40
BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN 1. Pengertian Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak, sedangkan Doenges, (1999) cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang terjadi karena, fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio memar, leserasi dan perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak. Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & Neil. 2006). Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematiaan. 7

BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

  • Upload
    vantu

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

1. Pengertian

Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera

yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak, sedangkan Doenges,

(1999) cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang

terjadi karena, fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio memar,

leserasi dan perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural,

intraserebral, batang otak. Cedera kepala merupakan proses dimana

terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang

menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & Neil. 2006).

Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera

kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital

ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik

dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana

menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera

kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi

baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat

mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat

menyebabkan kematiaan.

7

Page 2: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

2. Macam-macam cedera kepala

Menurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 macam yaitu:

a. Cedera kepala terbuka

Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak

atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan

oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi

jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan

melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/

tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen

memiliki abses langsung ke otak.

b. Cedera kepala tertutup

Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah

goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang

bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan

tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak,

kontusio memar, dan laserasi.

3. Klasifikasi cedera kepala

Rosjidi (2007), trauma kepala diklasifikasikan menjadi derajat berdasarkan

nilai dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya, yaitu;

8

Page 3: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

a. Ringan

1.) GCS = 13 – 15

2.) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari

30 menit.

3.) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,

hematoma.

b. Sedang

1.) GCS = 9 – 12

2.) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari

30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

3.) Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Berat

1.) GCS = 3 – 8

2.) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia

lebih dari 24 jam.

3.) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau

hematoma intrakranial.

9

Page 4: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. anatomi dan fisiologi kepala

http://darmawanimoets.files.wordpress.com

1. Tengkorak

Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce (2008) merupakan

struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang

kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan :lapisan

luar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan

struktur yang kuat sedangkan etmoid merupakan struktur yang menyerupai

busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa anterior didalamnya

terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis, parientalis,

10

Page 5: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

oksipitalis, fosa posterior berisi otak tengah dan sereblum.

Gambar 2. Lapisan cranium

http://darmawanimoets.files.wordpress.com

2. Meningen

Pearce, Evelyn C. (2008) otak dan sumsum tulang belakang

diselimuti meningia yang melindungi syruktur saraf yang halus itu,

membawa pembulu darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan

serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan. Selaput

meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu:

a. Dura mater

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan

endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang

11

Page 6: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada

permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput

arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial ruang

subdural yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana

sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-

pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus

sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat

mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus

sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan

sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan

perdarahan hebat . Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan

gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: 1) sakit

kepala yang menetap 2) rasa mengantuk yang hilang-timbul 3)

linglung 4) perubahan ingatan 5) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh

yang berlawanan.

Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam

dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala dapat

menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan

perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah

arteri meningea media yang terletak pada fosa media fosa temporalis.

Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang

di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga

12

Page 7: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

b. Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.

Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura

mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura

mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia

mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor

serebrospinalis . Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan

akibat cedera kepala.

c. Pia mater

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater

adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,

meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana

ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.

Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia

mater.

13

Page 8: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

3. Otak

Menurut Ganong, (2002); price, (2005), otak terdiri dari 3 bagian, antara

lain yaitu:

a. Cerebrum

Gambar 3. Lobus-lobus Otak

http://darmawanimoets.files.wordpress.com

Serebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian, hemispherium

serebri kanan dan kiri. Setiap henispher dibagi dalam 4 lobus yang

terdiri dari lobus frontal, oksipital, temporal dan pariental. Yang

masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda, yaitu:

1) Lobus frontalis

Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan

keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau

mengikat tali sepatu. Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah

dan isyarat tangan. daerah tertentu pada lobus frontalis

14

Page 9: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

bertanggung jawab terhadap aktivitas motorik tertentu pada sisi

tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus

frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan

fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu

sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang

nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas

yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa

menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia.

Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping

lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,

kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.

2) Lobus parietalis

Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan

dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum.

Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari

daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi

pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian

tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis

menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.

Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya

kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan keadaan ini

disebut ataksia dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan

yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam

15

Page 10: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan

bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal

dengan baik misalnya, bentuk kubus atau jam dinding. Penderita

bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian

maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.

3) Lobus temporalis

Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi

menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus

temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan

memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur

emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan

menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk.

Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan

gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari

dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan

bahasanya.

Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-

dominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak

suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif

dan kehilangan gairah seksual.

4) Lobus Oksipital

Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis

16

Page 11: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

akan kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.

b. Cereblum

Terdapat dibagian belakang kranium menepati fosa serebri posterior

dibawah lapisan durameter. Cereblum mempunyai aski yaitu;

merangsang dan menghambat serta mempunyai tanggunag jawab yang

luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol

gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan mengintegrasikan input

sensori.

c. Brainstem

Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblomata. Otak

tengah midbrain/ ensefalon menghubungkan pons dan sereblum

dengan hemisfer sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan

motorik, sebagai pusat reflek pendengaran dan penglihatan. Pons

terletak didepan sereblum antara otak tengah dan medula, serta

merupakan jembatan antara 2 bagian sereblum dan juga antara medula

dengan serebrum. Pons berisi jarak sensorik dan motorik. Medula

oblomata membentuk bagian inferior dari batang otak, terdapat pusat-

pusat otonom yang mengatur fungsi-fungsi vital seperti pernafasan,

frekuensi jantung, pusat muntah, tonus vasomotor, reflek batuk dan

bersin.

4. Syaraf-Syaraf Otak

Suzanne C Smeltzer, (2001) Nervus kranialis dapat terganggu bila

17

Page 12: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau

pendarahan otak. Kerusakan nervus yaitu:

a. Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)

Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa

rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.

b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)

Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.

c. Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)

menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot

siliaris dan otot iris.

d. Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang

pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.

e. Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)

Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah

cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan

saraf otak besar, sarafnya yaitu:

1) Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian

depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola

mata.

18

Page 13: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,

palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.

3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)

mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya

mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.

f. Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)

Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf

penggoyang sisi mata

g. Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)

Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya

mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam

saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk

wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk

menghantarkan rasa pengecap.

h. Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII)

Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari

pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf

pendengar.

i. Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)

Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan

lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.

j. Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)

19

Page 14: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf

motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,

gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam

abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.

k. Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI),

Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus

trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan

l. Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)

Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf

ini terdapat di dalam sumsum penyambung.

C. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI

Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain:

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

3. Cedera akibat kekerasan.

4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat

merobek otak.

5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat

sifatnya.

6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat

merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

20

Page 15: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

D. PATOFISIOLOGI

Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat

ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan

aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang

diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan

benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur

objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah.

Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan

kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan

diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan

pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan

dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,

yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah

cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan

merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen.

Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga

sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar

pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi

karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa

21

Page 16: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.

Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang

berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih

merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi

sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area

cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra

kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya

bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang

terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan

volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi

arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya

peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi (Soetomo, 2002).

Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan

robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat

mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa

terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan

terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).

E. MANIFESTASI KLINIK

Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi

cedera otak.

1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)

22

Page 17: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah

cedera.

b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.

c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah

laku

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu

atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan

atau hahkan koma.

b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit

neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,

disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan

pergerakan.

3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)

a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah

terjadinya penurunan kesehatan.

b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera

terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area

tersebut.

23

Page 18: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

F. KOMPLIKASI

Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari

perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak,

komplikasi dari cedera kepala addalah;

1. Edema pulmonal

Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin

berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan

dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang

berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat

tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk

memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin

kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi

berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk

keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg,

yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.

Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih

banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah

paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan

difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan

peningkatan TIK lebih lanjut.

24

Page 19: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

2. Peningkatan TIK

Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg,

dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah

yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang

merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal

pernafasan dan gagal jantung serta kematian.

3. Kejang

Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.

Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan

menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral

disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang,

perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas

paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk

mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang

paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena.

Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian

diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.

4. Kebocoran cairan serebrospinalis

Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari

fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan

merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh

dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah

25

Page 20: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung

atau telinga.

5. Infeksi

G. PENETALAKSAANAN

1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis

sesuai dengan berat ringannya trauma.

2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi

vasodilatasi.

3. Pemberian analgetik.

4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,

glukosa 40% atau gliserol.

5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk

infeksi anaerob diberikan metronidazole.

6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam

pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan

lunak.

7. Pembedahan.

(Smelzer, 2001)

H. PENGKAJIAN FOKUS

1. Riwayat kesehatan

26

Page 21: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran

saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

2. Pemeriksaan fisik

a. Sistem respirasi:

Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,

ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif

(kemungkinan karena aspirasi).

b. Kardiovaskuler:

Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

c. Kemampuan komunikasi:

Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat

kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

d. Psikososial:

Data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari

keluarga.

e. Aktivitas/istirahat

S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan

O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah

dalam berjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus

otot.

27

Page 22: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

f. Sirkulasi

O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi),

perubahan frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan

aritmia.

g. Integritas Ego

S : Perubahan tingkah laku/kepribadian

O : Mudah tersinggung, delirium, agitasi, cemas, bingung, impulsive

dan depresi

h. Eliminasi

O : BAB/BAK inkontinensia/disfungsi.

i. Makanan/cairan

S : Mual, muntah, perubahan selera makan

O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).

j. Neurosensori

S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan

pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan

pengecapan/pembauan.

O : Perubahan kesadara, koma. Perubahan status mental (orientasi,

kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon

terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan

pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi),

kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.

28

Page 23: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

k. Nyeri/Keyamanan

S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.

O : Wajah menyeringa, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri

yang hebat, gelisah

l. Keamanan

S : Trauma/injuri kecelakaan

O : Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus

otot hilang kekuatan paralysis, demam, perubahan regulasi

temperatur tubuh.

m. Penyuluhan/Pembelajaran

Riwayat penggunaan alcohol/obat-obatan terlarang

(Doenges, 1999)

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Scan CT (tanpa/denga kontras)

Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran

ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

b. MRI

Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.

c. Angiografi serebral

Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan

otak akibat edema, perdarahan, trauma

d. EEG

29

Page 24: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang

patologis.

e. Sinar X

Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran

struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen

tulang.

f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)

Menentukan fungsi korteks dan batang otak.

g. PET (Positron Emission Tomography)

Menunjukan perubahan aktifitas metabolisme pada otak.

h. Fungsi lumbal, CSS

Dapat menduka kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.

i. GDA (Gas Darah Artery)

Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat

meningkatkan TIK.

j. Kimia /elektrolit darah

Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan dalam peningkatan

TIK/perubahan mental.

k. Pemeriksaan toksikologi

Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap

penurunan kesadaran.

l. Kadar antikonvulsan darah

30

Page 25: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup fektif

untuk mengatasi kejang.

(Doenges, 1999)

31

Page 26: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

I. Pathways Keperawatan

Soetomo (2002), Brain (2009)

Benturan kepala

Robekan dan distorsiTrauma pada jaringan lunak

Trauma kepala

Trauma akibat deselerasi/ akselerasi

Jaringan sekitar tertekan

Gangguan nyaman nyeri

Rusaknya jaringan kepala

Luka terbuka

Resiko tinggi terhadap infeksi

Cedera jaringan otak

hematoma

Perubahan pada cairan lutra dan ekstra sel edemaPeningkatan suplai darah ke daerah trauma vasodilatasi

Tekatan intra kranial

Aliran darah ke otak

Perubahan perfusi jaringan serebral

Hipoksia jaringan Penurunan kesadaran

Gangguan mobilisasi fisik

Mengeluarkan steroid & adrenal

Merangsang hipotalamus

Hipotalamus terviksasi (pd diensefalon)

Produksi ADH & aldosteron

Kerusakan pertukaran gas

Sekresi HCL digaster

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Merangsang inferior hipofise

Penurunan kekuatan dan tahanan otot

Pernafasan dangkal

Pola nafas tidak efektif

Kekacauan pola bahasa

Kerusakan hemisfer motorik

Tdk mampu menyampaiakan kata-

kata

Gangguan persepsi sinsorik

Gangguan komunikasi verbal

Retensi Na+H2o

Gangguanga keseimbangan cairan & elektrolit

31

Page 27: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

J. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Diagnosa Keperawatan:

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema

serebral dan peningkatan tekanan intrakranial (Doenges, 1999).

b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial,

neurovaskuler, kerusakan medula oblongata neuromaskuler (Doenges,

1999).

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

pengeluaran urine dan elektrolit meningkat (Carpenito, 2000).

d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan

(Doenges, 1999).

e. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan cedera psikis, alat traksi

(Doenges, 1999).

f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi

sensori dan kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan (Doenges,

1999).

g. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran,

peningkatan tekanan intra kranial (Doenges, 1999).

h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan

penurunan keseadaran (Carpenito, 1999).

i. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kerusakan

kulit kepala. (Carpenito, 2000).

32

Page 28: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

2. Intervensi dan Rasional:

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema

serebral dan peningkatan tekanan intrakranial

Tujuan: Setelah dilalukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

diharapkan perfusi jaringan serebral kembali normal

Kiteria Hasil:

1) Kien melaporkan tidak ada pusing atau sakit kepala

2) Tidak terjadi peningkatan tekanan intracranial

3) Peningkatan kesadaran, GCS ≥ 13

4) Fungsi sensori dan motorik membaik, tidak mual, tidak ada mutah

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional1. Kaji tingkat kesadaran.

2. Pantau status neurologis

secara teratur, catat adanya

nyeri kepala, pusing.

3. Tinggikan posisi kepala 15-

30 derajat

4. Pantau TTV, TD, suhu, nadi,

input dan output, lalu catat

hasilnya.

5. Kolaborasi pemberian

Mengetahui kestabilan klien.

Mengkaji adanya kecendeungan

pada tingkat kesadaran dan resiko

TIK meningkat.

Untuk menurunkan tekanan vena

jugularis.

Peningkatan tekanan darah sistemik

yang diikuti dengan penurunan

tekanan darah diastolik serta napas

yang tidak teratur merupakan tanda

peningkatan TIK.

Mengurangi keadaan hipoksia

33

Page 29: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

Oksigen.

6. Anjurkan orang terdekat

untuk berbicara dengan

klien.

Ungkapan keluarga yang

menyenangkan klien tampak

mempunyai efek relaksasi pada

beberapa klien koma yang akan

menurunkan TIK.

b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial,

neurovaskuler, kerusakan medula oblongata, hiperventilasi.

Tujuan : Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

diharapkan pola nafas efektif dengan

Kriteria hasil:

1) Klien tidak mengatakan sesak nafas

2) Retraksi dinding dada tidak ada, dengan tidak ada otot-otot

dinding dada.

3) Pola nafas reguler, RR. 16-24 x/menit, ventilasi adekuat

4) bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal pasien,

5) kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan.

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional

34

Page 30: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

1. Kaji kecepatan, kedalaman,

frekuensi, irama nafas,

adanya sianosis. Kaji suara

nafas tambahan (rongki,

mengi, krekels).

2. Atur posisi klien dengan

posisi semi fowler 30o

Berikan posisi semi prone

lateral/ miring, jika tak ada

kejang selama 4 jam pertama

rubah posisi miring atau

terlentang tiap 2 jam.

3. Anjurkan pasien untuk

minum hangat (minimal

2000 ml/hari).

4. Kolaborasi terapi oksigen

sesui indikasi.

5. Lakukan section dengan

hati-hati (takanan, irama,

lama) selama 10-15 detik,

Hipoventilasi biasanya terjadi atau

menyebabkan akumulasi/atelektasi

atau pneumonia (komplikasi yang

sering terjadi).

Meningkatkan ventilasi semua

bagian paru, mobilisasi serkret

mengurangi resiko komplikasi,

posisi tengkulup mengurangi

kapasitas vital paru, dicurigai dapat

menimbulkan peningkatan resiko

terjadinya gagal nafas.

Membantu mengencerkan sekret,

meningkatkan mobilisasi sekret/

sebagai ekspektoran.

Memaksimalkan bernafas dan

menurunkan kerja nafas. Mencegah

hipoksia, jika pusat pernafasan

tertekan. Biasanya dengan

menggunakan ventilator mekanis.

Penghisapan yang rutin, beresiko

terjadi hipoksia, bradikardi (karena

respons vagal), trauma jaringan oleh

35

Page 31: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

catat, sifat, warna dan bau

sekret

6. Kolaborasi dengan

pemeriksaan AGD, tekanan

oksimetri.

karenanya kebutuhan penghisapan

didasarkan pada adanya

ketidakmampuan untuk

mengeluarkan sekret.

Menyatakan keadaan ventilasi atau

oksigen, mengidentifikasi masalah

pernafasan, contoh: hiperventilasi

(PaO2 rendah/ PaCO2 mengingkat)

atau adanya komplikasi paru.

Menentukan kecukupan oksigen,

keseimbangan asam-basa dan

kebutuhan akan terapi.

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

pengeluaran urine dan elektrolit meningkat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat teratasi

dengan

Kriteria Hasil:

1) Menunjukan membran mukosa lembab

2) Tanda vital normal , haluaran urine adekuat dan bebas oedema.

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional1. Kaji tanda klinis dehidrasi Deteksi dini dan intervensi dapat

36

Page 32: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

atau kelebihan cairan.

2. Catat masukan dan haluaran,

hitung keseimbangan cairan,

ukur berat jenis urine.

3. Berikan air tambahan sesuai

indikasi

4. Kolaborasi pemeriksaan lab.

kalium/fosfor serum, Ht dan

albumin serum.

mencegah kekurangan/kelebihan

fluktuasi keseimbangan cairan.

Kehilangan urinarius dapat

menunjukan terjadinya dehidrasi

dan berat jenis urine adalah

indikator hidrasi dan fungsi renal.

Dengan formula kalori lebih tinggi,

tambahan air diperlukan untuk

mencegah dehidrasi.

Hipokalimia/fofatemia dapat terjadi

karena perpindahan intraselluler

selama pemberian makan awal dan

menurunkan fungsi jantung bila

tidak diatasi.

d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan

Tujuan : Pasien tidak mengalami gangguan nutrisi setelah dilakukan

perawatan selama 3 x 24 jam dengan

Kiteria Hasil:

1) Tidak mengalami tanda- tanda mal nutrisi dengan nilai lab. Dalam

rentang normal.

2) Peningkatan berat badan sesuai tujuan.

37

Page 33: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional1. Kaji kemampuan pasien

untuk mengunyah dan

menelan, batuk dan

mengatasi sekresi.

2. Auskultasi bising usus, catat

adanya penurunan/hilangnya

atau suara hiperaktif.

3. Jaga keamanan saat

memberikan makan pada

pasien, seperti meninggikan

kepala selama makan atatu

selama pemberian makan

lewat NGT.

4. Berikan makan dalam porsi

kecil dan sering dengan

teratur.

5. Kolaborasi dengan ahli gizi.

Faktor ini menentukan terhadap

jenis makanan sehingga pasien

harus terlindung dari aspirasi.

Bising usus membantu dalam

menentukan respon untuk makan

atau berkembangnya komplikasi

seperti paralitik ileus.

Menurunkan regurgitasi dan

terjadinya aspirasi.

Meningkatkan proses pencernaan

dan toleransi pasien terhadap nutrisi

yang diberikan dan dapat

meningkatkan kerjasama pasien saat

makan

Metode yang efektif untuk

memberikan kebutuhan kalori..

38

Page 34: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

e. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan cedera psikis, alat traksi.

Tujuan : Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 2x24 jam rasa

nyeri dapat berkurang/ hilang dengan

Kriteria Hasil:

1) Sekala nyeri berkurang 3-1

2) Klien mengatakan nyeri mulai berkurang, ekspresi wajah klien

rileks

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional1. Teliti keluhan nyeri, catat

intensitasnya, lokasinya dan

lamanya.

2. Catat kemungkinan

patofisiologi yang khas,

misalnya adanya infeksi,

trauma servikal.

3. Berikan tindakan

kenyamanan, misal pedoman

imajinasi, visualisasi, latihan

nafas dalam, berikan

aktivitas hiburan, kompres

4. Kolaborasi dengan

Mengidentifikasi karakteristik nyeri

merupakan faktor yang penting

untuk menentukan terapi yang

cocok serta mengevaluasi

keefektifan dari terapi.

Pemahaman terhadap penyakit yang

mendasarinya membantu dalam

memilih intervensi yang sesuai.

Menfokuskan kembali perhatian,

meningkatkan rasa kontrol dan

dapat meningkatkan koping.

Tindakan alternatif mengontrol

nyeri

Dibutuhkan untuk menghilangkan

39

Page 35: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

pemberian obat anti nyeri,

sesuai indikasi misal,

dentren (dantrium)

analgesik; antiansietas misal

diazepam (valium).

spasme/nyeri otot atau untuk

menghilangkan ansietas dan

meningkatkan istirahat.

f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi

sensori dan kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan.

Tujuan : Pasien dapat melakukan mobilitas fisik setelah mendapat

perawatan dengan

Kriteri Hasil :

1) Tidak adanya kontraktur, footdrop.

2) Ada peningkatan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit.

3) Mampu mendemonstrasikan aktivitas yang memungkinkan

dilakukannya

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional1. Periksa kembali kemampuan

dan keadaan secara

fungsional pada kerusakan

yang terjadi.

2. Berikan bantu untuk latihan

Mengidentifikasi kerusakan secara

fungsional dan mempengaruhi

pilihan intervensi yang akan

dilakukan.

Mempertahankan mobilitas dan

40

Page 36: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

rentang gerak

3. Bantu pasien dalam program

latihan dan penggunaan alat

mobilisasi. Tingkatkan

aktivitas dan partisipasi

dalam merawat diri sendiri

sesuai kemampuan

fungsi sendi/ posisi normal

ekstrimitas dan menurunkan

terjadinya vena statis.

Proses penyembuhan yang lambat

seringakli menyertai trauma kepala

dan pemulihan fisik merupakan

bagian yang sangat penting.

Keterlibatan pasien dalam program

latihan sangat penting untuk

meningkatkan kerja sama atau

keberhasilan program.

g. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran,

peningkatan tekanan intra kranial.

Tujuan : Fungsi persepsi sensori kembali normal setelah dilakukan

perawatan selama 3x 24 jam

Kriteria Hasil :

1) Mampu mengenali orang dan lingkungan sekitar.

2) Mengakui adanya perubahan dalam kemampuannya.

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional1. Kaji kesadaran

sensori dengan sentuhan,

panas/ dingin, benda

Semua sistem sensori dapat

terpengaruh dengan adanya

perubahan yang melibatkan

41

Page 37: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

tajam/tumpul dan kesadaran

terhadap gerakan.

2. Evaluasi secara teratur

perubahan orientasi,

kemampuan berbicara, alam

perasaan, sensori dan proses

pikir.

3. Bicara dengan suara yang

lembut dan pelan. Gunakan

kalimat pendek dan

sederhana. Pertahankan

kontak mata.

4. Berikan lingkungan

terstruktur rapi, nyaman dan

buat jadwal untuk klien jika

mungkin dan tinjau kembali.

peningkatan atau penurunan

sensitivitas atau kehilangan sensasi

untuk menerima dan berespon

sesuai dengan stimuli.

Fungsi cerebral bagian atas

biasanya terpengaruh lebih dahulu

oleh adanya gangguan sirkulasi,

oksigenasi. Perubahan persepsi

sensori motorik dan kognitif

mungkin akan berkembang dan

menetap dengan perbaikan respon

secara bertahap

Pasien mungkin mengalami

keterbatasan perhatian atau

pemahaman selama fase akut dan

penyembuhan. Dengan tindakan ini

akan membantu pasien untuk

memunculkan komunikasi.

Pasien mungkin mengalami

keterbatasan perhatian atau

pemahaman selama fase akut dan

penyembuhan. Dengan tindakan ini

akan membantu pasien untuk

42

Page 38: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

5. Kolaborasi pada ahli

fisioterapi, terapi okupasi,

terapi wicara dan terapi

kognitif.

memunculkan komunikasi.

Pendekatan antar disiplin ilmu dapat

menciptakan rencana

panatalaksanaan terintegrasi yang

berfokus pada masalah klien

h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan

penurunan keseadaran.

Tujuan: Kerusakan komunikasi verbal tidak terjadi.

Kriteria hasil: Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah

komunikasi dan klien dapat menunjukan

komunikasi dengan baik

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional1. Kaji derajat disfungsi

2. Mintalah klien untuk

mengikuti perintah

3. Anjurkan keluarga untuk

Membantu menentukan daerah atau

derajat kerusakan serebral yang

terjadi dan kesulitan pasien dalam

proses komunikasi.

Melakukan penelitian terhadap

adanya kerusakan sensori

Untuk merangsang komunikasi

43

Page 39: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

berkomunikasi dengan klien pasien, mengurangi isolasi sosial

dan meningkatkan penciptaan

komunikasi yang efektif..

i. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kerusakan

kulit kepala.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3x 24 jam

Kiteria Hasil:

a. Bebas tanda-tanda infeksi, Mencapai penyembuhan luka tepat

waktu

b. suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5OC)

Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional1. Berikan perawatan aseptik

dan antiseptik, pertahankan

teknik cuci tangan

2. Observasi daerah kulit yang

mengalami kerusakan, kaji

keadaan luka, catat adanya

kemerahan, bengkak, pus

daerah yang terpasang alat

Cara pertama untuk menghindari

nosokomial infeksi, menurunkan

jumlah kuman patogen .

Deteksi dini perkembangan infeksi

memungkinkan untuk melakukan

tindakan dengan segera dan

pencegahan terhadap komplikasi

selanjutnya, monitoring adanya

44

Page 40: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama... · Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

invasi dan TTV

3. Anjurkan klien untuk

memenuhi nutrisi dan

hidrasi yang adekuat.

4. Batasi pengunjung yang

dapat menularkan infeksi

5. Pantau hasil pemeriksaan

lab, catat adanya leukositosis

6. Kolaborasi pemberian

atibiotik sesuai indikasi.

infeksi.

Meningkatkan imun tubuh terhadap

infeksi

Menurunkan pemajanan terhadap

pembawa kuman infeksi.

Leukosit meningkat pada keadaan

infeksi

Menekan pertumbuhan kuman

pathogen.

45