15
BAB II LANDASAN TEORI II.A. Motivasi Berprestasi II.A.1 Definisi Motivasi Berprestasi Motivasi merupakan suatu istilah yang menunjuk pada kekuatan tarikan dan dorongan, yang akan menghasilkan kegigihan perilaku yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Motivasi dan motif sering dipakai dengan pengertian yang sama (Morgan, dalam Sukadji 1993). Menurut Santrock (2007) motivasi adalah proses yang memberi semangat , arah, dan kegigihan perilaku. McClelland (dalam Djiwandono, 2002) mengemukakan bahwa manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya sering sekali dipengaruhi oleh berbagai motif. Motif tersebut berkaitan dengan keberadaan dirinya sebagai mahluk biologis dan mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan lingkungannya. Motif yang dikemukakan oleh McClelland salah satunya yaitu motivasi untuk berprestasi. Motif untuk berprestasi (achievement motive) adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence), baik berasal dari standar prestasinya sendiri (autonomous standards) diwaktu lalu ataupun prestasi orang lain (social comparison standard). Berdasarkan uraian di atas motivasi berprestasi yang digunakan dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai motif yang mendorong siswa untuk Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI II.A. Motivasi Berprestasi …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23567/4/Chapter II.pdf · sesuai dengan bakat dan minat peserta didik dengan menyebarkan

  • Upload
    lambao

  • View
    233

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Motivasi Berprestasi

II.A.1 Definisi Motivasi Berprestasi

Motivasi merupakan suatu istilah yang menunjuk pada kekuatan tarikan

dan dorongan, yang akan menghasilkan kegigihan perilaku yang diarahkan untuk

mencapai tujuan. Motivasi dan motif sering dipakai dengan pengertian yang sama

(Morgan, dalam Sukadji 1993). Menurut Santrock (2007) motivasi adalah proses

yang memberi semangat , arah, dan kegigihan perilaku.

McClelland (dalam Djiwandono, 2002) mengemukakan bahwa manusia

dalam berinteraksi dengan lingkungannya sering sekali dipengaruhi oleh berbagai

motif. Motif tersebut berkaitan dengan keberadaan dirinya sebagai mahluk

biologis dan mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan lingkungannya. Motif

yang dikemukakan oleh McClelland salah satunya yaitu motivasi untuk

berprestasi.

Motif untuk berprestasi (achievement motive) adalah motif yang

mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu

ukuran keunggulan (standard of excellence), baik berasal dari standar prestasinya

sendiri (autonomous standards) diwaktu lalu ataupun prestasi orang lain (social

comparison standard).

Berdasarkan uraian di atas motivasi berprestasi yang digunakan dalam

penelitian ini dapat diartikan sebagai motif yang mendorong siswa untuk

Universitas Sumatera Utara

mencapai keberhasilan dalam bersaing di bidang akademis dengan suatu ukuran

keunggulan (standard of excellence).

II.A.2 Karakteristik Individu dengan Motivasi Berprestasi Tinggi

Menurut McClelland (dalam Sukadji, 2001) Ciri-ciri individu dengan

motif berprestasi yang tinggi antara lain adalah:

1. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai suatu kesuksesan

maupun dalam berkompetisi, dengan menentukan sendiri standard bagi

prestasinya dan yang memiliki arti.

2. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas

rutin, tetapi biasanya menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas

khusus yang memiliki arti bagi mereka.

3. Cenderung mengambil resiko yang wajar (bertaraf sedang) dan

diperhitungkan. Tidak akan melakukan hal-hal yang dianggapnya terlalu

mudah ataupun terlalu sulit.

4. Dalam melakukan suatu tindakan tidak didorong atau dipengaruhi oleh

rewards (hadiah atau uang).

5. Mencoba memperoleh umpan balik dari perbuatanya.

6. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan/peluang.

7. Bergaul lebih baik memperoleh pengalaman.

8. Menyenangi situasi menantang, dimana mereka dapat memanfaatkan

kemampuannya.

9. Cenderung mencari cara-cara yang unik dalam menyelesaikan suatu

masalah.

Universitas Sumatera Utara

10. Kreatif.

11. Dalam bekerja atau belajar seakan-akan dikejar waktu.

II.A.3 Aspek-Aspek Motivasi Berprestasi

Menurut Atkinson (dalam Sukadji 2001), motivasi berprestasi dapat tinggi

atau rendah, didasari pada dua aspek yang terkandung didalamnya yaitu harapan

untuk sukses atau berhasil ( motif of success) dan juga ketakutan akan kegagalan

(motive to avoid failure). Seseorang dengan harapan untuk berhasil lebih besar

daripada ketakutan akan kegagalan dikelompokkan kedalam mereka yang

memiliki motivasi berprestasi tinggi, sedangkan seseorang yang memiliki

ketakutan akan kegagalan yang lebih besar daripada harapan untuk berhasil

dikelompokkan kedalam mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah.

II.A.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

McClelland (dalam Sukadji, 2001) menjelaskan mengenai faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap motif berprestasi, yaitu:

1. Harapan orangtua terhadap anaknya

Orangtua yang mengharapkan anaknya bekerja keras dan berjuang

untuk mencapai sukses akan mendorong anak tersebut untuk

bertingkahlaku yang mengarah kepada pencapaian prestasi. Dari

penilaian diperoleh bahwa orangtua dari anak yang berprestasi

melakukan beberapa usaha khusus terhadap anaknya.

2. Pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan

Adanya perbedaan pengalaman masa lalu pada setiap orang sering

menyebabkan terjadinya variasi terhadap tinggi rendahnya

Universitas Sumatera Utara

kecendrungan untuk berprestasi pada diri seseorang. Biasanya hal itu

dipelajari pada masa kanak-kanak awal, terutama melalui interaksi

dengan orangtua dan “significant others”

3. Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan

Apabila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya

keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang

selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri

tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan

berkembang hasrat untuk berprestasi tinggi.

4. Peniruan tingkah laku

Melalui “observational learning” anak mengambil atau meniru

banyak karateristik dari model, termasuk dalam kebutuhan untuk

berprestasi , jika model tersebut memiliki motif tersebut dalam derajat

tertentu.

5. Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung

Iklim belajar yang menyenangkan, tidak mengancam, memberi

semangat dan sikap optimisme bagi siswa dalam belajar, cenderung

akan mendorong seseorang untuk tertarik belajar, memiliki toleransi

terhadap suasana kompetisi dan tidak khwatir akan kegagalan.

II.B. Pengembangan Diri dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

II.B.1. Definisi Pengembangan Diri

Pengembangan diri merupakan kegiatan di luar mata pelajaran sebagai

bagian integral dari kurikulum sekolah yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan

Universitas Sumatera Utara

konseling dan kegiatan ekstrakurikuler. Program pengembangan diri ditentukan

sesuai dengan bakat dan minat peserta didik dengan menyebarkan angket kepada

peserta didik.

Alokasi waktu pengembangan diri setara (ekuivalen) dengan dua jam

pelajaran. Pembimbing dari kegiatan pengembangan diri adalah pendidik,

instruktur dan alumni di bawah koordinasi konselor (guru Bimbingan Konseling

atau Bimbingan Penyuluhan). Penilaian pengembangan diri dilakukan dengan cara

observasi dan bentuk nilainya diberikan secara kualitatif deskriptif. Penilai

pengembangan diri dilakukan oleh pembimbing kegiatan pengembangan diri di

bawah koordinasi konselor (guru BK/BP).

II.B.1.1. Tujuan Umum Pengembangan Diri

Tujuan umum dari pengembangan diri adalah untuk memberi kesempatan

peserta didik mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan

kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi, dan perkembangan peserta didik sesuai

dengan kondisi sekolah.

