23
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Pada Bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa penelitian dilaksanakan di TPA Al- Ishlah Kec.Kota Tengah Kota Gorontalo. Uraian deskripsi hasil penelitian mengenai Analisis Peran Pengasuh Dalam Meningkatkan Interpersonal Anak Usia Dini dilaporkan berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dilapangan, yang kemudian dibahas sebagai dasar untuk merumuskan kesimpulan dalam penelitian ini. Hasil data diperoleh kemudian di deskripsikan sebagai berikut: 4.1.1 Deskripsi Observasi Lapangan Sesuai dengan permasalahan penelitian yakni bagaimana Analisis peran pengasuh dalam meningkatkan kecerdasaan interpersonal Anak Usia Dini di TPA AL-Ishlah Kec. Kota Tengah Kota Gorontalo. Maka peneliti melakukan observasi penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 31 Mei Tahun 2012. Dengan menggunakan Instrument kompetensi pengasuh peneliti mengobservasi Tempat Penitipan Anak Al-Ishlah. a. Deskripsi Hasil Observasi gedung Gedung Al-Ishlah memiliki luas gedung: 6x4 persegi, Dengan fasilitas air PAM, ruangan Full AC dan APE dalam, ruang serba guna, kamar mandi dan dapur. Dengan peserta didik yang terdiri dari: 19 anak yaitu Anak yang berusia 1-2 tahun ada 9 anak, dan anak yang berusia 2-4 tahun ada 10 anak. Dan pengasuh yang ada di lembaga ini sebanyak: lima orang. Dua diantaranya baru bekerja di tempat ini tepatnya sebulan. dua belum berkeluarga tapi memiliki pengalaman bekerja di tempat ini selama 3 dan 4 tahun. Ada juga yang memiliki pengalaman menjadi kader posyandu. Sesuai dengan kebutuhan lapangan lembaga ini melayani 5x pertemuan dalam seminggu dengan 2 layanan full day: jam 08.00- jam 17.00 dan layanan setengah hari: jam 08.00- jam 13.00. Dengan kegiatan pengasuhan dalam sehari yaitu;1).Kegiatan Penyambutan anak, 2).Kegiatan senam bersama 3).Kegiatan istrahat;mandi, 4).Belajar(KBM) 5).Istrahat;makan 6).Kegiatan Inti(Belajar sambil Bermain) 7).Transisi;Toilet Training 8).Istrahat siang/tidur 9).Mandi 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi …eprints.ung.ac.id/6613/5/2012-1-86207-153408098-bab4... · Deskripsi hasil pengamatan pengasuh pada kegiatan penyambutan anak

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian

Pada Bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa penelitian dilaksanakan di TPA Al-

Ishlah Kec.Kota Tengah Kota Gorontalo. Uraian deskripsi hasil penelitian mengenai Analisis

Peran Pengasuh Dalam Meningkatkan Interpersonal Anak Usia Dini dilaporkan berdasarkan

hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dilapangan, yang kemudian dibahas sebagai dasar

untuk merumuskan kesimpulan dalam penelitian ini. Hasil data diperoleh kemudian di

deskripsikan sebagai berikut:

4.1.1 Deskripsi Observasi Lapangan

Sesuai dengan permasalahan penelitian yakni bagaimana Analisis peran pengasuh dalam

meningkatkan kecerdasaan interpersonal Anak Usia Dini di TPA AL-Ishlah Kec. Kota Tengah

Kota Gorontalo. Maka peneliti melakukan observasi penelitian yang dilaksanakan pada tanggal

31 Mei Tahun 2012. Dengan menggunakan Instrument kompetensi pengasuh peneliti

mengobservasi Tempat Penitipan Anak Al-Ishlah.

a. Deskripsi Hasil Observasi gedung

Gedung Al-Ishlah memiliki luas gedung: 6x4 persegi, Dengan fasilitas air PAM, ruangan Full AC dan APE dalam, ruang serba guna, kamar mandi dan dapur. Dengan peserta didik yang terdiri dari: 19 anak yaitu Anak yang berusia 1-2 tahun ada 9 anak, dan anak yang berusia 2-4 tahun ada 10 anak. Dan pengasuh yang ada di lembaga ini sebanyak: lima orang. Dua diantaranya baru bekerja di tempat ini tepatnya sebulan. dua belum berkeluarga tapi memiliki pengalaman bekerja di tempat ini selama 3 dan 4 tahun. Ada juga yang memiliki pengalaman menjadi kader posyandu. Sesuai dengan kebutuhan lapangan lembaga ini melayani 5x pertemuan dalam seminggu dengan 2 layanan full day: jam 08.00- jam 17.00 dan layanan setengah hari: jam 08.00- jam 13.00. Dengan kegiatan pengasuhan dalam sehari yaitu;1).Kegiatan Penyambutan anak, 2).Kegiatan senam bersama 3).Kegiatan istrahat;mandi, 4).Belajar(KBM) 5).Istrahat;makan 6).Kegiatan Inti(Belajar sambil Bermain) 7).Transisi;Toilet Training 8).Istrahat siang/tidur 9).Mandi

48

dan ganti baju 10).Penutup dan menunggu jemputan. Adapun dari catatan yang kami temukan adalah;buku induk, catatan anekdot, dan buku pengecekan keadaan anak

b. Deskripsi Hasil Observasi Pengasuh dan Anak

Dilihat dari dua kegiatan yang berbeda pada hari yang sama peneliti menemukan

bagaimana kegiatan pengasuh dalam hal meningkatkan kecerdasan interpersonal anak yang ada

di TPA Al-Ishlah.

Deskripsi hasil pengamatan pengasuh pada kegiatan penyambutan anak.

Catatan berikut menggambarkan kejadian bahwa anak mampu membedakan pengasuh

utama(Ibu) dan pengasuh di TPA Al-Ishlah secara terpisah antara lingkungan rumah dan

lingkungan sekolah

Bayi yang diantar oleh orangtuanya langsung di terima pengasuh dengan sapaan salam, kemudian di ajak bermain dengan mainan favorit sedangkan anak yang datang disapa dengan mengucap salam sambil bersalaman di arahkan untuk bermain bersama dengan memilih teman dan kegiatan bermain, terlihat ada anak yang mulai mengobrol dengan temannya, ada juga yang bermain bersama, ada pula yang hanya melihat-lihat temannya bemain. Kegiatan ini berlangsung sampai pengasuh memberi aba-aba untuk senam. Pengasuh yang mengawasi anak sedang bermain, terlihat bercakap-cakap dengan salah seorang anak yang pada saat itu menangis akibat didorong temannya. Pada saat yang sama terdengar salah seorang pengasuh memberi aba-aba untuk senam menandakan pukul 07.15 wita. Sementara itu pengasuh dan anak menyelesaikan masalahnya yang di akhiri maaf-memaafkan. senam pun di mulai anak dan pengasuh senam bersama.

Deskripsi hasil pengamatan pengasuh pada kegiatan istirahat makan . Catatan berikut

menggambarkan cara pengasuh berkomunikasi.

