14
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purwokerto ada dua yaitu skripsi Muput Dewi Kristianingsih dan Erni Hardiyati. 1. Muput Dewi Kristianingsih NIM 0101040012 tahun 2006 dengan judul skripsi “Kajian Penggunaan Gaya Bahasa dan Diksi sebagai Pengungkapan Problema Agama dalam Lirik Lagu Dangdut Karya Roma Irama”. Berdasarkan hasil penelitian dalam lirik lagu dangdut karya Rhoma Irama diperoleh hasil sebagai berikut: a. gaya bahasa yang ditemukan dalam penelitian tersebut meliputi: metafora, personifikasi, antitesis, dan repetisi. b. diksi yang diperoleh antara lain: membedakan secara cermat konotasi dan denotasi, membedakan kata umum dan kata khusus, mempergunakan kata- kata indera, membedakan dengan cermat kata-kata yang bersinonim, dan membedakan kata-kata sehari-hari yang umum. Perbedaan penelitian ini dengan sekarang terletak pada sumber data dan tujuan penelitian. Penelitian ini sumber datanya yaitu lirik lagu dangdut karya Roma Irama sebagai pengungkapan problema agama, sedangkan penelitian sekarang sumber datanya adalah lirik lagu Ahmad Dhani tahun 2005-2011 yang mengkaji penggunaan diksi dan gaya bahasa. 6 Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevanrepository.ump.ac.id/2891/3/BAB II_SITI MUNFANGATIN_PBSI...lirik lagu Ebiet G.Ade yang terangkum dalam album “Aku Ingin Pulang”

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sejenis yang Relevan

Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di

perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purwokerto ada dua yaitu skripsi

Muput Dewi Kristianingsih dan Erni Hardiyati.

1. Muput Dewi Kristianingsih NIM 0101040012 tahun 2006 dengan judul skripsi “Kajian Penggunaan Gaya Bahasa dan Diksi sebagai Pengungkapan Problema Agama dalam Lirik Lagu Dangdut Karya Roma Irama”.

Berdasarkan hasil penelitian dalam lirik lagu dangdut karya Rhoma

Irama diperoleh hasil sebagai berikut:

a. gaya bahasa yang ditemukan dalam penelitian tersebut meliputi: metafora,

personifikasi, antitesis, dan repetisi.

b. diksi yang diperoleh antara lain: membedakan secara cermat konotasi dan

denotasi, membedakan kata umum dan kata khusus, mempergunakan kata-

kata indera, membedakan dengan cermat kata-kata yang bersinonim, dan

membedakan kata-kata sehari-hari yang umum.

Perbedaan penelitian ini dengan sekarang terletak pada sumber data dan

tujuan penelitian. Penelitian ini sumber datanya yaitu lirik lagu dangdut karya

Roma Irama sebagai pengungkapan problema agama, sedangkan penelitian

sekarang sumber datanya adalah lirik lagu Ahmad Dhani tahun 2005-2011 yang

mengkaji penggunaan diksi dan gaya bahasa.

6

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

7

Tujuan penelitian ini mendeskripsikan gaya bahasa dan diksi dalam

lirik lagu dangdut karya Rhoma Irama sebagai pengungkapan problema agama.

Sedangkan penelitian sekarang tujuannya mendeskripsikan diksi dan gaya bahasa

simile, metafora, dan personifikasi dalam lirik lagu ciptaan Ahmad Dhani tahun

2005-2011.

2. Erni Hardiyati NIM 9801040018 tahun 2002 dengan Judul skripsi “Kajian Pendayagunaan Diksi dan Gaya Bahasa dalam Lirik Lagu Indonesia Populer Karya Ebiet G.Ade”.

Berdasarkan hasil penelitian dalam lirik lagu Indonesia populer karya

Ebiet G. Ade diperoleh hasil sebagai berikut:

a. diksi yang diperoleh antara lain: membedakan secara cermat konotasi dan

denotasi, membedakan kata umum dan kata khusus, mempergunakan kata-kata

indera, memperhatikan pemakaian kata tugas dengan tepat, dan membedakan

kata-kata sehari-hari yang umum.

b. gaya bahasa yang ditemukan dalam penelitian tersebut meliputi: gaya bahasa

dari segi keformalan (ragam beku, ragam formal, gaya usaha, ragam santai, dan

ragam akrab) dan gaya bahasa dalam bentuk majas (ungkapan perbandingan,

kontras, dan asosiasi).