II.B.1.2.Tujuan Khusus Pengembangan Diri

Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam

mengembangkan :

a. Bakat

b. Minat

c. Kreativitas

d. Kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan

e. Kemampuan kehidupan keagamaan

Universitas Sumatera Utara

f. Kemampuan sosial

g. Kemampuan belajar

h. Wawasan dan perencanaan karir

i. Kemampuan pemecahan masalah

j. Kemandirian

II.B.1.3. Bentuk Pelaksanaan Pengembangan Diri

Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan

perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan

peserta didik secara individual, kelompok dan atau klasikal melalui

penyelenggaraan :

1) Layanan dan kegiatan pendukung konseling

2) Kegiatan ekstra kurikuler, meliputi kegiatan kepramukaan, latihan

kepemimpinan, ilmiah remaja, palang merah remaja, seni olahraga, cinta

alam, jurnalistik, teater, keagamaan.

3) Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan

sebagai berikut :

Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti : upacara

bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan,

pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.

Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti

: pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada

tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran).

Universitas Sumatera Utara

Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti

: berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji

kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.

Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan di lingkungan sekolah

maupun di luar lingkungan sekolah sesuai dengan jadwal kegiatan. Kegitatan

terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai

dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram

dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah

yang diikuti oleh semua peserta didik.

II.B.2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh

masing-masing satuan pendidikan. KTSP yang merupakan salah satu bentuk

realisasi kebijakan desentralisasi di bidang pendidikan agar kurikulum benar-

benar sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi peserta didik di sekolah

yang bersangkutan di masa sekarang dan di masa yang akan datang dengan

mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional, dan tuntutan global dengan

semanagat manajemen berbasis sekolah (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan

KTSP SMP, 2006).

KTSP disusun sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidkan di tingkat satuan pendidikan. Tujuan dari

pelaksanaan pendidikan tingkat satuan pendidikan adalah tahapan atau langkah

mewujudkan visi sekolah dalam jangka waktu tertentu (dalam Buku Pegangan

Pelaksanaan KTSP SMP, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Waktu pembelajaran efektif dalam satu minggu pada KTSP adalah 32-36

jam pembelajaran, dengan alokasi waktu satu jam pembelajarannya adalah 40

menit. Dengan kebutuhan waktu belajar 1280-1440 menit per/minggu atau setara

dengan 21-24 jam per/minggunya maka dibutuhkan rata-rata 5 jam per/hari waktu

belajar siswa dalam 5 harinya (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP,

2006) .

Berdasarkan uraian di atas KTSP adalah.kurikulum operasional yang

disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidkan yang berisi 10

mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.

II.B.2.1. Landasan Pengembangan KTSP

Landasan pengembangan KTSP adalah UU N0 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidkan Nasional, PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan (SNP), permediknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan

pendidikan dasar dan menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI no 23

tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan

menengah, dan permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan

permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar

dan menengah dan permendiknas no 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi

lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, serta memperhatikan

panduan penyusunan KTSP yang disusun Badan Standarisasi Nasional Pendidikan

(BSNP) (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP, 2006).

Universitas Sumatera Utara

II.B.3. Pengembangan Diri dalam KTSP

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh

masing-masing satuan pendidikan yang berisi 10 mata pelajaran, muatan lokal,

dan pengembangan diri. Pengembangan diri merupakan kegiatan di luar mata

pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah yang dilakukan melalui

kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler (dalam Buku Pegangan

Pelaksanaan KTSP SMP, 2006).

II.C. Sikap

II.C.1. Definisi Sikap

Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu

tindakan. Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi,

membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan

kecenderungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang kita hadapi,

bahkan terhadap diri kita sendiri. Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh

ingatan akan masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap apa

yang sedang kita hadapi saat ini (Azwar, 2005).

Morgan (dalam Sukadji, 1993) menyatakan sikap adalah suatu evaluasi,

yang merupakan predisposisi perolehan belajar. Predisposisi mengarahkan prilaku

yang evaluatif yang konsisten terhadap orang, sekelompok orang, suatu objek,

atau sekelompok objek. Pernyataan evaluatif dapat bermacam-macam, seperti

senang-tidak senang, pro-anti, setuju-tidak setuju, positif-negatif, dan sebagainya.

Azwar (2005), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka

pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.

Universitas Sumatera Utara

Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau

memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, sikap merupakan semacam kesiapan

untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema

triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi

komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam

memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

Berdasarkan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap

adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk

bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan

konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku

terhadap suatu objek.

II.C.2. Komponen Sikap

Sikap dibagi menjadi tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif.

Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Komponen

afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau

tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen konatif, adalah komponen

sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan

dengan objek sikap (dalam Azwar, 2005).

Mann (dalam Azwar, 2005) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi

persepsi, kepercayaan, dan stereotype yang dimilki individu mengenai sesuatu.

Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini),

terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

Universitas Sumatera Utara

Kompoenen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan

menyangkutr masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar

paling dalam sebagi komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan

terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.

Komponen perilaku berisi tendensi atau kecendrungan untuk bertindak atau

bereaksi terhadap sesuatu cara-cara tertentu.

II.C.3. Pembentukan Sikap

Sikap terbentuk dari adanya interaksi yang dialami oleh individu. Sikap

dibentuk sepanjang perkembangan hidup manusia. Melalui pengalaman

berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, seseorang membentuk sikap tertentu.

Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu

yang satu dengan yang lain. Melalui interaksi sosialnya individu bereaksi

membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya

(Azwar, 2005).

II.C.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi,

kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga

pendidikan dan agama, dan pengaruh faktor emosional (Azwar, 2005).

II.C.5. Perubahan Sikap

Proses perubahan sikap selalu dipusatkan pada cara-cara manipulasi atau

pengendalian situasi dan lingkungan untuk menghasilkan perbahan sikap ke arah

yang dikehendaki. Dasar-dasar manipulasi diperoleh dari pemamahaman

Universitas Sumatera Utara

mengenai organisasi sikap, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan

proses perubahan sikap.

Pada teori Kelman (dalam Azwar, 2005) ditunjukkan bagaimana sikap

dapat berubah melaui tiga proses yaitu kesediaan, identifikasi, dan internalisasi.

Kesediaan erjadi ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau

dari kelompok lain dikarenakan individu berharap untuk memperolah reaksi atau

tanggapan positif dari pihak lain tersebut. Identifikasi terjadi saat individu meniru

perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok lain dikarenakan sikap

tersebut sesuai dengan apa yang dianggap individu sebagai bentuk hubugan yang

menyenangkan antara individu dengan pihak lain termaksud. Internalisasi terjadi

saat individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menurut pengaruh itu

dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dipercayai individu dan sesuai

dengan sistem nilai yang dianutnya (Azwar, 2005).

Kelman (dalam Azwar, 2005) mengatakan bahwa proses mana yang akan

terjadi dari ketiga proses tersebut banyak bergantung pada sumber kekuatan pihak

yang mempengaruhi, berbagai kondisi yang mengendalikan masing-masing proses

terjadinya pengaruh, dan implikasinya terhadap permanensi perubahan sikap.

II.C.6. Fungsi Sikap

Baron (2004) mengatakan; Pertama, sikap berfungsi sebagai skema

kerangka kerja mental yang membantu individu untuk menginterpretasi dan

memproses berbagai jenis informasi. Kedua, sikap memiliki fungsi harga diri

(self-esteem function) yang membantu individu mempertahankan atau

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan perasaan harga diri. Ketiga, sikap berfungsi sebagai motivasi untuk

menimbulkan kekaguman atau motivasi impresi (impression motivation function).

II.C.7. Sikap dan Perilaku Manusia

Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku

lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Dampaknya

hanya terbatas pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap

umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi

tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma subjektif. Ketiga, sikap

terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi

atau niat untuk berperilaku tertentu (Azwar, 2005).

II.D. Siswa

Siswa adalah anak didik yang sedang menempuh pendidikan pada strata

tertentu mulai dari Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), menengah pada

Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTS) atau setara

paket C, pada Sekolah Menengah Umum (SMU)/ Madrasah Aliyah (MA) atau

setara paket B (UU No 20 tahun 2003). Dalam penelitian ini yang dimaksud siswa

adalah siswa SMP yaitu setiap anak didik yang sedang menempuh pendidikan di

SMP.

II.E. Hubungan Sikap Siswa Terhadap Program Pengembangan Diri Dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP dengan Motivasi

Berprestasi.

Menurut Santrock (2007) motivasi adalah proses yang memberi semangat,

arah, dan kegigihan perilaku. Dalam dunia pendidikan, motivasi yang berasal dari

Universitas Sumatera Utara

dalam diri seseorang (intrinsik) cenderung akan memberikan hasil positif dalam

proses belajar dan meraih prestasi yang baik. Walaupun demikian, bukan berarti

motivasi dari luar diri (ekstrinsik) tidak penting (dalam Sukadji, 2001) dan

motivasi yang memiliki peran paling penting dalam psikologi pendidikan adalah

motivasi berprestasi, dimana siswa cenderung berjuang untuk mencapai sukses

atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses atau gagal

(McClelland & Atkinson, dalam Djiwandono 2002). Motivasi berprestasi

menghadirkan kesediaan siswa untuk belajar dan kesediaaan ini merupakan hasil

dari beragam faktor. Mulai dari kepribadian siswa dan kemampuan siswa untuk

menyelesaikan tugas-tugas sekolah, hadiah yang didapat, situasi belajar, dan

sebagainya (Djiwandono, 2002).

Setiap orang memiliki pandangan dan perasaan tertentu terhadap segala

sesuatu yang dihadapinya dalam lingkungan dan situasi sosial sekitarnya. Selalu

saja ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan,

mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu

terhadap individu lain atau sesuatu yang sedang dihadapi, bahkan terhadap diri

sendiri. Pandangan dan perasaan yang dimiliki dipengaruhi oleh ingatan dari masa

lalu, oleh apa yang individu ketahui dan kesan terhadap apa yang sedang dihadapi

saat ini (Azwar, 2005).

Program pengembangan diri dalam KTSP merupakan suatu hal yang baru.

Program ini memberi kesempatan berprestasi yang lebih besar kepada siswa, baik

di bidang akademis maupun di luar bidang akademis. Sebagai suatau objek baru

bagi siswa tentunya menimbulkan respons yang berbeda dari masing-masing

Universitas Sumatera Utara

siswa. Respons siswa terhadap program pengembangan diri, sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Rosenberg dan Hovland (dalam Sukadji, 2001) didasari oleh

perbedaan sikap siswa terhadap program tersebut. Sikap siswa merupakan hal

yang penting dalam proses pembelajaran. Hal ini penting karena sikap siswa

tersebut dapat digolongkan menjadi unsur dari lingkungan tempat proses belajar

berlangsung, yang menurut McClelland (dalam Sukadji, 2001) termasuk dalam

salah satu faktor yang yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa.

Pengembangan diri selain menghadirkan kesempatan berprestasi, program ini juga

apabila dijalankan sesuai dengan panduan pelaksanaan kurikulum oleh pihak

sekolah, yang seharusnya bersifat ekspresif dan bebas sesuai dengan minat dan

bakat siswa akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan motivasi

berprestasi bagi siswa yang mengikutinya. Kecenderungan siswa dalam ikut

berpartisipasi dalam program pengembangan diri tentunya terlebih dahulu

bergantung pada sikap siswa akan program tersebut.

II.F. Hipotesis

Berdasarkan uraian teori-teori yang telah dikemukakan di atas, maka

dalam penelitian ini, diajukan hipotesis sebagai berikut :

“Ada hubungan antara sikap siswa mengenai program pengembangan diri

dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP dengan motivasi

berprestasi ”

Universitas Sumatera Utara