28
BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Geometri Van Hiele a) Kemampuan berpikir geometri Van Hiele Kemampuan adalah berasal dari kata mampu, mampu berarti kuasa atau sanggup melakukan sesuatu. Sedangkan berpikir menurut Santrock (2008), adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasikan informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar, dan berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah. Menurut Walgito (1980), terdapat beberapa macam pendapat mengenai definisi berpikir, diantaranya ada yang menganggap berpikir sebagai suatu proses asosiasi saja, pandangan semacam ini yang dikemukakan oleh kaum assosiasionist. Adapula yang memandang berpikir sebagai suatu proses penguatan hubungan antara stimulus dan respons, pandangan semacam ini yang dikemukakan oleh kaum fungsionalist. Diantaranya ada yang mengemukakan bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan psikis untuk mencari hubungan antara dua objek atau lebih. Hubungan antara dua objek atau lebih dapat dicari dengan melalui proses berpikir. Menurut Solso (2007), berpikir adalah proses yang Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Konseptual

1. Kemampuan Berpikir Geometri Van Hiele

a) Kemampuan berpikir geometri Van Hiele

Kemampuan adalah berasal dari kata mampu, mampu berarti

kuasa atau sanggup melakukan sesuatu. Sedangkan berpikir

menurut Santrock (2008), adalah memanipulasi atau mengelola dan

mentransformasikan informasi dalam memori. Ini sering dilakukan

untuk membentuk konsep, bernalar, dan berpikir secara kritis,

membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.

Menurut Walgito (1980), terdapat beberapa macam pendapat

mengenai definisi berpikir, diantaranya ada yang menganggap

berpikir sebagai suatu proses asosiasi saja, pandangan semacam ini

yang dikemukakan oleh kaum assosiasionist. Adapula yang

memandang berpikir sebagai suatu proses penguatan hubungan

antara stimulus dan respons, pandangan semacam ini yang

dikemukakan oleh kaum fungsionalist. Diantaranya ada yang

mengemukakan bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan psikis

untuk mencari hubungan antara dua objek atau lebih. Hubungan

antara dua objek atau lebih dapat dicari dengan melalui proses

berpikir. Menurut Solso (2007), berpikir adalah proses yang

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

membentuk representasi mental baru melalui transformasi

informasi oleh interaksi kompleks dari atribut mental yang

mencangkup pertimbangan, pengabstrakan, penalaran,

penggambaran, pemecahan masalah, logis, pembentukan konsep,

kreativitas dan kecerdasan. Hal ini diperjelas lagi oleh Valentine

(1965) (dalam Kuswana, 2013), berpikir dalam kajian psikologis

secara tegas menelaah proses dan pemeliharaan untuk suatu

aktivitas yang berisi mengenai "bagaimana" yang dihubungkan

dengan gagasan-gagasan yang diarahkan untuk beberapa tujuan

yang diharapkan.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa berpikir adalah proses mentransformasikan

informasi dalam memori, untuk membentuk konsep, pemecahan

masalah, bernalar, membuat kesimpulan dan mampu

menghubungkan gagasan-gagasan yang diarahkan untuk beberapa

tujuan yang diharapkan.

Geometri menjelaskan tentang hubungan dan penalaran. Ide-

ide geometri berguna dalam mewakili dan memecahkan masalah di

bidang matematika dan dalam situasi dunia nyata, sehingga

geometri harus diintegrasikan apabila memungkinkan dengan

materi lain. Geometri representasi dapat membantu siswa

memahami dari materi dan pecahan, histogram dan scatterplots

dapat memberikan wawasan tentang data, dan grafik koordinat

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

serta dapat melayani untuk menghubungkan geometri dan aljabar.

(NCTM, 2000). Geometri merupakan salah satu materi yang ada di

sekolah menengah atas.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan berpikir geometri adalah suatu kemampuan yang

dimiliki oleh siswa untuk melakukan proses mentransformasikan

informasi geometri dalam memori, untuk membentuk konsep,

pemecahan masalah, bernalar, membuat kesimpulan dan mampu

menghubungkan ide-ide geometri.

Di dalam teori Van Hiele menjelaskan mengenai tingkatan dari

kemajuan berpikir geometri siswa. Di dalam teori tersebut

diuraikan lima tingkatan yaitu dimulai dari tingkatan yang paling

dasar yaitu tingkat visualisasi dan akan terus meningkat ke tingkat

yang paling maju yaitu ketepatan.

