Upload
duonghuong
View
238
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN TEORISTIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
2.1 Hakikat Analisis Faktor Pemilihan Gaya Rias Pengantin Paes Ageng
Modifikasi pada Masyarakat Urban di Kemayoran
2.1.1 Analisis Faktor Pemilihan
Menurut Peter Salim dan Yenni Salim (2002), analisis adalah proses
pemecahan masalah (melalui akal) ke dalam bagian-bagiannya berdasarkan
metode yang konsisten untuk mencapai pengertian tentang prinsip-prinsip
dasarnya. Kata pemilihan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2008:1074)
mempunyai arti yaitu proses, cara, perbuatan memilih. Pemilihan pada
penelitian ini adalah proses memilih tata rias pengantin. Pemilihan tata rias
pengantin Paes Ageng yang dilakukan oleh masyarakat urban merupakan satu
jawaban dari seluruh masalah yang akan dihadapi oleh masyarakat urban.
Masalah yang dihadapi biasanya seperti biaya yang banyak, atau harus memiliki
darah keturunan suku Jawa khususnya Yogya untuk memakai tata rias
pengantin Paes Ageng.
Pemilihan dapat diartikan menentukan pilihan. Pemilihan juga dapat
disebut sebagai pengambilan keputusan. Menurut Davis keputusan adalah hasil
pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal ini berkaitan dengan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan dan
seterusnya unsur-unsur pemecahannya (Syamsi, 2003: 3).
7
8
Keputusan (decision) yaitu pilihan (choice), pilihan dari dua atau lebih
kemungkinan. Mc Kenzie melihat bahwa keputusan adalah pilihan nyata karena
pilihan diartikan sebagai pilihan tentang tujuan itu, apakah pada tingkat perorangan
atau tingkat kolektif (Salusu, 2015: 13).
Pemilih atau pengambil keputusan pada pemilihan tata rias pengantin Paes
Ageng ini adalah masyarakat urban yang akan melaksanakan pernikahan baik
wanita maupun pria. Masyarakat tersebut memilih tata rias pengantin Paes Ageng
biasanya karena faktor keingintahuan mereka kepada tata riasnya atau sebagai
tradisi, selain itu faktor keluarga, teman, lingkungan pun dapat menjadi
pertimbangan dalam sebuah pemilihan tersebut.
Morgan dan cerullo (1984) mendefinisikan keputusan sebagai sebuah
kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan. Pengambilan keputusan
merupakan seseorang atau kelompok yang berwenang untuk membuat pilihan akhir
atau keputusan memilih, satu diantara alternatif solusi terhadap masalah atau
pencapaian tujuan (Dermawan, 2006: 69).
Menurut Stephen Robbins dan Marry Coulier proses pengambilan
keputusan merupakan serangkaian tahap yang terdiri dari delapan langkah meliputi:
mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan, memberi bobot
pada kriteria, mengembangkan alternatif, dan mengevaluasi efektivitas keputusan
(Salusu, 2015: 16).
Sebuah pemilihan ditentukan oleh karakteristik perilaku masyarakat urban
itu sendiri yang beperan sebagai konsumen. Karakteristik dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia memiliki arti sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu,
9
sedangkan perilaku calon pengantin sendiri dapat diartikan sebagai perilaku
konsumen (consumer behavior) yang dapat didefinisikan sebagai kegiatan-
kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang-barang atau jasa termasuk didalamnya proses
pengambilan keputusan pada persiapan dan penetuan kegiatan-kegiatan tersebut
(Sunyoto, 2014: 1).
2.1.1.1 Karakteristik Perilaku Konsumen
Karakteristik dapat diartikan sebagai suatu sifat khas dengan perwatakan
tertentu. Karakteristik konsumen dapat di bagi menjadi empat, yaitu (Kothler,
1995: 210):
1. Usia
Usia dalam arti luas merupakan satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan benda atau makhluk, baik yang hidup maupun mati. Perbedaan
usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera atau kesukaan terhadap barang
atau jasa. Pemilihan dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga. Menurut Depkes
(2009), usia dikatagorikan menjadi Sembilan, yaitu; Masa balita :0 - 5 tahun,
masa kanak-kanak : 5 - 11 tahun, masa remaja Awal: 12 -16 tahun, masa remaja
Akhir :17 - 25 tahun, masa dewasa Awal: 26- 35 tahun, masa dewasa Akhir:
36- 45 tahun, masa Lansia Awal: 46- 55 tahun, masa Lansia Akhir: 56 - 65
tahun, masa Manula: 65 - sampai atas. Menurut BKKBN usia seseorang siap
menikah adalah usia 28-32 tahun, sedangkan menurut UU no. 1 tahun 1974
usia menikah untuk pria adalah 19 tahun dan untuk wanita adalah 16 tahun. Di
dalam masyarakat urban di kecamatan Kemayoran juga terdapat katagori
10
tersebut, maka dari situlah muncul perbedaan pendapat atau perbedaan
pemikiran untuk menentukan dan memilih barang dan jasa, khususnya
memilih gaya rias Paes Ageng.
