37
BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan hasil telaah terhadap teori dan penelitian terdahulu yang dimaksudkan untuk mempelajari konsep serta berbagai metodologi dan temuan mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi dan realisasi anggaran belanja barang modal serta belanja barang dan jasa terhadap kesejahteraan masyarakat di provinsi Lampung. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Nomor 33 Tahun 2004 yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam era otonomi daerah disusun dengan pendekatan kinerja. Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan kepada upaya pencapaian hasil (kinerja) atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. APBD berdasarkan pendekatan kinerja terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan

BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

33

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan hasil telaah terhadap teori dan penelitian terdahulu yang

dimaksudkan untuk mempelajari konsep serta berbagai metodologi dan temuan

mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi dan realisasi anggaran belanja barang

modal serta belanja barang dan jasa terhadap kesejahteraan masyarakat di provinsi

Lampung.

2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

2.1.1 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Nomor 33 Tahun

2004 yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang

ditetapkan dengan peraturan daerah. Struktur Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) dalam era otonomi daerah disusun dengan

pendekatan kinerja.

Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang

mengutamakan kepada upaya pencapaian hasil (kinerja) atau output dari

perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. APBD berdasarkan

pendekatan kinerja terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan

Page 2: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

34

pembiayaan (Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 pasal 16 PP No. 58

tahun 2005 Pasal 20).

Gambar 12. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Berdasarkan Pendekatan Kinerja

Sumber : Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 pasal 16 PP No. 58 tahun

2005 Pasal 20

Pendapatan adalah semua penerimaan daerah dalam periode tahun anggaran

tertentu yang menjadi hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih. Anggaran pendapatan berasal dari pendapatan asli daerah

(PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Sumber pendapatan asli daerah (PAD) terdiri dari pajak daerah, retribusi

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain

PAD yang sah. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi

umum (DAU), dan dana alokasi Khusus (DAK). Lain-lain PAD yang sah

meliputi hasil penjualan kekayaan yang tidak dipisahkan, jasa giro,

pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang

asing, dan komisi/potongan sebagai akibat dari penjualan dan/atau

pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

Belanja adalah semua pengeluaran daerah dalam periode tahun anggaran

tertentu yang menjadi beban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai

APBD

PENDAPATAN

BELANJA

PEMBIAYAAN

Page 3: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

35

kekayaan bersih. Angaran Belanja diklasifikasikan menurut organisasi,

fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja.

Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan berdasarkan susunan

organisasi daerah seperti setda, dinas daerah dan lembaga teknis dinas

daerah lainnya. Klasifikasi belanja menurut fungsinya didasarkan pada

urusan kewenangan pemerintah daerah seperti pelayanan umum, ketertiban

dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum,

kesehatan, pariwisata dan budaya, agama, pendidikan serta perlindungan

sosial.

Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah.

Klasifikasi belanja menurut jenis belanja, anggaran belanja dikelompokan

berdasarkan belanja tidak langsung dan belanja langsung.

Menurut Soleh dan Rochmansjah (2010:42), belanja tidak langsung adalah

belanja yang penganggarannya tidak dipengaruhi secara langsung oleh

adanya usulan program atau kegiatan. Belanja tidak langsung merupakan

belanja yang dianggarkan setiap bulan dalam satu tahun anggaran sebagai

konsekuensi dari kewajiban pemerintah daerah secara periodik kepada

pegawai yang bersifat tetap (pembayaran gaji dan tunjangan) dan/atau

kewajiban untuk pengeluaran belanja lainnya, yang umumnya diperlukan

secara periodik.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

36

Karakteristik belanja tidak langsung antara lain sebagai berikut:

1. Dianggarkan setiap bulan dalam satu tahun (bukan untuk setiap

program atau kegiatan)

2. Jumlah anggaran belanja tidak langsung sulit diukur atau sulit

dibandingkan secara langsung dengan output program atau kegiatan

tertentu.

Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri

dari:

1. Belanja pegawai

2. Belanja bunga

3. Belanja subsidi

4. Belanja hibah

5. Belanja bantuan sosial

6. Belanja bagi hasil

7. Bantuan keuangan, dan

8. Belanja tidak terduga.

Soleh dan Rochmansjah (2010:46) menyatakan bahwa belanja langsung

adalah belanja yang penganggarannya dipengaruhi secara langsung oleh

adanya program atau kegiatan. Karakteristik belanja langsung adalah

sebagai berikut:

1. Dianggarkan untuk setiap program atau kegiatan yang diusulkan.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

37

2. Jumlah anggaran belanja langsung suatu program atau kegiatan dapat

diukur atau dibandingkan secara langsung dengan output program atau

kegiatan yang bersangkutan.

3. Variabilitas jumlah setiap jenis belanja langsung dipengaruhi oleh target

kinerja atau tingkat pencapaian yang diharapkan dari program atau

kegiatan yang bersangkutan.

Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:

1. Belanja pegawai

2. Belanja barang dan jasa, dan

3. Belanja modal.

Belanja pegawai digunakan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam

melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah. Menurut konsep

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, pembayaran

honorarium bagi pegawai honorer/pegawai tidak tetap dianggap merupakan

bagian dari kegiatan. Dengan konsep tersebut pegawai honorer/pegawai

tidak tetap adalah bagian dari kegiatan, sehingga termasuk dalam kelompok

langsung.

Belanja barang dan jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang

dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan. Belanja

Barang dan Jasa yang digunakan dalam melaksanakan program dan kegiatan

pemerintah daerah berupa belanja pakai habis, bahan/material, jasa kantor,

Page 6: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

38

premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa

rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa

perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas

dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu,

perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai,

pemeliharaan, jasa konsultasi, dan lain-lain pengadaan barang/jasa, dan

belanja lainnya yang sejenis.

Belanja modal merupakan belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang

dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai

nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan

pemerintahan. Nilai aset tetap berwujud dianggarkan dalam belanja modal

sebesar harga beli/bangunan aset ditambah seluruh belanja yang terkait

dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan.