Setelah mencuci tangan Salsa (3 tahun) menirukan sikap ibu guru sambil berkata, duduk,duduk (dengan tangan yang di ayun-ayunkan kebawah). Menyuruh kepada temannya untuk duduk melantai. Pengasuh menyiapkan makanan (bekal yang dibawah dari rumah masing-masing). Setelah duduk teratur anak-anak membaca doa makan. Dilanjutkan makan bersama. Akmal(3 tahun) duduk dekat putra(3 tahun). Tiba-tiba indah(1,7) mengambil kerupuk Nayla(4 tahun),saat memakan kerupuk itu nayla langsung merampas kembali kerupuk itu. Indah menangis karena kerupuk diambil nayla. Pengasuh

indah berkata “indah mau kerupuk? Iya, ibu ambilkan kerupuknya ya.” Kemudian berkata lagi “nayla boleh bagi kerupuknya sama buguru?”nayla pun mau membagi kerupuknya, sambil memberikan kerupuk itu pada pengasuh, “terima kasih, hari ini nayla mau berbagi sama buguru” nayla pun senyum-senyum karena merasa dihargai. Dan indah sekarang sudah bisa tenang karena merasa dipahami perasaannya.

4.1.3 Deskripsi Hasil Wawancara Dengan Pengasuh

Kompetensi kecakapan memahami dasar pengasuhan dapat dilakukan pengasuh dengan;

Memahami dasar pengasuhan, Terampil melaksanakan pengasuhan, Bersikap dan berperilaku

sesuai kebutuhan psikologis anak asuh dengan indikator penting perkembangan interpersonal

anak.

A. Karakteristik Anak

Kompetensi dasar mengasuh/membimbing seorang pengasuh dalam memahami

karakteristik peserta Didik Yang Berkaitan dengan Aspek kecerdasan interpersonal anak di

TPA Al-Ishlah bisa tergambar dari cerita-cerita pengasuh TPA Al-Ishlah berikut:

Menurut IM (31 tahun) sebagai pengasuh anak di TPA Al-Ishlah bahwa karakteristik

interpersonal anak adalah:

“Cara ia berinteraksi dengan orang lain/teman. sering memukul teman ini diakibatkan tidak mau menerima kehadiran orang lain/teman dalam kehidupan sehari-harinya. Ia menganggap pengasuh itu miliknya dan tak mau ada yang lain mungkin karena indah dirumah tinggal hanya dengan orangtuanya dan ia pun anak pertama dan tunggal.” (1/W/PA/4.6.2012).

Berbeda dengan IM, karakteristik interpersonal anak menurut MD (33 tahun) sebagai berikut :

“Karakteristik anak yaitu pertumbuhan dan perkembangan setiap bulannya bertambah. Faja (8 bulan) dapat mengenali saya sebagai pengasuhnya. Mengacu pada tumbuh kembang seorang anak (bayi) upaya yang saya lakukan adalah dengan memenuhi kebutuhan makan, kebersihannya dan stimulasi apa yang saya berikan. Contoh dengan memberi susu formula yang dibawa dari rumah (bekal anak), mengganti popok, memandikan serta mengajak bicara. Karakternya biasanya hanya mengikuti semua kegiatan dirumah seperti jam berapa makan , beri susu, mandi, ganti popok dll.” (1/W/PA/4.6.2012).

Karakteristik interpersonal anak menurut DP (48 tahun) bahwa :

“Karakteristik anak yaitu senang diterima dan berada dengan teman sebayanya, senang bekerja sama, dan saling memberikan semangat. Sebagai contoh putra (3 tahun) dan Akmal (3 Tahun) menunjukkan minat terhadap teman , orang dewasa dan selalu ingin dekat dan bersama melakukan kegiatan sederhana dan menggunakan permainan sebagai alat untuk hubungan sosial. Hal ini dapat dilihat dariperilaku mereka yang suka berebutan mainan, menangis bila menghendaki sesuatu yang tidak dipenuhi keinginannya dan memaksakan sesuatu terhadap orang lain.” (1/W/PA/4.6.2012)

Menurut SH (23 tahun) karakteristik interpersonal anak sebagai berikut :

“Saya melihat anak biasanya senang dengan hal-hal yang bersifat imajinatif. Sehingga pada umumnya mereka kaya dengan fantasi. Anak dapat bercerita melebihi pengalaman-pengalaman aktualnya atau kadang bertanya hal-hal gaib sekalipun. Perkembangan interpersonal dilihat dari proses komunikasi interpersonal merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar) melalui berbagai kesempatanuntuk kemudian memberikan umpan balik (feedback) kepada komunikator. Untuk mengetahui apakah pesan tersebut dipengaruhi oleh cara pandang individu, yang tidak dapat dijelaskan dari faktor kepribadian, faktor pengalaman, pengetahuan, maupun sikapnya terhadap ide, gagasan atau objek yang dipersepsinya.” (1/W/PA/4.6.2012).

Karakteristik interpersonal anak menurut MH (28 tahun) sebagai berikut :

“Karakteristik anak pada perkembangan interpersonal yaitu kecenderungan anak untuk bergaul dengan temannya, memimpin dan bekerja sama bila terjadi konflik di antara mereka penyebabnya biasa dari berbeda pendapat, keinginana terhadap sesuatu tapi tidak terpenuhi dan masa penyesuaian diri anak dengan keadaan di lembaga ini.” (1/W/PA/4.6.2012)

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Interpersonal Anak

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan interpersonal anak yang ada di TPA

Al-Ishlah diantaranya tingkah laku agresif, daya suai yang kurang dan perilaku berkuasa. Hal ini

dapat diidentifikasi pengasuh dengan melihat kesulitan belajar anak asuh dalam bidang

pengembangan interpersonalnya.

Kompetensi memahami dasar pengasuhan yang terkait dengan mengidentifikasi kesulitan

anak asuh dalam bidang pengembangan interpersonal anak yang tergambar dari cerita

pengasuh-pengasuh di TPA Al-Ishlah sbb:

IM mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan interpersonal anak sebagai berikut.“Saya mengidentifikasi kesulitan belajar dengan cara mengajak anak bercerita , dan melihat secara langsung ciri-ciri anak tersebut. Contoh tidak mau bermain, mukanya cemberut, serta ada cek ia punya malah dari rumah. Dari keterangan orang tuanya karena baku riki kerja indah ada kase bangun tidur.” (2/W/PA/4.6.2012)

MD mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan interpersonal

anak sebagai berikut:

“Saya mengidentifikasinya dengan melihat faja (8 bulan) mulai membedakan pengasuh utama (ibunya) dengan saya (pengasuh) yang ada di TPA. Masalah percaya dan tidak percaya.” (2/W/PA/4.6.2012)

DP mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan interpersonal anak

sebagai berikut :

“Menurut saya putra dan akmal menunjukkan minat terhadap teman, orang dewasa dan selalu ingin dekat dengan mereka saat melakukan kegiatan sederhana, dengan menggunakan permainan sebagai alat hubungan sosial.” (2/W/PA/4.6.2012)

SM mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan interpersonal anak

sebagai berikut :

