahan dan

menjual barang yang dimiliki oleh perusahaan lain.

6. Channel stuffing, suatu praktik dimana pemasok membujuk konsumen untuk

membeli ekstra peersediaan dan tidak melakukan pengungkapan.

7. Lapping or kiting, praktik dimana penerimaan kas disalah-gunakan untuk

menyembunyikan penerimaan fiksi.

8. Redating or refreshing transaction, yaitu tindakan yang berhubungan dengan

mengubah tanggal penjualan.

9. Liberal return policies, yaitu tindakan memperbolehkan customer untuk

mengembalikan dan membatalkan penjualan di masa datang.

16

10. Partial shipment, adalah kecurangan yang melibatkan pencatatan penuh atas

penjualan ketikan barang yang diterima hanya sebagian.

11. Improper cutoff, terjadi ketika suatu transaksi dicatat di periode yang salah.

12. Round – tipping, kecurangan yang melibatkan penjualan aset yang tidak

digunakan dan menjanjikan akan membeli aset yang sama atau sejenis dengan

harga yang sama.

Albrecht (2012:447) juga mengungkapkan cara-cara untuk memanipulasi

liabilities, sebagai berikut:

1. Understating account payable, yang dapat dilakukan dengan kombinasi dari

tidak mencatat pembelian atau mencatat pembelian setelah akhir tahun,

melebihkan retur pembelian atau diskon pembelian, dan membuat liabities

seolah-olah telah dibayar atau dihapus.

2. Understating accrued liabilities, tidak melakukan pencatatan atas accrued

liabities yang seharusnya dilakukan di akhir tahun.

3. Recognizing unearned revenue (liability) as earned revenue, perusahaan yang

menerima pembayaran dimuka akan melakukan pencatatan atas penerimaan dan

mengakui pendapatan daripada mengakui sebagai kewajiban.

4. Underrecording future obligation, tindakan menurunkan pencatatan kewajiban

berupa garansi atau service.

5. Not recording or underrecording various type of debt, dapat berupa tindakan

tidak mencatat atau merendahkan hutang kepada pihak ketiga, melakukan

peminjaman tapi tidak dilakukan pengungkapan, tidak mencatat pinjaman yang

terjadi, dan mengakui bahwa hutang yang ada telah dilupakan dan dihapus oleh

kreditor.

17

II.1.3. Fraud Triangle

Donald R. Cressey yang dikutip oleh Tuanakotta (2010) membuat suatu model

klasik untuk menjelaskan occupational offender atau pelaku fraud dalam hubungan

kerja, dan penelitian tersebut diterbitkan dengan judul People’s Money: A Study in the

Social Physicology of Emblezzment dengan hipotesis terakhir:

“Trusted person become trust violators when they conceive of themselves as having a financial problems can be secretly resolved by violation of the position of financial trust, and are able to apply to their own conduct in that situation verbalizations which enable them to adjust their conception of themselves as trusted person with their concenptions of themselves as users of the entrusted funds or property.” yang berarti bahwa orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika

ia melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidak

dapat diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara diam-diam

dapat diatasi dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemegang kepercayaan di

bidang keuangan, dan tindak tanduk sehari-hari memungkinkan menyesuaikan

pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang bisa dipercaya dalam

menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan.

Dalam perkembangan selanjutnya hipotesis ini dikenal sebagai fraud triangle

atau segitiga kecurangan seperti dalam gambar dibawah ini:

Gambar II.2 Fraud Triangle

18

Fraud Triangle tersebut menunjukkan bahwa seseorang melakukan kecurangan

didasarkan atas 3 faktor tersebut, yaitu:

1. Pressure (tekanan). Cressey mempercayai bahwa pelaku kecurangan bermula

dari suatu tekanan yang menghimpitnya. Pelaku mempunyai kebutuhan

keuangan yang mendesak, yang tidak diceritakan kepada orang lain. Konsep

yang penting disini adalah tekanan yang menghimpit hidupnya (kebutuhan akan

uang), padahal ia tidak bisa berbagi dengan orang lain.

2. Opportunity (Kesempatan). Pelaku kecurangan memiliki persepsi bahwa ada

peluang baginya untuk melakukan kejahatan tanpa diketahui orang lain. Cressey

berpendapat bahwa ada dua komponen dari persepsi tentang peuang. Yang

pertama, general information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan

yang mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi.

Pengetahuan ini dapat diperoleh dari apa yang ia dengar atau yang ia lihat.

Kedua adalah technical skill atau keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk

melaksanakan kecurangan tersebut.

