Upload
lykhue
View
231
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan teori
2.1.1 Kepemimpinan
2.1.1.1 Pengertian kepemimpinan
Beberapa pengertian kepemimpinan menurut para ahli adalah sebagai berikut :
Kepemimpinan menurut Kartono dalam bukunya yang berjudul Pemimpin dan
Kepemimpinan (2005. p95), “Kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan teknis
serta sosial pemimpin dalam menerapkan teori-teori kepemimpinan pada praktek
kehidupan serta organisasi melingkupi konsep-konsep pemikiran perilaku sehari-jari dan
semua peralatan yang dipakainya. Teknik kepemimpinan dapat juga dirumuskan sebagai
cara bertindaknya pemimpin dengan bantuan alat-alat fisik dan macam-macam
kemampuan psikis untuk mewujudkan kepemimpinannya.”
Kepemimpinan menurut Robbins (2001, p163), “Kepemimpinan merupakan titik
sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi.”
Menurut Slamet, (2002, p29) “Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
memengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan merupakan suatu
kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk memengaruhi orang-orang agar
berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.
8
Menurut Samsudin (2006, p287) “Kepemimpinan adalah kemampuan
meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah
kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu.”
Jadi dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
sebuah kemampuan untuk memengaruhi orang atau kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan tertentu dalam keberhasilan organisasi.
Penelitian ini memakai terori dari Kartono di karenakan keterampilan teknis dan
social pemimpin di Koperasi RSPP kurang baik terhadap para bawahannya dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin di Koperasi RSPP.
2.1.1.2 Teori-Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seseorang menjadi pemimpin,
atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Teori-teori kepemimpinan menurut Thoha
(2003, pp32-33) yaitu :
1. Teori sifat
Teori ini menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada korelasi sebab akibat antara
sifat dan keberhasilan manajer, pendapatnya itu merujuk pada hasil penelitian Keith
Davis yang menyimpulkan ada empat sifat umum yang berpengaruh terhadap
keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu :
• Kecerdasan, pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai
tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin.
9
Namun demikian pemimpin tidak bias melampaui terlalu banyak dari
kecerdasan pengikutnya
• Kedewasaan dan keleluasaan hubungan social, para pemimpin cenderung
menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai
perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas social. Dia mempunyai
keinginan menghargai dan dihargai
• Motivasi dan dorongan prestasi, para pemimpin secara relative mempunyai
dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka berusaha
mendapatkan penghargaan yang instrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.
• Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, para pemimpin yang berhasil mau
mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak
kepadanya, dalam istilah penelitian Universitas Ohio, pemimpin itu
mempunyai perhatian, dan kalau mengikuti istilah penemuan Michigan,
pemimpin itu berorientasi pada karyawan bukan berorientasi pada produksi.
2. Teori kelompok
Teori ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuannya, maka harus
terdapat suatu pertukaran yang positif di antara pemimpin dan pengikut-pengikutnya.
Teori kelompok ini dasar perkembangannya pada psikologi sosial. (Thoha, 2003,
p34).
3. Teori situasional
Teori ini menyatakan bahwa beberapa variable situasional mempunyai pengaruh
terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan, dan pelakunya termasuk pelaksanaan
10
kerja dan kepuasan para pengikutnya. Beberapa variable situasional diidentifikasikan,
tetapi tidak semua ditarik oleh situasional ini. (Thoha, 2003, p36)
4. Teori kepemimpinan kontijensi
Model kepemimpinan yang dikemukakan oleh Fielder sebagai hasil pengujian
hipotesa yang telah dirumuskan dari penelitiannya terdahulu. Model ini berisi tentang
hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan dalam
hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini :
• Hubungan pimpinan anggota, variable ini sebagai hal yang paling menentukan
dalam menciptakan situasi yang menyenangkan.
• Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan urutan kedua dalam
menciptakan situasi yang menyenangkan.
• Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini
merupakan urutan ketiga dalam menciptakan situasi yang menyenangkan.
(Thoha, 2003, pp37-38)
5. Teori jalan tujuan (Path-Goal theory)
Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Geogepoulos dan kawan-kawannya di
Universitas Michigan. Pengembangan teori ini selanjutnya dilakukan oleh Martin
Evans dan Robert House. Secara pokok, teori path-goal dipergunakan untuk
menganalisis dan menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi,
kepuasan, dan pelaksanaan kerja bawahan. Ada dua factor situasional yang telah
diidentifikasikan yaitu sifat personal para bawahan, dan tekanan lingkungan dengan
tuntutan-tuntutan yang dihadapi oleh para bawahan. Untuk situasi pertama teori path-
11
goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bias diterima oleh
bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut merupakan sumber yang segera
bias memberikan kepuasan, atau sebagai suatu instrument bagi kepuasan masa depan.
Adapun factor situasional kedua, path-goal, menyatakan bahwa perilaku pemimpin
akan bias menjadi factor motivasi terhadap para bawahan, yang diperlukan untuk
mengefektifkan pelaksanaan kerja. (Thoha, 2003, p39).