“Menurut saya sikap menyendiri (savira 2,8 tahun) akibat teman yang selalu mengendalikan hubungan interpersonal. Anak ini merasakan hak-haknya dilanggar sehingga ia memutuskan hubungan interpersonal.” (2/W/PA/4.6.2012)

MH mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan interpersonal

anak sebagai berikut:

“Biasanya penyebab dari kesulitan dalam pengembangan interpersonal yaitu berbeda pendapat, keinginannya terhadap sesuatu tapi tidak terpenuhi dan masa penyesuaian diri anak dengan lingkungan TPA.” (2/W/PA/4.6.2012)

C. Ketrampilan Menerapkan Metode Komunikasi Yang Memberikan Rasa Aman/Nyaman

Anak tidak memisahkan bermain dengan bekerja. Bagi anak, bermain merupakan

seluruh aktifitas anak termasuk bekerja, kesenangannya dan merupakan metode bagaimana

mereka mengenal dunia. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan

anak seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Suatu aktivitas yang langsung,

spontan dimana seorang anak asuh berinteraksi dengan pengasuh atau orang lain,benda-benda

disekitarnya, dilakukan dengan senang hati/gembira, atas inisiatif sendiri, menggunakan daya

hayal menggunakan panca indra dan seluruh anggota tubuhnya. Cara memberi dukungan

kepada anak asuh pun dapat dilakukan dengan belajar melalui bermain sehingga memiliki

pengalaman yang berguna dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal. Kegiatan

bermain ini diciptakan oleh pengasuh dengan melihat minat dan gaya belajar anak asuh.

Konflik antara anak kapan saja terjadi, hal tersebut terungkap dalam penelitian pada kegiatan

makan dan kegiatan penyambutan anak. Konflik dapat dikatakan wajar karena suasana emosi

sehari-hari yang terjadi dalam bentuk interaksi antara anak dengan teman, anak dengan

pengasuh, anak dengan anggota keluarga dan anak dengan orangtua selalu memberi warna

dalam praktek pengasuhan anak. konflik akan terasa berat jika sudah merugikan anak lain.

Kompetensi memahami dasar pengasuhan yang terkait dengan Ketrampilan Menerapkan

Metode Komunikasi Yang Memberikan Rasa Aman/ Nyaman tergambar dari cerita pengasuh-

pengasuh di TPA Al-Ishlah sbb:

Menurut IM bahwa :

cara menyelesaikan masalah dengan mencoba menjelaskan sikapnya itu benar atau salah. kemudian memberikan kesempatan untuk keduanya bermaaf-maafan atau mengajak salah seorang anak untuk menemani anak yang diam dan suka menyendiri, jika belum mengalami perubahan mungkin anak itu sakit atau saja ada hal yang dirumah hingga menyebabkan dia bersikap demikian. karena indah suka main air. Pengasuh IM memberi botol aqua yang berisi air. Indah membuka dan menutup botol tersebut sambil sekali-sekali ia berusaha mengeluarkan suara, mengucapkan kata. Cara pengasuh IM menstimulasi kecerdasan indah ini dapat mengalihkan perasaan indah yang sedih, kata IM. “indah menangis jika keinginannya tidak tercapai. Sikap indah menggambarkan kalau ia merasa nyaman karena pengasuh mengerti perasaannya. (3/W/PA-1/4.6.2012)

Menurut MD bahwa:

“Caranya dengan memberikan penjelasan bahwa ia mampu mengatasi dan menyelesaikan masalah itu sendirian jika tidak saya membantu langsung menangani dengan dan atas ijin anak, meluangkan waktu untuk mereka menyelesaikan, menjelaskan cara mengungkapkan sesuatu tanpa mengganggu / memukul teman, mengajak anak yang menyendiri dengan bercerita kemudian mengajak main dengan teman. Anak merasa nyaman jika mereka sudah mempercayai pengasuh. MD mengungkapkan bermain yang terkait dengan bidang pengembangan kecerdasan interpersonal anak itu adalah bermain dengan bayi yaitu memberikan rasa aman dengan belaian, mengajak bercerita saat memberi makan dan mengganti popok, melihat sementara bercakap-cakap dengan orangtuanya, melambaikan tangan ketika berpisah (saat datang dan pulang).” (3/W/PA-2/4.6.2012)

Menurut DP bahwa :

“Contoh tingkahlaku anak yang berebutan mainan hingga menyebabkan saling dorong dan menangis. Penanganannya; “mainan sekarang dipinjam bu guru.” Lalu memberikan pilihan jikalau masih berebutan mainan ibu tahan mainannya dan bila tidak permainan dapat dilanjutkan kembali. Sedangkan pada masalah anak menyendiri dapat di atasi dengan memberikan penghargaan/ ganjaran yang berupa pujian, bantuan dan dorongan moral. Seseorang akan menyukai jika orang menyukai dan memujinya. rasa nyaman akan tercipta bila sering diajak bermain dan membuat gurauan hingga mereka tertawa. DP mengungkapkan pula Permainan yang terkait dengan bidang pengembangan kecerdasan interpersonal anak itu adalah menurut saya bermain kuda-kudaan (APE dalam) dapat merangsang kecerdasan interpersonal anak. karena melalui permainan ini anak dapat bersosialisasi langsung dengan anak lain dan menggunakan permainan sebagai alat untuk hubungan sosial.” (3/W/PA-3/4.6.2012)

Menurut SA bahwa :

“konflik dapat diketahui dengan melihat latar belakang masalah anak. Anak menyendiri dapat di atasi dengan memberikan penghargaan/ ganjaran yang berupa pujian, bantuan dan dorongan moral. Kenyamanan anak tercipta karena merasa terpenuhi kebutuhan fisik dan psikologisnya. SA mengungkapkan bermain yang terkait dengan bidang

pengembangan kecerdasan interpersonal anak itu adalah bemain yang diselingi canda kemudian bercerita dengan anak, mengajak anak lain berkomunikasi dengan anak yang menyendiri dan melihat temannya yang sedang bermain, secara tidak langsung mengajarkan mereka untuk bergaul.”(3/W/PA-4/4.6.2012)

Menurut MH bahwa:

“Konflik yang terjadi akibat main bersama, dapat diatasi dengan mendekati anak kemudian diajak bercerita, menanyakan kepadanya kenapa timbul masalah lalu menyelesaikannya dengan bermaafan. Penggunakan metode main bersama, bergantian pada jenis permainan, mengkomunikasikan dengan memberi pemahaman arti sebuah persahabatan. Anak merasa nyaman jika pengasuh memenuhi kebutuhan anak dan memberikan perlindungan. MH mengungkapkan pula bermain yang terkait dengan bidang pengembangan kecerdasan interpersonal anak itu adalah mengajak anak menjadi pemimpin pada main pura-pura, bergantian pada jenis permainan, serta berkomunikasi baik dengan memberikan pemahaman lewat bercerita” (3/W/PA-5/4.6.2012).