Tabel 1.1
Usia Penduduk (Tahun 2013)
Kelurahan 16-25thn 26-45thn
Harapan Mulya 4003 9454
Cempaka Baru 5690 13245
Sumur Batu 3798 9677
Serdang 5333 1158
Utan panjang 5233 11905
Kebon Kosong 4751 11293
Kemayoran 3742 8468
Gunung Sahari Selatan 3487 7827
Jumlah 36037 73027
Sumber: https://data.go.id/dataset/jumlah-penduduk-berdasarkan-usia-per-kelurahan-dki-
jakarta
2. Pendidikan
Jenjang pendidikan masyarakat urban di kecamatan kemayoran pun
beragam, mulai dari lulusan SD hingga S3. Hal ini terlihat dalam data yang ada
menurut Badan Pusat Statistik kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat.
Tabel 1.2
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
(Tahun 2016)
Kelurahan Putus
sekolah SD SMP SMA
D1-
D3 S1-S3
Harapan Mulya 1035 1499 4040 19379 823 295
Cempaka Baru 88 1740 7268 19055 0 9583
Sumur Batu 272 2722 3810 10886 5443 4082
Serdang 346 3460 4844 13839 6920 5190
Utan panjang 4067 3389 6100 16945 1694 1694
Kebon Kosong 3770 3142 5655 15708 1571 1571
11
Kemayoran 3861 6133 6314 6318 720 1008
Gunung Sahari Selatan 2454 9392 3452 3761 0 3038
Jumlah 15893 31476 41484 105890 17171 26461
Sumber: Badan Pusat Statistik Kemayoran 2016
3. Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan
manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas
atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang atau disebut juga sebagai
profesi. Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang atau jasa yang akan
dipilih. Masyarakat urban di kecamatan kemayoran terdiri dari berbagai
macam pekerjaan yaitu wiraswasta, PNS, TNI, POLRI, ABRI, karyawan
swasta, hingga buruh.
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan mata Pencaharian
(Tahun 2016)
Kelurahan PNS TNI /
POLRI/ABRI Pensiunan Pedagang
Karyawan
Swasta Buruh
Harapan Mulya 1014 18 650 1181 5476 1530
Cempaka Baru 16816 0 0 4178 0 0
Sumur Batu 629 308 483 3022 2209 1756
Serdang 2318 1142 796 4394 8650 1038
Utan panjang 656 60 860 4690 10561 0
Kebon Kosong 7000 0 0 1224 0 259
Kemayoran 138 22 154 7619 3213 1981
Gunung Sahari Selatan 808 490 0 158 991 1612
Jumlah 29379 2039 2943 26466 31091 8176
Sumber: Badan Pusat Statistik Kemayoran 2016
4. Penghasilan
Penghasilan adalah setiap tambahan ekonomis, yang diterima atau
diperoleh, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambahkan kekayaan dalam
bentuk apapun. Penghasilan di dapat dari penggantian atau imbalan berkenaan
12
dengan pekerjaan atau jasa, yang di terima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan honororarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan
dalam bentuk lainnya. Masyarakat urban di kecamatan Kemayoran memiliki
pekerjaan yang beragam, oleh sebab itu mereka juga memiliki penghasilan yang
beragam. Dari pengahasilan yang beragam itulah maka kebutuhan antara satu
dengan yang lainnya berbeda, begitu juga dengan pemikiran untuk menentukan
atau memilih suatu barang atau jasa khususnya gaya rias Paes Ageng.
Menurut Engel dan Blackwell, perilaku konsumen adalah suatu
tindakan langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan produk
atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan
tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, faktor-
faktor tersebut terdiri dari faktor eksternal dan internal
1. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumen antara
lain:
a. Kebudayaan
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengertian,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta kebiasaan-
kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Secara definitif kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tidakan
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1979:193).
13
Menurut Kotler (2005;203), “faktor budaya memiliki pengaruh yang
luas dan mendalam terhadap perilaku pembelian, faktor budaya ini meliputi
; budaya, sub-budaya, dan kelas sosial”.
1) Budaya
Kotler (2005;203) mengatakan, budaya merupakan penentu keinginan
dan perilaku yang paling mendasar. Budaya berawal dari kebiasaan.
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan di wariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit termasuk
sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni.
2) Sub-budaya
Sub-budaya adalah pola-pola cultural yang menonjol, dan merupakan
bagian atau segmen dari populasi masyarakat yang lebih luas dan lebih
kompleks. Sub-budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok ras,
dan wilayah geografis.
3) Kelas sosial
Pada dasarnya semua masyarakat memiliki strata sosial. Stratifikasi
tersebut kadang-kadang berbentuk sistem kasta dimana anggota kasta
yang berbeda dibesarkan dengan peran tertentu dan dak dapat
mengubah keanggotaan kasta mereka. Meurut Kotler (205:203) kelas
14
sosial adalah “pembagian masayarakat yang relatif homogen dan
permanen, yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya
menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa”
b. Keluarga
Dalam keluarga masing-masing anggota dapat berbuat hal yang
berbeda dalam menentukan sesuatu. Setiap anggota keluarga memiliki
keinginan dan selera yang berbeda. Keluarga merupakan organisasi
pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan para
anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling
berpengaruh.