Untuk memenuhi tujuan tersebut Kepala Daerah menetapkan batas minimal

kapasitas (capitalization threshold) sebagai dasar pembebanan belanja

modal.

Soleh dan Rochmansjah (2010:47) mengatakan bahwa pembiayaan daerah

meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk

memanfaatkan surplus, yang dirinci menurut urusan pemerintahan daerah,

organisasi, kelompok, jenis pembiayaan. Pembiayaan daerah terdiri dari

penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

39

Penerimaan pembiayaan mencakup:

a. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SILPA)

b. Pencairan dana cadangan

c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan

d. Penerimaan pinjaman daerah

e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan

f. Penerimaan piutang daerah

Pengeluaran pembiayaan mencakup:

a. Pembentukan dana cadangan

b. Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah

c. Pembayaran pokok utang, dan

d. Pemberian pinjaman daerah

Pembiayaan neto merupakan selisih antara penerimaan pembiayaan dengan

pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup

defisit anggaran.

Berdasarkan uraian diatas, struktur APBD dan komponen-komponen

penyusunnya di era otonomi daerah dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

40

Gambar 13. Struktur APBD dengan Pendekatan Kinerja

Sumber : Soleh dan Rochmansjah (2010:47)

2.1.2 Mekanisme Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBD adalah rencana anggaran tahunan daerah dalam bentuk peraturan

daerah. APBD merupakan instrumen utama untuk melaksanakan kebijakan

dalam satu tahun anggaran.

Penyusunan APBD melibatkan berbagai pihak yang berkompeten.

Perbedaan substansial antara era sebelum otonomi dengan era otonomi

daerah dalam hal penyusunan APBD adalah bahwa pada era sebelumnya

dominasi eksekutif sangat besar dan hampir-hampir menafikan peran DPRD

dan masyarakat.

APBD

PAD

BELANJA

PEMBIAYAAN

PENDAPATAN Dana Perimbangan

Lain-Lain Pendapatan yg Sah

Belanja Tidak Langsung

Belanja Langsung

Pemb. Penerimaan

Pemb. Pengeluaran

Page 9: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

41

Pada era otonomi daerah penyusunan APBD harus mengedepankan

partisipasi dan akuntabilitas publik. Karena APBD merupakan

operasionalisasi dari berbagai kebijakan, maka harus mencerminkan suatu

kesatuan sistem perencanaan yang sistematis dan dapat dianalisis

keterkaitannya dengan dokumen-dokumen perencanaan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Prinsip penyusunan APBD harus mengedepankan prinsip-prinsip good

governance, sebagaimana dikemukakan Saragih (2003 : 120) bahwa prinsip-

prinsip dasar pengelolaan keuangan publik adalah akuntabilitas,

transparansi, responsivitas, efektif, efisien dan partisipatif. Untuk

menerjemahkan prinsip-prinsip tersebut, perlu disusun alur perencanaan

anggaran. Mekanisme penyusunan anggaran daerah dengan mekanisme

penjaringan aspirasi dapat dilihat pada gambar berikut :

Page 10: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

42

Gambar 14. Mekanisme Penyusunan Anggaran Daerah

TIM AHLI

Data Historis

Arah dan pembinaan dari

Pemerintah atasan

Renstrada

MASYARAKAT

Tokoh masyarakat, LSM

Ormas, Asosiasi Profesi,

Perguruan Tinggi dan lain-lain

Pokok-pokok

Pikiran DPRD

PEMDA

Arah & Kebijakan

Umum APBD DPRD

TIM AHLI

TIM ANGGARAN

EKSEKUTIF

Strategi & Prioritas

APBD PANITIA

AD HOC

Surat Edaran

Memoranda

Anggaran Unit Kerja

RAPBD

Renstra UK

RAPBD

PANITIA LEGISLATIF

ANGGARAN

Rencana Program

/ Kegiatan

Forum Warga

Gambar 1

Mekanisme Penyusunan Anggaran Daerah

Sumber : Mardiasmo, 2002

Pendekatan penyusunan APBD pada masa otonomi daerah menggunakan

pendekatan kinerja, yaitu suatu pendekatan sistem anggaran yang

mengutamakan kepada upaya pencapaian hasil kinerja atau output dari

perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Untuk mengukur

kinerja APBD menggunakan Standar Analisis Belanja (SAB), tolok ukur

kinerja dan standar biaya (Mardiasmo, 2002 : 192).

Page 11: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

43

Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja

dan beban biaya terhadap suatu kegiatan. Dalam rangka perhitungan SAB,

anggaran belanja unit kerja dikelompokkan menjadi belanja langsung dan

belanja tidak langsung. Belanja langsung adalah belanja yang dipengaruhi

secara langsung oleh adanya program atau kegiatan yang direncanakan. Jadi

keberadaan anggaran belanja langsung merupakan konsekuensi adanya

program atau kegiatan.

Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak dipengaruhi secara

langsung oleh adanya program atau kegiatan. Jadi keberadaan anggaran

belanja tidak langsung bukan merupakan konsekuensi ada atau tidaknya

suatu program atau kegiatan. Tolok ukur kinerja adalah ukuran keberhasilan

yang dicapai pada setiap unit kerja perangkat daerah. Tolok ukur kinerja

ditetapkan dalam bentuk Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang

ditentukan oleh masing-masing daerah. Standar biaya merupakan standar

untuk menentukan kebutuhan pengeluaran daerah.

Pendekatan penyusunan APBD pada masa orde baru menggunakan

pendekatan incrementalism dan line-item budget. Menurut Mardiasmo

(2002 : 168) bahwa incrementalism adalah suatu pendekatan yang

didasarkan pada perubahan satu atau lebih variabel yang bersifat umum,

seperti tingkat inflasi dan jumlah penduduk. Bila tingkat infalsi dan jumlah

penduduk meningkat, maka besar alokasi dana untuk tiap kegiatan yang

sudah tertentu meningkat dari besar alokasi semula. Sedangkan line-item

Page 12: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

44

budget adalah suatu perencanaan anggaran yang didasarkan atas “pos

anggaran” yang telah ada sebelumnya.

