32
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia Kalimat yang biasanya kita gunakan sehari-hari adalah kalimat tunggal tetapi tidak selamanya berupa kalimat tunggal. Demi keefisienan, adakalanya orang menggabungkan beberapa pernyataan ke dalam satu kalimat. Dari penggabungan kalimat tersebut maka terdapat struktur kalimat yang didalamnya terdapat beberapa kalimat dasar. “Struktur kalimat yang didalamnya terdapat dua kalimat dasar atau lebih disebut kalimat majemuk” (Sugono, 1999). Penjelasan ini sejalan dengan penjelasan yang terdapat di dalam kamus dan para ahli : Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005 : 495) menyatakan bahwa : kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih yang dipadukan menjadi satu. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas (Kridalaksana : 1982). Jadi, penulis menyimpulkan bahwa kalimat majemuk merupakan kalimat yang memiliki dua klausa atau lebih. Dalam bahasa Indonesia, kalimat majemuk sering digunakan bersamaan dengan penggunaan kalimat tunggal atau kalimat monoklausa. Penggunaan kalimat majemuk dalam bahasa Indonesia digunakan untuk memperjelas hubungan antarbagian klausa dengan bagian klausa yang lainnya. Berkenaan dengan sifat hubungan klausa-klausa di dalam kalimat majemuk, maka dalam hal ini kalimat majemuk dapat dibedakan dalam tiga Universitas Sumatera Utara

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39430/4/Chapter II.pdf · sebagai kalimat tunggal, unsur konjungsi, dan urutan unsurnya. 1

  • Upload
    hanhi

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

2.1.1 Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia

Kalimat yang biasanya kita gunakan sehari-hari adalah kalimat tunggal

tetapi tidak selamanya berupa kalimat tunggal. Demi keefisienan, adakalanya

orang menggabungkan beberapa pernyataan ke dalam satu kalimat. Dari

penggabungan kalimat tersebut maka terdapat struktur kalimat yang didalamnya

terdapat beberapa kalimat dasar. “Struktur kalimat yang didalamnya terdapat dua

kalimat dasar atau lebih disebut kalimat majemuk” (Sugono, 1999). Penjelasan ini

sejalan dengan penjelasan yang terdapat di dalam kamus dan para ahli :

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005 : 495) menyatakan bahwa : kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih yang dipadukan menjadi satu. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas (Kridalaksana : 1982). Jadi, penulis menyimpulkan bahwa kalimat majemuk merupakan kalimat

yang memiliki dua klausa atau lebih.

Dalam bahasa Indonesia, kalimat majemuk sering digunakan bersamaan

dengan penggunaan kalimat tunggal atau kalimat monoklausa. Penggunaan

kalimat majemuk dalam bahasa Indonesia digunakan untuk memperjelas

hubungan antarbagian klausa dengan bagian klausa yang lainnya.

Berkenaan dengan sifat hubungan klausa-klausa di dalam kalimat

majemuk, maka dalam hal ini kalimat majemuk dapat dibedakan dalam tiga

Universitas Sumatera Utara

macam, yaitu : kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat dan kalimat

majemuk campuran.

2.1.2 Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat ialah kalimat yang terjadi atas beberapa

kalimat tunggal yang kedudukannya tidak setara/ sederajat, yakni yang satu

menjadi bagian yang lain (Chaer, 1994 : 244). Klausa yang satu merupakan induk

kalimat, dan klausa yang lain merupakan anak kalimat. Kedua klausa itu biasanya

dihubungkan dengan konjungsi subordinatif, seperti kalau, ketika, meskipun,

supaya, jika, sehingga, dan karena.

Kalimat majemuk bertingkat sesungguhnya berasal dari sebuah kalimat

tunggal. Bagian dari kalimat tunggal tersebut kemudian diganti atau diubah

sehingga menjadi sebuah kalimat baru yang dapat berdiri sendiri.

Bagian kalimat majemuk bertingkat yang berasal dari bagian kalimat

tunggal yang tidak mengalami pergantian/ perubahan dinamakan induk kalimat,

sedang bagian kalimat majemuk yang berasal dari bagian kalimat tunggal yang

sudah mengalami penggantian/ peubahan dinamakan anak kalimat.

Contoh:

Ia datang kemarin. Kalimat tunggal tersebut ialah kalimat tunggal yang

mempunyai keterangan waktu: kemarin. Jika kata kemarin diganti/ diubah

menjadi kalimat yang dapat berdiri sendiri, yakni diubah/ diganti dengan kalimat:

ketika orang sedang makan, maka berubahlah kalimat tunggal tersebut menjadi

Universitas Sumatera Utara

kalimat majemuk bertingkat sebagai berikut: Ia datang, ketika orang sedang

makan.

Perkataan: ia datang (yang tidak pernah mengalami perubahan/ pergantian)

dinamai induk kalimat, sedang perkataan: ketika orang sedang makan (yang

mengubah/ mengganti kata kemarin) dinamai anak kalimat.

2.1.3 Pola Kalimat Majemuk Bertingkat

Induk Kalimat dan Anak Kalimat

Perbedaan kalimat dan anak kalimat dapat dilihat dari ciri kemandirian

sebagai kalimat tunggal, unsur konjungsi, dan urutan unsurnya.

1. Kemandirian sebagai Kalimat Tunggal

Pernyataan saya masuk dapat menjadi kalimat mandiri tanpa unsur ketika

mereka diam. Sebaliknya , unsur ketika mereka diam tanpa unsur saya masuk

tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat. Dengan kata lain, induk kalimat

mempunyai ciri dapat berdiri sebagai kalimat mandiri, sedangkan anak kalimat

tidak dapat berdiri sebagai kalimat tanpa induk kalimat.

2. Konjungsi

Konjungsi digunakan untuk menghubungkan anak kalimat dengan induk.

Dengan kata lain, anak kalimat ditandai oleh adanya konjungsi, sedangkan induk

kalimat tidak didahului konjungsi.

Contohnya :

Saya membaca buku ketika dia datang.

Universitas Sumatera Utara

Dalam kalimat di atas, saya membaca buku merupakan induk kalimat

(tidak didahului konjungsi ketika), sedangkan ketika dia datang merupakan anak

kalimat (didahului konjungsi ketika). Jika konjungsi dipindahkan di awal kalimat

itu, akan terjadi perubahan baik struktur maupun informasi / maknanya.

Ketika saya membaca buku, dia datang.

Setelah kata ketika dipindahkan ke bagian awal, unsur pertama ketika saya

membaca buku merupakan anak kalimat dan unsur kedua dia datang merupakan

induk kalimat. Gagassan utamanya adalah dia datang, sedangkan ketika saya

membaca buku menjadi keterangan waktu yang memberi penjelasan pada gagasan

utama dia datang. Jika anak kalimat mendahului induk kalimat, anak kalimat itu

harus dipisahkan dengan tanda koma dari induk kalimatnya karena di antara anak

kalimat dan induk kalimat itu tidak ada pembatasnya. Sebaliknya, jika anak

kalimat mengikuti induk kalimat, anak kalimat itu tidak dipisahkan tanda

komadari induk kalimat karena telah ada pembatasnya, yaitu konjungsi. Dengan

demikian, induk kalimat tidak diawali konjungsi, sedangkan anak kalimat diawali

konjungsi.

3. Urutan

Dari beberapa contoh kalimat bertingkat sebelumnya, bahwa anak kalimat

ada yang di depan induk kalimat dan ada pula yang di belakang induk kalimat.

Anak kalimat yang berfungsi sebagai keterangan mempunyai kebesan tempat,

kecuali anak kalimat akibat, didahului kata sehingga. Jika anak kalimat di depan

induk kalimat, anak kalimat itu harus dipisahkan dengan tanda koma (,) dari induk

kalimat.

Universitas Sumatera Utara

Contohnya :

(1) Dia mendirikan perusahaan itu ketika masih kuliah tingkat tiga.

Induk Kalimat Anak Kalimat

Anak kalimat yang menempati posisi di belakang induk kalimat itu dapat

ditempatkan di depan induk kalimat tanpa perubahan informasi yang pokok.

(2) Ketika masih kuliah tingkat tiga, dia mendirikan perusahaan itu.

Anak Kalimat Induk Kalimat

Pada contoh kalimat (1) adalah gagasan pokok, induk kalimat, sedangkan

pada kalimat (2) adalah unsur keterangan. Namun kedua unsur pola urutan itu

(Induk Kalimat – Anak Kalimat atau Anak Kalimat – Induk Kalimat) benar,

bergantung kepada pengguna bahasa untuk memilihnya.

2.1.4 Jenis Anak Kalimat

Berdasarkan perannya, anak kalimat dapat dibedakan atas beberapa jenis.

Peran anak kalimat terlihat dari jenis konjungsi yang mendahuluinya.

1. Anak Kalimat Keterangan Waktu

Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan waktu seperti

ketika, waktu, kala, tatkala, saat, sesaat, sebelum, sesudah, dan setelah. Satu

kalimat tunggal yang mandiri, setelah diawali konjungsi seperti itu, akan turun

derajatnya menjadi anak kalimat yang menyatakan waktu. Anak kalimat jenis ini

mempunyai hubungan yang renggang dari induk kalimat. Oleh karena itu, anak

kalimat ini dapat menempati posisi awal, akhir, di antara subjek dan predikat,

bahkan diantara predikat dan objek.

Universitas Sumatera Utara

Contohnya :

(1) Ketika memberikan keterangan, saksi itu meneteskan air mata.

Anak Kalimat

(2) Hadirin di ruang sidang itu terharu saat saksi menceritakan peristiwa itu.

Anak Kalimat

(3) Seorang pengunjung, tatkala saksi mengakhiri keterangannya, sempat

terisak-isak. Anak Kalimat

Anak Kalimat

(4) Hakim ketuaa menyatakan, setelah mempelajari dan mendengarkan semua

keterangan saksi, bahwa tertuduh tidak terlibat kasus itu.

Pada contoh kalimat (1), anak kalimat mendahului induk kalimat, terletak

di depan induk kalimat, sedangkan pada contoh kalimat (2), anak kalimat

mengikuti induk kalimat, terletak di belakang induk kalimat. Contoh kalimat (3)

menunjukkan bahwa anak kalimat terletak di antara subjek dan predikat serta

contoh kalimat (4) menunjukkan bahwa kalimat terletak di antara predikat dan

objek.

2. Anak Kalimat Keterangan Sebab

Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan hubungan

sebab, antara lain : sebab, karena, dan lantaran. Konjungsi itu mengawali anak

kalimat yang merupakan keterangan pada induk kalimat di dalam sebuah kalimat

majemuk subordinatif. Anak kalimat jenis ini mempunyai sifat seperti anak

kalimat keterangan waktu, yaitu dapat menempati posisi awal, akhir, atau di

Universitas Sumatera Utara

dalam induk kalimat di antara subjek dan predikat serta diantara predikat dan

objek.

Contohnya :

Anak Kalimat

(1) Karena banyak peminat, Pemerintah akan membangun lagi unit-unit

rumah susun.

Anak Kalimat

(2) Pembangunan rumah susun itu memerlukan penelitian sebab beberapa

unit rumah susun belum berpenghuni.

Anak Kalimat

(3) Adik Reni, karena akan ikut transmigrasi ke luar Pulau Jawa, mengikuti

pendidikan dan pelantikan kerja.

Anak Kalimat

(4) Dia menunggu, karena sampai hari ini belum ada panggilan, kepastian

keberangkatannya ke Saudi Arabia.

Pada contoh kalimat (1), anak kalimat terletak di depan induk kalimat, dan

pada contoh kalimat (2), anak kalimat terletak di belakang induk kalimat. Contoh

kalimat (3) menempatkan anak kalimat di dalam induk kalimat, yaitu di antara

subjek dan predikat, serta contoh kalimat (4) menunjukkan letak anak kalimat di

antara predikat dan objek.

3. Anak Kalimat Keterangan Akibat

Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan pertalian

akibat. Konjungsi itu, antara lain : hingga, sehingga, maka, akibatnya, dan

Universitas Sumatera Utara

akhirnya. Anak kalimat keterangan akibat hanya menempati posisi akhir, terletak

di belakang induk kalimat, seperti contoh di bawah ini :

Hujan turun berhari-hari sehingga banjir besar melanda kota itu.

