Cedera Sendi

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH

CEDERA SENDI

DISUSUN OLEH : HANNY FADHILA AFRIDA ARYANI NST UMMI KATSUM P RIZKI IRWANSYAH S (060100011) (060100012) (060100061) (060100064)

DEPARTEMEN ILMU BEDAH ORTHOPAEDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H ADAM MALIK MEDAN 2011

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sendi merupakan pertemuan antara dua tulang atau lebih, baik terjadi pergerakan atau tidak terjadi pergerakan.1,2 Berdasarkan jenisnya sendi dibagi menjadi sinarthrosis, sindesmosis, amfiarthrosis dan diartrosis (synovial).2 Sendi memberikan adanya segmentasi pada rangka manusia dan memberikan kemungkinan variasi pergerakan di anatara segmen-segmen serta kemungkinan variasi pertumbuhan.1 Trauma adalah suatu peyebab utama dari cedera sendi dimana trauma merupakan keadaan seseorang mengalami cedera oleh salah satu sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olah raga dan rumah tangga. Setiap tahun 60 juta penduduk di Amerika Serikat mengalami trauma dan 50% memerlukan tindakan medis, 3,6 juta (12% dari 30 juta) membutuhkan perawatan di rumah sakit. 1.2. Tujuan Makalah ini diselesaikan guna melengkapi tugas dalam menjalani Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah Orthopaedi RSUP H.Adam Malik Medan - Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Cedera sendi adalah cedera yang terjadi pada sendi, dapat berupa trauma ligament, occult joint instability, subluksasi dan dislokasi. Mekanisme cedera sendi dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung.3 2.2. Jenis- Jenis Persendian Jenis sendi terdiri atas:2a.

Sendi sinarthrosis Sendi yang tidak memungkinkan tulang-tulang yang berhubungan dapat bergerak satu sama lain.

b.

Sendi amfiatrosis Merupakan sendi yang memungkinkan tulang-tulang yang saling berhubungan dapat bergerak secara terbatas, misalnya sendi antara manubrium sterni dengan korpus sterni dan sendi antara tulang vertebra.

c.

Sendi diartrosis (synovial) Sendi dengan pergerakan bebas. Permukaan sendi diliputi oleh lapisan tipis rawan hialin yang ujungnya dipisahkan oleh rongga sendi. Susunan ini memungkinkan pergerakan yang luas. Rongga sendi dibatasi oleh membran sinovial yang berjalan dari pinggir permukaan sendi ke permukaan sendi lainnya. Membran sinovial dilindungi oleh membran fibrosa yang kuat yang dinamakan kapsul sendi. Permukaan sendi dilumasi oleh cairan kental (cairan sinovial). Bantalan lemak yang terletak pada beberapa sendi sinovial terletak antara membran sinovial dan kapsula fibrosa, misalnya pada sendi panggul dan sendi lutut. Sendi synovial dapat dikelompokkan berdasarkan pada bentuk facies articularisnya dan tipe peregerakan yang mungkin dilakukan:3,4 - Sendi peluru. Pada sendi ini memungkinkan gerakan tiga arah. Contohnya adalah sendi panggul.

3

- Sendi kondiloid. Gerakan yang mungkin dilakukan sendi ini adalah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan sedikit rotasi. Contohnya adalah sendi lutut, sendi metakarpophalangeal.- Sendi engsel. Sendi ini menyerupai engsel pintu sehingga memberi

kemungkinan untuk gerakan fleksi dan ekstensi. Contohnya adalah sendi cubiti, sendi genus, dan sendi talocruralis.- Sendi pivot. Pada sendi ini terdapat pasak tulang yang dikelilingi oleh

cincin ligamentum bertulang. Hanya mungkin dilakukan gerakan rotasi. Contohnya adalah sendi radioulnaris superior.- Sendi ellipsoid. Pada sendi ini, facies articularis berbentuk konveks elips

yang sesuai dengan facies articularis konkaf elips. Gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dapat dilakukan kecuali rotasi. Contohnya adalah sendi radiocarpalis.- Sendi plana. Pada sendi ini memungkinkan pergeseran antar tulang yang

satu dengan yang lainnya. Contohnya adalah sendi interkarpalia. - Sendi pelana (saddle). Sendi ini dapat melakukan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan rotasi. Contohnya adalah sendi carpometacarpal.

