Upload
hanhi
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
2.1.1 Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia
Kalimat yang biasanya kita gunakan sehari-hari adalah kalimat tunggal
tetapi tidak selamanya berupa kalimat tunggal. Demi keefisienan, adakalanya
orang menggabungkan beberapa pernyataan ke dalam satu kalimat. Dari
penggabungan kalimat tersebut maka terdapat struktur kalimat yang didalamnya
terdapat beberapa kalimat dasar. “Struktur kalimat yang didalamnya terdapat dua
kalimat dasar atau lebih disebut kalimat majemuk” (Sugono, 1999). Penjelasan ini
sejalan dengan penjelasan yang terdapat di dalam kamus dan para ahli :
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005 : 495) menyatakan bahwa : kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih yang dipadukan menjadi satu. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas (Kridalaksana : 1982). Jadi, penulis menyimpulkan bahwa kalimat majemuk merupakan kalimat
yang memiliki dua klausa atau lebih.
Dalam bahasa Indonesia, kalimat majemuk sering digunakan bersamaan
dengan penggunaan kalimat tunggal atau kalimat monoklausa. Penggunaan
kalimat majemuk dalam bahasa Indonesia digunakan untuk memperjelas
hubungan antarbagian klausa dengan bagian klausa yang lainnya.
Berkenaan dengan sifat hubungan klausa-klausa di dalam kalimat
majemuk, maka dalam hal ini kalimat majemuk dapat dibedakan dalam tiga
Universitas Sumatera Utara
macam, yaitu : kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat dan kalimat
majemuk campuran.
2.1.2 Kalimat Majemuk Bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat ialah kalimat yang terjadi atas beberapa
kalimat tunggal yang kedudukannya tidak setara/ sederajat, yakni yang satu
menjadi bagian yang lain (Chaer, 1994 : 244). Klausa yang satu merupakan induk
kalimat, dan klausa yang lain merupakan anak kalimat. Kedua klausa itu biasanya
dihubungkan dengan konjungsi subordinatif, seperti kalau, ketika, meskipun,
supaya, jika, sehingga, dan karena.
Kalimat majemuk bertingkat sesungguhnya berasal dari sebuah kalimat
tunggal. Bagian dari kalimat tunggal tersebut kemudian diganti atau diubah
sehingga menjadi sebuah kalimat baru yang dapat berdiri sendiri.
Bagian kalimat majemuk bertingkat yang berasal dari bagian kalimat
tunggal yang tidak mengalami pergantian/ perubahan dinamakan induk kalimat,
sedang bagian kalimat majemuk yang berasal dari bagian kalimat tunggal yang
sudah mengalami penggantian/ peubahan dinamakan anak kalimat.
Contoh:
Ia datang kemarin. Kalimat tunggal tersebut ialah kalimat tunggal yang
mempunyai keterangan waktu: kemarin. Jika kata kemarin diganti/ diubah
menjadi kalimat yang dapat berdiri sendiri, yakni diubah/ diganti dengan kalimat:
ketika orang sedang makan, maka berubahlah kalimat tunggal tersebut menjadi
Universitas Sumatera Utara
kalimat majemuk bertingkat sebagai berikut: Ia datang, ketika orang sedang
makan.
Perkataan: ia datang (yang tidak pernah mengalami perubahan/ pergantian)
dinamai induk kalimat, sedang perkataan: ketika orang sedang makan (yang
mengubah/ mengganti kata kemarin) dinamai anak kalimat.
2.1.3 Pola Kalimat Majemuk Bertingkat
Induk Kalimat dan Anak Kalimat
Perbedaan kalimat dan anak kalimat dapat dilihat dari ciri kemandirian
sebagai kalimat tunggal, unsur konjungsi, dan urutan unsurnya.
1. Kemandirian sebagai Kalimat Tunggal
Pernyataan saya masuk dapat menjadi kalimat mandiri tanpa unsur ketika
mereka diam. Sebaliknya , unsur ketika mereka diam tanpa unsur saya masuk
tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat. Dengan kata lain, induk kalimat
mempunyai ciri dapat berdiri sebagai kalimat mandiri, sedangkan anak kalimat
tidak dapat berdiri sebagai kalimat tanpa induk kalimat.
2. Konjungsi
Konjungsi digunakan untuk menghubungkan anak kalimat dengan induk.
Dengan kata lain, anak kalimat ditandai oleh adanya konjungsi, sedangkan induk
kalimat tidak didahului konjungsi.
Contohnya :
Saya membaca buku ketika dia datang.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat di atas, saya membaca buku merupakan induk kalimat
(tidak didahului konjungsi ketika), sedangkan ketika dia datang merupakan anak
kalimat (didahului konjungsi ketika). Jika konjungsi dipindahkan di awal kalimat
itu, akan terjadi perubahan baik struktur maupun informasi / maknanya.
Ketika saya membaca buku, dia datang.
Setelah kata ketika dipindahkan ke bagian awal, unsur pertama ketika saya
membaca buku merupakan anak kalimat dan unsur kedua dia datang merupakan
induk kalimat. Gagassan utamanya adalah dia datang, sedangkan ketika saya
membaca buku menjadi keterangan waktu yang memberi penjelasan pada gagasan
utama dia datang. Jika anak kalimat mendahului induk kalimat, anak kalimat itu
harus dipisahkan dengan tanda koma dari induk kalimatnya karena di antara anak
kalimat dan induk kalimat itu tidak ada pembatasnya. Sebaliknya, jika anak
kalimat mengikuti induk kalimat, anak kalimat itu tidak dipisahkan tanda
komadari induk kalimat karena telah ada pembatasnya, yaitu konjungsi. Dengan
demikian, induk kalimat tidak diawali konjungsi, sedangkan anak kalimat diawali
konjungsi.
3. Urutan
Dari beberapa contoh kalimat bertingkat sebelumnya, bahwa anak kalimat
ada yang di depan induk kalimat dan ada pula yang di belakang induk kalimat.