D. Kendala Yang Dihadapi Pengasuh Dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Anak

Kemampuan interpersonal/sosial adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dan bekerja

sama dengan pengasuh atau teman/orang lain. Kecerdasan interpersonal dapat pula dikatakan

peka pada ekspresi, suara dan gerakan tubuh orang lain dan mampu memberikan respon secara

efektif dalam berkomunikasi. Masalah yang sering dialami di TPA Al-Ishlah ingin menang

sendiri, sok berkuasa, tidak mau menunggu giliran, selalu ingin diperhatikan dan memilih-milih

teman, agresif dengan menyerang/mendorong teman, merebut mainan atau barang teman dan

ketidak mampuan untuk menyesuaikan diri.

Terkait dengan kebutuhan psikologi anak, kendala yang dihadapi pengasuh untuk

mengoptimalisasikan kecerdasan Interpersonal anak di TPA ini dapat di gambarkan dari uraian

jawaban pengasuh berikut; lebih lanjut dapat diketahui bagaimana pengasuh memahami layanan

bimbingan, cara memberikan bantuan kepada anak yang bermasalah, dan metode yang

diterapkan. Metode komunikasi yang digunakan terhadap anak yaitu; Melaksanakan pelatihan

emosi dengan cara pola asuh (authoritatif) demokratis melalui penataan alat dan bahan main

yang memungkinkan anak untuk main sendiri, berdampingan, bersama dan bekerjasama.

Hal ini dapat digambarkan dari cerita pengasuh-pengasuh TPA Al-Ishlah sebagai berikut

IM mengungkapkan:

“penataan yang memungkinkan anak untuk main sendiri, main berdampingan, main bersama dan main bekerja sama telah saya lakukan agar tercipta kelekatan anak dengan pengasuh. Cara IM mendekati indah dengan bersedia menjadi pendengar, kemudian menanggapi sikap indah dengan memberikan pengertian. Seperti indah yang ingin mainan/makanan teman indah dapat mengucapkan langsung pada teman atau pula dapat meminta bantuan pengasuh. Bukan dengan merampas ataupun merebutnya dari tangan teman. Sikap seperti itu tidak di sukai oleh siapapun termasuk indah. Menurut IM susahnya anak untuk berinteraksi dengan orang lain karena latar belakang sosial budaya dan cara pengasuhan di rumah. bagaimana anak melewati fase dalam proses sosial sosialisasi sebelumnya. Di ungkap pula oleh IM anak yang sering memukul dimana akibat tidak mau menerima kehadiran orang lain/teman dalam kehidupan sehari-harinya.Untuk itu penanganan terhadap anak ini diberi pengertian bahwa dilembaga ini ada teman-teman, guru dan pengasuh. Semua anak tidak ditemani ibunya selain pengasuh dan guru. Makanya pengasuh memperlakukan semua anak sama dalam hal kenyamanan. Dan setiap anak harus menerima itu melalui tahap-tahap adaptasi dengan lingkungan yang ada di lembaga.” (4/W/PA/4.6.2012).

MD mengungkapkan:

“Penataan alat dan bahan main yang memungkinkan anak untuk main sendiri, main berdampingan, main bersama, dan bekerja sama. Dapat dilakukan dengan cara membentuk perilaku dalam bentuk interaksi antara pengasuh dan anak melalui dasar filsafat TPA tempa yaitu, mewujudkan kualitas fisik AUD; asah Yaitu memberi dukungan kepada anak melalui bermain yang bermakna,menarik, dan imajinasi; asih merupakan penjamin pemenuhan kebutuhan anak untuk mendapatkan perlindungan dan rasa aman; asuh yang dilakukan secara konsisten untuk perilaku dan kualitas kepribadian anak. Akan tetapi praktiknya tidaklah sesederhana itu karena praktik ini berjalan secara informal, sering dibumbui dengan hal-hal yang tanpa disadari dan tanpa disengaja serta lebih diwujudkan oleh suasana emosi sehari-hari yang terjadi dalam bentuk interaksi antara anak dengan teman, anak dan pengasuh, anak dengan anggota keluarga dan anak dengan orangtua. Dengan demikian hubungan inter dan intrapersonal dengan orang-orang di sekitar anak sangat memberi warna pada praktik pengasuhan anak.pada kenyataannya seringkali kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang tidak didapatkan dengan baik dan benar. Contoh; a)Asuh. Misalnya;ketiadaan pemberian Air Susu Ibu (ASI) dengan pengganti ASI saja (meskipun belakangan ada susu formula yang di upayakan mendekati kualitas ASI. b)Asih. Misalnya;kasih sayang ibu yang tidak benar (perlakuan kasar akibat capek beraktivitas di luar rumah(bekerja) ). c)Asah, Misalnya;dusta putih, suasana murung,

sepinya komunikasi, pertengkaran, kekerasan dalam keluarga, dsb.” (4/W/PA/4.6.2012).

DP mengungkapkan:

“Penataan alat dan bahan yang memungkinkan anak untuk membuat keputusan main sendiri, main berdampingan, main bersama dan main bekerja sama. Pengasuh menggunakan model interaksi dengan memberikan contoh secara langsung pengasuh dapat berinteraksi dengan anak-anak dengan cara memberi aturan-aturan, hadiah maupun hukuman (toleransi dengan umur anak). juga dapat menunjukkan perhatian serta tanggapan positif terhadap anak-anak sehingga dijadikan contoh dan panutan. Dalam mengatasi hal tersebut di ungkapkan oleh DP dengan menggunakan model interaksi. Seperti contoh ungkapnya pengasuh berinteraksi dengan anak-anaknya dengan cara memberi aturan-aturan, hadiah maupun hukuman. Juga menunjukkan perhatian serta tanggapan yang positif terhadap anak-anak sehingga dijadikan contoh/panutan bagi anak. Kendalanya dalam komunikasi biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kesehatan anak;anak yang sehat lebih mudah berkomunikasi dari pada anak yang kurang sehat, Kecerdasan;anak yang cerdas lebih mudah berkomunikasi dari pada anak yang kurang cerdas, Jenis kelamin;anak laki-laki mempunyai kecenderungan lebih susah berkomunikasi dibanding anak perempuan, Keinginan berkomunikasi, dorongan;semakin anak didorong berkomunikasi dengan yang lain, semakin mudah anak berkomuunikasi” (4/W/PA/4.6.2012).

SA mengungkapkan:

“Penataan alat dan bahan main Sudah mendukung anak untuk membuat keputusan sendiri, mengembangkan ide dan mengembangkan kemampuan sosialnya. Terkadang ada anak yang biasanya senang dengan hal-hal yang bersifat imajinatif, Sehingga pada umumnya kaya dengan fantasi. Anak ini dapat bercerita melebihi pengalaman pengalaman aktualnya atau kadang bertanya tentang hal-hal gaib sekalipun. Perkembangan interpersonal dilihat dari proses komunikasi interpersonal merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar) melalui berbagai kesempatan untuk kemudian memberikan umpan balik (feedback) kepada komunikator. untuk mengetahui apakah pesan tersebut dipengaruhi oleh cara pandang individu, yang tidak dapat di jelaskan dari faktor kepribadian, faktor pengalaman, pengetahuan, maupun sikapnya terhadap ide, gagasan atau objek yang dipersepsinya. Anak dapat melaksanakan tugas, peran dan tanggungjawabnya dengan baik, dituntut dari mampu bertingkah dan berperilaku menurut agama dan nilai-nilai sebagai cara memperoleh penyesuaian bagi persoalan-persoalan serta penyesuaian diri yang sehat. Diungkap pula oleh SH bahwa Anak yang sering menyendiri akibat teman yang selalu berusaha mengendalikan hubungan interpersonal. Anak ini merasakan hak-haknya di langgar sehingga memutuskan hubungan interpersonal. Keadaan ini dapat di atasi dengan memberikan penghargaan/ganjaran yang berupa pujian, bantuan dan dorongan moral. Seseorang akan menyukai jika orang menyukainya serta memujinya. Di ibaratkan interaksi sosial sebagai transaksi dagang, dimana seseorang akan melanjutkan interaksi bila laba lebih banyak dari biaya. Bila pergaulan seseorang pendamping masyarakat dengan orang-

orang disekitarnya sangat menyenangkan, maka akan sangat menguntungkan ditinjau dari keberhasilan program, menguntungkan secara ekonomis, psikologis dan sosial. ” (4/W/PA/4.6.2012).

MH mengungkapkan:

“penataannya yang memungkinkan anak untuk main sendiri, main berdampingan, main bersama dan main bekerja sama. Pengasuh menggunakan metode main bersama menurutnya sikap ini lebih efektif untuk memberi pemahaman pada anak. Menurut MH karakteristik anak pada perkembangan interpersonal yaitu kecenderungan anak untuk bergaul dengan temannya, memimpin dan bekerja sama bila terjadi konflik di antara anak biasanya penyebabnya berbeda pendapat, keinginan terhadap sesuatu tapi tidak terpenuhi dan masa penyesuaian diri anak dengan keadaan di lembaga. Dalam mengatasi hal tersebut diungkapkan oleh MH dengan cara menggunakan metode main bersama, bergantian pada jenis permainan, di komunikasikan dengan baik dengan memberi pemahaman arti sebuah persahabatan. Kendala dalam mengatasi konflik anak ungkap MH adalah persoalan anak yang baru masuk dan dalam masa penyesuaian diri, saat banyak yang hadir tapi jumlah pengasuhnya kurang.” (4/W/PA/4.6.2012).

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bagian ini, penulis akan melakukan pembahasan hasil penelitian yang di peroleh

dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi dengan harapan dapat memberikan

gambaran secara objektif berkenaan dengan masalah yang di angkat dalam penelitian ini.

Berdasarkan deskripsi data hasil observasi lapangan dapat di simpulkan bahwa TPA Al-

Ishlah adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Non-Formal yang telah memberikan layanan

kepada anak yang di tinggalkan orang tuanya karena pekerjaan, dengan memberikan pemenuhan

hak anak untuk tumbuh dan berkembang, mendapat perlindungan dan kasih sayang, serta hak

untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosial.

Sebagaimana kebijakan dalam layanan PAUD holistik dan integratif, sejak tahun 2009

telah ditetapkan standar Pendidikan Anak Usia Dini melalui peraturan Mendiknas No.58/2009,

yang memuat; 1)standar tingkat pencapaian perkembangan; 2) standar pendidik dan tenaga

kependidikan; 3)standar isi, proses, dan penilaian; 4) standar sarana dan prasarana, pengelolaan,

dan pembiayaan.

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat di simpulkan: bahwa TPA Al-Ishlah adalah

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Non-Formal yang telah memberikan layanan kepada anak

asuh yang di tinggalkan orang tuanya karena pekerjaan dengan Memenuhi hak anak untuk

tumbuh dan berkembang, mendapat perlindungan dan kasih sayang, serta hak untuk

berpartisipasi dalam lingkungan sosial dari seorang pengasuh.

Dari hasil penelitian terungkap pengasuh di TPA Al-Ishlah mampu menjalin kontak

sosial dengan anak asuhnya menggunakan permainan sebagai alat untuk hubungan sosial

sementara pengasuh mengamati sambil sekali-kali turut memecahkan masalah serta membantu

menyelesaikan konflik antar anak sebagai akibat dari interaksi selama kegiatan berlangsung.

Menurut Bowlby (Haditono,2007) bahwa hubungan ini akan bertahan cukup lama dalam

rentang kehidupan manusia yang di awali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain

pengganti ibu. Merujuk pada pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan interaksi

anak asuh dengan pengasuh diharapkan terjalin dengan aman dan tidak mengalami

masalah dalam proses perkembangannya karena menyebabkan masalah kriminal

dan mengganggu perkembangan sosial anak di masa yang akan datang. Selanjutnya dari hasil

penelitian pada anak asuh di TPA Al Ishlah bahwa pengasuh mampu menciptakan rasa

aman/nyaman mampu berkomunikasi dengan kata-kata yang dimengerti anak dan memotivasi

anak untuk belajar bersosialisasi.

Menurut (Surya, 2007) bahwa “Hal-hal yang menjadi syarat kemampuan pengasuh

adalah: 1). pengetahuan tentang kesehatan. 2). kemampuan berbahasa yang jelas dan santun. 3).

memiliki kecerdasan yang cukup tinggi. 4). berperilaku sopan dan santun.” Merujuk pada

pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Seorang pengasuh haruslah selalu berbahasa yang

santun dan jelas. Karena pada usia tersebut, anak sedang melatih ketrampilannya dalam

berbicara. Dan pada masa itu pula, anak mengasah ketrampilan berbicara serta menjaga

kesantunannya, untuk itu seorang pengasuh harus menjaga tutur katanya.

Kompetensi kecakapan memahami dasar pengasuhan dapat dilakukan pengasuh dengan;

memahami dasar pengasuhan, terampil melaksanakan pengasuhan, bersikap dan berperilaku

sesuai kebutuhan psikologis anak asuh dengan indikator penting perkembangan interpersonal

anak.

4.2.1 Karakteristik Anak

TPA Al-Ishlah menginginkan peserta didiknya berkualitas dalam hal berperilaku dan

memiliki kepribadian yang baik sebagai dasar seseorang mampu menjalin hubungan dengan

orang lain. Untuk mencapai keinginan tersebut maka seorang pengasuh harus mampu

mengetahui karakteristik kecerdasan interpersonal anak.

Kompetensi dasar mengasuh/membimbing seorang pengasuh dalam memahami

karakteristik peserta Didik Yang Berkaitan dengan Aspek kecerdasan interpersonal anak di TPA

Al-Ishlah dapat dicapai oleh pengasuh. Berdasarkan hasil wawancara terungkap bahwa

pengasuh dapat mengukur ciri-ciri interpersonal anak dengan;1)Anak mudah bergaul; 2)Senang

menolong orang lain; 3)Disukai teman-teman; 4)Suka bertemu orang; 5)Lebih suka melakukan

kegiatan bersama ketimbang sendirian.

Adapun tolak ukur keberhasilan yang cukup penting dan mendasar dalam

perkembangan kecakapan Interpersonal (Tembong, 2006)yaitu; 1).Anak-anak mampu menjalin

kerja sama dan kesetiaan persahabatan yang positif dengan teman sebaya; 2)Anak-anak mampu

memaafkan kesalahan orang lain dan meminta maaf bila mereka bersalah; 3) Anak-anak mampu

beradaptasi dengan lingkungan sosial atau pertemanan baru; (4) Anak mampu mengidentifikasi

peranan penting dirinya, baik didalam lingkungan keluarga, sekolah maupun dikalangan teman-

teman sebayanya.

Merujuk pada pendapat di atas mengenai tolak ukur keberhasilan perkembangan

kecakapan Interpersonal anak, maka pengasuh mendapat arahan dan petunjuk tentang

karakteristik pada perkembangan interpersonal anak. Dalam hal perkembangan interpersonal

karakteristik anak perlu diketahui oleh pengasuh untuk mengukur perkembangan anak berhasil

atau tidak.

4.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Interpersonal Anak.

Kompetensi memahami dasar pengasuhan berhubungan dengan faktor yang

mempengaruhi perkembangan kecerdasan interpersonal anak, dapat diidentifikasi pengasuh

dengan mengidentifikasi faktor penyebab kesulitan belajar anak asuh dalam perkembangan

kecerdasan interpersonalnya.

Berdasarkan hasil uraian observasi dan temuan pada catatan dokumentasi terungkap

bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan interpersonal anak yang ada di TPA

Al-Ishlah diantaranya tingkah laku agresif, daya suai yang kurang dan perilaku berkuasa.

Sementara itu pengasuh mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

interpersonal anak melalui kesulitan belajar anak asuh dalam bidang pengembangan

interpersonalnya yaitu; 1.Kondisi anak; 2.Perubahan tingkah laku; 3.Hasil interaksi anak; 4.

Berbeda Pendapat; 5. Keinginan yang tidak terpenuhi; 6. Daya suai anak.

Sedangkan menurut (Utami, 2011:2-3) Dalam perkembangan sosio-emosional anak, Ada

empat faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio-emosional anak antara lain yaitu: a)

Perlakuan dan cara pengasuhan orang tua. b).Kesesuaian antara bayi dan pengasuh.

c).Tempramen bayi. d).Perlakuan pengasuh dilembaga.

Sementara Menurut Zay (2009:15-16) bahwa “faktor-faktor yang menghambat

perkembangan sosial anak prasekolah, dapat diketahui dengan;

1. Tingkah laku agresif. Biasanya mulai tampak sejak usia 2 tahun, tetapi sampai usia 4 tahun

tingkah laku ini yang sering muncul, terungkap dari hasil penelitian penyerangan secara fisik

kapan saja bisa terjadi. Misalnya mendorong, memukul atau berkelahi.

2. Daya suai kurang. Biasanya di sebabkan karena cakrawala sosial anak masih terbatas pada situasi

rumah dan sekolah. Disekolah pun mereka belum bisa dengan cepat menyesuaikan diri. tapi

makin lama di sekolah makin bertambah daya suainya. Kejadian ini pun terungkap saat

penelitian dan sangat mengganggu karena sifat negatif anak akan terlihat dan pengasuh pun

belum banyak mengetahui sifat itu sehingga kesulitan dalam mengatasi permasalahan akibat

tingkah laku anak itu.

3. Pemalu. Rasa malu biasanya terlihat sejak anak sudah mengenal orang-orang di sekitarnya. Rasa

malu sebenarnya normal dan wajar, apabila anak sering kali menunjukkan rasa malu maka hal ini

yang dianggap sebagai masalah.

4. Anak manja. Memanjakan anak adalah sikap orangtua yang selalu mengalah pada anaknya,

membatalkan perintah atau larangan hanya karena anak menjerit, menentang atau membantah.

5. Perilaku berkuasa. Muncul sekitar 3 tahun dan semakin meningkat dengan bertambahnya

kesempatan. Anak perempuan cenderung merasa lebih berkuasa dari pada anak laki-laki. Sikap

ini pun terungkap saat penelitian tetapi pengasuh segera memberikan pengertian pada anak

bahwa di lembaga ini semua anak mempunyai hak yang sama.

6. Perilaku merusak. Ledakan amarah yang di sertai tindakan merusak.

Dari beberapa pendapat di atas diharapkan bahwa Pengasuh dapat membantu guru

menganalisa faktor-faktor yang menghambat perkembangan interpersonal anak. Untuk dapat

mengetahui permasalahan dan upaya apa yang dilakukan untuk membantu anak yang diduga

mengalami masalah tertentu. Akan tetapi dalam penelitian ini dapat dilakukan pengasuh dengan

mengidentifikasi faktor penyebab kesulitan belajar anak asuh dalam perkembangan kecerdasan

interpersonalnya. Sebagaimana terungkap pada hasil wawancara dengan pengasuh bahwa

Ukuran keberhasilan pengasuh dapat menangani suatu masalah dapat dilihat dari perubahan

perilaku yang terjadi pada anak asuh.

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian bahwa pengasuh dapat menganalisa faktor yang

mempengaruhi kecerdasan interpersonal anak dengan mengidentifikasi kesulitan belajar anak

dalam bidang kecerdasan interpersonalnya.

4.2.3 Ketrampilan Menerapkan Metode Komunikasi Yang Memberikan Rasa Aman/Nyaman

Anak tidak memisahkan bermain dengan bekerja. Bagi anak, bermain merupakan seluruh

aktifitas anak termasuk bekerja, kesenangannya dan merupakan metode bagaimana mereka

mengenal dunia. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak

seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Suatu aktivitas yang langsung, spontan

dimana seorang anak asuh berinteraksi dengan pengasuh atau orang lain, benda-benda

disekitarnya, dilakukan dengan senang hati/gembira, atas inisiatif sendiri, menggunakan daya

hayal menggunakan panca indra dan seluruh anggota tubuhnya.

Kompetensi memahami dasar pengasuhan yang terkait dengan usaha untuk memahami

perasaan anak dan penerapan metode komunikasi yang memberikan rasa aman/nyaman.

Ketrampilan ini tergambar dari uraian cerita pengasuh-pengasuh di TPA Al-Ishlah adalah sbb:

Dalam situasi tertentu, biasanya pengasuh mengajak anak bercerita dan berinteraksi

dengan orang lain serta mengajarkan cara mengungkapkan emosi yang dapat di terima orang

lain. Jika anak mengalami rasa cemas upaya yang dilakukan adalah dengan mencari

penyebabnya kemudian dijelaskan bahwa apa yang dibayangkan belum tentu akan terjadi, bila

sedih di alihkan rasa sedihnya dengan mainan atau orang yang disayangi dengan begitu anak

merasa bahagia. hukuman dijalankan pun sesuai dengan usia anak (toleran kepada anak), dengan

mengurangi kesukaan anak. Bila kebutuhan emosi dan kasih sayang anak tidak tercukupi maka

kecerdasan intrapersonal dan interpersonalnya akan rendah. Hal ini dipertegas oleh Sullivan

(Chaplin 2000:257) bahwa penyakit mental dan perkembangan kepribadian terutama sekali lebih

banyak ditentukan oleh interaksi interpesonalnya dari pada faktor-faktor konstitusionalnya.

Kemampuan berinteraksi anak tidak berkembang baik tanpa stimulasi dari pengasuhnya.

Sebagaimana terungkap dari deskripsi hasil penelitian, bahwa pertumbuhan dan

perkembangan yang terganggu dapat menghambat perkembangan selanjutnya. Sebaliknya

keberhasilan anak melewati perkembangan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses

pematangan.

Metode pengasuhan ini yang digunakan berupa gaya pelatihan emosi dengan cara pola asuh

(authoritatif) demokratis. Sebagaimanan Hastuti (2010:2) bahwa “Dalam mengasuh anak ada

beberapa metode yang harus disesuaikan dengan karakteristik anak diantaranya: 1).Pemberian

rewards/penghargaan 2.) Disiplin. 3.) Time-out. 4.) Role modeling 5.) Encouragement 6.)

Attention ignore.

Dari metode di atas dapat disimpulkan bahwa peran pengasuh bukan hanya mengurus,

memelihara, melatih sekaligus membimbing. tapi juga harus mampu meningkatkan kecerdasan

interpersonal anak.

Setiap pengasuh menginginkan anak TPA Al-Ishlah agar mampu memimpin, bekerja

sama, mampu bergaul mampu memecahkan masalah, menyelesaikan konflik serta memperoleh

simpati dari temannya. Terkait dengan memahami kebutuhan layanan bimbingan terhadap

psikologi anak yang dilakukan pengasuh untuk dapat mengoptimalisasi tumbuh kembang anak di

TPA ini. Dengan cara menerapkan metode komunikasi yang baik terhadap anak. Pengasuh pun

melaksanakan pelatihan emosi dengan cara pola asuh (authoritatif) demokratis melalui penataan

alat dan bahan main yang memungkinkan anak untuk main sendiri, berdampingan, bersama dan

bekerjasama. Dengan cara demikian anak dapat memilih/menentukan sendiri permainan yang

disukai dan diminatinya serta dengan siapa anak bermain.

Berdasarkan hasil penelitian terungkap pengasuh dapat memahami layanan bimbingan

dengan cara menerapkan metode komunikasi yang baik terhadap anak. Pengasuhan ini berupa

gaya pelatihan emosi dengan cara pola asuh (authoritatif) demokratis.

Menurut Hastuti (2010:1) “Gaya pengasuhan adalah cara interaksi pengasuh kepada anak

asuh. Pada dasarnya ada 2 tipe pengasuhan yaitu: gaya pelatihan emosi (parental emotional

styles) dan gaya pendisiplinan. gaya pelatih emosi terbagi dua yaitu; gaya pelatih emosi

(coaching) dan gaya pengabai emosi. Sedangkan untuk gaya pendisiplinan terbagi atas tiga yaitu;

Otoriter (authoritarian), Demokratis (authoritative), Membiarkan (permissive).

Tipe pengasuhan (Hastuti,2010:1) yaitu;

1. Gaya pelatihan emosi (parental emotional styles) merupakan pola pengasuhan dimana

pengasuh mampu membantu anak asuh untuk menangani emosi terutama emosi negatif.

Pengasuh tipe ini mampu menilai emosi negatif sebagai kesempatan untuk menciptakan

keakraban tanpa kehilangan kesabaran. Bentuk pengasuhan ini berhubungan dengan

kepercayaan pengasuh terhadap anak untuk mengatur emosi dan menyelesaikan suatu

masalah sehingga Pengasuh bersedia meluangkan waktu saat anak sedih, marah dan takut

serta mengajarkan cara mengungkapkan emosi yang dapat diterima orang lain.

2. Gaya pengabai emosi (dismissing parenting style). Pola pengasuhan dimana pengasuh

tidak punya kesadaran dan kemampuan untuk mengatasi emosi anak serta percaya bahwa

emosi negatif sebagai cerminan buruknya ketrampilan pengasuhan. Pengasuh tipe ini

menganggap bahwa anak terlalu cengeng saat sedih sehingga Pengasuh tidak

menyelesaikan masalah anak dan beranggapan bahwa emosi anak akan hilang dengan

sendirinya.

Sementara itu untuk gaya pendisiplinan (Hastuti,2010:1) terbagi atas tiga yaitu;

1). Pendisiplinan otoriter (authoritarian); 2). Pendisiplinan demokratis (authoritative);

3).Pendisiplinan permissive

1. Pendisiplinan otoriter (authoritarian). Yaitu pola asuh dimana pengasuh memberi aturan

yang ketat dan adanya otoritas dari pengasuh untuk menetapkan aturan yang bersifat kaku

dan tanpa penjelasan. pengasuh dengan tipe ini biasanya mendikte segala perbuatan yang

seharusnya dilakukan anak serta tidak mengharapkan anak membantah keputusan yang

telah ditetapkan.

2. Pendisiplinan demokratis (authoritative). Pada pola asuh ini dimana pengasuh memberi

batasan yang tinggi namun juga memberi penjelasan sesuai pola pikir anak (toleran

kepada anak). Pengasuh tipe ini memberikan batasan dan aturan kepada anak tetapi juga

memberikan konsekuensi yang bersifat naluriah kepada anak apabila mereka melakukan

kesalahan kepada anak. Selain itu pengasuh tipe ini juga menjelaskan pentingnya aturan

yang telah di sepakati dan mengapa aturan tersebut harus dijalani oleh anak.

3. Pendisiplinan permissive merupakan pola asuh dimana Pengasuh tipe ini memberi

aturan/batasan yang longgar ke anak dan kurang memberi pengarahan/ penjelasan ke

anak dalam memahami masalah kehidupan. Pengasuh tipe ini lebih responsive terhadap

kebutuhan anak namun tidak memberi batasan yang tepat bagi perilaku anak sehingga

anak dapat membuat aturan, jadwal dan aktifitas sendiri.

Sementara itu Ki Hajar Dewantara (2012:1) menerapkan lima konsep dalam pengasuhan

1). Pembiasaan, 2). Belajar sambil bermain, 3). Belajar dengan cara pemberian contoh atau

teladan. 4). Pengenalan prinsip norma agama, dan 5). Memberikan motivasi dan membangkitkan

kemauan.

Mengacu pada konsep mengasuh tersebut diperoleh bahwa Pola asuh adalah perlakuan

pengasuh dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberikan perlindungan, dan mendidik anak

dalam kehidupan sehari-hari. Pola asah menyangkut perawatan dalam menyuburkan kecerdasan

majemuk, utamanya terkait dengan aspek kognitif dan psikomotorik. Sementara pola asih dalam

mengembangkan kecerdasan emosional dan spritual merupakan perawatan anak anak dalam

mengembangkan kecerdasan emosional dan spritual sehingga mampu menyuburkan rasa kasih

sayang, empati, memiliki norma dan nilai sosial yang bisa diterima oleh masyarakat.

4.2.4 Kendala Yang Dihadapi Pengasuh Dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Anak

Kemampuan interpersonal/sosial adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dan bekerja

sama dengan pengasuh atau teman/orang lain. Kecerdasan interpersonal dapat pula dikatakan

peka pada ekspresi, suara dan gerakan tubuh orang lain dan mampu memberikan respon secara

efektif dalam berkomunikasi. Setiap pengasuh menginginkan anak adalah anak yang mampu

memimpin, bekerja sama, mampu bergaul mampu memecahkan masalah, menyelesaikan

konflik serta memperoleh simpati dari temannya. Akan tetapi praktiknya tidaklah sesederhana

itu karena praktik ini berjalan secara informal, sering dibumbui dengan hal-hal yang tanpa

disadari dan tanpa disengaja serta lebih diwujudkan oleh suasana emosi sehari-hari yang terjadi

dalam bentuk interaksi antara anak dengan teman, anak dan pengasuh, anak dengan anggota

keluarga dan anak dengan orangtua. Dengan demikian hubungan inter dan intrapersonal

dengan orang-orang di sekitar anak sangat memberi warna pada praktik pengasuhan anak. pada

kenyataannya seringkali kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang tidak didapatkan

dengan baik dan benar.

Masalah-masalah yang sering dialami di TPA Al-Ishlah adalah perilaku ingin menang

sendiri, sok berkuasa, tidak mau menunggu giliran, selalu ingin diperhatikan dan memilih-milih

teman, agresif dengan menyerang/mendorong teman, merebut mainan atau barang teman dan

ketidak mampuan untuk menyesuaikan diri.

Terkait dengan kebutuhan psikologi anak, kendala yang dihadapi pengasuh untuk

mengoptimalisasikan kecerdasan Interpersonal anak di TPA ini. Untuk memahami layanan

bimbingan dapat dilakukan dengan cara memberikan bantuan kepada anak yang bermasalah

yaitu dengan menerapkan metode komunikasi yang baik terhadap anak. Pengasuh melaksanakan

pelatihan emosi dengan cara pola asuh (authoritatif) demokratis melalui penataan alat dan bahan

main yang memungkinkan anak untuk main sendiri, berdampingan, bersama dan bekerjasama.

Sehubungan dengan perkembangan psikososial anak pada kurun waktu usia 0-6 tahun

terbagi dalam 4 tahapan. Menurut Teori Erickson (Puspita 2008:4) tahapan tersebut yaitu:

1. Tahap pertama (0 - 1,5 tahun) yang dikatakan sebagai tahap percaya melawan tidak percaya.

Bayi memerlukan pengasuhan penuh cinta kasih sehingga ia merasa yang aman baginya. Rasa

percaya ini akan tumbuh melalui interaksinya yang bermakna setiap hari dengan orangtua

atau pengasuhnya, seperti ia dapat memperoleh makanan ketika lapar, ketika sedang tertekan

atau sedih ada yang menolongnya , selalu ada orang didekatnya dll. Rasa percaya harus

ditumbuhkan karena itu merupakan salah satu kunci sukses kelak di kemudian hari. Jika rasa

percaya sudah ada dalam diri anak maka anak dapat tumbuh menjadi individu yang memiliki

harga diri yang tinggi.

2. Tahap kedua (1,5 - 3 tahun)merupakan tahap menguasai diri melawan malu dan ragu. Pada

tahap ini diharapkan kemandirian dapat muncul pada diri anak. saat ini merupakan waktunya

anak untuk mengetahui batasan-batasan, namun bukan berarti penuh dengan larangan-

larangan. Setiap larangan yang diterapkan harus disertai dengan penjelasan dan alternatif

penggantinya, dengan demikian anak menjadi lebih mudah memahami arti batasan-batasan

tersebut. Anak menjadi mampu untuk mengukur ganjaran yang positif atau negatif yang akan

di terima atas perbuatan yang dilakukannya. Mereka mulai sadar bahwa dirinya berbeda

dengan orang lain sehingga ia pun mulai memiliki keinginannya sendiri.tingkah laku agresif

maupun tingkah laku yang prososial akan muncul. Merupakan waktu yang tepat untuk

mengetahui apakah cara yang dipakai untuk mendapatkan apa yang di inginkan itu sudah

benar atau salah. Dengan demikian adanya keajegan dan kegiatan yang rutin dan terarah

menjadi mutlak diperlukan. Anak juga mulai belajar mengenal macam-macam perasaan dan

namanya (senang, sedih, kesal, marah, kecewa dll). Mengaitkan ekspresi tertentu dengan

kondisi emosi tertentu pula, kapan dapat memperlihatkan rasa senang secara tepat ketika

berhasil melakukan sesuatu atau sebaliknya mengungkapkan rasa kecewa tanpa berlebihan

ketika mengalami suatu kegagalan. Mulai belajar untuk mengatasi kondisi frustasi yang

dialaminya.

3. Tahap ketiga ( 3-5 tahun) merupakan tahap berinisiatif melawan rasa bersalah. Pada masa ini

keterampilan sosial, memahami perasaan terlihat berkembang, ia pun sudah mengerti tentang

membuat ide, waktu, dan bahasa. Saat ini merupakan waktu untuk mencobakan kemampuan

yang baru disituasi yang baru juga. Biasanya pada usia ini anak sudah memasuki banyak

kesempatan untuk berinisiatif melakukan sesuatu (mengenal huruf, angka, warna dll).

Sehingga sebagai tenaga pendidik maka harus mampu memberikan dukungan agar anak mau

terus berinisiatif dan mencoba hal-hal baru, dukungan ini harus terus menerus dilakukan.

4. Tahap keempat (5-12 tahun) anak pada usia tersebut masuk dalam tahap tekun melawan hasil

yang rendah.ketika di lima tahun pertama usianya dapat terlampau baik, maka ketika

memasuki usia 6 tahun ia telah memiliki kelekatan yang sehat kepada orangtua, tidak

memiliki kecemasan yang berlebihan, pemahaman yang baik mengenai kondisi emosi dan

tahu bagaimana mengekspresikannya. Jika anak memiliki bekal kemampuan baik maka

memasuki usia sekolah ini anak sangat bergairah dan tekuun untuk mengisinya, dan

memperlihatkan hasil kerja atau prestasi yang baik. Aturan-aturan mulai diterapkan dan

dijalankan dengan benar.

Berdasarkan uraian di atas, perkembangan psikososial anak tidak mungkin terwujud di

lembaga TPA jika tidak di dukung oleh ketrampilan seorang pengasuh dalam hal asah, asih dan

asuh sebagaimana standar pengasuh PAUD yang ada pada Peraturan Menteri No 58/2009.

Dari deskripsi hasil penelitian tergambarkan bahwa yang menjadi kendala pengasuh

dalam upaya meningkatkan kecerdasan interpersonal anak di TPA Al-Ishlah adalah pada tahap

awal anak masuk TPA dan pada saat jumlah pengasuhnya lebih sedikit karena ijin.