Perbedaan dengan penelitian sekarang terletak pada tujuan penelitian

dan sumber data. Penelitian ini sumber datanya yaitu lirik lagu Indonesia populer

karya Ebiet G. Ade, sedangkan penelitian sekarang sumber datanya adalah lirik

lagu Ahmad Dhani tahun 2005-2011 yang mengkaji penggunaan diksi dan gaya

bahasa.

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

8

Tujuan penelitian ini mendeskripsikan diksi dan gaya bahasa dalam

lirik lagu Ebiet G.Ade yang terangkum dalam album “Aku Ingin Pulang”.

Sedangkan penelitian sekarang tujuannya mendeskripsikan diksi dan gaya bahasa

simile, metafora, dan personifikasi dalam lirik lagu ciptaan Ahmad Dhani tahun

2005-2011.

B. Diksi

1. Pengertian Diksi

Diksi merujuk pada pilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau

pembicara. Kata diksi berasal dari kata dictionary (bahasa Inggris yang kata

dasarnya diction) berarti ‘perihal pemilihan kata’ (Putrayasa, 2010: 7). Diksi atau

pilihan kata jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu.

Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang

dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi

persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan

kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-

cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari

diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau

yang memiliki nilai artistik yang tinggi ( Keraf, 2010: 22-23).

Menurut Mido ( 1994: 101 ) diksi bukan hanya berarti pilihan kata.

Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang perlu

dipakai untuk mengungkapkan suatu gagasan atau menceritakan suatu peristiwa,

tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

9

Diksi merupakan salah satu unsur yang cukup menentukan dalam

penulisan lirik lagu. Hal itu sesuai dengan pendapat Keraf (2010: 24) yang

menyatakan tiga pengertian diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup

pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan,

bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan

ungkapan-ungkapan yang tepat dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam

suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan

secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan

kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan

nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata

yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar

kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu.

Diksi merupakan pemilihan kata dari penyair untuk menyampaikan

gagasannya sehingga dapat membangkitkan suasana tertentu. Selain itu, diksi

dalam lirik lagu mencerminkan kemampuan dan keluasan wawasan pengarang

dalam pemilihan dan penggunaan kata-kata yang tepat, sehingga diksi dapat

menentukan pesan suatu teks lirik lagu dapat diterima atau tidak oleh masyarakat.

Dari beberapa penjelasan tentang pengertian diksi, maka dapat disimpulkan

bahwa diksi adalah pilihan kata yang mengungkapkan ide atau gagasan.

2. Ketepatan Diksi

Ketepatan diksi adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan

gagasan yang sama pada imajinasi pembaca dan pendengar, seperti yang

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

10

dipikirkan atau dirasakan oleh penulis dan pembicara, maka setiap penulis atau

pembicara harus berusaha setepat-tepatnya memilih kata-katanya untuk mencapai

maksud tersebut. Bahwa kata yang dipakai sudah tepat akan tampak dari reaksi

selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi nonverbal dari pembaca

dan pendengar. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham (Keraf, 2010:

88).

Menurut Keraf (2010: 88-89) ada beberapa persyaratan ketepatan diksi

yang harus diperhatikan yaitu membedakan secara cermat: konotasi dan denotasi,

kata-kata yang hampir bersinonim, kata umum dan kata khusus, dan

mempergunakan kata indera.

a. Membedakan secara Cermat Konotasi dan Denotasi.

Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna

emotif, atau makna evaluatif. Konotasi di sini yaitu mempunyai arti tambahan.

Perasaan tertentu atau nilai rasa tertentu yang bernilai positif (menyenangkan)

atau bernilai negatif (tidak menyenangkan) ataupun netral. Konotasi dapat

dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif. Sebuah

kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”,

baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak

memiliki konotasi. Positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga

terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang.

Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa

yang positif; dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan

bernilai rasa negatif. Misalnya, burung garuda karena dijadikan lambang negara

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

11

republik Indonesia maka menjadi bernilai rasa positif sedangkan makna konotatif

yang bernilai rasa negatif seperti buaya yang dijadikan lambang kejahatan.

Padahal binatang buaya itu sendiri tidak tahu menahu kalau dunia manusia

Indonesia menjadikan mereka lambang yang tidak baik.

Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit.

Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotasi adalah

suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif.

Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain harus

ditetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai maksudnya. Kalau

hanya pengertian dasar yang diinginkannya, harus memilih kata yang denotasi;

kalau ia menghendaki reaksi emosional tertentu, harus memilih kata konotasi

sesuai dengan sasaran yang akan dicapainya itu (Keraf, 2010: 88).