Anak kalimat yang berfungsi sebagai keterangan mempunyai kebesan tempat,
kecuali anak kalimat akibat, didahului kata sehingga. Jika anak kalimat di depan
induk kalimat, anak kalimat itu harus dipisahkan dengan tanda koma (,) dari induk
kalimat.
Universitas Sumatera Utara
Contohnya :
(1) Dia mendirikan perusahaan itu ketika masih kuliah tingkat tiga.
Induk Kalimat Anak Kalimat
Anak kalimat yang menempati posisi di belakang induk kalimat itu dapat
ditempatkan di depan induk kalimat tanpa perubahan informasi yang pokok.
(2) Ketika masih kuliah tingkat tiga, dia mendirikan perusahaan itu.
Anak Kalimat Induk Kalimat
Pada contoh kalimat (1) adalah gagasan pokok, induk kalimat, sedangkan
pada kalimat (2) adalah unsur keterangan. Namun kedua unsur pola urutan itu
(Induk Kalimat – Anak Kalimat atau Anak Kalimat – Induk Kalimat) benar,
bergantung kepada pengguna bahasa untuk memilihnya.
2.1.4 Jenis Anak Kalimat
Berdasarkan perannya, anak kalimat dapat dibedakan atas beberapa jenis.
Peran anak kalimat terlihat dari jenis konjungsi yang mendahuluinya.
1. Anak Kalimat Keterangan Waktu
Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan waktu seperti
ketika, waktu, kala, tatkala, saat, sesaat, sebelum, sesudah, dan setelah. Satu
kalimat tunggal yang mandiri, setelah diawali konjungsi seperti itu, akan turun
derajatnya menjadi anak kalimat yang menyatakan waktu. Anak kalimat jenis ini
mempunyai hubungan yang renggang dari induk kalimat. Oleh karena itu, anak
kalimat ini dapat menempati posisi awal, akhir, di antara subjek dan predikat,
bahkan diantara predikat dan objek.
Universitas Sumatera Utara
Contohnya :
(1) Ketika memberikan keterangan, saksi itu meneteskan air mata.
Anak Kalimat
(2) Hadirin di ruang sidang itu terharu saat saksi menceritakan peristiwa itu.
Anak Kalimat
(3) Seorang pengunjung, tatkala saksi mengakhiri keterangannya, sempat
terisak-isak. Anak Kalimat
Anak Kalimat
(4) Hakim ketuaa menyatakan, setelah mempelajari dan mendengarkan semua
keterangan saksi, bahwa tertuduh tidak terlibat kasus itu.
Pada contoh kalimat (1), anak kalimat mendahului induk kalimat, terletak
di depan induk kalimat, sedangkan pada contoh kalimat (2), anak kalimat
mengikuti induk kalimat, terletak di belakang induk kalimat. Contoh kalimat (3)
menunjukkan bahwa anak kalimat terletak di antara subjek dan predikat serta
contoh kalimat (4) menunjukkan bahwa kalimat terletak di antara predikat dan
objek.
2. Anak Kalimat Keterangan Sebab
Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan hubungan
sebab, antara lain : sebab, karena, dan lantaran. Konjungsi itu mengawali anak
kalimat yang merupakan keterangan pada induk kalimat di dalam sebuah kalimat
majemuk subordinatif. Anak kalimat jenis ini mempunyai sifat seperti anak
kalimat keterangan waktu, yaitu dapat menempati posisi awal, akhir, atau di
Universitas Sumatera Utara
dalam induk kalimat di antara subjek dan predikat serta diantara predikat dan
objek.
Contohnya :
Anak Kalimat
(1) Karena banyak peminat, Pemerintah akan membangun lagi unit-unit
rumah susun.
Anak Kalimat
(2) Pembangunan rumah susun itu memerlukan penelitian sebab beberapa
unit rumah susun belum berpenghuni.
Anak Kalimat
(3) Adik Reni, karena akan ikut transmigrasi ke luar Pulau Jawa, mengikuti
pendidikan dan pelantikan kerja.
Anak Kalimat
(4) Dia menunggu, karena sampai hari ini belum ada panggilan, kepastian
keberangkatannya ke Saudi Arabia.
Pada contoh kalimat (1), anak kalimat terletak di depan induk kalimat, dan
pada contoh kalimat (2), anak kalimat terletak di belakang induk kalimat. Contoh
kalimat (3) menempatkan anak kalimat di dalam induk kalimat, yaitu di antara
subjek dan predikat, serta contoh kalimat (4) menunjukkan letak anak kalimat di
antara predikat dan objek.
3. Anak Kalimat Keterangan Akibat
Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan pertalian
akibat. Konjungsi itu, antara lain : hingga, sehingga, maka, akibatnya, dan
Universitas Sumatera Utara
akhirnya. Anak kalimat keterangan akibat hanya menempati posisi akhir, terletak
di belakang induk kalimat, seperti contoh di bawah ini :
Hujan turun berhari-hari sehingga banjir besar melanda kota itu.
Anak Kalimat
4. Anak Kalimat Keterangan Syarat
Anak kalimat jenis ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan pertalian
persyaratan. Konjungsi itu, antara lain : jika, kalau, apabila, andaikata dan
andaikan. Anak kalimat ini mempunyai kebebasan tempat, dapat menempati
posisi awal, akhir, di antara subjek dan predikat, serta diantara predikat dan objek.
Contohnya :
Anak Kalimat
(1) Jika ingin berrhasil dengan baik, Anda harus belajar dengan tekun.
Anak Kalimat
(2) Engkau tentu akan lulus tahun ini andaikata mau belajar dengan tekun.
Anak Kalimat
(3) Buku, apabila dibaca dengan cermat, akan memberikan ilmu pengetahuan
kepada kita.
Anak Kalimat
(4) Saya akan membaca, andaikata punya cukup waktu, semua buku di
perpustakaan ini.
Pada contoh kalimat (1), anak kalimat terletak di depan induk kalimat, dan
pada contoh kalimat (2), anak kalimat terletak di belakang induk kalimat. Contoh
kalimat (3) menunjukkan bahwa anak kalimat terletak di antara subjek dan
Universitas Sumatera Utara
predikat, serta contoh kalimat (4) menunjukkan bahwa anak kalimat di antara
predikat dan objek.