2.1.1.3 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang
dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk
mencapai suatu tujuan tertentu (Heidjrachman dan Husnan, 2002, p224). Setiap
pemimpin bisa mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara yang satu dengan
yang lain, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan lebih baik atau lebih jelek dari pada
gaya kepemimpinan yang lainnya.
• Menurut Tjiptono gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan
pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya (Tjiptono, 2001, p161).
• Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah
laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan
oleh orang lain (Hersey, 2004, p29).
• Sedangkan menurut Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia (2009, p16) dari
kutipan Basuki Ranto, studi kasus PD. Dharma Jaya Jakarta mengartikan
Gaya kemepimpinan pada dasarnya sebagai suasi representasi filosofi,
keterampilan dan sikap serta perilaku seorang pemimpin, jadi dengan
12
demikian gaya kepemimpinan merupakan perilaku pemimpin dalam
lingkungan organisasi untuk mencapai tujuan.
Pendapat di atas juga dibenarkan dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (2007,
p201) dari kutipan Hayati dan Sari, studi kasus Industri Skala Kecil (studi di Bandar
Lampung) yang menegaskan adanya pengaruh yang signifikan antara keterampilan
kepemimpinan terhadap kinerja dan kepuasan karyawan yang dapat memotivasi
karyawan.
Jadi dari hasil definisi gaya kepemimpinan diatas, dapat diketahui bahwa gaya
kepemimpinan itu didasarkan pada situasi dan kondisi, karena pemimpin yang berhasil
adalah pemimpin yang mampu mengadaptasikan gayanya agar sesuai dengan situasi
tertentu (Heidjrachman dan Husnan, 2002, p224). Pada saat menjelaskan tugas-tugas
kelompok maka ia harus bergaya direktif, pada saat menunjukkan hal-hal yang dapat
menarik minat anggotanya maka ia harus bergaya konsultatif, untuk merumuskan tujuan
kelompok ia bergaya partisipatif sedangkan pada saat bawahan telah mampu dan
berpengalaman dalam menghadapi siatu tugas maka ia bergaya delegatif (Sugiyono,
2003, p132).
Mnurut Lewin yang dikutip oleh Maman Ukas (Kartono, 2008) mengemukakan
gaya kepemimpinan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
• Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja keras, bersungguh-sungguh, teliti
dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan
intruksi-intruksinya harus ditaati.
13
• Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian
dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha
bertanggung jawab tentang pelaksanaan tujuannya dan bersifat terbuka. Agar
setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan, perencanaan,
penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai
potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.
• Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan
diterangkan pada bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para
bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan
tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif,
semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para
bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan
kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.
Adapun upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan gaya
kepemimpinan menurut Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia (2009, p21)
dari kutipan Basuki Ranto, studi kasus PD. Dharma Jaya Jakarta yaitu :
o Pertama : menentukan gaya kepemimpinan yang cocok dan tepat
dalam organisasi yang dipimpinnya, sehingga mampu memperoleh
dukungan dari bawahan, sehingga semua kebijakan yang ditetapkan
dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat menghasilkan kinerja yang
ditargetkan
14
o Kedua : mengetahui siapa bawahan yang dipimpin, baik tingkat
kemampuan, potensi dan personal sehingga dapat melakukan dengan
tepat bagaimana memberikan perintah dan petunjuk yang mudah
dimengerti dan dilaksanakan dengan hasil yang baik.
o Ketiga : empati dalam arti atasan dapat memahami keinginan bawahan
baik kebutuhan akan perhatian, kesejahteraan dan ketenangan maupun
etika budaya yang menjadi bagiannya.
o Keempat : perhatian, dengan maksud mampu mengetahui bentuk
komunikasi, tingkat kesulitan, pengharapan dan pemenuhan kebutuhan
mulai yang paling normative sampai bentuk penghargaan.
2.2 Disiplin Kerja
2.2.1 Pengertian Disiplin Kerja
Menurut pendapat Sastrohadiwiryo (2003, p291), Disiplin kerja dapat
didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup
menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia
melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Kedisiplinan adalah
kesadaran dan kesediaa seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma
sosial yang berlaku. Kesadaran disini merupakan sikap seseorang yang secara sukarela
menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan
mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan.
Malayu S.P. Hasibuan (2001:190) mendefinisikan disiplin kerja adalah:
15
“Kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-
norma sosial yang berlaku”.
• Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan
dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya.
• Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai
dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak.
Dari definisi yang dikemukakan oleh Hasibuan mengenai disiplin kerja, diperoleh
gambaran bahwa disiplin kerja merupakan kesadaran dan kesedian yang harus dimiliki
setiap karyawan dalam menaati segala peraturan dan norma-norma yang ada dalam
perusahaan. Dengan disiplin yang baik dalam diri seorang karyawan akan terbentuk
keteraturan, sehingga dapat membantu perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Penelitian ini memakai teori dari Malayu S.P. Hasibuan, di karenakan para
karyawan Kopersi RSPP kurang displin dalam bekerja serta kurang sadar dan kurang
bersedia menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku di
Koperasi RSPP.
