Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Gaya Kepemimpinan
2.1.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Menurut Colquitt dalam Wibowo (2016:6) Kepemimpinan adalah sebagai
penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk mengarahkan aktivitas
pengikut pada pencapaian tujuan, dimana pengarahan dapat memengaruhi
interpretasi pengikut terhadap kejadian, organisasi dari aktivitas kerja
mereka, komitmen mereka terhadap tujuan utama, hubungan mereka
dengan pengikut lain, dan akses mereka pada kerja sama dan dukungan
dari unit kerja lain.
Menurut Badeni (2013a:126), menyebutkan bahwa: Kepemimpinan
merupakan fenomena universal yang sangat penting dalam organisasi,
baik organisasi bisnis, pendidikan, politik, keagamaan, maupun sosial.
Hal ini disebabkan dalam proses interaksi untuk mencapai tujuan,
orang-orang yang ada di dalamnya membutuhkan seseorang yang
dapat mengkoordinasikan, mengarahkan, dan memudahkan orang-
orang tersebut untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu maupun
tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan, suatu organisasi hanyalah
sejumlah orang atau mesin yang mengalami kebingungan.
Menurut Feriyanto, (2015:92), Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam
sistem tertentu, karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu
mampu memiliki keterampilan kepemimpinan belum tentu mampu
memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan
keterampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang
oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan
pemimpin.
Menurut Bukit (2017:67), Gaya kepemimpinan adalah cara yang
digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan (followers)
agar mau melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan yang diharapkan
agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut (Tampi, 2014), Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku
8
yang dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi bawahannya agar
dapat memaksimalkan kinerja yang dimiliki bawahannya sehingga kinerja
organisasi dan tujuan organisasi dapat dimaksimalkan dan gaya
kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam
berinteraksi dengan bawahannya. Sementara itu, pendapat lain menyebutkan
bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-
tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain.
Menurut Feriyanto (2015a:94), Gaya kepemimpinan adalah suatu cara
pemimpin untuk memengaruhi bawahannya. Secara relatif ada tiga macam gaya
kepemimpinan yang berbeda, yaitu otokratis, demokratis atau partisipatif, dan
laissez-faire, yang semuanya pasti mempunyai kelemahan-kelemahan dan
keunggulannya.
Menurut (Suartana,2014), Gaya kepemimpinan ialah pola perilaku yang
akan ditunjukkan oleh pemimpin dalam mempengaruhi orang lain atau
karyawan. Pola perilaku tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti, seperti nilai-nilai, asumsi, persepsi, harapan maupun sikap yang
ada dalam diri pemimpin, gaya kepemimpinan memiliki tipe manajemen
yang berbeda-beda. Indikator dari gaya kepemimpinan yaitu
memperhatikan kebutuhan bawahan, simpati terhadap bawahan,
menciptakan suasana saling percaya, memiliki sikap bersahabat dan
menumbuhkan peran serta bawahan dalam pembuatan keputusan Budaya.
Berdasarkan pendapat para ahli maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
Gaya Kepemimpinan adalah cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam
mempengaruhi bawahan yang pada dasarnya berhubungan juga dengan keterampilan,
kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini disebabkan dalam
proses interaksi untuk mencapai tujuan, orang-orang yang ada di dalamnya membutuhkan
seseorang yang dapat mengarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
2.1.2. Jenis-Jenis Gaya Kepemimpinan
Menurut Feriyanto (2015:92), adapun jenis-jenis gaya kepemimpinan yang
ada, sebagai berikut:
9
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter/Authoritarian
Gaya Pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil
dari dirinya sendiri secara penuh. Segala Pembagian tugas dan tanggung jawab
dipegang oleh pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya
melaksanakan tugas yang telah diberikan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis/Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan
wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu
mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya
kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang
tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
3. Gaya Kepemimpinan Bebas/Laissez Faire
Pemimpin jenis ini hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil di mana para
bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah
yang dihadapi.
Menurut (Tampi,2014), adapun empat jenis gaya kepemimpinan yang ada,
sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan kharismatik
Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar
biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka.
Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik:
10
a. Visi dan artikulasi. memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang
berharap masa depan lebih baik dari pada status quo dan mampu
mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain.
b. Riskio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risikopersonal
tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk
meraih visi.
c. Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistiskendala
lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan.
d. Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik perseptif
(sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsive terhadap
kebutuhan dan perasaan mereka.
e. Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku
yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.
2. Gaya kepemimpinan transaksional
Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi
para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas
persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih berfokus
pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan
perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik pemimpin
transaksional:
a. Imbalan kontingen: kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang dilakukan,
menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian.
b. Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat dean mencari
penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan.
11
c. Manajemen berdasar pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika standar
tidak dipenuhi.
d. Laissez-Faire: melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan keputusan.
3. Gaya kepemimpinan transformasional
Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan
pengembangan masing-masing pengikut. Pemimpin transformasional mengubah
kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka
memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu
menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk
mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Ada empat
karakteristik pemimpin transformasional:
a. Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan,
meraih penghormatan dan kepercayaan.
b. Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan symbol untuk
memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara
sederhana.
c. Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan
masalah secara hati-hati.
d. Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan
secara pribadi, melatih dan menasehati.
4. Gaya kepemimpinan visioner
Kemampuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel,
dan menarik mengenai masa depan organisasi yang tengah tumbuh dan
membaik. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai
12
kekuatan besar yang bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa
depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk
mewujudkannya.
2.1.3. Tipe – Tipe Gaya Kepemimpinan
Menurut (Tampi, 2014), adapun tipe – tipe gaya kepemimpinan yang ada,
sebagai berikut:
1. Tipe pemimpin yang otokratik Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang
pemimpin yang:
a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
b. Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
c. Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata
d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya
f. Dalam tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach yang
mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifa menghukum)
2. Tipe pemimpin yang militeristik, Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa
yang dimaksud seorang pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang
pemimpin modern. Seorang pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang
pemimpin yang memiliki sifat-sifat:
a. Dalam menggerakan bawahannya sistem perintah yang sering
dipergunakan mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
b. Dalam menggerakan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan
jabatan.
13
c. Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan.
d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya
3. Tipe pemimpin yang paternalistik
a. Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak dewasa .
b. Bersikap terlalu melindungi senang kepada formalitas yang berlebih
lebihan .
c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan.
d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
inisiatif.
e. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
daya kreasi dan fantasi.
f. Sering bersikap mau tahu.
4. Tipe pemimpin yang kharismatik
Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang pemimpin yang demikian
sangat diperlukan, akan tetapi sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya
yang positif.
5. Tipe pemimpin yang demokratik
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratis lah yang paling tepat untuk organisasi modern
karena:
a. Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan.
14
b. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama tim dalam usaha mencapai
tujuan.
c. Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya .
d. Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
pemimpin.
2.1.4. Gaya Pengambilan Keputusan Pemimpin
Menurut Wibowo (2016b:25) satu hal yang paling penting dilakukan
pemimpin adalah membuat keputusan, gaya pengambil keputusan menangkap
bagaimana (how) seorang pemimpin memutuskan, sebagai lawan dari apa (what)
seorang pemimpin tentukan, elemen terpenting dari gaya pengambil keputusan
pemimpin adalah: apakah pemimpin dalam banyak hal untuk mereka, atau apakah
pemimpin melibatkan orang lain dalam proses.
Gaya ini dapat merupakan kontium dari high follower control ke high
leader control, bergerak dari delegative style, facilitative style, consulative style
dan Autoctratic style yang selanjutnya dapat di gambarkan dan dijelaskan seperti
di bawah ini.
High Follower Low Follower
Control Control
Gambar II.1 Gaya Pengambilan Keputusan Pemimpin
Sumber : Wibowo (2016)
2.2. Kinerja Karyawan
2.2.1. Pengertian Kinerja
Delegative Style
Facilitative Style
Consulative Style
Autoctratic Style
15
Pengertian kinerja selalu dihubungkan dengan masalah produksi dan hasil
kerja yang berorientasi pada hasil yang di dapat, ada yang sering diupakan jika
menyangkut kinerja yaitu tidak tercatat hasil kerja (Sumber Daya Manusia)
mencatat hasil kerja secara kontinya penting dilakukan dan bagaimana perbaikan
yang harus dilakukan oleh lembaga agar menjadi lebih baik di masa yang akan
datang.
