20
16 16 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian Dialog Agama Menurut bahasa dialog berasal dari bahasa Yunani yaitu dia dan logos yang mempunyai arti bicara antara dua pihak atau dwicara. 1 Dialog merupakan percakapan antara dua orang atau lebih guna mencapai tujuan yang hendak dicapai. Dialog berupaya untuk memberikan pemahaman dan pengertian tentang ajaran dan kehidupan. Sehingga dialog mempunyai tujuan untuk menciptakan kerukunan, pembinaan toleransi dan kesejahteraan bersama, membudayakan keterbukaan, mengembangkan rasa saling menghormati, saling mengerti, membina integrasi, berkonsistensi diantara berbagai perbedaan. 2 Dalam konteks hubungan antar umat beragama, dialog dimaknai sebagai komunikasi antara dua atau lebih orang yang berbeda agama. Dialog menjadi jalan bersama menuju kearah kebenaran, partnership tanpa ikatan dan tanpa maksud yang tersembunyi. 3 Berikut pengertian dialog antar agama menurut Mukti Ali, Dialog antar umat beragama adalah mempertemukan antara orang-orang atau kelompok dari agama atau ideologi yang berbeda untuk sampai pada pengertian bersama tentang berbagai isu tertentu untuk setuju atau tidak setuju dengan sikap yang penuh apresiasi dan untuk kerjasama dengan mereka untuk menemukan 1 Samsi, Membumikan Dialog., 2. 2 G. Edwi, Menjadi Pribadi Religius., 58. 3 Ibid., 67.

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

16

16

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Dialog Agama

1. Pengertian Dialog Agama

Menurut bahasa dialog berasal dari bahasa Yunani yaitu dia dan

logos yang mempunyai arti bicara antara dua pihak atau dwicara.1 Dialog

merupakan percakapan antara dua orang atau lebih guna mencapai tujuan

yang hendak dicapai. Dialog berupaya untuk memberikan pemahaman dan

pengertian tentang ajaran dan kehidupan. Sehingga dialog mempunyai

tujuan untuk menciptakan kerukunan, pembinaan toleransi dan

kesejahteraan bersama, membudayakan keterbukaan, mengembangkan

rasa saling menghormati, saling mengerti, membina integrasi,

berkonsistensi diantara berbagai perbedaan.2

Dalam konteks hubungan antar umat beragama, dialog dimaknai

sebagai komunikasi antara dua atau lebih orang yang berbeda agama.

Dialog menjadi jalan bersama menuju kearah kebenaran, partnership tanpa

ikatan dan tanpa maksud yang tersembunyi.3 Berikut pengertian dialog

antar agama menurut Mukti Ali,

Dialog antar umat beragama adalah mempertemukan antara

orang-orang atau kelompok dari agama atau ideologi yang

berbeda untuk sampai pada pengertian bersama tentang berbagai

isu tertentu untuk setuju atau tidak setuju dengan sikap yang penuh

apresiasi dan untuk kerjasama dengan mereka untuk menemukan

1 Samsi, Membumikan Dialog., 2. 2 G. Edwi, Menjadi Pribadi Religius., 58. 3 Ibid., 67.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

17

makna kehidupan ini. Dialog adalah suatu proses dimana para

individu atau kelompok berupaya untuk menghilangkan rasa takut

dan rasa tidak percaya satu sama lain dan mengembangkan

hubungan baru berdasarkan rasa saling percaya. Dialog adalah

suatu kontak dinamis antara kehidupan dengan kehidupan-tidak

saja antara satu pandangan rational yang berlawanan satu sama

lain- yang ditujukan untuk membangun dunia baru secara

bersama-sama. 4

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa dialog antar umat

beragama bukan hanya saling memberi informasi mengenai agama yang

diyakini, dialog agama juga tidak sama dengan usaha dari orang untuk

menjadikan dirinya yakin akan agama yang ia yakini dan menjadikan

orang lain memeluk agama yang ia yakini.5 Namun, dialog agama dapat

digunakan sebagai jalan bersama untuk mencapai kebenaran dan

kerjasama dalam proyek-proyek yang menyangkut kepentingan bersama.