2.2.2 Macam-macam disiplin kerja
Menurut Handoko (2001, pp208-211) ada tiga macam kedisiplinan, yaitu:
• Disiplin preventif
Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para
karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-
penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong
16
disiplin diri diantara para karyawan. Dengan cara itu, para karyawan menjaga
disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa manajeman. Adapun
aturannya seperti : kehadiran, penggunaan jam kerja, ketetapan waktu,
penyelesaian pekerjaan.
• Disiplin korektif
Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran
terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran
lebih lanjut. Yang berguna dalam pendisiplinan korektif :
o Peringatan pertama dengan mengomunikasikan semua peraturan terhadap
karyawan.
o Sedapat mungkin pendisiplinan ditetapkan supaya karyawan dapat
memahami hubungan peristiwa yang dialami oleh karyawan.
o Konsisten yaitu para karyawan yang melakukan kesalahan yang sama
maka hendaknya diberikan sanksi yang sesuai dengan kesalahan yang
mereka buat.
o Tidak bersifat pribadi maksudnya tindakan pendisiplinan ini tidak
memandang secara individual tetapi setiap yang melanggar akan
dikenakan sanksi yang berlaku bagi perusahaan.
• Disiplin progresif
Disiplin progresif berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat
terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum
17
hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksanakan. Adapun langkah-langkah
dalam memberikan hukuman progresif adalah peringatan lisan, peringatan tertulis,
skorsing dan pemecatan.
2.2.3 Fungsi Disiplin Kerja
Fungsi khusus disiplin kerja dapat dijabarkan sebagai peranan penting dalam
hidup. Karena memunculkan dampak positif luar biasa yang dapat dirasakan dalam
lingkungan kerja. Terutama bagi seseorang pimpinan yang hendak memberikan contoh
bagi karyawannya.
Pertama, disiplin dapat meningkatkan kualitas karakter. Kualitas karakter akan
terlihat pada komitmen seseorang kepada Tuhan, organisasi, diri, orang lain dan kerja.
Puncak komitmen akan terlihat pada integritas diri yang tinggi dan tangguh. Sikap
demikian dapat mendukung proses peningkatan kualitas karakter, sikap, dan kerja. Di
sinilah kualitas sikap (komitmen dan integritas) ditunjang, didukung, dikembangkan dan
diwujudkan dalam kenyataan. Komitmen dan integritas akan terlihat dalam kinerja yang
konsisten.
Kedua, memproduksi kualitas karakter dalam hidup yang ditandai oleh adanya
karakter kuat dari setiap orang, termasuk pemimpin dan bawahan. Apabila pemimpin
terbukti berdisiplin tinggi dalam sikap hidup dan kerja, akan memengaruhi bawahan
untuk berdisiplin tinggi dan menjadikannya figure.
Dalam prosesnya, disiplin dapat dilukiskan dengan tiga perbandingan. Satu,
disiplin bagai mercusuar yang membuat nahkoda tetap siaga akan kondusi yang dihadapi
dan tetap waspada menghadapi kenyataan hidup dan kerja. Dua, disiplin dapat
digambarkan seperti air sungai yang terus mengalir dari gunung ke lembah dan terus
18
membawa kesegaran dan membersihkan bagian sungai yang keruh. Tiga, disiplin
bagaikan dinamo yang menyimpan kekuatan/daya untuk menghidupkan mesin. Apabila
kunci kontak dibuka, dayapun mengalir dan menghidupkan mesin yang menciptakan
daya dorong yang lebih besar lagi dan yang berjalan secara konsisten.
2.2.4 Pendekatan Disiplin Kerja
Ada tiga pendekatan disiplin menurut Mangkunegara (2001, p130) yaitu :
• Pendekatan disiplin modern
Yaitu menemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman.
Pendekatan ini berasumsi :
o Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman
secara fisik
o Melindungi tuduhan yang besar untuk diteruskan pada proses hukuman
yang berlaku.
o Keputusan-keputusan yang semuanya terhadap kesalahan atau prasangka
harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan
mendapatkan fakta-faktanya.
o Melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah pihak terhadap
kasus disiplin
• Pendekatan disiplin dengan tradisi, yaitu pendekatan dengan cara memberi
hukuman. Pendekatan ini berasumsi :
o Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada
peninjauan kembali bila telah diputuskan
19
o Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan tingkat pelanggaran.
o Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggaran
maupun kepada pegawai lainnya
o Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras
o Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya
harus diberi hukuman yang lebih berat.
• Pendekatan Disiplin Bertujuan Berasumsi
o Disiplin kerja harus dapat diterima dan dipahami oleh semua pegawai.
o Disiplin bukanlah suatu hukuman tetapi merupakan pembetulan perilaku
o Disiplin ditujukan untuk perbuatan perilaku yang lebih baik
o Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap
peraturannya
2.2.5 Indikator-indikator Disiplin Kerja
Untuk mengetahui lebih jelas tentang disiplin kerja, lebih lanjut menurut
Hasibuan (2000) perlu dipahami indikator-indikator yang memengaruhi tingkat
kedisiplinan karyawan pada suatu perusahaan.
• Tujuan dan kemampuan
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup
menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan)
yang dibebankan kepada seseorang karyawan harus sesuai dengan kemampuan
karyawan bersangkutan. Tetapi jika pekerjaan itu di luar kemampuannya atau
20
pekerjaannya itu jauh dibawah kemampuannya, maka kesungguhan dan
kedisiplinan karyawan akan rendah. Di sini letak pentingnya asas the right man in
the right place and the right man in the right job
• Teladan pimpinan
Dalam menentukan disiplin kerja karyawan maka pimpinan dijadikan teladan dan
panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik,
berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Pimpinan jangan
mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik, jika dia sendiri kurang berdisiplin.
Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh
para bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan agar pimpinan mempunyai
kedisiplinan yang baik, supaya para bawahan pun berdisiplin baik.
• Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut memengaruhi kedisplinan karyawan,
karena akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap
perusahaan/pekerjaannya. Perusahaan harus memberikan balas jasa yang sesuai.
Kedisiplinan karyawan tidak mungkin baik apabila balas jasa yang mereka terima
kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuannya beserta
keluarganya. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik jika selama kebutuhan-
kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
• Keadilan
Keadilan mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat
manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan
21
manusia lainnya. Apabila keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam
pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman, akan merangsang terciptanya
kedisiplinan karyawan yang baik. Pimpinan atau manajer yang cakap dalam
kepemimpinannya selalu bersikap adil terhadap semua bawahannya, karena dia
menyadari bahwa dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisplinan yang
baik pula
• Pengawasan melekat
Pengawasan melekat harus dijadikan suatu tindakan yang nyata dalam
mewujudkan kedisplinan karyawan perusahaan, karena dengan pengawasan ini,
berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah
kerja, dan prestasi bawahan. Hal ini berarti atasan harus selalu ada/hadir di tempat
kerjanya, supaya dia dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada
bawahannya yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan pekerjaannya.
• Sanksi hukuman
Sangsi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan.
Karena dengan adanya sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan
semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku yang
indisipliner karyawan akan berkurang. Berat ringannya sangsi hukuman yang
akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan karyawan. Sangsi
hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal dan
diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan.
• Ketegasan
22
Pemimpin harus berani tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang
indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang
berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan indisipliner akan
disegani dan diakui kepemimpinanya. Tetapi bila seorang pimpinan kurang tegas
atau tidak menghukum karyawan yang indisipliner, maka sulit baginya untuk
memelihara kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indispliner karyawan tersebut
akan semakin meningkat.
• Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesame karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan
itu baik bersifat vertical maupun horizontal yang hendaknya horizontal. Pimpinan
atau manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang
serasi serta mengikat, vertical maupun horizontal. Jika tercipta human relationship
yang serasi, maka terwujud lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini
akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan.
Sedangkan menurut Soejono (2000, p67), disiplin kerja dipengaruhi oleh factor yang
sekaligus sebagai indicator dari disiplin kerja yaitu :
• Ketepatan waktu
Para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat
dikatakan disiplin kerja baik
• Menggunakan peralatan kantor dengan baik
23
Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor dapat mewujudkan bahwa
seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor dapat
terhindar dari kerusakan
• Tanggung jawab yang tinggi
Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai
dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan
memiliki disiplin kerja yang baik.
• Ketaatan terhadap aturan kantor
Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal/identitas,
membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin
yang tinggi.
2.3 Pengertian Kinerja
Definisi kinerja karyawan menurut Bernandin & Russell (1993, p135) yang dikutip
oleh Faustino cardoso gomes dalam bukunya yang berjudul Human Resource Management,
adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama
periode waktu tertentu.
Menurut Wibowo (2007, p7) Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai
hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan
kontribusi pada ekonomi. Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan
hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan
bagaimana cara mengerjakannya.
24
Menurut Rivai (2004), Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap
orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan.
Penelitian ini memakai teori dari Faustino Cardoso Gomes, di karenakan catatan
pekerjaan atau kegiatan dalam periode tertentu para karyawan Koperasi RSPP kurang
maksimal.
2.3.1 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan/atau di masa lalu
relative standar kinerjanya (Dessler, 2010 : 322). Penilaian kinerja mengasumsikan bahwa
karyawan memahami apa standar kinerja mereka, dan juga memberikan karyawan umpan
balik, pengembangan, dan insentif yang diperlukan untuk membantu orang yang
bersangkutan menghilangkan kinerja yang kurang baik atau melanjutkan kinerja yang baik.
Terdapat beberapa alasan untuk menilai kinerja karyawan :
1. Penilaian harus memainkan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja
perusahaan.
2. Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun rencana untuk mengoreksi
semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan untuk menegaskan hal-hal
yang telah dilakukan dengan benar oleh karyawan.
3. Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karir dengan memberikan kesempatan
meninjau rencana karir karyawan dengan memperhatikan kekuatan dan
kelemahannya secara spesifik.
25
Akhirnya, penilaian hampir selalu berdampak pada keputusan peningkatan gaji dan promosi
(Dessler, 2010 : 325).
Proses penilaian kinerja terdiri dari tiga tahap (Dessler, 2010 : 327) :
1. Mendefinisikan pekerjaan. Mendefinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa
pemimpin dari bawahan setuju dengan kewajiban dan standar pekerjaannya
2. Menilai kinerja. Penilaian kinerja berarti membandingkan kinerja sesungguhnya dari
bawahan anda dengan standar yang telah ditetapkan, hal ini biasanya melibatkan
beberapa jenis formulir peringkat.