4

2.3. Derajat Stabilitas Sendi Stabilitas sebuah sendi tergantung pada tiga faktor utama, yaitu:2 a. bentuk, ukuran, dan susunan facies articularies; b. ligamentum; dan c. tonus otot di sekitar sendi Derajat stabilitas sendi akibat trauma:5 1. Occult joint instability Ketidakstabilan sendi hanya dapat ditemukan dalam pemeriksaan tes stress, pada foto rontgen, tampak sendi yang normal2. Subluksasi6

Terjadi gangguan hubungan kedua permukaan sendi, namun masih mempertahankan kontak yang cukup 3. Dislokasi-luksasi Tidak ada lagi hubungan dari kedua permukaan sendi. 2.4. Cedera Sendi yang Sering Dijumpai 2.4.1. Trauma pada ligamen Trauma pada sendi juga dapat menyebabkan kerusakan atau robekan ligamen yang bersifat total atau parsial. Robekan pada ligamen yang bersifat parsial disebut sebagai sprain atau strain. Sprain adalah cedera pada ligamen sedangkan strain adalah cedera pada otot atau tendon.7,8 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik, gambaran klinis serta pemeriksaan rontgen secara stres dengan anastesia umum. Pengobatan

trauma pada ligamen ini

berdasarkan dengan metode RICE (Rest, Ice, Compression, Elevate).1 Rest. Pada 24-48 jam pertama dianggap sebagai masa kritis dan pergerakan harus dibatasi serta aktivitas yang menyebabkan nyeri dihindari. Penggunaan bidai diperlukan untuk imobilisasi.

Ice.

Pada 48 jam pasca cedera, dilakukan kompres dengan

menggunakan es pada lokasi cedera selama 20 menit setiap 3-4 jam. Kompres

5

es ini tidak boleh dilakukan lebih dari 20 menit karena dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan.

Compression. Pada awal pengobatan dilakukan kompresi ketika

mengelevasikan sprain atau strain. Penggunaan Ace bandage mungkin diperlukan.

Elevate. Posisikan lokasi dari sprain atau

strain lebih tinggi dari

jantung. 2.4.2. Subluksasi Subluksasi adalah suatu keadaan dimana sendi mulai mengalami dislokasi. Subluksasi dapat terjadi karena adanya suatu trauma atau cedera akut. Subluksasi juga dapat terjadi akibat sendi yang longgar. Pada gambaran klinis, pasien dengan subluksasi tidak mengalami gejala sehingga tidak memerlukan pengobatan. Jika sudah muncul gejala, pengobatan dapat diberikan.6

2.4.3. A.

Dislokasi Klasifikasi dislokasi sendi bahu:

Dislokasi Sendi Bahu1. Dislokasi anterior (dislokasi preglenoid, subkorakoid, dan subklavikuler)

Merupakan kelainan yang tersering ditemukan, biasanya penderita jatuh dengan tangan dalam keadaan out stretched atau trauma pada scapula sendiri dan anggota gerak dalam posisi rotasi lateral sehingga kaput humerus menembus 6

kapsul anterior sendi. Pada dislokasi anterior, kaput humerus berada di bawah glenoid , subaraknoid dan subklavikuler.1 Pada gambaran klinis didapatkan rasa nyeri yang hebat serta gangguan pergerakan sendi bahu.1,9 Kontur sendi bahu menjadi rata karena kaput humerus bergeser ke depan. Pada radiologi kaput humerus berada di depan dan medial glenoid.1 a. b.

Gambar: a. dislokasi anterior sendi bahu. b. gambaran radiologi dislokasi anterior sendi bahu. Pengobatan dislokasi ini dengan reposisi tertutup dapat dilakukan dengan dan tanpa pembiusan umum. Pada pembiusan umum dapat digunakan metode hipocrates dan kocher. Pada pengobatan tanpa pembiusan umum dapat menggunakan teknik menggantung lengan. Setelah reposisi berhasil, lengan harus difiksasi di daerah toraks selama 3-6 minggu dan bila reposisi tidak dilakukan dapat terjadi dislokasi rekuren. 12. Dislokasi Posterior

Dislokasi posterior lebih jarang ditemukan dan biasanya disebabkan karena trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna. Pada gambaran klinis ditemukan adanya nyeri tekan serta benjolan di bagian belakang sendi. Pada 7

pemeriksaan radiologis sitemukan tanda khas berupa light bulb karena adanya rotasi interna humerus. Pengobatan dislokasi ini dengan cara dilakukan reduksi dengan menarik lengan ke depan secara hati-hati dan rotasi eksterna, serta immobilisasi selama 3-6 minggu.1 a. b.

