23
7 BAB II KAJIAN TEORI Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia yang belajar. A.L. Kroeber dan C. Kluckhpohn pernah mengumpulkan definisi kebudayaan yang pernah dinyatakan orang-orang kemudian hasil penelitian itu diterbitkan bersama menjadi Culture Critical Review of Concepts and Definitions(1952). Berdasarkan hal tersebut, Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Antropologi menyebutkan bahwa “Budaya adalah daya, dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa.” J.J Honigmann yang dalam bukunya The World of Man membedakan bahwa terdapat tiga gejala kebudayaan yaitu idea, activities dan artifacts. Koentjaraningrat pun menjabarkan menjadi sebagai berikut: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide dasar, gagasan, nilai- nilai norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto, ada dalam pikiran masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Ahli antropologi dan sosiologi menyebut wujud ini sebagai sistem budaya atau adat istiadat. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manuasia dalam masyarakat. Wujud ini merupakan sistem sosial mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial terdiri dari

BAB II KAJIAN TEORI - abstrak.ta.uns.ac.id · b) Ruwat untuk orang lain, spiritualis melakukan ruwatan pada orang lain, c) Ruwat untuk umum, ruwatan semacam ini biasanya dilakukan

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB II

KAJIAN TEORI

Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem

gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat

yang dijadikan milik diri manusia yang belajar. A.L. Kroeber dan C. Kluckhpohn

pernah mengumpulkan definisi kebudayaan yang pernah dinyatakan orang-orang

kemudian hasil penelitian itu diterbitkan bersama menjadi Culture Critical Review

of Concepts and Definitions(1952). Berdasarkan hal tersebut, Koentjaraningrat

dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Antropologi menyebutkan bahwa

“Budaya adalah daya, dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan

kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa.”

J.J Honigmann yang dalam bukunya The World of Man membedakan

bahwa terdapat tiga gejala kebudayaan yaitu idea, activities dan artifacts.

Koentjaraningrat pun menjabarkan menjadi sebagai berikut:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide dasar, gagasan, nilai-

nilai norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud ini merupakan wujud

ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto, ada

dalam pikiran masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.

Ahli antropologi dan sosiologi menyebut wujud ini sebagai sistem budaya atau

adat istiadat.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola

dari manuasia dalam masyarakat. Wujud ini merupakan sistem sosial

mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial terdiri dari

8

aktivitas manusia yang berinteraksi berhubungan serta bergaul satu dengan

yang lain, selalu menuruti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ini

berupa kebudayaan fisik dan tidak memerlukan banyak penjelasan karena

berupa hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya manuia dalam

masyarakat. Maka sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-

hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto.

Suatu keseluruhan yang terintegritasi, pada waktu analisa, membagi

keseluruhan itu ke dalam unsur-unsur besar yang disebut unsur-unsur kebudayaan.

Ada tujuh unsur yaitu:

1. Bahasa

2. Sistem pengetahuan

3. Organisasi sosial

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi

5. Sistem mata pencaharian hidup

6. Sistem religi

7. Kesenian

A. Upacara Adat

Upacara adat merupakan salah satu cara menelusuri jejak sejarah

masyarakat Indonesia pada masa praaksara. Di Indonesia terdapat beraneka ragam

ritual keagamaan yang dilaksanakan dan dilestarikan oleh masing-masing pen-

dukungnya. Ritual keagamaan tersebut mempunyai bentuk atau cara melestarikan

serta maksud dan tujuan yang berbeda-beda antara kelompok masyarakat yang

satu dengan masyarakat yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan

9

lingkungan tempat tinggal, adat serta tradisi yang diwariskan secara turun

temurun. Upacara keagamaan dalam kebudayaan suku bangsa biasanya meru-

pakan unsur kebudayaan yang paling tampak lahir. Namun dalam agama-agama

lokal atau primitif ajaran-ajaran agama tersebut tidak dilakukan dalam bentuk

tertulis tetapi dalam bentuk lisan sebagaimana terwujud dalam tradisi-tradisi atau

upacara-upacara.