3. Razionalization atau mencari pembenaran sebelum melakukan kecurangan bukan

sesudah. Pembenaran merupakan bagian yang harus ada di dalam tindakan

kejahatan itu sendir, bahkan merupakan bagian dari motivasi pelaku.

II.2. Audit

II.2.1. Pengertian Audit

Menurut William C.Boynton, Raymond N.Johnson dan Welter G.Kell yang

diterjemahkan oleh Budi. S.I (2003:5) definisi dari audit adalah:

19

“Auditing sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan, peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteris yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak yang berkepentingan”.

Sedangkan Arens et al. (2003:11) melihat dari sudut pandang pelaksanan audit,

yaitu bahwa audit harus dilakukan oleh seseorang yang memiliki kompetensi dan

seseorang yang independen:

“Auditing is accumulation and evaluation of evidence about information to

determine and report on the degree of correspondence between the information and

established criteria. Auditing should be done by competent and independent person”.

II.2.2 Audit Kecurangan

Association of Certified Fraud Examiner seperti yang dikutip oleh Amin

Widjaya (2008), mendefinisikan audit kecurangan sebagai berikut:

“ Fraud Auditing is an intial approach (proactive) to detecting financial fraud,

using accounting records and information, analytical relationship, and an awareness of

fraud perpetration and concealment efforts”.

Yang diartikan audit kecurangan merupakan suatu pendekatan awal (proaktif)

untuk mendeteksi penipuan keuangan, dengan menggunakan catatan akuntansi dan

infromasi, hubungan analistis dan kesadaran perbuatan penipuan dan upaya

penyembunyian.

II.3. Modus Operandi

"Modus operandi" berasal dari bahasa Latin, yang berarti prosedur atau cara

bergerak atau berbuat sesuatu. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan

20

modus sebagai (1) cara; (2) lingkungan bentuk verba yang mengungkapkan suasana

kejiwaan sehubungan dengan perbuatan menurut tafsiran pembicara tentang apa yg

diucapkannya; (3) nilai yg paling besar frekuensinya dl suatu deretan nilai; (4) angka

statistik yg paling sering muncul dalam populasi atau sampel.

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan mendefinisikan modus operandi

sebagai cara seseorang atau sekelompok orang melakukan suatu perbuatan tindak

kecurangan (penyimpangan). Perbuatan yang dimaksud dapat dikelompokkan dalam

berbagai bentuk cara, saat, rekayasa, dan keanekaragaman terjadinya suatu

penyimpangan

II.4. Sistem Pengendalian Internal

II.4.1. Pengertian Pengendalian Internal

Definisi COSO tentang pengendalian intern sebagai berikut:

“Internal control is process, affected by entility’s board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: Effectiveness and efficiency of operations, Realibillty of Financial Reporting, and Compliance with Applicable laws and regulations”. Mulyadi (2002:181) mendefinisikan sistem pengendalian internal sebagai

berikut:

“Sistem Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan

komisaris, manajemen, dan personil lain, yang didesain untuk memeberikan keyakinan

memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yakni keandalan pelaporan keuangan,

kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efesiensi operasi.

21

II.4.2. Komponen Pengendalian Internal

Menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission

(COSO) terdapat 5 komponen di dalam pengendalian internal yang saling terkait, yaitu:

1. Lingkungan pengendalian (control environment)

Faktor-faktor lingkungan pengendalian mencakup integritas, nilai etis, dan

kompetensi dari orang dan entitas, filosofi manajemen dan gaya operasi, cara

manajemen memberikan otoritas dan tanggung jawab serta mengorganisasikan

dan mengembangkan orangnya, perhatian dan pengarahan yang diberikan oleh

board.

2. Penilaian risiko (risk assessment)

Mekanisme yang ditetapkan untuk mengindentifikasi, menganalisis, dan

mengelola risiko-risiko yang berkaitan dengan berbagai aktivitas di mana

organisasi beroperasi.

3. Aktivitas pengendalian (control activities)

Pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan

oleh manajemen untuk membantu memastikan bahwa tujuan dapat tercapai.

4. Informasi dan komunikasi (informasi and communication)

Sistem yang memungkinkan orang atau entitas, memperoleh dan menukar

informasi yang diperlukan untuk melaksanakan, mengelola, dan mengendalikan

operasinya.

5. Pemantauan (monitoring)

Sistem pengendalian internal perlu dipantau, proses ini bertujuan untuk menilai

mutu kinerja sistem sepanjang waktu. Ini dijalankan melalui aktivitas

22

pemantauan yang terus-menerus, evaluasi yang terpisah atau kombinasi dari

keduanya.

II.4.3. Hubungan Pengendalian Internal dan Kecurangan

Audit internal sangat erat berkaitan dengan masalah pencegahan tindak

kecurangan (fraud) di dalam perusahaan. Adanya audit internal dalam suatu perusahaan

diyakini bermanfaat dalam membantu mencegah terjadinya kecurangan. Namun

demikian, audit internal tidak bertanggung jawab atas terjadinya kecurangan, meskipun

audit internal merupakan pihak yang memiliki kewajiban yang paling besar dalam

masalah pencegahan kecurangan.

kecurangan (fraud) dapat dikurangi bahkan dicegah dengan menciptakan iklim

budaya jujur, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu pencegahan

kecurangan dapat dihilangkan dengan menghilangkan peluang untuk melakukan

kecurangan, misalnya dengan menanamkan kesan bahwa setiap tindakan kecurangan

akan mendapat sanksi setimpal.

Audit internal harus dapat memastikan apakah kecurangan itu memang ada atau

tidak. Untuk memastikannya, audit internal akan melakukan evaluasi terhadap sistem

pengendalian internal yang dibuat manajemen dan aktivitas karyawan perusahaan

berdasarkan kriteria yang tepat untuk merekomendasikan suatu rangkaian tindakan

kepada pihak manajemen. Disamping itu, audit internal harus mempunyai alat

pengendalian yang efektif sehinga sehingga kecurangan dapat cegah sedini mungkin.

23

II.5. Teknik Audit Kecurangan

Audit kecurangan atau audit investigatif diarahkan lebih ke pembuktian ada atau

tidak adanya fraud dan perbuatan melawan hukum lainnya, oleh karena itu lebih

memusatkan kepada 5W (what, where, when, who, why) dan 1H (how). Audit

investigatif juga menggunakan teknik audit yang biasa dilakukan dalam audit laporan

keuangan, namun di dalam audit investigatif teknik-teknik audit lebih bersifat

eksploratif, mencari “wilayah garapan” atau probing (contohnya dengan reviu analitikal)

maupun pendalaman (contohnya dengan konfirmasi atau dokumentasi), sehingga sangat

diperlukannya review analitikal pada awal investigasi untuk perbandingan antara apa

yang akan dihadapi dengan apa yang layak seharusnya terjadi dan berusaha menjawab

sebab terjadinya kesenjangan. Tuanakotta (2010) mengungkapkan teknik audit yang

lazim digunakan di dalam audit investigatif adalah sebagai berikut:

1. Memeriksa fisik dan mengamati (physical examination)

Memeriksa fisik dapat diartikan sebagai penghitungan kembali asset yang berupa

uang tunai (mata uang rupiah maupun asing), kertas berharga, persediaan barang,

aset tetap, dan barang berwujud lainnya. Mengamati sendiri diartikan sebagai

pemanfaatan indera untuk mengetahui sesuatu. Contohnya, terdapat suatu

kontrak biaya pengecetan gedung Pentagon, investigator dapat melakukan

pemeriksaan fisik atas luas bidang dinding yang dicat yang ternyata jauh berbeda

dengan yang tertulis di kontrak, lalu dalam kontrak kerja juga meliputi

pengerjaan gorong-gorong air yang memang tidak perlu dicat, dan pada akhirnya

investigator membuktikan bahwa kontraktor dan building engineer melakukan

kolusi yang merugikan Pentagon.

2. Meminta informasi dan konfirmasi (confirmation)

24

Di dalam audit investigatif, permintaan konfirmasi harus dibarengi, diperkuat,

atau dikolaborasikan dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat dengan

cara lain.

3. Memeriksa dokumen (documentation)

Pemeriksaan dokumen pasti dilakukan didalam audit investigatif, tetapi dengan

kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi

yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis (digital).

4. Review analitikal (analytical review)

a. Menganalisa kemampuan perusahaan yang diaudit dengan

membandingkannya dengan perusahaan saingannya yang seukuran dan

melakukan perbandingan dalam perusahaan yang diaudit atas hal yang sama

pada masa sekarang dengan masa lalu.

b. Membandingkan anggaran dengan realisasi dengan perlunya pemahaman

mekanisme anggaran, evaluasi atas pelaksanaan anggaran dan insentif

(keuangan maupun non-keuangan) yang terkandung dalam sistem

anggarannya.

c. Melakukan analisis vertikal dan horizontal yang merupakan analisis rasio

atas laporan keuangan.

d. Melihat hubungan antara satu data keuangan dengan data keuangan lainnya

dengan melakukan perbandingan antar akun, contohnya penjualan dengan

piutang, penjualan dengan rata-rata persedian, dan lainnya.

e. Menggunakan data non-keuangan dengan review analitikal adalah mengenal

pola hubungan, relationship-pattern. Contohnya, hubungan antara jumlah

pupuk yang digunakan dengan hasil produksi.

