Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Preferensi
Preferensi mempunyai makna pilihan atau memilih terhadap suatu objek.
Istilah preferensi digunakan untuk menganti kata preference dengan arti yang
sama atau minat terhadap sesuatu. Preferensi merupakan suatu sifat atau
keinginan untuk memilih. (Kotler, 1997).
2.2 Definisi dan Keragaman Pejalan Kaki
Pejalan kaki memilki definisi dan keragaman yang beragam, berikut ini
adalah uraian definisi dan keragaman bagi pejalan kaki.
2.2.1 Definisi Pejalan Kaki
Pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan diruang lalu lintas jalan.
(BAB I, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2014 Tentang
Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana
Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan).
Prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki secara umum berfungsi untuk
memfasilitasi pergerakan pejalan kaki dari satu tempat ke tempat lain dengan
mudah, lancar, aman, nyaman dan mandiri termasuk bagi pejalan kaki dengan
keterbatasan fisik atau penyandang disabilitas. (Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 03/PRT/M/2014 Tentang Ketentuan Perencanaan Prasarana dan
sarana jaringan pejalan kaki).
2.2.2 Keragaman Pejalan Kaki
Penyeberang jalan dengan kondisi fisik yang mendapat perhatian
khusus dapat dibagi menjadi 3 bagian (Dewar R dalam ITE 4th edition, 1992,
dalam U, 2014), yaitu :
10
a. Penyeberang yang cacat fisik adalah pengguna jalan atau penyeberang
yang cacat fisik atau mempunyai keterbatasan fisik, oleh karena itu perlu
diberikan fasilitas khusus.
b. Penyeberang anak-anak adalah penyeberang pada usia anak-anak (0-12
tahun) yang sering terjadi kecelakaan dibanding dengan golongan
lainnya.
c. Penyeberang usia lanjut adalah penyeberang lebih cenderung mengalami
kecelakaan dari pada usia yang lainnya disebabkan oleh :
1. Kelemahan fisik
2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyeberang ( karena
faktor usia).
2.3 Perilaku Pejalan Kaki
Karateristik pejalan kaki secara umum meliputi (Shane dan Roess, 1990
dalam Silviane, 2019):
a. Volume pejalan kaki V (pejalan kaki/menit/meter)
b. Kecepatan menyeberang S (meter/menit)
c. Kepadatan (pejalan kaki/m2).
2.4 Pejalan kaki
Berdasarkan “Pasal 1 Angka 26 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan” Pejalan Kaki adalah setiap orng yang
berjalan di Ruang Lalu Lintas Jalan. Menurut “Tata Cara Perencanaan Fasilitas
Pejalan kaki di Perkotaan” yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum, semua bangunan yang disediakan untuk pejalan kaki bertujuan untuk
memberikan pelayanan kepada pejalan kaki, sehingga dapat meningkatkan
kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki adalah
jalur yang disediakan untuk pejalan kaki yabg berguna memberikan pelayanan
kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan
kenyamanan pejalan kaki tersebut. Didalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bagian Keenam disebutkan mengenai Hak
dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam Berlalu Lintas.
Menurut (John J. Fruin, 1971 dalam Silvia Novita 2018). perencanaan
fasilitas bagi pejalan kaki, termasuk penyeberangan haruslah memperhatikan
tujuh sasaran utama yaitu meliputi: keselamatan (safety), keamanan (security),
kenyamanan (confort), Kemudahan (convenience), Kelancaran (continuity),
Keterpaduan sistem (system coherence), dan Daya tarik (attractiveness).
Faktor tersebut saling berhubungan serta saling tumpang tindih. Bila terjadi
perubahan salah satu faktor tersebut maka dapat mempengaruhi hal yang lain
dan akan berjalan tidak seimbang.
2.4.1 Fasilitas Pejalan Kaki
Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang
disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran,
keamanan, dan kenyamanan, serta keselamatan pengguna/pejalan kaki, (Dirjen
Bina Marga No. 76/KPTS/Db/1999).
2.4.2 Jalur Pejalan Kaki
Jalur pejalan kaki adalah lintasan yang diperuntukkan bagi pejalan
kaki, dapat berupa trotoar, penyeberangan sebidang dan penyeberangan tidak
sebidang, (Dirjen Bina Marga No. 76/KPTS/Db/1999).
2.4.3 Trotoar
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak pada Ruang Milik Jalan
(Rumija) yang diberi lapis permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari
permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas
kendaraan, (Dirjen Bina Marga No. 76/KPTS/Db/1999).
2.4.4 Penyeberangan Zebra
Penyeberangan zebra (zebra cross) adalah fasilitas penyeberangan
bagi pejalan kaki sebidang bagi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi marka
untuk memberi ketegasan/batas dalam melakukan lintasan, (Dirjen Bina Marga
No. 76/KPTS/Db/1999).
2.4.5 Arus Pejalan Kaki
Arus pejalan kaki adalah jumlah pejalan kaki yang melewati suatu
penampang tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam jumlah pejalan kaki per
satuan waktu (pejalan kaki/menit), (Dirjen Bina Marga No.
76/KPTS/Db/1999).
2.4.6 Jembatan Penyeberangan Pejalan Kaki
Menurut (Tata Cara Perencanaan Jembatan Penyeberangan Untuk
Pejalan Kaki di Perkotaan No. 027/T/Bt/1995), Jembatan penyeberangan
pejalan kaki adalah jembatan yang hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan
kaki yang melintas diatas jalan raya atau jalan ketera api.