2. Faktor Internal
a. Motivasi
Perilaku seseorang dimulai dengan adanya suatu motif yang
menggerakan individu dalam mencapai suatu tujuan. Secara definisi
motivasi adalah suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang
diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan (Basu Swastha DH dan
T.Hani Handoko, 1982:76)
b. Persepsi
Persepsi didefinisikan seagai proses di mana seseorang memilih,
mengorganisasikan dan mengartikan masukan informasi untuk ciptakan
suatu gambaran yang berarti dari dunia ini
15
c. Proses Belajar
Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku
individual yang mencul dari pengalaman. Proses belajar menjelaskan
perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.
d. Kepribadian
Kepribadian adalah pola sifat individu yang dapat menentukan tanggapan
untuk bertingkah laku. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi
yang unik yang menimbulkan tanggapan yang relatif konstan terhadap
lingkungannya sendiri.
e. Kepercayaan dan Sikap
Kepercayaan adalah suatu pikiran deskriptif yang dianut seseorang
mengenai sesuatu. Sedangkan sikap merupakan perasaan emosional, dan
persepsi terhadap suatu barang atau jasa.
Dari pengertian para ahli disimpulkan bahwa pemilihan merupakan
suatu proses untuk menetukan pilihan, sedangkan pilihan itu sendiri
merupakan sebuah keputusan (desicion). Pemilihan atau pengambilan
keputusan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam
usaha pemecahan masalah yang dihadapi kemudian ditetapkan berbagai
macam alternatif untuk diadakan pemilihan atau seleksi satu diantara
beberapa alternatif yang dianggap paling baik dan tepat.
2.1.2 Gaya Rias Pengantin Paes Ageng
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 'gaya' dapat didefinisikan sebagai
sesuatu yang mempunyai ragam yang khusus. Tata rias pengantin merupakan hal
16
yang pokok dalam rangka pelaksanaan upacara perkawinan adat, karena pengantin
merupakan pusat perhatian. Dalam satu pesta pernikahan tata rias pengantin gaya
Yogyakarta merupakan salah satu unsur dalam upacara perkawinan adat daerah
itu. Upacara perkawinan adat Yogyakarta mulanya berasal dari istana. Namun,
budaya keraton tersebut telah berkembang luas di masyarakat, bukan hanya di
wilayah kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, melainkan juga di luar wilayah
tersebut (Supadmi, 1993: 17).
Menurut sejarah, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah sumber atau
pusat tata adat dan budaya jawa yang adiluhung. Salah satunya adalah dalam
bidang tata rias pengantin. Pada awalnya gaya Yogyakarta hanya mengenal dua
jenis tata rias pengantin, yaitu Paes Ageng dan Busana Jangan Menir. Paes Ageng
adalah busana pengantin khusus untuk perkawinan agung di dalam Kraton untuk
putra-putri Sri Sultan (Riefki, 2012: 11). Setiap daerah memiliki ciri khas
tersendiri dan mengandung makna filosofis serta nilai-nilai luhur yang menjadi
salah satu identitas dari suatu daerah. Oleh karena itu, setiap daerah memerlukan
tata rias pengantin.
Dalam Tata Rias Pengantin khususnya gaya Paes Ageng terdapat dua
macam gaya rias yaitu tradisional serta modifikasi. Modifikasi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu perubahan, pengubahan. Dalam
tata rias pengantin Paes Ageng modifikasi terjadi perubahan dari tata rias
pengantin Paes Ageng tradisional,walaupun terjadi perubahan tetapi tetap tidak
menghilangkan keistimewaan dan ciri khusus dari tata rias tersebut. Tata rias
17
pengantin Paes Ageng memiliki keistimewaan dan ciri khas tersendiri.
Keistimewaan tersebut meliputi (Supadmi, 2012: 54) :
1. Penghitam cengkorongan menggunakan pidih kental. Di tiap
cengkorongan ditengahnya di beri hiasan bermotif kinjengan,
2. Riasan di sekitar mata diberi celah-celah atau jaitan mata. Sedangkan
alisnya bercabang berbentuk seperti tanduk rusa ( menjangan ranggah )
ditengah dahi diberi hiasan daun sirih berbentuk belah ketupat (cithak).
3.Sanggul yang digunakan berupa gelung bokor yang dibuat dari irisan daun
pandan ditutup dengn teplok (rangkaian bunga melati). Di bawah bokor
dipasang gajah ngoling, yang terbuat dari irisan daun pandan yang ditutup
dengan rangkaian bunga melati bentuknya bulat
4. Pada telinga diberi sumping pupus daun kates(daun pepaya muda)
berbentuk seperti daun sirih dan difrada
5. Perhiasan yang dikenakan dapat disebut rajakeputren yang berbentuk
unik dan indah.
6.Busana yang di kenakan berupa kain cinde dan di bagian luarnya
menggunakan kampuh.
Rias wajah pengantin Paes Ageng tidak berbeda dengan rias pengantin
lainnya. Namun pada rias wajah Paes Ageng terdapat, alis berbentuk tanduk rusa
atau menjangan ranggah dengan pensil alis berwarna hitam. Ujung alis bagian
atas/ranggah menjurus ke ujung penitis kurang lebih satu jari dari ujung penitis.
Alis bagian bawah mengarah ke songokan pangkal penitis dan godheg. Terdapat
pula jaitan mata, jaitan mata dibuat dengan kuas kecil yang diberi alas bedak atau
dengan pensil alis coklat.
Di dalam tata rias Paes Ageng terdapat riasan di dahi yang sering disebut
cengkorongan paes. Makna dari paes adalah untuk mempercantik diri dan
membuang jauh bentuk perbuatan buruk agar seseorang menjadi lebih sholehah
dan dewasa (Riefki, 2012: 16). Cengkorongan paes dibagi menjadi empat bagian
yaitu penunggul, pengapit dan penitis serta godheg. Penunggul mengandung arti
sesuatu yang paling tinggi, besar, dan paling baik. Pengapit mengandung arti
18
keseimbangan antara pendamping kanan dan kiri. Penitis adalah simbol kearifan
dan harapan agar kedua mempelai mencapai tujuan yang tepat. Sedangkan godheg
memiliki makna seseorang harus mengetahui asal-usulnya. Paes dihitamkan
dengan pidih hitam pekat/kental.
Pada sanggul terdapat pula gajah ngoling, gajah ngoling adalah bentuk
bulat memanjang anyaman melati kurang lebih 40 cm, dipasang di sanggul bagian
bawah agak kekanan dari belahan sanggul. Sisir gunungan, yang di pasang
ditengah antara sanggul dan kepala serta menghadap ke belakang. Ceplok
dipasang di tengah-tengah sanggul agak keatas sedikit, sedangkan jebehan di
pasang di kiri kanan sanggul menjuntai kebawah membentuk sanggul. Jarak
jebehan dengan pangkal sisir gunungan kurang lebih 2 jari. 2 bross sanggul, yang
dipasang kanan kiri ceplok, jarak ceplok dengan bross kurang lebih 3 jari. mentul
dipasang menghadap ke belakang berjumlah 5 buah. Letak mentul dibelakang sisir
gunungan di atas sanggul, bentuk mentul batokan. Memasang sepasang subang
ronyok/bumbungan. Sepasang centhung. Jarak centhung antara satu dengan
lainnya berjarak kurang lebih 3 jari. Ujung centhung agak masuk sedikit pada
pangkal penunggul. Memakai sumping dari daun kates muda/ pupus yang dibentuk
seperti daun sirih yang kecil dan diberi pidih serta prodo.
Pakaian atau busana ialah segala sesuatu yang dipakai mulai dari ujung
rambut sampai dengan ujung kaki, termasuk perlengkapan, tata rias wajah dan tata
rias rambut (Prapti K,1998:1). Pada mulanya pakaian atau busana pengantin Paes
Ageng merupakan jenis pakaian yang biasa di pergunakan oleh keluarga istana
19
Kesultanan Yogyakarta, yang selanjutnya menyebar menjadi adat pengantin
masyarakat kebanyakan.
Busana pengantin Paes Ageng terdiri dari Kain kampuh dan kain cinde
sekar memakai slarak, boleh pradan boleh tidak. Kampuh atau dodot pradan
dengan tengahan, motif semen. Panjang kampuh kurang lebih 3,2 m, dan lebar dua
kali lebih besar dari kain biasa. Udhet motif cinde sekar, warnanya sama dengan
kain cinde yang dipakai, apabila cinde yang dipakai pradan maka udhet yang
dipakaipun juga pradan dan boleh memakain gombyok dan lis. Udhet dipasang
dengan membuat jengil dan dipasang sebuah bross, untuk perempuan. Sedangkan
untuk busana pria terdapat, Satu lembar kampuh dodot pria, celana cinde, satu
buah lonthong, satu buah kamus timang, satu pasang moga.
Terdapat ciri khas lainnya pada tata rias Paes Ageng, yaitu pada
perlengkapan atau aksesorisnya, untuk perempuan yaitu; dua buah kelat bahu
naga, dipasang di lengan menghadap kebelakang dengan jarak kurang lebih satu
telapak tangan dari bahu. Pending atau slepe sebagai ikat pinggang. Sangsangan
susun kecil (kecil, tanggung dan besar) dengan ukuran-ukuran/desain bebas,
berbentuk dasar wulantumanggal. Binggel kuno 2 buah. Buntal panjang sekitar 2
m. cenelo atau selop sewarna dengan baju. Cincin permata, satu bross untuk jengil
seluruh perhiasan pengantin putri Paes Ageng ini dinamakan raja keputren.
Sedangkan untuk pria terdapat; satu pasang sumping yang di pasang ditelinga. Satu
buah gelang kana yang di pakai pada gelang tangan kiri dan kanan. Satu buah keris
branggah yang di pasang dalam dodot. Satu buah sisir menthol yang dipakai di
20
kuluk. Satu buah ukel ngore yang dipasang di belakang kuluk, dengan posisi
pangkal ukel masuk ke dalam kuluk
Pada awalnya gaya Yogyakarta hanya mengenal dua jenis tata rias
pengantin, yaitu Paes Ageng dan Busana Jangan Menir. Paes Ageng adalah
busana pengantin khusus untuk perkawinan agung di dalam Kraton untuk putra-
putri Sri Sultan (Riefki, 2012: 11). Penata rias mengenal Paes Ageng Jangan
Menir adalah gaya rias Paes Ageng yang sudah dimodifikasi, dimana jangan menir
sudah tidak memakai dodot tetapi memakai kebaya, sedangkan msayarakat awam
menyebutnya dengan Paes Ageng modifikasi
Gambar 1.1
Sumber: Hidayati, Ratna. 2012. Modifikasi Tata Rias Pengantin Yogya Paes Ageng,
hl. 23. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
2.1.2.1 Ragam Busana Pengantin Paes Ageng Modifikasi
Busana ialah segala sesuatu yang dipakai mulai dari ujung rambut sampai
dengan ujung kaki, termasuk pelengkap, tata rias wajah dan tata rias rambut (Prapti
K, 1998: 1). Modifikasi atau memodifikasi adalah mengubah atau mengadakan
perubahan. Berdasarkan pengetahuan khusus tata rias pengantin, yang dimaksud
21
modifikasi adalah mengubah sesuatu atau mengubah tata rias asli tetapi masih
tetap ada unsure tradisionalnya, cara modifikasi ada tiga bentuk, yaitu:
1. Deformasi adalah mengubah tanpa menghilangkan karakteristik aslinya.
2. Stilasi adalah merubah dengan cara menambah attau mengurangi.
3. Distorsi adalah merubah secara total tanpa menghilangkan karakteristik aslinya.
Dengan mengikuti berjalannya waktu, tata rias pengantin mengalami
perubahan. Perubahan yang mencolok terdapat pada busananya. Busana yang
biasa di gunakan yaitu kebaya modifikasi, menurut Edward Hutabarat kebaya
modifikasi merupakan busana yang cara dan pemakaiannya di angkat dari busana-
busana daerah di Indonesia yang dikembangkan dalam bentuk dan pemakaian
modern. Dalam hal busana, tata rias pengantin sudah banyak di modifikasi
termasuk dalam tata rias pengantin Paes Ageng. Tata rias Paes Ageng modifikasi
juga terdapat berbagi macam gaya, tetapi dari banyaknya gaya modifikasi tetap
masih menunjukan cirri khas dari tata rias Paes Ageng tradisional.
Gambar 1.2
22
Sumber: Hidayati, Ratna. 2012. Modifikasi Tata Rias Pengantin Yogya Paes Ageng,
hlm. 53. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Pada gambar diatas tata rias Paes Ageng modifikasi masih menggunakan
paes dan perhiasan di rambut pengantin wanita yang sama dengan Paes Ageng
tradisional, tetapi pada busana pengantinnya sudah tidak memakai bentuk dodot.
Busana yang dikenakan adalah kebaya modifikasi dengan menggunakan kain
bercorak wahyu tumurun berwana putih. Untuk busana pengantin pria,
menggunakan sepasang landung dengan kain yang sama dengan pengantin wanita
tetapi dipasang setengah tiang atau di atas dengkul. Pengantin pria pada gambar
menggunakan peci bukan menggunakan kuluk, serta tetap menggunakan kalung
karset dan tidak menggunakan lonthong dan keris.
Gambar 1.3
Sumber: Hidayati, Ratna. 2012. Modifikasi Tata Rias Pengantin Yogya Paes Ageng,
hlm. 57 Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Gambar yang ke dua, tata rias Paes Ageng modifikasi juga masih
menggunakan paes dan perhiasan di rambut wanita yang sama dengan Paes Ageng
tradisioanal tetapi ditambahkan bunga mawar disamping kanan dan kiri. Untuk
23
busana wanitanya menggunakan kebaya modifikasi dengan bahan bludru, serta
menggunakan kain bermotif sidomulyo. Sedangkan pengantin pria menggunakan
beskap jawa dengan bahan bludru dan kain panjang dengan motif yang sama
dengan pengantin wanita. Berbeda dengan gambar pertama pada gambar ke dua
pengantin pria menggunakan blangkon Yogya, dan tetap menggunakan kalung
karset, lonthong, dan juga keris.
Gambar 1.4 Sumber: Riefki, Tienuk. 2012. Tata Rias Pengantin Yogyakarta Tradisional dan Modifikasi
Corak Paes Ageng, hlm. 125. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Pada gambar yang ke tiga, tata rias Paes Ageng modifikasi juga masih
menggunakan paes dan perhiasan di rambut wanita yang sama dengan Paes Ageng
tradisioanal tetapi ditambahkan bunga mawar disamping kanan dan kiri serta tidak
menggunakan gajah ngoling pada sanggulnya. Untuk busana wanitanya
24
menggunakan kebaya modifikasi, serta menggunakan kain bermotif wahyu
tumurun berwarna putih dengan corak berwarna coklat. Sedangkan pengantin pria
menggunakan beskap jawa dengan dan kain panjang dengan motif yang sama
dengan pengantin wanita. Berbeda dengan gambar pertama pada gambar ke dua
pengantin pria menggunakan kuluk Yogya, dan tetap menggunakan kalung karset,
lonthong, dan juga keris. Ditambahkan sumping di kuping pengantin pria.
Gambar 1.5
Sumber: Riefki, Tienuk. 2012. Tata Rias Pengantin Yogyakarta Tradisional dan
Modifikasi Corak Paes Ageng, hlm. 127. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Di gambar terakhir tata rias Paes Ageng modifikasi masih menggunakan
paes dan perhiasan di rambut pengantin wanita yang sama dengan Paes Ageng
tradisional, tetapi pada pakaian atau busana pengantinnya sudah tidak memakai
dodot. Busana yang dikenakan adalah kebaya modifikasi dengan menggunakan
kain bercorak wahyu tumurun berwana hitam dengan corak coklat. Untuk busana
25
pengantin pria, menggunakan landung dengan kain panjang yang sama dengan
pengantin wanita. Pengantin pria pada gambar menggunakan blangkon, serta tetap
menggunakan kalung karset dan menggunakan lonthong dan keris.