Dialog merupakan perjumpaan antar pemeluk agama, tanpa merasa

rendah dan tanpa merasa tinggi dan tanpa ada agenda atau tujuan yang

dirahasiakan. Jikapun ada tujuan, maka tujuannya adalah hendak dicapai

adalah kebenaran, saling pengertian dan kerjasama dalam proyek-proyek

yang menyangkut kepentingan bersama. Seorang penganut agama mau

mendengarkan mitra dialognya yang berbeda agama dan bersedia belajar

darinya. Setiap peserta dialog hendaknya mau saling mendengar dan saling

belajar dari mitra dialog masing-masing. Sehingga, Sikap saling

menghormati antar masing-masing pemeluk agama merupakan hal yang

harus dilakukan untuk menciptakan suasana yang ideal dalam dialog antar

4 Faizal Ismail, Islam, Konstitusionalisme dan Pluralisme (Yogyakarta: IRCiSod, 2019), 28. 5 G. Edwi, Menjadi Pribadi Religius., 58.

Page 3: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

18

umat beragama. Dengan adanya dialog antar umat beragama dapat

menjalin kerjasama antar individu yang berbeda keyakinan serta dapat

menciptakan kehidupan yang harmonis tanpa adanya diskriminasi terhadap

salah satu agama.6

Dialog antar umat beragama sejatinya merupakan pembicaraan

antara individu yang mempraktekkan dan menghayati agama serta aliran

kepercayaan. Dialog tersebut tetap bertumpu pada keyakinan mereka

sendiri, tetapi terbuka bagi sesama berdasarkan asal mula dan tujuan

bersama sebagai manusia. Dialog antar umat beragama bukanlah upaya

sistematis untuk membuat orang lain yang berbeda agama dapat masuk ke

dalam agamanya. Namun, untuk memberikan pemahaman tentang agama

lain selain agama yang dianutnya, sehingga tidak menimbulkan kesalah

pahaman.7

Dengan demikian, dialog agama merupakan suatu percakapan atau

interaksi yang dilakukan oleh dua individu yang mempunyai agama

berbeda yang bertujuan untuk membina kerukunan antar sesama. Dengan

adanya dialog antar agama maka akan meningkatkan kerjasama antar

agama, menumbuhkan sikap keterbukaan dan saling percaya satu sama

lain, sehingga prasangka buruk yang ada diantara umat beragama dapat

diminimalisir serta dapat hidup berdampingan dengan harmonis.8

6 Ibid. 7 Ibid., 67. 8 Mohammad, Pendidikan Orang Dewasa., 257.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

19

2. Syarat-syarat Dialog Agama

Syarat-syarat dialog yang harus dipenuhi, yaitu:

Pertama, dialog haruslah berdasarkan pengalaman religius

seseorang dan klaim yang kokoh tentang kebenaran. Maksudnya dialog

dapat dikatakan positif apabila pesertanya memang sungguh-sungguh

orang yang beriman. Dengan dengan demikian, orang yang melakukan

dialog adalah orang yang memang memiliki pengalaman religious yang

kental, tidak sekedar seorang intelektual yang tahu.9

Kedua, dialog harus didasarkan pada keyakinan bahwa religi lain

sangat mungkin memiliki kebenaran pula. Hal ini sangat penting, sebab

tidak semua memahami dengan sungguh-sungguh posisi pihak lain. Hal ini

dapat dilakukan melalui imajinasi dan empati, sehingga dapat memasuki

perasaan pihak lain dan menjadi reseprif terhadap imajinasi-imajinasi yang

melekat pada perasaan dan penghayatan pihak lain. Selanjutnya dituntut

untuk memahami logika dalam dari keseluruhan sistem dogma, ritus dan

hukum yang dipahami pihak lain.10

Ketiga, dialog harus didasari keterbukaan pada kemungkinan

perubahan yang tulus. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan

pemahaman dan keterbukaan disini berarti keberanian untuk melepaskan

anggapan-anggapan semula, baik tentang tradisi religius diri sendiri

maupun religius orang lain. Keyakinan yang kokoh pada kebenaran tradisi

diri sendiri tidak lantas berarti keyakinan pada kebenaran final. Maka

9I. Bambang Sugiharto dan Agus Rahmat W., Wajah Baru Etika dan Agama (Yogyakarta:

Kanisius: 2000), 164. 10 Ibid., 165.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

20

keterbukaan di sini juga berarti keberanian untuk melihat kenyataan yang

lebih besar dari pada yang telah diketahui selama ini. Keterbukaan pada

akhirnya juga berarti keberanian untuk menerima anggapan-anggapan

pihak lain sebagai autokritik terhadap tradisi sendiri.11

3. Prinsip-prinsip Dialog Agama

Dalam dialog agama terdapat prinsip-prinsip yang harus diketahui,

yaitu:

a. Memperlajari perubahan dan perkembangan persepsi, serta pengertian

tentang relitas.

b. Dialog antar umat beragama merupakan suatu proyek dua pihak

internal pemeluk agama dan antar masyarakat penganut agama yang

berbeda.

c. Peserta dialog harus datang dan mengikuti dialog dengan kejujuran dan

ketulusan yang sungguh-sungguh.

d. Peserta dialog harus mendefinisikan dirinya sendiri atau partner

dialognya.

e. Setiap peserta dialog tidak diperbolehkan melakukan perbandingan

antara yang ideal dengan yang parkis. Namun, yang dibandingkan

adalah antara ideal yang ideal dan antara yang praktis dengan yang

parktis dari partner dialog.12

f. Dialog harus dilakukan dengan saling percaya.

11 Ibid., 166. 12 Samsi, Membumikan Dialog., 4.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

21

g. Peserta dialog bersifat kritis, baik pada agama yang dianut oleh partner

dialognya maupun pada agama yang ia anut sendiri.

h. Setiap peserta dialog harus mencoba mengalami agama mitra

dialognya.

i. Peserta dialog harus mengikuti dialog tanpa asumsi-asumsi yang

kukuh dan tergesa-gesa mengenai perkara yang tidak disetujui.

Dari beberapa prinsip dialog sangat membantu posisi dan tugas

peserta dialog antar umat agama. Prinsip-prinsip dialog dipahami dengan

benar agar tidak mengacaukan situasi dialog. Karena dalam bidang

bertemunya dua keyakinan yang berbeda apabila tidak ditanggapi secara

sehat dan baik oleh masing-masing peserta, hal ini dapat menimbulkan

kegagalan dalam membangun hubungan dialog yang sehat.13

4. Norma-norma Dialog Agama

Terdapat norma-norma yang dapat dijadikan pijakan dalam dialog

agama yang bersifat keagamaan, yaitu:

a. Harus bebas dari apologi khusus. Misalnya, apabila terdapat orang

Islam dan Katolik atau penganut agama lain yang mendekati penganut

agama lainnya dengan gagasan a priori yang membela agamanya

sendiri, maka ia akan mendapatkan pembelaan yang berharga dari

agama tersebut. Hal seperti ini bukanlah dialog agama, bukan

perjumpaan, apalagi saling menyumbang dan menyuburkan. Sikap

apologi harus dihapuskan jika ingin bersungguh-sungguh bertemu

13 Ibid., 5.

Page 7: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

22

dengan penganut tradisi keagamaan yang lain. Bersikap apologi

mempunyai tempat dan fungsinya sendiri, namun tidak dalam

perjumpaan agama.14

b. Bukan sekedar ambisi pemuka agama. Setiap dialog agama dapat

terjadi dalam tingkat yang berbeda-beda dan tiap tingkat memiliki

kekhasannya sendiri. Pertemuan resmi diantara wakil-wakil kelompok

agama bukanlah berusaha mencapai kedalaman sejauh mungkin, tetapi

hanya berkewajiban memelihara tradisi. Mereka harus memikirkan

penganut yang mengikuti tradisi atau agama itu. Mereka harus

menemukan cara-cara untuk bertoleransi, bekerjasama untuk

memahami dan memecahkan problem-problem praktis.15

a. Bukan sekedar sinopsium teologis. Dialog agama bukanlah sekedar

usaha untuk membuat orang luar memahami maksud keyakinan agama

orang lain. Akan tetapi, yang lebih penting adalah meresapi terlebih

dahulu apa yang akan diinformasikan sebelum menjelaskan sesuatu

yang tidak masuk akal.