Sebuah kata yang hanya mengacu pada makna konseptual atau makna

dasar berfungsi denotatif. Kata lain kecuali denotatif juga merupakan gambaran

tambahan yang mengacu pada nilai dan rasa berfungsi konotatif (Putrayasa, 2010:

10).

Konotasi adalah makna tertentu yang oleh seorang atau sekelompok

orang diberikan kepada suatu kata atau sekelompok kata: makna tambahan

(Depdiknas, 2008: 801). Denotasi adalah makna kata dalam bentuk murni.

Contoh: tewas atau mampus.

Kata tewas dan mampus memiliki konotasi kurang sopan bagi orang

yang mempunyai kedudukan tinggi. Kata tersebut denotasinya meninggal yang

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

12

memiliki arti yang sama yaitu “peristiwa lepasnya jiwa seseorang meninggalkan

badannya”.

b. Membedakan dengan Cermat Kata-Kata Bersinonim.

Kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling

melengkapi. Sebab itu penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari

sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga

tidak timbul interpretasi yang berlainan (Keraf, 2010:88).

Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan

bentuk bahasa lain (Depdiknas, 2008: 1463). Misal: ekonomis-hemat-irit, dara-

gadis- perawan.

Ekonomis yaitu bersifat hati-hati dalam pengeluaran uang (Depdiknas.

2008, 378), hemat yaitu tidak boros dan berhati-hati (Depdiknas, 2008: 534), dan

irit yaitu hemat atau tidak boros (Depdiknas, 2008: 599). Berdasarkan pengertian

masing-masing kata-kata tersebut mempunyai makna yang sama yaitu bersifat

hati-hati dan tidak boros.

c. Membedakan Kata Umum dan Kata Khusus.

Kata khusus lebih menggambarkan sesuatu daripada kata umum (Keraf,

2010: 89). Kata umum memberikan gambaran yang kurang jelas, sedangkan kata

khusus memberikan gambaran yang jelas dan tepat (Putrayasa, 2010: 10). Misal

kata umum yaitu bunga, sedangkan kata khususnya adalah bunga melati, bunga

mawar, bunga matahari, dan sebagainya.

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

13

d. Mempergunakan Kata Indera

Memilih kata-kata yang tepat adalah penggunaan istilah-istilah yang

dapat diserap oleh pancaindera yaitu serapan indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, perasa, dan peraba. Contoh :

penglihatan : pijar, teja, kabur, mengkilap, belang, dan sebagainya

Pendengaran : deru, desing, dengung, dan sebagainya. Penciuman : busuk, anyir, pesing, apek, dan sebagainya. perasa : pedas, pahit, asam, asin, manis. peraba : dingin, panas, halus, geli, dan sebagainya (Keraf, 2010: 94).

C. Gaya Bahasa

1. Pengertian Gaya Bahasa

Gaya bahasa merupakan salah satu unsur yang menarik dalam sebuah

bacaan. Setiap penulis mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam menuangkan

setiap ide tulisannya.

Gaya ialah pribadi pengarang itu sendiri. Maksudnya bentuk gaya

bahasa yang digunakan pengarang merupakan bentuk asli jati dirinya. Bagaimana

sifat pengarang tersebut dapat diketahui saat dia mengolah suatu bahasa.

Keterkaitan pengarang dengan gaya bahasa memang sangat erat karena

kepribadian pengarang akan mempunyai pengaruh besar terhadap bentuk gaya

bahasa yang akan digunakan nanti.

Menurut Keraf (2010: 113), gaya bahasa adalah cara mengungkapkan

pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian

penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

14

unsur, yaitu kejujuran, sopan santun, dan menarik. Gaya bahasa mencakup: arti

kata, citra, perumpamaan, serta simbol, dan alegori (Minderop, 2011: 52).

Gaya bahasa menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata

yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu

untuk menghadapi situasi tertentu (Keraf, 2010: 112). Sedangkan menurut

Maskurun, dkk. (2007: 5) gaya bahasa merupakan ciri atau kekhasan kebahasaan

yang digunakan oleh penulis yang mencakup penggunaan struktur kebahasaan,

pilihan kata, pemakaian ungkapan, pemakaian peribahasa, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa

adalah cara untuk mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang

memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Kekhasan dari

gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung

menyatakan makna yang sebenarnya.