Dari gambar-gambar di atas dapat disimpulkan bahwa, tata rias pengantin
Paes Ageng modifikasi merupakan suatu perubahan yang tidak meninggalkan tata
rias Paes Ageng tradisional sendiri, tetapi sudah berkembang lebih modern dan
lebih mudah untuk digunakan serta memerlukan biaya yang lebih kecil
dibandingkan Paes Ageng Tradisional.
2.1.3 Masyarakat Urban di Kemayoran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 'masyarakat' didefinisikan
sebagai sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat luas adalah seluruh manusia
yang hidup bersama di suatu tempat pada suatu waktu (Shadily, 1999: 58).
Masyarakat adalah kumpulan sekelompok orang yang secara intens
berinteraksi dan menetap secara bersama dalam waktu yang panjang. Dalam bahasa
Inggris, masyarakat disebut sebagai society, merupakan asal kata dari socius yang
berarti kawan. Pengertian society secara umum menunjuk kepada makna pergaulan
antara individu satu dengan individu lain dalam satu kelompok, dimana mereka
hidup secara besama-sama dalam bentuk perkawanan (Syarbaini, 2006: 1).
Menurut Hendropuspito OC (1989:75) mendefinisikan masyarakat sebagai
kesatuan yang tetap dari orang-orang yang hidup di daerah tertentu dan bekerja
sama dalam kelompok-kelompok berdasrakan kebudayaan yang sama untuk
mencapai kepentingan yang sama. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia
26
yang di bawah tekanan serangkaian kebutuhan dan di bawah pengaruh seperangkat
kepercayaan, ideal dan tujuan tersatukan dan terlebur dalam suatu rangkaian
kesatuan kehidupan bersama (Muthahhari, 1998:15).
Setiap kelompok dalam masyarakat memiliki karakter dan cirri khas asli
yang akan terus terbawa saat mereka bergabung dalam kelompok masyarakat yang
lainnya. Ibu kota Jakarta menjadi salah satu tempat bertemunya berbagai kelompok
dan etnis dalam masyarakat. Kota Jakarta menampilkan corak masyarakat yang
majemuk, tempat berbagai kelompok mengikuti cara hidup dan budaya mereka
sendiri.
Masyarakat 'urban' berkenaan dengan kota, dapat disebut orang yang
berpindah dari desa ke kota. Masyarakat urban (urban community) merupakan
pengertian dari masyarakat kota karena lebih ditekankan pada sifat-sifat
kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya. Masyarakat urban banyak terdapat di
kota-kota besar khususnya ibukota Negara, yaitu Jakarta.
Masyarakat urban terbentuk dari penggabungan antara pendatang dan
penduduk asli yang bersepakat untuk menciptakan ruang baru dengan system
budaya gabungan yang menghasilkan hadirnya gaya hidup tersendiri. Urbanisasi
adalah suatu proses perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dapat pula
dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat kota. Ada
banyak pendapat mengenai pengertian unrbanisasi, diantaranya ialah urbanisasi
sebagai suatu proses membawa bagian yang semakin besar dari penduduk suatu
Negara untuk berdiam di pusat-pusat perkotaan.
27
Kecamatan Kemayoran dulunya merupakan Bandara Kemayoran yang
sejak tahun 1984 ditutup dan dijadikan sebuah pemukiman sebagian wilayahnya
yaitu seluas 44 hektare menjadi tempat penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta. Di
kecamatan ini 31,16 persen warganya bersuku betawi.
Betawi merupakan suku asli yang mendiami kota Jakarta. Populasi suku
Betawi diperkirakan lebih dari 3 juta orang. Suku betawi merupakan satu-satunya
suku yang termasuk bagian dari rumpun Melayu Betawi, karena adat istiadat serta
bahasa yang digunakan oleh suku Betawi adalah tergolong dalam budaya Melayu
Betawi. Orang Betawi pada umumnya adalah penganut agama Islam. Istilah Betawi
berasal dari kata Batavia, nama wilayah ini sebelum Jakarta, pada zaman Hindia
Belanda. Masyarakat Betawi merupakan percampuran dari segala suku bangsa
yang pada awalnya bermukim di wilayah betawi ini.
Menurut beberapa anggapan pada awalnya para pendatang dari Melayu
Deli dan Melayu Riau bermigrasi ke wilayah ini dengan kapal-kapal dagang dengan
tujuan berdagang. Mereka menetap dan melakukan perkawinan dengan penduduk
asli, yaitu masyarakat Sunda sebagai penghuni pertama di wilayah ini. Masyarakat
Melayu Betawi menggunakan bahasa Melayu Betawi, yang digolongkan sebagai
bahasa Melayu Kreol (Turangan, 2014: 38).
Secara biologis mereka yang mengaku sebagai orang betawi adalah
keturunan kaum berdarah campuran aneka suka dan bangsa. Mereka adalah hasil
kawin-mawin antar ethnis dan bangsa di masa lalu. Diawali oleh orang sunda,
sebelum abad ke-16 dan masuk kedalam kerajaan Tarumanegara serta kemudian
Pakuan Pajajaran. Selain orang sunda terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari
28
pesisir utara Jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka hingga
semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat di India (Turangan,
2014: 40).
Tetapi sejak akhir abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan,
Jakarta pada umumnya, dan Jakarta Pusat pada khususnya dibanjiri imigran dari
seluruh Indonesia. Sehingga orang Betawi dalam arti apapun juga tinggal sebagai
minoritas. Pada tahun 1961, suku Betawi mencakup kurang lebih 22,9% dari antara
2,9 juta penduduk Jakarta waktu itu. Adapun di Jakarta Pusat, menurut sensus tahun
2000, populasi penduduk dengan etnis Betawi ini masih cukup tinggi, mencapai
31,16 persen, tersebar disemua kecamatan. Di Jakarta Pusat dominasi utamnya
adalah di kecamatan Kemayoran dan Tananh Abang.
Kecamatan Kemayoran itu sendiri terletak di Jakarta Pusat. Letak
geografis Jakarta Pusat , Bagian Utara.06⁰, 23’, 54’’ Lintang Utara/North Latitude,
Bagian Selatan.05⁰, 19’, 12’’ Lintang Selatan/South Latitude, Bagian Timur 106⁰,
22’, 42’’ Bujur Timur/East Latitude, Bagian Barat.106⁰, 58’, 18’’ Bujur Barat/West
Latitude.uas wilayah Jakarta Pusat yang menjadi tanggung jawab Kodim 0501/JP
BS sekitar ± 5.050,33 Ha (50,05 km2) dengan luas 8 kecamatan di dalamnya ,
sebagai berikut :Kecamatan Menteng 653,46 Ha. (± 6,53 Km²) ; Kecamatan Sawah
Besar 621,47 Ha. (± 6,21 Km²) ; Kecamatan Senen 653,46 Ha. (± 6,53 Km²) ;
Kecamatan Gambir 758,91 Ha. (± 7,59 Km²) ; Kecamatan Tanah Abang 930,85
Ha. (± 9,31 Km²) ; Kecamatan Cempaka Putih 468,66 Ha. (± 4,69 Km²) ;
Kecamatan Kemayoran 725,36 Ha. (± 7,26 Km²) ; Kecamatan Johar Baru238,16
Ha. (± 2.3 Km²).
29
Gambar 1.6 Peta Jakarta Pusat
Sumber : http://www.jakarta.go.id
Jakarta Pusat terdiri dari 8 kecamatan dan 44 kelurahan. Salah satu
kecamatannya yaitu Kecamatan Kemayoran. Yang terdiri dari 8 Kelurahan yaitu
Harapan Mulia, Cempaka Baru, Sumur Batu, Utan Panjang, Kemayoran, Serdang,
Kebon Kosong, dan Gunung Sahari Selatan.
Badan Pusat Statistik (BPS) telah meakukan pendataan Potensi Desa
(PODES) sejak tahun 1980, yang bersamaan dengan penyelenggaraan Sensus
Penduduk 1980.
Tabel 1.4 Luas Wilayah Menurut Kelurahan
Kelurahan Luas Wilayah
Total Area (km2)
Distribusi
Presentase
Harapan Mulya 0,53 7,37
Cempaka Baru 0,99 13,69
Sumur Batu 1,15 15,84
Serdang 0,82 11,34
Utan Panjang 0,54 7,45
30
Kebon Kosong 1,16 15,96
Kemayoran 0,53 7,24
Gunung Sahari Selatan 1,53 21,11
Jumlah Total 7,25 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kemayoran 2016
Sumber utama data kependudukan adalah Sensus Penduduk yang
dilaksanakan sebanyak enam kali sejak indonesia merdeka yaitu tahun 1961, 1971,
1980, 1990, 2000, dan 2010. Di dalam sensus penduduk pencatatan dilakukan
terhadap seluruh penduduk yang berdomisili di wilayah teritorial Indonesia
termasuk warga negara asing kecuali anggota Korps Diplomatik negara sahabat
beserta keluarganya.
Rata-rata pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukan tingkat
pertambahan penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan
kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk per km persegi.
Tabel 1.5
Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk
(tahun 1990-2010)
Kelurahan Penduduk Pertumbuhan
1990 2000 2010 1990-2000 2000-2010
Harapan Mulya 25.631 21.739 23.130 -1,63 0,67
Cempaka baru 36.862 33.448 31.558 -0,97 -0,58
Sumur Batu 24.094 24.492 23.573 1,64 -0,38
Serdang 32.045 28.106 29.243 -1,31 0,48
Utan Panjang 29.167 28.231 28.328 -0,33 0,03
Kebon kosong 30.393 24.430 40.804 -2,18 5,35
Kemayoran 22.995 18.785 18.119 -2,02 -0,36
Gunung sahari selatan 24.839 18.279 20.336 -3,07 1,07
Jumlah 226.528 197.510 215.331 -1,37 6,23
Sumber: Badan Pusat Statistik Kemayoran 2016
31
Tabel 1.6
Jumlah Penduduk yang Lahir, Mati, Datang dan Pindah (Tahun 2016)
Kelurahan Lahir Mati Datang Pindah
Harapan Mulya 43 9 64 59
Cempaka Baru 51 16 106 118
Sumur Batu 27 8 65 70
Serdang 55 18 17 45
Utan panjang 355 196 632 314
Kebon Kosong 457 149 666 666
Kemayoran 324 148 703 985
Gunung Sahari Selatan 29 26 55 81
Jumlah 1341 570 2308 2338
Sumber: Badan Pusat Statistik kemayoran 2016
Masyarakat urban di Jakarta tidak hanya dihuni oleh masyarakat menengah
ke atas, tetapi masyarakat menengah ke bawah juga merupakan bagian dari
masyarakat urban Jakarta. Dinamika budaya masyarakat urban adalah hasil
pergulatan berbagai actor (orang-orang penting) yang mencoba membentuk wajah
kota lewat upaya-upaya yang secara sadar dilakukan untuk membuat pola perilaku
masyarakat urban menjadi pola konsumsi kelas menengah (Evers, 2002: 8).
Dari penjalasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa, masyarakat
urban di Jakarta khususnya di wilayah kecamatan Kemayoran, merupakan
masyarakat yang menetap di wilayah kecamatan tersebut, masyarakat asli Jakarta
ataupun masyarakat pendatang dari kota lain juga disebut sebagai masyarakat urban
(urban society).
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yang dijadikan acuan peneliti dalam menyusun penelitian
ini, bertujuan untuk mendukung teori dan beberapa korelasi antar variabel.
32
1. Tutik Sri Lestari (2014) melakukan penelitian tentang Studi Preferensi
Masyarakat Menggunakan Tata Rias Paes Ageng Gaya Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian ini adalah Penelitian ini menganalisis preferensi
masyarakat menggunakan tata rias Paes Ageng gaya Yogyakarta serta
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi, menganalisis faktor- faktor
yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam menggunakan tata Rias Paes
Ageng dalam pesta perkawinan. Hasil dari penelitian ini menyangkup
pelaksanaan penelitian yang meliputi beberapa tahapan mulai tahap pengolahan
data dan hasil yang didapat dari wawancara interview semi terstruktur, latar
belakang informan, latar belakang dan preferensi masyarakat menggunakan tata
rias Paes Ageng gaya Yogyakarta, Persepsi perias pengantin terhadap tata rias
Paes Ageng gaya Yogyakarta, Persepsi mempelai terhadap tata rias Paes Ageng
gaya Yogyakarta, Persepsi Pengageng Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan
Budayawan terhadap Preferens masyarakat Terhadap Paes Ageng Gaya
Yogyakarta.
2. Susianti Manulang (2017), melakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Calon Pengantin untuk Menerapkan
Upacara Adat Perkawinan Batak Toba.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi sebuah pengambilan keputusan. Sedangkan kesimpulan dari
penelitian tersebut ialah terdapat tiga indikator faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan yaitu indikator faktor kepribadian, faktor pengetahuan, dan
indikator faktor lingkungan masyarakat. Upacara adat perkawinan batak toba
33
terdiri dari 17 tahapan, 70% calon pengantin menerapkan secara lengkap, dan 30%
nya tidak karena faktor biaya.
3. Ending Ruhiyat (2005), melakukan penelitian tentang Analisis Faktor yang
Menjadi Penentu Mahasiswa dalam Memilih Perguruan Tinggi.
Penelitian ini menggunakan metode analisis faktor yang dilakukan pada
23 variabel yang mempengaruhi keputusan mahasiswa dalam memilih kuliah
di Universitas Pamulang. Hasil analisis faktor adalah terjadi pengurangan
variable pada 23 variabel menjadi 21 variabel. Berdasarkan hasil perhitungan
menggunakan analisis factor terdapat 21 variabel yang dikelompokan menjadi
7 faktor yaitu, faktor produk, faktor harga, faktor bukti fisik, faktor orang-
orang, faktor kelompok referensi, faktor motivasi, dan faktor pribadi.
2.3 Kerangka Berfikir
Masyarakat yang menetap dikecamatan Kemayoran saat ini merupakan
masyarakat urban, karena mesyarakat teresebut merupakan masyarakat pendatang dan
masayarakat asli Jakarta yang telah lama tinggal di kecamata Kemayoran. Oleh sebab
itu terjadilah perbedaan pemikiran antara satu dan lainnya karena mereka memiliki asal
suku yang berbeda beda.
Tata Rias pengantin Paes Ageng memiliki keunikan tersendiri. Tata rias
pengantin Paes Ageng merupakan tata rias yang memiliki makna yang sangat penting
dalam masyarakat Yogya sendiri. Karena tata rias pengantin Paes Ageng ini temasuk
salah satu tata rias warisan tradisi yang ada di Indonesia dan memiliki makna filosofis
dari tata rias tersebut.
34
Di era globalisasi saat ini tata rias pengantin Paes Ageng telah mengalami
perkembangan yang mengikuti tren pada saat ini. Tren gaya rias Paes Ageng ini telah
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tradisional dan modern atau modifikasi.
Dalam penelitian ini masyarakat urban khususnya di kecamatan kemayoran
yang akan menggunakan gaya rias Paes Ageng dipengaruhi oleh karakteristik perilaku
konsumen, faktor internal, dan faktor eksternal. Karakteristik perilaku konsumen
meliputi usia, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan, faktor internal meliputi motivasi,
persepsi, kepribadian, proses belajar, kepercayaan dan sikap, sedangkan faktor
eksternal meliputi kebudayaan dan keluarga. Dari pernyataan diatas apakah
karakteristik perilaku konsumen, faktor eksternal, dan faktor internal mempengaruhi
pemilhan tata rias pengantin Paes Ageng.
Faktor eksternal:
1. Kebudayaan
2. keluarga
Masyarakat
Urban
Karakteristik
Konsumen:
1. Usia
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Penghasilan
Faktor internal:
1. Motivasi
2. Persepsi
Kepribadian
3. Proses belajar
4. Kepercayaan
dan sikap
Pemilihan Gaya Rias
Pengantin Paes Ageng