Gambar: a. Dislokasi posterior sendi bahu. b radiologi dislokasi posterior sendi bahu. 3. Dislokasi inferior atau luksasi erekta Kaput humerus mengalami jepitan di bawah glenoid dimana lengan mengarah ke atas. Pengobatan dislokasi ini adalah dengan dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi anterior dan bila tidak berhasil dapat dilakukan reposisi terbuka dengan operasi. 1

4. Dislokasi disertai dengan fraktur tuberositas mayor humerus 8

Jenis ini biasanya adalah dislokasi tipe anterior disertai fraktur. Apabila dilakukan reposisi pada dislokasi, biasanya fraktur akan tereposisi dan melekat kembali pada humerus. 1 B. Dislokasi Sendi Siku Dislokasi sendi siku sering terjadi pada anak-anak. Disklokasi sendi diku terjadi karena penderita jatuh dalam keadaan tangan out-streched.10 Kapsul anterior dan kolateral ligament mengalami robekan. Bagian distal dari humerus terdorong ke depan melaului kapsul anterior sedangkan radius dan ulna mengalami dislokasi ke posterior, sehingga selalu terjadi kerusakan yang hebat pada jaringan lunak kapsul dan muskulus brakialis yang kadang kadang mengalami robekan pada prosesus koronoid. Dislokasi pada umumnya posterior atau posterolateral. Arteri brakialis dan nervus medialis dapat terangkat bersama sama humerus ke depan, dislokasi sering disertai fraktur prosesus koronoid , kapitulum atau kaput radius.1 Pada gambaran klinis terdapat pembengkakan yang hebat di sekitar sendi siku sewaktu siku dalam posisi semifleksi. Olekranon dapat teraba di bagian belakang.1 Pada jam-jam pertama, dislokasi dapta direposisi tanpa pembiusan umum. Setelah direposisi, lengan di fleksi lebih 90 dan dipertahankan dengan gips selama 3 minggu.1,11

9

Dislokasi anterior lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi oleh karena jatuh dengan trauma langsung pada prosesus olekranon. Gambaran klinis pada dislokasi ini berupa trauma dengan pembengkakan yang hebat di sekitar sendi siku sewaktu siku dalam posisi semi fleksi.1,10 Selain itu dijumpainya adanya pemanjangan lengan pada lengan yang sakit.10 Olekranon dapat terbatas di bagian belakang. Pada dislokasi sendi siku harus dilakukan reposisi secepatnya. 1 C. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi panggul merupakan suatu trauma yang hebat. Klasifikasi :1 Dislokasi Posterior Tanpa faktur Disertai frkatur rim posterior yang tunggal dan besar Disertai fraktur komunitif asetabukum bagian posterior dengan atau tanpa kerusakan pada dasar asetabulum Disertai fraktur kaput femur Dislokasi anterior Obturator Iliaka Pubik Disertai fraktur kaput femur Dislokasi sentral asetabulum Hanya mengenai bagian dalam dinding asetabulum Fraktur sebagian dari kubah asetabulum Pergesaran menyeluruh ke panggul disertai fraktur asetabulum yang

komunitif.

10

1. Dislokasi posterior disertai adanya fraktur

Kaput femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi.1 Klasifikasi dislokasi untuk rencana pengobatan menurut Thompson Epstein (1973) : Tipe I : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecilb. Tipe II

a.

: dislokasi dengan fragmen tulang ysng besar pada bagian posterior asetabulum Tipe III : dislokasi dengan frkatur bibir asetabulum yang

c.

komunitif d.e.

Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femur

Pengobatan yang dilakukan adalah mereposisi secepatnya dengan pembiusan umum disertai relaksasi yang cukup.1,11 Perawatan pasca reposisi adalah traksi kulit selama 4-6 minggu, setelah itu tidak menginjakkan kaki dengan jalan mempergunakan tongkat selama 3 bulan.1

11

Pada anak umur 5 tahun, asetabulum sebagian besar terdiri dari tulang rawan lunak dan terdapat kerenggangan pada sendi termasuk sendi panggul. Apabila otot mengalami relaksasi, maka dengan trauma yang ringan dapet terjadi dislokasi panggul. Mungkin juga terdapat perbedaan antara ruang panggul dan kaput femur. Dengan bertambahnya umur, sendi panggul menjadi lebih kuat, sehingga dislokasi hanya terjadi bila terkena trauma yang lebih besar. Dislokasi tipe posterior terjadi akibat trauma hebat pada lutut dan anggota gerak dalam posisi fleksi. Pada gambaran klinis tampak tungkai atas dalam keadaan fleksi, interna rotasi dan adduksi. Pengobatan pada tipe ini dengan reduksi tertutup dan dapat dilakukan dengan beberapa metode Bigelow, Stimson, dan Allis. 1 2. Dislokasi anterior Dislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari ketinggian atau trauma dari belakang pada saat berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan. Leher femur atau trokantermenabrak asetabulum dan terjungkir keluar melalui robekan pada kapsul anterior. Bila sendi panggul dalam keadaan fleksi, maka akan terjadi dislokasi tipe obturator dan bila sendi panggul dalam posisi ekstensi maka terjadi dislokasi tipe pubik atau iliaka. Pada dislokasi tipe ini gejala klinis yang tampak berupa abduksi, rotasi eksterna dan sedikit fleksi.1

12

Pengobatan dislokasi tipe ini dengan reduksi tertutup dengan cara member traksi pada tungkai dalam keadaan fleksi dan rotasi intern serta abduksi panggul yang selanjutnya disusul imobilisasi seperti pada dislokasi posterior.11

3. Dislokasi sentral Dislokasi sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke dinding medial asetabulum pada rongga panggul. Disini kapsul tetap utuh . Frkatur asetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang melalui femur dimana panggul dalam keadaan abduksi. 1 Pada dislokasi sentral yang disertai fraktur asetabulum tidak terlihat gambaran deformitas pada tungkai bawah, hanya terdapat gangguan pergerakan pada sendi panggul. Pengobatan dislokasi tipe ini dapat dengan reduksi memerlukan traksi tulang dengan K-wire untuk beberapa minggu karena dislokasi sentral disertai fraktur asetabulum. 1

13

D. Dislokasi Sendi Lutut

Dislokasi biasanya terjadi apabila penderita mendapat trauma dari depan dengan lutut dalam keadaan fleksi. Dislokasi dapat bersifat anterior, posterior, lateral, medial, atau rotasi. Dislokasi anterior lebih sering ditemukan dimana tibia bergerak ke depan terhadap femur. Dengan tanpa memperrtimbangkan jenis dislokasi sendi yang terjadi, trauma ini merupakan suatu trauma hebat yang selalu menimbulkan kerusakan pada kapsul, ligament yang besar, dan sendi. Trauma juga dapat menyebabkan dislokasi yang terjadi disertai dengan kerusakan pada nervus peroneus dan arteri poplitea. 1 Gambaran klinis dislokasi ini adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri, dan hemartrosis serta deformitas.1 Oleh karena dislokasi sendi lutut ini dapat menyebabkan kerusakan yang hebat pada pembuluh darah dan saraf serta ligamen, maka tindakan reposisi dan manipulasi dengan pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin dan dilakukan aspirasi hemartrogis dan setelahnya dipasang bidai gips posisi 10-15 selama satu minggu dan setelah pembengkakan menurun dipasang gips sirkuler diatas lutut selama 7-8minggu. Apabila setelah reposisi ternyata lutut tidak stabil dalam posisi varus dan valgus maka harus dilakuakn operasi untuk perbaikan ligamen. 1

14

2.5. Komplikasi Cedera Sendi2.5.1. Sendi Bahu1,9

-

Dislokasi sendi bahu yang berulang

Dapat bersifat anterior atau posterior. Dislokasi rekuren anterior terjadi karena pengobatan awal (imobilisasi) yang tidak adekuat sehingga terjadi dislokasi. Dislokasi terjadi karena adanya titik lemah pada selaput sendi di sebelah depan dan terjadi karena trauma yang ringan. Dislokasi rekuren juga dapat dengan mudah terjadi apabila lengan dalam keadaan abduksi, ekstensi dan rotasi lateral. Kerusakan saraf yaitu saraf aksilaris Nervus aksilaris berjalan melingkari leher humerus dan dapat mengalami paresis atau paralisis. Gangguan vaskularisasi Gangguan pembuluh darah dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat traksi sewaktu reposisi atau karena tekanan kaput humerus Tidak dapat tereposisi Kegagalan reposisi dapat terjadi karena adanya cekikan leher botol pada muskulus skapularis sehingga perlu dilakukan reposisi secara operasi Kaku sendi Kaku sendi yang terjadi pasca reposisi perlu dilakukan fisioterapi yang intensif2.5.2.

Sendi Siku1,10 Kekakuan sendi siku Kerusakan arteri brakhialis Kerusakan saraf medianus Kerusakan saraf ulnaris Adanya fraktur yang bersamaan dengan cedera Avulsi dari trisep Fragmen tulang yang masuk ke jarak antar sendi 15

-

Kekakuan sendi dengan penurunan pergerakan Miositis ossifikans Kompartemen sindrom Dislokasi rekuren sendi siku Pembentukan tulang heterotropik pada anak-anak. Pembentukan tulang ini

mengganggu pergerakan sendi siku secara permanen dan lokalisasinya biasa di bawah epikondilus medialis atau epikondilus lateralis sepanjang ligament kolateral.2.5.3. Sendi Panggul1

Komplikasi dibagi dalam: 1. Komplikasi segera a. Trombosis vena ilio-femoral Komplikasi ini sering ditemukan dan sangat berbahaya. Apabila ada keraguan sebaiknya diberikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik b. Robekan kandung kemih Robekan dapat terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam c. Robekan uretra Robekan uretra terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra pars membranosa d. Trauma rectum dan vagina e. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan massif sampai sok f. Trauma pada saraf 2. Komplikasi lanjut a. Pembentukan tulang heterotrofik Pembentukan tulang heterotrofik biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. 16

b. Nekrosis avaskuler Nekrosis avaskuler dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoarthritis sekunder Apabila terjadi fraktur pada daerah asetaulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat sedangkan sendi ini menipang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan pergerakan serta osteoarthritis dikemudian hari d. Skoliosis kompensatoar2.5.4. Sendi Lutut1

-

Osteoartritis patelofemoral, apabila tidak dilakukan reposisi patella yang

akurat, maka akan terjadi diskonkruensi/ketidaksesuaian antara patella dan kondilus femur Gangguan fleksi ekstensi Terjadi bila tidak dilakukan fisioterapi serta adanya kerusakan pada ekspansi ekstensor yang tidak dilakukan koreksi penjahitan-

Kekauan sendi lutut Nonunion

-

17

BAB 3 PENUTUP A. Kesimpulan1.

Cedera sendi adalah robeknya sebagian dari ligamen yang disertai perdarahan tanpa mengakibatkan gangguan stabilitas, yang biasanya disebabkan oleh regangan yang tiba-tiba

2.

Beberapa jenis persendian adalah sendi sinarthrosis, sendi amfiartrosis, sendi diartrosis (sinovial) Derajat stabilitas sendi terbagi atas tiga yaitu occult joint instability, subluksasi, dan dislokasi Cedera sendi yang sering dijumapai adalah trauma pada ligamen , subluksasi, dan dislokasi. Subluksasi adalah suatu keadaan dimana sendi mulai mengalami dislokasi. Subluksasi dapat terjadi karena adanya suatu trauma atau cedera akut. Dislokasi adalah suatu keadaan diamana tidak ada lagi hubungan dari kedua permukaan sendi

3.

4.

5.6.

18

DAFTAR PUSTAKA1. Rasjad, Chairuddin., 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yasrif

Watampone: Jakarta. 10; 346-347; 391-442.2. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.

EGC: Jakarta. 15.3. C. Scanlon, v., 2007, Essentials of anatomy and physiology, Davis

company: Philadelvia. 128-129.4. Faller, A., M. Schuenke. 2004. The Locomotor System (Musculosckeletal

System. The Human Body An Introduction to Structure And Fucntion. Thieme; New York. 120-122.5. Salter , Robert Bruce. 1999. Textbook of disorders and injuries of the

musculoskeletal system. USA: Lipinccot willianm and wilkin. 4906. Cluett,

J.,

2008.

Dislocation

And

Subluxation.

http://orthopedics.about.com/od/dislocations/g/subluxation.htm [Diakses 25 Mei 2011].7. Cluett.,

J.,

2008.

Sprain

Ligamen.

http://orthopedics.about.com/cs/sprainsstrains/a/sprain.htm [Diakses 25 Mei 2011].8. Corwin, E J., 2009. Sistem Muskuloskeletal. Buku Saku Patofisiologi.

EGC: Jakarta. 332.9. Wilson, S R., 2009. Shoulder Dislocation In Emergency Medicine.

http://emedicine.medscape.com/article/823843 [Diakses 30 Mei 2011].10. Halstead, M A., 2008. Elbow Dislocation. http://emedicine.medscape.com/

[Diakses 30 Mei 2011].11. De Jong, Wim. 2005. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah

Edisi 2. EGC: Jakarta. 865; 876-878.

19