95
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Membolos 1. Pengertian Membolos Perilaku membolos dapat dimasukkan sebagai salah satu bagian dari kenakalan remaja. Masalah ini berkaitan dengan pelanggaran norma hukum dan norma-norma sosial. Dalam hal ini siswa yang melakukan pelanggaran terhadap aturan atau norma atau tata tertib yang diterapkan di sekolah. Membolos menurut Poerwadarminto W.J.S (1986) diartikan sebagai tidak masuk sekolah yaitu siswa yang absen dari sekolah tanpa izin dan tanpa sepengetahuan dari orang tua, meninggalkan sekolah atau tidak masuk sekolah dari awal pelajaran sampai akhir. Menurut Simandjuntak (1975) membolos juga dapat diartikan sebagai bentuk penarikan diri dari kenyataan di sekolah untuk menghindari tugas-tugas sekolah yang dirasakan tidak menyenangkan. Menurut Apriyatni (2006) membolos sering terjadi tidak hanya saat ingin berangkat sekolah, namun saat jam pelajaran ketika dimulai pun terkadang ada siswa yang memanfaatkan waktu untuk membolos. Keinginan membolos ini bermacam-macam, ada yang sekedar

BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Membolos

1. Pengertian Membolos

Perilaku membolos dapat dimasukkan sebagai salah satu bagian

dari kenakalan remaja. Masalah ini berkaitan dengan pelanggaran norma

hukum dan norma-norma sosial. Dalam hal ini siswa yang melakukan

pelanggaran terhadap aturan atau norma atau tata tertib yang diterapkan di

sekolah.

Membolos menurut Poerwadarminto W.J.S (1986) diartikan

sebagai tidak masuk sekolah yaitu siswa yang absen dari sekolah tanpa

izin dan tanpa sepengetahuan dari orang tua, meninggalkan sekolah atau

tidak masuk sekolah dari awal pelajaran sampai akhir. Menurut

Simandjuntak (1975) membolos juga dapat diartikan sebagai bentuk

penarikan diri dari kenyataan di sekolah untuk menghindari tugas-tugas

sekolah yang dirasakan tidak menyenangkan.

Menurut Apriyatni (2006) membolos sering terjadi tidak hanya saat

ingin berangkat sekolah, namun saat jam pelajaran ketika dimulai pun

terkadang ada siswa yang memanfaatkan waktu untuk membolos.

Keinginan membolos ini bermacam-macam, ada yang sekedar

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

9

menghilangkan rasa suntuk karena pelajaran di sekolah atau sedang

mempunyai masalah pribadi yang membuat siswa tidak berkonsentrasi

belajar di sekolah. Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan

siswa, yang jika tidak segera diselesaikan atau dicari solusinya dapat

menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu, penanganan

terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius.

Menurut Yuli Setyowati (2004) bahwa pengertian membolos

adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh siswa dalam bentuk

pelanggaran tata tertib sekolah dengan cara atau meninggalkan sekolah

pada jam pelajaran tertentu, meninggalkan pelajaran sampai akhir

sepanjang hari yaitu dari awal pelajaran sampai akhir pelajaran guna

menghindari pelajaran efektif tanpa ada keterangan yang dapat diterima

oleh pihak sekolah atau dengan keterangan palsu.

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa perilaku membolos

adalah tindakan yang dilakukan oleh siswa dalam bentuk pelanggaran tata

tertib yaitu meninggalkan sekolah pada jam pelajaran berlangsung atau

tidak masuk sekolah tanpa izin dari guru dan orang tua yang bertujuan

untuk menghindari jam pelajaran efektif. Membolos sebagai perilaku

individu yang absen dari sekolah tanpa izin dan tanpa sepengetahuan dari

orang tua, meninggalkan sekolah pada jam sekolah berlangsung dan

membolos dari awal pelajaran sampai akhir pelajaran.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

10

Menurut Yuli Setyowati (2004) beberapa masalah yang dihadapi

siswa yang membolos antara lain :

1. Adanya perasaan tidak nyaman

2. Mempunyai musuh di sekolah

3. Tidak suka dengan beberapa mata pelajaran yang dianggap tidak

penting atau tidak disukai

4. Merasa tertinggal dalam pelajaran dan tidak mampu

5. Tidak suka guru yang mengajar

6. Adanya tekanan dari teman

7. Situasi rumah yang tidak mendukung untuk belajar

8. Memang karena tidak berminat pada sekolah

Menurut Yuli Setyowati (2004) ada siswa yang dengan alasan sakit

atau ada keperluan keluarga mendapat izin untuk meninggalkan pelajaran

padahal kenyataannya alasan-alasan itu tidak benar atau palsu. Sekolah

tidak mengetahui bahwa siswanya telah memanfaatkan alasan tersebut

agar diizinkan untuk meninggalkan pelajaran atau tidak masuk sekolah.

Hampir setiap sekolah menerapkan peraturan disiplin siswa dengan

menetapkan kegiatan belajar pagi mulai pukul 07.00 WIB. Para siswa

harus sudah berada di sekolah lima belas menit sebelum kegiatan belajar

dimulai. Bagi siswa yang terlambat akan diperkenankan masuk kelas,

setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

11

Menurut Priyatno dan Erman Amti (1999) adapun gambaran rinci

mengenai perilaku membolos meliputi :

1. Berhari-hari tidak masuk sekolah

2. Tidak masuk sekolah tanpa izin

3. Sering keluar pada jam pelajaran tertentu

4. Mengajak teman-teman untuk keluar pada mata pelajaran yang tidak

disenangi

2. Faktor Yang Melatarbelakangi Perilaku Membolos Siswa

Menurut Indri Setyawati (2007) menyebutkan banyak faktor yang

menyebabkan anak malas datang ke sekolah. Faktor ini dapat berasal dari

dalam diri siswa itu sendiri maupun dari faktor lingkungan. Siswa yang

membolos biasanya akan mengemukakan alasan yang masuk akal

sehingga diberi izin oleh orang tua, guru piket atau guru BK. Padahal

tujuan utamanya adalah untuk menghindari jam efektif belajar di sekolah.

Menurut Kresno Mulyadi (2005), penyebab rasa takut bersekolah ini

beragam antara lain karena berbagai persoalan yang didapatinya saat di

sekolah seperti di ejek teman, menghadapi guru yang galak. Sebab yang

lain adalah anak tidak dapat beradaptasi dengan suasana sekolah.

Ferry Hendra Prajaka (2009) mengungkapkan bahwa teman

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku sosial. Teman

memainkan peran dalam berinteraksi dan beraktivitas. Teman menjadi

perantara awal bagi anak untuk bersosialisasi secara aktif. Teman menjadi

tempat pembelajaran nilai-nilai dan peraturan social yang bersifat informal

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

12

yang tidak mereka dapatkan dari keluarga maupun sekolah. Teman yang

baik tingkah lakunya akan memberikan dampak yang positif bagi

seseorang. Sebaliknya jika bergaul dengan teman yang tingkah lakunya

buruk bahkan menyimpang dapat juga memberikan pengaruh negatif bagi

seseorang.

Suasana sekolah yang menyenangkan menurut VM Tri Mulyani W

(2004) adalah sekolah-sekolah yang aman, tenang, bebas dari rasa takut

terhadap guru-guru dan staf administrasinya. Suasana sekolah yang

menyenangkan mempunyai andil besar untuk menarik siswa. Hari pertama

masuk sekolah hendaknya semua guru berada di kelas memberikan

penjelasan kepada siswa dengan berwajah ceria, murah senyum. Hal ini

akan memberikan kesan yang menyenangkan. Masih menurut VM Tri

Mulyani (2004) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang di

lingkungan sekolah yang tidak menyenangkan seorang siswa Sekolah

Menengah, diantaranya yang menyangkut faktor guru, mata pelajaran dan

faktor lain yang menyangkut anak itu sendiri. Bila faktor-faktor ini dialami

anak di sekolah, maka siswa tersebut akan malas masuk kelas, bolos, ingin

meninggalkan sekolah lebih dini, tidak bertujuan memperoleh keahlian

dan cita-citanyapun menjadi kabur.

Menurut Chairil Anwar (2006) ada beberapa faktor yang

menyebabkan siswa membolos dari sekolah yaitu karena adanya

permasalahan yang muncul, baik di lingkungan sekolah sendiri, kemudian

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

13

di luar lingkungan sekolah, persoalan dengan teman, kurang menyukai

pelajaran atau bahkan tidak senang dengan guru yang mengajar.

Dian Apriyatni (2006) mengatakan ada beberapa faktor yang

menyebabkan siswa bolos sekolah diataranya karena merasa bosan dengan

gaya mengajar guru. Penyebab lainnya adalah adanya masalah pribadi baik

dengan orang tua, pacar maupun teman-teman, namun bolos sekolah juga

dilakukan oleh siswa karena pengaruh dari teman-teman.

Menurut Priyatno dan Erman Amti (1999) penyebab siswa

membolos dari sekolah adalah sebagai berikut:

a. Tak senang dengan sikap dan perilaku guru

b. Merasa kurang mendapatkan perhatian dari guru

c. Merasa dibeda-bedakan oleh guru

d. Proses belajar mengajar yang membosankan

e. Merasa gagal dalam belajar

f. Kurang berminat terhadap mata pelajaran

g. Terpengaruh oleh teman yang suka membolos

h. Takut masuk karena tidak membuat tugas

Menurut Priyatno dan Erman Amti (1999) kemungkinan akibat

siswa membolos dari sekolah adalah sebagai berikut:

a. Minat terhadap pelajaran akan semakin kurang

b. Gagal dalam ujian

c. Hasil belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki

d. Tidak naik kelas

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

14

e. Penguasaan terhadap materi pelajaran tertinggal dari teman-teman

lainnya

f. Dikeluarkan dari sekolah

Menurut Yuli Setyowati (2004) menyatakan bahwa ada beberapa

gejala yang nampak menyebabkan siswa membolos adalah sebagai berikut

ini :

a. Ada siswa yang tidak hadir pada hari-hari sekolah tertentu

b. Dari mereka yang tidak hadir itu ada yang memberitahu dengan alasan

sakit atau ada urusan keluarga yang penting, tetapi ada pula yang

tanpa pemberitahuan

c. Ada pula yang memberitahu tetapi alasan tidak sesuai dengan alasan

sesungguhnya

d. Ada pula siswa yang sekalipun hadir pada hari sekolah tetapi tidak

hadir pada jam pelajaran tertentu

e. Ada yang hadir pada jam pelajaran tetapi di tengah jam pelajaran

minta izin keluar lalu tidak masuk lagi

Menurut Yuli Setyowati (2004) dalam hal ini faktor-faktor yang

diduga melatarbelakangi perilaku membolos siswa diantaranya adalah

faktor ekstern maupun faktor intern. Adapun faktor ekstern tersebut adalah

a. Peran teman: siswa tersebut ikut-ikutan membolos karena pengaruh

teman yang suka membolos

b. Persepsi tentang mata pelajaran : pelajaran hari tersebut tidak

menyenangkan dan ada tugas yang belum dikerjakan

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

15

c. Persepsi tentang guru : guru yang mengajar hari tersebut galak dan

tidak toleran, terlalu banyak mengatur siswa-siswanya

d. Persepsi terhadap pelaksanaan tata tertib : tata tertib yang

diberlakukan di sekolah

e. Tempat tinggal : tempat tinggal siswa jauh dan sulit transportasinya

sehingga memungkinkan siswa untuk membolos

f. Keadaan orang tua : keadaan ekonomi orang tuanya kurang dan belum

melunasi administrasi sekolah

Sedangkan faktor internnya adalah sebagai berikut :

a. Kematangan untuk belajar

Kematangan belajar ada kaitannya dengan pertumbuhan biologis.

Misalnya : anak yang dalam masa pertumbuhannya belum tiba pada

suatu tahap untuk belajar berjalan, janganlah dipaksa untuk mulai

belajar berjalan. Anak belum matang untuk mulai belajar berjalan.

Pemaksaan untuk belajar sesuatu sebelum sampai pada tahap

kematanganya akan menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan.

b. Kemampuan atau ketrampilan dasar untuk belajar

Faktor ini merupakan prasyarat bagi keberhasilan proses belajar.

Seseorang yang memiliki kemampuan belajar asli yang tinggi akan

lebih cepat berhasil dalam belajar. Selanjutnya, apabila seorang siswa

belajar terlebih dahulu bekal kemampuan yang dipersyaratkan untuk

mempelajari sesuatu, maka dia cenderung akan lebih berhasil dalam

belajar dalam hal itu.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

16

c. Dorongan untuk berprestasi

Dorongan ini pada dasarnya telah ada pada diri seseorang sejak

dilahirkan. Tinggi rendahnya dorongan ini akan sangat tergantung

kepada pengalaman orang yang bersangkutan dalam menggunakan

dorongan itu.

Kartini Kartono (1985) menyebutkan bahwa seringkali ada anak

yang merasa bahwa anak tidak diinginkan atau diterima di kelasnya. Anak-

anak yang ditolak oleh kawan-kawan sekelasnya, akan merasa lebih aman

berada di rumah. Ada juga anak yang tidak diperhatikan atau diacuhkan

oleh teman-teman sekelasnya. Siswa tidak diajak bermain, tidak pernah

dipilih dalam kelompok bermain. Penolakan terhadap anak oleh anak lain

dapat disebabkan oleh waktak tertentu, tetapi dapat juga disebabkan karena

status sosial. Anak yang ditolak di sekolah, baik oleh guru maupun oleh

teman-teman sekelasnya akan mencari-cari alasan untuk tinggal di rumah.

Menurut Bambang Moelyono (1984) menyebutkan bahwa keluarga

merupakan wadah pembentukan pribadi anggota keluarga terutama untuk

anak-anak yang sedang mengalami pertembuhan fisik dan rohani. Dengan

demikian keadaan dan kedudukan keluarga mempunyai peran penting bagi

pendidikan seorang anak. Perhatian orang tua terhadap anak, rukun dan

tidaknya kedua orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dan

anak berpengaruh besar terhadap keberhasilan pendidikan anak.

Menurut Indri Setyawati (2007) menyebutkan bahwa sikap orang

tua juga memberi pengaruh yang sangat besar pada anak. Apabila orang

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

17

tua tidak melihat pentingnya anak masuk sekolah, atau mengganggap

sekolah itu hanya membuang waktu saja, atau juga jika mereka

menanamkan perasaan pada anak bahwa anak tidak akan berhasil, anak itu

akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah.

John Pearce (1990) mengatakan ada beberapa kemungkinan siswa

membolos dari sekolah :

a. Sekolahnya membosankan atau sulit bagi anak dan tampaknya tidak

memberikan banyak hal

b. Anak disesatkan oleh anak lain

c. Sekolahnya tidak terorganisasi dengan baik dan tidak pernah

memperhatikan masalah membolos

d. Tindakan membolos mungkin terjadi bila orang tua asyik dengan

masalah yang lain, seperti kedua orang tua bekerja

e. Bila anak berperilaku antisocial yang lain dan juga membolos, siswa

mengalami masalah yang sangat serius dan lepas dari pengawasan

f. Kadang anak membolos karena mereka mendapatkan sesuatu yang

lebih menarik untuk dikerjakan, seperti pekerjaan yang dibayar atau

menemui teman-teman

Menurut Singgih D Gunarsa (1980) penyebab siswa tidak mengikuti

pelajaran di sekolah adalah : kemampuan belajar dan berfikir yang sudah

memang tidak sama denga murid-murid lain. Atau karena lain sebab dari

luar, mungkin karena keadaan keluarga kurang memberikan kesempatan

belajar baginya. Dapat pula karena guru baginya kurang memberikan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

18

semangat belajar, disebabkan suatu peristiwa antara guru dan murid,

sehingga bagi anak berada di sekolah berarti suatu siksaan dan

membosankan. Akhirnya siswa membolos dari sekolah.