b. Dimensi historis penting, tetapi tidak mencukupi. Agama bukan

sekedar suatu hal yang privat juga bukan sekedar hubungan vertikal

dengan yang Mutlak, melainkan pertalian dengan umat manusia.

Agama mempunyai sejarah masing-masing, namun hal tersebut saja

tidak cukup dalam melaksanakan dialog antar umat beragama. Dalam

dialog antar umat beragama harus mampu akrab dengan tradisi lama

14 Media Zainul Bahrul, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940)

(Jakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 135. 15 Ibid.,137.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

23

dan mampu melihat bagaimana keadaan sekarang dari agama tersebut.

Oleh karena itu, perjumpaan agama bukanlah perjumpaan para ahli

sejarah, melainkan dialog yang hidup pada suatu medan untuk

pemikiran kreatif dan jalan-jalan baru yang imajinatif, yang tidak

memutuskan hubungan dengan masa lampau, melainkan meneruskan

dan memperkembangkannya.16

c. Perjumpaan agama dalam iman, harapan dan kasih. Iman dimaksudkan

sebagai suatu sikap yang melampaui data sederhana dan juga

perumusan dogmatis dari pengakuan yang berbeda-beda. Sikap ini

menyetuh pemahaman, sekalipun dengan kata-kata dan konsep-konsep

yang berbeda. Harapan dipahami sebagai sikap mengharapkan yang

melampaui segala harapan, tidak hanya dapat melewati hambatan awal

kemanusiaan, tetapi juga melewati segala bentuk pandangan yang

semata-mata duniawi dan memasuki jantung dialog seolah-olah

didesak dari atas untuk menjalankan tugas yang suci. Cinta,

dimaksudkan sebagai penggerak hati yang mendorong untuk

menghargai sesama dan membimbing menemukan sesuatu yang

kurang dalam diri kita.17

5. Pentingnya Dialog Agama

Berdasarkan prinsip-prinsip dan norma-norma dalam dialog agama,

maka dialog agama merupakan suatu hal yang penting. Menurut Mukti Ali

mengemukakan bahwa terdapat beberapa alasan penting adanya dialog

16 Media Zainul, Wajah Studi Agama-agama., 156. 17 Ibid., 158

Page 9: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

24

agama, yaitu pertama, pluraslisme agama merupakan kenyataan yang

semakin jelas. Di Indonesia sendiri terdapat banyak agama dan

kepercayaan. Pada konteks ini, orang tidak bisa menutup mata akan

hadirnya agama dan kepercayaan lain. Seseorang tidak bisa mengabaikan

kenyataan eksistensi agama-agama lain yang hidup berdampingan

dengannya. Kedua,karena kenyataan pluralisme semua pemeluk agama

akhirnya memiliki keinginan dan kebutuhan untuk menjalin kontak dengan

pemeluk agama lain. Dalam dunia yang yang cepat berubah dan

tersedianya teknologi komunikasi yang sangat canggih, maka setiap

pemeluk agama akan bersentuhan dan berkomunikasi dengan pemeluk

agama lain. Karena alasan inilah para penganut agama yang berbeda-beda

membutuhkan komunikasi dan dialog agama agar dapat menegakkan

keadilan, tolong menolong, menciptakan perdamaian, kebebasan beragama

tanpa paksaan.18 Hal ini sesuai dengan Firman Allah,

Artinya: “Katakanlah: "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan

menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan

penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah

menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak

pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah.

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”19

18 Ibid., 138. 19 QS. Al-Kafirun [109]: 1-6.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

25

Berdasarkan ayat di atas, umat manusia diperintahkan untuk

bersikap toleransi terhadap penganut agama lain. Sikap toleransi dapat

dilakukan dengan cara, yaitu mempercayai bahwa terdapat agama lain,

selain agama yang diyakini tanpa harus berpindah kepercayaan.

Melakukan komunikasi dengan penganut agama lain, agar dapat saling

menghormati, menghargai dan tolong-menolong dalam hal kebaikan.

Serta dapat dilakukan dengan cara dialog agama agar mendapatkan

kebenaran tentang agama yang dianut. Sehingga perasaan buruk terhadap

agama lain dapat diminalisir. Dengan demikian, dapat menciptakan

hubungan antar umat beragama yang harmonis, rukun dan dapat

menumbuhkan sikap solidaritas yang tinggi.

Namun, dalam hal ini Allah melarang untuk berkompromi dalam

urusan akidah. Sehingga dalam dialog antar umat beragama, permasalahan

tentang akidah tidak dijadikan sebagai topik dialog, karena agama

merupakan urusan pribadi antara pribadi dengan Tuhan, dimana agama

satu tidak bisa dicampurkan dengan agama yang lain. Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa semua agama mempunyai kedudukan yang sama,

tidak ada yang rendah dan tidak ada yang tinggi. 20

Mukti Ali juga mengemukakan alasan teologis yaitu bahwa umat

manusa berasal dari sumber yang sama, yaitu Tuhan. Dalam ajaran

sufisme disebutkan bahwa laki-laki maupun perempuan merupakan citra

atau image Tuhan dan diciptakan untuk tujuan akhir yang sama yaitu

20 Mohammad, Pendidikan Orang Dewasa., 257.

Page 11: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

26

menuju Tuhan. Inti agama seluruh Rasul adalah sama dan umat serta

agama mereka itu seluruhnya adalah umat dan agama yang satu. Hal ini

sesuai dengan firman Allah,

Artinya: “Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu

semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, Maka

bertakwalah kepada-Ku.21

Kaum muslim sendiri diperintahkan untuk beriman (mengakui)

kepada semua nabi dan rasul yang diturunkan, tanpa membeda-bedakan

seorang atas yang lain sambil berserah diri kepada Allah. Hal ini sesuai

dengan Firman Allah,

Artinya: “Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman

kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan

apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq,

Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan

kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada

nabi-nabi dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan

seorangpun diantara mereka dan kami Hanya tunduk

patuh kepada-Nya".”22

Dari sini lahir konsep kesatuan umat manusia dan kesatuan inilah

yang mendorong manusia untuk berusaha mewujudkan perdamaian

21 QS. Al-Mu’min [23]: 52. 22 QS. Al-Baqarah [2]: 136.

Page 12: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

27

bersama. Karena alasan teologis inilah, maka para penganut agama harus

mengambil sikap positif terhadap agama-agama yang bukan agamanya

sendiri. Hal ini bisa dilakukan dengan dialog dan kerja sama antar

pemeluk agama untuk bersama-sama mengenal, memelihara dan

meningkatkan spiritual dan moral. Dengan cara ini, umat Beragama akan

mengetahui betapa banyak kemurahan Tuhan yang dilimpahkan kepada

hamba-hambanya.23

Dialog agama tidak hanya penting tetapi harus dirasakan sebagai

suatu kebutuhan bersama dalam hubungan antar pemeluk agama. Tanpa

dialog, umat beragama yang satu akan merasa sulit untuk memahami dan

mengerti ajaran, sejarah perkembangan dan tradisi umat agama lain. Hal

yang penting adalah pembinaan dan dialog internal masing-masing

pemeluk agama. Pembinaan adalah tugas tokoh agama bersama-sama

dengan pemerintah. Keduanya memiliki peran yang sama penting dalam

kehidupan Bergama, sekalipun memiliki fungsi dan bentuk yang

berbeda.24 Dialog internal keagamaan penting dilakukan untuk memelihara

kebersamaan. Adanya dialog dapat memberikan kesadaran kepada umat

beragama tentang cara dan sikap memahami agamanya dan hubungan

dengan umat beragama yang berbeda. Sehingga akan meningkatkan

wawasan berfikir dan pengetahuan keagamaan serta meningkatkan

23 Media Zainul, Wajah Studi Agama-agama., 318 24 Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Studi Agama (Jakarta: CV Pustaka Setia, 2005), 159.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

28

kebersamaan dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.25 Berikut

manfaat dilakukannya dialog agama, sebagai berikut:

1. Dialog antar umat beragama membantu seseorang untuk tumbuh lebih

kukuh dan mantap dalam agamanya sendiri ketika berjumpa dengan

orang atau kelompok yang memiliki kepercayaan yang berbeda

dengannya. Seringkali kebenaran itu lebih tampak, lebih dihargai dan

lebih dipahami jika dihadapkan dengan pandangan orang lain yang

berbeda agama. Dialog semacam itu akan semakin memurnikan dan

memperdalam keyakinannya sendiri. Pandangan Mukti Ali, dapat

diartikan bahwa dialog yang di dalamnya terdapat saling mengerti,

memahami dan belajar dari kekayaan tradisi orang lain, maka akan

memunculkan keyakinan yang sungguh-sungguh akan kebenaran

agamanya.

2. Dialog agama dapat meningkatkan kerja sama, saling pengertian dan

saling menghormati antar manusia. Motivasi agama adalah salah satu

dorongan yang paling kuat untuk melahirkan tindakan. Masyarakat

selalu dihadapkan oleh adanya perubahan, tantangan, bahaya,

ketegangan krisis dan kesempatan yang menuntut umat beragama

untuk meningkatkan keadilan dan perdamaian, cinta dan kasih. Hal

tersebut dapat terlaksana dengan baik melalui serangkaian dialog yang

dilakukan.

25 Ibid.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

29

Dengan berbagai penjelasan diatas, maka dialog agama bukan

semata kerja kademis, buka pula merupakan diskusi filosofis dan teologis

belaka, namun dialog dianjurkan agama. Dialog adalah usaha untuk

keselamatan dan kesejahteraan dan ia adalah bagian dari tujuan total

agama, tugas agama sangat kompleks dan hanya dapat dicapai melalui

hubungan vertikal (dengan Tuhan) dan horizontal (dengan manusia)

sekaligus.26

6. Bentuk-bentuk Dialog Agama

Menurut Mukti Ali, bentuk dialog agama ada lima, yaitu:

a. Dialog Diskusi Teologis

Dialog diskusi teologis dapat berbentuk pertemuan-pertemuan

baik regular maupun tidak regular yang bertujuan untuk menjelaskan

ajaran agama atau keyakinan yang dianut oleh masing-masing pihak

guna dipahami dan dimengerti, namun bukan untuk diperdebatkan atau

untuk memengaruhi peserta dialog yang agama atau keyakinannya

berbeda.27 Hal yang terpenting dalam dialog teologi adalah bagaimana

berbagi pengalaman dengan komunitas agama yang berbeda, bukan

sebaliknya mencari perbedaan-perbedaan yang dapat menghalangi dan

memperkeruh jalannya dialog. Apabila perbedaan keyakinan dan

keimanan ditonjolkan maka hal ini akan berakibat memunculkan

klaim-klaim yang memposisikan satu agama pada posisi yang

diunggulkan. Dialog teologis hanya dapat dilakukan oleh pemimpin-

26 Media Zainul, Wajah Studi Agama-agama., 319. 27 G. Edwi, Menjadi Pribadi Religus., 59.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

30

pemimpin agama yang cukup mendalami persoalan-persolan teologi

demi mewujudkan rasa dan sikap saling pengertian.28

b. Dialog untuk Doa Bersama

Model dialog ini sering dilakukan dalam pertemuan nasional

dan internasional yang dihadiri oleh berbagai tokoh agama yang

beragam dan para pengikutnya. Hal ini, bukan berarti doa bersama

dengan doa yang sama. Namun, melakukan doa bersama dengan cara

sendiri-sendiri sesuai dengan keyakinannya untuk tujuan yang sama.

Misalnya, untuk perdamainan dunia, keselamatan bersama dan lain

sebagainya.29

c. Dialog Kerjasama

Dialog kerjasama merupakan dialog yang dilakukan oleh

individu yang berbeda keyakinan untuk melakukan kerjasama guna

membantu orang lain tanpa melampaui batas sosio kultural yang ada.

Hal ini bertujuan untuk meringankan beban orang lain tanpa harus

memandang siapa dia dan agamanya apa. Inspirasi yang mendasari

adalah kehadiran agama sebagai pejuang keadilan dan hak asasi

zmanusia.30

d. Dialog Antarmonastik

Dialog antarmonastik merupakan dialog dengan teknik tukar-

menukar pegalaman hidup orang yang dianggap suci oleh agamanya

dengan cara menetap pada tempat tinggalnya dengan waktu yang telah

28 Ibid. 29 Antonius, Relasi dengan Tuhan., 367. 30 G. Edwi, Menjadi Pribadi Religius., 60.

Page 16: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

31

ditentukan.31 Dialog yang intens atau tinggal di suatu tempat orang

yang berbeda agama dalam waktu-waktu tertentu dapat meruntuhkan

atau meluruhkan berbagai prasangka, kecurigaan dan pandangan

negatif tentang orang lain yang berbeda agama. Pada saat yang sama,

yaitu ketika telah menemukan pemahaman yang benar dan tepat

tentang perbedaan atau jawaban yang memuaskan, maka akan muncul

perasaan respect dan empaty.

Misalnya, pemimpin agama Hindu tinggal di Biara Buddhisme

untuk satu minggu, atau pemimpin Kristen tinggal di pondok pesantren

untuk satu minggu untuk mempelajari tradisi agama yang

ditinggalinya. Jelasnya, pemimpin suatu agama bersedia tinggal dalam

waktu tertentu dipusat agama orang lain. Dengan itu, akan timbul

saling pengertian yang mendalam dan saling menghargai serta dapat

melakukan kerjasama dalam berbagai bidang. Namun, yang melakukan

dialog model ini bukanlah sembarang orang, melainan para pemimpin

atau tokoh-tokoh agama atau orang yang bersungguh-sungguh ingin

mengetahui kehidupan sehari-hari pemimpin agama lain.32

e. Dialog Kehidupan

Dialog kehidupan merupakan bentuk yang paling sederhana

dari pertemuan antar umat beragama. Disini para pemeluk agama yang

berbeda saling bertemu dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

Mereka membaur satu sama lain dalam aktivitas sosial secara normal.

31 M. Khoiril Anwar, “Dialog Antar Umat., 105. 32 Media Zainul, Wajah Studi Agama-agama., 317.

Page 17: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

32

Sehingga mereka dapat merasakan keadaan yang sama, baik itu suka

maupun duka, sehingga dapat mewujudkan kepedulian terhadap

sesama.33

Dalam dialog kehidupan yang terjadi adalah pertemuan dari

berbagai umat beragama yang berbeda-beda. Dimana, agama tidak

menjadi topik perbincangan, karena dianggap dapat menghalangi

untuk melakukan kerjasama antar umat beragama. Masing-masing

umat beragama menganggap bahwa agama merupakan urusan pribadi

antara pribadi dengan Tuhan, dimana orang lain tidak berhak ikut

campur dalam urusan itu.34

7. Petunjuk Praktis Dialog Agama

Dialog dalam agama bisa lahir dengan baik, jika seseorang yang

menganut agama terbuka untuk melihat kembali kebenaran agamanya

sendiri dengan kritis. Dalam dialog hal penting yang harus dimiliki

seseorang adalah ketulusan hati untuk sampai pada tujuan masa depan

yang lebih baik. Sebuah dialog harus dilakukan dengan suasana yang

bebas dan penuh persahabatan.35 Agar suatu dialog agama dapat berjalan

dengan baik, maka dibutuhkannya beberapa hal, yaitu Pertama, persiapan

yang sama untuk perjumpaan dari kedua belah. Mukti Ali, memberikan

petunjuk praktis yang berkaitan dengan rencana dan persiapan dialog antar

33 Samsi, Membumikan Dialog., 9. 34 Ibid., 10. 35 Sangkot Sirait, Iman Di Tengah Dinamika Budaya: Ekspresi, Misi dan Fungsi Agama di Tengah