Perbedaan mendasar dari proses penyusunan APBD di era otonomi daerah

dan pada masa orde baru yaitu bahwa APBD di era otonomi daerah disusun

melalui mekanisme bottom up melalui musyawarah rencana pembangunan

(musrenbang) mulai dari tingkat kelurahan/desa, kecamatan sampai dengan

tingkat kota/kabupaten yang selanjutnya ditetapkan melalui peraturan

daerah menjadi APBD. Selain itu APBD di era otonomi daerah disusun

berdasarkan kemampuan daerah masing-masing, tidak berdasarkan plafon

anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Pada masa orde baru mekanisme yang digunakan dalam penyusunan APBD

bersifat top down yaitu APBD disusun berdasarkan plafon anggaran yang

telah ditetapkan dari pemerintah pusat kemudian diuraikan ke tingkat

provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Walaupun pada masa orde baru juga

ada rakorbang (rapat koordinasi pembangunan) yang dimulai dari tingkat

desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan pusat, namun

pelaksanaan rakorbang tersebut dimulainya dari tingkat pusat terlebih

dahulu kemudian berlanjut ke tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.

2.1.3 Peranan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam

Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada

Page 13: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

45

dan membentuk suatu kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor

swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah

tersebut (Arsyad, 2004:298).

Indikator makro ekonomi untuk mengukur tingkat keberhasilan

pembangunan ekonomi daerah salah satunya dengan pendekatan Laju

Pertumbuhan Ekonomi (LPE). LPE dihitung dengan cara membandingkan

pendapatan daerah dari tahun ke tahun. Sedangkan pendapatan daerah

dibentuk dari belanja pemerintah daerah (APBD), belanja swasta (investasi),

dan selisih ekspor impor daerah. Belanja pemerintah daerah itu sendiri

terdiri dari belanja aparatur (rutin) dan belanja Publik (pembangunan).

Daerah yang mempunyai LPE tinggi maka akan berimplikasi pada

penyerapan tenaga kerja daerah yang tinggi pula. Setiap kenaikan LPE 1 %

diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 120.000 orang.

Selanjutnya setiap orang yang sudah bekerja dengan sendirinya

pendapatannya akan meningkat yang pada akhirnya tingkat kesejahteraan

mereka juga ikut meningkat pula.

2.1.4 Kebijakan Fiskal

Menurut Nopirin (2000), kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi

dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik

dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dari sisi

pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada

Page 14: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

46

ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat

akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.

Sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta

menurunkan output industri secara umum.

Pada prinsipnya Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiskal lebih besar

pengaruhnya terhadap output daripada kebijakan moneter. Hal ini

didasarkan atas pendapatnya bahwa, pertama elastisitas permintaan uang

terhadap tingkat bunga kecil sekali (extrim-nya nol) (Nopirin, 2000).

Menurut Keynes (dalam Nopirin, 2000), dari sudut ekonomi makro maka

kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua yaitu Kebijakan Fiskal

Ekspansif dan Kebijakan Fiskal Kontraktif. Kebijakan Fiskal Ekspansif

adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi

perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan

dan pengeluaran pemerintah, pada saat munculnya kontraksional gap.

Konstraksional gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (YF) lebih

tinggi dibandingkan dengan output Actual ( Y1). Pada saat terjadi

kontraksional gap ini kondisi perekonomian ditandai oleh tingginya tingkat

pengangguran dimana Uactual>Ualamiah.

Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara

menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini

bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

47

kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada

pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika

perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas

(overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. pada saat munculnya

ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi dimana output

potensial (Yf) lebih kecil dibandingkan dengan output Actual (Y1).

2.1.5 Inflasi

Inflasi didefinisikan dengan banyak ragam yang berbeda, tetapi semua

definisi itu mencakup pokok-pokok yang sama. Samuelson (2001)

memberikan definisi bahwa inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi

kenaikan tingkat harga umum, baik barang-barang, jasa-jasa maupun faktor-

faktor produksi.

Dari definisi tersebut mengindikasikan keadaan melemahnya daya beli yang

diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu

negara. Sementara definisi lain menegaskan bahwa inflasi terjadi pada saat

kondisi ketidakseimbangan (disequilibrium) antara permintaan dan

penawaran agregat, yaitu lebih besarnya permintaan agregat daripada

penawaran agregat. Dalam hal ini tingkat harga umum mencerminkan

keterkaitan antara arus barang atau jasa dan arus uang. Bila arus barang

lebih besar dari arus uang maka akan timbul deflasi, sebaliknya bila arus

uang lebih besar dari arus barang maka tingkat harga akan naik dan terjadi

inflasi.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

48

Secara umum, inflasi menyebabkan turunnya daya beli dari nilai uang

terhadap barang-barang dan jasa, besar kecilnya ditentukan oleh elastisitas

permintaan dan penawaran akan barang dan jasa. Faktor lain yang juga turut

menentukan fluktuasi tingkat harga umum diantaranya adalah kebijakan

pemerintah mengenai tingkat harga, yaitu dengan mengadakan kontrol

harga, pemberian subsidi kepada konsumen dan lain sebagainya.

Dari definisi yang ada tentang inflasi dapatlah ditarik tiga pokok yang terkandung

di dalamnya Samuelson (2001), yaitu :

1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti

mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau

naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan

kecenderungan yang meningkat.

2. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus menerus, bukan terjadi pada

suatu waktu saja.

3. Mencakup tingkat harga umum (general level of prices) yang berarti

tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada satu atau beberapa

komoditi saja.

Menurut Rahardja dan Manurung (2004) suatu perekonomian dikatakan telah

mengalami inflasi jika tiga karakteristik berikut dipenuhi, yaitu :

1. terjadi kenaikan harga,

2. kenaikan harga bersifat umum,

3. berlangsung terus- menerus.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

49

Menurut Rahardja dan Manurung (2004), ada beberapa indikator yang dapat

digunakan untuk mengetahui apakah suatu perekonomian sedang dilanda inflasi

atau tidak. Indikator tersebut diantaranya :

1. Indeks Harga Konsumen (IHK) IHK adalah indeks harga yang paling

umum dipakai sebagai indikator inflasi. IHK mempresentasikan harga

barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam suatu periode

tertentu.

2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) IHPB mertupakan indikator

yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang

diperdagangkan pada tingkat produsen di suatu daerah pada suatu periode

tertentu. Jika pada IHK yang diamati adalah barang-barang akhir yang

dikonsumsi masyarakat, pada IHPB yang diamati adalah barang-barang

mentah dan barang-barang setengah jadi yang merupakan input bagi

produsen.

3. GDP Deflator Prinsip dasar GDP deflator adalah membandingkan antara

tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil.

2.2 Pertumbuhan Ekonomi

Boediono (1998) menyatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi adalah proses

kenaikan output dalam jangka panjang. Pemakaian indikator pertumbuhan

ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama, misalnya sepuluh,

duapuluh, limapuluh tahun atau bahkan lebih. Pertumbuhan ekonomi akan

terjadi apabila ada kencenderungan yang terjadi dari proses internal

Page 18: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

50

perekonomian itu, artinya harus berasal dari kekuatan yang ada di dalam

perekonomian itu sendiri. Untuk mengetahui apakah suatu perekonomian

mengalami pertumbuhan, harus dipertimbangkan PDRB riil satu tahun

(PDRBt) dengan PDRB riil tahun sebelumnya (PDRBt-1), atau dapat di

formulasikan sebagai berikut:

Dimana:

Yit = Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/kota i, tahun

PDRBti = PDRB ADHK kabupaten/kota i tahun t

PDRBto = PDRB ADHK kabupaten/kota i tahun t

PDRB = PDRB ADHK kabupaten/kota i tahun t-1

Pengukuran akan kemajuan sebuah perekonomian memerlukan alat ukur yang

tepat, betapa alat pengukur pertumbuhan ekonomi antara lain yaitu Boediono

(1998):

a. Produk Domestik Bruto (PDRB)

Produk Domestik Bruto (PDB) atau di tingkat regional disebut dengan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu jumlah barang atau jasa

yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam jangka 1 (satu) tahun dan

dinyatakan dalam harga pasar. Baik PDB maupun PDRB adalah ukuran

yang global sifatnya, dan keduanya ini bukan merupakan alat ukur yang

sesuai, karena belum dapat mensejahterakan penduduk yang

sesungguhnya, padahal kesejahteraan harus dimiliki oleh setiap negara

maupun daerah yang bersangkutan.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

51

b. Produk Domestik Perkapita/Pendapatan perkapita

Produk Domestik Bruto Perkapita atau Produk Domestik Regional Bruto

perkapita pada skala yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan suatu

daerah yang lebih baik karena dapat mencerminkan kesejahteraan

penduduk suatu negara maupun daerah yang bersangkutan dari pada nilai

PDB atau PDRB saja. Produk Domestik Bruto Perkapita baik di tingkat

nasional maupun di daerah adalah jumlah PDB nasional atau PDRB suatu

daerah dibagi dengan jumlah penduduk di negara maupun di daerah yang

bersangkutan, atau dapat disebut sebagai PDB atau PDRB rata-rata.

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu negara, melalui perubahan yang

dilakukannya terhadap struktur ekonomi, secara potensial mempengaruhi

distribusi pendapatan. Secara empiris berdasarkan data antar negara (cross-

section), Kuznets (1995) mempelopori penelitian mengenai hubungan antara

pertumbuhan ekonomi dengan ketidakmerataan pendapatan. Simon Kuznets

menemukan adanya suatu hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan

ketidakmerataan pendapatan, yang kemudian lebih dikenal sebagai hipotesa

“inverted U-curve”. Hipotesa tersebut menyatakan bahwa ketidakmerataan

pendapatan dalam suatu negara meningkat pada tahap-tahap awal

pertumbuhan ekonominya, cenderung tidak berubah pada tahap menengah,

dan terus menurun ketika negara tersebut menjadi sejahtera.

Hipotesa Kuznets bersandar pada asumsi bahwa terdapat dua sektor ekonomi

dalam suatu negara, yaitu sektor tradisional (daerah perdesaan dengan sektor

pertanian) dengan pendapatan per kapita dan ketidakmerataan pendapatan

Page 20: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

52

yang rendah dan sektor modern (daerah perkotaan dengan sektor industri dan

jasa-jasa) dengan pendapatan per kapita dan ketidakmerataan pendapatan

yang tinggi. Akibatnya terjadi migrasi tenaga kerja dari sektor tradisional ke

sektor modern yang meningkatkan ketidakmerataan pendapatan di negara

tersebut.

Kuznets juga menekankan terjadinya perubahan struktural dalam

pembangunan ekonomi, dimana dalam prosesnya sektor industri dan jasa-jasa

cenderung berkembang dan terjadi pergeseran dari sektor tradisional ke sektor

modern. Selama masa transisi tersebut, produktivitas dan upah tenaga kerja di

sektor modern lebih tinggi daripada sektor tradisional, sehingga pendapatan

per kapita yang diharapkan juga lebih tinggi, akibatnya ketidakmerataan

pendapatan antara kedua sektor tersebut meningkat pada awal-awal

pembangunan.

Kesahihan hipotesa “inverted U-curve” membawa implikasi bahwa jika suatu

negara berada pada tahap-tahap awal pembangunan, pertumbuhan ekonomi

akan lebih meningkatkan ketidakmerataan pendapatan sehingga pengurangan

kemiskinan akan memakan waktu yang lebih lama (Adams, 2004). Karenanya

hipotesa ini sangat kontroversial dan menjadi bahan perdebatan,

mempengaruhi pemikiran, dan penelitian selanjutnya mengenai hubungan

antara pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan pendapatan. Penelaahan

terhadap penelitian-penelitian selanjutnya juga menjadi sangat menarik

karena begitu beragamnya kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari

Page 21: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

53

berbagai penelitian tersebut, ada yang hasilnya mendukung penuh hipotesa

“inverted U-Curve” (Oshima, 1962). Mendukung sebagian (Ahluwalia, 1976a

dan 1976b) ataupun menolaknya sama sekali (Deininger dan Squire, 1996).

Berikut penulis sampaikan uraian singkat mengenai hasil-hasil dari ketiga

penelitian tersebut.

Oshima (1962), menggunakan data pendapatan keluarga di Malaysia (1957-

1958), srilanka (1952-1958), India (1952) dan Jepang (1958-1959), sebagai

referensi penelitiannya di Asia. Setelah menganalisa distribusi quantile dari

pendapatan personal, ia mendukung secara penuh berlakunya hipotesa

“inverted U-curve)”.

Penelitian yang dilakukan oleh Ahluwalia (1976), yaitu dengan sampel 60

negara (40 negara berkembang, 14 negara maju, dan 6 negara sosialis) dan

menggunakan analisis regresi multivariabel untuk mengestimasi hubungan

lintas negara antara share income dari masing-masing group persentil yang

berbeda dengan variabel terpilih yang mencerminkan proses pembangunan

yang mungkin mempengaruhi distribusi pendapatan (pendapatan per kapita),

sebagian hasilnya mendukung hipotesa “inverted U-Curve”. Dalam

kesimpulannya, Ahluwalia menyatakan bahwa pada tingkat pembangunan

tertentu, suatu laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak selalu

mengakibatkan bertambah besarnya ketidakmerataan pendapatan dan terdapat

fakta yang dapat disesuaikan bahwa hubungan antara pendapatan per kapita

Page 22: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

54

(dalam logaritma) dengan ketidakmerataan pendapatan (persentil 20%

tertinggi) mengikuti hipotesa “inverted U-Curve”.

Dengan menggunakan set data panel yang lebih baik yang kemudian menjadi

referensi standar bagi beberapa penelitian lainnya, yaitu melibatkan 682

observasi (108) negara dengan 65 persennya diperoleh dari sumber utama

(sekitar 50 persen dari lembaga nasional resmi statistik dan 15 persen dari

lembaga-lembaga internasional yang bereputasi baik) dan 35 persen dari

sumber utama yang telah dikutip oleh sumber kedua yang dapat dipercaya,

Deinenger dan Squire (1996) melakukan serangkaian test yang hasilnya

mengkonfirmasikan bahwa tidak ada hubungan yang sistematik antara

pertumbuhan ekonomi dengan ketidakmerataan pendapatan, ini berarti

menolak sama sekali hipotesa “inverted U-Curve” dari Kuznets.

Penelitian tersebut diatas dilakukan dengan menggunakan pendekatan data

panel internasional (bukan negara tunggal), sehingga apapun hasil

penelitiannya, baik yang mendukung penuh hipotesa “inverted U-curve”,

mendukung sebagian, maupun menolaknya sama sekali, harus ditanggapai

secara hati-hati. Hal ini terutama sekali karena data distribusi pendapatan

antar negara, betapapun comparabelnya, kemungkinan besar tetap tidak bisa

dibandingkan sebagai akibat adanya perbedaan konsep pendekatan

pendapatan/pengeluaran dalam penghitungan ketidakmerataan pendapatan,

perbedaan unit populasi, dan cakupan survei. Galbraith dan Kum,

memperlihatkan hal tersebut ketika membahas beragamnya hasil-hasil

Page 23: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

55

penelitian yang menggunakan data penelitian Deininger dan Squire.

Deinenger dan Squire (1996), juga meringkaskan model yang biasanya

digunakan untuk menguji berlakunya hipotesa “inverted U-curve” dari

Kuznets. Model tersebut adalah:

ln I it = 1 + ln Yit + 2 (ln Yit) 2 + i + it

dimana :

I it = ukuran ketidakmerataan untuk negara ke-i tahun ke-t

Yit = ukuran pertumbuhan ekonomi untuk negara ke-i tahun ke-t

i = common/fixed/random effect untuk negara ke-i

it = disturbance term

Pengujian dilakukan terhadap 1 dan 2 . Kriteria bagi hasil pengujian yang

didapatkan adalah sebagai berikut:

1. Jika 1 > 0 dan 2 < 0 (1 > 2), berlaku hipotesa “inverted U-

curve” dari Kuznets (Gambar 15 Panel A).

2. Jika 1 < 0 dan 2 < 0 (1 > 2), data yang diperoleh kemungkinan

berasal dari porsi bagian bawah “inverted U-curve)” (gambar 15

Panel B).

Gambar 15. Bentuk-bentuk “inverted U-curve” menurut nilai parameter

1 dan 2 (Deinenger dan Squire, 1996)

(A) (B)

Sumber : Deinenger dan Squire (1996)

Page 24: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

56

Perkembangan terakhir dari penelitian-penelitian mengenai pembangunan

ekonomi, juga tidak lagi berfokus pada berlaku atau tidaknya hipotesa

“inverted U-curve” dari Kuznets, tapi lebih kepada pengaruh positif

pertumbuhan ekonomi terhadap pengurangan kemiskinan dengan

kemungkinan terjadi trade-off peningkatan ketidakmerataan pendapatan. Ini

berarti terdapat hubungan korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi

dengan ketidakmerataan pendapatan. Beberapa penelitian tersebut dilakukan

dengan fokus negara tunggal, diantaranya oleh Ravallion dan Datt (1997),

Wodon (1999), dan Lin (2003).

Dengan menggunakan data time series (1951-1991), Ravallion dan Datt,

melakukan penelitian di India mengenai dampak pertumbuhan ekonomi

sektoral dan migrasi dari desa ke kota terhadap kemiskinan di daerah

perkotaan dan di daerah perdesaan. Sebagai pendekatan pendapatan per

kapita, digunakan jumlah produk domestik (GDP) riil per kapita. Sedangkan

indikator ketidakmerataan pendapatan menggunakan indeks Gini yang

dihitung berdasarkan konsumsi per kapita. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa selama periode tersebut, rata-rata pendapatan per kapita meningkat.

Sedangkan pada saat yang sama, untuk tingkat ketidakmerataan pendapatan

terjadi kecendrungan penurunan. Dalam penelitiannya mengenai kemiskinan

di daerah perdesaan di Republik Rakyat China (RRC), dengan menggunakan

data time series yang terdiri dari data pendapatan bersih per kapita, indeks

Gini, dan berbagai ukuran kemiskinan serta dengan mengasumsikan bahwa

distribusi pendapatan mengikuti pola distribusi log normal dan dengan

Page 25: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

57

melakukan dekomposisi indeks pengurangan kemiskinan menurut pendapatan

per kapita dan ketidakmerataan pendapatan. Lin (2003) menemukan fakta

bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi di RRC antara tahun 1985 dan

2001 selain mengurangi kemiskinan juga meningkatkan ketidakmerataan

yang pada akhirnya mengurangi efektivitas pengurangan kemiskinan.

Wodon (1999), dengan menggunakan spesifikasi model data panel dalam

bentuk log-log dan melibatkan 70 observasi secara nasional (30 observasi

untuk daerah perkotaan dan 40 untuk daerah perdesaan) selama periode tahun

1983-1996, juga melakukan penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi,

kemiskinan dan ketidakmerataan baik secara nasional maupun menurut

daerah perkotaan dan daerah perdesaan di Bangladesh. Untuk

menggambarkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan

ketidakmerataan, Wodon mengajukan model.

Log Gkt = + LogWkt + k + kt

Dimana:

Gkt : Indeks Gini untuk area ke k-periode ke t,

Wkt : rata-rata tingkat konsumsi (welfare ratio) untuk area ke k-periode

ke t,

I : fixed/random effect untuk area ke-k

kt : disturbance term

Berdasarkan hasil penelitiannya, Wodon (1999) menyimpulkan bahwa

terdapat hubungan korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dengan

Page 26: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

58

ketidakmerataan pendapatan baik secara nasional maupun di daerah

perkotaan dimana nilai estimasi parameternya untuk daerah perkotaan lebih

besar daripada secara nasional. Sedangkan untuk daerah perdesaan tidak

terdapat hubungan yang sistematik antara pertumbuhan ekonomi dengan

ketidak merataan pendapatan.

Telaah terhadap penelitian-penelitian seperti yang telah penulis uraikan

sebelumnya adalah berkaitan dengan pengaruh pertumbuhan ekonomi

terhadap ketidakmerataan pendapatan yang menjadi salah satu tujuan

penelitian ini. Bagaimana hasil-hasil penelitian mengenai pengaruh

ketidakmerataan pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi, berikut penulis

sampaikan uraian singkatnya.

Ketidakmerataan pendapatan yang telah diterima oleh berbagai kelompok

masyarakat (kondisi awal), dalam jangka panjang akan mengakibatkan

terjadinya ketimpangan dalam distribusi kekayaan. Ketimpangan ini

mendorong terjadinya perbedaan baik dalam kepemilikan aset dan tabungan

masyarakat (investasi) serta status sosial-politik, bahkan dapat mendorong

terjadinya ketidakstabilan politik. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan

menunjukkan adanya pengaruh dari ketidakmerataan ini terhadap

pertumbuhan ekonomi, diantaranya seperti yang dilakukan oleh Alesina dan

Rodrik (1994). Alesina dan Perotti (1996), dan Chambers (2003).

Page 27: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

59

Alesina dan Rodrik (1994), melakukan penelitian mengenai pengaruh dari

ketidakmerataan pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui

ekonomi politik, yaitu dengan menggunakan indeks Gini pendapatan dan

kepemilikan tanah sebagai dua indikator ketidakmerataan. Hasilnya

ketidakmerataan pendapatan dan kepemilikan telah mempunyai korelasi

negatif dengan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain ketidakmerataan

pendapatan dan kepemilikan tanah yang semakin membesar akan mengurangi

laju pertumbuhan ekonomi selanjutnya.

Alesian dan Perotti (1996), meneliti pengaruh ketidamerataan pendapatan

terhadap pertumbuhan ekonomi melalui ketidakstabilan politik dan investasi

yang menyimpulkan bahwa ketidakmerataan pendapatan meningkatkan

ketidakstabilan politik dan pada gilirannya menurunkan investasi

konsekuensinya, ketidakmerataan pendapatan dengan investasi mempunyai

hubungan korelasi yang negatif. Karena investasi adalah pendorong utama

dari pertumbuhan ekonomi, maka peningkatan ketidakmerataan pendapatan

akan menurunkan laju pertumbuhan ekonomi selanjutnya.

Chambers (2003), meneliti hubungan antara ketidakmerataan pendapatan,

investasi dan pengeluaran pemerintah dan pengaruhnya terhadap

pertumbuhan ekonomi. Hasilnya adalah bahwa tanpa investasi dan atau

pengeluaran pemerintah yang cukup, ketidakmerataan pendapatan yang lebih

tinggi justru meningkatkan pertumbuhan ekonomi selanjutnya. Akan tetapi,

jika investasi dan atau pengeluaran pemerintah adalah hal yang substansial,

Page 28: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

60

ketidakmerataan pendapatan yang lebih tinggi boleh jadi mengurangi

pertumbuhan ekonomi selanjutnya.

Laju Pertumbuhan Ekonomi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang

menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Indikator ini biasanya

digunakan untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan

suatu daerah periode waktu tertentu. Dengan demikian indikator ini dapat

pula dipakai untuk menentukan arah kebijakan pembangunan yang akan

datang. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan

perekonomian, dan sebaliknya.

2.3 Kesejahteraan Masyarakat

Arsyad (2004 : 25-38) mengatakan bahwa dari aspek ekonomi dan sosial,

kesejahteraan masyarakat diantaranya dapat diukur dengan pendekatan

pendapatan per kapita (PDRB per kapita) per tahun dan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM).

2.3.1 Pendapatan per Kapita

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia kesejahteraan mengandung arti

hal atau keadaan sejahtera, keamanan, keselamatan, ketentraman. Sejahtera

itu sendiri mempunyai arti aman, sentosa, dan makmur, selamat (terlepas dari

segala macam gangguan).(Pusat Bahasa Depdiknas, 2005).

Menurut Adi (2003 : 41) kesejahteraan masyarakat atau sering disebut

kesejahteraan sosial adalah suatu kondisi (keadaan) yang digambarkan oleh

Page 29: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

61

suatu tatanan (tata kehidupan) yang seimbang antara kehidupan jasmani dan

rohani atau antara aspek material maupun spiritual.

Arsyad (2004 : 25-38) mengatakan bahwa dari aspek ekonomi dan sosial,

kesejahteraan masyarakat diantaranya dapat diukur dengan pendekatan

pendapatan per kapita (PDRB per kapita) per tahun dan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM). Kelemahan dari pendekatan pendapatan per kapita adalah

diabaikannya distribusi pendapatan.

Berdasarkan ketentuan World Bank bahwa pendapatan penduduk untuk

memenuhi kebutuhan dasar kehidupan mereka adalah USD $ 1 atau setara

dengan Rp. 10.000 per hari (Sumardjo, 2006 : 25). Namun demikian,

pendapatan penduduk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan

per kapita yang diperoleh dari PDRB per kapita. Pilihan ini didasarkan pada

argumentasi bahwa data PDRB per kapita mudah diakses dan PDRB per

kapita dapat dijadikan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan

masyarakat di daerah tersebut.

2.3.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang telah

dikembangkan oleh United Nations for Development Program (UNDP)

sejak tahun 1990 merupakan indeks komposit yang merupakan gabungan

dari tiga dimensi pokok kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk

Page 30: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

62

yang terdiri dari dimensi ekonomi, dimensi sosial dan dimensi kesehatan

(Siregar, 2005 : 3).

Dimensi ekonomi perwujudannya adalah kehidupan yang layak (decent

living) yang diukur dengan pendekatan indikator pengeluaran perkapita riil

dan United Nations for Development Program (UNDP) menggunakan

indikator Pendapatan Domestik Bruto (PDB) riil (adjusted real GDP per

capita). Dimensi sosial perwujudannya adalah pengetahuan (knowledge)

dengan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Indikator

angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan

menulis, sedangkan indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan

menggunakan dua variabel secara simultan yaitu tingkat/kelas yang

sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.

United Nations for Development Program (UNDP) mengukur komponen

pendidikan dengan indikator partisipasi sekolah dasar, menengah dan tinggi

sebagai pengganti rata-rata lama sekolah yang secara global sulit diperoleh.

Sedangkan dimensi kesehatan perwujudannya yaitu umur panjang dan sehat

(longevity) dengan indikator angka harapan hidup saat lahir. Secara umum

komponen-komponen penyusun IPM dapat dijelaskan dalam Gambar 16.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

63

Gambar 16. Komponen-Komponen Penyusun Indeks Pembangunan

Manusia

Sumber : Siregar, 2005.

IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana

dari indeks harapan hidup (e0), indeks pendidikan (angka melek huruf dan

rata-rata lama sekolah), dan indeks standar hidup layak.

Komponen IPM adalah usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge),

dan standar hidup layak (decent living). Usia hidup diukur dengan angka

harapan hidup atau e0 yang dihitung menggunakan metode tidak langsung

(metode Brass, varian Trussel) berdasarkan variabel rata-rata anak lahir

hidup dan rata-rata anak yang masih hidup.

Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata

lama sekolah yang dihitung berdasarkan data Susenas Kor. Sebagai catatan,

DIMENSI : Umur Panjang

dan Sehat

Pengetahuan Kehidupan

yang Layak

INDIKATOR :

Angka Haparan

Hidup Saat Lahir

Angka

Melek

Huruf

Pengeluaran

Perkapita Rill

INDEKS

DIMENSI :

Indeks Harapan

Hidup Indeks

Pendidikan

Indeks

Pendapatan

Rataan

Lama

Sekolah

IPM

Page 32: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

64

United Nations for Development Program (UNDP) dalam publikasi tahunan

Human Development Research (HDR) sejak 1995 menggunakan indikator

partisipasi sekolah dasar, menengah, dan tinggi sebagai pengganti rata-rata

lama sekolah karena sulitnya memperoleh data rata-rata lama sekolah secara

global.

Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca

dan menulis, sedangkan indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan

menggunakan dua variabel secara simultan, yaitu tingkat/kelas yang

sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.

Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi

riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, United Nations for

Development Program (UNDP) menggunakan indikator PDB per kapita riil

yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran

komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik

untuk keperluan perbandingan antar negara.

Penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan

dilakukan melalui tahapan pekerjaan sebagai berikut :

1. Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari Susenas Modul (=A) .

2. Mendeflasikan nilai A dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) ibukota

propinsi yang sesuai (=B).

Page 33: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

65

3. Menghitung daya beli per unit/ purchasing power parity (=PPP/unit).

Metode penghitungan sama seperti metode yang digunakan International

Comparison Project (ICP) dalam menstandarkan nilai PDB suatu

negara.

4. Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C).

5. Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson sebagai upaya untuk

memperkirakan nilai marginal utility dari C.

Penghitungan purchasing power parity (PPP/unit) dilakukan dengan rumus :

E ( i, j )

j

PPP / unit = --------------------------------------

(p( 9, j ) . q ( i,,j )

J

dimana,

E( i, j ) : pengeluaran untuk komoditi j di propinsi ke-i

P( 9, j ) : harga komoditi j di Provinsi

q( i,,j ) : jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di propinsi ke-i

Unit kuantitas rumah dihitung berdasarkan indeks kualitas rumah yang

dibentuk dari tujuh komponen kualitas tempat tinggal yang diperoleh dari

Susenas Kor. Ketujuh komponen kualitas yang digunakan dalam

penghitungan indeks kualitas rumah diberi skor sebagai berikut :

Page 34: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

66

Tabel 7.

Komponen Kualitas yang digunakan dalam Penghitungan Indeks

Kualitas Rumah

Komponen Kualitas Skor

A B A B

Lantai Keramik marmer atau granit Lainnya 1 0

Luas lantai per kapita > 10 m2 Lainnya 1 0

Dinding Tembok Lainnya 1 0

Atap Kayu/sirap, beton Lainnya 1 0

Fasilitas penerangan Listrik Lainnya 1 0

Fasilitas air minum Leding Lainnya 1 0

Jamban Milik sendiri Lainnya 1 0

Catatan : Skor awal untuk setiap rumah = 1

Sumber : Siregar, 2005

Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh

suatu rumah tinggal dan bernilai antara 1 sampai dengan 8. Kuantitas dari

rumah yang dikonsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas

Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu

rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kuantitas

rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75

unit.

Perlu dicatat bahwa sewa rumah, bensin dan air minum merupakan komoditi

baru dalam penghitungan purchasing power parity (PPP/unit). Ketiga

komoditi tersebut tidak diperhitungkan dalam penghitungan PPP/unit

sebagaimana disajikan dalam publikasi BPS sebelumnya (1996). Karena

perbedaan ini maka IPM dalam publikasi tersebut tidak dapat dibandingkan

dengan IPM dalam publikasi ini.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

67

Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil

secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

C (i)* = C(i) jika C(i) < Z

= Z + 2(C(i) – Z) (1/2)

jika Z < C(i) < 2Z

= Z + 2(Z) (1/2)

+ 3(C(i) – 2Z) (1/3)

jika 2Z < C(i) < 3Z

= Z + 2(Z) (1/2)

+ 3(Z) (1/3)

+4(C(i) – 3Z) (1/4)

jika 3Z < C(i) < 4Z

di mana,

CC(I)=

Konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit

(hasil tahapan 5) Z = Threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai

batas kecukupan yang dalam laporan ini nilai Z ditetapkan secara

arbiter sebesar Rp 547.500,- per kapita setahun, atau Rp 1.500,- per

kapita per hari.

Skala indeks IPM adalah antara 0 sampai 100. Indeks IPM sampai dengan

kurang dari 50 menunjukkan IPM rendah, indeks IPM antara 50 sampai

dengan 65 menggambarkan IPM menengah rendah, indeks IPM antara 65

sampai dengan 80 menggambarkan IPM menengah tinggi dan indeks IPM

di atas 80 menunjukkan IPM tinggi.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang alokasi belanja publik untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pernah dilakukan oleh Cardiman (2006) dengan subjek

penelitiannya adalah masyarakat kota Bekasi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa Belanja aparatur dan belanja publik (APBD) Kota Bekasi berpengaruh

signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia kota Bekasi dan

pengaruhnya bersifat positif. Selain itu, Berutu (2009) juga melakukan

penelitian tentang pengaruh APBD terhadap pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Dairi. Hasil penelitiannya adalah pengeluaran rutin dan

pengeluaran pembangunan mempunyai pengaruh yang positif terhadap

Page 36: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

68

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Dairi. Nilai R2 sebesar 0,8434

menggambarkan bahwa variabel bebas (pengeluaran rutin dan pengeluaran

pembangunan) yang secara bersama-sama mampu memberikan penjelasan

terhadap variabel terikat (pertumbuhan ekonomi/PDRB) sebesar 84,34%

sedangkan sisanya sebesar 15,66% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

dimasukkan dalam model penelitian tersebut.

Kemudian Kusreni dan Suhab (2009) juga melakukan penelitian tentang

kebijaksanaan APBD dan kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Sulawesi

Selatan. Hasil penelitian tersebut yaitu kapasitas fiskal berhubungan positif

dan berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat

Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, alokasi belanja modal

berhubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan

masyarakat Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, pembiayaan daerah

berhubungan negatif dan tidak signifikan berpengaruh terhadap kesejahteraan

masyarakat Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, kesejahteraan

masyarakat Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan secara signifikan

ditentukan oleh 23,1% variabel-variabel kebijaksanaan APBD, selebihnya

76,9% ditentukan oleh variabel-variabel lainnya di luar model, dan kapasitas

fiskal berpengaruh lebih besar terhadap kesejahteraan masyarakat daripada

alokasi belanja modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

Sedangkan Widodo, Waridin, dan Maria (2011) yang melakukan penelitian

tentang analisis pengaruh pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan

kesehatan terhadap pengentasan kemiskinan melalui peningkatan

Page 37: BAB II LANDASAN TEORIfeb.unila.ac.id/wp-content/uploads/BAB-II-PENGARUH... · 2018. 4. 12. · Standar Analisis Belanja (SAB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan beban

69

pembangunan manusia di Provinsi Jawa Tengah mengungkapkan bahwa

alokasi pengeluaran pemerintah sektor publik tidak secara langsung

mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia ataupun kemiskinan, namun

secara bersama-sama (simultan) pengeluaran sektor publik dan Indeks

Pembangunan Manusia dapat mempengaruhi kemiskinan.