Sedang menurut Gunarsa dan Gunarsa (1987) ada dua faktor yang

melatarbelakangi perilaku membolos siswa yaitu :

a. Sebab yang bersumber pada anak

1. Pada umumnya anak tidak sekolah karena sakit

2. Ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah

3. Kemampuan intelek yang tarafnya lebih tinggi daripada teman-

temannya

4. Kekurangan motivasi untuk belajar

b. Sebab yang bersumber di luar anak

1) Keluarga

a) Keadaan keluarga

Keadaan keluarga tidak selalu memudahkan anak didik untuk

memakai waktu untuk belajar sekehendak hatinya. Banyak

keluarga yang masih memerlukan bantuan semua anggota

keluarga, juga anak-anak, untuk melaksanakan tugas-tugas

rumah tangga. Bahkan tidak jarang pula terlihat adanya anak

didik yang membantu orang tua mencari nafkah. Remaja yang

merasa diri sudah “dewasa” acap kali tergoda oleh keinginan

untuk mencari nafkah, dan meninggalkan bangku sekolah untuk

“ngobyek”.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

19

b) Sikap orang tua

i) Sikap orang tua yang masa bodoh terhadap sekolah,

tentunya kurang membantu anak dalam mendorong anak

hadir di sekolah. Orang tua dengan mudah memberi surat

keterangan sakit untuk sekolah, padahal anak membolos

untuk menghindari ulangan. sikap orang tua yang tidak

mementingkan kehadiran anak di sekolah, juga tidak akan

membangkitkan “kegairahan” anak untuk ke sekolah.

ii) Sikap orang tua yang terlalu cemas mengenai kesehatan

anak, sehingga anak terlalu lama ditahan di rumah sesudah

sembuh dari sakit

iii) Sikap orang tua yang terlalu tinggi harapannya terhadap

prestasi sekolah anak, yang tidak dapat dipenuhinya. Anak

ingin menghindarinya dari situasi yang mengecewakan,

sehingga ingin menjauhkan diri dari sekolah, dengan

perkataan lain membolos.

2) Sekolah

a. Hubungan anak dengan sekolah dapat dilihat dalam

hubungannya dengan anak-anak lain, yang menyebabkan siswa

tidak senang di sekolah, lalu membolos

i. Anak mungkin lain dari anak-anak lain seperti cacat,

berkelainan

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

20

ii. Anak mungkin tidak disenangi oleh kawan-kawan sekelasnya

karena termasuk kelompok minoritas atau anak kesayangan

guru

b. Anak tidak senang ke sekolah karena tidak senang dengan

gurunya

i. Guru yang mungkin menakutkan bagi anak

ii. Guru yang membedakan murid-murid, menganakemaskan

anak

iii. Guru yang tidak mau mendengar atau menjawab pertanyaan

murid

iv. Ada persoalan antara anak didik dengan guru

Menurut Yuli Setyowati (2004) faktor yang melatarbelakangi

perilaku membolos siswa dapat dilihat dari dua faktor yaitu :

a. Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah merupakan tempat pendidikan formal yang

mempunyai peranan mengembangkan kepribadian siswa sesuai

dengan pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakan tugas di

masyarakat. Lingkungan sekolah di sini meliputi guru, mata pelajaran

dan teman.

1) Guru

Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas

untuk mendorong, membimbing, dan memberikan fasilitas belajar

bagi siswa untuk menciptaka tujuan. Guru mempunyai tanggung

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

21

jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas

untuk membantu proses perkembangan siswa.

Guru yang baik harus mampu menciptakan proses belajar

mengajar yang baik antara lain dengan menggunakan metode

mengajar yang tepat sehingga siswa tidak bosan mengikuti mata

pelajaran yang diampu oleh guru tersebut.

Menurut Nana Sudjana (1989) metode mengajar merupakan

cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan

siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Dalam

proses belajar mengajar yang baik hendaknya mempergunakan

berbagai jenis metode mengajar secara bervariasi. Masing-masing

metode mengajar yang tepat untuk menciptakan proses belajar

mengajar. Gaya belajar siswa bermacam-macam ada siswa yang

cocok dengan metode tertentu adapula yang kurang cocok dengan

metode yang digunakan oleh gurunya. Hal ini supaya siswa tetap

setia mengikuti pelajaran yang diampunya.

Guru di sekolah berpengaruh terhadap perilaku membolos

siswa, karena ada guru yang bersikap otoriter, suka membeda-

bedakan murid. Guru yang suka bertindak keras, tidak memahami

pokok-pokok studi yang akan diajarkannya. Guru yang bersikap

otoriter, menbeda-bedakan murid akan menyebabkan siswa merasa

resah, tidak nyaman sehingga siswa tidak mengikuti pelajaran

karena akan menimbulkan perasaan takut dalam diri siswa.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

22

Salah satu yang penting dalam menghindari siswa

melakukan pembolosan selain guru harus mempunyai kecakapan

yang baik dalam menyampaikan materi pelajaran, juga harus dapat

menciptakan suasana kelas yang menyenangkan, sehingga siswa

tidak merasa bosan di dalam kelas dan mau mengikuti pelajaran

dari awal sampai akhir pelajaran usai.

2) Mata Pelajaran

Guru dalam mengajarkan materi pelajaran harus sesuai

dengan kemampuan atau potensi masing-masing siswa sesuai

dengan tujuan yang telah dirumuskan. Untuk meningkatkan mutu

seorang guru harus memberikan materi pelajaran sesuai dengan

ukuran standar siswa.

Selain itu, guru yang terlalu banyak memberikan tugas

pada suatu mata pelajaran juga menyebabkan siswa menjadi jenuh

dan merasa terbebani setiap bertemu dengan mata pelajaran

tersebut.

Untuk itu, seorang guru harus dapat mengelola proses

belajar mengajar dengan cara menciptakan kondisi belajar yang

menyenangkan. Selain itu, cara penyampaian materi oleh guru

harus bervariasi tidak monoton dengan satu metode saja. Ini

menimbulkan kebosanan bagi siswa sehingga siswa menghindari

mata pelajaran tersebut karena tidak menarik dan membuat siswa

bosan.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

23

3) Ajakan Teman

Siswa yang memiliki teman di sekolah maupun di luar

sekolah banyak menyita waktu belajarnya yang digunakan untuk

kegiatan dengan teman-temannya. Ini menyebabkan pengaruh

teman dalam hal sikap, perilaku, pembicaraan, minat dan

penampilan lebih menentukan dibandingkan orang tua. Lagi pula

kegiatan yang dilakukan teman-temannya “menyenangkan” bagi

mereka, sehingga siswa dengan mudah meninggalkan sekolah

yakni dengan membolos

Ada beberapa siswa yang ikut-ikutan membolos karena

tidak mau dikatakan tidak “gaul”. Siswa membutuhkan pengakuan

dari teman satu “geng”, siswa tidak mau dikatakan penakut dan

ditinggalkan oleh gengnya. Oleh karena itu, siswa lebih memilih

sebagai “anggota geng” dengan ikut-ikutan membolos.

Siswa membolos daripada mengikuti pelajaran di sekolah

hal ini dikarenakan siswa tidak mempunyai teman, sering

ditinggalkan atau tidak diikutsertakan oleh teman-temannya di

dalam suatu kegiatan. Reaksi ini sering terjadi pada siswa yang

oleh teman-temanya dikatagorikan “kuper” (kurang pergaulan).

Siswa merasa tidak dibutuhkan di kegiatan tersebut, padahal

mereka mampu untuk mengerjakannya. Siswa merasa terasing dan

tidak dapat mengikuti cara pergaulan teman-temannya, sehingga

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

24

dengan demikian siswa-siswa ini lebih memilih membolos daripada

merasakan terasingkan dari teman-teman siswa.

Simandjuntak (1975) menyatakan bahwa kelompok lebih

penting artinya dibadingkan dengan guru dan pelajaran. Mereka

menganggap teman bisa memberikan perhatian yang lebih, yang

tidak diperoleh di tempat lain (misalnya keluarga, lingkungan

sekitar dimana siswa tinggal).

Apabila remaja merasa ditolak atau diterima oleh

lingkungan sosialnya, maka remaja merasa gagal dan dapat

mengakibatkan timbulnya perilaku salah seperti membolos dari

sekolah, pergi dari rumah, membentuk kelompok dipinggir jalan

dan mengaggu orang lain

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan

dengan teman-teman sebaya mudah berpengaruh terhadap perilaku

membolos dibandingkan keberadaan guru, orang tua maupun tata

tertib sekolah

John Pearce (1990) menyatakan bahwa anak yang

membolos sendirian lebih merasa terganggu daripada membolos itu

dilakuka dalam kelompok. Sedangkan Yusuf Tj (1990) menyatakan

bahwa kelompok kadang-kadang akan menekan remaja sebagai

anggota jika tidak memberikan toleransi kepada kelompok,

sehingga lebih mementingkan kelompoknya dibandingkan orang

tua, guru atau sekolahannya.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

25

Siswa yang membolos mengikuti perilaku yang tidak baik

dari temannya dikarenakan siswa takut tidak mempunyai teman,

takut tidak diakui dalam kelompok, takut dikatakan pengecut dan

tidak setia kawan.

b. Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga yaitu merupakan wadah pembentukan

pribadi anggota keluarga siswa. Keluarga merupakan tempat pertama

dan terutama bagi setiap insan untuk tumbuh dan berkembang, maka

keluarga akan memegang peranan yang sangat penting dalam

perkembangan seseorang. Pendidikan dan pembinaan anak dalam

keluarga sangat menentukan perkembangannya di kemudian hari

1) Sikap Orang Tua

Orang tua memang memegang peran penting dalam mendidik

anak karena anak secara psikologis lebih dekat kepada orang

tuanya. Orang tua uang kurang atau tidak memperhatikan

pendidikan anaknya, misalnya saja siswa acuh terhadap belajar

ananknya, tidak memperhatikan kebutuhan dan kepentingan dalam

belajar akan menyebabkan anak tidak akan berhasil dalam

belajarnya. Sikap orang tua terhadap sekolah memberikan pengaruh

yang besar kepada anak. Orang tua yang tidak melihat pentingnya

anak masuk sekolah atau menganggap sekolah itu hanya

membuang waktu saja atau mereka menanamkan pada anak, bahwa

anak tidak akan berhasil, anak ini akan berkurang semangatnya

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

26

untuk masuk sekolah. Sikap orang tua yang tidak mementingkan

kehadiran anak di sekolah, juga tidak akan membangkitkan

“kegairahan” anak untuk ke sekolah.

2) Keharmonisan Keluarga

Keadaan keluarga menentukan keberhasilan belajar.

Keluarga harmonis, penuh perhatian dan paham akan pentingnya

pendidikan merupakan motivator utama berprestasi. Namun

keadaan keluarga disharmonis membuat konsentrasi siswa menjadi

terganggu, pikirannya terpecah antara tugas di sekolah dan suasana

rumah yang tak nyaman.

Bila kedudukan keluarga mempunyai tempat yang primer

dalam pembentukan primer dalam pembentukan pribadi seorang

anak, maka kehilangan kerharmonisan itu akan mempunyai

pengaruh yang destruktif bagi perkembangan diri

Keseringan siswa mempunyai masalah dalam keluarga

berpengaruh terhadap belajarnya. Siswa yag mempunyai banyak

masalah dalam keluarga akan menyebabkan siswa tersebut tidak

konsentrasi belajar pada sekolah karena pikirannya terpecah

sehingga mencari suasana baru dengan cara membolos.

Apapun yang melatarbelakangi perilaku membolos siswa,

membolos akan merugikan siswa itu sendiri antara lain minat

terhadap pelajaran berkurang, gagal dalam ujian, hasil belajar yang

diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya, tidak naik

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

27

kelas, penguasaan terhadap materi pelajaran tertinggal dari teman-

temannya bahkan dikeluarkan dari sekolah.

Bimo Walgito (1982) mengungkapkan bahwa keluarga

yang disebut broken home adalah sebagai berikut :

a. Orang tua yang bercerai

b. Unit keluarga yang tidak lengkap karena hubungan di luar

pernikahan

c. Tidak adanya komunikasi yang sehat dalam keluarga

d. Kematian salah satu orang tua atau kedua-duanya, bisa

berakibat fatal jikalau masa depan anak menjadi terlantar,

kurang mendapatkan kasih sayang dan tidak memperoleh

tempat bergantung hidup yang layak

e. Adanya ketidakcocokan antara pihak orang tua dan

senantiasa berada dalam suasana perselisihan atau konflik

karena faktor perbedaan agama, perbedaan norma dan

ambisi-ambisi

B. Konseling

1. Pengertian Konseling

Prayitno dan Erman Amti (1999) konseling adalah proses

pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh

seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami

sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah

yang dihadapi klien.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

28

Menurut Division of Conseling Psychology dalam Prayitno dan

Erman Amti (1999) konseling adalah suatu proses untuk membantu

individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan untuk

mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya.

Menurut Blocher (1990, dalam Prayitno dan Erman Amti, 1999)

konseling adalah membantu individu agar dapat menyadari sendiri dan

memberikan reaksi terhadap pengaruh-pengaruh lingkungan yang

diterimanya, selanjutnya, membantu yang bersangkutan menentukan

beberapa makna pribadi bagi tingkah laku tersebut dan mengembangkan

serta memperjelas tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku dimasa yang

akan datang.

Menurut Burk dan Stefflre (1979) yang dikutip dalam Prayitno dan

Erman Amti (1999) konseling mengidentifikasikan hubungan professional

antara konselor terlatih dengan klien, hubungan yang terbentuk biasanya

bersifat individu ke individu.

Menurut Pietrofesa, Leonard dan Hoose (1978) yang dikutip oleh

dalam Prayitno dan Erman Amti (1999) konseling merupakan suatu proses

dengan adanya seseorang yang dipersiapkan secara professional untuk

membantu orang lain dalam pemahaman diri pembuatan keputusan dan

pemecahan masalah dari hati ke hati.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

29

2. Tujuan Konseling

Kumboltz (1996, dalam Farid Mashudi, 2011) menjelaskan bahwa

tujuan konseling adalah sebagai berikut :

a. Membantu klien belajar membuat keputusan-keputusan

b. Membantu klien memecahkan problem-problemnya

Tujuan konseling berdasarkan penanganan oleh konselor

dikemukakan oleh Shertzer dan Stone yang dikutip oleh Mc Leod (2004)

dapat diperinci sebagai berikut

a. Kesehatan Mental Positif

Konselor yang berkocondong efektif menyatakan bahwa

pemeliharaan atau mendapatkan mental sehat merupakan tujuan

konseling. Jika mental sehat dicapai maka individu memiliki integrasi,

penyesuaian dan identitas positif terhadap orang lain. Di sini individu

belajar menerima tanggung jawab, jadi madiri dan mencapai integritas

tingkah laku.

Beberapa pakar memandang bahwa tujuan konseling adalah

pencegahan terhadap timbulnya masalah-masalah jenis tertentu.

Konseling mengidentifikasi dan merawat orang yang memiliki

kemungkinan besar mengidap suatu sakit jiwa akibat masalah tertentu

dan berat yang dihadapinya.

b. Keefektifan Pribadi

Seseorang diharapkan mempunyai pribadi yang dapat

menyelaraskan diri dengan cita-cita, memanfaatkan waktu dan tenaga

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

30

serta bersedia mengambil tanggung jawab ekonomi, psikologis dan

fisik.

c. Pembuatan Keputusan

Para konselor yang condong pada orientasi kognitif, ,

menyatakan tujuan konseling sebagai pembuatan keputusan

mengenai hal-hal genting bagi seluruh konseli. Dalam hal ini,

konselor tidaklah menetapkan keputusan-keputusan yang akan

dibuat konseli ataupun memilihkan cara alternatif bagi tindakan

konseli. Konseli harus tahu mengapa dan bagaimana konseli

membuat keputusan. Ia belajar memperkirakan konsekuensi-

konsekuensi yang mungkin timbul berkenaan dengan pengorbanan

pribadi, waktu, tenaga, uang dan resiko-resiko lainnya. Williamson

(2000) menjelaskan mengenai hal ini, bahwa konselor membantu

siswa memilih tujuan-tujuan dengan tingkat kepuasan tertinggi yang

dapat dicapai dalam keterbatasan factor-faktor lingkungan maupun

factor-faktor pribadi klien.

d. Perubahan Tingkah Laku

Inilah pertanyaan tujuan-tujuan konseling yang paling banyak dipakai

orang akhir-akhir ini. Para pakar konseling ada yang memadukan

antara tujuan-tujuan berkenaan dengan perubahan struktur pribadi

sampai pada perubahan perilaku tampak, ada yang ketat terpaku hanya

pada perubahan perilaku tampak saja. Perubahan tingkah laku sebagai

tujuan konseling mungkin terbatas khusus seperti perubahan respon

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

31

khusus terhadap frustasi ataupun peubahan-perubahan sikap terhadap

orang lain dan terhadap diri sendiri.

3. Pengertian Konseling Kelompok

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan bahwa konseling

kelompok proses dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dengan

bantuan seorang konselor yang terlatih untuk menjelajahi dan

mengembangkan dasar-dasar pengalaman dan pertimbangan umum dengan

lebih efektif.

Menurut Corey (1995) konseling kelompok adalah satu kelompok

konseling yang mempunyai focus yang khusus, mungkin berhubungan

dengan pendidikan, pekerjaan, sosial atau pribadi. Proses hubungan antar

pribadi dalam konseling kelompok menekankan berpikir secara sadar,

perasaan dan perilaku. Isi dan pokok pembicaraan dalam konseling

kelompok sebagian besar ditentukan oleh anggota-anggota yang terdiri

daru siswa yang masih dalam kategori normal, bukan bergangguan jiwa

Konseling kelompok menurut Ketut (dalam JT Lobby Loekmono,

2003) adalah layanan yang memungkinkan peserta didik memperoleh

kesempatan untuk pemahaman dan pengentasan permasalahan yang

dialaminya melalui dinamika kelompok

Menurut Winkel dan Hastuti (2006) konseling kelompok merupakan

bentuk khusus dari layanan konseling yaitu wawancara konseling antara

konselor professional dengan beberapa orang sekaligus yang tergabung

dalam suatu kelompok kecil.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

32

Menurut Prayitno (1999) mengemukakan bahwa layanan konseling

kelompok adalah layanan yang menggunakan dinamika kelompok sebagai

media kegiatannya, apabila dinamika kelompok dikembangkan dan

dimanfaatkan secara efektif maka dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Dinamika kelompok perlu dibentuk pada sesi awal konseling. Apabila

pembentukan dinamika antar kelompok gagal maka konseling akan

berjalan tidak efektif.

Rachman Natawidjaja (1987) menyatakan bahwa konseling

kelompok adalah bantuan kepada individu dalam rangka memberikan

kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhan (bersifat pencegahan)

dan juga dapat bersifat penyembuhan

Melalui konseling kelompok dengan siswa yang memiliki kesamaan

masalah dapat disadarkan bahwa banyak siswa lain yang mengalami

permasalahan tersebut. Penyadaran tersebut akan memberikan suatu

penguatan kepada siswa untuk terbuka dan bebas dalam mengutarakan

permasalahan pribadinya.

Menurut Meador dalam JT Lobby Loekmono, 2003 konseling

kelompok adalah pertolongan sosial dan psikologis, tujuannya adalah

untuk merubah perilaku yang menghambat individu berperan dan

mengalami dengan sempurna, di samping mengizinkan konseli untuk

memperoleh perubahan baru dalam perilaku serta pendampingan dirinya

secara alami.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

33

Menurut Gibson dan Mitchell dalam JT Lobby Loekmono, 2003

merumuskan konseling kelompok adalah satu proses untuk membantu

konseli untuk menyesuaikan diri mereka dalam hidup sehari-hari, tentang

perkembangan dan memperbaiki perkembangan itu seperti perbaikan

terhadap perilaku, hubungan pribadi, memberi perhatian tentang jenis

kelamin, sikap dan juga pilihan karier di samping membina ketrampilan

untuk hal-hal yang relevan.

Menurut Gazda (1989) mengemukakan konseling kelompok adalah

upaya untuk membantu individu agar dapat menjalani perkembangannya

dengan lebih lancar, upaya ini bersifat perbaikan. Dengan kata lain

konseling kelompok merupakan usaha bantuan yang diberikan pada

individu dalam suasanan kelompok yang bersifat pencegahan serta

perbaikan supaya individu yang bersangkutan dapat menjalani

perkembangan dengan lebih mudah.

Prayitno (1999) mengemukakan bahwa layanan konseling kelompok

adalah layanan yang meggunakan dinamika kelompok sebagai media

kegiatannya, apabila dinamika kelompok dikembangkan dan dimanfaatkan

secara efektif dalam layanan ini diharapkan tujuan yang ingin dicapai akan

tercapai. Salah satu tujuan dari konseling kelompok ini adalah agar para

konseli belajar berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara

terbuka, dengan saling menghargai dan saling menaruh perhatian.

Pengalaman berkomunikasi yang demikian akan membawa dampak positif

dalam kehidupan dengan orang lain yang dekat padanya.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

34

Farid Mashudi (2011) mengemukakan konseling kelompok adalah

suatu kumpulan dari orang-orang yang mengadakan interaksi dengan

sesamanya lebih sering daripada mereka mengadakan interaksi yang

bersifat perorangan. Jadi, setiap kelompok masing-masing individu

mempunyai sikap dan tingkah laku yang sama dengan anggota kelompok

yang lain, sehingga semua anggota kelompok memiliki sikap dan tingkah

laku yang seragam.

Konseling merupakan upaya untuk membantu siswa agar dapat

menjalani perkembagannya dengan lebih lancar, upaya ini bersifat

perbaikan. Dengan kata lain, konseling kelompok merupakan usaha

bantuan yang diberikan pada siswa dalam suasana kelompok yang bersifat

pencegahan serta perbaikan agar siswa dapat menempuh

perkembangannya dengan lebih mudah.

Selanjutnya Konseling Kelompok diuraikan Gazda (1989) sebegai

berikut :

a. Kegiatan konseling kelompok bersifat pencegahan dalam arti bahwa

klien yang bersangkutan mempunyai fungsi dalam masyarakat, tetapi

mungkin mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu dalam

kehidupannya. Dengan konseling kelompok kelemahan-kelemahan ini

dapat diatasi tanpa menimbulkan masalah-masalah yang gawat

b. Konseling kelompok membantu siswa dalam menjalani

perkembangannya dengan lebih lancar, dalam artian bahwa konseling

kelompok member dorongan dan motivasi kepada siswa untuk

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

35

membuat perubahan-perubahan dan memanfaatkan potensinya secara

maksimal. Selanjutnya Gadza menyebutkan bahwa konseling kelompok

dapat digunakan untuk membantu siswa dalam menyelesaikan tugas-

tugas perkembangan dalam tujuh bidang yaitu psikososial, vokasional,

kognitif, fisik, seksual, moral da afektif

c. Konseling kelompok bersifat perbaikan untuk siswa-siswa yang

mempunyai perilaku suka menyalahkan diri sendiri, tetapi mempunyai

kemampuan untuk mengatasi masalah-masalahnya tanpa bantuan

konseling. Walaupun demikian, dengan bantuan konseling kelompok

siswa diharapkan dapat mengatasi masalahnya dengan lebih cepat dan

tidak menimbulkan gangguan emosi yang berarti

Menurut Meador dalam JT Lobby Loekmono, 2003 konseling

kelompok adalah pertolongan sosial dan psikologis, tujuannya adalah

untuk merubah perilaku yang menghambat individu berperan dan

mengalami dengan sempurna, di samping mengizinkan konseli untuk

memperoleh perubahan baru dalam perilaku serta pendampingan dirinya

secara alami.

Menurut Gibson dan Mitchell dalam JT Lobby Loekmono, 2003

merumuskan konseling kelompok adalah satu proses untuk membantu

konseli untuk menyesuaikan diri mereka dalam hidup sehari-hari, tentang

perkembangan dan memperbaiki perkembangan itu seperti perbaikan

terhadap perilaku, hubungan pribadi, memberi perhatian tentang jenis

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

36

kelamin, sikap dan juga pilihan karier di samping membina ketrampilan

untuk hal-hal yang relevan.

4. Tujuan Konseling Kelompok

JT Lobby Loekmono (2003) menyebutkan bahwa ada tujuan

konseling kelompok yang meliputi antara lain :

a. Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak

b. Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman

sebaya

c. Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota

kelompok

d. Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok

Dalam literatur mengenai konseling kelompok karya Erle M.

Ohlsen, Don C. Dinkmeyer, James J. Muro dan Gerald Corey (dalam

Winkel dam Sri Hastuti, 2007) disebutkan bahwa tujuan umum dari

konseling kelompok adalah :

a. Masing-masing konseli memahami dirinya dengan lebih baik dan

menemukan dirinya sendiri

b. Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama

lain, sehingga dapat saling memberikan kemampuan bantuan dalam

menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas untuk fase

perkembangan

c. Para konseli mempeorleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan

mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontak antarpribadi

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

37

di dalam kelompok dan kemudian dalam kehidupan sehari-hari di luar

lingkungan kelompoknya

d. Para konseli menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan

lebih mampu menghayati perasaan orang lain

e. Masing-masing konseli menetapkan suatu sasaran yang ingin dicapai

yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif

f. Para konseli lebih menyadari dan menghayati makna dari kehidupan

manusia sebagai kehidupan bersama, yang mengandung tuntutan

menerima orang lain dan harapan akan diterima oleh orang lain

g. Masing-masing konseli semakin menyadari bahwa hal-hal yang

memperhatinkan bagi dirinya kerap juga menimbulkan rasa priharin

dalam hati orang lain

h. Para konseli belajar berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok

secara terbuka, dengan saling menghargai dan saling menaruh

perhatian

Tujuan konseling kelompok menurut Gibson dan Mitchell (1981,

dalam Moch. Nursalim dan Suradi, 2002) adalah pencapaian suatu tujuan

pemenuhan kebutuhan dan pemberian suatu pengalaman nilai bagi setiap

anggota kelompok.

Gazda (1984) mengemukakan tujuan yang dapat dicapai siswa

sebagai anggota konseling kelompok yaitu :

a. Membantu masing-masing anggota kelompok untuk memahami dan

mengenali diri, membantu dalam proses mencari identitas diri

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

38

b. Membantu individu mengembangkan penerimaan diri yang makin

tinggi dan perasaan berharga sebagai pribadi

c. Mengembangkan ketrampilan sosial dan kemampuan interpersonal

pada diri anggota yang memungkinkan mereka untuk mengatasi tugas-

tugas perkembangan di dalam pribadi dan sosial

d. Mengembangkan kemampuan self-direction, problem solving dan

membantu anggota mengalihkan kemampuan ini untuk digunakan

dalam perkerjaan dan kontak sosial regular

e. Mengembangkan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain yang

menimbulkan penyaluran yang bertambah terhadap tanggung jawab

atas perilaku sendiri, untuk membantu anggota menjadi mampu

mengidentifikasi diri dengan perasaan orang lain serata untuk

mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi untuk bersikap empati

f. Membantu anggota menjadi pendengar yang empatik yang tidak

hanya mendengar apa yang dikatakan tetapi juga mengenali perasaan

yang menyertai apa yang dikatakan

g. Mengembangkan kemampuan anggota untuk kongruen dengan diri

sendiri, benar-benar mampu menawarkan secara akurat apa yag

dipikirkan dan dipercayainya

h. Membantu anggota merumuskan tujuan-tujuan khusus yang dapat

diukur dan diamati dari segi perilaku, dan membantu konseli membuat

komitmen untuk bergerak menuju tujuan-tujuan itu

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

39

i. Membantu anggota mengembangkan perasaan berkelompok dan

penerimaan oleh orang lain yang memberikan rasa aman dalam

menghadapi tantangan hidup

j. Membantu anggota dalam mengembangkan keberanian dan

kemampuan untuk mengambil resiko

5. Fungsi Konseling Kelompok

Gazda (1984) merumuskan fungsi konseling kelompok dalam

seting sekolah adalah konseling kelompok dapat membanu siswa dalam

menyesuaikan sosial di lingkungan yang baru, sebab pada masa ini

dorongan dari teman sebaya merupakan sesuatu yang amat penting yang

dapat memotivasi mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.

Selain itu konseling kelompok dapat digunakan untuk membantu individu

dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam tujuan bidang

yaitu : psikososial, vokasional, kognitif, fisik, seksual, moral dan afektif.

Di pihak lain konseling kelompk diadakan untuk mereka yang

memerlukan pertolongan atau lebih tepat orang yang merasa

membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu, masalah pemilihan anggota

kelompok adalah masalah yang perlu mendapatkan perhatian karena

berkaitan erat dengan keberfungsinya dari konseling kelompok

Konseling kelompok tidak hanya merupakan pertolongan yang

kuratif dan orefentif tetapi juga bersifat preseveratif. Konseling kelompok

dapat berfungsi prefentif, bagi individu-individu yang memiliki tingkah

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

40

laku yang ditolak atau diterima, yang bisa dibantu tanpa keterlibatan

konselor dalam penyembuhannya.

6. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Konseling Kelompok

Corey (2005) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam

menyelenggarakan konseling kelompok seperti :

a. Pemimpin harus betul-betul menyadari tujuan dan membawa diskusi

karena tujuan tanpa memaksa proses kelompok

b. Konselor harus dapat membedakan antara kegiatan kelompok dan

kebutuhan kelompok

c. Para anggota kelompok pelru dipilih dengan teliti dengan menyisihkan

orang yang menderita malajuted yang berat atau orang yang

mendapatkan pengobatan

d. Anggota perlu betul-betul dipersiapkan sebelumnya, supaya mereka

siap bertindak sebagai anggota yang mau berbagi (share) dan menolong

anggota lainnya dalam kelompok, peka dan menyesuaiakn diri dengan

pribadi lain

7. Kompetensi Pemimpin Kelompok

Corey (2005) menjelaskan tentang karakteristik pemimpin

kelompok yang efekif yaitu :

a. Kehadiran emosional (precence). Kehadiran konselor dalam konseling

kelompok sangat besar artinya bagi anggota kelompok. Kehadiran

bukan hanya secara fisik melainkan juga secara emosional

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

41

b. Kekuatan pribadi (personal power). Kekuatan pribadi ini mencangkup

kepercayaan diri dan kesadaran akan pengaruh dirinya terhadap orang

lain

c. Keberanian (courage) konselor menunjukkan keberanian mengambil

resiko dalam kelompok, dan dengan mengakui kesalahan yang mungkin

diperbuatnnya

d. Kemauan untuk mengkonfrontasi diri sendiri (willingness to confront

one self). Keberanian konselor hanya dalam rangka interaksi dengan

kelompok dan anggota-anggotanya secara individual, melainkan juga

keberanian dalam menghadapi keadaan dirinya sendiri.

e. Kesadaran diri (slef awareness). Kesadaran diri merupakan titik

pangkal dari kesediaan untuk mengkonfrontasikan diri dan

mengevaluasi diri sendiri

f. Keikhlasan (sincerity). Salah satu kualitas pemimpin yang paling

penting adalah keikhlasan dalam memperhatikan kesejahteraan orang

lain dan dalam menumbuhka cara-cara pemecahan masalah yang

konstruktif

g. Kentetika (authenticity). Kentetika ini erat hubungannya dengan

keikhlasan. Keberhasilan dalam memimpin konseling kelompok

menuntut konselor untuk berbuat secara otentik, benar, kongruen dan

jujur

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

42

h. Rasa beridentitas (sense of identity). Salah satu tugas konselor

kelompok adalah membantu anggota kelompok untuk menemukan diri

mereka sendiri

i. Yakin akan memanfaatkan proses konselor (belif in group process).

Keyakinan ini merupakan faktor essensial menuju keberhasilan

kegiatan konseling kelompok

j. Antusias (enthusiasm). Antusias atau kegairahan kerja merupakan ciri

penting yang perlu dimiliki konselor kelompok. Apalagi konselor

mendorong anggota kelompok untuk turut serta secara baik-baik di

dalam kelompoknya

k. Dengan temu dan kreativitas (inventiveness an creativity). Daya temu

kreatvitas salah satu faktor yang dapat meningkatkan keberhasilan

konseling kelompok

l. Daya tahan (stamina). Konselor konseling kelompok membutuhkan

ketahanan fisik dan psikis yang tinggi dalam memimpin kelompok

8. Prinsip-prinsip dalam Konseling Kelompok

Dalam kerja kelompok ada beberapa prinsip yang perlu

diperhatikan seperti diungkapkan oleh Gazda (1984) yaitu :

a. Konseling kelompok akan sangat efektif dalam lingkungan yang

demokratis

b. Konseling kelompok dapat efektif hanya dicapai bila terdapat

orientasi, administrasi yang lengkap dan intensif

c. Konseling kelompok sangat efektif apabila bersifat sukarela

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

43

d. Karena memulai kelompok adalah faktor yang sangat menentukan,

nama kelompok harus menarik artinya banyak yag berminat

e. Masing-masing anggota kelompok harus bertanggung jawab atas

perilakunya dalam kelompok

f. Konselor harus sadar

9. Ciri-Ciri Konseling Kelompok

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan bahwa ada beberapa

ciri konseling kelompok yang nampak antara lain :

a. Adanya pelepasan ketegasan emosi dengan jalan tukar pengalaman

atau pendapat

b. Adanya katarsis (mengeluarkan unek-unek) dan perkembangan ke

arah makin mengenal diri sendiri, bertindak sebagai penolong serta

mempunyai sikap menurut

c. Mempunyai tekanan terutama pada minat dan perhatian terhadap

penjelasan masalah agar anggota yang bermasalah dapat merubah

sikapnya menjadi lebih positif/baik

d. Konselor sebagai pemimpin pada awalnya adalah orang yang terlatih

dalam konseling kelompok. Konselor berperan sebagai pemimpin

situasional

e. Setiap anggota bebas mengemukakan hal-hal yag rahasia, anggota-

anggota kelompok terdiri dari anggota yang sebaya

f. Anggota minimal 2 dan maksimal 10 orang. Semua diharapkan aktif

berpartisipasi dalam kelompoknya

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

44

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan bahwa konseling

kelompok mempunyai cirri-ciri sebagai berikut ini :

a. Kegiatan konseling kelompok bersifat pencegahan. Dengan konseling

kelompok diharapkan klien termotivasi untuk dapat mengembangkan

kemampuan sesuai dengan potensi yang dimilikinya

b. Kegiatan konseling kelompok bersifat perbaikan. Dalam hal ini

biasanya digunakan bagi siswa yang mempunyai perilaku suka

menyalahkan diri sendiri, tetapi memiliki potensi untuk menyelesaikan

masalahnya tanpa bantuan konseling

c. Kegiatannya biasanya berpusat pada hal-hal yang khusus seperti

masalah pendidikan, pekerjaan, sosial, dan pribadi dari kesepakatan

anggota kelompok

d. Pembicaraannya bersifat rahasia

e. Kegiatan ini merupakan hubungan antar pribadi yang menekankan pada

proses berpikir secara sadar, perasaan dan perilaku anggotanya

f. Kegiatan ini berkaitan erat dengan penyelesaian tugas-tugas

perkembangan siswa selama hidupnya

g. Konseling kelompok menumbuhkan empati dan dorongan yang

memungkinkan terciptanya rasa saling percaya dan saling peduli yang

diawali antara sesama anggota kelompok dan antar sesama anggota

kelompok dengan konselor

h. Kegiatan konseling kelompok biasanya dilakukan di dalam situasi

kelembagaan, contohnya di sekolah.

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

45

10. Kelebihan Konseling Kelompok

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan kelebihan konseling

kelompok antara lain adalah :

a. Lebih efisien sebab seorang konselor dapat melayani beberapa konseli

sekaligus. Ada efisien waktu, tenaga dan biaya.

b. Lebih menari bagi individu dan kesempatan lebih luas di tawarkan

melalui konseling kelompok ini

c. Membimbing ke arah tambahan konseling individual yang dibutuhkan

tetapi jika tidak dibutuhkan tidak diberikan

d. Memberikan kesempatan latihan praktis dari perkembangan sosial

yang lebih daripada yang hanya dikatakan, konseli memberikan

kesempatan untuk memberi sebagaimana konseli menerima

pertolongan dan konseli dapat mencoba perilaku baru

e. Memberikan kesempatan dan pengaruh yang diharapkan dari teman

sebaya yang sering lebih kuat daripada orang-orang berkuasa

f. Menambah konseling dari anggota dalam kelompok selain

pemimpinnya (konselor), konseli membuat support sistem bagi

anggota satu dengan yang lainnya

g. Menambah prosedur dari anggota-anggota selain dari pemimpinnya

karena konseli belajar ketrampilan berkomunikasi antar pribadi

h. Sering dapat lebih cepat mendorong atau menstimulir kemajuan dan

dengan mengurangi ancaman daripada konseling indivdiu

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

46

11. Kelemahan Konseling Kelompok

JT Lobby Loekmono (2003) menyebutkan ada beberapa kelemahan

dari konseling kelompok meliputi :

a. Kesulitan praktis untuk bertemu/berkumpul

b. Masalah kesetiaan peserta untuk datang dalam setiap pertemuan dan

bila ada yang berhalangan akan mempengaruhi suasana, kekuatan dan

semangat konseling kelompok

c. Banyak konselor atau konseli yang berharap banyak atau tinggi dari

pengalaman kelompok tetapi sedikit untuk bagian terapinya

d. Peranan konselor dalam konseling kelompok kadang-kadang

membingungkan anggota karena peranannya kadang-kadang kabur

e. Beberapa konseli belum siap memasuki konseling kelompok dan

merkea membutuhkan konseling individual terlebih dahulu sehingga

konseling kelompok belum dapat berjalan

f. Konseli mengungkapkan masalahnya dan senang dibahas oleh

kelompok tetapi konseli sendiri tidak bersedia untuk berubah

perilakunya

g. Masih kabur bagi konseli untuk membuat keputusan sebaiknya untuk

memecahkan masalahnya cocok memilih konseling kelompok atau

konseling individual karena kurangnya informasi tentang konseling

kelompok ini

h. Ada bahaya bila pimpinan kelompok atau konselor misalnya kurang

terlatih mempimpin konseling kelompok daripada konseling individu

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

47

karena konseling kelompok lebih kompleks dan lebih dinamika

permasalahan untuk diantisipasi oleh konselor

12. Unsur-Unsur Konseling Kelompok

JT Lobby Loekmono (2003) menyebutkan unsur-unsur dalam

konseling kelompok adalah sebagai berikut :

a. Anggota kelompok adalah siswa normal yang mempunyai masalah

penyesuaian yang masih dapat diatasi

b. Konseling kelompok dipimpin oleh konselor atau psikolog dengan

latihan khusus bekerja dengan kelompok

c. Permasalahan yang dihadapi antar anggota adalah sama

d. Metode berpusat pada proses kelompok dan perasaan kelompok

e. Interaksi antar anggota sangat penting

f. Berdasar pada alam kesadaran

g. Menekankan pada perasaan dan kebutuhan anggota

13. Pelaksanaan Konseling Kelompok

Latipun (2006) menyatakan bahwa pada dasarnya tidak terdapat

perbedaan yang foundamental dalam pelaksanaan konseling individual

dan konseling kelompok. Akan tetapi dalam hal tertentu ada beberapa

pertimbangan yang harus diperhatikan dalam melaksanakan konseling

kelompok yaitu sebagai berikut :

a. Memilih Anggota Kelompok

Anggota kelompok yang akan berpartisipasi di dalam konseling

kelompok hendaknya dipertimbangkan dan dipilih secara cermat agar

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

48

pelaksanaannya dapat berjalan secara baik. Para anggota hendaknya

memiliki kesamaan minat dan masalah, adanya homogenitas dalam

pengelompokkan dilihat dari usia, kematanga sosial, pengalaman. Di

samping itu, klien hendaknya memiliki keinginan untuk memperoleh

bantuan, memiliki kemauan untuk mengemukakan masalah dan

keadaan dirinya dan bersedia berpartisipasi dalam kelompok.

Konselor hendaknya mampu meyakinkan para anggota kelompok

sebagai klien tentang manfaat konseling kelompok, peranan dan

fungsi para anggota kelompok dalam kegiatan konseling kelompok

b. Ukuran Kelompok

Mochamad Nursalim (2002) menyebutkan bahwa banyaknya anggota

kelompok dapat mempengaruhi komunikasi dan interaksi antar

konseli. Oleh karena itu, konselor memperhitungkan banyaknya

anggota dalam kaitannya dengan keefektifan interaksi di dalamnya.

Biasanya antara 5 sampai 6 orang anggota dapat dipandang cukup

memadai, namun dalam pelaksanaannya tergantung dari proses dan isi

konseling

Latipun (2006) menjelaskan bahwa sebagaimana terapi kelompok

interaktif, konseling kelompok umumnya beranggota berkisar antara 4

sampai 12 orang. Berdasarkan hasil berbagai penelitian, jumlah

anggota kelompok yang kurang dari 4 orang tidak efektif karena

dinamika kelompok menjadi kurang hidup. Sebaliknya jika jumlah

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

49

klien melebihi 12 orang adalah terlalu besar untuk konseling karena

terlalu berat dalam mengelola kelompok

c. Lama dan Frekuensi Pertemuan

Mochamad Nursalim (2002) menyebutkan bahwa konselor hendaknya

mempertimbangkan berapa lama dan berapa kali pertemuan

berlangsung. Biasanya berkisar antara 30 menit sampai dengan 1 jam

untuk setiap pertemuan dan dapat dilakukan seminggu sekali atau

seminggu dua kali atau dua minggu sekali. Semuanya tergantung dari

kondisi, proses dan isi konseling

Latipun (2006) menjelaskan bahwa lama waktu penyelenggaraan

konseling kelompok sangat bergantung kepada kompleksitas

permasalahan yang dihadapi kelompok. Secara umum konseling

kelompok yang bersifat jangka pendek (short term group counseling)

membutuhkan waktu pertemuan antara 8 sampai 20 pertemuan,

dengan frekuensi pertemuan antara 1 sampai 3 kali dalam

seminggunya, dan durasinya antara 60 sampai 90 menit setiap

pertemuannya.

Durasi pertemuan konseling kelompok pada prinsipnya sangat

ditentukan dan kondisi anggota kelompok. Menurut Latipun (2006)

durasi konseling yang terlalu lama yaitu di atas 2 jam menjadi tidak

kondusif karena beberapa alasan yaitu 1) anggota telah mencapai

tingkat kelelahan dan 2) pembicaraan cenderung diulang-ulang. Oleh

karena itu, aspek durasi pertemuan harus menjadi perhitungan bagi

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

50

konselor. Konseling tidak dapat diselesaikan dengan

memperpanjangan durasi pertemuan, tetapi pada proses pembelajaran

selama proses konseling

Dalam kaitannya dengan waktu yang digunakan, konseling kelompok

tidak biasa diselenggarakan dalam interval waktu yang pendek.

Konseling kelompok umumnya diselenggarakan satu hingga dua kali

dalam seminggu. Penyelenggaraan dengan interval yang lebih sering

akan mengurangi penerapan dari informasi dan umpan balik yang

didapatkan selama proses konseling. Jika terlalu jarang, misalnya satu

dalam dua minggu, banyak informasi dan umpan balik yang dapat

dilupakan.

d. Sifat Kelompok

Sifat kelompok dapat terbuka dan tertutup. Terbuka jika pada suatu

saat dapat menerima anggota baru dan dikatakan tertutup jika

keanggotaannya tidak memungkinkan adanya anggota baru.

Kelompok terbuka maupun tertutup terdapat keuntungan dan

kerugiannya. Sifat kelompok adalah terbuka maka setiap saat

kelompok dapat menerima anggota baru sampai batas yang dianggap

cukup. Namun demikian adanya anggota baru dalam kelompok akan

menyulitkan pembentukan kohesivitas anggota kelompok.

Konseling kelompok yang menerapkan anggota tetap dapat lebih

mudah membentuk dan memelihara kohesivitasnya. Tetapi jika

terdapat anggota kelompok yang keluar, dengan system keanggotaan

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

51

demikian tidak dapat ditambahkan lagi dan harus menjalankan

konseling berapapun jumlah anggotanya.

e. Mengembangkan dan Memelihara hubungan

Dalam melaksanakan konseling kelompok, konselor hendaknya dapat

menciptakan dan mengembangkan hubungan antara anggota dengan

konselor dan antar anggota kelompok. Para anggota hendaknya

diusahakan agar selama konseling setiap anggota dapat :

1) Mendengarkan secara mendalam

2) Membantu orang lain untuk berbicara

3) Mendiskusikan masalah

4) Mendiskusikan perasaan

5) Mengkonfrontasi

6) Merencanakan tindakan.

Hubungan ini hendaknya terus dipelihara dengan baik sejak dimulai

sampai selesai

14. Tahapan Konseling Kelompok

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan proses pelaksanaan

konseling kelompok dilaksanakan melalui 4 (empat) tahap sebagai

berikut :

a. Tahap Pembentukan

Farid Mashudi (2011) mengungkapkan bahwa pada tahap ini terjadi

dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

52

konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa

hal yang perlu dilakukan, antara lain :

1. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport).

Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada

terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling terutama asas

kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan dan kegiatan

2. Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan

konseling sudah terjalin dengan baik dank lien telah melibatkan

diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah

klien

3. Membuat penaksiran dan perjajaga. Konselor berusaha menjajagi

atau menafsirkan kemungkinan masalah dan merancang bantuan

yang mungkin dilakukan yaitu dengan membangkitkan semua

potensi klien dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai

antisipasi masalah

4. Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor

dengan klien yang berisi

i. Kontrak waktu yaitu berapa lama waktu pertemuan yang

diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkeberatan

ii. Kontrak tugas yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien

iii. Kontrak kerjasama dalam proses konseling yaitu terbinanya

peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan

konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling

Page 46: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

53

Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penjajakan, dimana para

peserta diharapkan dapat lebih terbuka menyampaikan harapan

keinginan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing

anggota. Penampilan pemimpin kelompok pada tahap ini hendaknya

benar-benar bisa menyakinkan anggota kelompok sebagai orang yang

bisa dan bersedia membantu anggota kelompok mencapai tujuan yang

diharapkan

Dalam fase ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikann :

1) Cara menentukan masalah

Di dalam pelaksanannya perlu diingat :

i. Masalah yang bersifat umum : isi masalah, sering tidaknya

masalah itu datang

ii. Masalah pribadi (yang menyangkut diri sendiri)

iii. Masalah yang memenuhi pikiran dan yang tidak memenuhi

pikiran

iv. Masalah yang relatif lama

v. Masalah yang insidental

vi. Masalah yang dapat dibicarakan dengan orang lain

vii. Masalah yang dapat dibicarakan dengan kelompok

2) Cara memilih anggota

Sebenarnya tidak ada kriteria yang tertentu untuk dipakai sebagai

dasar dalam pemilihan anggota kelompok. Namun demikian perlu

diperhatikan fakta-fakta antara lain :

Page 47: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

54

i. Anggota tidak terlalu besar jumlahnya

ii. Mereka yang terlibat adalah yang berminat atau tidak terpaksa

iii. Anggota kelompok dapat menerima tujuan masing-masing

oleh karena itu diadakan wawancara pendahuluan

iv. Untuk menghindari subjektifitas anggota yang bersaudara

dekar dipisahkan dalam satu kelompok, anggota yang terlalu

pemalu atau agresif di tempatkan pada kelompok yang cocok

3) Pemilihan anggota kelompok

Penentuan anggota kelompok dilakukan oleh konselor dengan cara

i. Mereka yang memiliki masalah yang mirip dan mempunyai

keinginan yang sama untuk membahas masalah tersebut

ii. Mempunyai kematangan pribadi

iii. Siap dan mampu untuk member dan menerima

iv. Terbuka untuk mengutarakan masalahnya sendiri

v. Percaya kepada konselor dan anggota-anggota yang lain

4) Tanggung jawab konselor

Dalam fase persiapan yaitu pada pembentukan kelompok,

konselor hendaknya memikirkan juga tanggung jawab dalam

proses konseling yang akan diadakan meliputi antara lain :

i. Berusaha mengenal dan memahami seluruh anggota

kelompok

Page 48: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

55

ii. Menolong setiap anggota untuk berbicara tentang perasaan

dan menolong supaya anggota makin memperoleh

kebahagiaan

iii. Menolong agar tiap-tiap anggota peka terhadap anggota lain

serta bersedia untuk mengemukakan pendapat atau

perasaannya

iv. Mencari jalan agar suasana kerjasama dalam kelompok

dapat tercipta

v. Mengarahkan pembicaraan-pembicaraan anggota menuju

pada pokok bahasan dan tujuan konseling kelompok

Mochamad Nursalim dan Suradi (2002) mengungkapkan bahwa

ketrampilan dan kepercayaan konselor pada dasarnya merupakan

kunci suksesnya konseling kelompok. Pengalaman dalam konseling

individu dapat merupakan dasar bagi kelancaran bekerja dalam

kelompok. Tanggung jawab konselor dalam konseling kelompok

adalah sejajar dengan situsasi konseling individual, yaitu

menumbuhkan perasaan diterima, hangat dan pemahaman.

Konselor hendaknya memperhatikan anggota dalam interaksinya,

menumbuhkan rasa percaya diri pada anggota dalam memecahkan

masalahnya, menciptakan hubungan kerja yang baik. Mochamad

Nursalim dan Suradi (2002) menyatakan bahwa ketrampilan

konselor meliputi :

Page 49: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

56

a. Diagnosis yaitu menemukan masalah dan latar belakangnya

b. Mengenal, menjelaskan dan menafsirkan makna di belakang

perilaku klien

c. Berkomunikasi dengan para anggota

d. Menggunakan humor dan strategi inovatif untuk menjaga agar

pertemuan tetap menarik

e. Memvariasi metode untuk menyegarkan kebutuhan para

anggota

f. Menghadapi para anggota yang berperilaku tidak sesuai

Berikut ini dikemukakan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan

yang seharusnya dilakukan dalam tahap pembentukan :

a) Menerima secara terbuka dan menucapkan terima kasih atas

kehadiran dan kesediaan anggota kelompok melaksakan

kegiatan

b) Berdoa secara bersama, sesuai dengan agama dan kepercayaan

masing-masing. Menjelaskan pengertian konseling kelompok

c) Menjelaskan tujuan konseling kelompok

d) Menjelaskan cara pelaksanaan konseling kelompok

e) Menjelaskan asas-asas konseling kelompok yaitu asas

kerahasiaan, kesukarelaan, kegiatan, keterbukaan dan

kenormatifan

f) Melaksanakan perkenalan dilanjutkan dengan permainan

pengakraban

Page 50: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

57

5) Tanggung jawab anggota kelompok

Dalam konseling kelompok para anggota mempunyai tanggung

jawab tertentu dalam pembentukan kelompok, pertumbuhan

kelompok, pelaksanaan kegiatan kelompok dan mengatasi

hambatan-hambatan kelompok. Para anggota kelompok

bertanggung jawab untuk membentuk suatu hubungan yang

bersifat membantu. Melalui interaksi, setiap anggota membantu

menumbuhkan dan memelihara suasana psikologis yang kondusif

bagi pertukaran pengalaman dan pemecahan masalah. Dalam hal

ini konselor hendaknya mampu menumbuhkan rasa tanggung

jawab para anggota kelompok

b. Tahap Peralihan atau Tahap Transisi

Tahap transisi adalah suatu tahap setelah proses pembentukan dan

sebelum tahap kerja kelompok. Dalam kelompok yang diperkirakan

berakhir 12-15 sesi, tahap transisi terjadi pada sesi kedua atau ketiga

biasanya berlangsung satu sampai tiga pertemuan. Tahap ini

merupakan transisi antara tahap pembentukan dengan tahap kegiatan.

Pada tahap ini pemimpin kelompok sekali lagi harus jeli dalam

melihat dan membaca situasi. Apabila masih terlihat gejala-gejala

penolakan, rasa enggan, salah paham, kurang bersemangat dalam

melaksanakan kegiatan maka pemimpin kelompok tidak boleh

bingung apalagi putus asa.

Page 51: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

58

Perlu diingat bahwa tahap kedua ini merupakan “jembatan” antara

tahap pertama dan tahap ketiga. Adakalanya untuk menempuh

jembatan itu dapat dilalui dengan mudah dan adakalanya ditempuh

dengan sukar. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok harus

berhasil membawa anggota kelompok meniti jembatan itu dengan

selamat. Kalau perlu beberapa hal pokok yang sudah dibahas pada

tahap pertama dapat dibahas kembali seperti asas kerahasiaan,

keterbukaan.

Tahap peralihan dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai

berikut :

a) Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnys

b) Menawarkan sambil mengamati apakah para anggota sudah siap

menjalankan kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga)

c) Membahas suasana yang terjadi

d) Meningkatkan kemampuan keikutserraan anggota

e) Kalau dipandang perlu, kembali ke beberapa aspek tahap pertama

(tahap pembentukan)

c. Tahap Kegiatan

Tahap kegiatan merupakan tahap inti dari proses suatu kelompok dan

merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Tahap

kegiatan selalu dianggap sebagai tahap yang selalu produktif dalam

perkembangan kelompok yang bersifat membangun dan dengan

Page 52: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

59

pencapaian hasil yang baik selama tahapan kerja hubungan anggota

kelompok lebih bebas dan lebih menyenangkan.

Hubungan antar anggota berkembang dengan baik (saling tukar

pengalaman, membuka diri secara bebas, saling tanggap dan tukar

pendapat dan saling membantu). Dalam perkembangan kelompok,

tahapan kegiatan merupakan kekuatan therapeutic seperti keterbukaan

terhadap diri sendiri dan orang lain dan munculnya ide-ide baru yang

membangun.

Apapun yang menjadi tujuan, suatu kelompok yang sehat akan

menampilkan keakraban, keterbukaan, umpan balik, kerja kelompok,

konfrontasi dan humor. Perilaku-perilaku positif yang dinyatakan

dalam hubungan interpersonal antar anggota aka muncul dalam

hubungan sebaya. Tahap ini sangat menentukan keberhasilan kegiatan

kelompok. Jika tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap

ini akan berlangsung dengan lancar.

Farid Mashudi (2011) mengungkapkan bahwa pada tahap ini terdapat

beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya :

a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam.

Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai

perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang

dialaminya

b. Konselor melakukan penilaian kembali, bersama-sama klien

meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien

Page 53: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

60

c. Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara. Hal ini bisa

terjadi jika :

1. Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau

wawancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk

mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang

dihadapinya

2. Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik

konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang

jujur, ikhlas dan benar-benar peduli terhadap klien

3. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan

yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh

pihak konselor maupun klien.

Dalam kegiatan konseling kelompok, tahap ini diwujudkan dalam

kegiatan-kegiatan :

a) Setiap anggota kelompok mengemukakan masalah pribadi yang

perlu mendapatkan bantuan kelompok untuk pengentasannya

b) Kelompok memilih masalah mana yang hendak dibahas dan

dientaskan pertama, kedua, ketiga, dst.

c) Klien (anggota kelompok yang masalahnya dibahas) memberikan

gambaran yang lebih rinci mengenai masalah yang dialaminya

d) Seluruh anggota kelompok aktif membahas masalah klien melalui

berbagai cara seperti bertanya, menjelaskan, mengkritisi, member

contoh, mengemukakan pengalaman pribadi dan menyarankan

Page 54: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

61

e) Klien setiap kali diberi kesempatan untuk merespons apa-apa yang

ditampilkan oleh rekan-rekan anggota kelompok

f) Kegiatan selingan

d. Tahap Pengakhiran

Tahap pengakhiran secara keseluruhan merupakan akhir dari

serangkaian pertemuan kelompok. Keseluruhan pengalaman yang

diperoleh anggota selama proses kerja ini memerlukan perhatian

khusus dari pemimpin kelompok, terutama ketika kelompok hendak

dibubarkan. Pembubaran kelompok secara keseluruhan idealnya

dilakukan setelah tujuan kelompok tercapai. Tetapi adakalanya terjadi

lebih cepat dari yang direncanakan atau yang disebut pembubaran

dini.

Oleh karena itu, kegiatan utama anggota kelompok, menjelang

kelompok dibubarkan adalah :

a) Membayangkan kembali pengalaman mereka selama kerja

kelompok berlangsung

b) Memproses kembali ingatannya

c) Mengevaluasi

d) Mengakui dan mengakomodasikan perasaan-perasaan anggota

kelompok dan mengakomodasi perasaan-perasaan anggota yang

saling bertentangan

e) Membantu anggota dalam membuat keputusannya secara kognitif

untuk menghadapi masa depan

Page 55: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

62

Sebagai tahap penutup dari kegiatan konseling kelompok, tugas

pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah sebagai berikut :

a) Mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri

b) Pemimpin kelompok dan anggota kelompok mengemukakan kesan

dan hasil-hasil kegiatan

c) Membahas kegiatan lanjutan

d) Doa penutup

e. Evaluasi Kegiatan

Penilaian terhadap kegiatan konseling kelompok dapat dilakukan

secara tertulis dimana para peserta diminta mengungkapkan

perasaannya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap berbagai hal

baik yang telah dilakukan selama kegiatan kelompok (yang

menyangkut isi maupun proses) maupun kemungkinan keterlibatan

mereka untuk kegiatan serupa selanjutnya. Pada tahap ini dilakukan

tinjauan terhadap kualitas kelompok dan hasil-hasilnya melalui

pengungkapan kesan-kesan peserta. Penilaian dilakukan dalam tiga

tahap yaitu penilaian segera (laiseg) dilakukan pada akhir setiap sesi

layanan, penilaian jangka pendek (laijapen) dan penilaian jangka

panjang (laijapang).

C. Pendekatan Behavioral

1. Pengertian Konseling Behavioral

Menurut Corey (1993) konseling behavioral merupakan bentuk

tertentu dari modivikasi perilaku. Walaupun perubahan perilaku

Page 56: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

63

berhubungan dengan penggunaan umum asumsi-asumsi, konsep dan

teknik yang berhubungan dengan perilaku yang mengendalikan,

mengubah atau memodifikasi perilaku, konseling behavioral secara

khusus mencoba menghapus perilaku yang salah dan membantu konseli

untuk memperoleh ketrampilan baru serta terdapat terapi behavioral yang

menekankan dimensi kognitif manusia dan berbagai macam metode yang

diorintesikan pada tindakan.

Hansen (dalam Rasjidan, 1994) merumuskan pengertian konseling

behavioral cenderung lebih dekat dengan teori belajar. Konseling adalah

situasi belajar yang khusus. Semua perubahan perilaku konseli sebagai

hasil proses konseling merupakan hasil langsung penerapan prinsip

belajar yang sama dengan prinsip belajar di luar suasana konseling. Proses

konseling berurusan langsung dengan bagaiaman menerapkan prinsip-

prinsip belajar.

2. Sifat Manusia

Konsep behavioral adalah perilaku manusia merupakan hasil

belajar, sehingga dapat diubah dan mengkreasi kondisi-kondisi belajas.

Proses konseling merupakan penataan proses atau pengalaman belajar

untuk membantu siswa mengubah perilakunya agar dapat memecahkan

masalah.

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan bahwa manusia

adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol atau dipengaruhi

oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan

Page 57: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

64

memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini

menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.

Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan

yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika

individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar

seperti pembiasaan klasik, pembiasaan operand dan peniruan. Manusia

bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil

belajar, sehingga anak dapat diubah dengan memanipulasi dan

mengkreasi kondisi-kondisi pembentukkan tingkah laku. Manusia

cenderung akan mengambil stimulus yang menyenangkan dan

menghindarkan stimulus yang tidak menyenangkan. Kepribadian

seseorang merupakan cerminan dari pengalaman yaitu situasi atau

stimulus yang diterimanya. Memahami kepribadian manusia yaitu

mempelajari dan memahami bagaimana terbentuknya suatu tingkah laku.

3. Ciri Konseling Behavioral

DR. Rochman Natawidjaja (1987) menyebutkan cirri konseling

behavioral adalah sebagai berikut ini :

a. Memusatkan perhatian kepada pemilihan sasaran perilaku yang akan

diubah dan mengkhususkan unsur-unsur yang ingin diubah dari

perilaku itu

b. Mempelajari peristiwa-peristiwa yang dapat diamati di dalam

lingkungan yang mempertahankan perilaku itu

Page 58: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

65

c. Mengkhususkan secara jelas perubahan lingkungan dan strategi

intervensi yang dapat mengubah perilaku

d. Bertahan pada assesmen dan penilaian terhadap perlakuan dalam

penyuluhan berdasarkan data yang ada

e. Memperhatikan bagaimana seseorang dapat mempertahankan dan

menggeneralisasikan perilaku yang telah diperolehnya di dalam

penyuluhan kelompok itu, untuk diterapkan dalam situasi baru dan

kehidupan sehari-hari pada jangka waktu lama

4. Karakteristik Konseling Behavioral

Rosjidan (1994) mengemukakan karakteristik konseling behavioral

yang bersifat universal adalah :

a. Fokusnya pada pengaruh-pengaruh tingkah laku yang dapat diamati

yang dipertentangkan dengan determinan-determinan historis

b. Penekanan diberikan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati

dengan jelas sebagai kriteria utama dalam menilai treatment

c. Tujuan-tujuan treatment ditentukan secara nyata dalam istilah yang

obyektif agar memungkinkan adanya pengulangan atau peninjauan

kembali. Kepercayaan adalah pada penelitian dasar sebagai sumber

hipotesis tentang treatment dan teknik-teknik terapi tertentu

d. Masalah-masalah yang menjadi sasaran dalam terapi secara khusus

ditentukan, sehingga memungkinkan adanya treatment dan penilaian

Page 59: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

66

5. Sifat Khas Konseling Behavior

Rasjidan (1994) mengemukakan enam sifat khas konseling

behavioral adalah :

a. Konseling behavioral adalah proses yang terancang dan sistematik

b. Problem manusia umumnya akibat kurang atau salah belajar karena

itu konseling dipandang sebagai proses belajar mengajar

c. Tujuan konseling adalah membantu klien mengubah tingkah laku

yang ditentukan dan masalahnya khusus, meneliti variabel eksternal

dan internal yang mungkin menstimulasi dan mereinforce perilakunya

dan lebih lanjut membuat pernyataan perilaku baru sebagaimana yang

diharapkan

Dalam melakukan perannya, dituntut adanya kesadaran dan

partisipasi klien dalam proses terapiutik. Klien harus mau bekerjasama

dengan konselor dan anggota yang lain baik selama terapi maupun dalam

situasi kehidupan nyata bila memungkinkan. Keefektifan sangat dituntut

bagi memperoleh keberhasilan yang diikuti dengan adanya kemauan untuk

memperbaiki perilakunya.

6. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan tentang asumsi

tingkah laku bermasalah adalah sebagai berikut ini :

a. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-

kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat yaitu tingkah laku

yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan

Page 60: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

67

b. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau

lingkungan yang salah

c. Manusia bermasalah mempunyai kecenderungan merespons tingkah

laku negatif dari lingkungannya

d. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga

dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar

7. Tujuan Konseling Behavioral

JT Lobby Loekmono (2003) menyatakan tentang tujuan utama

konseling behavioral adalah menyediakan keadaan-keadaan lingkungan-

lingkungan agar perilaku yang tidak sesuai dapat dihapuskan dan sesudah

itu konseli akan diajarkan untuk menguasai perilaku baru yang sesuai

untuk menggantikan perilaku yang tidak sesuai.

Tujuan dari konseling behavioral adalah sebagai berikut ini :

a. Menghapus atau menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah)

untuk digantikan dengan tingkah laku yang baru yaitu adaptif yang

diinginkan klien

b. Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang

spesifik :

a) Diinginkan oleh klien

b) Konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut

c) Klien dapat mencapai tujuan tersebut

d) Dirumuskan secara spesifik

Page 61: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

68

c. Konselor dan klien bersama-sama (bekerjasama) menetapkan atau

merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling

Cormier dan Cormier (1979 dalam JT Lobby Loekmono, 2003)

menjelaskan bahwa proses penentuan tujuan ini biasanya dilakukan

bersama antara konselor dan konseli menurut urutan berikut :

a. Konselor menjelaskan kepada konseli sifat dan maksud tujuan

b. Konseli menentukan perubahan atau tujuan khusus yang diinginkan

c. Konseli dan konselor mengkaji dan menilai kesesuaian tujuan yang

dinyatakan oleh konseli

d. Secara bersama mereka mengidentifikasi resiko-resiko yang

berhubungan dengan tujuan itu dan menilai resiko-resiko itu

e. Secara bersama juga mereka mendiskusikan kebaikan yang mungkin

diperoleh dari tujuan itu

f. Berdasarkan informasi yang didapat mengenai tujuan yang dinyatakan

konseli, konselor dan konseli akan membuat salah satu dari keputusan

berikut :

1. Untuk meneruskan konseling atau

2. Untuk mempertimbangkan kembali tujuan yang dinyatakan oleh

konseli atau

3. Untuk merujuk konseli pada konselor lain agar keinginan dan

hasrat konseli tidak kosong dan konselor sendiri tidak merasa

hampa dan kecewa

Page 62: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

69

Latipun (2006) mengemukakan bahwa konseling behavioral itu

memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Berfokus pada perilaku yang tampak dan spesifik

b. Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan terapeutik

c. Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah

klien

d. Penaksiran objektif atas tujuan terapeutik

Latipun (2006) juga mengemukakan tujuan umum konseling

behavioral adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku

simtomatik yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan

perilaku, yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang dan

atau mengalami konflik dengan kehidupan sosial.

Latipun (2006) mengemukakan tujuan khusus konseling behavioral

adalah mengubah perilaku salah dalam penyesuaian dengan cara-cara

memperkuat perilaku yang diharapkan dan meniadakan perilaku yang

tidak diharapkan serta membantu menemukan cara-cara berperilaku yang

tepat

8. Peranan Konselor

Sebagai pemimpin kelompok dalam konseling kelompok, seorang

konselor harus mempunyai kemampuan atau ketrampilan, kemampuan

seorang konselor dalam memimpin konseling kelompok antara lain :

a. Menciptakan suasanan kelompok sehingga terciptanya dinamika

kelompok

Page 63: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

70

b. Berwawasan luas (ilmiah dan moral)

c. Mampu membina hubungan antarpersonal yang hangat, damai,

berbagi, empatik

Seorang konselor yang mempunyai kemampuan dan ketrampilan

seorang konselor juga mempunyai peranan sebagai pemimpin kelompok

antara lain :

a. Membentuk kelompok

Seorang konselor mempunyai tugas untuk membentuk kelompok dan

memilih para anggotanya untuk melakukan konseling kelompok

b. Melakukan penstrukturan

Sebelum melaksanakan proses konseling kelompok, konselor

melakukan penstrukturan dalam kelompok dan menjelaskan

bagaimana langkah-langkah dalam melaksanakan konseling kelompok

ini

c. Mengembangkan dinamika kelompok

Konselor juga berkewajiban untuk mengembangkan dinamika

kelompok supaya dalam proses konseling kelompok ini dapat berjalan

dengan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan

d. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

Setelah kegiatan konseling kelompok berlangsung, konselor harus

mengevaluasi dan menilai hasil kegiatan konseling kelompok yang

sudah dilaksanakan

Page 64: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

71

J.T. Lobby Loekmono (2003) ada empat peranan utama yang harus

dimainkan konselor dalam konseling behavioral adalah sebagai berikut :

a. Dalam konseling ini, konselor mempunyai kedudukan sebagai pakar,

guru yang aktif karena konselor mempunyai pengetahuan dan

ketrampilan yang dapat dipakai untuk mengobati masalah-masalah

yang dihadapi konselinya. Oleh karena itu konselor hendaknya

berusaha untuk mendiagnosis masalah yang dihadapi oleh konselinya

dan selanjutnya membuat saran dan rencana untuk mengatasi

masalahnya.

b. Sebagai seorang pakar, yang akan dikagumi dan dihormati oleh

konseli, konselor dapat menjadi model atau contoh untuk diteladani

oleh konselinya. Sikap, nilai, filsafat, kepercayaan, perilakunya dan

segala yang berkaitan dengan dirinya akan dicontoh atau diikuti oleh

konselinya. Justru karena itu, amatlah penting bagi konselor

menyadari hakikatnya dan selanjutnya waspada agar konseli menjadi

model yang sesuai untuk dicontoh.

c. Konselor hendaknya terampil dengan semua ataupun dengan sebagian

besar teknik yang dipakai dalam konseling behavioral yang beraneka

ragam

d. Konselor juga harus mempunyai orientasi yang baik ke arah

penyelidikan dan statistik agar konseli dapat melaksanakan penilaian

yang objektif

Page 65: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

72

9. Peranan Konseli

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan bahwa konseling

behavioral memakai strategi yang khusus dan jelas bukan saja untuk

diikuti oleh konselor, tetapi juga oleh konseli. Di samping itu konseling

behavioral bukan saja memakai bahasa di dalam mengatasi suatu masalah,

tetapi juga amat menitikberatkan tindakan berupa perilaku tindakan yang

harus dilakukan sewaktu konseling dan lebih penting lagi sesudah sesi

konseling.

Oleh karena itu ada ketentuan, konseli yang dibantu dengan

konseling ini harus setia pada strategi dan prosedur konseling behavioral.

Konseli juga harus mempunyai motivasi untuk mengubah apa saja perilaku

yang menjadi kebiasaannya, konseli harus bersedia melakukan apa yang

disetujui atau diarahkan serta bersedia menghadapi dan menerima resiko

dari percobaan di luar ruang konseling. Hanya dengan cara ini

keberhasilan suatu konseling behavioral dapat lebih dijamin.

Peran anggota kelompok dalam layanan konseling kelompok antara

lain :

a. Aktif, mandiri melalui aktivitas langsung melalui sikap 3M

(mendengar dengan aktif, memahami dengan positif dan merespon

dengan tepat), sikap seperti seorang konselor

b. Berbagi pendapat, ide dan pengalaman

Konseli diharapkan dapat menceritakan pengalaman pribadinya untuk

dapat bertukar pendapat dengan anggota kelompok yang lainnya

Page 66: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

73

c. Empati

Konseli dapat merasakan dan mengidentifikasi dirinya dalam keesaan

perasaan atau pikiran yang sama dengan anggota kelompok yang

lainnya

d. Aktif membina keakraban, membina keikatan emosional

Konseli hendaknya membina keakraban dan ikatan emosional diantara

anggota kelompok yang lain sehingga dapat terjalin hubungan yang

baik dengan anggota kelompok yang lain

e. Mematuhi etika kelompok

Anggota kelompok harus mematuhi etika dan peraturan yang telah

diberikan konselor dan disepakati oleh semua anggota kelompok

supaya dalam proses konseling kelompok dapat berjalan dengan lancar

f. Menjaga kerahasiaan, perasaan dan membantu anggota kelompok lain,

dalam kegiatan konseling kelompok konseli diharapkan untuk menjaga

kerahasiaan dan perasaan anggota kelompok lainnya

g. Membina kelompok untuk menyukseskan kegiatan kelompok

10. Deskripsi Proses Konseling

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan deskripsi proses

konseling behavioral adalah sebagai berikut :

a. Proses konseling dibingkai oleh kerangka kerja untuk mengajar klien

dalam mengubah tingkah lakunya

b. Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya

proses belajar tersebut

Page 67: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

74

c. Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang

benar-benar dialaminya pada waktu itu

d. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi metode atau teknik maa

yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah

e. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment dan

klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam

konseling

f. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai

berikut :

1) Konselor dan klien mendefinisikan masalah yang dihadapi klien

2) Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai

hasil konseling

g. Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien :

1) Apakah merupakan tujuan yang benar-benar diinginkan oleh klien

2) Apakah tujuan itu realistic

3) Kemungkinan manfaatnya

4) Kemungkinan kerugiannya

h. Konselor dan klien membuat keputusan apakah :

1) Melanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan

dilaksanakan

2) Mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai

3) Melakukan referral

Page 68: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

75

i. Technique Implementation adalah menentukan dan melaksanakan

teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang

diinginkan yang menjadi tujuan konseling

j. Evaluation Termination adalah melakukan penilaian apakah kegiatan

konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil

sesuai dengan tujuan konseling

k. Feedback adalah memberikan dan menganalisis umpan balik untuk

memperbaiki dan meningkatkan proses konseling

11. Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral

JT Lobby Loekmono (2003) mengemukakan prinsip kerja teknik

konseling behavioral adalah sebagai berikut :

a. Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan

Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya hendaknya

mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis

dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien

b. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak

diinginkan

c. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan

mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak

diinginkan

d. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh

atau model (film, tape recorder atau contoh nyata langsung)

Page 69: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

76

e. Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku

yang diinginkan dengan sistem kontrak

12. Tahap-tahap Konseling Behavioral

Tahap konseling behavioral menurut Rasjidan (1994) adalah :

a. Memulai kelompok (beginning the group) yaitu konselor

mengadakan pertemua dengan setiap individu untuk menentukan

apakah individu-individu itu cocok untuk ditangani dalam

kelompok dan memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam

kelompok. Aktivitas permulaan dipusatkan pada pengorganisasian

kelompok, mengorientasi klien ke proses kelompok dan memulai

proses pembangunan kebersamaan kelompok. Untuk

mengorganisasi kelompok, secara sederhana meliputi penentuan

hal-hal semacam waktu pertemuan, memberikan tugas tertentu yang

dirancang untuk memperluas hubungan interpersonal dalam

komunikasi antar anggota

b. Pembatasan atau penentuan masalah (definition of the problem)

pendapat dari Rose dan Hansen (1980) menyebutkan tahap

klarifikasi ini sebagai tahap asesmen yaitu kegiatan kelompok untuk

menentukan masalah yang akan diubah dan sumber-sumber

individual beserta lingkungannya yang dapat mempermudah bagi

mengatasi masalah klien. Masalah klien yang diceritakan kepada

kelompok perlu dianalisis lebih jauh. Kapan, dimana, bagaiamana

kejadiannya dan dengan siapa masalah itu muncul?

Page 70: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

77

c. Perkmebangan dan sejarah sosial (the development and social

history) pada tahap ini konselor meminta klien untuk

mengungkapkan keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya,

kelebihan dan kekurangannya, hubungan sosial, penghambat

tingkah laku dan konflik-konflik yang dialami

d. Pernyataan tujuan behavioral (stating behavioral goals) yaitu

menjadi dasar bagi system memodifikasi tingkah laku dan

mengembangkan tingkah laku baru

e. Siasat pengubah tingkah laku (strayegies for behavioral change)

dalam tahap ini akan sangat membantu jika konselor

mengembangkan kontrak behavioral yang spesifik yaitu kontrak

mingguan dengan setiap anggota. Itu sangat membantu untuk

menentukan kemajuan klien. Selama proses ini konselor

memberikan kesempatan bagi klien untuk bertanya,

mengungkapkan sikap dan perasaannya mengenai prosedur dan

proses konseling ini. Penting pula untuk memanfaatkan anggota

kelompok dalam membantu mengevaluasi kemajuan yang telah

dicapai oleh anggota tertentu

f. Pengalihan dan memelihara tingkah laku yang dikehendaki (transfer

and maintenance of desired behavioral) beberapa prosedur dapat

membantu klien bagi memelihara tingkah laku yang dikehendaki.

Salah satu cara adalah dengan pemberian tugas rumah. Tugas ini

harus menspesifikasi tingkah laku yang dikehendaki secara jelas

Page 71: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

78

demikian pula dengan kondisinya. Pada pertemuan berikutnya klien

diminta untuk melaporkan hasilnya

13. Hasil yang Diinginkan Dalam Konseling Behavioral

JT. Lobby Loekmono (2003) ada beberapa hasil yang diinginkan

dalam konseling kelompok behavioral adalah sebagai berikut ini :

a. Anggota lebih menyadari perilaku-perilaku spesifik dan kebutuhan

lain untuk berubah dan cara menyelesaikannya

b. Melalui konseling kelompok behavioral anggota akan mampu

menilai bagaimana sebaiknya siswa mengubah perilakunya

sebagaimana dibutuhkan dalam lingkungan kehidupan keseharian

siswa

c. Anggota akan lebih mengetahui akan model-model baru untuk

mencapai tujuan-tujuan siswa

d. Anggota lebih bisa mengungkapkan secara lengkap kekuatan

penguatan kelompok, sebagai hasil dukungan sosial dan psikologis,

siswa juga dapat merancang kehidupan siswa dalam kelompok yang

berbeda

14. Teknik-Teknik Konseling Behavioral

JT Lobby Loekmono (2003) ada beberapa teknik konseling

behavioral adalah sebagai berikut :

a. Latihan relaksasi

Latihan ini merupakan suatu metode yang makin popular di masa

kini untuk mengurangi ketegangan yang muncul hasil dari kehidupan

Page 72: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

79

sehari-hari. Latihan ini bertujuan untuk mengendurkan ketegangan otot

dan mental. Teknik ini juga ditemukan berguna membantu konseli yang

mengalami darah tinggi dan masalah-masalah lain yang berkaitan

dengan sakit jantung, sakit kepala, lelah dan insomania (susah tidur)

b. Latihan Asertif

Alberti dan Emmons (2002 dalam Lutfifauzan 2007)

mendefinisikan asertivitas sebagai perilaku yang mempromosikan

kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan konselor

untuk bertindak menurut kepentingan diri sendiri, untuk membela diri

sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan

perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi

kita tanpa menyangkali hak-hak orang lain. Menurut Sunardi (2010)

asertif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan diri

dengan tulus, jujur, jelas, tegas, terbuka, sopan, spontan, apa adanya,

dan tepat tentang keinginan, pikiran, perasaan dan emosi yang dialami.

Pernyataan diri itu meliputi hal yang dianggap menyenangkan ataupun

mengganggu sesuai dengan hak-hak yang dimiliki dirinya tanpa

merugikan, melukai, menyinggung, atau mengancam hak-hak,

kenyamanan, dan integritas perasaan orang lain.

Rosjidan (1994) mengungkapkan bahwa teknik ini cocok untuk

individu yang mempunyai kebiasaan respon cemas dalam hubungan

interpersonal yang tidak adaptif, kecemasan menghambat mereka dalam

Page 73: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

80

mengekspresikan perasaan dan tindakan yang tegas dan tepat, sehingga

konseli mengalami kesulitan.

Rosjidan (1999) assertive training adalah latihan yang diberikan

kepada individu yang diganggu kecemasan, yang tidak mampu

mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain

merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan

benar dan cepat tersinggung. Hal ini dialami individu hanya lantaran

konseli belum terbiasa bersikap atau bertingkah laku yang tegas atau

asertif

Lebih lanjut Rosjidan (1999) mengungkapkan assertive training

dimulai dengan meengilustrasikan kepada klien bahwa ekspresi

perasaan yang dilakukan secara tepat akan menghambat munculnya

kecemasan. Konseli kemudian mendiskusikan topik ini dan meneliti

tugas-tugas yang mudah yang memungkinkan untuk mereka lakukan.

Tugas yang mudah itu harus memungkinkan individu memperoleh

reinforcement dari pengalaman yang positif. Memberikan pengajaran

kepada individu adalah penting.

Singgih D Gunarsa (2001) mengungkapkan bahwa perilaku asertif

adalah perilaku antarperorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan

keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku asertif ditandai oleh

kesesuaian sosial dan seseorang yag berperilaku asertif

mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain.

Page 74: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

81

Singgih D Gunarsa (2001), ada 3 (tiga) kategori perilaku asertif

yaitu :

a. Asertif penolakan. Ditandai oleh ucapan untuk memperhalus

seperti : maaf!

b. Aserif pujian. Ditandai oleh kemampuan untuk mengekspresikan

perasaan positif seperti menghargai, menyukai, mencintai,

mengagumi, memuji dan bersyukur

c. Asertif permintaan. Jenis asertif ini terjadi kalau seseorang

meminta orang lain melakukan sesuatu yang memungkinkan

kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai tanpa tekanan atau

paksaan. Dari uraian ini terlihat bahwa perilaku asertif adalah

perilaku yang menunjukkan adanya ketrampilan untuk bisa

menyesuaikan dalam hubungan interpersonal dalam lingkungan

sosial. Sebaliknya, dari perilaku yang tidak asertif adalah misalnya

agresivitas

Latihan asertif menururt Singgih D Gunarsa (2001), bisa

bermanfaat untuk dipergunakan dalam menghadapi konseli yang :

a. Tidak bisa mengekspresikan kemarahan atau perasaannya yang

tersinggung

b. Mengalami kesulitan untuk mengatakan “tidak”

c. Terlalu halus (sopan) yang membiarkan orang lain mengambil

keuntungan dari keadaannya

Page 75: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

82

d. Mengalami kesulitan untuk mengekspresikan afeksi (perasaan yang

kuat) dan respons-respons lain yang positif

e. Merasa tidak memiliki hak untuk mengekspresikan pikiran,

kepercayaan dan perasaannya

c. Desensitisasi Sistematis

JT Lobby Loekmono (2003) merupakan teknik konseling

behavioral yang memfokuskan bantuan untuk menenangkan klien dari

ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks.

Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat

secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan

tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik

respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara

bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik

relaksi yang digunkan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat

secara negatif biasanya merupakan kecemasan dan ia menyertakan

respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.

d. Konseling Implusif

JT Lobby Loekmono (2003) menyatakan bahwa suatu teknik yang

dapat dikatakan berlawanan dengan teknik desensitisasi sistematik. Di

dalam konseling implusif konseli akan diminta menggambarkan situasi-

situasi yang paling menakutkan atau mencemaskan.

Suatu alternatif teknik ini disarankan yang dinamakan

“pembanjiran” (flooding). Di dalam pembanjiran, hal yang menakutkan

Page 76: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

83

atau mencemaskan itu hendaknya dibayangkan lama-lama tanpa akibat

yang tidak diinginkan.

e. Ekonomi-token

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan bahwa ekonomi

token adalah salah satu teknik yang biasanya digunakan untuk

menghapuskan suatu perilaku yang tidak diinginkan dan mengganti

suatu perilaku yang diinginkan.

Di dalam ekonomi token biasanya konselor dan konseli akan

membahas terlebih dahulu untuk menentukan :

1) Perilaku yang ingin dihapuskan

2) Perilaku yang ingin dibentuk

3) Penguatan-penguatan yang dapat ditukar dengan token-token.

Token-token ini dapat diukur dengan sesuatu yang amat diinginkan

oleh konseli

Setiap kali perilaku yang diinginkan itu dilakukan konseli akan

mendapat token dan apabila cukup jumlahnya dapatlah konseli

menukar token-token ini dengan apa yang diinginkannya. Ekonomi

token ini biasanya lebih sesuai dipakai di dalam kelompok karena di

samping token yang diperoleh konseli juga akan mendapat penguatan

sosial dari teman-teman sebayanya.

Page 77: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

84

f. Contoh dan Model (Modelling)

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan bahwa peniruan atau

modeling dapat juga dilakukan dengan memakai model lambang

(symbol model) melalui film dan lain-lain alat visual. Di dalam

konseling kelompok, model berganda (multiple model) selalu terjadi

karena peserta-peserta bebas meniru perilaku pimpinan atau

membantunya ataupun peserta-peserta lain di dalam usahanya

menguasai perilaku alternatif.

g. Pendekatan Kognitif di dalam Konseling Behavioral

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan pada prinsipnya

pendekatan-pendekatan kognitif ini membuat andaian bahwa proses

kognitif yang terjadi secara convert ini juga dapat menghasilkan

perilaku overt atau nyata yang tidak lazim. Di antara konseling-

konseling yang memberikan penekanan pada proses kognitif termasuk

di dalamnya adalah :

1) Konseling rasional emotif oleh Ellis

2) Konseling penstrukturan kembali kognitif oleh Beck (1967, 1976)

3) Konseling pengubahan struktur kognitif oleh Meichenbaum (1977)

4) Konseling penghentian pemikiran ole Rudestam (1980) dan Cormier

dan Cormier (1979).

Page 78: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

85

Pendekatan-pendekatan yang disarankan oleh teori-teori di atas ini

mempunyai banyak persamaan yaitu :

1) Mengenal struktur pemikiran yang salah yang menyebabkan perilaku

tak lazim

2) Berusaha menggantikan struktur pemikiran itu dengan struktur yang

lebih sesuai

3) Menafsirkan suatu keadaan itu berdasarkan struktur pemikiran baru

h. Latihan Ketrampilan Sosial

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan satu teknik konseling

ini yang mengajar konseli ketrampilan-ketrampilan sosial seperti

bagaimana berteman, bagaimana berinteraksi secara efektif dengan

teman-teman sejawat atau pimpinan. Latihan ini biasanya diberikan

kepada konselin yang:

1) Tidak dapat melepaskan kemarahannya

2) Tidak dapat mengatakan tidak

3) Tidak tertib dan karena itu dimanfaatkan orang lain

4) Tidak dapat menyatakan isi hati dan perasaan serta respon-respon

positif

5) Merasa bahwa mereka tidak mempunyai hak untuk menyatakan

pikiran, kepercayaan dan perasaan mereka.

Sebaiknya dikatakan bahwa walaupun latihan ketrampilan sosial ini

menegaskan bahwa setiap individu itu mempunyai hak-hak sendiri

untuk menyatakan buah pikirannya, kepercayaan dan juga perasaannya,

Page 79: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

86

konselor tidak melatih individu untuk bersikap dan bertindak secara

agresif.

i. Perilaku Pengarahan Diri

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan bahwa ada individu

yang dapat mengatur dan mengarahkan diri mereka untuk mencapai

tujuan tertentu. Dengan demikian individu ini kadang-kadang tidak

mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang mencukupi untuk

mencapai tujuan yang dituju.

Watson dan Thorp telah menyarankan empat langkah utama untuk

menolong individu menguasai ketrampilan tertentu di dalam usaha

mengatur dan mengarahkan hidupnya yaitu :

1) Memilih tujuan-tujuan yang akan dipakai yaitu yang dapat diukur,

dicapai, positif dan penting untuk individu itu.

2) Tujuan itu hendaknya diuraikan dengan jelas dari segi perilaku

3) Pengawasan diri individu bersangkutan hendaknya mencatat di

dalam buku hariannya perilaku yang telah dilakukan berkaitan

dengan tujuan yang hendak dicapai

4) Menyediakan rencana tindakan untuk mencapai tujuan

j. Pengkondisian Aversi

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan bahwa teknik ini

dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini

dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati

Page 80: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

87

respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus

tersebut.

Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut

diberikan secara bersama dengan munculnya tingkah laku yang tidak

dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk

asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus

yang tidak menyenangkan.

k. Pembentukan Tingkah Laku Model

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan bahwa teknik ini

dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien dan

memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor

menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat

menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang

teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh.

Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari

konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

Rasjidan (1994) mengelompokkan kedalam tiga siasat : teknik-

teknik yang mengandung siasat penguatan perilaku, modeling dan

melemahkan perilaku :

a. Siasat penguatan perilaku (strengthtning behaviors)

1) Shaping adalah metode mengajarkan tingkah laku melalui

perkiraan secara terus menerus dan berantai. Hasford mengajukan

empat pertimbangan dalam proses penggunaan reinforcement

Page 81: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

88

sebagai teknik shoping. Pertama, konselor harus yakin bahwa

reinforcement cukup kuat untuk memotivasi munculnya tingkah

laku yang dikehendaki. Kedua, reinforcement harus dipakai secara

sistematik yaitu dengan membentuk tingkah laku baru yang

dikehendaki. Ketiga, untuk menjadi reward efektif, kita harus

membuat cara sedemikian sehingga klien dapat mengalami

dengan jelas bahwa reward itu ada hubungannya dengan tingkah

laku yang dikehendaki. Keempat, konselor harus dapat

memunculkan taksiran klien tentang respon yang diinginkan dari

klien.

2) Kontrol tingkah laku (behavior contracts) yaitu perjanjian dua

orang atau lebih untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dan

untuk menerima hadiah bagi tingkah laku itu. Syarat-syarat dalam

memantapkan kontrak tingkah laku adalah batasan yang cermat

mengenai masalah klien, situasi dimana masalah itu muncul dan

kesediaan klien untuk mencoba suatu prosedur

3) Asserive training adalah latihan yang diberikan kepada individu

yang diganggu kecemasannya, yang tidak mampu mempertahakan

hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain mengrongrong

dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar

dan cepat tersinggung. Assertive training dimulai dengan

mengilustrasikan kepada klien bahwa ekspresi perasaan yang

dilakukan secara tepat akan menghambat munculnya kecemasan.

Page 82: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

89

Klien lalu berdiskusikan topik ini dan meneliti tugas-tugas yang

mudah yang memungkinkan klien melalukan. Dan untuk

memperoleh reinforcement yang positif

b. Latihan tingkah laku (behavioral rehearsal)

Yaitu digunakan untuk mengkombinasikan dengan ancangan

behavioral yang lain. Dalam latihan laku, anggota kelompok dapat

mencoba tingkah laku yang dikehendaki dalam lingkungan kelompok

yang aman. Dengan cara ini klien mampu mempraktrkkan tingkah

laku yang dikehendaki dan menerima balikan dari anggota dan

konselor. Adapun tingkah laku tersebut yaitu :

1) Cognitive restructuting yaitu untuk membetulkan informasi,

penghentian jalan berpikir, membuang keyakinan yang salah,

pelabelan kembali dan pemecahan masalah yang sistematik

2) Convert reinforcement yaitu klien dilibatkan dengan memasang-

masangkan imaginasi tentang tingkah laku yang dikehendaki

dengan sesuatu yang negatif maupun sesuatu yang positif

3) Extinction yaitu proses melemahkan frekuensi tingkah laku dan

menghilangkan reinforcement-nya

4) Reindorcing incompatible behavioral yaitu dengan memperkuat

tingkah laku yang positif, seseorang dapat mengurangi beberapa

tingkah laku yang menyimpang. Untuk menggunakan teknik ini,

hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi tingkah laku

yang akan dihilangkan dan tingkah laku yang dimunculkan. Hal ini

Page 83: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

90

harus diikuti dengan observasi sistematik dan pencatatan untuk

menentuka garis dasar

5) Systematic desensitization yaitu proses kontrekondisioning, salah

satu teknik melemahkan respon terhadap stimulus yang tidak

menyenangkan dengan mengintrodusir stimulus yang berlawanan

(menyenangkan)

15. Keterbatasan Pendekatan

JT Lobby Loekmono (2003) ada beberapa keterbatasan pendekatan

sebagai berikut :

a. Bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat manipulasi

dan mengabaikan hubungan antar pribadi

b. Lebih terkonsentrasi kepada teknik

c. Pemilihan tujuan sering ditentukan oleh konselor

d. Konstruksi belajar yang dikembangkan dan digunakan oleh konselor

behavioral tidak cukup komprehensif untuk menjelaskan belajar dan

harus dipandang hanya sebagai suatu hipotesis yang harus diuji

e. Perubahan klien hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada

bentuk tingkah laku yang lain

16. Kesimpulan dan Evaluasi

JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan walaupun konseling

ini amat mementingkan teknik dan memberi perhatian pada aspek-aspek

khusus, namun tidaklah dapat disangkal bahwa konseling ini telah

Page 84: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

91

berhasil memberikan dua sumbangan besar yaitu penekanannya pada

pengukuran, penilaian dan penyelidikan.

Penekanan demikian memberi kepada konseli terhadap kesempatan

menilai kemajuan atau kemunduran di dalam usaha pertolongan konselor,

konseling ini juga mempunyai teknik, prosedur dan strategi yang

beranekaragam. Dengan adanya kombinasi antara perilaku dan struktur

kognitif, konselor yakin bahwa konseling behavioral ini akan berhasil

merawat macam-macam masalah yang dihadapi oleh konseli.

Meskipun demikian, konseling perilaku ini selalu di kritik karena :

a. Hanya berhasil mengubah perilaku dan tidak untuk aspek perasaan

b. Menolak keras pentingnya hubungan antara konselor dengan konseli

c. Tidak mendorong sampai ke aspek tilikan atau insight

d. Menyisihkan faktor-faktor historis yang menjadi penyebab pada

perilaku masa kini

D. Asertif

Perilaku asertif tidak dilatarbelakangi maksud-maksud tertentu, seperti untuk

memanipulasi, memanfaatkan, memperdaya atau pun mencari, keuntungan

dari pihak lain.

1. Perbedaan Asertif, Non Asertif, dan Agresif

Sunardi (2010) menyatakan bahwa dalam kehidupan atau

komunikasi sehari-hari, orang yang asertif akan lebih memilih pola

interaksi “I’m okay, you’re okay” atau menggunakan pernyataan-

pernyataan yang lebih mencermintan tangung jawab pribadi, seperti

Page 85: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

92

penggunaan kata-kata ”saya” dari pada ”mereka ” atau ”kamu”. Misalnya,

”saya sedih, marah, dan malu ketika saya tahu ...” dari pada ”kamu

pembohong, tidak disiplin, dan tidak dapat dipercaya karena ....”. Dengan

demikian, orang yang asertif akan memiliki kebebasan untuk meluapkan

perasaan apa pun yang dirasakan, dan berani mengambil tanggung jawab

terhadap perasaan yang dialaminya dan menerima orang lain secara

terbuka. Memiliki keberanian untuk tidak membiarkan orang lain

mengambil manfaat dari perasaan yang dialaminya, tetapi orang lain pun

memiliki kebebasan untuk mengungkap apa yang dirasakannya.

Dalam perilaku pasif, seseorang tidak tidak memberikan reaksi atau

mengekspresikan perasaan negatif yang dialaminya secara jujur dan

terbuka, tetapi dilakukan dengan menyimpan perasaannya tersebut,

menarik diri, menerima, atau menggerutu. Perilaku non asertif-pasif

hakekatnya adalah bentuk ketidakjujuran emosi, kegagalan diri atau

kekalahan diri yang didasari oleh perasaan-perasaan takut, cemas,

mengindari konflik, keininginan untuk mencari jalan keluar paling

mudah, dan bahkan ketidakmampuan untuk memahami diri dan

memenuhi kebutuhan untuk bersikap sabar. Pola komunikasi yang

berkembang pada kelompok nonasertif-pasif adalah “I’m not okay, you’re

okay”.

Sedangkan pada perilaku nonasertif-agresif, reaksi yang diberikan

diekspresikan keluar dan dilakukan secara terbuka melalui tindakan aktif

berupa pengancaman atau penyerangan, dilakukan secara langsung atau

Page 86: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

93

tidak langsung, baik dalam bentuk fisik atau verbal. Tindakan yang

dilakukan secara langsung, misalnya marah-marah, memukul, menuntut,

dominan, egois, menyerang, dsb. Sedangkan tindakan tidak langsung,

misalnya dengan menyindir, menyebar gosip, dsb. Tindakan agresif ini

biasanya sengaja dilakukan dengan maksud untuk melukai, melecehkan,

menghina, mempermalukan, menyakiti, merendahkan dan bahkan

menguasai pihak lain. Dalam pola komunikasi mereka cenderung

menggunakan pola “You’re not okay, I’m okay”. Dengan kata lain,

seseorang dikatakan bersikap non-asertif, jika ia gagal mengekspresikan

perasaan, pikiran dan p ngan/keyakinannya secara tulus, jujur, sopan, dan

apa adanya tanpa maksud untuk merendahkan hak-hak atau mengancam

integritas perasaan orang lain, sehingga justru menimbulkan respon dari

orang lain yang tidak dikehendaki atau negatif.

2. Karakteristik Orang yang Asertif

Sunardi (2010) menyebutkan bahwa secara umum, orang yang

asertif dicirikan dengan sikapnya yang terbuka, jujur, sportif, adaptif,

aktif, positif, dan penuh penghargaan terhadap diri sendiri maupun orang

lain. Beberapa ciri lain, diantaranya adalah:

a. Mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan kebutuhan dirinya,

baik secara verbal maupun non verbal secara bebas, tanpa perasaan

takut, cemas, dan khawatir.

b. Mampu menyatakan “tidak” pada hal-hal yang memang dianggap tidak

sesuai dengan kata hati atau nuraninya.

Page 87: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

94

c. Mampu menolak permintaan yang dianggap tidak masuk akal,

berbahaya, negatif, tidak diinginkan, atau dapat merugikan orang lain.

d. Mampu untuk berkomunikasi secara terbuka, langsung, jujur, terus

terang sebagaimana mestinya

e. Mampu menyatakan perasaannya secara jelas, tegas, jujur, apa adanya,

dan sopan.

f. Mampu untuk meminta tolong pada orang lain pada saat kita memang

membutuhkan pertolongan.

g. Mampu mengekspresikan kemarahan, ketidak setujuan, perbedaan

pandangan secara proporsional.

h. Tidak mudah tersingung, sensitif, dan emosional.

i. Terbuka untuk ruang kritik

j. Mudah berkomunikasi, hangat, dan menjalin hubungan sosial dengan

baik.

k. Mampu memberikan pangan secara terbuka terhadap hal-hal yang tidak

sepaham.

l. Mampu meminta bantuan, pendapat, atau pandangan orang lain ketika

sedang menghadapi masalah.

3. Tipe-tipe Perilaku Asertif

L’Abate & Milan (1985) dalam Sunardi (2010) menjelaskan ada 3

(tiga) tipe perilaku asertif yaitu,

Page 88: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

95

a. Asertif untuk menolak (Refusal Assertiveness)

Perilaku asertif dalam konteks ketidaksetujuan atau ketika seseorang

berusaha untuk menghalangi atau mencampuri pencapaian tujuan orang

lain. hal ini membutuhkan keterampilan social untuk menolak atau

menghindari campur tngan orang lain.

b. Asertif untuk memuji (Commendatory Assertiveness)

Ekspresi-ekspresi dari perasaan positif seperti penghargaan, apresiasi dan

menyukai dapat dilihat untuk memfasilitasi hubungan interpersonal yang

baik. Kemampuan untuk memuji orang lain dalam cara yang hangat,

tulus dan bersahabat dapat menjadi kemampuan yang memiliki kekuatan

hebat dan berfungsi untuk membuat seseorang menjadi penguat dan

partner interaksi yang menyenangkan.

c. Asertif untuk meminta (Request Assertiveness)

Perilaku asertif jenis ini terjadi ketika seseorang meminta orang lain

untuk membantunya mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhannya.

Perilaku asertif ini sering dipadukan dengan penolakan, dalam situasi

menolak permintaan orang lain dan meminta perubahan tingkah laku

peminta. Fungsi dari jenis perilaku asertif ini adalah agar menghindari

terjadinya konflik yang sama dikemudian hari.

Digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk

menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini

terutama berguna diantaranya untuk membantu individu yang tidak

mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan

tidak, mengungkapkan afeksi dan positif lainnya. Cara yang digunakan

Page 89: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

96

adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-

diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif.

4. Latihan Asertif

a. Tujuan Latihan Asertif

Sunardi (2010) menyebutkan bahwa tujuan utama dari latihan

asertif adalah untuk mengatasi kecemasan yag dihadapi oleh seseorang

akibat perlakuan yang dirasakan tidak adil oleh lingkungan,

meningkatkan kemampuan untuk bersikap jujur terhadap diri sendiri

dan lingkungan, serta meningkatkan kehidupan pribadi dan sosial agar

lebih efektif.

Lutfifauzan (2010) menyebutkan ada 5 (lima) tujuan latihan

asertif adalah :

a. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu

cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak

orang lain.

b. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa

menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku

seperti apa yang diinginkan atau tidak

c. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara

sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan

dan hak orang lain

d. Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan

mengekspresikan dirinya dengan enak dalm berbagai situasi sosial

Page 90: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

97

e. Menghindari kesalah pahaman dari pihak lawan komunikasi

b. Strategi yang Dipakai dalam Latihan Asertif

Ada enam strategi yang biasanya dipakai di dalam latihan asertif :

a. Pengajaran. Konselor menerangkan konseli perilaku khusus yang

diharapkannya

b. Respons. Konselor memberikan respons positif dan juga negatif

kepada konseli berkaitan dengan perilakunya sesudah diberi

pengarahan

c. Percontohan. Ada kalanya konselor menunjukkan contoh perilaku

kepada konseli. Ini dapat dilakukan secara hidup atau dengan

memakai audio visual

d. Keasyikan. Konseli akan berlatih melalui permainan peranan

perilaku tertentu dan konseli akan dikritik oleh konselor

e. Penguatan sosial. Dari waktu ke waktu konseli akan diberi pujian

f. Tugas atau PR. Konseli akan diberi tugas untuk dikerjakan

c. Prosedur Umum dalam Latihan Asertif

Sunardi (2010) menyebutkan ada 9 (Sembilan) prosedur umum

dalam latihan asertif adalah sebagai berikut :

a. Identifikasi masalah yaitu dengan menganalisis permasalahan klien

secara komprehensif yang meliputi situasi-situasi umum dan

khusus di lingkungan yang menimbulkan kecemasan, pola respons

yang ditunjukkan, faktor-faktor yang mempengaruhi, tingkat

Page 91: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

98

kecemasan yang dihadapi, motivasi untuk mengatasi masalahnya,

serta sistem dukungan

b. Pilih suatu situasi yang akan diatasi, denga memilih terlebih dahulu

situasi yang menimbulkan kesulitan atau kecemasan paling kecil.

Selanjutnya secara bertahap menuju pada situasi yang lebih berat

c. Analisis situasi yaitu dengan menunjukkan kepada klien bahwa

terdapat banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi

masalahnya tersebut. Identifikasi alternatif penyelesaian masalah

d. Menetapkan alternatif penyelesaian masalah. Bersama-sama klien

berusaha untuk memilih dan menentukan pilihan tindikan yang

dianggap paling sesuai, mungkin, cocok, layak dengan keinginan

dan kemampuan klien serta memiliki kemungkinan peluang

berhasil paling besar

e. Mencoba alternative yang dipilih. Dengan bimbingan, secara

bertahap klien diajarkan untuk mengimplementasikan pilihan

tindakan yang telah dipilih

f. Dalam proses latihan, hendaknya diperhatikan hal-hal yang

terkaitan dengan kontak mata, postur tubuh, gerak isyarat, ekpresi

wajah, suara, pilihan kalimat, tingkat kecemasan yang terjadi, serta

kesungguhan dan motivasinya

g. Diskusikan hasil, hambatan dan kemajuan-kemajuan yang terjadi,

serta tindak lanjut

Page 92: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

99

h. Klien diberi tugas untuk mencoba melakukan hal-hal yang sudah

dibicarakan secara langsung dalam situasi yang nyata

i. Evaluasi hasil dan tindak lanjut

Dalam latihan asertif, perilaku berbahasa yang terkait dengan

intonasi, kesantunan, cara mengungkapkan, pemilihan kalimat, dan

ketrampilan-ketrampilan pragmatis lainnya sangat penting, sehingga

harus diperhatikan dan dilatihkan. Misalnya, dengan mengucapkan

dengan lembut kata ”maaf” terlebih dahulu sebelum merespon atau

menyatakan perasaan yang sebenarnya, menyatakan alasan yang

sebenarnya berdasarkan pada fakta yang dilihat, didengar, dipikir, dan

dirasakannya, bukan berdasar kepada sifat-sifat pribadi, serta dalam

memberi masukan sebagai alternatif yang lebih baik. Sedangkan secara

teknis, pelatihan asertif disamping dapat dilakukan secara langsung,

dapat pula dilakukan melalui teknik modeling ataupun bermain peran.

Dalam kaitan dengan latihan asertif, Rini (2001 dalam Sunardi 2010)

mengajukan beberapa saran untuk mampu mengatakan “tidak” terhadap

permintaan yang tidak diinginkan, yaitu:

a. Tentukan sikap yang pasti, apakah ingin menyetujui atau tidak. Jika

belum yakin dengan pilihan, maka bisa minta kesempatan berpikir

sampai mendapatkan kepastian. Jika sudah merasa yakin dan pasti

akan pilihan sendiri, maka akan lebih mudah menyatakannya dan

juga merasa lebih percaya diri.

Page 93: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

100

b. Jika belum jelas dengan apa yang dimintakan, bertanyalah untuk

mendapatkan kejelasan atau klarifikasi.

c. Berikan penjelasan atas penolakan secara singkat, jelas, dan logis.

Penjelasan yang panjang lebar hanya akan mengundang

argumentasi pihak lain.

d. Gunakan kata-kata yang tegas, seperti secara langsung mengatakan

“tidak” untuk penolakan, dari pada “sepertinya saya kurang setuju..

sepertinya saya kurang sependapat...saya kurang bisa.....”

e. Pastikan bahwa sikap tubuh juga mengekspresikan atau

mencerminkan “bahasa” yang sama dengan pikiran dan verbalisasi.

Seringkali orang tanpa sadar menolak permintaan orang lain namun

dengan sikap yang bertolak belakang, seperti tertawa-tawa dan

tersenyum.

f. Gunakan kata-kata “Saya tidak akan....” atau “Saya sudah

memutuskan untuk.....” dari pada “Saya sulit....”. Karena kata-kata

“saya sudah memutuskan untuk....” lebih menunjukkan sikap tegas

atas sikap yang tunjukkan.

g. Jika berhadapan dengan seseorang yang terus menerus mendesak

padahal juga sudah berulang kali menolak, maka alternatif sikap

atau tindakan yang dapat lakukan : mendiamkan, mengalihkan

pembicaraan, atau bahkan menghentikan percakapan.

h. Tidak perlu meminta maaf atas penolakan yang disampaikan

(karena berpikir hal itu akan menyakiti atau tidak mengenakkan

Page 94: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

101

buat orang lain). Sebenarnya, akan lebih baik katakan dengan

penuh empati seperti : “saya mengerti bahwa berita ini tidak

menyenangkan bagimu.....tapi secara terus terang saya sudah

memutuskan untuk ...”

i. Janganlah mudah merasa bersalah, karena seseorang tidak

bertanggung jawab atas kehidupan orang lain...atau atas

kebahagiaan orang lain.

j. Bila perlu lakukan negoisasi dengan pihak lain agar kedua belah

pihak mendapatkan jalan tengahnya, tanpa harus mengorbankan

perasaan, keinginan dan kepentingan masing-masing.

E. Temuan Relevan

Dalam hasil penelitian Dino Rozano Suriswo tentang Konseling

Kelompok Terhadap Perilaku Membolos Siswa SMA Negeri 1 Pangkah

Kabupaten Tegal. (Studi Kasus Pada Siswa Kelas XI Tahun Pelajaran

2009/2010) menemukan bahwa konseling kelompok dapat dikatakan efektif

terhadap pengentasan pelanggaran perilaku membolos siswa kelas XI SMA

Negeri 1 Pangkah, Kabupaten Tegal.

Dalam hasil penelitian Happy Lailatul Fajri (2011) tentang Efektivitas

Teknik Latihan Asertif untuk Mengurangi Perilaku Membolos Siswa Kelas X

Di SMA Negeri 5 Malang menunjukkan bahwa 1) frekuensi membolos

subjek penelitian sebelum diadakan treatment tergolong cukup tinggi, 2)

frekuensi membolos subjek penelitian tergolong rendah setelah pemberian

Page 95: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1675/3/T1_132007001_BAB II… · setelah mendapat surat izin dari kepala sekolah atau guru piket

102

treatment, 3) teknik latihan asertif dalam mengurangi perilaku membolos

siswa.

F. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Konseling Kelompok Pendekatan Behavioral Teknik Latihan Asertif dapat

mengentaskan perilaku membolos pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 9

Salatiga.