Pluralitas (Yogyakarta: MPI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2017),

75.

Page 18: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

33

agama, sehingga dapat tercapai sasaran dan tujuan yang hendak dicapai,

yaitu:

a. Memahami elemen-elemen yang sama dan berbeda dalam setiap

agama, sejarah, dan peradabannya.

b. Menghormati integritas dan kebudayaan orang lain.

c. Memberikan bantuan yang nyata untuk kehidupan antar gama yang

harmonis.

d. Mengukuhkan komitmen bersama untuk berusaha menciptakan

kehidupan yang berkeadilan sosial dan menggiatkan pembangunan

negeri kita yang sedang membangun.

e. Berusaha bersama untuk memperkaya kehidupan spiritual dan

agamis.36

Kedua, kepercayaan timbal balik yang nyata antara peserta dialog

yang terlibat dalam perjumpaan. Tidak ada satu pihak pun yang

menyembunyikan keyakinan pribadinya. Ketiga, permasalahan yang

berbeda-beda harus diatasi diatasi dengan hati-hati agar tidak terjadi

kekacauan.37

Hal ini dilakukan agar muncul suatu kejelasan adanya persamaan

dan perbedaan ajaran satu agama dengan yang lainnya. Dialog tidak berarti

setiap orang harus meninggalkan keyakinan agamanya, namun dialog

merupakan suatu perjumpaan yang sungguh-sungguh, bersahabat dan

36 Adeng Muchtar, Ilmu Studi Agama., 159. 37 Ibid., 158.

Page 19: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

34

berdasarkan hormat dan cita antar berbagai pemeluk agama yang

beragama.

8. Faktor Pendukung dan Penghambat Dialog Agama

Faktor pendukung dialog agama, yaitu:

a. Adanya sikap saling terbuka antar sesama, sehingga dapat

menumbuhkan sikap saling percaya antar sesama dan prasangka buruk

dapat diminimalisir.

b. Adanya sikap toleransi, yaitu saling menghormati, menghargai antar

sesama.

c. Adanya kesamaan unsur budaya, sehingga akan mempermudah

individu untuk melakukan dialog.

Sedangkan faktor penghambat dialog agama, yaitu:

a. Sikap saling mencurigai antar umat beragama. Hal ini akan

menghambat dialog antar umat Islam dan Katolik, karena orang mudah

curiga ketika terdapat pihak tertentu yang mencoba menjalin

kerukunan dengan umat beragama lainnya.

b. Sikap menyamakan semua agama, sehingga masing-masing agama

seolah tidak memiliki kekhasan.

c. Merasa agamanya yang paling baik dan hanya agamanyalah yang bisa

membawa orang menuju pada keselamatan.

d. Kebiasaan lama yang menjadikan agama sebagai salah satu kendaraan

dalam berpolitik. Usaha untuk meraih/mewujudkan kepentingan

pribadi tetapi mengatasnamakan agama.

Page 20: BAB II KAJIAN TEORITIK A. Dialog Agama 1. Pengertian

35

Kondisi perekonomian yang semakin menyulitkan bagi

kebanyakan warga masyarakat untuk bertahan hidup. Sehingga kesadaran

akan perlunya membentuk kerukunan antar umat beragama jauh drai

jangkaun pemikiran mereka, karena yang ada dipikiran mereka adalah

memenuhi kebutuhan ekonomi, dan bukan kebutuhan yang lain.38

38 G. Edwi, Menjadi Pribadi Religius., 65.