3. Memberikan umpan balik. Penilaian kinerja biasanya membutuhkan sesi umpan
balik. Dalam hal ini, atasan dan bawahan mendiskusikan kinerja dan kemajuan
karyawan, dan membuat rencana untuk pengembangan apapun yang dibutuhkan.
Beberapa cara/metode penilaian kinerja dijelaskan sebagai berikut. (Dessler, 2010 : 328) :
1. Metode Skala Peringkat Grafis
Skala peringkat grafis adalah teknik penilaian yang paling sederhana dan paling
popular. Skala peringkat grafis mencatat cirri-ciri (seperti kualitas dan kepercayaan)
dan jangkauan nilai kinerja (dari tidak memuaskan sampai luar biasa) untuk setiap
cirinya. Pemimpin menyusun penilaian untuk setiap bawahan dengan melingkari atau
menandai nilai yang paling tidak mendeskripsikan kinerja karyawan untuk setiap
cirri. Nilai yang ditandai kemudian dijumlahkan.
2. Metode Peringkat Alternasi
26
Membuat peringkat karyawan dari yang terbaik sampai terburuk berdasarkan cirri
tertentu adalah pilihan lain, karena biasanya lebih mudah untuk membedakan antara
karyawan terburuk dan terbaik. Langkah dalam metode peringkat alternasi dimulai
dengan menuliskan semua bawahan yang akan diberi peringkat. Kemudian dalam
formulir pilih karyawan terbaik untuk karakteristik yang diukur dan juga karyawan
yang terburuk. Pilih terbaik dan terburuk berikutnya, teruskan membuat alternasi
antara terbaik dan terburuk sampai semua karyawan telah diberi peringkat.
3. Metode Perbandingan Berpasangan
Metode perbandingan berpasangan membantu membuat metode penilaian menjadi
lebih tepat. Untuk setiap ciri (kuantitas kerja, kualitas kerja, dan lainnya), pemimpin
memasangkan dan membandingkan setiap bawahan dengan bawahan lainnya.
4. Metode Kejadian Kritis
Dengan metode kejadian kritis, pemimpin menyimpan catatan tentang contoh positif
dan negative (kejadian kritis) dari perilaku karyawan yang berhubungan dengan
pekerjaan. Setiap beberapa bulan tertentu, pemimpin dari bawahan bertemu untuk
mendiskusikan kinerja bawahan dengan menggunakan kejadian tersebut sebagai
contoh. Metode ini memberikan beberapa keuntungan. Pertama, memberikan contoh
actual kinerja baik dan buruk yang dapat digunakan oleh pemimpin untuk
menjelaskan penilaian seseorang. Hal ini memastikan bahwa pemimpin memikirkan
tentang penilaian bawahannya sepanjang tahun. Kedua, metode ini berguna untuk
mengumpulkan kejadian-kejadian yang erat kaitannya dengan tujuan-tujuan
karyawan.
2.3.2 Indikator-Indikator Kinerja
27
Menurut Gomes (2000, p142), ukuran-ukuran kinerja karyawan yaitu sebagai berikut :
• Kuantitas Kerja : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan
• Kualitas Kerja : Kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
kesiapannya
• Kreatifitas : Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan
untuk menyelesaikan persoalan yang timbul
• Kooperatif : Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota
organisasi
• Keandalan : Kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian
kerja
• Inisiatif : Semangat untuk tetap melaksanakan tugas-tugas baru dalam memperbesar
tanggung jawabnya
• Kualitas Pribadi : menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan
integritas pribadi
2.4 Penelitian Terdahulu
• Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan
PT Sinar Santosa Perkasa Banjarnegara
PT Sinar Santosa Perkasa merupakan perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi.
Perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang berawal dari comanditaire vennootschape
(CV) yang berdiri tahun 1983 yang kemudian dijadikan Perseroan Terbatas (PT) pada tahun
2004. Penelitian ini memfokuskan pada karyawan PT Sinar Santosa Perkasa yang berlokasi
di Banjarnegara karena disini pusat kegiatan manajerial dilakukan.
28
Kinerja karyawan yang tinggi sangatlah diharapkan oleh perusahaan terserbut. Semakin
banyak karyawan yang mempunyai kinerja tinggi, maka produktivitas perusahaan secara
keseluruhan akan meningkat sehingga perusahaan akan dapat bertahan dalam persaingan
global. Karyawan dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya secara
efektif dan efisien. Keberhasilan karyawan dapat diukur melalui kepuasan konsumen,
berkurangnya jumlah keluhan dan tercapainya target yang optimal. Kinerja karyawan PT
Sinar Santosa Perkasa juga dapat diukur melalui penyelesaian tugasnya secara efektif dan
efsien serta melakukan peran dan fungsinya dan itu semua berhubungan linear dan
berhubungan positif bagi keberhasilan suatu perusahaan.
Terdapat faktor negatif yang dapat menurunkan kinerja karyawan, diantaranya adalah
menurunnya keinginan karyawan untuk mencapai prestasi kerja, kurangnya ketepatan waktu
dalam penyelesaian pekerjaan sehingga kurang menaati peraturan, pengaruh yang berasal
dari lingkungannya, teman sekerja yang juga menurun semangatnya dan tidak adanya contoh
yang harus dijadikan acuan dalam pencapaian prestasi kerja yang baik. Semua itu merupakan
sebab menurunya kinerja karyawan dalam bekerja. Faktor-faktor yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kinerja diantaranya adalah gaya kepemimpinan, motivasi dan disiplin kerja.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada
saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan cocok
apabila tujuan perusahaan telah dikomunikasikan dan bawahan kepemimpinan untuk
mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan
organisasi dalam mencapai tujuannya. Perusahaan menggunakan penghargaan atau hadiah
dan ketertiban sebagai alat untuk memotivasi karyawan. Pemimpin mendengar ide-ide dari
para bawahan sebelum mengambil keputusan.
29
Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006) disiplin sebagai keadaan ideal dalam
mendukung pelaksanaan tugas sesuai aturan dalam rangka mendukung optimalisasi kerja.
Salah satu syarat agar disiplin dapat ditumbuhkan dalam lingkungan kerja ialah, adanya
pembagian kerja yang tuntas sampai kepada pegawai atau petugas yang paling bawah,
sehingga setiap orang tahu dengan sadar apa tugasnya, bagaimana melakukannya, kapan
pekerjaan dimulai dan selesai, seperti apa gaya kepemimpinan terhadap kinerja, menyatakan
hasil kerja yang disyaratkan, dan kepada siapa mempertanggung jawabkan hasil pekerjaan itu
(Budi Setiyawan dan Waridin, 2006).
Untuk itu disiplin harus ditumbuh kembangkan agar tumbuh pula ketertiban dan
evisiensi. Tanpa adanya disiplin yang baik, jangan harap akan dapat diwujudkan adanya
sosok pemimpin atau karyawan ideal sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat dan
perusahaan. Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006), dan Aritonang (2005) disiplin
kerja karyawan bagian dari faktor kinerja. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa disiplin
kerja memiliki pengaruh positif terhadap kinerja kerja karyawan. Berdasarkan
kekurangmenaati tata tertib, ketentuan-ketentuan perusahaan yang memberatkan karyawan,
disamping gaya kepemimpinan dan motivasi yang cukup tinggi.
Kemudian timbul pemikiran bagaimana keseluruhan faktor tersebut saling
berkesinambungan sehingga mempengaruhi kinerja karyawan. Berdasarkan uraian diatas
maka perlu dilakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi
dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT Sinar Santosa Perkasa Banjarnegara”.
• Menurut penelitian Zesbendri, S.E. dan Dra. Anik Ariyanti, M.M. dalam thesisnya pada
tahun 2007 yang berjudul “ PENGARUH DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA
30
PEGAWAI PADA KANTOR Badan Pusat Staristik Kabupaten Bogor " menunjukkan
hasil penelitian sebagai berikut :
1. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif sangat kuat antara disiplin
kerja dengan kinerja karyawan pada Kantor BPS Kab. Bogor. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0,826
2. Terdapat pengaruh disiplin kerja dengan kinerja karyawan yang dihasilkan pada
kantor BPS Kab. Bogor. Nilai koefisien determinasinya sebesar = 0,682 atau 68,2%
Kinerja dapat di terangkan (di pengaruhi) oleh disiplin kerja sedangkan sisanya
(31,8%) di pengaruhi oleh factor lain yang tidak di cakup dalam penelitian ini.
• Menurut penelitian Sri Mutmainnah dalam thesisnya pada tahun 2008 yang berjudul “
Pengaruh Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.Panen
Lestari Internusa Medan “ menunjukkan hasil penelitian sebagai berikut :
1. Ada pengaruh positif antara variable motivasi (X1) dan disiplin kerja (X2) terhadap
kinerja karyawan
2. Variable disiplin kerja lebih besar pengaruhnya terhadap kinerja karyawan PT.Panen
Lestari Internusa Medan
3. Kontribusi kedua variable (motivasi dan disiplin kerja) mempengaruhi kinerja
karyawan sebesar 37,60% sedangkan sisanya di pengaruhi oleh variable lain yang
diteliti.
• PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DALAM
ORGANISASI PEMERINTAHAN KELURAHAN (Kasus Kelurahan Ciparigi,
Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor) (RICKY RANDHITA, 2009)
31
Setiap manusia sebagai individu dan makhluk sosial, mewujudkan kehidupannya sebagai
usaha mengaktualisasikan atau merealisasikan dirinya untuk menemukan dan
mengembangkan jati dirinya masing-masing. Untuk itu bagi setiap individu diperlukan
berbagai bantuan atau kerja sama dari individu lain. Dalam keadaan seperti itu, manusia
berusaha mengatur kebersamaannya, baik dalam bentuk kelompok kecil maupun besar.
Pengaturan itu di satu pihak bermaksud untuk melindungi hak asasi setiap individu. Untuk
mengendalikan kehidupan berkelompok dan bahkan kehidupan bermasyarakat dalam arti
luas, selalu diperlukan seorang atau lebih yang menjadi pemimpin.
Kepemimpinan merupakan gejala universal yang terdapat dalam kehidupan kolektif.
Kepemimpinan mempunyai peranan sentral dalam kehidupan organisasi maupun
berkelompok. Untuk mencapai tujuan bersama, manusia di dalam organisasi perlu membina
kebersamaan dengan mengikuti pengendalian dari pemimpinnya. Dengan pengendalian
tersebut, perbedaan keinginan, kehendak, kemauan, perasaan, kebutuhan dan lain-lain
dipertemukan untuk digerakkan kearah yang sama. Dengan demikian berarti di dalam setiap
organisasi perbedaan individual dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang sama sebagai
kegiatan kepemimpinan.
Pada sisi lain, organisasi dapat pula terbentuk karena kesamaan sejumlah individu atau
merasa memiliki kepentingan yang sama pula. Dengan berhimpun di dalam suatu kelompok,
kesamaan dan kepentingan yang sama itu akan lebih mudah diwujudkan dibandingkan jika
perwujudannya dilakukan secara individual (perseorangan). Di dalam kelompok itu muncul
seorang atau lebih pemimpin karena memiliki kelebihan berupa kemampuan kepemimpinan.
Kelompok seperti itu menyusun sendiri posisi jabatan kepemimpinan di lingkungannya
sesuai keperluan dan kondisi masing-masing.
32
Seorang pemimpin sebagai individu merupakan suatu kepribadian yang berhadapan
dengan sejumlah individu lainnya yang masing-masing juga merupakan suatu kepribadian.
Dalam keadaan seperti itu seorang pemimpin harus memahami setiap kepribadian yang
berbeda dengan kepribadiannya sendiri. Pemimpin sebagai suatu kepribadian memiliki
motivasi yang mungkin tidak sama dengan motivasi anggota kelompoknya, baik dalam
mewujudkan kehendak untuk bergabung dan bersatu dalam suatu kelompok maupun dalam
melaksanakan kegiatan yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dalam
suatu organisasi pemerintah, setiap pemimpin merupakan pribadi sentral yang sangat besar
pengaruhnya terhadap pegawainya yang terlihat dalam sikap dan perilakunya pada waktu
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Kelurahan dilihat dari sistem pemerintahan Indonesia merupakan ujung tombak dari
pemerintahan daerah yang langsung berhadapan dengan masyarakat luas. Citra birokrasi
pemerintahan secara keseluruhan akan banyak ditentukan oleh kinerja organisasi tersebut.
Masyarakat perkotaan yang peradabannya sudah cukup maju, mempunyai kompleksitas
permasalahan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat tradisional sehingga diperlukan
aparatur pelayanan yang profesional.Dalam rangka meningkatkan citra, kerja dan kinerja
instansi pemerintah menuju kearah professionalisme dan menunjang terciptanya
pemerintahan yang baik (good governance), perlu adanya penyatuan arah dan pandangan
bagi segenap jajaran pegawai pemerintah yang dapat dipergunakan sebagai pedoman atau
acuan dalam melaksanakan tugas baik manajerial maupun operasional diseluruh bidang tugas
dan unit organisasi instansi pemerintah secara terpadu.
Oleh karena itu, dirumuskan visi, misi, strategi dan nilai acuan pemerintah yang menjadi
pedoman mengenai arah yang dituju, beban tanggung jawab, strategi pencapaiannya serta
33
nilai-nilai sikap dan perilaku pegawai.Dengan berlakunya Peraturan Daerah Kota Bogor
Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Bogor
Tahun 2008 Nomor 3 Seri D), maka perubahan yang sangat mendasar terjadi pada satuan
unit kerja terbawah yaitu Kelurahan serta pada Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintah Kota Bogor. Hal tersebut berlaku pula pada Kelurahan Ciparigi yang
merupakan salah satu Kelurahan yang terdapat di wilayah PemerintahanKecamatan Bogor
Utara. Hal ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Kota Bogor selalu melakukan proses
kegiatan untuk adanya perubahan yang dilakukan secara terus-menerus dan
berkesinambungan sesuai tuntutan perubahan dalam masyarakat.
Berdasarkan informasi dari para informan yang di wawancara, diketahui Kelurahan
Ciparigi merupakan salah satu Kelurahan yang terbentuk dari pemekaran wilayah kota.
Kelurahan Ciparigi, dahulunya bernama Desa Ciparigi.
Kelurahan Ciparigi Kecamatan Bogor Utara, Provinsi Jawa Barat adalah lembaga
pemerintahan yang mempunyai tugas sebagai unsur pelaksana daerah di bidang
pemerintahan. Sejalan dengan penataan kelembagaan yang mengacu pada Peraturan
Walikota Bogor Nomor 53 tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Tata Kerja dan Uraian
Tugas Jabatan Struktural di lingkungan Kelurahan, Kelurahan Ciparigi Kecamatan Bogor
Utara memiliki tugas pokok dalam melaksanakan fungsinya. Untuk melaksanakan tugas
pokoknya, Kelurahan Ciparigi memiliki fungsi:
1. Penyusunan rencana dan program kerja kelurahan.
2. Pelaksanaan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Camat.
3. Fasilitasi tugas-tugas dinas dan lembaga teknis yang dilaksanakan di wilayah
Kelurahan.
34
4. Pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.
5. Penyelenggaraan tugas-tugas pembantuan dan tugas lain yang diberikan atasan.
Ditinjau dari sumber daya manusianya, faktor manusia sebagai tenaga pelaksana
memegang peranan yang sangat penting bahkan sangat menentukan dalam pencapaian
tujuan. Dalam sebuah organisasi pemerintahan, sumber daya manusia terdiri dari pemimpin
dan pegawai. Kelurahan Ciparigi Kecamatan Bogor Utara merupakan suatu organisasi
pemerintah yang memiliki personil berjumlah 12 pegawai. Peranan seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya memiliki kedudukan sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat yang
berkemampuan tinggi, penuh dedikasi dan memiliki disiplin kerja. Hal tersebut sangat
penting dalam pencapaian tujuan. Untuk mewujudkan sikap kerja pegawai yang baik,
diperlukan berbagai cara yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin suatu organisasi
pemerintah, yaitu dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat.
Peranan seorang pemimpin penting untuk mencapai tujuan organisasi yang diinginkan
termasuk organisasi pemerintahan Kelurahan Ciparigi, kota Bogor terutama berkaitan
dengan peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Kinerja pegawai
merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mewujudkan
tujuan organisasi.
Merujuk pendapat yang dikemukakan Handoko (2001),” Sumber daya terpenting suatu
organisasi adalah sumber daya manusia atau orang-orang yang memberikan tenaga, bakat,
kreativitas dan usaha mereka kepada organisasi.” Dari pendapat tersebut dapat dikemukakan
bahwa kinerja yang tinggi sangat diperlukan dalam setiap usaha kerja pegawai untuk
mencapai tujuan.Menurut Kerlinger dan Padhazur (2002), faktor kepemimpinan mempunyai
35
peran yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja pegawai karena kepemimpinan yang
efektif memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-
tujuan organisasi. Pemimpin yang terdapat
pada Kelurahan adalah seorang Lurah dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan harus
mampu mencurahkan segala perhatiannya kepada para pegawainya, agar tumbuh moral yang
tinggi yang merupakan suatu dorongan, sehingga orang-orang yang dipimpinnya dapat
digerakkan dan diarahkan tenaganya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu.
Gaya kepemimpinan yang efektif dibutuhkan pemimpin untuk dapat meningkatkan
kinerja semua pegawai dalam mencapai tujuan organisasi sebagai instansi pelayanan publik.
Dengan demikian, gaya kepemimpinan dapat menjadi pedoman yang baik dalam peningkatan
kinerja pegawai. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu diteliti: “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai dalam Organisasi Pemerintahan Kelurahan”.
2.5 Hipotesis
Menurut Ronny Kountur (2005, pp109-111), hipotesis merupakan istilah yang lazim
digunakan dalam prosedur ilmiah. Sesuatu dikatakan ilmiah apabila prosedur pembuatan
kesimpulan mengikuti prosedur-prosedur ilmiah. Prosedur ilmiah dimulai dengan identifikasi
masalah, kemudian mencoba mencari jawaban(sementara) atas permasalahan tersebut dengan
membuat hipotesis, kemudian menguji hipotesis tersebut dan berdasarkan hasil pengujian
lalu dibuat kesimpulan.
Ho : ρ = 0, jika Ho = 0, berarti tidak ada hubungan
H1 : ρ ≠ 0, jika Ho ≠ 0, berarti ada hubungan
Keterangan :
36
Ho = Hipotesis nol
H1 = Hipotesis alternative
ρ = nilai korelasi dalam formulasi yang di hipotesiskan
Hipotesis diuji dengan teknik statistic, apabila hasil pengujian statistic menunjukan
bahwa hipotesis ditolak, maka yang dimaksud ditolak ini adalah hipotesis nol nya. Jika
hipotesis nol ditolak, berarti hipotesis alternative secara otomatis diterima dan sebaliknya.
Jika hipotesis nol diterima maka hipotesis alternative ditolak. Tentu yang diharapkan oleh
peneliti adalah supaya hipotesis nol ditolak, dengan demikian hipotesis alternative yang
merupakan dugaan peneliti bias diterima. Namun tidak harus dipaksakan hipotesis nol
ditolak. Jika memang setelah diuji dengan statistic ternyata harus diterima, maka hipotesis
nol nya harus diterima.
37
2.6 Kerangka pemikiran
Gambar 2.1 kerangka pemikiran
Sumber : Penulis
Gaya kepemimpinan
(X1) :
• Otokratis
• Demokratis
• Laissez faire
Disiplin kerja karyawan (X2)
• Tujuan dan kemampuan
• Teladan pimpinan
• Balas jasa
• Keadilan
• Pengawasan melekat
• Sanksi hukuman
• Ketegasan
• Hubungan kemanusiaan
• Ketepatan waktu
• Menggunakan peralatan
kantor dengan baik
• Tanggung jawab yang tinggi
• Ketaatan terhadap aturan
kantor
Kinerja karyawan (Y)
• Kuantitas kerja
• Kualitas kerja
• Kreatifitas
• Kooperatif
• Keandalan
• Inisiatif
• Kualitas pribadi