5. Anak Kalimat Keterangan Tujuan
Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan pertalian
tujuan. Konjungsi yang digunakan dalam anak kalimat jenis ini, antara lain :
supaya, agar, untuk, guna, dan demi. Anak kalimat ini juga mempunyai
kebebasan tempat, seperti terlihat pada contoh berikut :
Anak Kalimat
(1) Untuk membantu perkembangan Kantor Unit Desa, kita telah melakukan
berbagai usaha.
Anak Kalimat
(2) Koperasi perlu memiliki pemimpin yang tangguh guna menumbuhkan
kepercayaan masyarakat terhadap koperasi.
Anak Kalimat
(3) Pemimpin koperasi, supaya mendapat dukungan masyarakat, harus
mempunyai sifat demokratis.
Anak Kalimat
(4) Dia harus memberikan, demi memajukan koperasi, waktu yang cukup bagi
koperasi di bawah kepemimpinannya.
Contoh kalimat (1) mempunyai anak kalimat yang terletak pada posisi
awal, sedangkan contoh kalimat (2) mempunyai anak kalimat yang terletak pada
posisi akhir. Contoh kalimat (3) menunjukkan bahwa anak kalimat terletak di
Universitas Sumatera Utara
antara subjek dan predikat, serta contoh kalimat (4) menunjukkan bahwa anak
kalimat terletak di antara predikat dan objek.
6. Anak Kalimat Keterangan Cara
Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan pertalian cara.
Konjungsi yang menyatakan pertalian itu, antara lain : dengan dan dalam. Anak
kalimat keterangan cara ini mempunyai kebebasan tempat, seperti pada contoh
berikut :
Anak Kalimat
(1) Dengan menurunkan harga beberapa jenis BBM, kita berharap kegiatan
ekonomi tidak lesu lagi.
Anak Kalimat
(2) Kita berupaya meningkatkan ekspor nonmigas dalam mengatasi pemasaran
minyak yang terus menurun.
Anak Kalimat
(3) Kita, dalam menhadapi masa resesi ini, harus lebih berhati-hati.
Anak Kalimat
(4) Saksi itu menjelaskan, dengan menunjukkan barang bukti, peristiwa
penyelundupan barang-barang mewah.
Contoh kalimat (1) menunjukkan bahwa anak kalimat terletak pada posisi
awal dan contoh kalimat (2) menunjukkan bahwa anak kalimat terletak pada
posisi akhir. Pada contoh kalimat (3), anak kalimat terletak di antara subjek dan
Universitas Sumatera Utara
predikat, sedangkan pada contoh kalimat (4), anak kalimat terletak di antara
predikat dan objek.
7. Anak Kalimat Keterangan Pewatas
Anak kalimat ini menyertai nomina, baik nomina itu berfungsi sebagai
subjek, predikat maupun objek. Ciri penanda anak kalimat ini ialah konjungsi
yang atau kata penunjuk itu. Anak kalimat ini berfungsi sebagai pewatas nomina.
Contohnya :
Anak Kalimat
(1) Perusahaan yang ingin mengajukan kredit harus mempunyai jaminan.
Anak Kalimat
(2) Orang membawa tas itu direktur kami.
Anak Kalimat
(3) Dia direktur yang baru dilantik seminggu yang lalu.
Anak Kalimat
(4) Direktur baru itu ingin memperluas perubahan yang nyaris gulung tikar
sebulan yang lalu.
Anak Kalimat
(5) Dia kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber kehidupan keluarganya.
Anak Kalimat
(6) Dia akan pindah ke rumah yang terletak di ujung jalan itu.
Pada contoh kalimat (1), anak kalimat mewatasi nomina subjek
(perusahaan). Anak kalimat itu menggunakan konjungsi yang. Pada contoh
Universitas Sumatera Utara
kalimat (2), anak kalimat memberi pewatas nomina subjek (orang), tetapi tidak
digunakan konjungsi yang. Sebagai pengganti, digunakan kata penunjuk itu untuk
menandai ketakrifan nomina subjek. Pada contoh kalimat (3), anak kalimat
mewatasi nomina predikat (direktur) yang ditandai oleh konjungsi yang.
Selanjutnya, pada contoh kalimat (4), anak kalimat mewatasi nomina objek
(perusahaan). Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang. Pada contoh (5),
anak kalimat mewatasi nomina pelengkap yang ditandai oleh konjungsi yang.
Adapun contoh kalimat yang terakhir, anak kalimat memberi pewatas nomina
keterangan (rumah).
8. Anak Kalimat Pengganti Nomina
Anak kalimat ini ditandai oleh kata bahwa dan anak kalimat ini dapat
menjadi subjek atau objek dalam kalimat transitif.
Contohnya :
Anak Kalimat
(1) Bahwa pengurus koperasi harus segera dibentuk sudah dibahas dalam rapat
kemarin.
Anak Kalimat
(2) Adalah hak kita bahwa pemilihan pengurus itu harus dibicarakan dalam
rapat anggota.
Anak Kalimat
(3) Keinginan pemimpin kita ialah bahwa semua pengurus harus mendahulukan
kepentingan pelayanan.
Anak Kalimat
Universitas Sumatera Utara
(4) Pengurus lama berjanji bahwa koperasi kita akan memilih pengurus baru.
Anak Kalimat
(5) Dia memberitahukan bahwa pemilihan pengurus koperasi diadakan minggu
ini.
Pada contoh kalimat (1), anak kalimat menduduki fungsi subjek. Pada
contoh kalimat (2), walaupun tidak posisi awal, anak kalimat itu berfungsi sebagai
subjek. Kalimat (2) itu adalah kalimat inversi (pola urutan P-S). Urutan itu dapat
diubah S-P. Pada contoh kalimat (3), anak kalimat termasuk sebagai pelengkap,
begitu juga contoh kalimat (4) menunjukkan bahwa anak kalimat berfungsi
sebagai pelengkap. Adapun contoh kalimat terakhir menempatkan anak kalimat
sebagai objek.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Psikolinguistik dan Teori Genetik Kognitif Chomsky
Kata psikolinguistik adalah gabungan dua kata, yaitu ‘psikologi’ dan
‘linguistik’, yang merupakan dua disiplin yang berlainan dan berdiri sendiri.
Kedua disiplin ilmu ini mengkaji satu masalah yang sama, yaitu bahasa, dengan
cara yang berlainan dan dengan tujuan yang berlainan. Dengan demikian banyak
juga hal yang sama yang dikaji oleh kedua disiplin ilmu ini dengan tujuan yang
boleh dikatakan sama atau hampir sama tetapi dengan metode atau teori yang
berlainan. Pada dasarnya psikologi mengkaji perilaku berbahasa, sedangkan
linguistik mengkaji struktur bahasa yang lahir atau tumbuh. Kedua disiplin ilmu
ini saling berdampingan dan bekerjasama atau saling membantu dalam mengkaji
bahasa dan hakekat bahasa itu.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai hasil kerjasama yang lebih terarah dan sistematis lahirlah satu
ilmu baru yang sekarang disebut ‘psikolinguistik’. Psikolinguistik adalah ilmu
yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam mereka
membina pengetahuan berbahasa. (Dardjowidjojo, 2005).
Tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang
unggul dari segi linguistik dan psikologi yang mampu menerangkan hakekat
bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba
menerangkan hakekat struktur bahasa dan bagaimana struktur bahasa ini diperoleh
dan digunakan pada waktu bertutur dan memahami ujaran-ujaran bahasa yang
terlibat dalam proses-proses kebahasaan ini.
Pada hakekatnya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan
linguistik dan psikologi kepada masalah-masalah bahasa, seperti pengajaran
bahasa, pemebelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan lanjutan,
kedwibahasaan (bilingualism), kemultibahasaan (multilingualism), penyakit
bertutur, seperti afasia, gagap dan sebagainya. Dengan demikian penulis dapat
menyimpulkan bahwa psikolinguistik merupakan satu ilmu yang dilahirkan
sebagai akibat dari satu kesadaran, bahwa pengkajian bahasa merupakan sesuatu
yang sangat sulit dan dan rumit sehingga satu disiplin ilmu secara sendiri tidak
mungkin mampu mengkaji dan menerangkan hakekat bahasa itu.
Sama halnya dengan Piaget, Chomsky juga tidak pernah memperkenalkan
teori pemerolehan dan pembelajaran bahasa secara khusus. Namun, karena teori
linguistik yang diperkenalkannya (1957, 1965, 1968)dan juga artikel ulasannya
mengenai buku Skinner (“Verbal Behavior”, 1957) dalam Language (1959) telah
mengubah secara drastis perkembangan psikolinguistik, maka satu teori
Universitas Sumatera Utara
pemerolehan dan pembelajaran bahasa telah dapat disimpulkan dari teori generatif
transformasinya yang kini dikenal dengan nama teori genetik kognitif (Chaer,
2003 : 108). Teori ini digolongkan ke dalam kelompok teori kognitif karena teori
ini menekankan pada otak (akal, mental) sebagai landasan dalam proses
pemerolehan dan pembelajaran bahasa.
Chomsky (1969) dengan keras menentang teori pembiasaan operan dalam
pemerolehan bahasa yang dikemukakan Skinner. Menurut Chomsky tidaklah ada
gunanya sama sekali untuk menjelaskan proses pemerolehan bahasa tanpa
mengetahui dengan baik apa sebenarnya bahasa sebagai benda yang sedang
diperoleh itu. Untuk dapat menerangkan hakikat proses pemerolehan bahasa, di
samping memahami apa sebenarnya bahasa itu, kita tidak boleh menyampingkan
pengetahuan mengenai struktur dalam organisme (manusia), yakni bagaimana
cara-cara perilaku berbahasa itu diatur. Semua cara ini ditentukan oleh struktur
awal yang dibawa sejak lahir yang sangat rumit, dan proses perkembangannya
diatur menurut proses pematangan genetik dan pengalaman-pengalaman yang
telah lalu.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innateness hyphothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa
otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak
manusia dipersiapkan telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal yang
disebut Language Acquisition Device (LAD). Dalam proses pemerolehan bahasa
LAD ini menerima “ucapan-ucapan” dan data-data lain yang berkaitan melalui
pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus-rumus linguistik berdasarkan
masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Menurut Chomsky,
Universitas Sumatera Utara
teori behaviorisme (S – R) sangat tidak memadai untuk menerangkan proses-
proses pemerolehan bahasa sebab masukan data linguistiknya sangat sedikit untuk
dapat membangkitkan rumus-rumus linguistik. Chomsky berpendapat tidak
mungkin seorang kanak-kanak mampu menguasai bahasa ibunya dengan begitu
mudah yaitu tanpa diajar dan begitu cepat dengan masukan yang sedikit (kalimat-
kalimat tidak lengkap, berputus-putus, salah, dan sebagainya) tanpa adanya
struktur universal dan LAD itu di dalam otaknya secara genetik.
Dalam proses pemerolehan bahasa, tugas kanak-kanak dengan alat yang
dimilikinya (yaitu LAD) adalah menentukan bahasa masyarakat manakah
masukan kalimat-kalimat yang didengarnya itu akan dimasukkan. Struktur awal
atau skema nurani yang dimilikinya semakin diperkaya setelah “bertemu” dengan
masukan dari bahasa masyarakatnya (bahasa ibunya), dan kanak-kanak akan
membentuk teori tata bahasanya berdasarkan itu. Tata bahasa itu terus-menerus
disempurnakan berdasarkan masukan yang semakin banyak, dan sesuai dengan
proses pematangan otaknya. Sesudah mencapai umur tiga atau empat tahun, tata
bahasa ini sudah hampir sama baiknya dengan tata bahasa yang dimiliki orang
dewasa. Keadaan ini merupakan hal yang luar biasa mengingat betapa nuraninya
bahasa yang sedang diperolehnya.
Untuk lebih memperkuat teorinya atau hipotesisnya Chomsky mengajukan
hal-hal berikut :
1. Proses-proses pemerolehan bahasa pada semua kanak-kanak boleh
dikatakan sama.
Universitas Sumatera Utara
2. Proses pemerolehan bahasa tidak ada kaitannya dengan kecerdasan.
Maksudnya, anak yana IQ-nya rendah juga memperoleh bahasa pada
waktu dan cara yang hampir sama.
3. Proses pemerolehan bahasa juga tidak dipengaruhi oleh motivasi dan
emosi kanak-kanak.
4. Tata bahasa yang dihasilkan oleh semua kanak-kanak boleh dikatakan
sama.
Semua ini tidak mungkin terjadi apabila kanak-kanak itu tidak dilengkapi
dengan LAD dan skema nurani seperti yang disebutkan di atas.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Indonesia
Anak
Kemampuan berbahasa Indonesia anak sangat mempengaruhi bahasa
pertamanya. Anak dalam memperoleh bahasa pertama bervariasi, ada yang
lambat, sedang, bahkan ada yang cepat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti yang dikemukakan oleh Chomsky, Piaget, Lenneberg dan
Slobin berikut ini:
1. Faktor Alamiah
Faktor alamiah adalah setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur dan
aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition Divice
(LAD). Potensi dasar itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat
stimulus dari lingkungan. Proses pemerolehan melalui piranti ini sifatnya alamiah.
Karena sifatnya alamiah, maka kendatipun anak tidak dirangsang untuk
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan bahasa, anak tersebut akan mampu menerima apa yang terjadi di
sekitarnya. Slobin mengatakan bahwa yang dibawa lahir ini bukanlah
pengetahuan seperangkat kategori linguistik yang semesta, seperti dikatakan oleh
Chomsky. Prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang dibawa sejak lahir itulah
yang memungkinkan seorang anak untuk mengolah data linguistik.
2. Faktor Perkembangan Kognitif
Perkembangan bahasa seseorang seiring dengan perkembangan
kognitifnya. Keduanya memiliki hubungan yang komplementer. Pemerolehan
bahasa dalam prosesnya dibantu oleh perkembangan kognitif, sebaliknya
kemampuan kognitif akan berkembang dengan bantuan bahasa. Keduanya
berkembang dalam lingkup interaksi sosial.
Piaget dalam Brainerd seperti dikutip Ginn (2006) mengartikan kognitif
sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pengenalan berdasarkan intelektual dan
merupakan sarana pengungkapan pikiran, ide, dan gagasan. Termasuk, kegiatan
kognitif; aktivitas mental, mengingat, memberi simbol, mengkategorikan atau
mengelompokkan, memecahkan masalah, menciptakan, dan berimajinasi.
Hubungannnya dengan mempelajari bahasa, kognitif memiliki keterkaitan dengan
pemerolehan bahasa seseorang.
Menurut Lenneberg (1967), dalam usia dua tahun (kematangan kognitif)
hingga usia pubertas, otak manusia itu masih sangat lentur yang memungkinkan
seorang anak untuk memperoleh bahasa pertama dengan mudah dan cepat. Lanjut
Lenneberg, pemerolehan bahasa secara alamiah sesudah pubertas akan terhambat
Universitas Sumatera Utara
oleh selesainya fungsi-fungsi otak tertentu, khususnya fungsi verbal di bagian
otak sebelah kiri.
Piaget (1955) memandang anak dan akalnya sebagai agen yang aktif dan
konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang
terus menerus. Anak-anak sewaktu bergerak menjadi dewasa memperoleh tingkat
pemikiran yang secara kualitatif berbeda, yaitu menjadi meningkat lebih kuat.
Piaget berpendapat bahwa kemampuan merepresentasikan pengetahuan itu adalah
proses konstruktif yang mensyaratkan serangkaian langkah perbuatan yang lama
terhadap lingkungan.
Menurut Slobin (1977), perkembangan umum kognitif dan mental anak
adalah faktor penentu pemerolehan bahasa. Seorang anak belajar atau
memperoleh bahasa pertama dengan mengenal dan mengetahui cukup banyak
struktur dan fungsi bahasa, dan secara aktif ia berusaha untuk mengembangkan
batas-batas pengetahuannya mengenai dunia sekelilingnya, serta mengembangkan
keterampilan-keterampilan berbahasanya menurut strategi-strategi persepsi yang
dimilikinya. Lanjut Slobin, pemerolehan linguistik anak sudah diselesaikannya
pada usia kira-kira 3-4 tahun, dan perkembangan bahasa selanjutnya dapat
mencerminkan pertumbuhan kognitif umum anak itu.
3. Faktor Latar Belakang Sosial
Latar belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok
sosial, dan lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam
pemerolehan bahasa anak (Vygotsky, 1978). Semakin tinggi tingkat interaksi
sosial sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak)
Universitas Sumatera Utara
memperoleh bahasa. Sebaliknya semakin rendah tingkat interaksi sosial sebuah
keluarga, semakin kecil pula peluang anggota keluarga (anak) memperoleh
bahasa. Hal lain yang turut berpengaruh adalah status sosial. Anak yang berasal
dari golongan status sosial ekonomi rendah rnenunjukkan perkembangan
kosakatanya lebih sedikit sesuai dengan keadaan keluarganya. Misalnya, seorang
anak yang berasal dari keluarga yang sederhana hanya mengenal lepat, ubi, radio,
sawah, cangkul, kapak, atau pisau karena benda-benda tersebut merupakan
benda-benda yang biasa ditemukannya dalam kehidupannya sehari-hari.
Sebaliknya anak yang berasal dari keluarga yang memiliki status ekonomi yang
lebih tinggi akan memahami kosakata seperti mobil, televisi, komputer, internet,
dvd player, laptop, game, facebook, ataupun KFC, karena benda-benda tersebut
merupakan benda-benda yang biasa ditemukan dalam kehidupannya sehari-hari.
Kemampuan anak berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang dapat
dipahami orang lain sebagai anggota kelompok. Anak yang mampu
berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok sosial dan
mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk memerankan kepemimpinannya,
dibandingkan dengan anak yang kurang mampu berkomunikasi atau takut
menggunakannya.
4. Faktor Keturunan
Faktor keturunan meliputi:
1. Intelegensia
Pemerolehan bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensia yang
dimiliki anak. Ini berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna
Universitas Sumatera Utara
sesuatu melalui pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi IQ seseorang, semakin
cepat memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-nya, semakin lambat
memperoleh bahasa.
Berikut ini adalah bagian dari gambar otak, menurut Simanjuntak (2009 :
198).
Gambar 1 : Fungsi-Fungsi Otak (Simanjuntak, 2009 : 198) LD : Lobus Depan (Frontal) FB : Fasikulus Busur LT : Lobus Temporal KM : Korteks Moto LO : Lobus Oksipital KPd : Korteks Pendengaran LP : Lobus Parietal KPI : Korteks Penglihatan MB : Medan Broca KPr : Korteks Perasa (Peraba) MW : Medan Wernicke GA : Girus Angular Pusat Tata Bahasa (Kecakapan) : Girus Angular (GA) Pusat Ucapan : I) Pusat Produksi : Medan Broca (MB) II) Pusat Pemahaman : Medan Wernicke (MW)
Universitas Sumatera Utara
2. Kepribadian dan Gaya/Cara Kemampuan Bahasa
Kreativitas seseorang dalam merespon sesuatu sangat menentukan
kemampuan bahasa, daya bertutur dan bertingkah laku yang menjadi kepribadian
seseorang turut mempengaruhi sedikit banyaknya variasi-variasi tutur bahasa.
Seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa pertama dalam
otaknya, lengkap dengan semua aturan-aturannya. Bahasa pertama itu
diperolehnya dengan beberapa tahap, dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati
tata bahasa dari bahasa orang dewasa.
Chomsky dan Piaget, seperti dikutip Ginn (2006), mengklasifikasi
kemampuan bahasa ke dalam tujuh tahapan, yaitu. (a) Tahap Meraban
(Pralinguistik 0,0-0,5) Pertama, (b) Tahap Meraba (Pralinguistik 0,5-1,0) Kedua:
Kata Nomsens, (c) tahap Liguistik I Holoprastik; Kalimat satu Kata (1,0-2,0), (d)
Tahap Linguistik II Kalimat Dua Kata (2,0-3,0), (e) Tahap Linguistik III.
Pengembangan Tata Bahasa (3,0-4,0), (f) Tahap Linguistik IV Tata Bahasa Pra-
Dewasa (4,0-5,0) dan (g) Tahap Linguistik V Kompetensi Penuh (5,0-....).
Pada tahap pralinguistik pertama anak belum dapat menghasilkan bunyi
secara normal, pada tahap pralinguistik yang kedua anak sudah dapat mengoceh
atau membabel dengan pola suku kata yang diulang-ulang. Bahkan menjelang
usia 1 tahun anak sudah mulai mengeluarkan pola intonasi dan bunyi-bunyi tiruan.
Pada tahap linguistik I anak sudah mulai menggunakan serangkaian bunyi ujaran
yang menghasilkan bunyi ujaran tunggal yang bermakna. Pada tahap linguistik II
kosa-kata anak mulai berkembang dengan pesat, ujaran yang diucapkan terdiri
atas dua kata dan mengandung satu konsep kalimat yang lengkap. Pada tahap
Universitas Sumatera Utara
linguistik III anak mampu menggunakan lebih dari dua kata, kalimat yang
diungkapkan biasanya menyatakan makna khusus yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Pada tahap linguistik IV anak sudah mampu menyusun
kalimat yang cukup lengkap meskipun masih ada kekurangan pada penggunaan
infleksi dan kata fungsi. Dan pada tahap linguistik yang terakhir anak sudah
memiliki kemampuan penuh dalam berbahasa.
2.2.3 Kemampuan Berbahasa
1. Pengertian Kemampuan Berbahasa
Secara bahasa kemampuan sama dengan kesanggupan atau kecakapan.
Jadi, kemampuan adalah kesanggupan individu untuk melakukan pekerjaan yang
dibebankan, sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan individu untuk
mendengarkan ujaran yang disampaikan oleh lawan bicara, berbicara dengan
lawan bicara, membaca pesan-pesan yang disampaikan dalam bentuk tulisan, dan
menulis pesan-pesan baik secara lisan maupun tulisan.
2. Jenis-jenis Kemampuan Berbahasa
a. Kemampuan Mendengar
Kemampuan mendengar adalah kemampuan atau keterampilan
menangkap dan memproduksi bahasa yang diperoleh dengan pendengaran. Dalam
mendengarkan biasanya menggunakan direct method. Kaidah metode itu
pelajaran awal diberikan dengan latihan-latihan mendengarkan atau hear training,
kemudian diikuti dengan latihan-latihan mengucapkan bunyi lebih dahulu, setelah
itu kata-kata pendek, dan akhirnya kalimat yang lebih panjang. Kalimat-kalimat
Universitas Sumatera Utara
tersebut kemudian dirangkaikan menjadi percakapan dan cerita. Materi pelajaran
ditulis dalam notasi fonetik bukan ejaan sebagaimana lazimnya gramatika
diajarkan secara induktif, dengan pelajaran mengarang terdiri atas reproduksi, dari
yang telah didengar dan bicara (Dahlan, 1992).
Secara umum tujuan latihan menyimak/mendengar adalah agar anak-anak
dapat memahami ajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik bahasa
sehari-hari maupun bahasa yang digunakan dalam forum resmi (Effendy, 2005).
b. Kemampuan Berbicara
Kemampuan berbicara adalah kemampuan berkomunikasi secara
langsung dalam bentuk percakapan atau berdialog. Latihan-latihan cakap (diskusi,
dialog) serta latihan membuat laporan lisan, dapat juga menambah keterampilan
berbicara, persoalan yang tidak kurang pentingnya agar murid trampil berbicara
adalah latihan-latihan keberanian berbicara. Selain bergantung pada sikap guru,
tugas-tugas mengadakan komunikasi dengan ornag lain (selain guru kelas) dapat
juga menimbulkan keberanian berbicara bagi murid-murid pemula, persoalannya
keberanian (berbicara) perlu mendapat latihan-latihan seperlunya.
Kemahiran berbicara merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa
yang ingin dicapai dalam pengajaran bahasa. Berbicara merupakan merupakan
sarana utama utnuk membina saling perhatian, komunikasi timbal-balik, dengan
menggunakan bahasa sebagai medianya.
Kegiatan berbicara di dalam kelas mempunyai aspek komunikasi dua
arah, yaitu antara pembicara dengan pendengarnya secara timbal balik. Dengan
demikian, latihan berbicara harus terlebih dahulu didasari oleh :
Universitas Sumatera Utara
1. Kemampuan mendengarkan
2. Kemampuan mengucapkan
3. Penguasaan (relatif) kosa kata yang diungkapkan yang memungkinkan
siswa dapat mengkomunikasikan maksud/fisiknya.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa latihan berbicara itu merupakan
kelanjutan dari latihan menyimak/mendengar yang di dalam kegiatannya juga
terdapat latihan mengucapkan.
2.2.4 Media Gambar
Media gambar adalah media yang tidak diproyeksikan dan dapat dinikmati
oleh semua orang sebagai pindahan dari keadaan yang sebenarnya mengenai
orang, suasana, tempat, barang, pemandangan, dan benda-benda yang lain. Media
gambar termasuk media visual, sebagaimana halnya media yang lain media
gambar berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan.
Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan
disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi anak. Simbol-
simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar proses penyampaian pesan
dapat berhasil dan efisien. Selain fungsi umum tersebut, secara khusus gambar
berfungsi pula untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan
atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak
digambarkan. Selain sederhana dan mudah pembuatannya, media gambar
termasuk media yang relatif murah bila ditinjau dari segi biayanya.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa kelebihan media gambar antara lain :
1. Sifatnya konkrit, Maksudnya gambar lebih realistis menunjukkan pokok
masalah dibandingkan dengan media verbal semata.
2. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda/
peristiwa dapat dibawa kedalam kelas, dan tidak selalu bisa anak – anak
dibawa keobjek / peristiwa tersebut. Media gambar dapat mengatasi masalah
tersebut.
3. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sela atau
penampang daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat
disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar.
4. Gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk
tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan
kesalahpahaman.
5. Gambar harganya murah dan mudah didapat serta digunakan, tanpa
memerlukan peralatan khusus.
Selain kelebihan – kelebihan tersebut, gambar mempunyai kelemahan,
beberapa kelemahan tersebut adalah :
1. Gambar hanya menekankan persepsi indera mata
2. Gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan
pembelajaran.
3. Ukurannya sangat terbatas kelompok besar.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar yang baik
sehingga dapat dijadikan sebagai media pendidikan.
1. Autentik
Gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang
melihat benda sekitarnya.
2. Sederhana.
Komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin – poin pokok
dalam gambar.
3. Ukuran Relatif.
Gambar dapat membesarkan atau memperkecil objek/benda sebenarnya.
Apabila gambar tersebut tentang benda / objek yang belum dikenal atau
pernah dilihat anak maka sulitlah membayangkan berapa besar benda atau
objek tersebut. Untuk menghindari itu hendaknya dalam gambar tersebut
terdapat sesuatu yang telah dikenal anak – anak sehingga dapat membantunya
membayangkan berapa besarkah benda tersebut.
4. Gambar sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. Gambar yang baik
tidaklah menunjukan objek dalam keadaan diam, tapi memperlihatkan
aktivitas tertentu.
5. Gambar yang bagus dilihat dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang akan di capai.
(http://4wank.wordpress.com/2008/05/16/penggunaan-media-gambar/)
Universitas Sumatera Utara
2.3 Tinjuan Pustaka
Penelitian tentang kemampuan berbahasa Indonesia sudah dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya :
Krashen (1978) dalam Chayono (1995 : 299) yang menyatakan bahwa
pemahaman hubungan antara pemerolehan dan belajar itu penting untuk
memahami periode kritis, karena setelah periode kritis berakhir, peranan belajar
menjadi lebih berarti. Pemerolehan mengacu ke perkembangan kemampuan dalam
suatu bahasa secara bertahap dan tidak disadari dengan disertai kemampuan
penggunaan secara alamiah dalam situasi-situasi komunikatif. Kegiatan
pemerolehan ialah kegiatan yang dialami oleh anak-anak dan mereka yang
memperoleh bahasa karena mereka cukup lama dalam interaksi sosial (bahasa
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari) di negara lain. Pemerolehan terjadi
dalam lingkungan yang tidak formal.
Berbeda dengan pemerolehan, belajar mengacu ke pengumpulan
pengetahuan kosa kata dan gramatika bahasa melalui sesuatu yang disadari
(matematika, misalnya, merupakan kemampuan yang dipelajari, dan bukan
kemampuan yang diperoleh). Kegiatan belajar biasanya berwujud pengajaran
bahasa di sekolah, terbatas pada orang dewasa dan cenderung menghasilkan
pengetahuan tentang bahasa yang dipelajari. Mereka yang memiliki pengalaman
bahasa kedua melalui belajar cenderung tidak dapat mengembangkan kemampuan
seperti mereka yang mengalami pemerolehan.
Gustianingsih (2002) dalam tesis yang berjudul “Pemerolehan Kalimat
Majemuk Bahasa Indonesia Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak” membahas
tentang bagaimana kalimat majemuk koordinatif bahasa Indonesia diperoleh anak
Universitas Sumatera Utara
taman kanak-kanak, yaitu jenis konjungsi kalimat koordinatif apa yang diperoleh
anak dan berapa jumlah frekuensinya. Anak TK memiliki pola struktur kalimat
majemuk koordinatif bahasa Indonesia yang berbeda dengan orang dewasa. Jenis
kalimat majemuk koordinatif yang sedang, akan dan telah dipahami anak TK
ternyata berbeda bagi setiap anak. Anak TK memiliki karakteristik kalimat
majemuk koordinatif bahasa Indonesia yang berbeda dengan karakteristik bahasa
orang dewasa.
Siregar (2002) dalam tesis yang berjudul “Pengaruh Stimuli Trehadap
Pemerolehan Bahasa Anak Prasekolah (Studi Komparatif)” menemukan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara pemberian stimuli dengan perkembangan
kosa kata dan semantik anak prasekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin intensif lingkungan memberikan stimuli terhadap anak, maka
perkembangan pemerolehan bahasa anak prasekolah semakin baik. Selain itu, dari
hasil penelitian ditemukan juga fakta bahwa anak masih melakukan generalisasi
terhadap benda yang memiliki karakteristik yang sama.
Rusyani (2008) dalam penelitiannya berjudul “Pemerolehan Bahasa
Indonesia Anak Usia 2,5 Tahun (Studi Kasus Terhadap Pemerolehan Bahasa
Anak Usia Dini)” menemukan bahwa anak yang berusia dua setengah tahun sudah
mampu mengucapkan kata-kata yang sesuai dengan lingkungan dan benda-benda
yang ada disekitarnya. Perbendaharaan kata anak juga sudah mulai berkembang
karena anak mengambil contoh dari kata-kata yang diucapkan orang tua, teman-
teman, saudara-saudaranya dan orang-orang lain yang ada di sekitarnya. Dalam
penelitian ini juga ditemukan fakta bahwa anak yang berusia dua setengah tahun
sudah mampu menghasilkan kalimat pada tingkat satu kata, dua kata, dan tiga kata
Universitas Sumatera Utara
yang sudah memiliki makna yang lengkap. Selain itu, anak juga sudah mampu
menghasilkan kalimat dalam modus deklaratif, interogatif dan imperatif.
Nasution (2009) dalam tesis yang berjudul “Kemampuan Berbahasa Anak
Usia 3-4 Tahun (Prasekolah) di Play Group Mekar Medan: Tinjuauan
Psikolinguistik” menemukan bahwa para responden yaitu anak-anak yang berusia
3-4 tahun di Play Group Tunas Mekar Medan mampu berbahasa baik dari
pemerolehan fonologi, sintaksis, maupun semantik. Walaupun pada pemerolehan
fonologi anak mengalami pergantian sebuah bunyi yang disuarakan dengan bunyi
yang tidak disuarakan. Pada pemerolehan sintaksis anak telah mampu
menggunakan kalimat-kalimat yang gramatikal dan pada pemerolehan semantik
anak lebih cenderung menggunakan kata-kata yang memiliki makna denotatif.
Pelenkahu (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemerolehan
Bahasa Pertama Anak Kembar Usia Dua Tahun Delapan Bulan” menemukan
bahwa anak kembar usia dua tahun delapan bulan yang menjadi subjek penelitian
ini dalam mengujarkan satu, dua dan tiga kata mengawalinya dengan
mengujarkan suku kata awal dan akhir secara bergantian. Dalam pemerolehan
morfologinya anak sangat tergantung pada pola kehidupan berbahasa yang ada
dilingkungan keluarganya, maksudnya sedikit banyaknya bergantung pada pola
berbahasa yang dilakukan oleh ibu mereka, kemudian ayah, dan saudara-
saudaranya. Kebanyakan kata-kata yang mampu diujarkan merupakan gambaran
kegiatan yang dilakukan di dalam kehidupan kedua anak tesebut. Dari hasil
penelitian juga diteemukan bahwa kedua anak tersebut kurang memiliki bakat
bahasa yang dibawa sejak lahirnya sehingga orang tua perlu mengembangkannya
Universitas Sumatera Utara
agar tidak menglami keterlambatan dalam pemerolehan bahasa yang baik dan
benar.
Hutabarat (2011) dalam penelitiannya yan berjudul “Pemerolehan
Sintaksis Bahasa Indonesia Anak Usia Dua Tahun Dan Tiga Tahun Di Padang
Bulan Medan” menemukan bahwa anak yang berusia dua tahun dan tiga tahn
sudah mampu menghasilkan kalimat pernyataan, pertanyaan, dan perintah dalam
modus deklaratif, interogatif, imperatif dan interjektif dengan baik, namun anak
usia dua tahun lebih banyak menggunakan kalimat pernyataan dalam modus
deklaratif dalam komunikasi sehari-hari dengan orang lain. Perbedaan
pemerolehan sintaksis bahasa Indonesia anak usia dua tahun dan tiga tahun
terletak pada modus kalimat yang mereka hasilkan yaitu dari segi improvisasi
dalam kalimat yang mereka gunakan, tingkat kalimat yang mereka hasilkan dan
originalitas kalimat yang mereka hasilkan. Dalam menghasilkan kalimat dalam
berbagai modus anak usia dua tahun dan tiga tahun dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu faktor alamiah berupa LAD, faktor perkembangan kognitif, faktor
latar belakang sosial dan faktor keturunan, yaitu intelegensia dan gaya/cara
pemerolehan bahasa.
Semua penelitian terdahulu yang disebutkan di atas sangat membantu
penulis untuk menentukan tahap-tahap yang harus dilakukan dalam penelitian ini,
karena semua penelitian tersebut menjadikan anak yang berusia 4-5 tahun sebagai
subjek penelitian. Dengan adanya penelitian terdahulu tersebut, penulis dapat
membandingkan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini dengan hasil yang
didapat dalam penelitian-penelitian tersebut. Sebagian penelitian tersebut
mengkaji tentang penggunaan kalimat majemuk bertingkat bahasa Indonesia anak
Universitas Sumatera Utara
usia taman kanak-kanak yang diperoleh melalui media gambar, pola kalimat
majemuk bertingkat bahasa Indonesia yang digunakan anak dalam memahami
media gambar dan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kalimat
majemuk bertingkat bahasa Indonesia anak usia taman kanak-kanak, sehingga
hasil yang didapatkan dalam penelitian terdahulu tersebut dapat dibandingkan
dengan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara