Upload
doanhanh
View
229
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Hakikat Kecerdasan Interpersonal
2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal atau bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan
sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun relasi
dan mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-
menang atau menguntungkan. Sumber lain mendefinisikan bahwa kecerdasan interpersonal
adalah kemampuan berfikir lewat berkomunikasi dengan orang lain.
Inteligensi Interpersonal adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap
perasaan, intense, motivasi, watak, temperamen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah,
suara. Isyarat dari orang lain juga masuk dalam inteligensi ini. Safaria,
( 2005: 27).
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang
disekitar kita, seperti kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen,
suasana hati, maksud dan keinginan orang lain dan menanggapinya secara layak, Orang yang
kuat dalam kecerdasan interpersonal biasanya sangat mudah bekerjasama dengan orang lain,
mudah berkomunikasi dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain bagi mereka
menyenangkan dan sepertinya keluar begitu saja secara otomatis. Mereka dengan mudah
mengenali dan membedakan perasaan serta apa yang dialami teman dan orang lain. Komunikasi
baik verbal maupun non verbal dengan orang lain relative mudah.
Anak yang mempunyai kecerdasan interpersonal tinggi mudah bergaul dan berteman.
Meskipun sebagai orang baru dalam suatu kelas atau sekolah, ia dengan cepat dapat masuk ke
dalam kelompok. Ia mudah berkomunikasi dan mengumpulkan teman lain. Bila dilepas seorang
diri, ia akan dengan cepat mencari teman. Dalam konteks belajar, ia lebih suka belajar bersama
orang lain, lebih suka mengadakan studi kelompok. Anak ini kadang mudah berempati dengan
teman yang sakit atau punya masalah dan kadang mudah untuk ikut membantu. Dalam suatu
kelas, bila guru memberikan pekerjaan atau tugas secara bebas, siswa-siswa yang mempunyai
inteligensi interpersonal akan dengan cepat berdiri dan mencari teman yang mau diajak
kerjasama. Safaria, ( 2005: 24).
Menurut Lwin et al (2008: 197), kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk
memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan
orang lain dan menanggapinya secara layak.
Kecerdasan interpersonal adalah kapasitas untuk memahami maksud, motivasi, dan keinginan
orang lain (Prasetyo dan Andriani, 2009: 74).
Kecerdasan interpersonal Menurut Safaria (2005: 23) individu yang tingggi kecerdasan
interpersonalnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, berempati
secara baik, mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain, dapat dengan cepat
memahami temperamen, sifat, suasana hati, motif orang lain. Pilihan pekerjaan yang cocok untuk
seseorang yang memiliki kelebihan pada kecerdasan interpersonalnya antara lain: guru, konselor,
psikolog, psikiater, pekerja sosial, profesioal pengembangan sumber daya manusia, salesman,
mediator.
Setiap orang memilki kecerdasan yang berbeda. Gardener (1993: 67). seorang ahli riset
dari Amerika mengembangkan model kecerdasan "multiple intelligence". Multiple intelligence
artinya bermacam-macam kecerdasan. Ia mangatakan bahwa setiap orang memilki bermacam-
macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Menurut Gardener (1999:
30), bahwa kecerdasan adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat
ditumbuh kembangkan.
Skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan
sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang. Menurut
Howard Gardener (1999: 33), dalam setiap diri manusia ada 8 macam kecerdasan, yaitu:
1. Kecerdasan matematika-logika
Kecerdasan matematika-logika menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir
secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola
angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Peserta
didik dengan kecerdasan matematika-logika tinggi cenderung menyenangi kegiatan menganalisis
dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu.
Ia menyenangi berpikir secara konseptual, misalnya menyusun hipotesis dan mengadakan
kategorisasi dan klasifikasi terhadap apa yang dihadapinya. Peserta didik semacam ini cenderung
menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem
matematika. Apabila kurang memahami, mereka akan cenderung berusaha untuk bertanya dan
mencari jawaban atas hal yang kurang dipahaminya tersebut.
Peserta didik ini juga sangat menyukai berbagai permainan yang banyak melibatkan kegiatan
berpikir aktif, seperti catur dan bermain teka-teki.
2. Kecerdasan bahasa
Kecerdasan bahasa menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan
kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk
mengekspresikan gagasan-gagasannya. Peserta didik dengan kecerdasan bahasa yang tinggi
umumnya ditandai dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan
suatu bahasa seperti membaca, menulis karangan, membuat puisi, menyusun kata-kata mutiara,
dan sebagainya.
Peserta didik seperti ini juga cenderung memiliki daya ingat yang kuat, misalnya
terhadap nama-nama orang, istilah-istilah baru, maupun hal-hal yang sifatnya detail. Mereka
cenderung lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi. Dalam hal
penguasaan suatu bahasa baru, peserta didik ini umumnya memiliki kemampuan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan peserta didik lainnya.
3. Kecerdasan musikal
Kecerdasan musikal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-
suara nonverbal yang berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama.
Peserta didik jenis ini cenderung senang sekali mendengarkan nada dan irama yang
indah, entah melalui senandung yang dilagukannya sendiri, mendengarkan tape recorder, radio,
pertunjukan orkestra, atau alat musik dimainkannya sendiri. Mereka juga lebih mudah mengingat
sesuatu dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila dikaitkan dengan musik.
4. Kecerdasan visual-spasial
Kecerdasan visual-spasial menunjukkan kemampuan seseorang untuk memahami secara
lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Peserta didik ini memiliki kemampuan,
misalnya, untuk menciptakan imajinasi bentuk dalam pikirannya atau kemampuan untuk
menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi
pemahat patung atau arsitek suatu bangunan.
Kemampuan membayangkan suatu bentuk nyata dan kemudian memecahkan berbagai
masalah sehubungan dengan kemampuan ini adalah hal yang menonjol pada jenis kecerdasan
visual-spasial ini. Peserta didik demikian akan unggul, misalnya dalam permainan mencari jejak
pada suatu kegiatan di kepramukaan.
5. Kecerdasan kinestetik
Kecerdasan kinestetik menunjukkan kemampuan seseorang untuk secara aktif
menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan
berbagai masalah.
Hal ini dapat dijumpai pada peserta didik yang unggul pada salah satu cabang olahraga,
seperti bulu tangkis, sepakbola, tenis, renang, dan sebagainya, atau bisa pula dijumpai pada
peserta didik yang pandai menari, terampil bermain akrobat, atau unggul dalam bermain sulap.
6. Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap
perasaan orang lain. Mereka cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain
sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya.
Kecerdasan semacam ini juga sering disebut sebagai kecerdasan sosial, yang selain
kemampuan menjalin persahabatan yang akrab dengan teman, juga mencakup kemampuan
seperti memimpin, mengorganisir, menangani perselisihan antar teman, memperoleh simpati dari
peserta didik yang lain, dan sebagainya.
7. Kecerdasan intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap
perasaan dirinya sendiri. Ia cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun
kelemahan yang ada pada dirinya sendiri. Peserta didik semacam ini senang melakukan
instropeksi diri, mengoreksi kekurangan maupun kelemahannya, kemudian mencoba untuk
memperbaiki diri. Beberapa diantaranya cenderung menyukai kesunyian dan kesendirian,
merenung, dan berdialog dengan dirinya sendiri.
8. Kecerdasan naturalis
Kecerdasan naturalis menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap
lingkungan alam, misalnya senang berada di lingkungan alam yang terbuka seperti pantai,
gunung, cagar alam, atau hutan.Peserta didik dengan kecerdasan seperti ini cenderung suka
mengobservasi lingkungan alam seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka
macam flora dan fauna, benda-benda angkasa, dan sebagainya.
Melalui konsepnya mengenai multiple intelligences ini Gardner mengoreksi keterbatasan
cara berpikir yang konvensional mengenai kecerdasan dari tunggal menjadi jamak. Kecerdasan
tidak terbatas pada kecerdasan intelektual yang diukur dengan menggunakan beberapa tes
inteligensi yang sempit saja, atau sekadar melihat prestasi yang ditampilkan seorang peserta
didik melalui ulangan maupun ujian di sekolah belaka, tetapi kecerdasan juga menggambarkan
kemampuan peserta didik pada bidang seni, spasial, olah-raga, berkomunikasi, dan cinta akan
lingkungan.
Dari uraian 8 kecerdasan tersebut , maka penelitian ini saya fokuskan pada kecerdasan
interpersonal saja.
2.1.2 Pentingnya Kecerdasan Interpersonal Pada Anak Usia Dini
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat ditegaskan bahwa kecerdasan
interpersonal merupakan kemampuan yang sangat penting bagi manusia. Menurut Lwin et al
(2008: 199 – 201) dengan kecerdasan interpersonal yang baik seseorang dapat : a. menjadi orang
dewasa yang sadar secara sosial dan mudah menyesuaikan diri, b. menjadi berhasil dalam
pekerjaan, dan c. mewujudkan kesejahteraan emosional dan fisik. Dan untuk itulah
pengembangan kecerdasan interpersonal merupakan usaha yang harus dilakukan oleh setiap
individu dengan: a. melatih dirinya berkomunikasi secara efektif, b. belajar bekerja sama dengan
orang lain, c. belajar untuk memahami pikiran, perasaan, dan maksud orang lain, d.
mengembangkan karakter yang mendukung aktivitas menjalin relasi dengan orang lain, misalnya
ramah, rendah hati, berpikiran positif, dst.
Kecerdasan ini berkait dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang
lain. Pada saat berinteraksi dengan orang lain, seseorang harus dapat memperkirakan perasaan,
temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan teman interaksinya, kemudian memberikan
respon yang layak. Orang dengan kecerdasan Interpersonal memiliki kemampuan sedemikian
sehingga terlihat amat mudah bergaul, banyak teman dan disenangi oleh orang lain. Di
dalam pergaulan mereka menunjukkan kehangatan, rasa persahabatan yang tulus, empati. Selain
baik dalam membina hubungan dengan orang lain, orang dengan kecerdasan ini juga berusaha
baik dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan perselihanan dengan
oranglain. Kecerdasan ini amat penting, karena pada dasarnya kita tidak dapat hidup sendiri (No
manis an Island). Orang yang memiliki jaringan sahabat yang luas tentu akan lebih mudah
menjalani hidup ini. Seorang yang memiliki kecerdasan “bermasyarakat” akan (a) mudah
menyesuaikan diri, (b) menjadi orang dewasa yang sadar secara sosial, (b) berhasil dalam
pekerjaan.
2.1.3 Tiga Dimensi Kecerdasan Interpersonal
Menurut Anderson, sebagaimana pendapatnya dikutip oleh Safaria (2005, 24),
kecerdasan interpersonal mempunyai 3 dimensi, yaitu: social sensitivity, social insight, dan
communication.
a. Social sensitivity
Social sensitivity atau sensitivitas sosial merupakan kemampuan individu untuk bisa
merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan individu lain yang ditunjukkan baik
secara verbal maupun non verbal.
b. Social insight
Social insight merupakan kemampuan untuk memahami dan mencari pemecahan masalah
yang efektif dalam suatu interaksi social, sehingga masalah-masalah tersebut tidak
menghambat relasi sosial yang sudah terbentuk.
c. Social communication
Social communication merupakan kemampuan untuk berkomunikasi baik secara verbal
maupun non verbal. Kemampuan berkomunikasi mencakup keterampilan untuk
mendengarkan, berbicara, public speaking, dan menulis secara efektif.
Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dapat menumbuhkan potensi
tersembunyi dalam diri anak (hidden potency) dan mengembangkan kemampuan yang telah
tampak dalam diri anak (actual potency). Anak usia dini memiliki potensi dalam dirinya yang
dapat dikembangkan dengan stimulasi yang optimal, dengan mengembangkan kemampuan
berbahasa, sosial emosi, kognitif, moral beragama dan motorik anak dengan melihat karakteristik
anak.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menerangkan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan
nasional. Dalam undang-undang telah dijelaskan bahwa pendidikan usia dini merupakan
pendidikan yang dapat mengembangkan potensi anak bangsa secara menyeluruh sampai akhir
hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar. Anak usia dini merupakan individu yang
berbeda, unik, dan memililki karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Masa usia
dini (0-6 tahun) merupakan masa keemasan dalam perkembangan otak anak sehingga dibutuhkan
stimulasi seluruh aspek perkembangan dan memiliki peran penting untuk pertumbuhan
kemampuan selanjutnya.
2.1.4 Konsep Dasar Permainan
Manusia pada dasarnya menyukai permainan, hal ini dibuktikan dengan beragam jenis
permaianan yang dimililiki oleh setiap daerah, provinsi, dan negara. Wood dan Goddard (dalam
Nandang Rusmana, 2009:1) mengungkapkan terdapat ratusan permainan dadu, permainan tebak-
tebakan, permaianan kartu, permainan papan, permainan tongkat dan gelindingan, permainan
hitungan, permainan kelompok, permainan kucing-kucingan, permainan kejar-kejaran,
permainan atletik di dalam ruangan, permainan atletik di luar ruangan, permainan
bernyanyi/sajak/tari, dan berbagai permaian lainnya telah dikatalogkan. Bahkan di Suku
Aborigin memainkan lebih dari 1.400 permainan.
Permainan telah menjadi bagian dari sejarah perkembangan sebuah peradaban atau
sekelompok manusia. Saat ini permainan sudah diadaptasi menjadi media pembelajaran dan
media teurapeutik, seperti yang dikaji dalam buku Game Play : therapeutic use of childhood
games, Schaefer & E. Reid, 2001 (dalam Nandang Rusmana 2009:54) dibahas berbagai macam
permaian yang digunakan dalam mengatasi permasalahan psikologis seperti ADHD (attention
defisit and hyperactive disorder), permainan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi,
terapi permainan tradisional untuk permasalahan anak-anak, permaianan untuk membantu anak-
anak yang mengalami krisisi dan trauma, dan permaian untuk meningkatkan keterampilan sosial.
Istilah permaian merujuk pada dua kosa kata utama yaitu Play dan Game, dua kata ini
memiliki kecenderungan makna yang berbeda. Istilah Play sebagaimana dijelaskan oleh Reid
Schaefer & E. Reid, ( dalam Nandang Rusmana 2009:23-24), lebih mengarah pada aspek
kesenangan sebagai bentuk reaksi alamiah yang dimiliki oleh manusia dan binatang. Sedangkan
Beach Schaefer & E. Reid, (dalam Nandang Rusmana 2009:18) menjelaskan bahwa istilah Play
merupakan aktivitas spontan yang tidak memeliki target akhir atau tujuan, karena pada dasarnya
aktivitas bermain termotivasi oleh keinginan untuk memperoleh kesenangan.
Istilah kedua dalam permaian adalah Game, dalam pengertian ini permaian lebih
terstruktur serta memili aturan main. Serok & Blum (Nandang Rusmana, 2009:4) menjelaskan
bahwa Game pada intinya bersifat sosial dan melibatkan belajar dan mematuhi peraturan,
pemecahan masalah, disiplin diri, kontrol emosional, dan adopsi peran-peran pemimpin dan
pengikut, yang kesemuanya itu merupakan komponen-komponen penting dari sosialisasi.
Games, memiliki unsur kompetisi dalam pelaksanaannya. Sebagai contoh, E. Reid
Schaefer (dalam Nandang Rusmana 2009 : 27)menjelaskan bahwa pada masa bermain yaitu usia
kanak-kanak, hasil penting dari sebuah permainan adalah kompetisi untuk memperoleh
kemenangan.
Sutton-Smith (dalam Nandang Rusmana 2009:61) menjelaskan bahwa istilah Games
merupakan gambaran dari kekuatan sebuah kelompok “ Model of Power”, sebuah permainan
menyediakan gambaran dari perilaku manusia dalam menghadapi konflik, karena dalam sebuah
kompetisi setiap individu yang bertanding, atau kelompok yang bersaing akan mengerahkan
segenap usaha dan kekuatan untuk memperoleh kemenangan.
Schlenker & Bonoma (dalam Nandang Rusmana 2009:59), bahkan menegaskan bahwa
kompetisi yang disediakan di dalam sebuah permainan merupakan analogi yang luar biasa dalam
menggambarkan konflik kepentingan dalam kehidupan nyata, seperti bisnis, politik, serta
interaksi interpersonal.
Paparan di atas memberikan gambaran bahwa permainan merupakan sebuah media
interaksi antar individu, secara esensial permaian menyediakan proses latihan untuk mengasah
keterampilan fisik dan psikis. Berbagai aturan dan target dalam sebuah permaian menjadi
batasan yang memberikan kesempatan secara adil kepada semua kontestan untuk mendapatkan
kemenangan. Nilai inilah yang bisa dijadikan landasan mengapa permaian bisa diadaptasi
menjadi sebuah media pembelajaran atau media teurapeutik. Nandang Rusmana (2009:19)
2.1.4.1 Tahap Perkembangan Bermain
Menurut Montolalu dkk (2001) tahap perkembangan bermain terdiri atas:
a. Tahap eksplorasi
Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
b. Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain,anak mulai masuk dalam tahap perminan.
c. Tahap bermin sungguhan
Anak sudah ikut dalam perminan.
d. Tahap melamun
Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.
2.1.4.2 Fungsi Bermain
Anak dapat melangsungkan perkembangannya:
a. Perkembangan Sensorimotor
Membantu perkembangan gerak dengan memainkan obyek tertentu,misalnya meraih pensil.
b. Perkembangan Kognitif
Membantu mengenal benda sekitar(warna,bentuk kegunaan)
c. Kreativitas
Mengembangkan kreatifitas mencoba ide baru misalnya menyusun balok.
d. Perkembangan Sosial
Diperoleh dengan belajar berinteraksi dengan orang lain dan mempelajari belajar dalam
kelompok.
e. Kesadaran Diri (Self Awarness)
Bermain belajar memahami kemampuan diri kelemahan dan tingkah laku terhadap orang
lain.
f. Perkembangan Moral
Intraksi dengan orang lain bertingkah laku sesuai harapan teman menyesuaikan dengan
aturan kelompok.Contoh : dapat menerapkan kejujuran.
g. Terapi
Bermain kesempatan pada anak untuk mengekspresikan perasaan yang tidak enak misalnya :
marah,takut,benci.
h. Komunikasi
Bermain sebagai alat komunikasi terutama bagi nak yang belum dapat mengatakan secara
verbal, misalnya : melukis,menggambar,bermain peran. Nandang Rusmana (2009:17).
2.1.5 Pengertian Bermain Kelompok
Bermain menurut Sudono (2000:1) adalah “ suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau
tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan infomasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak. sedangkan menurut Hariwijaya
(2009:1030) bahwa bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak secara berulang-ulang
dari kesenangan tanpa adanya tujuan dan sasaran yang hendak dicapai.
Piaget dalam Sujiono (2009:144) mengatakan bahwa “bermain merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan atau kepuasan bagi diri sendiri,
dengan siapa ia hidup serta lingkungan tempat dimana ia hidup.Bermain (play) merupakan setiap
kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil
akhir. Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada tekanan atau paksaan.
2.1.6 Manfaat bermain bagi perkembangan anak
Anak memerlukan waktu yang cukup banyak untuk mengembangkan dirinya melalui
bermain, hasil penelitian yang telah di lakukan para ilmuwan menyatakan bahwa bermain bagi
anak-anak mempunyai arti yang sangat penting karena melalui bermain anak dapat menyalurkan
segala keinginan dan kepuasan, kreativitas dan imajinasinya. Melalui bermain anak dapat
melakukan kegiatan-kegiatan fisik, belajar bergaul dengan teman sebaya, membina sikap hidup
positif, mengembangkan peran sesuai jenis kelamin, menambah perbendaharaan kata,
menyalurkan perasaan tertekan.
Jelaslah bahwa selain bermanfaat untuk perkembangan fisik, kognitif, social emosional
dan moral, bermain juga mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak secara
keseluruhan. B.E.F. Montolalu, dkk ( 2001: 1.15 ). Bermain aktif penting bagi anak untuk
mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuhnya. Bermain juga berfungsi sebagai
penyaluran tenaga yang berlebihan yang bila terpendam terus akan membuat anak tegang,
gelisah dan mudah tersinggung.
Agar dapat bermain dengan baik bersama yang lain, anak harus belajar berkomunikasi
dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka harus belajar mengerti apa yang
dikomunikasikan anak lain :
a. Penyaluran Bagi energi Emosional yang Terpendam
Bermain merupakan sarana bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan oleh
pembatasan lingkungan terhadap perilaku mereka.
b. Penyaluran bagi Kebutuhan dan Keinginan
Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain seringkali dapat
dipenuhi dengan bermain.anak yang tidak mampu mencapai peran pemimpin dalam
kehidupan nyata mungkin akan memperoleh pemenuhan keinginan itu dengan menjadi
pemimpin tentara mainan.
c. Sumber Belajar
Bermain memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal melalui buku, televisi, atau
menjelajah lingkungan yang tidak diperoleh anak dari belajar di rumah atau sekolah.
d. Rangsangan Bagi Kreativitas
Melalui eksperimentasi dalam bermain, anak-anak menemukan bahwa merancang sesuatu
yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan. Selanjutnya mereka dapat mengalihkan
minat kreatifnya ke situasi di luar dunia bermain.
e. Perkembangan Wawasan Diri
Dengan bermain, anak mengetahui tingkat kemampuannya dibanding dengan temannya
bermain. Ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan konsep dirinya dengan lebih
pasti dan nyata.
f. Belajar Bermasyarakat
Dengan bermain bersama anak lain, mereka belajar bagaimana membentuk hubungan sosial
dan bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan
tersebut.
g. Standar Moral
Walaupun anak belajar di rumah dan di sekolah tentang apa saja yang dianggap baik dan
buruk oleh kelompok , tidak ada pemaksaan standard moral paling teguh selain dalam
kelompok bermain.
h. Belajar Bermain sesuai dengan Peran Jenis Kelamin
Anak belajar di rumah dan di sekolah mengenai apa saja peran jenis kelamin yang disetujui.
Akan tetapi, mereka segera menyadari bahwa mereka juga harus menerimanya bila ingin
menjadi anggota kelompok bermain.
i. Perkembangan Ciri Kepribadian yang Diinginkan
Dari hubungan dengan anggota kelompok teman sebaya dalam bermain, anak belajar bekerja
sama, murah hati, jujur, sportif dan disukai orang. Teknik bermain kelompok dapat
mengembangkan kecerdasan interpersonal anak.
2.1.7 Manfaat Bermain Bagi Anak
Dunia anak adalah bermain. Anda pasti sudah tahu maksud dari kalimat tadi. Tapi
tahukah Anda jika banyak terdapat manfaat dibalik kesenangan anak dalam bermain, bermain
bukan hanya sekedar menjadi hiburan bagi si kecil. Bermain juga merupakan faktor amat
penting untuk memaksimalkan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak. Disamping
itu, bermain juga dapat menumbuhkan daya kreativitas dan imaginasi si kecil. Sebagai orang tua,
Anda pun dapat memetik banyak manfaat dengan ikut bermain bersama anak.
Di atas kasur, setiap kali mama menggoyang-goyangkan kepala di depan wajahnya,
Safira (10 bulan) selalu tertawa kegirangan. Dia senang melihat rambut panjang mamanya
berkibar-kibar dan menggelitik wajah mungilnya. Sementara kakaknya, Zahra (2) yang duduk
tidak jauh darinya, terlihat sibuk bicara dengan boneka ‘Teddy Bear’ nya yang berbulu lembut
dengan bahasa yang hanya dimengerti oleh mereka berdua.
Di saat yang sama, di teras belakang, trio Pandawa cilik: Yudhistira (7), Bima (5), dan
Arjuna (3) sibuk mengaduk-aduk timbunan pasir yang sebenarnya memang disiapkan papa untuk
merenovasi rumah. Ada beberapa cetakan aneka bentuk di sekitar area tersebut yang sengaja
diambil dan dikumpulkan dari dapur oleh mereka.Mulai dari mug melamin ukuran sedang
sampai cetakan agar-agar model kura-kura, beruang, dan mobil lengkap dengan sendok pasir dan
seember kecil air untuk menyiram pasir agar bisa menjadi lebih bersifat pekat. Di sisi sekitar
timbunan sudah terlihat beberapa hasil berupa pasir padat yang sudah tercetak dalam berbagai
bentuk. Alih-alih melarang mereka, papa justru terlihat ikut sibuk mencetak pasir dan main
bersama-sama.
Semua aktivitas yang dilakukan oleh anak-anak tersebut adalah bermain. Pada dasarnya
semua anak senang bermain. Mereka membutuhkannya, karena bermain menjadi salah satu
kunci kesehatan emosi anak.Tidak dapat dipungkiri, masih banyak orang tua yang meremehkan
kegiatan bermain anak. Lebih baik belajar daripada bermain. Pendapat macam ini tentu masih
sering kita dengar. Padahal, bermain merupakan aktivitas alami anak yang dapat memuaskan
rasa ingin tahu serta belajar mengenal diri sendiri dan dunia luar, dengan aktif, menyenangkan,
dan aman. Saat bermain, si kecil merasa menjadi pembuat kebijakan dan penentu keputusan bagi
dunianya sendiri.
Memang, ada kesan kalau bermain itu hanya sekedar hiburan yang menyenangkan
belaka. Namun penelitian membuktikan bahwa anak yang cukup mendapatkesempatan bermain
cenderung akan lebih mampu mengatasi stres, mengendalikan emosi, mengekspresikan
perasaannya, dan lebih terbentuk secara intelektual, fisik, dan sosial dibandingkan anak yang
kurang mendapatkan kesempatan yang sama.
Menurut Montolalu dkk (2001) ada beberapa manfaat dan keuntungan untuk Anda yang
bisa dipetik dari aktivitas bermain dengan anak antara lain adalah:
1. Membuat Anda bisa melihat ke dalam pikiran si kecil:minat anak akan suatu hal dapat
tercermin dari jenis permainan yang disukainya, dan Anda baru mengetahuinya setelah
terlibat langsung bermain dengan mereka.
1 Mengurangi tekanan (stres):kreativitas dan imaginasi Anda ketika bermain dengan si kecil
akan membawa Anda keluar dari rutinitas dunia dan masuk ke dalam kesenangan. Anda akan
merasa muda dan lepas dari beban kehidupan sehari-hari.
2 Memberi Anda alat komunikasi yang efektif untuk berinteraksi dengan si kecil:dengan
bermain “peran”, anda bisa lebih efektif berkomunikasi. Misal, dengan menirukan karakter
suara binatang tertentu Anda bisa menyampaikan pesan atau nasehat kepada si kecil secara
lebih efektif. Dengan menggunakan karakter suara macan yang mengerang, anda bisa
“berperan” sebagai tokoh jahat yang mengancam anak anda (tokoh baik) yang tidak mau
segera tidur.
3 Membuat Anda belajar sesuatu yang baru:anda baru sadar kalau si kancil (tokoh fabel) kerap
berbuat licik dibanding cerdik. Anda baru sadar kalau nenek sihir selalu digambarkan
terbang dengan sapunya dan kerap kali memberikan permen yang akan membuat tidur anak
yang memakannya. Dan Anda baru menyadari semua itu setelah Anda melakukan aktivitas
bermain dengan anak.
4 Mengakrabkan Anda dengan si kecil:menemani anak Anda bermain adalah cara yang paling
baik untuk bisa lebih dekat secara emosi dengan mereka. Dengan bermain bersama, secara
otomatis akan membuat Anda dan si kecil saling berbagi kesenangan satu sama lain.
Sebagai orang tua, Anda pun dapat membantu anak menemukan permainan terbaik
mereka sesuai dengan tahapan usianya. Berikut beberapa tahapan usia anak dikaitkan dengan
jenis permainan yang sebaiknya Anda ketahui menurut Montolalu dkk (2001) yaitu :
1. Di bawah 18 bulan
Pada tahapan awal, tidak banyak alternatif permainan yang bisa Anda pilih. Kalau tidak
tidur atau makan, anak pada tahap usia ini pasti bermain. Permainan yang bisa dipilih pun masih
sederhana, karena si kecil belum mengerti bahasa, belum bisa mengkoordinasikan ototnya, dan
belum mampu melakukan kreativitas ataupun berimaginasi. Permainan yang dilakukan biasanya
sebatas memandangi bola-bola yang berputar di atas boksnya dengan mengeluarkan bunyi-
bunyian (musik) yang menarik.
Sekitar usia tiga bulan, kontrol otot mulai berfungsi dan si kecil sudah mulai bisa
bermain. Mereka sudah bisa melempar mainan keluar dari boks dan mencium-cium jari kaki
sendiri. Si kecil pun sudah mulai bisa merasakan manfaat dari bermain sehingga terkadang bisa
mengalihkan perhatiannya dari perut kosong maupun popok basah. Permainan mulai
mengajarkan hal baru berupa pengetahuan tentang diri mereka sendiri (merasakan jari kaki
sendiri ketika dicium dan digigit), serta membuka pengalaman pancaindra secara lebih peka
(bunyi musik yang terdengar menjadi semakin menarik; melihat ekspresi wajahnya sendiri di
cermin yang dihadapkan di sepan wajahnya).
Pada usia 4 – 6 bulan, si kecil sudah mulai bisa melibatkan orang lain dalam
permainannya: Anda, atau pun saudaranya. Sekarang ia tahu bahwa aksinya akan menghasilkan
reaksi dari orang-orang di sekitarnya. Interaksi dengan orang di sekeliling ini akan dapat
membantu si kecil mengurangi kekhawatirannya terpisah dari komunitasnya: Anda, atau pun
saudaranya, dan ditinggal bermain sendiri.
Pada usia 6 – 18 bulan, kemampuan bermain si kecil akan lebih bervariasi lagi karena
fungsi otaknya sudah lebih kompleks dari sebelumnya. Daftar lagu-lagu yang bisa Anda
nyanyikan bersamanya sudah boleh ditambahbeberapa lagi. Hampir semua interaksi Anda
bersamanya bisa menjadi permainan. Mulai dari menggelindingkan bola, meniru suara-suara
binatang, menyanyi, berbicara dengan bonekanya, dan sebagainya.
2. 18 bulan – 3 tahun
Pada usia ini si kecil sudah mulai belajar berjalan. Pikiran dan perasaannya pun mulai
berkembang. Namun demikian beberapa perasaan seperti marah, kesal, senang, dan lainnya
masih sulit untuk dinyatakan dan diungkapkan dengan benar sesuai dengan keinginannya.
Lakukanlah permainan “peran” dengan menciptakan karakter sebagai tokoh baik atupun jahat
sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan si kecil. “Aum! Aku adalah si belang. Aku akan
menggigit mama karena mama nakal.” Si kecil mencoba menunjukkan perasaan marahnya
kepada mamanya yang baru saja melarang dirinya makan permen.“Kenapa dedek mau gigit
mama?” Anda sudah bisa menimpali dengan pertanyaan supaya si kecil dapat mengungkapkan
alasannya: “Karena dedek ngga boleh makan permen.”
Dengan berperan sebagai macan, si kecil bisa menunjukkan emosinya yang marah tanpa
ada akibat yang bisa terjadi kalau dilakukan dalam keadaan sesungguhnya. Anak Anda dapat
melepaskan perasaan yang ingin diungkapkan tanpa ada resiko apa pun. Kalau saja ia benar-
benar marah kepada orang lain, mungkin ia akan mendapatkan balasan.
Permainan ini juga akan memberi anak perasaan sensasi hebat karena ia dapat mengontrol
dan mendapatkan apa yang diharapkannya dengan jalan memainkan daya imaginasinya. Dengan
berpartisipasi dan menjadi bagian dari permainan “peran” ini Anda pun bisa membuka jalur
komunikasi dua arah dengan si kecil. Anda juga bisa menggunakan mainan sebagai alat untuk
mengatasi si kecil yang sulit. Misalnya, apabila anak Anda susah dimandikan, Anda dapat
menggunakan bebek-bebekan untuk membujuknya mandi. “Nah, sekarang si Kwek-kwek mau
mandi dulu supaya bulunya bersih. Tapi si Kwek-kwek maunya mandi sama dedek. Yuk, kita
mandi sama-sama…” Mainan beroda (mobil-mobilan) atau pun tunggangan (kuda-kudaan) akan
menjadi mainan favorit yang akan disukai anak yang baru belajar berjalan. Kemampuan
menggerakkan sesuatu muncul pada usia ini, hingga beberapa permainan yang melibatkan
gerakan bisa menjadi sensasi bagi si kecil.
Ada satu macam permainan lagi yang bisa merangsang pertumbuhan otak si kecil. Anak
usia tiga tahun akan bisa mengasah kemampuan melalui permainan puzzle (menyatukan kembali
potongan-potongan gambar) atau pun permainan menyusun balok hingga menjadi istana satu
dimensi. Mereka akan merasakan satu sensasi kepuasan tersendiri ketika melihat potongan-
potongan puzzle mulai terlihat sebagai satuan gambar. Anda bisa melibatkan diri dengan cara
ikut mencarikan keping demi keping yang sekiranya menyulitkan si kecil. Tugas Anda hanya
sampai dengan menemukan potongan, sementara biarkan mereka sendiri yang menyusun ke
posisinya di dalam wadah. Pancing imaginasinya, misalnya dengan mengatakan: “Potongan ini
tempatnya di bawah mata si bebek. Coba cari dulu matanya sudah ada di situ (wadah puzzle) atau
belum?” Permainan ini juga membangun kemampuan visual, motorik, konsentrasi, ketekunan,
dan kesabaran yang kesemuanya penting untuk menghadapi masa sekolah kelak.
3. Usia 3 – 6 tahun
Pada tahap usia 3 – 6 tahun, si kecil membutuhkan penyegaran dalam skala area
bermainnya. Mereka sudah mulai memerlukan interaksi dengan teman-teman sebayanya.
Semakin sering si kecil bermain di dunia luar, kesempatannya untuk berinteraksi sosial pun
meningkat. Si kecil akan mulai merasakan betapa menyenangkannya bermain di dalam
kelompok. Mereka akan merasa senang mempunyai teman,senang menjadi teman, serta senang
berbagi peran dengan teman.
Permainan petak umpet dan sepak bola, misalnya, bukan hanya memberi kesenangan,
tapi juga mengajarkan bagaimana menjadi bagian dari sebuah kelompok. Permainan macam ini
dapat mengajarkan si kecil akan pentingnya saling menghargai kepada teman. Bagaimana
menyeimbangkan antara keinginan pribadinya dengan keinginan orang lain. Bagaimana cara
bekerja sama dan menggabungkan kekuatan untuk mencapai tujuan bersama. Bagaimana cara
menghargai teman, berbagi peran dan menghormati peran teman.
Permainan fantasi sangat dianjurkan pada tahap usia ini karena dapat membantu anak
untuk mengerti dan merasakan potensi kekuatannya sendiri. Ketika masih bayi, si kecil dijaga di
dalam lingkungan keluarga. Beberapa tahun kemudian si kecil tumbuh dan besar di lingkungan
yang penuh persaingan dan hidup berkelompok dengan teman sebayanya. Hal ini tentu sangat
bisa mengganggu stabilitas dan ketenangan di dalam diri si kecil. Permainan fantasi akan
menimbulkan impian akan sebuah karakter yang disukainya yang dapat memberinya kekuatan
atau rasa aman. “Dedek kanSuperman, jadi nggak boleh nangis kalau diledekin teman, ya.” Si
kecil pun mulai mengerti arti sesungguhnya dari diri sendiri. Mereka akan bermain “peran”
untuk mencoba pengalaman baru sekaligus mencocokkan peran dengan harapan sosial yang
berlaku. “Awas, polisi datang. Kamu (temannya) aku tangkap karena bolos sekolah… Makanya,
kamu jangan bolos lagi.”
Bermain gelembung terbang menjadi contoh permainan individu yang mereka sukai
karena bisa meciptakan imajinasi. Si kecil akan senang melihat kilauan gelembung sabun yang
melayang di udara, lalu pecah secara tiba-tiba. Ada sensasi kepuasan tersendiri yang timbul
apabila gelembung yang ditiupnya bisa bertahan lama di udara dan tidak pecah-pecah.
4. Usia 6 – 9 tahun
Ini adalah fase usia sekolah. Begitu anak mulai bersekolah, terdapat dua kebutuhan utama
yang harus dipenuhi, yakni bermain dan belajar. Si kecil harus sudah mulai dibiasakan untuk
membagi waktu, kapan waktunya belajar dan kapan boleh bermain. Yang harus diperhatikan
oleh Anda, pastikan bahwa si kecil tetap memiliki waktu ‘luang’ untuk memenuhi
kesenangannya bermain di samping kewajibannya mengerjakan tugas-tugas sekolah. Hal ini
penting agar keseimbangan kesegaran antara pikiran dan tubuh si kecil tetap terjaga.
Permainan kelompok empat orang yang menggunakan biji dan dadu, seperti: ular tangga,
halma, ludo ataupun monopoli; serta permainan kelompok dua orang, seperti catur dan othelo
sangat disukai oleh anak-anak pada fase usia ini. Mereka akan mulai merasakan serunya
berkompetisi dengan teman-temannya hingga kemudian meraih kemenangan. Mereka akan
mendapatkan sensasi berupa kepuasan tersendiri ketika berhasil unggul dari teman-teman di
dalam kelompoknya. Contoh permainan lainnya yang mengandung unsur kompetisi antara lain
adalah: congklak, bola bekel, karambol ataupun kartu kwartet
Sosialisasi merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh Anda. Di usia sekolah, si
kecil akan lebih banyak berinteraksi dengan teman sebayanya dalam bermain. Mereka mendapat
kegembiraan bermain bersama teman-temannya. Olahraga di halaman yang membutuhkan
minimal dua orang pemain, seperti: sepakbola, kasti, dan lain-lain, sangat digemari si kecil usia
sekolah. Koordinasi motorik dan kemampuan intelektualnya akan terus meningkat tajam hingga
membuatnya bisa mengerti aturan-aturan yang rumit dalam permainan yang dilakukannya.
Tugas berat yang akan Anda hadapi selaku orang tua adalah menghadapi derasnya
pertanyaan-pertanyaan si kecil seputar permainan yang dilakukannya. “Pa, offside itu apa?”
“Kenapa kuda (catur) nggak boleh jalan lurus?” “Pemain ‘disuap’ itu apa, sih? Memang nggak
bisa makan sendiri.” Dan Anda harus mampu menjawab semua pertanyaan-pertanyaan mereka
dengan bijak dan bersahabat. Jangan sekali-kali Anda asal menjawab. Akibatnya akan sangat
fatal, karena jawaban Anda akan langsung disimpan di dalam memori otaknya sebagai
informasi.Mereka akan menggunakan jawaban Anda sebagai referensi untuk di-share kepada
teman-teman di dalam kelompok bermainnya. Bisa dibayangkan jika ternyata temannya itu
mempunyai jawaban yang lebih benar, sementara si kecil Anda sudah terlanjur mempertahankan
pendapatnya yang salah yang diperolehnya dari Anda. Apabila Anda tidak/belum tahu
jawabannya, lebih baik menunda secara bijak: “Papa nggaktau, sayang, besok kita tanya sama
Om, ya…”
Disamping bemain, si kecil pada fase usia ini biasanya mempunyai minat khusus pada suatu
bidang tertentu, seperti: ketrampilan sulap, membaca komik, mengkoleksi kartu bergambar
pemain sepakbola, dan lain-lain. Anda pun tidak boleh mengabaikan minat ataupun hobby baru
si kecil tersebut.
5. Usia 9 – 12 tahun
Si kecil sekarang sudah besar. Pikirannya sudah mulai dipenuhi hal-hal abstrak serta
hubungan sebab akibat yang memungkinkannya untuk menikmati beberapa bentuk permainan
baru yang lebih kreatif. Membuat puisi, percobaan ilmiah, software komputer, merupakan
beberapa contoh bentuk permainan yang akan diminatinya di fase usia ini. Permainan mengisi
TTS juga disenangi anak usia pra-remaja karena memerlukan kemampuan berfikir yang cukup
rumit.
Anak pada usia ini juga lebih humoris, senang menggoda, serta sudah mulai mencoba
menarik perhatian teman lawan jenisnya. Dibanding bermain ”peran” menjadi Superman,
mereka lebih suka bergayutan pada pintu bis atau angkot. Dibanding bermain boneka Barbie,
mereka lebih suka mematut-matut dirinya sendiri di depan cermin. Karena saat ini merupakan
fase pertumbuhan, jangan sekali-kali Anda mencegah dan melarangnya bermain bersama teman-
teman sebayanya. Anda hanya perlu menempelnya lebih ketat dan menjadi “teman” berbagi
cerita dan pengalaman. Kenali semua teman-temannya, cari tahu alamat dan nomor teleponnya,
serta lakukan pendekatan khusus dengan orang tua dari teman-teman mereka. Atau, agar lebih
aman dan mempermudah pengawasan, buatlah rumah Anda menjadi persinggahan atau base
camp favorit setelah anak Anda bersama teman-temannya pulang dari sekolah.
Bermain, apa pun bentuk dan jenisnya, merupakan bagian vital dari pertumbuhan fisik
dan mental si kecil. Bermain akan membuat mereka merasakan kegembiraan hidup dan menjaga
kesejahteraan jiwanya. Dengan melibatkan diri Anda di dalam permainan bersama si kecil, anda
pun bisa mendapatkan banyak keuntungan lain di samping kegembiraan. Yang perlu Anda ingat,
tidak pernah ada batasan usia bagi seseorang untuk bermain.
2.2 Penelitian yang Relevan
Judul : Penggunaan metode bercerita untuk meningkatkan kecerdasan
Interpersonal pada anak kelompok A di RA
Oleh : Sitti Aisyah
Tahun : 2010
Hasil Penelitiannya : Menunjukkan nilai rata-rata 59,2 % pada siklus I dan nilai rata-rata 72 %
pada siklus II maka metode bercerita dapat meningkatkan kecerdasan
interpersonal pada anak kelompok A di simpulkan bisa di terima. Judul
:Pengembangan kecerdasan interpersonal melalui metode bermain
peran pada anak kelompok B di RA Jamilah 45.
Oleh : Khusnul Khotimah
Tahun : 2010
Hasil Penelitian : dari hasil analisis data kuantitaif pada siklus I yang di lakukan selama
dua kali pertemuan pada tanggal 15-16 November 2010 di peroleh skor
rata-rata sebesar 66,57 %, kemudian mengalami kenaikan skor pada
siklus II yang juga di lakukan selama dua kali pertemuan pada tanggal
19-20 November 2010 sebesar 84,87 % terdapat kenaikan skor sebesar
18,3 % dari siklus I ke siklus II.
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoretis di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai
berikut: “Jika Guru menggunakan teknik bermain kelompok, maka kecerdasan interpersonal
anak di TK Bustanul Atfal VII Kecamatan Kota Utara Gorontalo dapat dikembangkan”
2.4 Indikator Kinerja
Yang menjadi indikator kinerja keberhasilan dalam penelitian tindakan ini adalah apabila
anak yang menjadi subyek penelitian, kecerdasan interpersonal yang di milikinya dapat di
tingkatkan melalui teknik bermain kelompok hingga mengalami peningkatan dari 50% menjadi
75% dalam kategori mampu sesuai dengan aspek yang di amati melalui proses pembelajaran.