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan agar jembatan
penyeberangan orang memberikan manfaat maksimal bagi pejalan kaki adalah
sebagai berikut, (Kurniawan, 2004) :
• Kebebasan berjalan untuk mendahului serta kebebasan waktu berpapasan
dengan pejalan kaki lainnya tanpa bersinggungan.
• Kemampuan untuk mendahului pejalan kaki lainnya
• memberikan tingkat kenyamanan bagi pejalan kaki yang optimal seperti
jarak tempuh, faktor kelandaian, dan serta rambu – rambu petunjuk pejalan
kaki sehingga memudahkan pejalan kaki untuk melintas di jembatan
penyeberangan.
• Memberikan tingkat keamanan bagi pengguna/pejalan kaki seperti adanya
lampu penerangan, adanya pembatasan dengan lalu lintas kendaraan.
2.4.7 Prinsip Perencanaan Prasarana Dan Sarana Pejalan Kaki
Prasarana dan sarana jaringan untuk pejalan kaki secara umum
difungsikan untuk memfasilitasi pergerakan bagi para pejalan kaki dari satu
tempat ketempat yang lainnya dengan lebih mudah, aman, nyaman, lancar, dan
mandiri termasuk bagi pejalan kaki yang menyandang disabilitas dan manula.
Berikut adalah fungsi dari sarana dan prasarana bagi pejalan kaki. (Sugito,
2017).
• Sebagai jalur Penghubung antar pusat kegiatan blok ke blok, dan persil ke
persil dikawasan perkotaan.
• Bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem pergantian moda.
pergerakan lainnya.
• Sebagai ruang interaksi sosial.
• Sebagai pendukung keindahan dan kenyamanan kota.
• Sebagai jalur evakuasi bencana.
2.4.8 Kebutuhan Ruang Pejalan Kaki Berdasarkan Dimensi Tubuh
Kebutuhan ruang jalur pejalan kaki untuk berdiri dan berjalan dihitung
berdasarkan dimensi tubuh manusia. Dimensi tubuh yang lengkap berpakaian
adalah 45 cm untuk tebal tubuh sebagai sisi pendeknya dan 60 cm untuk lebar
bahu sebagai sisi panjangnya. Berdasarkan perhitungan dimensi tubuh manusia
kebutuhan ruang minimum pejalan kaki (Dirjen perhub darat No : SK 43/AJ
007/DRJD/97):
• Tanpa membawa barang dan dalam keadaan diam yaitu 0,27 m2
• Tanpa membawa barang dan dalam keadaan bergerak yaitu 1, 08 m2
• Memberikan tingkat keamanan bagi pejalan kaki seperti adanya lampu
penerangan dan adanya pembatas dengan lalu lintas kendaraan.
• Daerah – daerah perkotaan secara umum dengan jumlah
2.4.9 Lokasi Yang Membutuhkan Fasilitas Pejalan Kaki
Beberapa lokasi yang membutuhkan fasilitas pejalan kaki antara lain
(Dirjen perhub darat No : SK 43/AJ 007/DRJD/97) :
• jalan – jalan dengan rute angkutan umum yang tetap
• daerah – daerah yang memiliki aktifitas kontinyu yang tinggi, misal : pasar,
pertokoan dan pusat perbelanjaan.
• lokasi – lokasi yang memiliki permintaan tinggi dengan periode yang
pendek misal: stasiun KA, terminal bus, sekolah/kampus, rumah sakit,
lapangan olah raga. Lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk
hari hari tertentu, misal lapangan/gelanggang olah raga, masjid dan tempat
pariwisata.
Gambar 2.1. Kebutuhan Ruang Gerak Minimum Pejalan Kaki
Sumber : Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang
Pejalan Kaki di Perkotaan, 2000
2.4.10 Tujuan Berjalan Kaki
Tujuan berjalan kaki dapat dikelompokkan sebagai berikut
(Indraswara, 2007) :
a. Berjalan kaki untuk menuju ke tempat kerja atau perjalanan fungsional, jalur
pedestrian dirancang bertujuan untuk tujuan tertentu seperti untuk
melakukan pekerjaan bisnis, makan, minum, dan pergi ke/dari tempat kerja.
b. Berjalan kaki untuk berbelanja yang tidak terikat waktu, dapat dilakukan
dengan perjalanan santai dan biasanya kecepatan berjalan rendah,
dibandingkan dengan orang berjalan untuk menuju tempat pekerjaan atau
perjalanan fungsional. Jarak rata – rata lebih panjang dan sering tidak
disadari panjang perjalanan yang ditempuh karena daya tarik kawasan yang
tinggi.
c. Berjalan kaki untuk rekreasi dapat dilakukan sewaktu – waktu dengan
berjalan santai. Untuk mewadahi kegiatan ini diperlukan beberapa fasilitas
pendukung seperti tempat untuk berkumpul, berbincang – bincang, lampu
penerangan, pohon/bunga dan lain sebagainya.
2.4.11 Pejalan Kaki Menurut Sarana Perjalanan
Menurut jenis sarana perjalanan pejalan kaki, dapat dikelompokkan
menjadi 4 kategori antara lain (Indraswara, 2007):
a. Pejalan Kaki Penuh
Adalah mereka yang menggunakan moda berjalan kaki sebagai moda
utama. Hal ini digunakan sepenuhnya dari tempat asal sampai dengan
tujuan, hal ini dapat terjadi dikarenakan jaraknya dekat, berjalan sambil
berekreasi lebih mudah dengan berjalan kaki.
b. Pejalan Kaki Pemakai Kendaraan Umum
Adalah mereka yang berjalan kaki sebagai moda perantara dari tempat asal
menuju tempat kendaraan umum, pada pemindahan rute kendaraan umum
atau dari pemberhentian kendaraan umum menuju ke tempat tujuan akhir.
c. Pejalan Kaki Pemakai Kendaraan Pribadi dan Kendaraan Umum
Adalah mereka yang menggunakan moda berjalan kaki sebagai perantara
antara dari tempat parkir kendaraan pribadi ke tempat pemberhentian
kendaraan umum dan ke tempat tujuan parkir.
d. Pejalan Kaki Pemakai Kendaraan Umum
Adalah mereka yang menggunakan moda berjalan kaki sebagai moda antara
tempat parkir pribadi ke tujuan akhir yang hanya bisa dilalui dengan berjalan
kaki.
2.4.12 Jarak Tempuh dan Faktor Yang Mempengaruhi Perjalanan
Unterman, 1984 menyebutkan bahwa terdapat 4 faktor penting yang
mempengaruhi jarak tempuh seseorang dalam berjalan kaki, antar lain sebagai
berikut (Indraswara 2007) :
a. Waktu
Berjalan kaki pada waktu – waktu tertentu dapat mempengaruhi jarak
perjalan yang dapat ditempuh, misalnya berjalan kaki pada waktu rekreasi
mempunyai jarak yang relatif jauh. sedangkan waktu berbelanja terkadang
dilakukan selama kurang lebih 2 jam bahkan bisa lebih yaitu 2 mil atau lebih
tanpa disadari sepenuhnya.
b. Kenyamanan
Kenyamanan orang untuk berjalan kaki dipengaruhi oleh faktor cuaca dan
jenis aktivitas lain. Iklim yang kurang bagus dapat mengurangi keinginan
orang untuk berjalan kaki. Di Indonesia yang memiliki iklim tropis, dengan
cuaca yang tidak menentu akan mempengaruhi kenyamanan orang berjalan
kak. Jarak tempuh orang berjalan kaki di Indonesia kurang lebih 400 meter,
sedangkan untuk aktivitas berbelanja lebih dari 300 meter. Untuk aktivitas
berbelanja sambil rekreasi, faktor kenyamanan berjalan kaki berpengaruh
terhadap lamanya untuk melakukan perjalanan.
c. Ketersediaan Kendaraan Bermotor
Konektivitas/kesinambungan penyediaan moda angkutan kendaraan
bermotor baik umum maupun pribadi sebagai moda penghantar sebelum
atau sesudah berjalan kaki sangat mempengaruhi jarak tempuh orang dalam
berjalan kaki. Ketersediaan kendaraan angkutan umum yang memadai
dalam hal penempatan penyediaannya akan mendorong orang berjalan lebih
jauh dibandingkan dengan apabila tidak tersedianya fasilitas ini secara
merata.
d. Pola Tata Guna Tanah
Pada daerah dengan penggunaan lahan campuran, perjalanan dengan
berjalan kaki dapatdilakukan lebih cepat dibandingkan perjalanan
menggunakan kendaraan bermotor, karena sulit untuk berhenti setiap saat.
Berjalan kaki dipusat kota (kawasan perbelanjaan terasa masih
menyenangkan dengan jarak sekitar 500 meter), lebih dari jarak tersebut
diperlukan fasilitas lain yang dapat mengurangi perasaan lelah dan letih
seseorang dalam berjalan, misalnya penyediaan tempat duduk, kios/toko
makanan dan minuman ringan da lain sebagainya. Selain itu adanya
aktivitas lain seperti rekreasi, keberadaan fasilitas kendaraan, kenyamanan
fasilitas pejalan kaki, dan adanya kegiatan campuran akan lebih menarik
minat seseorang dalam berjalan kaki.
2.4.13 Karakteristik Pejalan Kaki
Usia pejalan kaki berpengaruh terhadap perilaku pada saat berjalan,
usia pejalan kaki dapat dikelompokkan sebagai berikut (Bicyle Federation Of
Campaign To America Waikable, 1998) :
a. Usia 0-4
− Belajar untuk berjalan
− Membutuhkan pengawasan orang tua
− Mengembangkan penglihatan ke sekitar, memperhatikan lingkungan
sekitar
b. Usia 5-12
− Meningkatkan Kebebasan
− Lemah dalam memperhatikan sekitar
− Mudah untuk melakukan penyimpangan
c. Usia 13-18
− Rasa kurang peka
− Penyimpangan sikap
d. Usia 19-40
− Aktif, sangat sadar terhadap lingkungan lalu lintas
e. Usia 41-65
− Refleks yang melambat
f. Usia 65+
− Sulit untuk menyeberang jalan
− Penglihatan yang mulai berkuran
− Kesulitan untuk mendengar kendaraan yang muncul dari belakang
− Rating kematian tinggi
2.5 Kajian Kinerja Jembatan Penyeberangan Orang (JPO)
Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai
penghubung dari satu tempat ketempat lainnya yang menghubungkan segala
aktifitas lalu lintas yang terputus pada kedua tempat akibat adanya hambatan
berupa sungai, saluran, kanal, selat, lembah serta jalan dan jalan kereta api yang
menyilang. Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) adalah jembatan yang
letaknya bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta api, letaknya berada di
atas kedua objek tersebut, dan hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang
melintas atau menyeberang jalan raya maupun jalur kereta api. Jembatan
Penyeberangan Orang juga dapat diartikan sebagai fasilitas pejalan kaki untuk
menyeberang jalan yang ramai dan lebar, serta memiliki volume lalu lintas
yang tinggi, sehingga alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisah
secara fisik dan kemungkinan terjadi kecelakaan dapat dikurangi. Keberadaan
fasilitas jembatan penyeberangan orang di suatu daerah yang di bangun akan
menimbulkan dampak untuk memulainya sebuah pembangunan kesadaran
masyarakat untuk mau menggunakan dan meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk menggunakan fasilitas tersebut. Apabila setiap masyarakat dan para
pengguna fasilitas tersebut mempunyai kesadaran yang tinggi, maka kehidupan
masyarakatpun akan menjadi sejahtera dan angka kecelakaan serta kemacetan
lalu lintas akan semakin kecil (Yamali, 2018).
Menurut Tata Cara Perencanaan Jembatan Penyeberangan untuk
pejalan kaki di kawasan perkotaan No. 027/T/Bt/1995, jembatan
penyeberangan pejalan kaki adalah jembatan yang hanya diperuntukkan bagi
lalu lintas pejalan kaki yang melintas diatas jalan raya atau jalan kereta api.
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan agar jembatan
penyeberangan orang memberikan kinerja maksimal bagi pengguna/pejalan
kaki (Kurniawan, 2004):
A. Keselamatan (Safety)
Keselamatan yang dimaksud adalah terlindung dari kecelakaan terutama
yang disebabkan kendaraan bermotor atau kondisi jalur pejalan kaki yang
buruk, sehingga pejalan kaki dapat mudah untuk bergerak atau berpindah.
Keselamatan berhubungan dengan besar kecilnya konflik yang terjadi antara
kendaraan dengan pejalan kaki.
B. Menyenangkan (Convenience)
Menyenangkan yang dimaksud adalah pejalan kaki harus memiliki rute
yang bebas dari hambatan dari satu tempat ke tempat yang lain. Jalur pejalan
kaki yang menyenangkan meliputi desain skala lingkungan dengan
kemampuan pejalan kaki yaitu:
1. Nyaman pada saat berjalan, yaitu terbebas dari hambatan dan gangguan
yang dapat mengurangi kelancaran pergerakan pejalan kaki pada saat
melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain.
2. Kesinambungan, yaitu tidak adanya hambatan sepanjang jalur sirkulasi.
Hambatan dapat berupa kondisi jalur pejalan kaki yang rusak atau adanya
aktivitas pada jalur pejalan kaki.
Kesenangan dapat juga dilihat dari segi penyediaan fasilitas penunjang
pada jalur pejalan kaki yang dapat membuat pejalan kaki dapat berjalan secara
berkelanjutan sesuai dengan jarak jangkauan pejalan kaki.
C. Kenyamanan (Comfort)
Kenyamanan jalur pejalan kaki dipengaruhi jarak tempuh, sehingga
dimungkinkan seseorang untuk memperpanjang perjalanannya. Faktor yang
mempengaruhi jarak tempuh yaitu:
1. Waktu berjalan, berkaitan dengan maksud orang berjalan kaki
2. Cuaca dan jenis aktivitas pada saat berjalan kaki
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan antara lain (Yuwono, 2011):
1. Keamanan
Untuk mengetahui tingkat kenyamanan JPO dapat diperoleh dengan
metode observasi dan wawancara terkait preferensi pengguna. Hal – hal
terkait dengan tingkat kenyamanan antara lain adanya pembatas atau
jalur pemisah, dan pagar pengaman JPO.
2. Kebersihan
Kebersihan jalur pejalan kaki dan lingkungan di sekitar JPO dapat
menambah daya tarik dan menambah kenyamanan pengguna jalur
pejalan kaki.
3. Keindahan
Keindahan dapat dilihat dari berbagai persepsi pengguna yang berbeda-
beda. Hal ini terkait dengan kepuasan batin dan panca indera. Keindahan
dapat dilihat dari lingkungan alami, pemandangan di sekitar, dan
keteraturan dalam penataan (Carmona, 2003).
4. Gaya alam dan iklim
Keadaan alam sekitar lokasi studi dan iklim yang sedang terjadi, atau
waktu pengambilan sampel. Meliputi curah hujan dan temperatur udara.
5. Kemudahan
Kemudahan seseorang untuk mencapai suatu objek atau tujuan
perjalanan. Hal-hal yang terkait kemudahan antara lain peniadaan
hambatan, lebar jalur pejalan kaki, kawasan istirahat, kemiringan, jarak
jalur pejalan kaki dengan JPO.
D. Konektivitas (penghubung)
Menurut Kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat (2018), JPO
sebagai penghubung dua lokasi,wilayah dan tempat untuk mencapai
keterpaduan sistem dan saling berhubungan.
2.5.1 Analisis Pemanfaatan JPO
Sebagai sarana penyeberangan orang, JPO tentunya mempunyai
manfaat positif bagi masyarakat khususnya pejalan kaki. Adanya JPO akan
memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk menyeberang. Hal ini
mengingat jika masyarakat menyeberang langsung akan mengalami kesulitan
karena harus berhadapan dengan kendaraan – kendaraan yang terkadang
memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi, hingga pada akhirnya
menimbulkan resiko kecelakaan. Ketidak maksimalan masyarakat sebagai
menggunakan JPO sebagai sarana penyeberangan dikarenakan faktor
kriminalitas yang bisa saja menyertai mereka ketika menggunakan JPO untuk
menyeberang. Ancaman kriminalitas membuat masyarakat ragu untuk
menggunakan JPO (Supriyadi, 2014).
2.5.2 Analisis Kesadaran Pejalan Kaki dalam Menggunakan JPO
Kesadaran dalam menggunakan fasilitas pejalan kaki terutama jembatan
penyeberangan orang (JPO) sangatlah penting bagi kehidupan sosial
bermasyarakat, Terutama kesadaran para pejalan kaki dan masyarakat. Ketika
menyeberangi jalan, pejalan kaki/pengguna seharusnya menggunakan atau
memanfaatkan fasilitas jembatan penyeberangan orang (JPO) yang telah
disediakan oleh pemerintah untuk kenyamanan dan keselamatan dalam
menyeberangi jalan, sehingga konflik yang terjadi antara pejalan kaki yang
akan menyeberangi jalan dengan para pengguna kendaraan bermotor yang
melintas tidak akan terjadi (Supriyadi, 2014).
2.5.3 Analisis Strategis JPO
Strategis sebagai suatu keputusan yang disesuaikan dengan kebutuhan
dari formulasi rencana yang telah ditentukan oleh suatu instansi atau lembaga
tertentu. Kaitannya dengan strategis dalam penelitian ini adalah melihat apakah
keberadaan JPO di Jl. Ir. Soekarno Beji Kota Wisata Batu memiliki strategisitas
dalam hal penempatan dan pemanfaatan fasilitas JPO tersebut. Pada dasarnya
wisatawan/pengguna belum merasa bahwa keberadaan lokasi JPO sudah
Strategis (Supriyadi, 2014).
2.6 Waktu Penyeberangan
Diperkirakan bahwa pejalan kaki hanya akan menggunakan jembatan
penyeberangan apabila rute melalui jembatan penyeberangan (ta) tersebut lebih
singkat jika dibandingkan melalui jalan (tb). Pada jembatan penyeberangan
agar pejalan kaki mau menggunakanya, waktu yang diperlukan harus lebih
singkat yaitu ¾ kali waktu menyeberang langsung melintas jalan raya (ta = ¾
tb) (road research laboratory,1963 dalam Fahriani Nurlisa, 2018).
Dari suatu penelitian mengenai jembatan penyeberangan yang dilakukan
oleh ROAD RESEARCH LABORATORY di United Kingdom (London),
memberikan hasil yang menarik seperti pada Gambar 2.1. misalkan R adalah
perbandingan Antara waktu yang dibutuhkan untuk menyeberang melalui
jembatan (ta) dengan waktu untuk yang dibutuhkan menyeberang pada jalan
(tb) untuk R = 1 diperkirakan 10 % - 80% orang akan menggunakan jalur yang
lebih aman (jembatan penyeberangan), karena waktu yang dibutuhkan untuk
menempuh jembatan tersebut sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk
menyeberang langsung pada jalan. Bila R < 1 maka jembatan penyeberangan
merupakan rute tersingkat sebagian besar pejalan kaki memanfaatkan jembatan
penyeberangan tersebut dan bila R > 1 maka jembatan penyeberangan
merupakan rute terpanjang, sehingga sangat sedikit pejalan kaki yang akan
menggunakannya (susilo,1984 dalam Fahriani, 2018).
2.7 Hubungan Jenis Aliran Arus Penyeberang Jalan Dan Kendaraan
Penelitian kecelakaan pejalan kaki di penyeberangan yang dilakukan di
Inggris membandingkan beberapa variasi hubungan antara arus penyeberang
jalan (P) dan arus kendaraan (V) dengan kecelakaan rata-rata di beberapa
lokasi, diperoleh hubungan PV2 sebagai acuan pengukur tingkat konflik antara
arus kendaraan dan penyeberang jalan pada fasilitas penyeberangan, dimana P
merupakan arus rata-rata penyeberang jalan per jam di sepanjang daerah atau
lokasi pengamatan selama empat jam sibuk.
Bahwa fasilitas penyeberangan ditempatkan pada daerah dimana harga
PV2 lebih besar dari 108, untuk jalan dengan perlindungan harga batas PV²
lebih besar yaitu 2.108. Pada lokasi/jalan dimana harga PV² lebih kecil dari 108
maka lokasi atau jalan tersebut ditempatkan pada daerah penyeberangan tidak
resmi.
Penyeberangan tidak resmi adalah pejalan kaki yang menyeberang jalan
pada suatu lokasi atau jalan yang tidak memerlukan fasilitas penyeberangan,
karena konflik yang terjadi antara arus kendaraan penyeberang jalan pada
lokasi atau jalan tersebut relatif kecil (Fahriani, 2018).
2.7.1 Kriteria pemilihan penyeberangan sebidang
Kriteria untuk pemilihan penyeberangan sebidang didasarkan pada
rumus empiris (PV²) (Silviane, 2019).
dengan :
P = arus pejalan kaki yang menyeberang ruas jalan sepanjang 50 m tiap jam-
nya (pejalan kaki/jam)
V = arus lalu lintas dalam 2 (dua) arah (kendaraan/jam)
PV² = nilai untuk menentukan nilai fasilitas penyeberangan
Nilai P dan V merupakan arus rata-rata pejalan kaki dan kendaraan pada
empat jam tersibuk. Secara keseluruhan penentuan fasilitas penyeberangan
harus memenuhi pada tabel 2.1.
2.7.2 Fasilitas penyeberangan tidak sebidang
Fasilitas penyeberangan tidak sebidang merupakan penyeberangan bagi
pejalan kaki yang terletak diatas maupun dibawah permukaan tanah biasanya
berupa jembatan penyeberangan atau terowongan penyeberangan. Fasilitas ini
biasanya di tempatkan pada ruas jalan yang memiliki kriteria sebagai berikut
(Silviane, 2019) :
a. Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana > 70km/jam.
b. Pada kawasan strategis, tapi penyeberang jalan tidak memungkinkan.
c. Untuk menyeberangan jalan, kecuali hanya pada jembatan
penyeberangan.
d. PV² > 2x108, dengan P > 1100 orang/jam dan V > 750 kend/jam, nilai
V yang diambil adalah arus rata – rata selama 4 jam tersibuk.
A. Elevated/Jembatan Penyeberangan
Jembatan penyeberangan merupakan sebuah fasilitas penyeberangan yang
dikhususkan bagi pejalan kaki yang terletak diatas permukaan tanah dan
digunakan apabila (Silviane, 2019):
• Penyeberangan zebra cross tidak dapat diadakan.
• Penyeberangan pelikan sudah mengganggu lalu lintas kendaraan yang ada.
• Ruas jalan memiliki kecepatan kendaraan yang tinggi dan arus pejalan kaki
yang cukup ramai atau tinggi.
• Ruas jalan dengan frekuensi terjadinya kecelakaan pejalan kaki yang cukup
tinggi.
Ketentuan pembangunan jembatan penyeberangan harus memenuhi kriteria
sebagai berikut (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :03/PRT/M/2014):
• Keselamatan dan kenyamanan para pemakai jembatan serta keamanan bagi
pemakai jalan yang melintas dibawahnya.
• Penempatan jembatan tidak mengganggu aktivitas lalu lintas dibawahnya.
• Estetika dan keserasihan jembatan penyeberangan orang harus sesuai
dengan lingkungan disekitarnya.
B. Underground/Terowongan
Sama halnya dengan jembatan penyeberangan, namun pembangunan
terowongan dilakukan dibawah tanah. Pembuata terowongan bawah tanah
untuk penyeberangan membutuhkan perencanaan yang lebih rumit dan lebih
mahal dari pada pembangunan jembatan penyeberangan, namun sistem
terowongan ini lebih indah karena bisa dapat menjaga kebersihan dan
keindahan lingkungan. Underground/Terowongan digunakan apabila
(Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat : SK 43/AJ 007/DRJD/97) :
1. Jenis lajur penyeberangan dengan menggunakan elevated/jembatan
tidak dimungkinkan untuk diadakan.
2. Lokasi medan memungkinkan untuk dibangun Underground/
terowongan.
2.7.3 Penyeberangan sebidang
Penyeberangan sebidang terdiri dari dua macam yaitu:
a. Penyeberangan Zebra (Zebra Cross)
Zebra Cross adalah fasilitas penyeberangan yang ditandai dengan garis –
garis berwarna putih searah arus kendaraan dan dibatasi garis melintang
lebar jalan. Zebra Cross ditempatkan dijalan dengan jumlah aliran
penyeberang jalan atau arus yang relatif rendah sehingga penyeberang
masih mudah memperoleh kesempatan yang aman untuk menyeberang.
Persyaratan penggunaan Zebra Cross antara lain Keputusan Direktur
Jendral Perhubungan Darat : SK 43/AJ 007/DRJD/97) :
1. Dipasang dikaki persimpangan tanpa alat pemberi isyarat lalu lintas atau
diruas jalan.
2. Apabila persimpangan diatur dengan lampu pengatur lalu lintas, pemberi
waktu penyeberangan bagi pejalan kaki menjadi satu kesatuan dengan
lampu pengatur lalu lintas persimpangan.
3. Apabila persimpangan tidak diatur dengan lampu pengatur lalu lintas,
maka kriteria batas kecepatan kendaraan bermotor adalah < 40 km/jam.
b. Penyeberangan pelican
Pelican adalah zebra cross yang dilengkapi dengan lampu pengatur bagi
penyeberang jalan dan kendaraan. Fase berjalan bagi penyeberang jalan
dihasilkan dengan menekan tombol pengatur dengan lama periode berjalan
yang telah ditentukan. Fasilitas ini bermanfaat bila ditempatkan dijalan dengan
arus penyeberang jalan yang tinggi. Penggunaan dari pelican ditentukan
dengan syarat Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat : SK 43/AJ
007/DRJD/97) :
1. Dipasang pada ruas jalan minimal 300 meter dari persimpangan.
2. Pada jalan dengan kecepatan opersional rata – rata lalu lintas kendaraan
> 40 km/jam.
2.8 Syarat dan ketentuan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO)
Berikut ini adalah persyaratan dan ketentuan pengadaan jembatan
penyeberangan orang (JPO) Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat :
SK 43/AJ 007/DRJD/97).
2.8.1 Persyaratan
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk diadakannya sebuah jembatan
penyeberangan menurut (persyaratan jembatan penyeberangan sesuai dengan
Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat No. : SK.43/AJ 007/DRJD/97,
dalam U 2014), agar sesuai dengan yang dipersyaratkan seperti aspek
keselamatan, kenyamanan dan kemudahan bagi pejalan kaki, maka hal-hal
berikut ini harus diperhatikan yaitu :
1. Kebebasan vertikal antara jembatan dengan jalan ≥ 5,0 m
2. Tinggi maksimum anak tangga diusahakan 15 cm
3. Lebar anak tangga 30 cm
4. Panjang jalur turun minimum 1,5 m
5. Lebar landasan tangga dan jalur berjalan minimum 2,0 m
6. Kelandaian maksimum 10 %
Dasar penetapan kriteria tersebut diatas adalah dengan asumsi kecepatan
rata- rata pejalan kaki pada jalan datar 1,5 m/detik, pada tempat miring 1,1
m/detik, dan pada tempat vertikal 0,2 m/detik.
2.8.2 Ketentuan
Berdasarkan ketentuan dari (Departemen Pekerjaan Umum, 1995,
dalam Pranata, 2017), tentang aturan “ Tata Cara Perencanaan Jembatan
Penyeberangan untuk Pejalan Kaki di Perkotaan ” pembangunan jembatan
penyeberangan dibuat apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Bila zebra crossing dan pelican crossing mengganggu lalu lintas yang
ada.
2. Pada ruas jalan terjadinya frekuensi kecelakaan yang melibatkan pejalan
kaki tinggi.
3. Pada ruas jalan yang memiliki arus pejalan kaki yang tinggi serta arus
dan volume kendaraan yang tinggi.
Perencanaan teknis jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki di
perkotaan harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan
mempertimbangkan faktor – faktor berikut Keputusan Direktur Jendral
Perhubungan Darat : SK 43/AJ 007/DRJD/97) :
1. Jembatan Penyeberangan untuk pejalan kaki yang dibangun melintas di
atas jalan raya atau jalur kereta :
a. Pelaksanaanya cepat dan mudah
b. Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas
c. Memenuhi kriteria keselamatan dan kenyamanan pemakai jembatan serta
keamanan bagi pemakai jalan yang melintas dibawahnya
e. Pemeliharaan cepat dan mudah serta tidak perlu dilakukan secara intensif.
2. Memenuhi tuntutan estetika dan keserasian dengan lingkungan dan
sekitarnya.
Ketentuan jembatan penyeberangan yang melintas di atas jalan raya
(Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat : SK 43/AJ 007/DRJD/97):
1. Tangga dan kepala jembatan diletakkan di luar jalur trotoar
2. Pilar tengah diletakkan di median
Ketentuan lebar badan jembatan (Keputusan Direktur Jendral Perhubungan
Darat : SK 43/AJ 007/DRJD/97) :
1. Lebar minimum jalur pejalan kaki dan tangga adalah 2,00 m
2. Pada kedua sisi jalur pejalan kaki dan tangga dipasang sandaran yang
mempunyai ukuran sesuai ketentuan yang telah berlaku.
3. Pada jembatan penyeberangan yang melintas di atas jalan, bagian bawah
sisi luar sandaran dapat dipasang elemen yang berfungsi untuk tanaman
hias yang bentuk dan dimensinya sesuai dengan ketentuan yang telah
berlaku.
Perencanaan sandaran jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki harus
mengikuti ketentuan sebagai berikut (Keputusan Direktur Jendral Perhubungan
Darat : SK 43/AJ 007/DRJD/97) :
1. Tinggi minimum sandaran jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki
adalah 1,35 m, yang terhitung mulai dari permukaan lantai sampai tepi atas
sandaran
2. Setiap batang sandaran diperhitungkan dapat memikul gaya vertical dan
horizontal yang bekerja secara bersamaan sebesar 0,75 kN/m.
3. Tipe sandaran dapat dipilih sebagai berikut :
a. Tiang sandaran yang terbuat dari pipa logam dengan 3 batang sandaran
dari pipa logam.
b. Tiang sandaran yang terbuat dari pipa logam dengan dua batang
sandaran dari pipa logam.
c. Tiang sandaran yang terbuat dari aluminium alloy yang menumpu di
atas beton dengan dua batang sandaran dari pipa logam.
4. Pada jembatan penyeberangan, yang melintas di atas jalan raya dengan
kondisi lalu lintas berkecepatan tinggi, struktur sandaran tersebut memiliki
fungsi sebagai dinding pengaman yang dilapisi kawat kasa 12x12 mm,
dengan tinggi minimum 3 m.
5. Bila panjang jembatan lebih dari 40 m, dipasang pelindung terhadap panas
matahari dan hujan.
Perencanaan tangga penghubung jembatan penyeberangan mengikuti
ketentuan - ketentuan sebagai berikut (Keputusan Direktur Jendral
Perhubungan Darat : SK 43/AJ 007/DRJD/97) :
1. Tangga direncanakan untuk memikul beban hidup nominal sebesar 5 kPa.
2. Lebar bebas untuk jalur pejalan kaki minimum adalah 2 m.
3. Perencanaan dimensi pijakan mengacu pada ketentuan berikut :
a.Tinggi tanjakan dimensi minimum 15 cm dan maksimum 21,5 cm.
b. Lebar injakan minimum 21,5 cm dan maksimum adalah 30,5 cm.
c. Jumlah pijakan ditetapkan berdasarkan tinggi lantai jembatan yang telah
direncanakan
4. Denah dan tipe tangga harus direncanakan sesuai dengan ruang yang telah
tersedia antara lain:
a. Tangga tidak boleh menutup alur trotoar, sehinga harus diletakkan di luar
trotoar
b. Pada kaki tangga disediakan ruang bebas
c. Tipe tangga sebagai berikut :
a. Denah JPO bentuk “L”
Gambar 2.2. Bentuk Denah JPO tipe ”L”
Sumber : Dinas pekerjaan umum (1995)
b. Denah JPO bentuk “U”
Gambar 2.2. Bentuk Denah JPO tipe “U”
Sumber : Dinas pekerjaan umum (1995)
2.8.3 Faktor yang mempengaruhi penggunaan jembatan penyeberangan
Menurut O’Flaherty (1997) dalam Pranata Insan Genta (2017) faktor
yang mempengaruhi penggunaan fasilitas penyeberangan tidak sebidang,
diurutkan berdasarkan hal yang terpenting menurut pejalan kaki adalah :
1. Jarak
2. Kemudahan
3. Estetik
4. Pertimbangan lingkungan
5. Keselamatan(safety)
Menurut Hartarto (1986) dalam Pranata Insan Genta (2017), pejalan kaki
enggan menggunakan jembatan karena malas, capek serta kondisi jembatan
yang tidak menyenangkan seperti ketinggian jembatan, sempit dan terjal,
kondisi kotor. Pejalan kaki lebih memilih mengambil resiko untuk menyebrang
jalan karena merasa lebih praktis. Hal ini menyebabkan penyeberangan
sebidang adalah median jalan yang digunakan sebagai penyeberangan. Hal ini
diperkuat dengan penjelasan dari (Setyawan, 2006 dalam Pranata Insan Genta
2017) dimana untuk meningkatkan penggunaan jembatan penyeberangan perlu
di aplikasikan pagar pembatas di tepi jalan atau di tengah jalan sehingga jika
memilih menggunakan penyeberangan sebidang harus menempuh rute yang
lebih panjang atau malah sama sekali tidak mungkin untuk dilakukan.
2.9 Importance-Peformance Analysis
Dalam penelitian Zilhardi, (2009) Importance Peformance Analysis
terdiri atas dua komponen yaitu analisis kuadran dan analisis kesenjangan
(gap). Dengan analisis kuadran dapat diketahui respon konsumen terhadap
variabel berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja dari variabel tersebut,
sedangkan analisis kesenjangan atau (gap), digunakan untuk melihat
kesenjangan antara kinerja suatu variabel dengan harapan pengguna terhadap
variabel tersebut. Langkah pertama untuk analisis kuadran adalah menghitung
rata-rata penilaian kepentingan serta rata-rata kinerja untuk setiap variabel
dengan p merupakan banyaknya variabel. Untuk langkah selanjutnya adalah
menghitung rata-rata dari tingkat kepentingan serta rata-rata kinerja untuk
keseluruhan variabel x dan y. Nilai ini memotong tegak lurus pada sumbu
horizontal yaitu sumbu yang mencerminkan kinerja variabel (x) sedangkan
nilai potong tegak lurus pada sumbu vertikal yaitu sumbu yang mencerminkan
kepentingan variabel (y). Setelah diperoleh bobot kinerja dan kepentingan sub
variabel serta nilai rata-rata kinerja dan kepentingan variabel x dan y, langkah
selanjutnya nilai-nilai tersebut diplotkan ke dalam diagram kartesius seperti
pada Gambar berikut:
Gambar 2.3. Diagram Analisis Kuadran
Sumber : Zilhardi, (2009)
Dalam penelitian ini penulis juga mengambil teori teori dari para peneliti
terdahulu untuk melengkapi dan menyempurnakan penelitian. Berikut ini
adalah daftar peneliti serta judul dan metode yang digunakan sebagai referensi
dalam penelitian ini.
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Tujuan Metode Hasil Kaitan
dengan
peneliti
Pembeda
1 ESTU
AMALIA
ANALISA TINGKAT
KESELAMATAN DAN
KENYAMANAN
PEJALAN KAKI
UNTUK
PEMELIHARAAN
FASILITAS
PENYEBERANGAN
Mengetahui
tingkat
keselamatan
pengguna JPO dan
mengetahui faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
kenyamanan
pejalan kaki
Importance
performance
analysis
(IPA)
-Faktor yang
mempengaruhi
keselamatan
pejalan kaki
Tingkat
Kenyamanan
Pejalan Kaki
-Tingkat
keselamatan
-Faktor yang
mempengaruhi
kenyamanan
pejalan kaki
-pemeliharaan
Fasilitas
Penyeberangan
-Upaya
pemeliharaan
fasilitas
2 INTAN OKTA
SARI
ANALISIS KINERJA
FASILITAS PEJALAN
KAKI
Mengetahui
karakteristik
pejalan kaki pada
fasilitas pedestrian
di Jl. Jendral
Ahmad Yani Kota
Baturaja,
Importance
performance
analysis
(IPA)
Karakteristik
pengguna JPO
meliputi
pendidikan,
usia dan jenis
pekerjaan
Tingkat
Karakteristik
(perilaku)
Pejalan Kaki
Tingkat
Ketepatan
Perencanaan
34
No. Nama Judul Tujuan Metode Hasil Kaitan
Dengan
Peneliti
Pembeda
3 HARRY
KURNIAWAN
TINGKAT KEPUASAN
PENGGUNA
FASILITAS JPO
Untuk mengetahui
indikator penting
yang diharapkan
penyeberang jalan
dengan
menggunakan JPO
J.l Batu Aji Baru,
Batam
Importance
performance
analysis
(IPA)
-Kondisi fisik
JPO
Mengetahui
kinerja JPO
ditinjau dari
tingkat
keselamatan
pengguna
JPO
kinerja JPO
ditinjau dari
segi kelayakan
kondisi fisik -tingkat
kesesuaian
indikator
terhadap
pengguna JPO
-pembangunan
infrastruktur
harus disertai
dengan
pemeliharaan
4 ROLAND
DEWO
AJIWIJOYO
EVALUASI KINERJA
JEMBATAN
PENYEBERANGAN
ORANG (JPO)
BERDASARKAN
PREFERENSI
PENGGUNA
Jl. Ir. Soekarno
Beji Kota Wisata
Batu, Kabupaten
Malang
Importance
performance
analysis
(IPA)
- faktor yang
mempengaruhi
Tingkat
Kenyamanan
JPO
Mengetahui
kinerja JPO
ditinjau dari
segi
kenyamanan
Mengetahui
kinerja JPO
ditinjau dari
tingkat
kenyamanan
dan tingkat
konektifitas
35