Dalam pelaksanaan upacara keagamaan masyarakat mengikutinya

dengan rasa khidmat dan merasa sebagai sesuatu yang suci sehingga harus di

laksanakan dengan penuh hati-hati dan bijaksana, mengingat banyaknya hal yang

dianggap tabu serta penuh dengan pantangan yang terdapat di dalamnya. Di mana

mereka mengadakan barbagai kegiatan berupa pemujaan, pemudahan dan

berbagai aktifitas lainnya seperti makan bersama, menari, dan menyanyi serta di

lengkapi pula dengan beraneka ragam sarana dan peralatan. Aktifitas upacara adat

yang berkaitan erat dengan sistem religi merupakan salah satu wujud kebudayaan

yang paling sulit dirubah bila dibandingkan dengan unsur kebudayaan yang

lainnya. Bahkan sejarah menunjukan bahwa aktifitas upacara adat dan lembaga-

lembaga kepercayaan adalah untuk perkumpulan manusia yang paling

memungkinkan untuk tetap dipertahankan.

Dalam rangka pokok antropologi tentang religi, juga dibicarakan sistem

ilmu gaib sehingga dapat dibagi menjadi dua pokok khusus yaitu sistem religi dan

sistem ilmu gaib. Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi

berdasarkan atas suatu getaran jiwa yang biasanya disebut emosi keagamaan atau

religious emotion. Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap

manusia walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung beberapa saat

10

saja. Emosi keagaman itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-

tindakan yang bersifat religi. Emosi keagamaan menyebabkan bahwa suatu benda,

tindakan atau gagasan, mendapat suatu nilai keramat(sacred value), dan dianggap

keramat. Benda-benda, tindakan-tindakan atau gagasan-gagasan yang biasanya

tidak keramat (profane) tetapi apabila dihadapi oleh manusia memiliki emosi

keagamaan, ia seolah-olah terpesona pada benda-benda, tindakan-tindakan, dan

gagasan-gagasan tadi dan nilainya menjadi keramat. Dengan demikian emosi

keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan unsur

yang lainnya yaitu sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan dan suatu umat

yang menganut religi itu.

Sistem keyakinan secara khusus mengandung banyak sub-unsur lagi.

Koentjaraningrat (1990) menyebutkan bahwa para ahli antropologi menaruh

perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa yang baik maupun yang jahat,

sifat-sifat dan tanda-tanda dewa-dewa, konsepsi tentang makhluk-makhluk halus

lainnya seperti roh-roh leluhur, roh-roh lain yang baik ataupun jahat, hantu dan

lain-lain, dewa tertinggi dan pencipta alam, masalah terciptanya dunia dan

alam(kosmogoni), masalah mengenai bentuk dan sifat-sifat dunia dan alam

(kosmologi), konsepsi tentang hidup dan maut, konsepsi tentang dunia roh dan

dunia akhirat dan sebagainya.

Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang

menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi ialah sebagai berikut:

1. Tempat upacara keagaamaan dilakukan (makam, candi, pura kuil, gereja,

masjid)

11

2. Saat-saat upacara keagamaan dijalankan (saat-saat beribadah, hari-hari

keramat)

3. Benda-benda dan alat-alat upacara (patung melambangkan dewa, alat bunyi-

bunyian seperti suling, lonceng, gamelan)

4. Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara (pendeta, shaman,

dukun, biksu)

Upacara itu sendiri memiliki banyak unsur-unsur yaitu:

1. Bersaji

2. Berkorban

3. Berdoa

4. Makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa

5. Menari tarian suci

6. Menyanyi nyanyian suci

7. Berprofesi atau berpawai

8. Memainkan seni drama suci

9. Berpuasa

10. Intoksikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk

mencapai keadaan mabuk(trance)

11. Bertapa

12. Bersemedi

Sub-unsur ketiga dalam rangka religi adalah sub unsur mengenai umat

yang menganut agama atau religi yang bersangkutan. Secara khusus sub-unsur itu

meliputi misalnya tentang pengikut suatu agama, hubungan satu dengan yang lain,

hubungannya dengan para pemimpin agama baik dalam saat adanya upacara

12

keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari dan tentang organisasi dari para

umat, kewajiban serta hak-hak para warganya.

Salah satu bagian dari Indonesia yang lekat dengan adat-istiadat

keagamaan adalah pulau Jawa. Daerah kebudayaan Jawa meliputi seluruh bagian

tengah dan timur dari pulau jawa. Ada daerah-daerah yang secara kolektif sering

disebut sebagai daerah Kejawen. Sebelum terjadi perubahan status wilayah seperti

sekarang ini, daerah itu adalah Banjar, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun

Malang dan Kediri. Daerah itu dinamakan Pesisir dan Ujung Timur. Sehubungan

dengan hal itu, dua daerah luas bekas kerajaan Mataran sebelum terpecah pada

tahun 1755 yaitu Yogyakarta dan Surakarta merupakan pusat dari kebudayaan itu.