2. Jenis-Jenis Gaya Bahasa

Menurut Keraf (2010: 115-144) disebutkan bahwa gaya bahasa dapat

ditinjau dari berbagai sudut pandang. Gaya bahasa dapat dilihat dari segi

nonbahasa dan dari segi bahasa. Dari segi bahasa, gaya bahasa dapat dibedakan ke

dalam empat bagian yaitu (a) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (b) gaya

bahasa berdasarkan nada, (c) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan (d)

gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.

Dari keempat jenis gaya bahasa tersebut, peneliti akan mengkaji gaya

bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Dalam gaya bahasa berdasarkan

langsung tidaknya makna, ada dua gaya bahasa yaitu gaya bahasa retoris dan

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

15

kiasan. Jenis gaya bahasa kiasan diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu: (a)

simile atau persamaan, (b) metafora, (c) alegori, (d) personifikasi, (e) alusi, (f)

eponun, (g) epitet, (h) sinekdoke, (i) metonimia, (j) antonomasia, (k) hipalase, (l)

ironi, (m) satire, (n) inuendo, (o) antifrasis, (p) pun atau paronomasia.

Dari beberapa jenis gaya bahasa tersebut, peneliti hanya mengkaji tiga

gaya bahasa kiasan yaitu simile, metafora, dan personifikasi karena sering muncul

dalam lirik lagu ciptaan Ahmad Dhani.

a. Gaya Bahasa Simile atau persamaan

Simile atau perbandingan, ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu

hal dengan hal yang lain dengan menekankan kata-kata pembanding yaitu bagai,

sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, dan kata-

kata pembanding lain (Pradopo, 1997: 62). Perumpamaan ini dipergunakan dalam

percakapan sehari-hari, cerita rekaan, atau sajak. Menurut Jabrohim (2003: 22)

simile adalah jenis gaya bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain

yang sesungguhnya tidak sama. Sayuti (2002: 196) jenis bahasa kias ini

merupakan bentuk perbandingan antara dua hal atau wujud yang hakikatnya

berlainan. Dalam simile bentuk perbandingannya bersifat eksplisit yang ditandai

oleh pemakaian unsur konstruksional.

Simile adalah perbandingan langsung antara benda-benda yang tidak

selalu mirip secara esensial (Minderop, 2011: 52). Simile adalah majas pertautan

yang membandingkan dua hal yg secara hakiki berbeda, tetapi dianggap

mengandung segi yg serup dinyatakan secara eksplisit dengan kata seperti, bagai,

laksana dan sebagainya (Depdiknas, 2008: 1452). Simile adalah perbandingan

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

16

dua hal yang pada hakikatnya berlainan, tetapi sengaja dianggap sama. Dalam

penelitian ini menggunakan kata-kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, dan

laksana (Eti, 2005: 16).

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa simile adalah

gaya bahasa kiasan yang menggunakan kata pembanding seperti, bak, umpama,

ibarat, dan sebagainya. Contoh: Hidupku tanpa cintamu, bagai malam tanpa

bintang (Risalah Hati: Dewa).

b. Gaya Bahasa Metafora

1) Pengertian Metafora

Metafora adalah analogi yang membandingkan dua hal secara langsung,

tetapi dalam bentuk yang singkat (Keraf, 2010: 139). Métafora adalah pemakaian

kata atau kelompok kata untuk maksud yang lain bukan dengan arti yang

sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau

perbandingan (Depdiknas, 2008: 1020). Metafora adalah perbandingan yang

implisit, tanpa kata pembanding seperti atau sebagai (Eti, 2005: 16).

Menurut Jabrohim (2003: 22) metafora adalah bahasa kiasan yang

memperbandingkan sesuatu hal dengan hal lainnya yang pada dasarnya tidak

serupa. Sayuti (2002: 196) menambahkan bahwa di dalam metafora

perbandingannya bersifat implisit, yakni tersembunyi di balik ungkapan

harfiahnya. Metafora berarti mentransfer, mengalihkan, memindahkan, dan

membawa dari satu tempat ke tempat lainnya (Ratna, 2007: 253). Metafora adalah

suatu gaya bahasa yang membandingkan satu benda dengan benda lainnya secara

langsung (Minderop, 2011: 53). Metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingan

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

17

langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan

sebagainya (Pradopo, 1997: 66). Metafora adalah suatu perbandingan antara dua

hal yang bersifat menyatu (luluh) atau perbandingan yang bersifat langsung

karena kemiripan/ kesamaan yang bersifat konkret/ nyata (Subroto, 2011: 121).

Dapat disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa kiasan yang

secara langsung membandingkan satu benda dengan benda lainnya yang tidak

serupa tanpa menggunakan kata-kata seperti, laksana, umpama, dan sebagainya.

Pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Proses terjadinya

sebenarnya sama dengan simile, tetapi secara berangsur-angsur keterangan

mengenai persamaan dan pokok pertama dihilangkan. Contoh: Aku ini binatang

jalang. Dalam sajak Chairil Anwar, aku dipersamakan dengan binatang jalang.

2) Jenis- Jenis Metafora

Ullaman dalam Subroto (2011: 131) membagi metafora menjadi:

metafora antropomorfis, metafora kehewanan, metafora yang timbul karena

pemindahan pengalaman dari konkret ke abstrak atau sebaliknya, dan metafora

sinestesis.

a) Metafora Antropomorfis

Metafora antropomorfis, yaitu jenis metafora yang dinamai berdasarkan

nama-nama bagian tubuh manusia. Atau sebaliknya nama bagian tubuh manusia

berdasarkan nama bagian tubuh binatang atau benda mati lainnya, misalnya kata

mata. Kata mata mengacu pada alat indera manusia yang berfungsi untuk melihat,

berbentuk agak kecil, bulat. Lewat alat indera itu, cahaya dipancarkan (atau

ditangkap) untuk melihat sesuatu. Berdasarkan nama alat indera itu, objek-objek

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

18

tersebut diberi nama: matahari, mata air, mata bisul, mata jarum semuanya

memperlihatkan ciri: bulat, kecil, tempat keluar/ memasukkan sesuatu. Sebaliknya

di dalam mata itu terdapat bagian yang bulat yang disebut bola mata. Penamaan

bola mata itu justru didasarkan atas nama suatu benda mati, yaitu bola.

b) Metafora yang Timbul karena Pemindahan Pengalaman dari Konkret ke

Abstrak, atau Sebaliknya.

Misalnya dalam bahasa latin terdapat kata finish yang berarti ‘akhir,

atau batas’. Jadi sesuatu ynag sifatnya konkret. Dari kata itu kemudian diciptakan

sebuah kata yang abstrak definisi (definition) yang berarti rumusan atau batasan.

Contoh lain dalam bahasa Indonesia ialah kata bintang yang mengacu ‘benda

angkasa yang bersinar cemerlang’. Berdasarkan kata itu kemudian terdapat bentuk

bintang pelajar, bintang radio, bintang lapangan yang semuanya menunjukkan

kecemerlangan seseorang.

c) Metafora Sinestesis

Metafora sinestesis yaitu metafora yang diciptakan berdasarkan

pengalihan tanggapan, dari indera yang satu ke indera yang lain. Dari indera

penglihatan ke indera pendengaran atau sebaliknya, atau dari indera perasaan ke

indera pendengaran atau sebaliknya. Misalnya, kata pahit biasa dipakai untuk

menyatakan indera perasa (obat itu pahit). Kehidupan yang tidak menyenangkan,

penuh penderitaan juga dinyatakan “kehidupan yang pahit” atau merupakan pahit

getirnya kehidupan. Kata-kata seperti: hambar, asam, nikmat, gelap, dan kelabu

sering dipakai untuk tanggapan dari indera yang berbeda.

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013

19

c. Gaya Bahasa Personifikasi

Sayuti (2002: 229) menyebutkan bahwa personifikasi dapat diartikan

sebagai pemanusiaan. Artinya, jika metafora dan simile merupakan bentuk

perbandingan tidak dengan manusia, maka personifikasi merupakan pemberian

sifat-sifat manusia pada suatu hal. Personifikasi adalah semacam gaya bahasa

kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak

bernyawa seolah-olah mempunyai sifat kemanusiaan. Personifikasi adalah suatu

proses penggunaan karakteristik manusia untuk benda-benda nonmanusia

termasuk abstraksi atau gagasan (Minderop, 2011: 53). Seperti halnya dengan

simile dan metafora, personifikasi mengandung suatu unsur persamaan.

Menurut Depdiknas (2008:1167) personifikasi adalah perumpamaan

(pelambangan) benda mati sebagai orang atau manusia. Personifikasi ini membuat

hidup lukisan dan memberi bayangan yang konkret (Pradopo, 1997: 75).

Personifikasi adalah majas yang menggunakan sifat-sifat insani pada benda yang

tidak bernyawa, dapat diartikan sebagai majas yang memperorangkan benda mati

(Eti, 2005: 16).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda

nonmanusia memiliki sifat insani seperti manusia. Contoh: Jiwaku berbisik lirih,

kuharus milikimu (Risalah Hati:Dewa)

Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013