Karakteristik tingkat-tingkat Van Hiele (Van De Walle, 2006) ,

yaitu :

1) Tingkatan-tingkatan tersebut bertahap. Untuk sampai pada

tiap-tiap tingkatan di atas tahap 0, siswa harus menempuh

tingkatan sebelumnya. Untuk menempuh sebuah tingkatan

berarti seseorang haruslah menguasai pemikiran geometri

yang cocok pada tingkatan tersebut dan telah membuat

dalam pikirannya sendiri tipe-tipe objek atau hubungan

yang merupakan fokus pemikiran di tingkat selanjutnya.

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

2) Tingkatan-tingkatan tersebut tidaklah bergantung usia

seperti tahap perkembangan Piaget. Siswa tingkat tiga atau

siswa sekolah menengah dapat berada pada tingkat 0.

Faktanya beberapa siswa dan orang dewasa terus berada di

tingkat 0 dan cukup banyak orang dewasa yang tak pernah

mencapai tingkat 2.

3) Pengalaman geometri merupakan faktor tunggal terbesar

dalam mempengaruhi perkembangan dalam tingkatan-

tingkatan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang memberikan

kesempatan siswa menelusuri, berdiskusi, dan berinteraksi

dengan materi pada tingkatan selanjutnya, meningkatkan

pengalaman pada tingkat saat ini, dan memiliki kesempatan

terbaik dalam mengembangkan tingkat pemikiran bagi

siswa-siswa tersebut.

4) Ketika instruksi atau bahasa yang digunakan terletak pada

tingkatan yang lebih tinggi daripada yang siswa miliki, aka

nada komunikasi yang kurang.

b) Tingkatan berpikir geometri Van Hiele

Menurut Mayberry (dalam Abdussakir, 2010) teori Van Hiele

yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan Belanda,

Pierre Marie Van Hiele dan Dina Van Hiele-Goldef, menjelaskan

tentang perkembangan berpikir siswa dalam belajar geometri.

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

Tingkatan-tingkatan berpikir geometri Van Hiele (Van De Walle,

2006), yaitu :

1) Level 0 (Visualisasi)

(Objek-objek pikiran pada level 0 berupa bentuk-bentuk)

Siswa-siswa pada tingkatan awal ini mengenal dan

menamakan bentuk-bentuk berdasarkan pada karakteristik

luas dan tampilan dari bentuk-bentuk tersebut. Siswa-siswa

ini mampu membuat pengukuran dan bahkan berbicara

tentang sifat-sifat bentuk, tetapi sifat-sifat tersebut tak

terpisahkan dari wujud yang sebenarnya. Siswa pada

tingkatan ini akan memilih dan mengklarifikasikan bentuk

berdasarkan wujud atau tampilannya. Penekanan pada level

0 terdapat pada bentuk-bentuk yang dapat diamati,

dirasakan, dibentuk, dipisahkan, atau digunakan dengan

beberapa cara oleh siswa. Tujuan umum yaitu menelusuri

bagaimana bentuk-bentuk serupa atau berbeda, serta

menerapkan ide-ide ini untuk membuat berbagai kelompok

daru bentuk-bentuk. Beberapa kelompok dari bentuk-

bentuk ini memiliki sebutan, yaitu persegi panjang,

segitiga, prisma, silinder, dan sebagainya. Sifat-sifat

bentuk, seperti sisi-sisi yang sejajar, simetri, sudut siku-siku

dan sebagainya, tercakup pada level ini tapi hanya secara

informal dan berdasarkan pengamatan.

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

2) Level 1 (Analisis)

(Memahami sifat-sifat dari bangun ruang)

Siswa pada tingkatan analisis dapat menyatakan

semua bentuk dalam golongan selain bentuk satuannya.

Pada tahap ini siswa dapat menyebutkan sifat-sifat bangun

ruang sebanyak mungkin.

3) Level 2 (Deduksi Informal)

(Melihat adanya hubungan sifat-sifat antar objek geometri)

Siswa pada tahap deduksi informal mulai dapat

berpikir tentang sifat-sifat objek geometri tanpa batasan

dari objek-objek tertentu, mereka dapat membuat hubungan

di antara sifat-sifat tertentu.

4) Level 3 (Deduksi)

(Membuktikan teorema dengan menggunakan pemikiran

logis yang terartikulasi)

Pada tingkat deduksi, siswa mampu meneliti bukan

hanya sifat-sifat bentuk saja. Pemikiran mereka sebelumnya

telah menghasilkan dugaan mengenai hubungan antar sifat-

sifat. Ketika analisis pendapat informal ini berlangsung,

struktur sebuah sistem lengkap dengan aksioma, definisi,

teorema, efek dan postulat mulai berkembang dan dapat

dihargai sebagai alat dalam pembentukan kebenaran

geometri. Pada tingkat ini, siswa mulai menghargai

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

kebutuhan dari system logika yang berdasar pada kumpulan

asumsi minimum dan dimana kebenaran lain dapat

diturunkan. Siswa pada tingkat ini mampu bekerja dengan

pernyataan-pernyataan abstrak tentang sifat-sifat geometri

dan membuat kesimpulan lebih berdasarkan pada logika

daripada naluri. Siswa juga dapat menemukan hubungan-

hubungan yang nantinya mereka buktikan.

5) Level 4 (Rigor)

(Objek-objek pemikiran pada tingkat 4 berupa sistem-

sistem deduktif dasar dari geometri)

Dalam tahap ini siswa sudah mulai menyadari

betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang

melandasi suatu pembuktian. Pada tahap ini siswa bernalar

secara formal dalam sistem matematika dan dapat

menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan

definisi. Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak

didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian

formal dapat dipahami.

Menurut teori, ada lima tingkat berpikir dalam geometri.

Tingkat ini dijelaskan oleh Van Hiele di berbagai tempat

dengan syarat-syarat umum dan perilaku pada setiap

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

tingkatannya. Level berpikir geometri menurut teori Van Hiele

(Usiskin, 1982) yaitu:

1) Level 1: regcognition

Siswa pada level ini dapat memberikan nama dari tampilan

dan pengelompokan berdasarkan bentuk.

2) Level 2: analysis

Siswa pada level ini dapat mengidentifikasikan sifat dari

sebuah bentuk.

3) Level 3: order

Siswa pada level ini dapat berpikir secara logika dan dapat

menghubungkan antar sifat, namun tidak mengoprasikan

dengan sistem matematika.

4) Level 4: deduction

Pada level ini siswa memahami pentingnya deduksi dan

peran postulat, teorema, dan bukti. (bukti dapat ditulis

dengan pemahaman)

5) Level 5: rigor

Pada level ini siswa dapat memahami perlunya ketegasan

dan mampu membuat kesimpulan abstrak. (geometri non-

Euclid dapat dipahami)

Model terdiri dari lima tingkat berpikir. Tingkat, berlabel

"visualisasi," "analisis," "informal deduksi," "deduksi," dan

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

"rigor" masing-masing menggambarkan karakteristik dari proses

berpikir. Seorang pelajar bergerak secara berurutan dari awal,

atau dasar, tingkat (visualisasi), dimana ruang hanya diamati

sifat dari angka-angka tidak secara eksplisit diakui, melalui

urutan yang tercantum di atas tingkat tertinggi (rigor), yang

berkaitan dengan aspek-aspek abstrak yang resmi dari deduksi.

Berikut ini tingkat berpikir geometri menurut Van Hiele

(Crowley, 1987), yaitu:

1) Level 0 (basic level): Visualization

Pada tahap awal ini siswa dapat mengidentifikasikan

bentuk tertentu dan menamakan bentuk-bentuk tersebut.

2) Level 1: Analysis

Pada tahap ini, analisis konsep geometri dimulai. Siswa

mulai membedakan karakteristik bentuk geometri. Sifat-

sifat yang muncul kemudian digunakan untuk konsep

berikutnya.

3) Level 2: Informal Deduction

Pada tahap ini, siswa dapat membangun hubungan timbal

balik antar sifat.

4) Level 3: Deduction

Pada tahap ini, siswa dapat membangun sebuah bukti bukan

hanya menghafal dari sebuah definisi, aksioma, dan

postulat.

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

5) Level 4: Rigor

Pada tahap ini, siswa dapat bekerja diberbagai sistem

aksioma yaitu mempelajari geometri non Euclid dan dapat

membandingkan sistem yang berbeda.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa kemampuan berpikir geometri Van Hiele adalah suatu

kemampuan yang menggambarkan tentang kemajuan tingkat-

tingkat berfikir siswa dalam belajar geometri, proses

mentransformasikan informasi geometri dalam memori, untuk

membentuk konsep, pemecahan masalah, bernalar, membuat

kesimpulan dan mampu menghubungkan ide-ide geometri.

Berdasarkan penjabaran dari beberapa ahli di atas, maka

dalam penelitian ini peneliti mengambil lima tingkatan berpikir

geometri Van Hiele, yaitu:

1) Level 0: Visualisasi

Pada tahap ini, siswa mengenal dan menamakan

bentuk-bentuk berdasarkan pada karakteristik dan tampilan

dari bentuk-bentuk geometri. Penekanan pada level 0

terdapat pada bentuk-bentuk yang diamati, dirasakan,

dibentuk, dipisahkan atau digunakan dengan beberapa cara

oleh siswa.

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

Contoh:

Berikut ini manakah yang termasuk dalam bentuk kotak ?

Jawab: Yang merupakan bentuk kotak adalah: (a), (b), (f),

(g), dan (h)

2) Level 1: Analisis

Pada tahap ini, siswa mengenali sebuah bentuk

geometri dan akan menyebutkan sifat-sifat dari bentuk

geometri sebanyak mungkin.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h)

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

Contoh:

Sebutkan sifat-sifat dari bangun berikut:

Jawab:

Sifat-sifat dari bangun prisma segilima adalah:

a) memiliki bidang alas dan bidang atas berupa segilima

yang kongruen (2 alas tersebut juga merupakan sisi

prisma segilima)

b) memilki 7 sisi (2 sisi berupa alas atas dan bawah, 5 sisi

lainnya merupakan sisi tegak yang semuanya berbentuk

persegi panjang)

c) memiliki 15 rusuk

d) memiliki 10 titik sudut

3) Level 2: Deduksi Informal

Pada tahap ini, siswa mulai berpikir tentang sifat-sifat

objek geometri tanpa batasan dari objek-objek tertentu,

serta dapat membuat suatu hubungan diantara sifat-sifat

geometri.

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

Contoh:

Diketahui kubus ABCD.EFGH, garis l merupakan

perpanjangan dari garis AD. Tentukanlah titik yang berada

didalam garis l dan berada diluar garis l.

Jawab:

Titik yang terletak didalam garis l adalah titik A dan titik D.

Sedangkan titik yang berada diluar garis l adalah titik B, C,

E, F, G, dan H.

4) Level 3: Deduksi

Pada tahap ini, siswa membuktikan kebenaran geometri

dengan menggunakan aksioma, definisi, dan teorema.

Contoh:

Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 6 cm.

Titik Q berada di tengah-tengah garis BF. Hitunglah jarak

antara titik H ke titik Q.

l

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

Jawab:

cm 26

72

3636

66 22

22

=

=

+=

+=

+=

HF

HF

HF

HF

GFHGHF

Jadi, jarak antara titik H ke titik Q adalah 9 cm.

5) Level 4: Rigor

Pada tahap ini, siswa dapat membuktikan berdasarkan

pada aksioma-aksioma yang berbeda tanpa menghadirkan

teori-teori konkrit.

Contoh:

Jika diketahui kubus ABCD.EFGH, garis FC merupakan

diagonal bidang BCGF. Buktikan jika garis GC sejajar

dengan bidang ADHE.

Q cm 36

21

=×=FQ

( )

cm 981

972

326 22

22

==

+=

+=

+=

HQ

HQ

HQ

FQHFHQ

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

Jawab:

Bidang ABCD // bidang EFGH, sehingga jarak titik C ke

titik D sama dengan jarak titik F ke titik E. karena garis FC

terletak pada bidang BCGF maka garis FC sejajar dengan

bidang ADHE.

2. Adversity Quotient (AQ)

a) Pengertian Adversity Quotient (AQ)

Menurut Stolz (2003) mengemukakan bahwa Adversity

Quotient (AQ) memiliki tiga bentuk. Pertama Adversity Quotient

(AQ) adalah satu kerangka konseptual yang baru untuk memahami

dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, Adversity

Quotient (AQ) adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon

seseorang dalam menghadapi kesulitan. Kemudian yang ketiga,

Adversity Quotient (AQ) adalah serangkaian peralatan yang

memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon seseorang

terhadap kesulitan.

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

Menurut Agustian (2002), Adversity Quotient (AQ) adalah

kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan

sanggup bertahan hidup.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

Adversity Quotient (AQ) merupakan suatu kecerdasan yang

dimiliki seseorang dalam menghadapi suatu kesulitan dan kemauan

yang kuat berkaitan dengan daya juang dalam mengatasi hambatan

sehingga mampu untuk memanagemen hambatan tersebut menjadi

sebuah keberhasilan.

b) Tingkatan golongan Adversity Quotient (AQ)

Menurut Stoltz (2003) ada tiga golongan respon terhadap

tantangan-tantangan, yaitu:

1) Adversity Quotient (AQ) rendah yang disebut dengan

Quitters

Ada banyak orang yang memilih untuk keluar,

menghindari kewajiban dan berhenti. Mereka ini disebut

Quitters atau orang-orang yang berhenti. Mereka

menghentikan pendakian, mereka menolak kesempatan,

mereka mengabaikan dorongan inti yang manusiawi untuk

mendaki. Pada golongan ini juga lebih memilih

meninggalkan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan.

Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

pada golongan Quitters ini memiliki ciri-ciri yang pertama

memilih untuk berhenti. Ciri-ciri yang kedua menghindar

dari kewajiban. Kemudian ciri-ciri yang ketiga menyerah

sebelum sampai pada tujuan pendakian.

Pada golongan Quitters, memiliki ciri-ciri yang pertama

memilih untuk berhenti. Untuk golongan pelajar hal ini

ditunjukkan dengan jika siswa menemukan suatu kesulitan

saat mengerjakan soal, mereka tidak mau berjuang untuk

bisa mengatasi kesulitan tersebut dan memilih berhenti

untuk tidak mengerjakan soal tersebut. Ciri-ciri yang kedua

menghindar dari kewajiban. Untuk golongan pelajar hal ini

ditunjukkan dengan siswa menghindar dari kewajiban siswa

untuk belajar dan mengerjakan tugas dari guru. Kemudian

ciri-ciri yang ketiga menyerah sebelum sampai pada tujuan

pendakian. Untuk golongan pelajar hal ini ditunjukkan

dengan adanya rasa puas terhadap hasil yang telah

diperoleh namun siswa merasa ketidak mampuannya untuk

menghadapi kesulitan tersebut.

2) Adversity Quotient (AQ) sedang yang disebut dengan

Campers

Pada golongan ini adalah golongan campers atau orang-

orang yang berkemah. Mereka yang telah berusaha sedikit

namun memilih untuk berhenti mendaki karena telah

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

merasa puas dan merasa bosan sehingga mereka

mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat datar yang

rata dan nyaman untuk berkemah. Berbeda dengan

Quitters, Campers sekurang-kurangnya telah menanggapi

tantangan pendakian. Mereka telah mencapai tingkat

tertentu. Namun, demikian meskipun Campers telah

berhasil mencapai tempat perkemahan, mereka tidak

mungkin mempertahankan keberhasilan itu tanpa

melanjutkan pendakiannya.

Untuk golongan pelajar hal ini ditunjukkan dengan

ketika mereka diberikan kewajiban untuk mengerjakan

tugas mereka melakukan kewajiban tersebut namun siswa

cepat merasa puas dengan hasil usahanya. Usaha tersebut

dilakukan semata-mata karena adanya rasa takut terhadap

gurunya. Siswa juga tidak memperjuangkan lagi apa yang

sudah dia kerjakan katika mengalami kesulitan.

3) Adversity Quotient (AQ) tinggi yang disebut dengan

Claimbers

Claimbers adalah golongan yang tidak cepat merasa

puas dan berusaha untuk meraih ketingkat yang paling

tinggi. Untuk semua hal yang mereka kerjakan, mereka

benar-benar memahami tujuannya dan mengetahui

bagaimana perasaan gembira yang sesungguhnya.

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

Untuk golongan pelajar hal ini ditunjukkan dengan

adanya usaha yang maksimal untuk mencapai tujuan yang

dia inginkan. Mereka tidak cepat merasa puas dan

menjadikan kegagalan sebagai cambuk untuk

melakukannya lagi agar mendapatkan hasil yang terbaik.

Mereka melaksanakan semua kewajiban sebagai siswa dan

melakukan usaha tanpa pamrih atau karena adanya rasa

takut terhadap gurunya. Serta siswa mempunyai daya juang

yang tinggi ketika menghadapi kesulitan dalam belajar

maupun dalam mengerjakan tugas dari guru.

c) Dimensi dan indikator Adversity Quotien (AQ)

Stoltz (2003) mengemukakan bahwa Adversity Quotient (AQ)

terdiri dari empat dimensi-dimensi pokok yaitu CO2RE yang

menjadi dasar penyusunan alat ukur Adversity Quotien (AQ) pada

seseorang. Dimensi-dimensi tersebut, yaitu:

1) Control (Pengendalian)

Control atau kendali adalah tingkat kendali yang dirasakan

seseorang terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan

kesulitan, kendali ini mempertanyakan beberapa banyak

kendali yang dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang

menimbulkan kesulitan, kendali ini diawali dengan

pemahamannya bahwa sesuatu apapun itu, dapat dilakukan

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

kendali ini yang memberikan kekuatan. Tanpa adanya kendali,

tindakan dan harapan akan hancur dan dengan kendali ini pula

hidup dapat berubah dan tujuan akan terlaksana. Orang-orang

yang memiliki Adversity Quotient (AQ) tinggi, akan merasakan

kendali yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa dalam hidup

dari pada orang yang memiki Adversity Quotient (AQ) rendah.

Seseorang yang memiliki control yang tinggi cenderung

mampu mengendalikan diri dalam menghadapi kesulitan, dan

mudah bangkit dari ketidakberdayaan.

2) Origin dan Ownership (Asal-Usul dan Pengakuan)

Istilah Origin dan Ownership disebut juga dengan asal-usul

dan pengakuan, yang akan mempertanyakan apa atau siapa

yang menimbulkan kesulitan dan sejauh mana seorang individu

menganggap dirinya mempengaruhi dirinya sendiri sebagai

penyebab asal-usul kesulitan. Orang yang Origin-nya rendah

cenderung berpikir bahwa semua kesulitan atau permasalahan

yang datang itu karena kesalahan, kecerobohan, atau

kebodohan dirinya sendiri serta memuat perasaan dan pikiran

merusak semangatnya. Sedangkan semakin tinggi pengakuan

seseorang, maka semakin besar ia akan mengakui akibat-akibat

dari suatu perbuatan apapun penyebabnya. Sebaliknya semakin

rendah pengakuan seseorang maka ia semakin tidak mengakui

akibat akibatnya apapun penyebabnya. Seseorang yang O2

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

yang tinggi maka orang tersebut mampu menempatkan rasa

bersalah secara wajar, dan bertanggungjawab atas apa yang

telah dilakukan.

3) Reach (Jangkauan)

Reach yang disebut juga dengan istilah jangkauan, yang

berarti sejauh mana dampak kesulitan terhadap dampak aspek

lain dalam kehidupannya. Orang yang Reach-nya tinggi, maka

semakin besar kemungkinannya untuk merespon kesulitan

sebagai suatu yang spesifik dan terbatas, mampu memetakan

masalah dengan tepat dan mampu memaksimalkan sisi positif

dari suatu kesulitan. Semakin efektif seseorang menahan atau

mambatasi jangkauan kesulitan, ia akan merasa semakin lebih

berdaya dan perasaan kewalahannya akan berkurang, menjaga

kesulitan supaya tetap berada ditempatnya, kesukaran-

kesukaran hidup dan tantangan hidup menjadi lebih mudah

ditangani.

4) Endurance (Daya Tahan)

Endurance yang disebut sebagai daya tahan, yaitu rentang

waktu kesulitan dan penyebab kesulitan, berapa lama kesulitan

akan berlangsung, dan berapa lamakah penyebab kesulitan.

Berdasarkan hasil penelitian Seligmen (Stoltz, 2003) tentang

teori Atribusi menunjukkan bahwa ada perbedaan yang

dramatis antara orang yang mengaitkan kesulitan dengan

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

sesuatu yang sifatnya sementara versus sesuatu yang sifatnya

lebih permanen. Ia menemukan bahwa orang yang melihat

kemampuan mereka sebagai penyebab kegagalan, cenderung

kurang bertahan di bandingkan dengan orang yang mengaitkan

kegagalan dengan usaha (penyebab yang sifatnya sementara)

yang mereka lakukan. Seseorang yang memiliki Endurance

yang tinggi maka orang tersebut akan menilai kesulitan atau

kegagalan bersifat sementara sehingga memiliki sikap optimis

dalam menghadapi kesulitan.

Selanjutnya berdasarkan uraian tersebut, dapat di

tentukan indikator-indikator Adversity Quotient (AQ) dari

dimensi-dimensi Adversity Quotient (AQ), yaitu:

1) Control (Pengendalian)

Indikator dari dimensi Control antara lain mampu

mengendalikan diri dalam menghadapi kesulitan dan tidak

mudah putus asa dalam meraih kesuksesan.

2) Origin dan Ownership (Asal usul dan Pengakuan)

Indikator dari dimensi Origin & Ownership antara lain

menempatkan rasa bersalah secara wajar dan bertanggung

jawab atas apa yang telah dilakukan.

3) Reach (Jangkauan)

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

Indikator dari dimensi Reach antara lain mampu melakukan

pemetaan masalah dengan tepat dan mampu berpikir positif

ketika berada dalam situasi yang sulit.

4) Endurance (Daya Tahan)

Indikator dari dimensi Endurance antara lain memandang

kesulitan atau kegagalan hanya bersifat sementara dan optimis

dalam menghadapi kesulitan.

B. Penelitian Relevan

Berikut ini adalah beberapa penelitian yang relevan terkait

kemampuan berpikir geometris Van Hiele. Pada penelitian mengenai

pemecahan masalah geometri dengan menggunakan representasi aljabar

untuk sekolah menengah atas tingkat 3 pada tingkat berpikir geometri Van

Hiele yang diteliti oleh Suwito, dkk (2016) menunjukkan siswa pada

tingkat 3 untuk tingkat Van Hiele memiliki kemampuan yang baik untuk

memecahkan masalah geometri aljabar dalam konten dengan

memanfaatkan pengurangan penalaran ketrampilan berpikir untuk

membangun struktur geometri dalam sistem aksioma dalam memecahkan

masalah-masalah yang dihadapi. Umumnya, tingkat sekolah menengah

pertama anak-anak memiliki kemampuan Van Hiele pada tingkat 0-2,

tetapi sesuai dengan pengalaman, belajar dapat membantu siswa untuk

dapat mengoptimalkan potensi. Masalah geometri terkait erat dengan

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

aljabar, banyak masalah geometri dapat diselesaikan dengan mudah, jika

berubah dalam aljabar atau sebaliknya.

Berbeda dengan penelitian tersebut, hasil penelitian mengenai

analisis keterampilan geometri siswa dalam memecahkan masalah

geometri berdasarkan tingkat berpikir Van Hiele oleh Muhassanah (2014)

menunjukkan hasil bahwa keterampilan geometri yang dimiliki siswa

berdasarkan tingkat berpikir Van Hiele itu ternyata berbeda-beda dan

berurutan sesuai dengan tingkat berpikir Van Hiele dan hasil penelitian

mengungkapkan bahwa setiap siswa dalam sebuah kelas itu mempunyai

tingkat berpikir yang berbeda-beda.

Selain itu penelitian mengenai mencirikan perkembangan tingkat

Van Hiele dalam geometri oleh Burger dan Shaughnessy (1986)

menunjukkan hasil bahwa dalam belajar geometri, siswa rata-rata hanya

mampu sampai dengan level 3 atau deduksi belum mencapai pada level

tertinggi yaitu level 4 atau rigor.

Berbeda dengan penelitian di atas, hasil penelitian mengenai

paradigm alternative untuk mengevaluasi perolehan tingkatan Van Hiele

oleh Gutierrez, Jaime, dan Fortuny (1991) menunjukan hasil bahwa

seorang siswa bisa saja mengembangkan dua tingkat penalaran berturut-

turut pada saat yang bersamaan, namun yang biasanya terjadi adalah

perolehan siswa tingkat rendah lebih lengkap dari pada siswa tingkat

tinggi. Tidak semua siswa menggunakan satu tingkat, tetapi beberapa

diantaranya menggunakan beberapa tingkat pada saat bersamaan, namun

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 25: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

tergantung pada kesulitan masalah. Proses pemikiran manusia yang

berbeda-beda ada yang sederhana dan ada pula yang linier yang

mempengaruhi hal tersebut.

Sedangkan penelitian tentang The Van Hiele Levels of Geometric

Thought in Undergraduate Preservice Teachers oleh Mayberry (1983)

menunjukan hasil bahwa 70% dari pola-pola respon siswa yang belajar

geometri berada di bawah level 3.

Adapun persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian diatas

yaitu sama-sama mengacu pada kemampuan berpikir geometri Van Hiele

siswa. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada variabel tinjauan,

subjek, dan tempat penelitian. Pada penelitian ini, variabel tinjauan yang

digunakan adalah Adversity Quotient (AQ). Sedangkan tempat

penelitiannya di SMA Negeri Wangon dengan subjek penelitian adalah

siswa kelas X tahun ajaran 2016/2017. Penelitian ini akan terfokus untuk

menganalisis kemampuan berpikir geometri Van Hiele siswa SMA Negeri

Wangon ditinjau dari Adversity Quotient (AQ).

C. Kerangka Pikir

Pada dasarnya penentu sebuah kesuksesan seseorang dalam

hidupnya baik dalam hal pendidikan ataupun yang lainnya bukan hanya

dari kecerdasan intelegensi (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) saja. Banyak

orang yang memiliki IQ tinggi namun ia tidak memiliki kemampuan untuk

berempati dengan orang lain, bergaul dengan orang lain, serta tidak

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 26: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

berusaha untuk bahagia. Menurut Stoltz (2003), kemampuan tersebut

disebut dengan EQ. Namun, tidaklah cukup hanya sekedar memiliki IQ

dan EQ yang tinggi. Beberapa orang yang memiliki IQ yang tinggi berikut

segala aspek EQ, namun mereka gagal menunjukkan kemampuannya.

Maka dari itu, pada dasarnya bukanlah IQ ataupun EQ yang menentukan

suksesnya seseorang. Akan tetapi, yang menentukan kesuksesan seseorang

adalah kecerdasan seseorang dalam menghadapi dan mengatasi sebuah

hambatan yang dikenal sebagai Adversity Quotient (AQ).

Seorang remaja selalu dihadapkan dengan berbagai masalah dalam

kehidupannya. Ketika seorang remaja, terutama siswa sekolah menengah

tidak memiliki kecerdasan untuk menghadapi kesulitan yang dihadapinya

maka ia akan memandang bahwa hidupnya penuh dengan kesulitan.

Seseorang yang memiliki Adversity Quotient (AQ) yang tinggi maka ia

tidak akan mudah menyerah ketika dihadapkan pada situasi yang sulit dan

selalu mencari jalan keluar untuk mengatasi kesulitan tersebut karena ia

yakin bahwa kesulitan itu bersifat sementara dan tidak akan melebihi

kemampuannya. Sedangkan seseorang yang memiliki Adversity Quotient

(AQ) sedang biasanya lumayan baik dalan menyikapi kesulitan hidup

selama segala sesuatunya berjalan dengan lancar.

Namun ketika segala sesuatunya berjalan di luar dari apa yang

direncanakan maka akan mengalami beban frustasi karena usaha yang

dilakukan tidak maksimal dan hanya sekedarnya saja. Lain halnya dengan

seseorang yang memiliki Adversity Quotient (AQ) rendah akan cepat

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 27: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

menyerah ketika baru dihadapkan pada situasi yang sulit sebelum

memberikan usahanya untuk menyikapi kesulitan tersebut. Untuk itulah

seseorang penting memiliki Adversity Quotient (AQ) yang tinggi untuk

kebaikan dalam dirinya, dan seseorang yang memiliki Adversity Quotient

(AQ) sedang ataupun rendah masih bisa mengembangkan Adversity

Quotient (AQ) menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Pengembangan

Adversity Quotient (AQ) dapat dikembangkan melalui pendidikan

khususnya dalam mata pelajaran matematika yang sebagian besar siswa

mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Pada situasi inilah

Adversity Quotient (AQ) seorang siswa dapat diasah dan dikembangkan.

Di dalam dunia pendidikan sekarang ini, diharapkan para guru

untuk memperhatikan Adversity Quotient (AQ) siswa, karena pentingnya

Adversity Quotient (AQ) dimiliki oleh seorang siswa untuk meraih

prestasinya terutama prestasi matematika. Pada dasarnya tujuan

diadakannya mata pelajaran matematika sendiri adalah agar siswa mampu

menghadapi keadaan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan

memecahkan permasalahan matematis akan menuntut siswa untuk berpikir

secara logis, kritis, sistematis, dan dibutuhkan daya juang untuk dapat

memecahkan permasalahan tersebut, sehingga diharapkan keterampilan

yang diperoleh dalam belajar matematika dapat ditransfer dalam

kehidupan sehari-hari. Salah satu materi yang banyak diaplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari adalah materi geometri. Geometri merupakan salah

satu mata pelajaran di sekolah menengah atas, dimana siswa belajar

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017

Page 28: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptualrepository.ump.ac.id/4088/3/Tyas Dyah Setiana_BAB II.pdf · 2017. 9. 14. · BAB II . KAJIAN TEORI . A. Deskripsi Konseptual . 1. Kemampuan

tentang memahami sebuah ruang. Didalam belajar geometri menurut teori

Van Hiele ada lima tingkatan, yaitu tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1

(analisis), tingkat 2 (deduksi informal), tingkat 3 (deduksi), dan tingkat 4

(rigor), dimana setiap tingkatan memerlukan sebuah daya juang atau

Adversity Quotient (AQ) untuk menuju ke tingkatan berikutnya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diduga bahwa seorang siswa

memiliki Adversity Quotient (AQ) yang tinggi maka ia juga memiliki

kemampuan berpikir geometri pada tingkat yang tinggi bahkan bisa

mencapai pada tingkat rigor, sedangkan jika seorang siswa memiliki

Adversity Quotient (AQ) yang sedang maka kemungkinan ia memiliki

kemampuan berpikir geometri pada tingkat yang sedang atau belum

sampai ke tingkat rigor, dan berbeda pula bagi siswa yang memiliki

Adversity Quotient (AQ) yang rendah kemungkinan akan memiliki

kemampuan berpikir geometri pada tingkat paling rendah yaitu tingkat

visualisasi.

Analisis Kemampuan Berpikir…, Tyas Dyah Setiana, FKIP UMP, 2017