Di dalam wilayah Kejawen terdapat kelompok-kelompok masyarakat orang Jawa

yang masih mengikuti atau mendukung kebudayaan jawa ini. Pada umumnya

mereka membentuk kesatuan-kesatuan hidup setempat yang menetap di desa-desa.

Agama islam umumnya berkembang baik di dalam masyarakat orang

Jawa namun masih ada orang-orang pemeluk agama Nasrani atau agama besar

lainnya. Hal ini tampak nyata pada bangunan-bangunan khusus untuk tempat

beribadah orang-orang yang bergama Islam. Walaupun demikian tidak semua

penganut agama Islam di Jawa berlandasan atas kriteria pemeluk agamanya, ada

yang disebut Islam Santri dan Islam Kejawen.

Orang santri merupakan penganut agama Islam di Jawa yang secara

patuh dan teratur menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Sedangkan golongan

orang Islam Kejawen, walaupun tidak selalu menjalankan kewajiban agamanya

namun percaya pada ajaran keimanan agama Islam. Mereka menyebut Tuhan

dengan Gusti Allah dan Nabi Muhammad SAW adalah Kanjeng Nabi.

13

Kebanyakan orang Jawa percaya bahwa hidup manusia di dunia sudah

diatur dalam semesta sehingga tidak sedikit dari mereka bersikap nerimo, yang

menyerahkan diri kepada takdir. Orang Jawa percaya ada suatu kekuatan yang

melebihi segala kekuatan, yaitu kasakten. Kemudian arwah roh leluhur dan

makhluk-makhluk halus seperti misalnya memedi, lelembut, tuyul dedemit serta

jin dan lainnya yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka.

Menurut kepercayaan masing-asing makhluk halus tersebut dapat

mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, ataupun keselamatan, tetapi sebaliknya

bisa menimbulkan gangguan pikiran, kesehatan, bahkan kematian. Apabila

seseorang ingin hidup tanpa menderita gangguan tersebut, ia harus berbuat

sesuatu seperti berpuasa, berpantang melakukan perbuatan serta makan makanan

tertentu, melakukan selamatan dan bersaji.

Selamatan adalah suatu upacara makan bersama makanan yang telah

diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Selamatan itu tak terpisahkan dari pandangan

alam pikiran dan erat hubungannya dengan kepercayaan kepada unsur-unsur

kekuatan sakti maupun makhluk-makhluk halus tadi. Upacara selamatan dapat

digolong ke dalam empat macam sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam

kehidupan manusia sehari-hari yakni:

1. Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang seperti hamil tujuh bulan

(mitoni), upacara potong rambut pertama, upacara menyentuh tanah untuk

pertama kali, upacara menusuk telinga, sunat, kematian, serta saat-saat setelah

kematian,

2. Selamatan yang berkaitan dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian

dan setelah panen padi,

14

3. Selamatan berhubung dengan hari-hari serta bulan-bulan besar Islam,

4. Selamatan pada saat-saat yang tidak tertentu, berkenaan dengan kejadian-

kejadian seperti perjalanan jauh, menempati rumah baru, menolak bahaya

(ngruwat atau ruwatan), janji jika sembuh dari sakit(kaul) dsb.

B. Ruwatan sebagai Salah Satu Upacara Adat

Ruwat dalam bahasa Jawa sama dengan kata luwar, berarti lepas atau

terlepas. Diruwat artinya dilepaskan atau dibebaskan. Pelaksanaan upacara itu

disebut ngruwat atau ruwatan, berarti melepaskan atau membebaskan, ialah

membebaskan atau melepaskan dari hukuman atau kutukan dewa yang

menimbulkan bahaya, malapetaka atau keadaan yang menyedihkan. Ngruwat

dapat juga berarti dipulihkan atau dikembalikan pada keadaan semula, tetapi juga

menolak bencana yang diyakini akan menimpa pada diri seseorang, mentawarkan

atau menetralisir kekuatan gaib yang akan membahayakan. Dalam tradisi Jawa,

ruwatan merupakan prosesi spiritual untuk membuang kesialan hidup orang-orang

yang sedang dalam sukerta (susah). Orang-orang sukerta ini, menurut legenda

atau cerita rakyat adalah orang-orang yang akan dimangsa oleh Batara Kala.

1. Jenis Ruwatan

Kepercayaan yang ada dalam masyarakat Jawa memiliki banyak

keragaman, baik berbentuk ritual atau upacara, maupun hal-hal lain yang

bersifat spiritual. Ruwatan salah satu kepercayaan masyarakat Jawa yang

cukup penting. Ruwat dapat dibagi dalam tiga jenis ritual yang paling umum

dan sering dilakukan dalam masyarakat Jawa(Ragil, 2008:2) yaitu:

15

a) Ruwat diri sendiri adalah ruwatan yang dilakukan dengan tujuan

menghindari diri dari kesialan yang ada dalam dirinya. Ruwatan semacam

ini biasanya dilakukan oleh sang spiritualis,

b) Ruwat untuk orang lain, spiritualis melakukan ruwatan pada orang lain,

c) Ruwat untuk umum, ruwatan semacam ini biasanya dilakukan untuk

meruwat suatu wilayah, atau pekarangan dan menghilangkan kekuatan

unsur alam yang ada di dalamnya.

2. Tujuan Ruwatan

Sama seperti ritual lain yang memiliki tujuan tertentu, menurut Ragil

Pamungkas dalam buku Tradisi Ruwatan menjabarkan tujuan dari ruwatan

ialah untuk menghindarkan diri dari ketidakberuntungan yang datang dari

Sang Maha Kala. Keberadaan Bathara Kala ini sebenarnya tidak selalu mutlak

ada di saat dilakukannya ruwatan, tetapi Bethara Kala sendiri sering

disebutkan sebagai simbol keberadaannya dalam hidup manusia.

Bathara Kala tidak harus ada dalam sebuah ritual ruwatan karena tidak semua

ruwatan memiliki tujuan untuk menghindarkan diri dari Bathara Kala, tetapi

terkadang memiliki tujuan untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang

ditimbulkan oleh alam atau makhluk halus. Kekuatan alam bisa merupakan

sebuah bencana, karena menjadi sebuah ketakutan mana kala bencana tersebut

sudah memberi informasi bahwa ia akan datang pada waktu tertentu.

Ketakutan semacam ini pun menjadikan manusia, tidak hanya masyarakat

Jawa, merasakan akan dekatnya dengan kematian. Dalam kepercayaan Jawa,

bencana dapat dihindarkan dengan melakukan acara ruwatan. Jika saja

16

bencana tetap datang, kemungkinan akan menelan korban jiwa yang sedikit

jika dibandingkan tidak melakukan ruwatan.

C. Ruwatan Potong Rambut Gimbal di Dieng sebagai Salah Satu Upacara

Adat di Jawa Tengah

Daerah Dataran Tinggi Dieng terletak di Kecamatan Kejajar Kabupaten

Wonosobo Jawa Tengah, Kondisi alamnya berbukit-bukit banyak terdapat sumber

mata air dengan berbagai corak, sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari, sumber air panas, dan sumber air asam. Dari kondisi alamnya

yang unik, Wonosobo menyimpan berbagai misteri yang patut disingkap dan

disimak, salah satunya adalah Ruwatan Cukur Rambut Gembel yang secara

tradisional hingga kini masih berjalan turun temurun, terutama di Dataran Tinggi

Dieng dan Lereng Sindoro Sumbing.

Anak gimbal Dieng terlahir normal, sama dengan anak-anak yang lain.

Pada suatu fase, tiba-tiba rambut mereka berubah menjadi gimbal dengan

sendirinya. Berbagai penelitian untuk menyelidiki penyebabnya secara ilmiah

belum membuahkan hasil. Pada kesehariannya anak-anak ini tidak jauh berbeda

dan tidak diperlakukan spesial dibandingkan teman-temannya. Hanya saja mereka

cenderung lebih aktif, kuat dan agak nakal. Apabila bermain dengan sesama anak

gimbal, pertengkaran mereka cenderung sering terjadi di antara mereka. Warga

Dieng pecaya bahwa mereka ini keturunan pepunden atau leluhur abadi pendiri

Dieng, yaitu Kyai Kolodete dan ada makhluk gaib yang “menghuni” dan

“menjaga” rambut gimbal ini. Gimbal bukanlah genetik yang bisa diwariskan

secara turun menurun. Dengan kata lain, tidak ada seorangpun yang tahu kapan

dan siapa anak yang akan menerima anugerah ini. Konon Kyai Kolodete pernah

17

berpesan agar masyarakat benar-benar menjaga dan merawat anak yang memiliki

rambut gimbal.

D. Komik

1. Pengertian Komik

Menurut kamus besar bahasa Indonesia komik adalah cerita bergambar

(di majalah, surat kabar atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna

dan lucu. Komik adalah cerita yang bertekanan pada gerak dan tindakan yang

ditampilkan lewat urutan gambar yang dibuat secara khas dengan paduan kata-

kata. Secara umum komik adalah cerita bergambar yang memiliki balon kata.

Pada tahun 1993, Scott McCloud pengarang buku trilogi komik

(Understanding Comics, Reinventing Comics dan Making Comics) dalam

bukunya yang pertama Understanding Comics, menegaskan dan setuju dengan

Will Eisner yang berpendapat bahwa komik adalah bentuk seni; seni

berturutan, dan Scott McCloud pun menspesifikasikan menjadi gambar-

gambar dan lambang-lambang lain yang terjukstaposisi (berderetan atau

bersebelahan) dalam urutan tertentu, bertujuan untuk memberikan informasi

dan/atau mencapai tanggapan estetis dari pembaca.

2. Sejarah

Komik sudah dikembangkan sejak manusia pertama kali ada di muka

bumi ini, dimulai dengan coretan-coretan di dinding gua di berbagai tempat,

seni komik mulai digunakan sebagai simbol religius. Sejak saat itu, seni

komik mulai berkembang pesat 2.500 tahun yang lalu di Mesir. Dengan

ditemukannya sebuah cerita bergambar di makam Menna sang juru tulis,

"lukisan" itu menceritakan tentang proses kehidupan orang-orang di sana

18

sebagai petani, dan kehidupan seputar masyarakat lainnya di sana. Kemudian

di Eropa, seni komik dikembangkan baik genre, bentuk, dan penyajiannya,

dengan hanya berupa gambar manusia garis (Stickman), tapi gebrakan

terbesarnya adalah adanya beberapa tulisan dalam komik itu. Diperkirakan

komik yang diikuti kata-kata dan kalimat diawali di India, kemudian

dilanjutkan di Cina.

Lalu semakin lama dengan ditambahkannya kata-kata, komik menjadi

salah satu karya sastra sekaligus seni. Pada tahun 1950-an di Amerika Serikat

terjadi penentangan terhadap komik, dengan munculnya buku karya Fredric

Wertham berjudul 'Seduction of the Innocent', yang menyebabkan buku-buku

komik dibakar di jalan-jalan Amerika. Kemarahan masyarakat paling keras

jatuh kepada komik-komik seram, kriminal, dan horror, yang digila-gilai para

remaja pada saat itu. Lalu di New York, pada tahun 1954, satu subkomite

senat AS untuk kenakalan remaja mengadakan rapat untuk membahas

kejadian tersebut. Berkat kejadian itu dibentuklah amandemen pertama

terhadap konstitusi AS. Pada tahun yang sama, para penerbit komik

menyetujui kode etik komik yaitu 'Comic Code' .

Saat itu, bisnis komik sudah kembali berjalan lancar, tapi seni komik

benar-benar jatuh tercerai berai, hingga di tahun itu isi cerita komik hanyalah

berupa hewan-hewan lucu, Pahlawan pemberani, cerita-cerita humor, dan

hiburan-hiburan tak berbahaya lainnya. Kejatuhan komik itu berakhir saat

Will Eisner menerbitkan komiknya tanpa persetujuan Comic code, karena

terdapat kata Narkoba dalam hasil karyanya. Hal itu segera diikuti oleh

pengarang komik dewasa lainnya.

19

Di tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku Graphic Storytelling, ia

mendefinisikan komik sebagai “tatanan gambar dan balon kata yang berurutan,

dalam sebuah buku komik.” Sebelumnya, di tahun 1986, dalam buku Comics

and Sequential Art, Eisner mendefinisikan eknis dan struktur komik sebagai

sequential art, “susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu

atau mendramatisasi suatu ide”. Dalam buku Understanding Comics (1993)

Scott McCloud mendefinisikan seni sequential dan komik sebagai “juxtaposed

pictorial and other images in deliberate sequence, intended to convey

information and/or to produce an aesthetic response in the viewer”.

Para ahli masih belum sependapat mengenai definisi komik. sebagian di

antaranya berpendapat bahwa bentuk cetaknya perlu ditekankan, yang lain

lebih mementingkan kesinambungan image dan teks, dan sebagian lain lebih

menekankan sifat kesinambungannya (sequential). Definisi komik sendiri

sangat supel karena itu berkembanglah berbagai istilah baru seperti:

a) Picture stories, Rodolphe Topffer (1845)

b) Pictorial narratives, Frans Masereel and Lynd Ward (1930s)

c) Picture novella, dengan nama samaran Drake Waller (1950s).

d) Illustories, Charles Biro (1950s)

e) Picto-fiction, Bill Gaine (1950s)

f) Sequential art(graphic novel), Will Eisner (1978)

g) Nouvelle manga, Frederic Boilet (2001)

Untuk lingkup nusantara, seorang penyair dari semenanjung Melayu

(sekarang Malaysia) Harun Amniurashid (1952) pernah menyebut ‘cerita

bergambar’ sebagai rujukan istilah ‘cartoons’ dalam bahasa Inggris. Di

20

Indonesia terdapat sebutan tersendiri untuk komik seperti diungkapkan oleh

pengamat budaya Arswendo Atmowiloto (1986) yaitu cerita gambar atau

disingkat menjadi CERGAM yang dicetuskan oleh seorang komikus Medan

bernama Zam Nuldyn sekitar tahun 1970. Sementara itu Seno Gumira

Ajidarma (2002), jurnalis dan pengamat komik, mengemukakan bahwa

komikus Teguh Santosa dalam komik Mat Romeo (1971) pernah

mengiklankan karya mereka dengan kata-kata “disadjikan setjara filmis dan

kolosal” yang sangat relevan dengan novel bergambar.

3. Perkembangan Komik di Indonesia

Sejarah komik Indonesia dimulai sejak kehadiran komik strip Put On

pada harian Sin Po sekitar tahun 1930-an, kemudian hingga hari ini para

komikus Indonesia bergantian lahir dan mengisi jagad perkomikan tanah air.

Dari sejak lahirnya Put On hingga sekarang, yang terbagi ke dalam 5 periode:

a. Periode 1930an

Pada awal kelahirannya, komik Indonesia lebih banyak hadir dalam bentuk

komik strip di berbagai surat kabar. Komik-komik karya komikus tanah air

ketika itu dapat juga ditemukan pada surat kabar Belanda seperti De Java

Bode dan D’orient, bersanding bersama komik luar seperti Flippie Flink

dan Flash Gordon. Put On adalah karakter pertama komik Indonesia yang

merupakan karya Kho Wan Gie dan dimuat dalam harian Sin Po. Selain

komik Put On, di Solo hadir pula komik Mentjari Poetri Hidjaoe yang

merupakan karya Nasroen A.S. dan diterbitkan oleh mingguan Ratu Timur.

21

Gambar 2. Komik strip Put On (sumber: Kaori Nusantara)

b. Periode 1940-50an

Pada akhir 1940an, banyak komik strip Amerika yang dibukukan oleh

penerbit lokal. Komik-komik strip tersebut sebelumnya telah rutin muncul

sebagai suplemen mingguan surat kabar tanah air. Saat komik Amerika

membanjir itulah, Siaw Tik Kwei kemudian hadir dengan komik yang

berhasil mengalahkan popularitas Tarzan di kalangan pembaca lokal.

Diadaptasi dari legenda Tiongkok, tokoh utama komik tersebut adalah Sie

Djin Koei.

Kepopuleran komik Amerika ketika itu kemudian menginspirasi R.A.

Kosasih untuk membuat sendiri karakter superhero ala Indonesia. Lalu

lahirlah Sri Asih, karakter komik yang merupakan adaptasi dari Wonder

Woman. R.A. Kosasih kemudian dikenal sebagai Bapak Komik Indonesia

dan karyanya menginspirasi lahirnya karakter superhero kreasi komikus

lokal lainnya, seperti Siti Gahara, Puteri Bintang dan Garuda Putih.

22

Selain karakter superhero, awal tahun 1950-an menandai kelahiran

pertama buku komik Indonesia. Adalah Abdulsalam, salah satu pionir

komik tanah air yang membuat komik strip perjuangan dengan judul Kisah

Pendudukan Jogja. Komik strip Abdulsalam tersebut terbit di harian

Kedaulatan Rakyat hingga akhirnya dibukukan oleh harian Pikiran Rakyat.

Komik Kisah Pendudukan Jogja bercerita tentang agresi militer Belanda

ke kota Yogyakarta pada tahun 1948-1949.

Gambar 3. Sri Asih karya RA Kosasih (sumber: vintageindianclothing)

c. Periode 1960-70an

Periode ini diakui banyak orang sebagai era kejayaan komik Indonesia.

Banyak komikus berbakat lahir untuk kemudian menghasilkan karya yang

melegenda. Si Buta Dari Gua Hantu (Ganes TH), serial Mahabharata (R.A.

Kosasih), Gundala Putra Petir (Hasmi), Godam (Wid NS), Panji

Tengkorak (Hans Jadalara), Jaka Sembung (Djair), Rio Purbaya (Jan

23

Mintaraga) adalah sebagian dari karakter komik yang popular pada masa

itu.

Ada 3 tema besar pada periode ini; romance (dimotori Jan Mintaraga),

silat (dimotori Ganesh TH) dan superhero (dimotori Hasmi dan Wid NS).

Dalam membuat karakter superhero, pengaruh komik Amerika dapat

terlihat pada tokoh-tokoh komik yang hadir. Namun gaya Amerika yang

dipadu dengan cerita dan nuansa lokal, membuat komik-komik karya

komikus lokal digandrungi masyarakat.

Komik Si Buta dari Gua Hantu dan Panji Tengkorak yang diangkat ke

layar lebar, berturut-turut pada tahun 1970 dan 1971, semakin

mempertegas kejayaan komik Indonesia ketika itu.

Gambar 4. Si Buta dari Gua Hantu karya Ganes TH(sumber: kaskus)

d. Periode 1980an

Pada tahun 1980an jagad komik Indonesia memasuki masa suram.

Serbuan komik Jepang, Hong Kong dan Eropa (setelah sebelumnya komik

Amerika bersaing dengan komik lokal) serta berkurangnya karya komikus

Indonesia yang diterbitkan, disebut-sebut sebagai beberapa alasan

24

kemunduran yang terjadi. Kalah bersaing di toko-toko buku, membuat

para komikus tanah air ‘bergerilya’ melalui komik strip dan karikatur di

harian nasional. Salah satu komik strip yang cukup fenomenal masa itu

dan masih setia hadir hingga hari ini adalah (Dwi Koen).

Gambar 5. Panji Koming karya Dwi Koen (sumber: Pnji Koming official twitter)

Namun di tengah kelesuan dan masa suram tersebut, masih ada komikus

yang berhasil menembus pasar komik Indonesia, menjual buku-buku

komiknya tidak lewat penerbit besar atau toko buku tapi lewat pedagang

mainan anak-anak keliling. Komikus tersebut adalah Tatang S. dengan

komik-komik punakawan tumaritisnya (Petruk, Gareng, Bagong) yang

dipadu tokoh-tokoh superhero luar negeri, menghasilkan karakter seperti

Megaloman Tumaritis, Batman Tumaritis, Spiderman Tumaritis dan

sejenisnya.

e. Periode 1990-2000an

Pasca reformasi, dengan dibukanya keran informasi sebebas-bebasnya,

dunia komik Indonesia kembali menggeliat berusaha bangkit. Penerbit

besar seperti Gramedia (dengan bendera Elex Media Komputindo) pun

25

mulai mencoba menerbitkan karya komikus lokal, seperti komik Imperium

Majapahit karya Jan Mintaraga. Kemudian Mizan Komik juga

menerbitkan Legenda Sawung Kampret karya Dwi Koen. Setelahnya

karya-karya baru komikus lokal kembali bermunculan mencoba merebut

pasar komik Indonesia.

Gambar 6. Grey & Jingga karya Sweta Kartika (sumber: Sweta Kartika facebook)

Selain berjuang lewat penerbitan, para komikus tanah air juga berjuang

membangkitkan kembali komik Indonesia lewat forum-forum dan

komunitas-komunitas komik yang mulai tumbuh menjamur. Forum dan

komunitas ini menjadi wadah bagi para komikus untuk mulai

mengaktualisasi diri dan berkarya. Dalam forum dan komunitas inilah lalu

para komikus mulai menjaring pembaca dan peminat komik. Tak jarang

juga mereka menemukan sponsor yang bersedia mendanai penerbitan buku

komik mereka.

4. Jenis-Jenis Komik

a. Karikatur

26

Komik yang hanya berupa satu tampilan, di dalamnya berisi beberapa

gambar tokoh yang digabungkan dengan tulisan- tulisan. Tujuan komik ini

biasanya mengandung unsur kritikan, sindiran, dan humor. Dari gambar

(kartun/tokoh) dan tulisan tersebut mampu memberikan sebuah arti yang

jelas sehingga pembaca dapat memahami maksud dan tujuannya dari

komik tersebut. Komik karikatur ini bisa dilihat dalam koran maupun

majalah, biasanya menampilkan gambar kartun dari sosok seorang tokoh

tertentu yang intinya berupa kritikan, sindiran, bahkan cerita lucu yang

menghibur.

b. Komik Potongan (Comic Strip)

Komik potongan adalah penggalan-penggalan gambar yang digabungkan

menjadi satu bagian alur cerita pendek (cerpen). Tetapi isi dari ceritanya

tidak harus selesai di situ bahkan ceritanya bisa dibuat. Komik ini biasanya

terdiri dari 3-6 panel bahkan lebih. Komik potongan (Comic Strip) ini

biasanya disodorkan dalan tampilan harian atau mingguan disebuah surat

kabar, majalah maupun tabloid/buletin. Penyajian komik potongan ini

ceritanya juga dapat berisi cerita yang humor, cerita yang serius nan asik

untuk dibaca setiap epsisodenya hingga tamat ceritanya. Godam gadungan

dan Panji Koming yang tayang dalam Koran meupakan salah satu contoh

komik strip.

c. Komik Tahunan (Comic Annual)

Komik ini biasanya terbit setiap 1 bulan sekali bahkan bisa juga 1 tahun

sekali. Penerbit bisanya akan menerbitkan buku-buku komik baik itu cerita

putus maupun serial.

27

d. Komik Online (Webcomic)

Selain media cetak seperti koran, majalah, ataupun tabloid, di dunia maya

khususnya internet dapat dijadikan sarana dalam mempublikasikan komik-

komik. Dengan menyediakan situs web maka setiap pengunjung/pembaca

dapat membaca komik. Dengan adanya media Internet jangkauan

pembacanya bisa lebih luas dari pada media cetak. Komik online lebih

menguntungkan dari pada komik media cetak, karena dengan biaya yang

sangat relatif lebih murah kita bisa menyebarluaskan komik yang bisa di

baca siapa saja. Biasanya komik online dipublikasikan melalui media

sosial atau website khusus untuk komik seperti ngomik.com.

e. Buku Komik (Comic Book)

Buku komik adalah suatu cerita yang berisikan gambar-gambar, tulisan

dan cerita yang dikemas dalam sebuah buku. Buku komik ini sering kita

jumpai bahkan mungkin sering kita baca. Buku komik sering kali disebut

sebagai komik cerita pendek, yang biasanya di dalam komik ini berisikan

32 halaman, tetapi ada juga komik yang berisi 48 halaman dan 64 halaman,

komik ini biasanya berisikan cerita lucu, cerita cinta(cerita remaja),

superhero(pahlawan) dan lain-lain.

Buku komik itu sendiri terbagi lagi menjadi beberapa jenis. Berikut

beberapa jenis komik buku :

1) Komik Kertas Tipis (Trade Paperback)

Buku komik ini berukuran seperti buku biasa, tidak terlalu lebar dan

besar. Walau berkesan tipis namum bisa juga dikemas dengan

menggunakan kualitas kertas yang baik/bagus sehingga penyajian

28

buku ini terlihat menarik. Dengan gambar dan warna yang cantik,

membuat buku komik ini sangat digemari.

2) Komik Majalah (Comic Magazine)

Buku komik berukuran seperti majalah (ukuran besar), biasanya

menggunakan tipe kertas yang tebal dan keras untuk sampulnya.

Dengan ukuran yang besar tersebut tentunya dengan misalkan 64

halaman bisa menampung banyak gambar dan isi cerita.

3) Komik Novel Grafis (Graphic Novel)

Biasanya isi ceritanya lebih panjang dan komplikasi serta

membutuhkan tingkat berpikir yang lebih dewasa untuk pembacanya.

Isi buku bisa lebih dari 100 halaman. Bisa juga dalam bentuk seri atau

cerita putus.

4) Komik Ringan (Comic Simple)

Komik yang satu ini adalah komik yang biasanya dibuat dari hasil

karya sendiri yang difotokopi dan dijilid sehingga menjadi sebuah

komik. Alternatif ini sangat mendukung dalam pembuatan komik,

karena hanya bermodal ide dan keahlian menggambar di tambah

pengeluaran yang sangat ringan. Sang pencipta komik ini bisa ikut

berpartisipasi dalam membuat komik, hal ini bisa dijadikan langkah

awal untuk menjadi seorang komikus.

5) Buku Instruksi dalam format Komik (Instructional Comics)

Komik ini biasanya di gunakan dalam media pembelajaran. Banyak

sekali sebuah buku panduan atau instruksi yang dibuat dalam format

Komik, bisa dalam bentuk Buku Komik, Poster Komik, atau tampilan

29

lainnya. Biasanya pembaca buku ini akan lebih mudah cepat mengerti

dari pada menggunakan buku panduan yang tidak bergambar. Dengan

menggunakan gambar maka pembaca bisa mengikuti langkah demi

langkah yang tertera pada komik. Dengan adanya gambar yang dimuat

dalam format komik, buku bisa menjadi lebih menarik dan

menyenangkan.