Menurut Riniwati (2016:167), terdapat beberapa kesimpulan pengertian
kinerja yang dihasilkan oleh para peneliti yaitu:
1. Kinerja adalah suatu gabungan antara kemampuan, kesempatan dan usaha yang
didapat dari suatu hasil kerja.
2. Kinerja merupakan suatu catatan yang diperoleh atau yang dihasilkan dan
kegiatan para pegawai yang melakukan aktivitasnya yang dikerjakan dalam
jangka waktu tertentu.
3. Kinerja merupakan suatu beban yang harus dipertanggung jawabkan secara
keseluruhan dengan kata lain sama seperti rata-rata jumlah kegiatan yang
dilakukan.
4. Arti dari kinerja sendiri tidak untuk menilai suatu karakteristik seseorang akan
tetapi lebih merujuk pada serangkaian hasil yang didapat selama kurun waktu
tertentu.
5. Kinerja merupakan seberapa, sejauh mana individu memerankan bagiannya
dalam melaksanakan pekerjaan dalam suatu organisasi untuk mencapai sasaran
yang diinginkan atau khusus dalam hal ini berhubungan dengan peran individu
dengan memperhatikan kompensasi yang diberikan apakah sepadan atau
relevan bagi organisasi.
16
6. Kinerja merupakan suatu konsep yang mencakup tiga aspek yaitu: kemampuan
(ability), sikap (attitude) dan prestasi (accomplishments).
Pengertian Kinerja menurut Fahmi (2015:226), Kinerja adalah hasil yang
diperoleh oleh suatu organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit
oriented yang dihasilkan selama satu periode waktu.
Pengertian kinerja kerja pegawai menurut Rivai dalam (Yuliantari, 2016)
terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Definisi Konseptual
Perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan peranannya dalam perusahaan.
2. Definisi Operasional
Perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan oleh karyawannya sesuai perannya dalam perusahaan, diukur
melalui tujuh indikator, yaitu kualitas kerja, efisiensi, kemampuan karyawan,
ketepatan waktu, pengetahuan karyawan, kreatifitas, melaksanakan tugas
sesuai prosedur.
Menurut (Tampi, 2014), Kinerja Karyawan merupakan prestasi kerja, yakni
perbandingan antara hasil kerja yang dilihat secara nyata dengan standar kerja
yang telah ditetapkan organisasi, kinerja yaitu suatu hasil yang dicapai oleh
karyawan dalam pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk
suatu pekerjaan.
Berdasarkan pengertian-pengertian kinerja dari beberapa pendapat diatas,
dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja baik itu secara kualitas
maupun kuantitas yang telah dicapai karyawan, dalam menjalankan tugas-
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan organisasi, hasil kerja
tersebut disesuaikan dengan yang diharapkan organisasi, melalui kriteria atau
17
standar yang berlaku dalam organisasi. Berhasil tidaknya kinerja yang dicapai
organisasi tersebut di pengaruhi kinerja.
karyawan secara individual maupun kelompok. Dengan asumsi semakin baik
kinerja karyawan maka semakin baik kinerja organisasi.
2.2.2. Indikator Kinerja Karyawan
Menurut (Tampi, 2014), Adapun indikator dari kinerja karyawan
adalah sebagai berikut:
1. Kualitas, Tingkat dimana hasil aktifitas yang dilakukan mendekati
sempurna, dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan
aktifitas.
2. Kuantitas, Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus
aktifitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan Waktu, Tingkat suatu aktifitas diselesaikan pada waktu awal
yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktifitas lain.
4. Efektifitas, Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi
dimaksimalkan dengan maksud menaikan keuntungan atau mengurangi
kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian, Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi
kerjanya tanpa minta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta
turut campurnya pengawas untuk menghindari hasil yang
merugikan.taupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktifitas.
2.2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
18
Menurut (Tampi, 2014) Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut
Steers dikutip dalam yaitu :
a. Kemampuan, kepribadian dan minat kerja.
b. Kejelasan dan penerimaan atau penjelas peran seorang pekerja yang
merupakan taraf pengertian dan penerimaan seseorang atas tugas yang
diberikan kepadanya.
c. Tingkat motivasi pekerja yaitu daya energy yang mendorong mengerahkan dan
mempertahankan perilaku.
2.2.4. Penilaian Kinerja
Menurut (Januari, 2015) menyimpulkan bahwa, “penilaian kinerja
merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan
secara formal yang dikaitkan dengan standar kinerja yang yang telah
ditentukan oleh perusahaan”.
Menurut (Susilowati, 2018a) menyimpulkan bahwa:
Perusahaan yang memikili target atau sasaran yang cukup tinggi, sangat
bergantung pada kualitas karyawannya. Perusahaan sangat mengharapkan
karyawannya mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan diiringi
motivasi kerja yang tinggi untuk maju bersama dan untuk mewujudkan
kondisi tersebut, diperlukan suatu usaha guna memelihara dan
mengembangkan karyawan yang memiliki kemampuan serta motivasi
yang tinggi yaitu salah satunya dengan melakukan penilaian kinerja.
2.2.5. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Dilakukannya kegiatan penilaian kinerja kerja para pekerja tentu
mempunyai tujuan dan manfaat baik untuk perusahaan maupun pekerja yang
bersangkutan. Tujuan penilaian kinerja seperti menurut (Sedarmayanti, 2010)
dalam (Susilowati, 2018b) adalah:
1. Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan.
19
2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan
kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal
mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana kariernya, kenaikan
pangkat dan kenaikan jabatan.
4. Mendorong terciptnya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan
bawahan.
5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian,
khususnya kinerja karyawan dalam bekerja.
6. Secara pribadi, karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga
dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih
memperlihatkan dan mengenal bawahan atau karyawannya, sehingga dapat
lebih memotivasi karyawan.
7. Hasil penelitian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan
pengembangan di bidang kepegawaian.
2.3. Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan
Konsep dasar operasional dan perhitungan dalam tugas akhir ini terdapat
kisi-kisi operasional kepemimpinan dan kinerja. Dalam konsep perhitungan
terdapat populasi dan sampel, skala likert, koefisien korelasi, koefisien
determinasi dan persamaan regresi.
2.3.1. Kisi-kisi Operasional Variabel
A. Gaya Kepemimpinan
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis mengajukan sebanyak 10 butir
20
pernyataan atau atribut yang sudah disusun sedemikian mungkin rupa kepada para
karyawan seperti dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel II.1 Dimensi dan Indikator
Sumber: Gunawan, (2015)
B. Kinerja
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis mengajukan sebanyak 10 butir
pernyataan atau atribut yang sudah disusun sedemikian rupa kepada para
karyawan seperti dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel II.2 Dimensi dan Indikator
Dimensi Indikator
Kualitas pekerjaan Kualitas hasil pekerjaan
Efisiensi Pemanfaatan fasilitas sebagaimana mestinya
Kemampuan karyawan Keahlian sesuai bidang kerjanya
Ketepatan waktu Pekerjaan dapat diselesaikan sesuai jadwal
Pengetahuan
Karyawan Karyawan mempunyai Pengetahuan yang luas
Kreativitas Karyawan mempunyai ide-ide baru
Melaksanakan tugas sesuai
prosedur Karyawan mematuhi peraturan yang sudah
ditetapkan
Dimensi Indikator
Gaya Direktif a. Memberikan panduan kepada para karyawan
b. Menjadwalkan pekerjaan
c. Mempertahankan standar kerja
Gaya Supportive a. Menunjukkan kepedulian terhadapkesejahteraan dan
kebutuhan para karyawan.
b. Memperlakukan para karyawan sebagai orang yang
setara dengan dirinya.
Gaya Partisipatif a. Berkonsultasi dengan karyawan
b. Mempertimbangkan gagasan karyawan saat
mengambil keputusan
Gaya Berorientasi Pada
Prestasi
a. Pekerjaan selesai tepat waktu
b. Disiplin dalam melaksanakan tugas Gaji yang
diterima, sesuai dengan pekerjaan
21
Sumber: Gunawan, (2015)
2.3.2. Uji Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian memegang peranan yang penting dalam penelitian
kuantitatif, sebab data penelitian yang digunakan ditentukan oleh kualitas
instrumen yang dibuat. Berikut adalah uji instrumen yang digunakan untuk
mengukur kualitas instrumen yang dibuat.
A. Pengujian Validitas Instrumen
Menurut Sujianto dalam (Yuliantari, 2016) Validitas bertujuan untuk
menguji apakah tiap item atau instrumen benar- benar mampu mengungkap faktor
yang akan diukur atau konsisten internal tiap item alat ukur alat ukur dalam
mengukur suatu faktor. Metode yang sering digunakan untuk memberikan
penilaian terhadap validitas kuesioner adalah korelasi antara skor tiap butir
pertanyaan dengan skor total, sehingga sering disebut dengan inter-item total
correlation. Nilai korelasi yang diperoleh lalu dibandingkan dengan tabel nilai
korelasi (r). Jika hitung > r tabel pada taraf kepercayaan tertentu, berarti instrumen
tersebut memenuhi kriteria validitas.
Menurut Sugiyono (2015a:350) Instrumen yang mempunyai validitas
konstruk, jika instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur gejajala
sesuai dengan yang didefiniskan misalnya akan mengukur efektivitas kerja, maka
perlu didefiniskan terlebih dahulu apa itu efektifitas kerja.
Menurut Sugiyono (2015b:352) menjelaskan pengujian validitas
instrumen dibagi menjadi tiga, yaitu:
22
1. Pengujian Validitas Konstruk (Contruct Validity)
Untuk menguji validitas konstruk maka dapat digunakan pendapat dari ahli
(judgment experts). Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang
aspek- aspek yang akan diukur dengan berdasarkan teori tertentu maka
selanjutnya dikonsultasikan dengan para ahli untuk dimintai pendapatnya
tentang instrumen yang telah disusun tersebut.
2. Pengujian Validitas Isi (Content Validity)
Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi
instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan. Secara teknis
pengujian validitas konstruksi dan validitas isi dapat dibantu dengan
menggunakan kisi-kisi instrumen, dimana dalam kisi-kisi tersebut terdapat
variabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir
pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator. Dengan
kisi-kisi instrumen itu maka pengujian validitas dapat dilakukan dengan
mudah dan sistematis.
3. Pengujian Validitas Eksternal (Eksternal Validity)
Validitas eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan antara
kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di
lapangan untuk mencari kesamaan.
Untuk melakukan uji validitas, Sugiyono (2015c:356) menjelaskan
teknik korelasi Product Moment untuk mengukur validitas instrumen dengan
rumus sebagai berikut:
( ) ( )( )
√[ ( ) ][ ( ) ]
Keterangan:
23
ri = koefisien korelasi suatu butir/item
x = skor item variabel bebas, yaitu gaya kepemimpinan
y = skor total item variabel terikat, yaitu kinerja
n = jumlah responden
Setelah diperoleh nilai validitas (ri), untuk dapat diputuskan
instrumen tersebut valid atau tidak, harus dibandingkan dengan nilai rtabel.
Dasar pengambilan keputusan jika rhitung > rtabel, maka instrumen atau item
pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
Jika rhitung < r tabel, maka instrumen atau item pernyataan tidak berkorelasi
signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).
B. Pengujian Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas instrument adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya.
Uji reliabilitas instrument diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan
tujuan pengukuran, Menurut Sujianto dalam (Yuliantari, 2016) Reabilitas
instrument diperluka untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan
pengukuran. Instrument yang reliabel berarti instrument tersebut bila digunakan
beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang
sama. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan
menggunakan metode Alpha Cranbach’s berdasarkan skala Alpha Cranbach’s 0
sampai 1. Berikut ini adalah Tabel Skala Alpha Cranbach’s.
Tabel II.3
Skala Alpha Cranbach’s
Nilai Alpha Cranbach’s Keterangan
0,00 – 0,20 Kurang Reliabel
0,21 – 0,40 Agak Reliabel
0,41 – 0,60 Cukup Reliabel
0,61 – 0,80 Reliabel
0,81 – 1,00 Sangat Reliabel
Sumber : Sujianto dalam (Yuliantari, 2016)
24
Menurut Sugiyono (2013d:348) menjelaskan pengujian reliabilitas
instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal, Secara eksternal
pengujian dapat dilakukan dengan test-rets (stability), equivalent, dan gabungan
keduanya. Secara internal reabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis
konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu.
2.3.3. Konsep Dasar Perhitungan
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer.
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung. Data diperoleh
dari responden melalui penyebaran kuesioner.
Menurut Umar dalam (Yuliantari, 2016) untuk menentukan jumlah sampel
yang akan diambil agar mendapatkan data yang representatif, dapat ditentukan
dengan rumus Slovin, yaitu:
1. Teknik Sampling
Menurut Sugiyono (2015e:62) teknik sampling adalah merupakan teknik
pengambilan sampel, untuk menentukan sempel dalam penelitian, terdapat
berbagai teknik sampling yang digunakan, Secara skematis, macam-macam
sampling di tujukan pada gambar sebagai berikut:
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah polulasi
e = batas toleransi kesalahan 5% (error tolerance)
N
n = 1 + Ne2
Teknik Sampling
Probability sampling
Non Probability Sampling
1.Simple random
2, Proportionate startified random sampling
3. Dispropprtionate stratifies random
sampling 4. Area (cluster) sampling (sampling
menurut daerah)
1.Sampling Sistematika Sampling kuota
3. Sampling Insidental
4. Purposive Sampling 5. Sampling Jenuh
6. Snowball Sampling
25
2. Skala Likert
Menurut Sugiyono dalam (Yuliantari, 2016) Skala Likert digunakan
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini
telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebutkan sebagai
variable penelitian. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert
mempunyai gradiasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa
kata-kata antara lain:
Tabel II : 4
Skala Likert
Jawaban Skor
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Ragu – ragu 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Sumber : Sugiyono dalam (Yuliantari, 2016)
3. Uji Validitas
Menurut Sujianto dalam (Yuliantari, 2016), Validitas bertujuan untuk
menguji apakah tiap item atau instrumen benar-benar mampu mengungkap faktor
yang akan diukur atau konsisten internal tiap item alat ukur alat ukur dalam
mengukur suatu faktor. Metode yang sering digunakan untuk memberikan
penilaian terhadap validitas kuesioner adalah korelasi antara skor tiap butir
pertanyaan dengan skor total, sehingga sering disebut dengan inter-item total
Gambar II:2 Macam-macam Teknik Sampling
Sumber : Sugiyono (2015e:62)
26
correlation. Nilai korelasi yang diperoleh lalu dibandingkan dengan tabel nilai
korelasi (r). Jika hitung > r tabel pada taraf kepercayaan tertentu, berarti instrumen
tersebut memenuhi kriteria validitas.
4. Koefisien Korelasi
Dalam penelitian ini penulis menggunakan rumus korelasi Product
Moment. Menurut Sugiyono (2015:228) “korelasi product moment merupakan
tektik yang digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesi
hubungan dua variabel bila data kedua variabel terbentuk interval atau ratio,
dan sumber data dari dua variabel atau lebih tersebut adalah sama”. Berikut
adalah rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien Korelasi:
( )( )
√ ( ) ( )
Keterangan :
: Koefisien kolerasi
Variabel bebas (disiplin)
Variabel terikat (kinerja)
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang
ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan
yang tertera pada tabel (Tabel II.5) sebagai berikut:
Tabel II.5
Pedoman Interprestasi Terhadap
Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
27
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono dalam (Yuliantari, 2016)
5. Uji Koefisien Determinasi
Menurut (Yuliantari, 2016) Koefisien Determinasi di gunakan untuk
mengetahui seberapa besar motivasi mempengaruhi kinerja. Koefisien
Determinasi (KD) dihitung dengan mengkuadratkan Koefisien Korelasi yang
telah ditemukan sebelumnya dan selanjutkan dikalikan 100%, dengan demikian
rumusnya adalah:
KD = r2x 100%
Keterangan :
KD : Koefisien determinasi
R2
: Koefisien korelasi
6. Persamaan Regresi
Menurut Sugiyono dalam (Yuliantari, 2016) Regresi Sederhana
didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen
dengan satu variabel dependen. Secara umum persamaan regresi sederhana dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Y= a+bX
Dimana untuk melihat hubungan antara variabel dengan menggunakan
persamaan regresi tersebut, maka nilai a dan b harus dicari terlebih dahulu
dengan rumus sebagai berikut:
28
( )( ) ( )( )
( )
( )( )
( )
Keterangan:
Y = Subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan
a = Harga Y ketika harga X = 0 (harga konstan)
b = Angka arah atau koefisien regresi x = Subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu