Upload
vanduong
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Hakikat Pendidikan
2.1.1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap manusia untuk
menghadapi tantangan dunia modern dan persiapan memasuki dunia kerja
yang membutuhkan Sumber Daya Manusia yang baik. Ada beberapa
definisi pendidikan yaitu sbb:
“Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Manusia yang mempunyai
pendidikan disebut manusia yang terdidik (Kamus Besar Bahasa
Indonesia 2002: 236).”
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara (Undang-undang RI No 20 Th 2003
pasal 1 ayat 1)”
“Education is the process of teaching and learning, can be formal and
informal. Formal education generally consists of specific instructional
activities conducted in a class room or other institutional setting,
while informal education includes all other learning experiences (The
New Book of Knowledge, 2004: 74).”
Berdasarkan ketiga definisi yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik
kesimpulan pendidikan merupakan usaha sadar manusia untuk
mendewasakan dirinya dan mengembangkan potensi dirinya melalui
proses pembelajaran baik di dalam dan di luar kelas. Selain memiliki
8
kecerdasan secara intelektual, diharapkan manusia yang terdidik juga
memiliki kecerdasan secara spiritual.
2.1.2. Tujuan Pendidikan
Melalui pendidikan, manusia akan menjadi sebagai manusia
yang dewasa sehingga dapat berdiri sendiri, sehingga ketika mengalami
masa sulit tidak akan hanya pasrah dengan keadaan. Ia akan berusaha
keluar dari kesulitan, dan berusaha mensejahterakan dirinya dengan modal
pendidikan yang telah Ia dapat. Pendidikan akan mengubah setiap manusia
menjadi pribadi yang utuh, teguh pada pendirian, mempunyai pengetahuan
yang luas, cerdas, pemikiran positif serta memiliki budi pekerti yangbaik
sebagaimana yang telah dibentuk melalui pendidikan. Hal tersebut
merupakan wujud dari proses homanisasi dan humanisasi yang dibentuk
oleh pendidikan.
“Proses homanisasi dimaksudkan pengembangan manusia sebagai
makhluk hidup. Makhluk manusia harus dibesarkan agar supaya dia
dapat berdiri sendiri dan memenuhi kebutuhan hidupnya seperti
kehidupan biologis yang membutuhkan makanan bergizi, kehidupan
ekonomis, termasuk mempunyai lapangan kerja sendiri. Proses
humanisasi berarti manusia itu bukan hanya sekedar dapat hidup dan
makan, tetapi juga bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan
terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Proses humanisasi
merupakan suatu proses yang terbuka dimana manusia dapat
menguasai ilmu pengetahuan serta penerapannya, penghayatan seni
gerak, seni musik, seni patung dan sebagainya” (H.A.R. Tilaar, 2002:
171).
9
2.1.3. Pendidikan Merupakan Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan penyerahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.Pemerintah daerah bisa
dikatakan mandri dengan berlakunya otonomi daerah. Pemerintah pusat
tidak lagi campur tangan dengan urusan yang semula menjadi urusan
pemerintah pusat, karena telah diserahkan pada pemerintah daerah, seperti
yang dikutip Hasbullah:
“Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan penyerhan
kewenangan urusan-urusan yang semula menjadi kewenangan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan
urusan-urusan yang semula menjadi urusan pemerintah
pusat.”(Hasbullah, 2006:11)
Penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat dalam mengelola daerah
masing-masing termasuk pengelolaan pendidikan. Otonomi pendidikan
tersebut meliputi kebijakan, strategi dan program seperti yang tercantum
dalam UU No 32 tahun 2004:
“Pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi
kewenangan Pemerntah Daerah. Otonomi pendidikan ini perlu
ditindaklanjuti dengan kebijakan, srtategi dan program guna
meningkatkan mutu dan keunggulan SDM serta kesejahteraan
masyarakat” (UU No 32 Tahun 2004 dalam Master Plan –
Pendidikan Kabupaten Semarang Tahun 2013 – 2017 halaman 99).
2.2. Jenis Pendidikan
Kebanyakan orang beranggapan bahwa pendidikan hanya terjadi di
lingkungan sekolah formal, jadi pendidikan identik dengan sekolah formal,
padahal sebenarnya pendidikan tidak hanya terjadi disekolah formal saja.
Pendidikan terdiri dari tiga jenis, yaitu pendidikan formal, non formal, dan
10
informal yang memiliki keterkaitan untuk saling melengkapi satu dengan
yang lainnya, seperti yang tercantum dalam pasal 13 ayat 1 Undang-Undang
RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
“Jalur Pendidikan terdiri dari pendidikan formal,
nonformal,dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya”
2.2.1. Pendidikan Formal (Sekolah)
Pendidikan formal adalah pendidikan yang terjadi di
lingkungan sekolah dan dibawah pengawasan guru dan/atau karyawan
sekolah yang bersangkutan. Jenjang pendidikan formal adalah
pendidikan dasar yaitu Sekolah Dasar (SD), pendidikan menengah
yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas
(SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), kemudian
dilanjutkan kejenjang pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi.
“Sekolah adalah suatu satuan (unit) sosial atau lembaga
sosial yang secara sengaja dibangun dengan kekhususan
tugasnya untuk melaksanakan proses pendidikan. Jenjang
pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”(Odang
Muchtar dalam Dinn Wahyudin dkk, 2008:3.8)
“Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”(UU RI No
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
14)
11
2.2.2. Pendidikan Nonformal (Masyarakat)
Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang berlangsung
dalam masyarakat, dimana masyarakat bisa bersosialisasi dengan yang
lain melalui pendidikan nonformal. Penyelenggaraan pendidikan
nonformal merupakan sebagai pelengkap dan pengganti pendidikan
formal, sehingga masyarakat yang membutuhkan pendidikan seperti
pendidikan formal, dapat menggunakan jalur pendidikan nonformal
sebagai upaya belajar seumur hidup sehingga, pendidikan nonformal
dapat berupa kursus, program paket sebagai penyetaraan dengan
pendidikan formal seperti program paket A, B, dan C, serta ceramah-
ceramah atau seminar tertentu.
“Pendidikan nonformal dapat terselenggara secara tidak
terstruktur dan berjenjang, dapat pula diselenggarakan
secara terstruktur dan berjenjang. Contoh
penyelenggaraan pendidikan di lingkungan pendidikan
nonformal yang terstruktur dan berjenjang antara lain
kelompok belajar paket A, kelompok belajar paket B,
kursus komputer dan bahasa Inggris di lembaga kursus
tertentu. Adapun contoh penyelenggaraan pendidikan yang
tidak terstruktur dan tidak berjenjang adalah ceramah
keagamaan yang ditayangkan televisi, penyampaian
informasi melalui koran”(Dinn Wahyudin dkk, 2008:3.12)
“Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat”(UU RI No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 1)
12
2.2.3. Pendidikan Informal (Keluarga)
Keluarga adalah sekumpulan manusia yang terdiri dari
wanita dan pria yang secara hukum layak melakukan ikatan
pernikahan, melalui pernikahan tersebut akan menghasilkan anak
sebagai hasil dari buah cinta mereka dan tinggal bersama.
“Keluarga adalah dua orang atau lebih yang terhubung ,
melalui ikatan perkawinan atau hubungan darah yang
biasanya bertempat tinggal bersama” (Nye dan Berardo
dalam Farida Hanum, 2011:65)
Keluarga merupakan jalur pendidikan yang pertama-tama
dirasakan oleh manusia.saat manusia dilahirkan dan dibesarkan, Ia
akan merasakan kasih sayang yang diberikan oleh kedua orang tuanya.
Secara tidak langsung hal tersebut akan berperan terhadap kepribadian,
tingkah laku, dan etika yang dimilikinya ketika beranjak dewasa.
Melalui pendidikan keluarga, seorang anak akan dibentuk sesuai
dengan keinginan dan harapan orang tuanya. Jalur pendidikan yang
diberikan oleh orang tua atau yang didapatkan oleh anak melalui
keluarga disebut dengan pendidikan keluarga.
“Keluarga mempunyai fungsi antara lain (Farida Hanum,
2011:66):
1. Fungsi biologik, yaitu tempat anak-anak lahir. Fungsi
ini merupakan fungsi penting untuk meneruskan
generasi suatu keluarga, komunitas maupun negara
dan umat dunia. Perubahan jumlah anak yang
cenderung semakin kecil dewasa ini disebabkan alasan
dan kebijakan yang cukup kompleks.
2. Fungsi afeksi, yaitu tempat bersemayamnya cinta kasih,
yang diawali dari dasar perkawinan dibentuk. Fungsi
ini sangat penting dan hal yang sulit tergantikan oleh
lembaga lain.
13
3. Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi yang melekat secara
universal pada sistem keluarga. Fungsi ini yang paling
dekat kaitannya dengan pendidikan, bahkan sering
disebut pendidikan keluarga”
Pendidikan di keluarga lebih bersifat membentuk karakter
anak dan disesuaikan dengan perkembangan anak, artinya mendidik
anak yang masih kecil tidak sama dengan mendidik anak yang mulai
beranjak dewasa, namun tidak berjenjang atau mengenal sistem kelas
atau tingkatan sebagaimana pendidikan di sekolah sehingga tidak ada
kurikulum yang mengatur pendidikaan keluarga.
“Karakteristik pendidikan keluarga antara lain (Dinn
Wahyudin dkk, 2008:3.8):
a. Tujuan pendidikannya lebih menekankan pada
pengembangan karakter
b. Peserta didiknya bersifat heterogen
c. Isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/tidak
ada kurikulum tertulis
d. Tidak berjenjang
e. Waktu pendidikannya tidak tidak terjadwal secara
ketat, relatif lama
f. Cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar
g. Evaluasi pendidikan tidak sistematis dan insidental
h. Credential tidak ada dan tidak penting”
2.3. Wajib Belajar 9 Tahun
Wajib belajar di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman
VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) yang pada awal mulanya datang
ke Indonesia bukan untuk menjajah melainkan untuk berdagang. Pada masa
VOC, mereka lebih banyak mengajarkan agama, namun mereka juga
mnegajarkan menulis, berhitung serta menyanyi.
“Sekolah-sekolah pada zaman VOC bertalian erat dengan
gereja. Walaupun tidak ada kurikulum yang ditentukan,
biasanya sekolah menyajikan pelajaran tentang
14
katekismus, agama, juga menulis dan bernyanyi. Demikian
juga tidak ditentukan lama belajar. Peraturan hanya
menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 dan anak
wanita lebih dari 12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan
dari sekolah. Kemudian usiaitu diturunkan menjadi 12
tahun untuk anak pria dan 10 tahun untuk anak wanita.
Pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dilakukan
tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah, anak-anak belajar
abjad, di kelas 2 membaca, menulis, dan bernyanyi dan
dikelas 1, kelas tertinggi: membaca menulis, katekismus,
bernyanyi, dan berhitung” (S. Nasution, 2011:5)
2.3.1. Pengertian Wajib Belajar
Pendidikan dasar sangat mendapat perhatian dari semua
pihak termasuk dari pemerintah. Hal tersebut terbukti dengan
keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun
Tentang Wajib Belajar yang mengatur tentang wajib belajar serta usia
anak-anak yang harus mengikuti wajib belajar, Pengertian wajib
belajar didefinsikan dalam pasal 1.
Bunyi pasal 1:
1. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal
yang harus diikuti oleh warga Indonesia atas
tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah
daerah.
2. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidayah (MI)
atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (Mts) dan bentuk lain yang sederajat.
15
Selanjutnya dalam Bab II pasal 2 mengenai Fungsi dan Tujuan
berbunyi:
1. Wajib belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara Indonesia
2. Wajib belajar bertujuan memberikan pendidikan
minimal bagi warga negara Indonesia untuk dapat
mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup
mandiri didalam masyarakat atau melanjutkan
kejenjang yang lebih tinggi.
Kemudian pasal 7 berbunyi:
1. Pemerintah menetapkan kebijakan nasional pelaksanaan
program wajib belajar yang dicantumkan dalam
Rencana Kerja Pemerintah, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Rencana Strategis Bidang Pendidikan,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah, dan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang.
2. Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
kewenangannya berkewajiban menyelenggarakan
program wajib belajar berdasarkan kebijakan nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Penyelenggaraan program wajib belajar oleh
pemerintah daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah,
AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah, Rencana
Strategis Daerah Bidang Pendidikan,
RencanaPembangunan Jangka Menengah Daerah, dan
Rencana Pembangunan Jangka PanjangDaerah.
4. Pemerintah daerah dapat menetapkan kebijakan untuk
meningkatkan jenjangpendidikan wajib belajar sampai
pendidikan menengah.
5. Pemerintah daerah dapat mengatur lebih lanjut
pelaksanaan program wajib belajar, sesuai dengan
kondisi daerah masing-masing melalui Peraturan
Daerah.
6. Ketentuan mengenai pelaksanaan program wajib belajar
yang diatur oleh pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) termasuk kewenangan
memberikan sanksi administratif kepada warga negara
Indonesia yang memiliki anak berusia 7 (tujuh) sampai
dengan 15 (lima belas) tahun yang tidak mengikuti
program wajib belajar.
16
2.3.2. Peran Stakeholder Dalam Wajib Belajar 9 tahun
1. Pemerintah
Pemerintah berperan sangat penting dalam pelaksanaan
wajib belajar 9 tahun. Kesuksesan wajib belajar 9 tahun merupakan
tanggung jawab pemerintah, yaitu pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Pemerintah juga menjamin penyelenggaraan
wajib belajar 9 tahun sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah No 47 Tahun 2008, pasal 9 berbunyi:
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya program wajib belajar minimal
pada jenjang pendidikan tanpa memungut biaya.
(2) Warga Negara Indonesia yang berusia 6 (enam)
tahun dapat mengikuti program wajib belajar
apabila daya tamping satuan pendidikan masih
memungkinkan.
(3) Warga Negara Indonesia yang berusia diatas 15
(lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan
dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai
lulus atas biaya pemerintah dan/atau pemerintah
daerah.
(4) Warga Negara Indonesia usia wajib belajar yang
orang tua/walinya tidak mampu mebiayai
pendidikan, pemerintah dan/atau pemerintah
daerah wajib memberikan bantuan biaya
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pemerintah juga bertanggung jawab atas terciptanya
fasilitas pendidikan wajib belajar seperti yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2008 tentang pendanaan
pendidikan. Pasal 7 berbunyi:
(1) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan
dasar pelaksana program wajib belajar, baik
formal maupun nonformal, yang diselenggarakan
17
oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran
Pemerintah.
(2) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan
dasar pelaksana program wajib belajar, baik
formal maupun nonformal, yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan
dialokasikan dalam anggaran daerah.
(3) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan
bukan pelaksana program wajib belajar, baik
formal maupun nonformal, yang diselenggarakan
oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran
Pemerintah.
(4) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan
bukan pelaksana program wajib belajar, baik
formal maupun nonformal, yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan
dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah.
(5) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atas
inisiatif Pemerintah menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran
Pemerintah.
(6) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atas
usulan pemerintah daerah menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan
dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah.
(7) Tanggung jawab pendanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6)
dilaksanakan sampai dengan terpenuhinya Standar
Nasional Pendidikan.
Kesimpulannya adalah Pemerintah bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dengan memberi
bantuan biaya terhadap peserta didik yang dianggap tidak mampu.
Pemerintah juga menjamin fasilitas pendidikan sampai terpenuhinya
standar nasional pendidikan.
18
2. Orang Tua
Orang tua berperan sangat besar dalam pembentukan
mental dan pendidikan anak. Dukungan dari norang tua sangat
diperlukan oleh anak, oleh sebab itu partisifasi orang tua terhadap
pendidikan anak sangat diperlukan untuk keberhasilan dalam
pendidikan anak. Pendidikan anak merupakan tanggung jawab
orang tua.
„‟Pendidikan adalah karena dorongan orang tua yaitu
hati nuraninya yang terdalam yang mempunyai sifat
kodrati untuk mendidik anaknya baik dari segi phisik,
sosial, emosi maupun inteligensinya agar memperoleh
keselamatan, kepandaian agar mendapatkan
kebahagiaan hidup seperti yang mereka idam-idamkan
sehingga ada tanggung jawab moral atas hadirnaya
anak tersebut yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha
Esa untuk dapat dipelihara dan dididik dengan sebaik-
baiknya‟‟ (Ahmadi, Abu, H. dan Nur Uhbiyanti,
2007:74)
Bisa dikatakan orang tua adalah lembaga pendidikan tertua karena
disinilah pertama-tama seorang anak mendapat pendidikan.
“Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama
dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan
yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses
pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai
pendidik bagi anak-anaknya”
(http://www.denpasarkota.go.id/main.php?act=i_opi&xi
d=135)
3. Tokoh Adat
Tokoh adat merupakan orang yang sangat berpengaruh
dalam suatu kemasyaraktan tertentu yang menjunjung tinggi adat
istiadat yang berlaku di wilayah adat tertentu. Pengaruh tersebut
19
dapat berupa pendidikan. Sosialisasi mengenai wajib belajar oleh
Pemerintah mungkin saja belum berhasil karena setiap masyarakat
mempunyai pendekatan berbeda-beda dalam penyampaian
tersebut. Saat itulah tokoh adat sangat diperlukan karena merekalah
yang mengetahui karakter masyarakatnya.
“Sosialisasi wajib belajar dilakukan dengan
memanfaatkan budaya yang berkembang di daerah
tersebut; misalnya daerah yang masyarakatnya senang
dengan seni, maka pesan-pesan wajib belajar dapat
disisipkan pada gelar seni. Masyarakat yang sangat
menghormati adat, maka tokoh adat dilibatkan dalam
pemikiran dan pelaksanaan sosialisasi Wajar Dikdas
sembilan tahun yang bermutu. Sanksi adat biasanya
lebih disegani daripada sanksi hukum” (Asroni Paslah
dalam edukasi.kompasiana.com)
2.5. Kebudayaan
2.5.1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan (Koentjaraningrat dalam Tri Widiarto, 2007:4)
adalah seluruh gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik manusia melalui
belajar. Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditemukan pengertian
yang lebih luas, yaitu (Tri Widiarto, 2007: 11 – 12):
a. Bahwa manusia hidup dalam masyarakat karena manusia adalah
makhluk bermasyarakat. Didalam masyarakat inilah kebudayaan
mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
b. Kebudayaan ini diperoleh melalui proses belajar. Sedangkan naluri
atau instink yang uga dimiliki oleh manusia sebagaimana binatang,
tidak termasuk proses belajar, jadi bukan hasil kebudayaan.
20
Misalnya kebutuhan akan makanan menyebabkan manusia secara
naluri akan menggerakkan tangannya untuk mengambil makanan
dan menyuapkannya kedalam mulutnya atau mulut anaknya.
Tindakan naluri tersebut bukan tindakan kebudayaan, karena tidak
diperoleh melalui proses belajar. Tetapi semua pikiran, tindakan
dan hasil kerja manusia yang berkaitan dengan perolehan makanan
seperti mengolah sawah, merencanakan upacara panen,
menyimpan padi di gudang, membuat sendok, garpu dan piring,
serta tata karma makan dan sebagainya adalah kebudayaan. Hasil
kebudayaan mesti berupa sesuatu yang sebelumnya tidak ada
dengan sendirinya.
c. Kebudayaan pada hakekatnya berupa gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia. Sehingga dalam kebudayaan dapat ditemukan tiga
wujud umum yatu, kebudayaan berupa ide-ide, kebudayaan berupa
tingkah laku (aktivitas manusia), dan kebudayaan berupa
fisik/materi/kebendaan.
Berdasarkan kedua pendapat diatas, penulis mengartikan kebudayaan
merupakan suatu tindakan manusia yang diperoleh melalui belajar
sehingga menjadi sebuah karya manusia sebagai pedoman hidup
manusia didalam masyarakat.
21
2.5.2. Kebudayaan atau adat istiadat Dayak Jalai
Setiap suku bangsa mempunyai kebudayaan atau adat
istiadat tersendiri, tak terkecuali suku Dayak Jalai. Adat istiadat yang
berlaku didapatkan secara lisan yang diajarkan secara turun temurun
oleh nenek moyang Dayak Jalai. Adat istiadat mempunyai peran
penting dalam mengatur kehidupan bermasyarakat karena didalamnya
terdapat aturan-aturan tertentu dan sanksi tertentu bagi yang
melanggar.Sanksi tersebut dinamakan hukum adat yang dapat berupa
cemoohan dari masyarakat maupun denda secara adat tergantung
tingkat kesalahan yang dilakukan oleh pelanggar atau orang yang
dianggap bersalah.
“Tiap bangsa didunia ini memiliki adat kebiasaan
sendiri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak
sama.karena ketidaksamaanya tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa adat itu merupakan unsur yang
terpenting yang memberikan identitas kepada suku
bangsa yang bersangkutan. Demikian juga halnya bagi
suku Dayak, sebagai penduduk asli yang mendiami
Pulau Kalimantan. Bagi suku Dayak, adat istiadat dan
hukum adat adalah inti atau pusat dari tata cara hidup
dan kehidupan masyarakat. Masyarakat Dayak sejak
turun temurun sudah terikat dalam kemasyarakatan adat
sebagai persekutuan hukum adat. Seluruh tatanan
kehidupan, baik yang berhubungan denganj hukum adat,
adat istiadat maupun kepercayaan datur oleh lembaga
adat. Begitu juga dengan sub suku Dayak Jalai di
Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat”(Elisabeth
Lilis, 2008:2)
“Dayak Jalai adalah salah satu subsuku Dayak yang
terdapatdi Kabupaten Ketapang (Kalbar). Penutur
bahasa Jalai bermukim di sepanjang aliran sungai Jalai
Kiri dan anak-anaknya, yang melingkupi kecamatan
Jelai HuluMarau dan Manis Mata. Karena bermukim di
sepanjang daerah aliran sungai Jalai Kiri tersebutlah
22
maka mereka menyebut dirinya Urang Jalai (Urang
Dayak Jalai). Sungai Jelai Kiri masuk wilayah
Kalimantan Barat dan merupakan anak sungai Jelai.
Sungai Jelai masuk dalam wilayah Kalimantan
Tengah”(http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jalai)