25

f. Regresi atau analisis trend dengan data historical yang memadai.

g. Menggunakan indikator ekonomi makro.

5. Menghitung kembali (reperformance)

Menghitung kembali tidak lain dari mengecek kebenaran perhitungan. Dalam

audit investigatif, perhitungan yang dihadapi umumnya lebih kompleks dari audit

laporan keuangan karena didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumit,

mungkin sudah terjadi perubahan dan renegosiasi.

II.5.1. Spesifik Red flags dan Metode Penemuan Kecurangan

Singleton T., Singleton A., Bologna, Lindquist (2006;131) mengungkapkan

beberapa metode yang dilakukan untuk mengungkapkan atau menemukan kecurangan

dengan skema/modus operandi sesuai dengan red flags (tanda/indikasi) yang muncul

atau terlihat, yaitu:

1. Skema Laporan Keuangan

Red flags yang terdapat pada seluruh jenis modus operandi kecurangan laporan

keuangan antara lain:

a. Adanya ancaman kepada stabilitas dan profitabilitas keuangan yang timbul

dari ekonomi, industri atau kondisi operasional.

b. Tekanan yang berlebihan di manajemen untuk memenuhi permintaan

keuangan yang agresif.

c. Adanya bukti bahwa eksekutif atau dewan komisaris memiliki

ketergantungan pribadi kepada performa entitas.

d. Tingginya kompleksitas transaksi atau hubungan dengan pihak ketiga.

e. Pengawasan yang tidak efektif dari eksekutif.

26

f. Struktur organisasi yang kompleks dan tidak menentu.

g. Kurangnya internal controls, khususnya kondisi yang dilaporkan.

h. Meningkatnya gross margin yang tidak beralasan, khususnya ketika

dibandingkan dengan rata-rata industry.

i. Pada masa ini memiliki negative cash flow dari aktivitas operasi, khususnya

ketika disandingkan dengan peningkatan profit dan keseluruhan positive cash

flow.

j. Profit yang tidak biasa, khususnya apabila sangat jauh di atas rata-rata

industri.

k. Transaksi yang signifikan dengan pihak terkait, khususnya ketika pihak

terkait tersebut tidak diaudit atau diaudit oleh kanto akuntan publik lain.

l. Transaksi yang signifikan, tidak biasa, atau sangat kompleks pada saat akhir

tahun pelaporan.

m. Jumlah penjualan yang signifikan kepada entitas yang tidak diketahui bentuk

dan pemiliknya.

n. Peningkatan pendapatan yang tidak biasa dari unit bisnis minoritas.

Metode yang digunakan untuk mendeteksi kecurangan dari red-flags tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Analisis vertikal dan horizontal atas laporan keuangan.

b. Analisis rasio, terutama trend pada beberapa tahun terakhir.

c. Analisi 5 Ratio manipulasi pendapatan Beneisch.

d. Price/earning ratio yang tidak masuk akal.

e. Auditor keuangan menggunakan SAS No.99

27

2. Skema Korupsi

Terdapat 4 sub-kategori modus operandi kecurangan dalam korupsi. Skema

korupsi selalu dilakukan oleh dua pihak, walapun salah satunya tidak ingin.

Berikut adalah red flags dan metode deteksi kecurangan korupsi:

a. Konflik kepentingan

Kecurangan konflik kepentingan melibatkan seorang karyawan yang

memiliki hubungan dengan pihak ketiga yang dari karyawan dan/atau pihak

ketiga tersebut mendapat keuntungan. Red flags termasuk:

1) Jumlah transaksi yang besar kepada satu vendor tertentu.

2) Penemuan hubungan antara karyawan dengan pihak ketiga yang

sebelumnya tidak diketahui.

3) Pembagian tugas yang lemah dalam penandatanganan kontrak dan

penyetujuan invoices.

Metode deteksi kecurangan yang dilakukan:

1) Klasifikasi transaksi berdasarkan vendor dan melakukan pemeriksaan

atas jumlah yang tidak biasa dan lebih besar yang dari yang diperkirakan.

2) Investigasi acak atas seluruh vendor, termasuk pemiliki, pemiliki saham

mayoritas, dan hubungan lainnya dengan karyawan.

3) Reviu atas kontrak dan penyetujuan invoices secara periodik, meskipun

hanya satu sampel setiap audit.

4) Verifikasi keaslian dari vendor sebagai bagian dari internal control,

meskipun hanya satu sampel.

28

b. Penyuapan (Bribery)

Penyuapan melibatkan pembayaran untuk mempengaruhi karyawan agar

mendapatkan bisnis untuk vendor agar terjadi pembayaran, kecurangan

dalam kelompok ini termasuk kickbacks, bid rigging, dan lainnya. Red flags

dapat berupa:

1) Gaya hidup karyawan yang berubah.

2) Penemuan adanya hubungan antara karyawan dengan vendor.

3) Lemahnya pembagian tugas dalam penyetujuan vendor dan invoices.

Metode deteksi kecurangan yang dilakukan:

1) Rotasi tugas atas penyetujuan kontrak dan/atau vendor, dan tanggung

jawab lelang.

2) Pembagian tugas dalam penyetujuan kontrak dan/atau vendor, dan

tanggung jawab lelang.

c. Pemerasan

Pada dasarnya, pemerasan adalah kebalikan dari penyuapan. Vendor tidak

memberikan suap, tetapi adanya permintaan dari karyawan kepada vendor.

Red flags dan metode deteksinya sama dengan penyuapan.

d. Kick backs

Kick backs adalah pembayaran kembali. Tindak kolusi antara karyawan

dengan vendors dengan meninggikan harga kemudian memberikan kelebihan

tersebut kepada karyawan. Albrecht (2012:171) mengungkapkan Red flags

dapat berupa:

1) meningkatkan harga lebih besar agar jumlah meningkatkan pembelian

dari vendor disukai

29

2) Penurunan pembelian dari vendor lain.

3) penurunan kualitas barang.

4) Pembeli tidak berhubungan baik dengan pembeli lain dan vendor.

5) Kebiasaan kerja Pembeli berubah secara tak terduga

6) Semua transaksi dengan satu pembeli dan satu vendor

7) Penggunaan vendor tidak disetujui

Dan metode deteksi yang diungkapkan Albrecht (2012:212) dapat dilakukan

dengan:

1) Periksa personil pegawai atas catatan untuk bukti utang, kesulitan

keuangan lain, atau memiliki masalah sebelumnya

2) Lakukan "audit khusus" dari fungsi pembelian untuk memeriksa tren dan

perubahan harga dan pembelian volume dari berbagai vendor.

3) Pencarian bukti komunikasi baik surat maupun bukti elektronik lainnya

antara pegawai dengan vendor luar, spreadsheet, atau catatan lain yang

berkaitan dengan kick backs tersebut.

4) Pencarian atas catatan publik dan sumber lain untuk mengumpulkan bukti

tentang gaya hidup tersangka.

5) Melakukan pengawasan atau operasi rahasia lainnya.

6) Mewawancarai mantan pembeli dan vendor tidak berhasil.

7) Wawancara pembeli saat ini, dan, jika tidak ada kolusi dengan pegawai

dicurigai, maka lakukan wawancara dengan atasan tersangka.

8) Bersamaan mewawancarai pembeli yang dicurigai dan vendor yang

dicurigai.

30

3. Skema Penyelewengan Aset

Penyelewengan aset adalah tipe skema kecurangan yang paling umum dan

meliputi pencurian atau salah penggunan atas aset, biasanya uang kas. Terdapat

beberapa kategori yang termasuk penyelewengan aset. Berikut adalah kategori

dan red flags serta metode deteksi yang digunakan:

a. Larceny

Pencurian uang adalah pengambilan uang yang dilakukan karyawan dan

terjadi setelah adanya pencatatan didalam jurnal, termasuk uang kas dan cek.

Dalam kategori ini Red flags dapat berupa:

1) Penurunan jumlah uang deposit di bank yang tidak biasa dan tidak

dijelaskan.

2) Perbedaan antara catatan akuntansi atau catatan aktifitas dengan

pernyataan informasi dari bank.

3) Perubahan gaya hidup dari karyawan.

Metode deteksi yang dapat dilakukan:

1) Investigasi kekurangan atas isi lemari kas, deposit dan lainnya.

2) Investigasi catatan penjualan yang hilang atau diubah.

3) verifikasi deposit di bank dengan pencatatan di jurnal umum oleh dua

orang yang independen.

4) Menjaga dan reviu jumlah kas yang tersedia harian.

5) Meyakinkan bahwa deposit in transit yang pertama dijelaskan dalam

pernyataan selanjutnya.

6) Melakukan penghitungan uang kas tiba-tiba.

31

7) Reviu kas dan cek rasio atas deposit bank harian.

8) Reviu deret waktu deposit dari lokasi terpencil ke fungsi bendahara pusat.

9) Observasi penerimaan kas dari seluruh point pemasukan.

b. Skema Pembayaran

i. Shell company

Di dalam skema Shell company pelaku membuat perusahaan palsu untuk

mengalihkan cek dari karyawan ke pelaku. Dalam kategori ini Red flags

dapat berupa:

1) Hanya menggunakan PO.Box untuk alamat.

2) Lemahnya data kontak yang cukup seperti nomor yang tidak dapat

dihubungi.

3) Menggunakan invoices yang dibuat excel oleh vendor.

4) Nomor invoces dari vendors yang urut.

5) Amalat yang sesuai dengan alamat karyawan.

6) Menggunakan angka yang dibulatkan untuk jumlah invoices.

7) Pembelian barang yang aneh atau tidak sesuai.

8) Lemahnya detai dari invoices.

9) Lipatan yang tidak teratur dari vendor yang sama.

10) Tidak ada nomor pajak penjualan yang seharusnya.

11) Peningkatan cost of good sold yang tidak wajar dan tidak diperkirakan.

12) Vendor yang secara konsisten mendapatkan pembayaran lebih cepat

dibanding vendor yang lain.

13) Berlakunya tips dan complaints, khususnya dari karyawan yang bisa

menelusuri kecurangan atau bukti dari kecurangan.

32

14) Catatan untuk biaya khusus atau ekstra.

Metode deteksi yang dapat dilakukan:

1) Sorting pembayaran berdasarkan vendor, jumlah, dan invoice number.

2) Biaya yang melebihi anggaran, terutama yang sama persis dua kali.

3) Pemeriksaan jumlah biaya dalam akun biaya yang besar, pelaku

kecurangan sering memasukkan biaya kedalam akun biaya yang besar

untuk menutupi tindakan kriminalnya.

4) Analisis horizontal.

5) Verifikasi invoices dari vendor penyedia jasa.

6) Test turn around time dari penerimaan atas pembayaran invoice.

7) Verifikasi keabsahan vendor dengan melihat nomor kontak atau situs

online-nya di website.

8) Bertanya kepada departemen negara tentang file perusahaan dan melihat

kesamaan alamat dan kontak perusahaan dengan karyawan.

9) Reviu atas cek yang dibatalkan.

10) Cetak daftar vendor secara alphabet dan mencari dua vendor atau lebih

yang memiliki kesamaan identikal nama dan data.

ii. Pass through vendor

Skema ini mirip dengan shell company, tetapi dalam skema ini vendor

mengirimkan barang yang dipesan, tetapi harga yang dibayar terlalu tinggi.

Pelaku membuat perusahaan semu untuk menipu karyawan agar membayar

sejumlah barang atau jasa yang dipesan dan kelebihannya diambil untuk

pelaku.

Red flags sama dengan shell company ditambah:

33

1) Info dari karyawan bahwa entitas membayar terlalu banyak untuk

beberapa produk atau jasa.

2) Bukti bahwa harga tinggi atas beberapa barang atau jasa.

3) Menurunya profit dan meningkatnya harga pokok penjualan.

4) Unfavorable variances dalam laporan performa.

5) lemahnya pengendalian internal, khususnya lemahnya pembagian tugas.

Metode deteksi termasuk beberapa dari metode deteksi untuk shell

company dan ditambah:

1) pemeriksaan atas seluruh invoices yang berada di bawah tingkat

persetujuan, dan dipilah sesuai vendor dan karyawan yang meneima

invoices.

2) Perbandingan harga pasar dengan harga harga di dalam invoices, dengan

menggunakan CAAT dan beberapa penelitian.

3) Reviu invoices atas apa yang dibeli dan harganya.

iii. Personal purchase

Pembelian pribadi adalah tindak kecurangan yang sederhana, pelaku

membuat perusahaan membayar untuk kepentingan pribadinya. Dalam

kategori ini Red flags dapat berupa:

1) Aktifitas yang tidak biasa dan tidak dapat dijelaskan didalam kartu kredit

perusahaan.

2) Pembelian barang yang tidak biasa.

3) Secara konsisten terdapat overbudget dana untuk karyawan.

4) Pola pembelian dibawah reviu.

Metode deteksi yang dapat dilakukan:

34

1) Spot-checking biaya di kartu kredit, dan melihat barang dan vendor yang

tidak biasa.

2) Melakukan audit tiba-tiba terhadap karyawan yang melakukan otorisasi

dalam penggunaan kartu kredit atau tanda tangan cek.

3) Melakukan pemeriksaan atas unfavorable balances dalam laporan

peforma.

4) Analisa tren pembayaran vendor.

5) Melakukan ekstraksi semua pembelian tanpa purchase order, dan

meringkas berdasarkan vendor dan karyawan.

iv. Check-tampering

Pemalsuan cek melibatkan penggunaan cek perusahaan dalam satu cara atau

lainnya untuk menghasilkan uang dari korban. Dalam kategori ini Red flags

dapat berupa:

1) Kelebihan jumlah cek kosong.

2) Kehilangan cek.

3) Bukan cek gaji dimana keryawan adalah orang yang dibayar.

4) Perubahan jumlah atau orang yang dibayar dalam cek yang dibatalkan.

5) Penggantian atau penggandaan pengesahaan di pembatalan cek.

6) Orang dan alamat yang dipertanyakan.

7) Nomor cek yang ganda dan di luar urutan.

Metode deteksi yang dapat dilakukan:

1) Secara periodik merotasi orang yang menangani dan mengkode cek.

35

2) Memiliki pernyataan dari bank yang terpisah dari dari pecatatan hutang.

Melakukan reviu atas pernyataan cek yang dibatalkan, sebelum dilakukan

rekonsiliasi bank.

v. Skimming

pencurian atau penjarahan uang terjadi sebelum adanya pencatatan di jurnal,

karena ini merupakan kecurangan diluar pencatatan maka tipe kecurangan ini

yang paling sulit dideteksi. Salah satu metode deteksi kecurangan ini adalah

“ invigilation” atau pengawasan. Skema individu pencurian adalah skema

penjualan (penjualan yang tidak dicatat, understate pernjualan), skema

piutang ( skema penghapusan, skema lapping) dan skema refund. Dalam

kategori ini Red flags dapat berupa:

1) Penerimaan dibawah perkiraan.

2) Aktual profit dibawah proyeksi.

3) Gross margin secara signifikan kurang dari proyeksi.

Metode deteksi yang dapat dilakukan:

1) Pengawasan terhadap karyawan (contoh: kamera diatas kasir)

2) Investigasi kesenjangan antara penerimaan.

3) Checking pencatatan atas transaksi bukan penjualan, batal, atau

pengembalian yang berlebih.

4) Membuat tanda di kasir bahwa customer harus menerima bukti

pembayaran.

5) Menggunakan metode pengawasan atas uang yang hilang atau untuk

menentukan apakan skimming terjadi.

6) Mengukur perbedaan penerimaan dari karyawan dengan shift.

36

7) Membuat pro-forma income statement, dengan menggunakan harga

pokok dan standar markup untuk menentukan jumlah penjualan yang

seharusnya ada.

8) Melakukan audit tiba-tiba atau penghituangan uang kas setelah akhir

shift.

vi. Skimming – Receivebles: Lapping

Lapping adalah skema penjarahan piutang sebelum dicatat. Lapping piutang

lebih sulit untuk disembunyikan dibanding skimming uang kas karena

customer diperkirakan telah dikredit dengan pembayaran atas satu akun.

Dalam kategori ini Red flags dapat berupa:

1) Customer mengeluh mengenai pembayaran yang dicatat terlalu lama dari

cek yang diberikan.

2) Meningkatnya kejahatan di piutang atau spesifik customer, meningkatnya

number-of-days piutang.

3) Karyawan yang menggunakan waktu lebih lama, biasanya untuk menjaga

pencatatan terpisah atas lapping system.

Metode deteksi yang dapat dilakukan:

1) Follow-up customer complaints atas penundaan pencatatan cek piutang

dalam personal piutang.

2) Menggunakan analisa tren number-of-days piutang dari unit bisnis atau

piutang.

3) Konfirmasi independen atas saldo piutang.

4) Melakukan audit tiba-tiba atau penghitungan uang kas.

37

5) Klasifikasi write-off dan memo kredit

6) Melihat karyawan yang menggunakan waktu kerja yang lebih lama.

7) Melakukan perbandingan tanggal pencatatan pembayaran piutang dengan

tanggal di cek pembayaran.

II.5.2. Investigasi Pengadaan

Tuannakota, M. Theodorus (2010:165) mengungkapkan cara-cara investigasi

pengadaan melalui 3 tahapan didalam sistem pengadaan atau tender. Tahapan dan gejala

fraud serta metode deteksi kecurangan tersebut antara lain:

1. Tahap Pra-tender

Didalam tahapan ini umumnya merupakan kegiatan pemahaman kebutuhan

lembaga atau perusahaan akan barang dan jasa yang ingin dibeli,

pengumuman mengenai niat pembelian dan pembuatan kontrak, penyusunan

spesifikasi barang dan penentuan kriteria pemenang vendor. Skema

kecurangan yang terjadi biasanya dalam penentuan kebutuhan dan penentuan

aspek. Pemasok memberikan suap kepada pegawai karena telah menentukan

barang yang akan dipasok dan dalam spesifikasinya pegawai memberikan

wewenang kepada pemasok untuk menentukan kebutuhan lembaga. Dalam

kategori ini Red flags dapat berupa:

a. Orang dalam memberikan informasi atau nasihat yang menguntungkan

satu kontraktor.

b. Pembeli menggunakan jasa konsultasi, masukan, atau spek yang dibuat

oleh kontraktor yang diunggulkan.

38

c. Pembeli membolehkan konsultan yang ikut dalam penentuan dan

pengembangan spek.

d. Biaya dipecah-pecah dan disebar ke bermacam-macam akun atau

perincian sehingga lolos dari pengamatan.

e. Pejabat sengaja membuat spek yang tidak konsisten dengan spek

sebelumnya untuk pengadaan serupa.

2. Tahapan penawaran

Beberapa skema kecurangan didalam penawaran antara lain:

a. Melakukan kecurangan atas dokumen penawaran, penerimaan penawaran

secara tidak wajar, mengubah dokumen secara tidak sah, mengatur harga

penawaran, memalsukan berita acara dan dokumen proses tender lainnya.

b. Persengkokolan antara pembeli dengan pemasok (bid-rigging)

c. Tender arisan dengan menentukan pemenang tender sebelum dibuka

penawaran.

d. Menghalang-halangi penyampaian dokumen penawaran dari peserta lain.

e. Menyampaikan dokumen penawaran pura-pura dengan harga relatif lebih

tinggi, agar penawaran lebih ramai dan terlihat sah.

f. Memasukkan dokumen penawaran hantu, yaitu dengan cara perusahaan

membuat perusahaan lain yang bohong-bohongan, padahal dari satu

pemilik perusahaan yang sama.

g. Permainan harga, yaitu dengan cara setelah terpilih dalam proses

negosiasi ia “menafsirkan kembali” data harganya..

39

3. Tahap Pelaksanaan.

Di dalam tahap ini meliputi kegiatan perubahan dalam order pembelian, dan

review yang tepat waktu atas bagian pekerjaan yang sudah selesai dikerjakan

dan bagian mana hak kontraktor menerima pembayaran. Skema yang terjadi

antara lain:

a. Pengiriman barang yang mutunya lebih rendah.

b. Pengiriman barang yang belum diuji.

c. Pemalsuan hasil pengujian.

d. Pengiriman barang palsu.

e. Pemalsuan sertifikasi.

f. Pembuatan sampel khusus, tetapi sebagian besar produk yang dikirim

tidak sebaik sampel.

g. Pemindahaan tags yang bertanda “sudah diperiksa” dari barang yang

sudah diperiksa ke barang yang belum diperiksa.

h. Penggantian dengan barang-barang yang kelihatannya sama.

Untuk mendeteksi skema diatas, metode yang dapat dilakukan adalah:

a. Pengecekan secara rutin dan kunjungan dadakan.

b. Mereviu laporan inspeksi secara cermat.

c. Reviu dokumen dan bandingkan dengan produk atau jasa yang diterima

untuk memastikan kepatuhan.

d. Penilaian atas barang dan jasa yang diserahkan untuk memastikan bahwa

ketentuan yang disepakati telah dipenuhi.

40

II.6. Tindak Pidana Korupsi

Suatu temuan audit dikatakan sebagai tindak pidana korupsi sesuai pasal 2 UU

No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 apabila yang memenuhi unsur:

1. Melawan hukum.

2. Memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi.

3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dan sesuai pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 apabila

yang memenuhi unsur:

1. Menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada.

2. Menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain atau suatu korporasi.

3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.