Anak Kalimat

4. Anak Kalimat Keterangan Syarat

Anak kalimat jenis ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan pertalian

persyaratan. Konjungsi itu, antara lain : jika, kalau, apabila, andaikata dan

andaikan. Anak kalimat ini mempunyai kebebasan tempat, dapat menempati

posisi awal, akhir, di antara subjek dan predikat, serta diantara predikat dan objek.

Contohnya :

Anak Kalimat

(1) Jika ingin berrhasil dengan baik, Anda harus belajar dengan tekun.

Anak Kalimat

(2) Engkau tentu akan lulus tahun ini andaikata mau belajar dengan tekun.

Anak Kalimat

(3) Buku, apabila dibaca dengan cermat, akan memberikan ilmu pengetahuan

kepada kita.

Anak Kalimat

(4) Saya akan membaca, andaikata punya cukup waktu, semua buku di

perpustakaan ini.

Pada contoh kalimat (1), anak kalimat terletak di depan induk kalimat, dan

pada contoh kalimat (2), anak kalimat terletak di belakang induk kalimat. Contoh

kalimat (3) menunjukkan bahwa anak kalimat terletak di antara subjek dan

Universitas Sumatera Utara

predikat, serta contoh kalimat (4) menunjukkan bahwa anak kalimat di antara

predikat dan objek.

5. Anak Kalimat Keterangan Tujuan

Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan pertalian

tujuan. Konjungsi yang digunakan dalam anak kalimat jenis ini, antara lain :

supaya, agar, untuk, guna, dan demi. Anak kalimat ini juga mempunyai

kebebasan tempat, seperti terlihat pada contoh berikut :

Anak Kalimat

(1) Untuk membantu perkembangan Kantor Unit Desa, kita telah melakukan

berbagai usaha.

Anak Kalimat

(2) Koperasi perlu memiliki pemimpin yang tangguh guna menumbuhkan

kepercayaan masyarakat terhadap koperasi.

Anak Kalimat

(3) Pemimpin koperasi, supaya mendapat dukungan masyarakat, harus

mempunyai sifat demokratis.

Anak Kalimat

(4) Dia harus memberikan, demi memajukan koperasi, waktu yang cukup bagi

koperasi di bawah kepemimpinannya.

Contoh kalimat (1) mempunyai anak kalimat yang terletak pada posisi

awal, sedangkan contoh kalimat (2) mempunyai anak kalimat yang terletak pada

posisi akhir. Contoh kalimat (3) menunjukkan bahwa anak kalimat terletak di

Universitas Sumatera Utara

antara subjek dan predikat, serta contoh kalimat (4) menunjukkan bahwa anak

kalimat terletak di antara predikat dan objek.

6. Anak Kalimat Keterangan Cara

Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan pertalian cara.

Konjungsi yang menyatakan pertalian itu, antara lain : dengan dan dalam. Anak

kalimat keterangan cara ini mempunyai kebebasan tempat, seperti pada contoh

berikut :

Anak Kalimat

(1) Dengan menurunkan harga beberapa jenis BBM, kita berharap kegiatan

ekonomi tidak lesu lagi.

Anak Kalimat

(2) Kita berupaya meningkatkan ekspor nonmigas dalam mengatasi pemasaran

minyak yang terus menurun.

Anak Kalimat

(3) Kita, dalam menhadapi masa resesi ini, harus lebih berhati-hati.

Anak Kalimat

(4) Saksi itu menjelaskan, dengan menunjukkan barang bukti, peristiwa

penyelundupan barang-barang mewah.

Contoh kalimat (1) menunjukkan bahwa anak kalimat terletak pada posisi

awal dan contoh kalimat (2) menunjukkan bahwa anak kalimat terletak pada

posisi akhir. Pada contoh kalimat (3), anak kalimat terletak di antara subjek dan

Universitas Sumatera Utara

predikat, sedangkan pada contoh kalimat (4), anak kalimat terletak di antara

predikat dan objek.

7. Anak Kalimat Keterangan Pewatas

Anak kalimat ini menyertai nomina, baik nomina itu berfungsi sebagai

subjek, predikat maupun objek. Ciri penanda anak kalimat ini ialah konjungsi

yang atau kata penunjuk itu. Anak kalimat ini berfungsi sebagai pewatas nomina.

Contohnya :

Anak Kalimat

(1) Perusahaan yang ingin mengajukan kredit harus mempunyai jaminan.

Anak Kalimat

(2) Orang membawa tas itu direktur kami.

Anak Kalimat

(3) Dia direktur yang baru dilantik seminggu yang lalu.

Anak Kalimat

(4) Direktur baru itu ingin memperluas perubahan yang nyaris gulung tikar

sebulan yang lalu.

Anak Kalimat

(5) Dia kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber kehidupan keluarganya.

Anak Kalimat

(6) Dia akan pindah ke rumah yang terletak di ujung jalan itu.

Pada contoh kalimat (1), anak kalimat mewatasi nomina subjek

(perusahaan). Anak kalimat itu menggunakan konjungsi yang. Pada contoh

Universitas Sumatera Utara

kalimat (2), anak kalimat memberi pewatas nomina subjek (orang), tetapi tidak

digunakan konjungsi yang. Sebagai pengganti, digunakan kata penunjuk itu untuk

menandai ketakrifan nomina subjek. Pada contoh kalimat (3), anak kalimat

mewatasi nomina predikat (direktur) yang ditandai oleh konjungsi yang.

Selanjutnya, pada contoh kalimat (4), anak kalimat mewatasi nomina objek

(perusahaan). Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang. Pada contoh (5),

anak kalimat mewatasi nomina pelengkap yang ditandai oleh konjungsi yang.

Adapun contoh kalimat yang terakhir, anak kalimat memberi pewatas nomina

keterangan (rumah).

8. Anak Kalimat Pengganti Nomina

Anak kalimat ini ditandai oleh kata bahwa dan anak kalimat ini dapat

menjadi subjek atau objek dalam kalimat transitif.

Contohnya :

Anak Kalimat

(1) Bahwa pengurus koperasi harus segera dibentuk sudah dibahas dalam rapat

kemarin.

Anak Kalimat

(2) Adalah hak kita bahwa pemilihan pengurus itu harus dibicarakan dalam

rapat anggota.

Anak Kalimat

(3) Keinginan pemimpin kita ialah bahwa semua pengurus harus mendahulukan

kepentingan pelayanan.

Anak Kalimat

Universitas Sumatera Utara

(4) Pengurus lama berjanji bahwa koperasi kita akan memilih pengurus baru.

Anak Kalimat

(5) Dia memberitahukan bahwa pemilihan pengurus koperasi diadakan minggu

ini.

Pada contoh kalimat (1), anak kalimat menduduki fungsi subjek. Pada

contoh kalimat (2), walaupun tidak posisi awal, anak kalimat itu berfungsi sebagai

subjek. Kalimat (2) itu adalah kalimat inversi (pola urutan P-S). Urutan itu dapat

diubah S-P. Pada contoh kalimat (3), anak kalimat termasuk sebagai pelengkap,

begitu juga contoh kalimat (4) menunjukkan bahwa anak kalimat berfungsi

sebagai pelengkap. Adapun contoh kalimat terakhir menempatkan anak kalimat

sebagai objek.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Psikolinguistik dan Teori Genetik Kognitif Chomsky

Kata psikolinguistik adalah gabungan dua kata, yaitu ‘psikologi’ dan

‘linguistik’, yang merupakan dua disiplin yang berlainan dan berdiri sendiri.

Kedua disiplin ilmu ini mengkaji satu masalah yang sama, yaitu bahasa, dengan

cara yang berlainan dan dengan tujuan yang berlainan. Dengan demikian banyak

juga hal yang sama yang dikaji oleh kedua disiplin ilmu ini dengan tujuan yang

boleh dikatakan sama atau hampir sama tetapi dengan metode atau teori yang

berlainan. Pada dasarnya psikologi mengkaji perilaku berbahasa, sedangkan

linguistik mengkaji struktur bahasa yang lahir atau tumbuh. Kedua disiplin ilmu

ini saling berdampingan dan bekerjasama atau saling membantu dalam mengkaji

bahasa dan hakekat bahasa itu.

Universitas Sumatera Utara

Sebagai hasil kerjasama yang lebih terarah dan sistematis lahirlah satu

ilmu baru yang sekarang disebut ‘psikolinguistik’. Psikolinguistik adalah ilmu

yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam mereka

membina pengetahuan berbahasa. (Dardjowidjojo, 2005).

Tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang

unggul dari segi linguistik dan psikologi yang mampu menerangkan hakekat

bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba

menerangkan hakekat struktur bahasa dan bagaimana struktur bahasa ini diperoleh

dan digunakan pada waktu bertutur dan memahami ujaran-ujaran bahasa yang

terlibat dalam proses-proses kebahasaan ini.

Pada hakekatnya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan

linguistik dan psikologi kepada masalah-masalah bahasa, seperti pengajaran

bahasa, pemebelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan lanjutan,

kedwibahasaan (bilingualism), kemultibahasaan (multilingualism), penyakit

bertutur, seperti afasia, gagap dan sebagainya. Dengan demikian penulis dapat

menyimpulkan bahwa psikolinguistik merupakan satu ilmu yang dilahirkan

sebagai akibat dari satu kesadaran, bahwa pengkajian bahasa merupakan sesuatu

yang sangat sulit dan dan rumit sehingga satu disiplin ilmu secara sendiri tidak

mungkin mampu mengkaji dan menerangkan hakekat bahasa itu.

Sama halnya dengan Piaget, Chomsky juga tidak pernah memperkenalkan

teori pemerolehan dan pembelajaran bahasa secara khusus. Namun, karena teori

linguistik yang diperkenalkannya (1957, 1965, 1968)dan juga artikel ulasannya

mengenai buku Skinner (“Verbal Behavior”, 1957) dalam Language (1959) telah

mengubah secara drastis perkembangan psikolinguistik, maka satu teori

Universitas Sumatera Utara

pemerolehan dan pembelajaran bahasa telah dapat disimpulkan dari teori generatif

transformasinya yang kini dikenal dengan nama teori genetik kognitif (Chaer,

2003 : 108). Teori ini digolongkan ke dalam kelompok teori kognitif karena teori

ini menekankan pada otak (akal, mental) sebagai landasan dalam proses

pemerolehan dan pembelajaran bahasa.

Chomsky (1969) dengan keras menentang teori pembiasaan operan dalam

pemerolehan bahasa yang dikemukakan Skinner. Menurut Chomsky tidaklah ada

gunanya sama sekali untuk menjelaskan proses pemerolehan bahasa tanpa

mengetahui dengan baik apa sebenarnya bahasa sebagai benda yang sedang

diperoleh itu. Untuk dapat menerangkan hakikat proses pemerolehan bahasa, di

samping memahami apa sebenarnya bahasa itu, kita tidak boleh menyampingkan

pengetahuan mengenai struktur dalam organisme (manusia), yakni bagaimana

cara-cara perilaku berbahasa itu diatur. Semua cara ini ditentukan oleh struktur

awal yang dibawa sejak lahir yang sangat rumit, dan proses perkembangannya

diatur menurut proses pematangan genetik dan pengalaman-pengalaman yang

telah lalu.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut

hipotesis nurani (the innateness hyphothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa

otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak

manusia dipersiapkan telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal yang

disebut Language Acquisition Device (LAD). Dalam proses pemerolehan bahasa

LAD ini menerima “ucapan-ucapan” dan data-data lain yang berkaitan melalui

pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus-rumus linguistik berdasarkan

masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Menurut Chomsky,

Universitas Sumatera Utara

teori behaviorisme (S – R) sangat tidak memadai untuk menerangkan proses-

proses pemerolehan bahasa sebab masukan data linguistiknya sangat sedikit untuk

dapat membangkitkan rumus-rumus linguistik. Chomsky berpendapat tidak

mungkin seorang kanak-kanak mampu menguasai bahasa ibunya dengan begitu

mudah yaitu tanpa diajar dan begitu cepat dengan masukan yang sedikit (kalimat-

kalimat tidak lengkap, berputus-putus, salah, dan sebagainya) tanpa adanya

struktur universal dan LAD itu di dalam otaknya secara genetik.

Dalam proses pemerolehan bahasa, tugas kanak-kanak dengan alat yang

dimilikinya (yaitu LAD) adalah menentukan bahasa masyarakat manakah

masukan kalimat-kalimat yang didengarnya itu akan dimasukkan. Struktur awal

atau skema nurani yang dimilikinya semakin diperkaya setelah “bertemu” dengan

masukan dari bahasa masyarakatnya (bahasa ibunya), dan kanak-kanak akan

membentuk teori tata bahasanya berdasarkan itu. Tata bahasa itu terus-menerus

disempurnakan berdasarkan masukan yang semakin banyak, dan sesuai dengan

proses pematangan otaknya. Sesudah mencapai umur tiga atau empat tahun, tata

bahasa ini sudah hampir sama baiknya dengan tata bahasa yang dimiliki orang

dewasa. Keadaan ini merupakan hal yang luar biasa mengingat betapa nuraninya

bahasa yang sedang diperolehnya.

Untuk lebih memperkuat teorinya atau hipotesisnya Chomsky mengajukan

hal-hal berikut :

1. Proses-proses pemerolehan bahasa pada semua kanak-kanak boleh

dikatakan sama.

Universitas Sumatera Utara

2. Proses pemerolehan bahasa tidak ada kaitannya dengan kecerdasan.

Maksudnya, anak yana IQ-nya rendah juga memperoleh bahasa pada

waktu dan cara yang hampir sama.

3. Proses pemerolehan bahasa juga tidak dipengaruhi oleh motivasi dan

emosi kanak-kanak.

4. Tata bahasa yang dihasilkan oleh semua kanak-kanak boleh dikatakan

sama.

Semua ini tidak mungkin terjadi apabila kanak-kanak itu tidak dilengkapi

dengan LAD dan skema nurani seperti yang disebutkan di atas.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Indonesia

Anak

Kemampuan berbahasa Indonesia anak sangat mempengaruhi bahasa

pertamanya. Anak dalam memperoleh bahasa pertama bervariasi, ada yang

lambat, sedang, bahkan ada yang cepat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti yang dikemukakan oleh Chomsky, Piaget, Lenneberg dan

Slobin berikut ini:

1. Faktor Alamiah

Faktor alamiah adalah setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur dan

aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition Divice

(LAD). Potensi dasar itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat

stimulus dari lingkungan. Proses pemerolehan melalui piranti ini sifatnya alamiah.

Karena sifatnya alamiah, maka kendatipun anak tidak dirangsang untuk

Universitas Sumatera Utara

mendapatkan bahasa, anak tersebut akan mampu menerima apa yang terjadi di

sekitarnya. Slobin mengatakan bahwa yang dibawa lahir ini bukanlah

pengetahuan seperangkat kategori linguistik yang semesta, seperti dikatakan oleh

Chomsky. Prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang dibawa sejak lahir itulah

yang memungkinkan seorang anak untuk mengolah data linguistik.

2. Faktor Perkembangan Kognitif

Perkembangan bahasa seseorang seiring dengan perkembangan

kognitifnya. Keduanya memiliki hubungan yang komplementer. Pemerolehan

bahasa dalam prosesnya dibantu oleh perkembangan kognitif, sebaliknya

kemampuan kognitif akan berkembang dengan bantuan bahasa. Keduanya

berkembang dalam lingkup interaksi sosial.

Piaget dalam Brainerd seperti dikutip Ginn (2006) mengartikan kognitif

sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pengenalan berdasarkan intelektual dan

merupakan sarana pengungkapan pikiran, ide, dan gagasan. Termasuk, kegiatan

kognitif; aktivitas mental, mengingat, memberi simbol, mengkategorikan atau

mengelompokkan, memecahkan masalah, menciptakan, dan berimajinasi.

Hubungannnya dengan mempelajari bahasa, kognitif memiliki keterkaitan dengan

pemerolehan bahasa seseorang.

Menurut Lenneberg (1967), dalam usia dua tahun (kematangan kognitif)

hingga usia pubertas, otak manusia itu masih sangat lentur yang memungkinkan

seorang anak untuk memperoleh bahasa pertama dengan mudah dan cepat. Lanjut

Lenneberg, pemerolehan bahasa secara alamiah sesudah pubertas akan terhambat

Universitas Sumatera Utara

oleh selesainya fungsi-fungsi otak tertentu, khususnya fungsi verbal di bagian

otak sebelah kiri.

Piaget (1955) memandang anak dan akalnya sebagai agen yang aktif dan

konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang

terus menerus. Anak-anak sewaktu bergerak menjadi dewasa memperoleh tingkat

pemikiran yang secara kualitatif berbeda, yaitu menjadi meningkat lebih kuat.

Piaget berpendapat bahwa kemampuan merepresentasikan pengetahuan itu adalah

proses konstruktif yang mensyaratkan serangkaian langkah perbuatan yang lama

terhadap lingkungan.

Menurut Slobin (1977), perkembangan umum kognitif dan mental anak

adalah faktor penentu pemerolehan bahasa. Seorang anak belajar atau

memperoleh bahasa pertama dengan mengenal dan mengetahui cukup banyak

struktur dan fungsi bahasa, dan secara aktif ia berusaha untuk mengembangkan

batas-batas pengetahuannya mengenai dunia sekelilingnya, serta mengembangkan

keterampilan-keterampilan berbahasanya menurut strategi-strategi persepsi yang

dimilikinya. Lanjut Slobin, pemerolehan linguistik anak sudah diselesaikannya

pada usia kira-kira 3-4 tahun, dan perkembangan bahasa selanjutnya dapat

mencerminkan pertumbuhan kognitif umum anak itu.

3. Faktor Latar Belakang Sosial

Latar belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok

sosial, dan lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam

pemerolehan bahasa anak (Vygotsky, 1978). Semakin tinggi tingkat interaksi

sosial sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak)

Universitas Sumatera Utara

memperoleh bahasa. Sebaliknya semakin rendah tingkat interaksi sosial sebuah

keluarga, semakin kecil pula peluang anggota keluarga (anak) memperoleh

bahasa. Hal lain yang turut berpengaruh adalah status sosial. Anak yang berasal

dari golongan status sosial ekonomi rendah rnenunjukkan perkembangan

kosakatanya lebih sedikit sesuai dengan keadaan keluarganya. Misalnya, seorang

anak yang berasal dari keluarga yang sederhana hanya mengenal lepat, ubi, radio,

sawah, cangkul, kapak, atau pisau karena benda-benda tersebut merupakan

benda-benda yang biasa ditemukannya dalam kehidupannya sehari-hari.

Sebaliknya anak yang berasal dari keluarga yang memiliki status ekonomi yang

lebih tinggi akan memahami kosakata seperti mobil, televisi, komputer, internet,

dvd player, laptop, game, facebook, ataupun KFC, karena benda-benda tersebut

merupakan benda-benda yang biasa ditemukan dalam kehidupannya sehari-hari.

Kemampuan anak berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang dapat

dipahami orang lain sebagai anggota kelompok. Anak yang mampu

berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok sosial dan

mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk memerankan kepemimpinannya,

dibandingkan dengan anak yang kurang mampu berkomunikasi atau takut

menggunakannya.

4. Faktor Keturunan

Faktor keturunan meliputi:

1. Intelegensia

Pemerolehan bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensia yang

dimiliki anak. Ini berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna

Universitas Sumatera Utara

sesuatu melalui pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ

yang berbeda antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi IQ seseorang, semakin

cepat memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-nya, semakin lambat

memperoleh bahasa.

Berikut ini adalah bagian dari gambar otak, menurut Simanjuntak (2009 :

198).

Gambar 1 : Fungsi-Fungsi Otak (Simanjuntak, 2009 : 198) LD : Lobus Depan (Frontal) FB : Fasikulus Busur LT : Lobus Temporal KM : Korteks Moto LO : Lobus Oksipital KPd : Korteks Pendengaran LP : Lobus Parietal KPI : Korteks Penglihatan MB : Medan Broca KPr : Korteks Perasa (Peraba) MW : Medan Wernicke GA : Girus Angular Pusat Tata Bahasa (Kecakapan) : Girus Angular (GA) Pusat Ucapan : I) Pusat Produksi : Medan Broca (MB) II) Pusat Pemahaman : Medan Wernicke (MW)

Universitas Sumatera Utara

2. Kepribadian dan Gaya/Cara Kemampuan Bahasa

Kreativitas seseorang dalam merespon sesuatu sangat menentukan

kemampuan bahasa, daya bertutur dan bertingkah laku yang menjadi kepribadian

seseorang turut mempengaruhi sedikit banyaknya variasi-variasi tutur bahasa.

Seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa pertama dalam

otaknya, lengkap dengan semua aturan-aturannya. Bahasa pertama itu

diperolehnya dengan beberapa tahap, dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati

tata bahasa dari bahasa orang dewasa.

Chomsky dan Piaget, seperti dikutip Ginn (2006), mengklasifikasi

kemampuan bahasa ke dalam tujuh tahapan, yaitu. (a) Tahap Meraban

(Pralinguistik 0,0-0,5) Pertama, (b) Tahap Meraba (Pralinguistik 0,5-1,0) Kedua:

Kata Nomsens, (c) tahap Liguistik I Holoprastik; Kalimat satu Kata (1,0-2,0), (d)

Tahap Linguistik II Kalimat Dua Kata (2,0-3,0), (e) Tahap Linguistik III.

Pengembangan Tata Bahasa (3,0-4,0), (f) Tahap Linguistik IV Tata Bahasa Pra-

Dewasa (4,0-5,0) dan (g) Tahap Linguistik V Kompetensi Penuh (5,0-....).

Pada tahap pralinguistik pertama anak belum dapat menghasilkan bunyi

secara normal, pada tahap pralinguistik yang kedua anak sudah dapat mengoceh

atau membabel dengan pola suku kata yang diulang-ulang. Bahkan menjelang

usia 1 tahun anak sudah mulai mengeluarkan pola intonasi dan bunyi-bunyi tiruan.

Pada tahap linguistik I anak sudah mulai menggunakan serangkaian bunyi ujaran

yang menghasilkan bunyi ujaran tunggal yang bermakna. Pada tahap linguistik II

kosa-kata anak mulai berkembang dengan pesat, ujaran yang diucapkan terdiri

atas dua kata dan mengandung satu konsep kalimat yang lengkap. Pada tahap

Universitas Sumatera Utara

linguistik III anak mampu menggunakan lebih dari dua kata, kalimat yang

diungkapkan biasanya menyatakan makna khusus yang berbeda antara satu

dengan yang lainnya. Pada tahap linguistik IV anak sudah mampu menyusun

kalimat yang cukup lengkap meskipun masih ada kekurangan pada penggunaan

infleksi dan kata fungsi. Dan pada tahap linguistik yang terakhir anak sudah

memiliki kemampuan penuh dalam berbahasa.

2.2.3 Kemampuan Berbahasa

1. Pengertian Kemampuan Berbahasa

Secara bahasa kemampuan sama dengan kesanggupan atau kecakapan.

Jadi, kemampuan adalah kesanggupan individu untuk melakukan pekerjaan yang

dibebankan, sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan individu untuk

mendengarkan ujaran yang disampaikan oleh lawan bicara, berbicara dengan

lawan bicara, membaca pesan-pesan yang disampaikan dalam bentuk tulisan, dan

menulis pesan-pesan baik secara lisan maupun tulisan.

2. Jenis-jenis Kemampuan Berbahasa

a. Kemampuan Mendengar

Kemampuan mendengar adalah kemampuan atau keterampilan

menangkap dan memproduksi bahasa yang diperoleh dengan pendengaran. Dalam

mendengarkan biasanya menggunakan direct method. Kaidah metode itu

pelajaran awal diberikan dengan latihan-latihan mendengarkan atau hear training,

kemudian diikuti dengan latihan-latihan mengucapkan bunyi lebih dahulu, setelah

itu kata-kata pendek, dan akhirnya kalimat yang lebih panjang. Kalimat-kalimat

Universitas Sumatera Utara

tersebut kemudian dirangkaikan menjadi percakapan dan cerita. Materi pelajaran

ditulis dalam notasi fonetik bukan ejaan sebagaimana lazimnya gramatika

diajarkan secara induktif, dengan pelajaran mengarang terdiri atas reproduksi, dari

yang telah didengar dan bicara (Dahlan, 1992).

Secara umum tujuan latihan menyimak/mendengar adalah agar anak-anak

dapat memahami ajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik bahasa

sehari-hari maupun bahasa yang digunakan dalam forum resmi (Effendy, 2005).

b. Kemampuan Berbicara

Kemampuan berbicara adalah kemampuan berkomunikasi secara

langsung dalam bentuk percakapan atau berdialog. Latihan-latihan cakap (diskusi,

dialog) serta latihan membuat laporan lisan, dapat juga menambah keterampilan

berbicara, persoalan yang tidak kurang pentingnya agar murid trampil berbicara

adalah latihan-latihan keberanian berbicara. Selain bergantung pada sikap guru,

tugas-tugas mengadakan komunikasi dengan ornag lain (selain guru kelas) dapat

juga menimbulkan keberanian berbicara bagi murid-murid pemula, persoalannya

keberanian (berbicara) perlu mendapat latihan-latihan seperlunya.

Kemahiran berbicara merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa

yang ingin dicapai dalam pengajaran bahasa. Berbicara merupakan merupakan

sarana utama utnuk membina saling perhatian, komunikasi timbal-balik, dengan

menggunakan bahasa sebagai medianya.

Kegiatan berbicara di dalam kelas mempunyai aspek komunikasi dua

arah, yaitu antara pembicara dengan pendengarnya secara timbal balik. Dengan

demikian, latihan berbicara harus terlebih dahulu didasari oleh :

Universitas Sumatera Utara

1. Kemampuan mendengarkan

2. Kemampuan mengucapkan

3. Penguasaan (relatif) kosa kata yang diungkapkan yang memungkinkan

siswa dapat mengkomunikasikan maksud/fisiknya.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa latihan berbicara itu merupakan

kelanjutan dari latihan menyimak/mendengar yang di dalam kegiatannya juga

terdapat latihan mengucapkan.

2.2.4 Media Gambar

Media gambar adalah media yang tidak diproyeksikan dan dapat dinikmati

oleh semua orang sebagai pindahan dari keadaan yang sebenarnya mengenai

orang, suasana, tempat, barang, pemandangan, dan benda-benda yang lain. Media

gambar termasuk media visual, sebagaimana halnya media yang lain media

gambar berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan.

Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan

disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi anak. Simbol-

simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar proses penyampaian pesan

dapat berhasil dan efisien. Selain fungsi umum tersebut, secara khusus gambar

berfungsi pula untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan

atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak

digambarkan. Selain sederhana dan mudah pembuatannya, media gambar

termasuk media yang relatif murah bila ditinjau dari segi biayanya.

Universitas Sumatera Utara

Beberapa kelebihan media gambar antara lain :

1. Sifatnya konkrit, Maksudnya gambar lebih realistis menunjukkan pokok

masalah dibandingkan dengan media verbal semata.

2. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda/

peristiwa dapat dibawa kedalam kelas, dan tidak selalu bisa anak – anak

dibawa keobjek / peristiwa tersebut. Media gambar dapat mengatasi masalah

tersebut.

3. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sela atau

penampang daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat

disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar.

4. Gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk

tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan

kesalahpahaman.

5. Gambar harganya murah dan mudah didapat serta digunakan, tanpa

memerlukan peralatan khusus.

Selain kelebihan – kelebihan tersebut, gambar mempunyai kelemahan,

beberapa kelemahan tersebut adalah :

1. Gambar hanya menekankan persepsi indera mata

2. Gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan

pembelajaran.

3. Ukurannya sangat terbatas kelompok besar.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar yang baik

sehingga dapat dijadikan sebagai media pendidikan.

1. Autentik

Gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang

melihat benda sekitarnya.

2. Sederhana.

Komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin – poin pokok

dalam gambar.

3. Ukuran Relatif.

Gambar dapat membesarkan atau memperkecil objek/benda sebenarnya.

Apabila gambar tersebut tentang benda / objek yang belum dikenal atau

pernah dilihat anak maka sulitlah membayangkan berapa besar benda atau

objek tersebut. Untuk menghindari itu hendaknya dalam gambar tersebut

terdapat sesuatu yang telah dikenal anak – anak sehingga dapat membantunya

membayangkan berapa besarkah benda tersebut.

4. Gambar sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. Gambar yang baik

tidaklah menunjukan objek dalam keadaan diam, tapi memperlihatkan

aktivitas tertentu.

5. Gambar yang bagus dilihat dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang akan di capai.

(http://4wank.wordpress.com/2008/05/16/penggunaan-media-gambar/)

Universitas Sumatera Utara

2.3 Tinjuan Pustaka

Penelitian tentang kemampuan berbahasa Indonesia sudah dilakukan oleh

beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya :

Krashen (1978) dalam Chayono (1995 : 299) yang menyatakan bahwa

pemahaman hubungan antara pemerolehan dan belajar itu penting untuk

memahami periode kritis, karena setelah periode kritis berakhir, peranan belajar

menjadi lebih berarti. Pemerolehan mengacu ke perkembangan kemampuan dalam

suatu bahasa secara bertahap dan tidak disadari dengan disertai kemampuan

penggunaan secara alamiah dalam situasi-situasi komunikatif. Kegiatan

pemerolehan ialah kegiatan yang dialami oleh anak-anak dan mereka yang

memperoleh bahasa karena mereka cukup lama dalam interaksi sosial (bahasa

yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari) di negara lain. Pemerolehan terjadi

dalam lingkungan yang tidak formal.

Berbeda dengan pemerolehan, belajar mengacu ke pengumpulan

pengetahuan kosa kata dan gramatika bahasa melalui sesuatu yang disadari

(matematika, misalnya, merupakan kemampuan yang dipelajari, dan bukan

kemampuan yang diperoleh). Kegiatan belajar biasanya berwujud pengajaran

bahasa di sekolah, terbatas pada orang dewasa dan cenderung menghasilkan

pengetahuan tentang bahasa yang dipelajari. Mereka yang memiliki pengalaman

bahasa kedua melalui belajar cenderung tidak dapat mengembangkan kemampuan

seperti mereka yang mengalami pemerolehan.

Gustianingsih (2002) dalam tesis yang berjudul “Pemerolehan Kalimat

Majemuk Bahasa Indonesia Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak” membahas

tentang bagaimana kalimat majemuk koordinatif bahasa Indonesia diperoleh anak

Universitas Sumatera Utara

taman kanak-kanak, yaitu jenis konjungsi kalimat koordinatif apa yang diperoleh

anak dan berapa jumlah frekuensinya. Anak TK memiliki pola struktur kalimat

majemuk koordinatif bahasa Indonesia yang berbeda dengan orang dewasa. Jenis

kalimat majemuk koordinatif yang sedang, akan dan telah dipahami anak TK

ternyata berbeda bagi setiap anak. Anak TK memiliki karakteristik kalimat

majemuk koordinatif bahasa Indonesia yang berbeda dengan karakteristik bahasa

orang dewasa.

Siregar (2002) dalam tesis yang berjudul “Pengaruh Stimuli Trehadap

Pemerolehan Bahasa Anak Prasekolah (Studi Komparatif)” menemukan bahwa

ada hubungan yang signifikan antara pemberian stimuli dengan perkembangan

kosa kata dan semantik anak prasekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

semakin intensif lingkungan memberikan stimuli terhadap anak, maka

perkembangan pemerolehan bahasa anak prasekolah semakin baik. Selain itu, dari

hasil penelitian ditemukan juga fakta bahwa anak masih melakukan generalisasi

terhadap benda yang memiliki karakteristik yang sama.

Rusyani (2008) dalam penelitiannya berjudul “Pemerolehan Bahasa

Indonesia Anak Usia 2,5 Tahun (Studi Kasus Terhadap Pemerolehan Bahasa

Anak Usia Dini)” menemukan bahwa anak yang berusia dua setengah tahun sudah

mampu mengucapkan kata-kata yang sesuai dengan lingkungan dan benda-benda

yang ada disekitarnya. Perbendaharaan kata anak juga sudah mulai berkembang

karena anak mengambil contoh dari kata-kata yang diucapkan orang tua, teman-

teman, saudara-saudaranya dan orang-orang lain yang ada di sekitarnya. Dalam

penelitian ini juga ditemukan fakta bahwa anak yang berusia dua setengah tahun

sudah mampu menghasilkan kalimat pada tingkat satu kata, dua kata, dan tiga kata

Universitas Sumatera Utara

yang sudah memiliki makna yang lengkap. Selain itu, anak juga sudah mampu

menghasilkan kalimat dalam modus deklaratif, interogatif dan imperatif.

Nasution (2009) dalam tesis yang berjudul “Kemampuan Berbahasa Anak

Usia 3-4 Tahun (Prasekolah) di Play Group Mekar Medan: Tinjuauan

Psikolinguistik” menemukan bahwa para responden yaitu anak-anak yang berusia

3-4 tahun di Play Group Tunas Mekar Medan mampu berbahasa baik dari

pemerolehan fonologi, sintaksis, maupun semantik. Walaupun pada pemerolehan

fonologi anak mengalami pergantian sebuah bunyi yang disuarakan dengan bunyi

yang tidak disuarakan. Pada pemerolehan sintaksis anak telah mampu

menggunakan kalimat-kalimat yang gramatikal dan pada pemerolehan semantik

anak lebih cenderung menggunakan kata-kata yang memiliki makna denotatif.

Pelenkahu (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemerolehan

Bahasa Pertama Anak Kembar Usia Dua Tahun Delapan Bulan” menemukan

bahwa anak kembar usia dua tahun delapan bulan yang menjadi subjek penelitian

ini dalam mengujarkan satu, dua dan tiga kata mengawalinya dengan

mengujarkan suku kata awal dan akhir secara bergantian. Dalam pemerolehan

morfologinya anak sangat tergantung pada pola kehidupan berbahasa yang ada

dilingkungan keluarganya, maksudnya sedikit banyaknya bergantung pada pola

berbahasa yang dilakukan oleh ibu mereka, kemudian ayah, dan saudara-

saudaranya. Kebanyakan kata-kata yang mampu diujarkan merupakan gambaran

kegiatan yang dilakukan di dalam kehidupan kedua anak tesebut. Dari hasil

penelitian juga diteemukan bahwa kedua anak tersebut kurang memiliki bakat

bahasa yang dibawa sejak lahirnya sehingga orang tua perlu mengembangkannya

Universitas Sumatera Utara

agar tidak menglami keterlambatan dalam pemerolehan bahasa yang baik dan

benar.

Hutabarat (2011) dalam penelitiannya yan berjudul “Pemerolehan

Sintaksis Bahasa Indonesia Anak Usia Dua Tahun Dan Tiga Tahun Di Padang

Bulan Medan” menemukan bahwa anak yang berusia dua tahun dan tiga tahn

sudah mampu menghasilkan kalimat pernyataan, pertanyaan, dan perintah dalam

modus deklaratif, interogatif, imperatif dan interjektif dengan baik, namun anak

usia dua tahun lebih banyak menggunakan kalimat pernyataan dalam modus

deklaratif dalam komunikasi sehari-hari dengan orang lain. Perbedaan

pemerolehan sintaksis bahasa Indonesia anak usia dua tahun dan tiga tahun

terletak pada modus kalimat yang mereka hasilkan yaitu dari segi improvisasi

dalam kalimat yang mereka gunakan, tingkat kalimat yang mereka hasilkan dan

originalitas kalimat yang mereka hasilkan. Dalam menghasilkan kalimat dalam

berbagai modus anak usia dua tahun dan tiga tahun dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu faktor alamiah berupa LAD, faktor perkembangan kognitif, faktor

latar belakang sosial dan faktor keturunan, yaitu intelegensia dan gaya/cara

pemerolehan bahasa.

Semua penelitian terdahulu yang disebutkan di atas sangat membantu

penulis untuk menentukan tahap-tahap yang harus dilakukan dalam penelitian ini,

karena semua penelitian tersebut menjadikan anak yang berusia 4-5 tahun sebagai

subjek penelitian. Dengan adanya penelitian terdahulu tersebut, penulis dapat

membandingkan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini dengan hasil yang

didapat dalam penelitian-penelitian tersebut. Sebagian penelitian tersebut

mengkaji tentang penggunaan kalimat majemuk bertingkat bahasa Indonesia anak

Universitas Sumatera Utara

usia taman kanak-kanak yang diperoleh melalui media gambar, pola kalimat

majemuk bertingkat bahasa Indonesia yang digunakan anak dalam memahami

media gambar dan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kalimat

majemuk bertingkat bahasa Indonesia anak usia taman kanak-kanak, sehingga

hasil yang didapatkan dalam penelitian terdahulu tersebut dapat dibandingkan

dengan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara