Upload
nguyenthuy
View
215
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Penelitian Terdahulu
Dalam membuat rancangan penelitian ini, penulis telah melakukan studi
dan analisis terhadap penelitian sebelumnyayang pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti serta dapat menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis saat ini.
Penelitian yang berkaitan dengan program layanan rakyat sertifikat untuk tanah
(LARASITA), tetapi penelitian-penelitian sebelumnya memiliki perbedaan dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Beberapa penelitian sebelumnya akan
dideskripsikan oleh penulis di bawah ini.
Penelitian pertama yang peneliti pelajari berjudul Kualitas Pelayanan
Sertifikasi Tanah Melalui Larasita (Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah) Di
Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten, penelitian ini ditulis oleh Putri Endah
Annafi (2010). Penelitian dilatarbelakangi masih rendahnya kualitas pelayanan
sertifikasi tanah di Badan Pertanahan Nasional serta upaya peningkatan kualitas
pelayanan sertifikasi tanah melalui inovasi pelayanan program Larasita (Layanan
Rakyat untuk Sertifikat Tanah). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kualitas pelayanan sertifikasi tanah melalui Larasita di Kantor Pertanahan
Kabupaten Klaten. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
menggunakan metode kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner serta didukung dengan studi kepustakaan. Teknik analisis
12
data dilakukan dengan menggunakan analisis model Service Quality (ServQual)
dan diagram kartesius.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan sertifikat tanah
melalui Larasita di Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten adalah optimal. Hal ini
dapat disimpulkan dari hasil perhitungan ServQual yang menunjukkan bahwa
selisih skor perceived dan skor expectation adalah positif (+) dengan nilai 3,25
yang berarti kualitas pelayanan adalah optimal. Temuan ini juga didukung dengan
analisis yang dilakukan secara dimension by dimension dan item by item. Kedua
analisis ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan sertifikat tanah melalui
Larasita di Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten adalah optimal. Hasil skor
dimension by dimension analysis adalah tiga dimensi memiliki skor positif (+)
dan dua dimensi memiliki skor negatif (-). Hasil skor item by item analysis adalah
dua belas item/indikator memiliki skor positif (+), dua item/indikator memiliki
skor (=), dan enam item/indikator memiliki skor negatif (-). Analisis diagram
kartesius juga menunjukkan hasil yang sama yaitu mayoritas item/indikator yang
diukur berada pada kuadran B dan C. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas
pelayanan sertifikat tanah melalui Larasita di Kantor Pertanahan Kabupaten
Klaten adalah optimal.
Dengan demikian penelitian ini memiliki kesaman yaitu mengkaji bidang
pelayanan LARASITA di Kantor Pertanahan, tetapi memiliki perbedaan dimana
penelitian ini menggunakan metode kuantitatif sedangkan penelitian yang akan
dilakukan penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dan locus penelitian
13
ini dilakukan di Kabupaten Klaten sedangkan penelitian yang akan dilakukan
penulis dilakukan di Kabupaten Bandung.
Penelitian kedua yang penulis pelajari berjudul Upaya Kantor Pertanahan
Kabupaten Karanganyar Dalam Peningkatan Pelayanan Di Masyarakat Melalui
Larasita (Layanan Rakyat Untuk Sertifikat Tanah), penelitian ini ditulis oleh
Sahala Tunjung Aji (2009). Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar
merupakan kepanjangan tangan dari Badan Pertanahan Nasional RI. Instansi
pemerintah tersebut bergerak dalam bidang pertanahan. Tanah merupakan
investasi jangka panjang yang semakin kedepan semakin mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi. Pentingnya peranan tanah dalam kehidupan bernegara
seharusnya semakin tinggi sadar hukum masyarakat dalam penetapan hak
kepemilikan tanah atau sertifikat. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk
mengetahui upaya Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar dalam peningkatan
pelayanan di masyarakat melalui LARASITA, untuk mengetahui kendala-kendala
yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar dalam jalannya
LARASITA, untuk mengetahui usaha yang dilakukan oleh Kantor Pertanahn
Kabupaten Karanganyar dalam mengantisipasi hambatan yang dihadapi dalam
jalannya LARASITA Pengamatan ini menggunakan metode deskriptif kualitatif
dengan sumber data dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan observasi, wawancara dan data perpustakaan. Analisis data
dimulai dengan mengumpulkan data, melakukan analisis awal dari data yang
diperoleh, melakukan penggalian data yang lebih dalam jika ternyata dalam
menganalisisnya kurang mendalam, langkah yang terakhir yaitu penarikan
14
kesimpulan. Upaya Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar dalam
peningkatan pelayanan di masyarakat melalui LARASITA dilakukan usaha
sebagai berikut :
1. Pelayanan jemput bola secara keliling ke kecamatan pelosok yang letaknya
jauh dari pusat kota dimana selama ini masyarakatnya enggan mengurus
sendiri sertipikat tanah ke Kantor Pertanahan yang terletak di pusat kota
Karanganyar;
2. Pelayanan di lakukan secara online dari desa ke Kantor Pertanahan;
3. Masyarakat bisa cek setiap saat (24 jam) langsung melalui SMS Request;
4. Pelayanan kepada masyarakat lebih dekat;
5. Beban biaya masyarakat lebih ringan; masyarakat langsung dilayani petugas
BPN;
6. Kepastian pelayanan yang bertanggung jawab;
7. proses lebih cepat.
Dengan demikian penelitian ini memiliki kesaman yaitu mengkaji bidang
pelayanan LARASITA di Kantor Pertanahan dan menggunakan metode
kualitatif, tetapi memiliki perbedaan dimana penelitian ini mengkaji upaya yang
dilakukan sedangkan penelitian yang akan dilakukan penulis mengkaji kualitas
pelayanan dan tempat penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klaten sedangkan
penelitian yang akan dilakukan penulis dilakukan di Kabupaten Bandung.
15
2.1.2 Pelayanan Publik
Keinginan manusia yang terarah pada alat-alat yang dianggap dapat
mendukung kehidupan manusia itu disebut kebutuhan. Van Poelje (dalam Ndraha,
2003:41) mengungkapkan kebutuhan manusia pada zamannya sebagai
kebahagiaan lahir dan kebahagiaan batin. Konsep pelayanan publik dibedakan
secara tegas menjadi dua macam, yaitu jasa publik dan layanan sipil, seperti yang
dikemukakan oleh Ndraha (2005:46-47) sebagai berikut :
Jasa publik adalah produk yang menyangkut kebutuhan hidup orang banyak, seperti air minum, jalan raya, listrik, telkom proses produksinya disebut pelayanan publik. Sedangkan Layanan Sipil adalah hak, kebutuhan dasar dan tuntutan setiap orang lepas dari suatu kewajiban. Sebagai contoh bayi dalam kandungan ibunya tidak (belum) dapat dibebani suatu kewajiban. Tatkala bayi lahir pemerintah wajib mengakui kehadirannya melalui pemberian Akta Kelahiran tanpa diminta dan seharusnya tidak bayar.
Untuk menjelaskan pengertian pelayanan publik Davidow dalam Lovelock
(1988:18) menyebutkan bahwa service is those thing which when added to a
product, increase its utility of value to the customer. Secara garis besar diuraikan
bahwa pelayanan adalah hal-hal yang jika diterapkan terhadap sesuatu produk
akan meningkat daya atau nilai terhadap pelanggan. Menurut Waluyo (2007:127)
mengemukakan bahwa pelayanan adalah “proses pemenuhan kebutuhan melalui
aktivitas orang yang berlangsung”.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik. Pemerintah perlu memperhatikan dan menerapkan, antara lain :
16
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan.
2. Kejelasan
a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik;
b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik;
c. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.
3. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
waktu.
6. Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam melaksanakan pelayanan publik.
17
7. Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi
dan informatika (telematika).
8. Kemudahan akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau
oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan
informatika.
9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan satun, ramah serta
memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi
dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan
lain-lain.
Pelayanan itu adalah proses atau kegiatan dalam rangka memenuhi
kebutuhan manusia sesuai dengan haknya. Adapun pengertian pelayanan umum
(public service) sebagaimana dikemukakan oleh Saefullah (1999:5-8) pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang
secara sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Pelayanan umum oleh
Lembaga Administrasi Negara (1998:127) diartikan sebagai segala bentuk
kegiatan Pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat,
18
di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk
barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun
dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan Selanjutnya
dikemukakan bahwa dilihat dari prosesnya, terjadi interaksi antara yang memberi
pelayanan dengan yang diberi pelayanan. Dimana pemerintah sebagai lembaga
birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,
sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada
pemerintah mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah. oleh
karena itu Dale dalam Saefullah (1995:5) menyatakan bahwa aparat birokrasi atau
birokrat adalah the civil servant.
Dalam menciptakan pemerintah yang lebih efektif, Osborne dan Gaebler
(1992) menawarkan 10 (sepuluh) prinsip sebagai upaya reengineering
pemerintahan yaitu :
1. Pemerintah katalitik, bahwa peranan baru bagi pemerintah hendaknya lebih diarahkan sebagai pengatur dan pengendali daripada sebagai pelaksana langsung suatu urusan dan layanan.
2. Pemerintah milik rakyat, bahwa pemerintah secara normatif dimiliki oleh masyarakat, sehingga pemerintah semestinya mendorong agar kontrol atas pelayanan dilepaskan dari birokrasi dan diserahkan kepada masyarakat. Prinsip ini juga merupakan upaya untuk memberdayakan masyarakat agar mampu melakukan usaha swadaya sehingga dapat mengurangi ketergantungan kepada pemerintah.
3. Pemerintah yang kompetitif, inti dari pemerintah yang kompetitif ini adalah bahwa pemerintah hendaknya mendorong adanya iklim kompetisi di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi, bahwa pemerintah dapat bekerja secara lebih efisien dan efektif dibanding pemerintah yang digerakkan oleh peraturan semata.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil, dalam hal ini hendaknya diarahkan kepada proses membiayai hasil kegiatan dan bukan kepada masukan yang diperoleh atau pada kepatuhan terhadap prosedur yang harus dijalankan. Organisasi pemerintah lebih terfokus pada pencapaian kinerja yang lebih baik dan prosedur kerja yang berbelit-belit harus dihilangkan.
19
6. Pemerintah yang berorietasi pelanggan, kebutuhan rakyat sebagai pelanggan jasa pelayanan umum merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk memenuhinya, bukan untuk memenuhi kebutuhan birokrasi itu sendiri.
7. Pemerintahan wirausaha, fungsi umum pemerintahan dan pelayanan yang biasanya tidak menhasilkan pendapatan, perlu diarahkan untuk menjadi fungsi usaha publik yang menghasilkan pendapatan.
8. Pemerintahan antisipatif, Pemerintahan antisipatif akan mencegah masalah ketimbang memberi pelayanan untuk memperbaiki. Pemerintah harus selalu mengantisipasi masalah publik agar mampu melakukan tindakan pencegahan.
9. Pemerintahan desentralisasi, melimpahkan wewenang kepada organisasi-organisasi yang lebih kecil serta kepada kelompok-kelompok masyarakat, dengan mendorong berurusan langsung dengan pelanggan untuk lebih banyak membuat keputusan.
10. Pemerintahan yang berorientasi pasar, bahwa pemerintah harus mengetahui kebutuhan atau aspirasi masyarakat dalam memberikan pelayanan.
Moenir dalam Sinambela (2006:42) mengemukakan pelayanan sebagai
proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.
Menurut Miftah Thoha (1991:39) pelayanan kepada masyarakat sebagai suatu
usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok atau instansi tertentu untuk
memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka pencapain
suatu tujuan. Menurut Effendi dalam Widodo (2001:36) mengemukakan birokrasi
publik harus dapat memberikan Pelayanan publik yang lebih profesional, efektif,
sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus
dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu
dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri.
Fungsi pelayanan oleh pemerintah selalu berkaitan dengan kepentingan
umum dan bukan dikonsepsikan untuk orang perorangan. Sebagaimana
disebutkan Waluyo (2007:128) “kepentingan umum adalah suatu bentuk
kepentingan yang menyangkut orang banyak atau masyarakat yang tidak
betentangan dengan norma dan aturan, kepentingan tersebut bersumber pada
20
kebutuhan hidup orang banyak/masyarakat. Dalam hal ini memang yang menjadi
tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah bagaimana mempersiapkan
pelayanan publik tersebut yang dikehendaki atau dibutuhkan oleh publik, dan
bagaimana menyatakan dengan tepat kepada publik mengenai pilihannya dan cara
mengaksesnya yang direncanakan dan disediakan oleh pemerintah.Kemudian,
untuk tujuan tersebut diperinci sebagai berikut :
1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya; 2. Memperlakukan pengguna pelayanan, sebagaicustomers; 3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan, sesuai denganyang diinginkan
masyarakat; 4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik danberkualitas; 5. Menyediakan cara-cara, bila pengguna pelayanan tidak adapilihan lain.
Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh
organisasi publik, menurut ensiklopedia – Wikipedia Indonesia
(http://id.wikipedia.org/wiki,2007) dapat dibedakan menjadi :
1. Bersifat primer adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan
satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien harus memanfaatkannya.
2. Bersifat sekunder adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang didalamnya pengguna/klien tidak
harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Sedangkan pelayanan publik menurut Roth dalam Tim Peneliti STIA LAN
Bandung (2007:98) adalah “any services available to the public, whether
provided publicy (as is a museum) or privately (as is a retaurant meal)”.
Pendapat lain mengenai pelayanan publik dikemukakan oleh Londsdale dan
Enyedi dalam Tim Peneliti STIA LAN Bandung (2007:101) sebagai berikut :
21
“something made available to whole of population and it involves things which
people can not provided for themself , i.e. people must act collectively.
Dalam menciptakan pemerintah yang lebih baik, Osborne dan Gaebler
(1997) mengemukakan 5 (lima) strategi dalam Reinventing Government, yaitu :
1. Strategi inti, dalam strategi ini melakukan pendekatan terhadap kejelasan tujuan, kejelasan peran dan kejelasan arah.
2. Strategi komunikasi, dalam strategi ini melakukan pendekatan terhadap persaingan terkendali, manajemen pemerintahan dan manajemen kinerja.
3. Strategi pelanggan/stakeholders, dalam strategi ini melakukan pendekatan terhadap pilihan pelanggan, pilihan kompetitif dan kepastian mutu yang dikehendaki pelanggan/masyarakat.
4. Strategi pengendalian, dalam strategi ini melakukan pendekatan terhadap organisasional, pemberdayaan karyawan dan pemberdayaan masyarakat.
5. Strategi budaya, dalam strategi ini melakukan pendekatan terhadap menghentikan kebiasaan yang tidak sesuai, menyentuh perasaan (mencari simpati atau dialog) dan mengubah cara berpikir, menjadi berpikir kebersamaan dan kesisteman.
Frederickson (1987:41) mengemukakan pelayanan publik, efektivitas dan
efisiensi saja tidak dapat dijadikan patokan, diperlukan ukuran lain yaitu keadilan
sebab tanpa ukuran ini ketimpangan pelayanan tidak dapat dihindari. Pentingnya
ukuran ini juga memperhatikan bahwa para aparat negara cenderung menetapkan
target dan dalam pencapaian target, cenderung menghindari kelompok miskin dan
terpencil. Menurut Kotler dalam Sampara Lukman (2000:8), pelayanan adalah
setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara
fisik. Pelayanan disebut berhasil manakala pemerintah memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat. Oleh karena itu setiap aparat pelayanan harus
memahami beberapa prinsip-prinsip pokok dalam memberikan pelayanan kepada
22
masyarakat. Menurut Islamy (1999) prinsip pokok dalam memberikan pelayanan,
antara lain :
1. Prinsip aksesabilitas, yakni setiap jenis pelayanan harus dapat dijangkau oleh setiap pengguna layanan, tempat, jarak dan sistem pelayanan sedapat mungkin dekat dan mudah dijangkau/diakses oleh pengguna layanan.
2. Prinsip kontinuitas, yakni setiap jenis pelayanan harus secara terus-menerus tersedia bagi masyarakat dengan kepastian dan kejelasan ketentuan yang berlaku bagi proses pelayanan tersebut.
3. Prinsip teknikalitas, yakni bahwa setiap jenis pelayanan, proses pelayanannya harus dtangani oleh tenaga yang benar-benar memahami secara teknis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan, ketepatan dan kemantapan sistem, prosedur dan instrumen pelayanan.
4. Prinsip profitabilitas, yakni di mana proses pelayanan pada akhirnya harus dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta memberikan keuntungan ekonomis dan sosial, baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat secara luas.
5. Prinsip akuntabilitas, yakni dimana proses produk dan mutu pelayanan yang telah diberikan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat, karena aparat pemerintah itu pada hakikatnya mempunyai tugas memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.
2.1.3 Jenis-jenis Pelayanan Publik
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63
Tahun 2003 telah dijelaskan bahwa pengertian pelayanan publik adalah segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan
kebutuhan peraturan perundangundangan. Sedangkan penyelenggara pelayanan
publik dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 tahun
2003 diuraikan bahwa Instansi Pemerintah sebagai sebutan kolektif yang meliputi
Satuan Kerja/satuan organisasi Kementerian, Departemen, Lembaga Pemerintah
Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, dan
Instansi Pemerintah lainnya, baik pusat maupun Daerah termasuk Badan Usaha
23
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Menjadi penyelenggara palayanan
publik. Sedangkan pengguna jasa pelayanan publik adalah orang, masyarakat,
instansi pemerintah dan badan hukum yang menerima layanan dari instansi
pemerintah.
Keputusan MENPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, jenis pelayanan dibedakan menjadi 3
(tiga), adapun 3 (tiga) jenis pelayanan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor dan Sertifikat kepemilikan Tanah.
2. Pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik dan air bersih.
3. Pelayanan jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, kesehatan, penyelenggaraan transportasi dan Pos.
Menurut Saefullah (1999:5-8) mengemukakan bahwa secara operasional
pelayanan umum yang diberikan pemerintah kepada masyarakat dapat dibedakan
dalam dua kelompok besar yaitu :
1. Pelayanan umum yang diberikan memperhatikan orang perseorangan, tetapi keperluan masyarakat secara umum. Dalam pelayanan ini meliputi penyediaan sarana prasarana transportasi, penyediaan pusat-pusat kesehatan, pembangunan lembaga-lembaga pendidikan, pemeliharaan ketentraman dan ketertiban dan lain sebagainya.
2. Pelayanan yang diberikan secara orang perseorangan, pelayanan ini meliputi kemudahan-kemudahan dalam memperoleh pemeriksaan kesehatan, memasuki lembaga pendidikan, memperoleh kartu penduduk, pembelian kacis perjalanan dan surat-surat lainnya.
24
Menurut Ratminto pelayanan publik atau pelayanan umum terbagi menjadi
3 yaitu :
1. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh privat. Ini adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.
2. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat primer. Ini adalah semua penyediaan barang / jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang didalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna / klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.
3. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat sekunder. Ini adalah segala bentuk penyediaan barang / jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna / klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan, misalnya program asuransi tenaga kerja, program pendidikan dan pelayanan yang diberikan oleh BUMN. (Ratminto, 2008:9-10)
Dari ketiga jenis pelayanan tersebut pelayanan sertifikat tanah hak milik
dalam program layanan rakyat untuk sertifikat tanah (LARASITA) pada Kantor
Pertanahan Kabupaten Bandung merupakan pelayanan primer karena pemerintah
merupakan satu-satunya penyelenggara, masyarakat mau tidak mau harus
memanfaatkannya.
Fitzsimmons dan Fitzsimmons yang menjelaskan bahwa terdapat lima
jenis pelayanan umum di bidang jasa, yaitu :
1. Pelayanan jasa di bidang bisnis (business service), seperti konsultasi jasa-jasa keuangan dan perbankan.
2. Pelayanan jasa di bidang perdagangan (distribution service), seperti jasa-jasa perdagangan eceran, grosir, jasa-jasa pemeliharaan, dan perbaikan.
3. Pelayanan jasa di bidang infrastruktur (infrastructure service), seperti jasa-jasa komunikasi dan transportasi.
4. Pelayanan jasa untuk kepentingan sosial dan pribadi (social and personal services), seperti rumah sakit, restoran.
5. Pelayanan jasa administrasi pemerintah (government services), seperti jasa-jasa pendidikan dan pemerintahan (militer, polisi, pengadilan). (Jasfar, 2005 : 2)
25
Dari kelima jenis pelayanan tersebut pelayanan sertifikat tanah hak milik
dalam program layanan rakyat untuk sertifikat tanah (LARASITA) pada Kantor
Pertanahan Kabupaten Bandung termasuk dalam jenis pelayanan umum di bidang
jasa administrasi pemerintah (government services) yang berfungsi untuk
memberikan pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang
dibutuhkan oleh publik.
2.1.4 Kualitas Pelayanan
Pelayanan pemerintah adalah suatu kegiatan yang merupakan perwujudan
dari salah satu fungsi pemerintah itu sendiri yang bertujuan untuk
mensejahterakan masyarakat. Sebagaimana Rasyid (1987:116-117) mengatakan
bahwa “fungsi utama pemerintah adalah pelayanan kepada masyarakat, yang
bertujuan menciptakan kondisi yang menjamin warga masyarakat melaksanakan
kehidupan mereka secara wajar”
Kualitas memegang peranan kunci dalam organisasi, oleh karena tujuan
dari pada organisasi tanpa adanya kualitas, maka tjuan itu menjadi tidak efektif.
Kualitas menunjukkan suatu pencapaian yang melebihi harapan pelanggan atau
harapan masyarakat. Kualitas juga merupakan kondisi yang selalu berubah sesuai
dengan harapan-harapan masyarakat yang mencakup produk, jasa, manusia,
proses produksi dan lingkungan.
Kualitas pelayanan menurut Robert G Murdick, Barry Render dan Roberta
S. Russell (1990:419) sebagai berikut :
26
Kualitas layanan atau produk ditentukan oleh persepsi pengguna. Ini adalah sejauh mana bundel atribut layanan secara keseluruhan memuaskan pengguna. Ini disebut "harapan untuk pertandingan persepsi". Kualitas karena terdiri dari: 1) sejauh mana atribut dari layanan yang diinginkan oleh pengguna diidentifikasi dan dimasukkan dalam pelayanan, dan 2) sejauh mana tingkat yang diinginkan dari atribut-atribut ini dirasakan oleh pengguna untuk dicapai.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63
Tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, standar
kualitas pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:
1. Prosedur Pelayanan, prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan termasuk pengaduan.
2. Waktu Penyelesaian, waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan
permohonan sampai dengan penyelesaian termasuk pengaduan.
3. Biaya Pelayanan, biaya/ tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan
dalam proses pemberian layanan.
4. Produk Pelayanan, hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.
5. Sarana dan Prasarana, penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang
memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik.
6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Publik, kompetensi petugas pemberi
pelayanan harus ditetapkan dengan tepat sesuai berdasarkan pengetahuan,
keahlian, keterampilan, sikap dan prilaku yang dibutuhkan.
Konsep kualitas pada kenyataannya bersifat kondisional dan tidak satu pun
konsep kualitas yang berlaku seragam, karena itu diperlukan suatu konsep kualitas
yang luas cakupannya. Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono, 1996:51)
27
mengemukakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.
Kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yaitu sikap
atau cara pegawai dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan.
Sebagaimana yang dikemukakan Ratminto (2005:76) bahwa pelayanan yang
terbaik yaitu “melayani setiap saat, secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan,
ramah dan menolong serta profesional dan mampu”, bahwa kualitas ialah :
Standar yang harus dicapai oleh seorang/kelompok/lembaga/organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan/persyaratan pelanggan/masyarakat. (Ratminto, 2005:78)
Gaspersz (dalam Lukman, 2004:9) menyatakan bahwa kualitas adalah
segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan
(meeting the needs of customers). Sependapat dengan itu Goetsh dan Davis
(dalam Tjiptono, 1996:51) mengatakan bahwa kualitas merupakan “suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan”.
Menurut Gaspersz (1997:2), karakteristik atau atribut yang harus
diperhitungkan dalam perbaikan kualitas jasa pelayanan ada 10 (dimensi), antara
lain sebagai berikut :
28
1. Kepastian waktu pelayanan
Ketetapan waktu yang di harapkan berkaitan dengan waktu proses atau
penyelesaian, pengiriman, penyerahan, jaminan atau garansi, dan menanggapi
keluhan.
2. Akurasi pelayanan
Akulturasi pelayanan berkaitan dengan reabilitas pelayanan, bebas dari
kesalahan-kesalahan.
3. Kesopanan dan keramahan
Dalam memberikan pelayanan personil yang berada di garis depan yang
berinteraksi langsung dengan pelanggan harus dapat memberikan sentuhan
pribadi yang menyenangkan. Sentuhan pribadi yang menyenangkan tercermin
melalui penampilan, bahasa tubuh dan tutur bahasa yang sopan, ramah, lincah
dan gesit.
4. Tanggung jawab
Bertanggung jawab dalam penerimaan pesan atau permintaan dan
penanganan keluhan pelanggan eksternal.
5. Kelengkapan
Kelengkapan pelayanan menyangkut lingkup (cakupan) pelayanan
ketersediaan sarana pendukung.
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan
Kemudahan mendapatkan pelayanan berkaitan dengan banyaknya petugas
yang melayani dan fasilitas yang mendukung.
29
7. Pelayanan pribadi
Pelayanan pribadi berkaitan dengan ruang/tempat pelayanan kemudahan,
ketersediaan, data/Informasi dan petunjuk – petunjuk.
8. Variasi model pelayanan
Variasi model pelayanan berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola
baru pelayanan.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan
Kenyamanan pelayanan berkaitan dengan ruang tunggu/tempat pelayanan,
kemudahan, ketersediaan data dan Informasi dan petunjuk- petunjuk.
10. Atribut pendukung pelayanan
Yang dimaksud atribut pendukung pelayanan dalam hal ini adalah sarana dan
prasarana yang di berikan dalam proses pelayanan.
Sespanas Lembaga Administrasi Negara (1998) telah memberikan
perhatian yang serius terhadap kualitas layanan sektor publik ini dan berusaha
memberikan pengertian pelayanan prima sebagaimana dikutip Lukman yaitu :
Pelayanan Prima adalah : (1) Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan/penggunan jasa, (2) pelayanan prima ada, bila ada standar pelayanan, (3) pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar, sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal, dan (4) pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat internal dan eksternal. (Lukman, 2004:31)
Tangkilisan (2005:225) mengemukakan pengertian pelayanan prima
sebagai “kemampuan maksimal seseorang dalam berhubungan dengan orang lain
dalam hal pelayanan”. Pengertian ini menekankan kepada individu pelaksana
pelayanan. Dalam terminologi yang sama, (Tjiptono, 2001:58) memandang
30
service excellence sebagai pelayanan yang unggul yang diartikan sebagai “suatu
sikap atau cara melayani pihak lain secara memuaskan”. Dengan demikian
kepuasan masyarakat merupakan kunci kualitas layanan kepada masyarakat,
karena yang diutamakan dala kualitas pelayanan prima bukanlah slogan-slogan
untuk memberikan layanan terbaik bagi warga msyarakat melainkan bentuk nyata
pelayanan.
Dalam kontek ini, menurut Gavin (dalam Lovelock, 1994:84-85) bahwa
ada lima macam perspektif kualitas yang berkembang. Kelima macam perspektif
inilah yang bisa menjelaskan situasi yang berlainan, yang meliputi :
1. Transedental approach, kualitas dipandang sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan.
2. Product based approach, kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuatitatifkan dan dapat diukur.
3. Used based approach, kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehinggga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
4. Manufacturingbased approach, memperhatikan praktek-praktek perekayasaan dan pemanufakturan serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan persyaratan.
5. Value based approach, memandang kualitas dari segi nilai dan harga, dengan mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, kualitas di definisikan sebagai affordable exxcellence.
Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah merupakan kewajiban
pemerintah dan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan. Oleh karena itu
konsep kualitas pelayanan publik harus sesuai dengan makna dari fungsi
pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Lovelock
(2007:98) mengemukakan lima dimensi yang harus diperhatikan bagi pelayanan
publik agar kualitas pelayanan dapat dicapai antara lain meliputi :
31
1. Tangible, seperti fasilitas fisik, peralatan personil dan bahan komunikasi yang memberikan pelayanan.
2. Reliability (handal), kemampuan membentuk pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu.
3. Responsiveness (daya tanggap), para pegawai senang membantu dan mampu memberikan pelayanan yang cepat.
4. Assurance (jaminan), pegwai yang memiliki pengetahuan yang cukup, sopan dan dapat dipercaya.
5. Empathy (empati), perhatian yang besar dan khusus pegawai pada masyarakat .
Aparatur pemerintah perlu bekerja keras untuk melayani masyarakat
dengan mutu yang paling tinggi. Tindakan yang serius untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat dimulai dengan mengenali perbedaan
antara warga negara dengan pelanggan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Schmidt dan Srtickland (1998) yang dikutip oleh Denhardt dan Denhardt
(2003:60) yang menyatakan bahwa :
There is certainly no question but that government agencies should strive to offer the highest quality service possible, within the constraints of law and accountability and indeed, many agencies are doing so. One of the most sophisticated efforts to improve service quality begins with a recognize of the differences between customer and citizens.
Dari pernyataan diatas bahwa instansi pemerintah harus berusaha untuk
menawarkan layanan yang berkualitas, dalam batasan hukum dan akuntabilitas
yang banyak lembaga pemerintahan sedang melakukannya. Salah satu upaya yang
paling canggih untuk meningkatkan kualitas layanan dimulai dengan mengenali
dari perbedaan antara pelanggan dan warga negara.
Warga negara yang dilayani pemerintah dapat dijelaskan pada lingkup hak
dan kewajiban dalam konteks masyarakat yang lebih luas. Hal ini berbeda dengan
pelanggan yang lebih mencari manfaat untuk individu mereka sendiri. Pembedaan
32
kemudian dibuat antara klien dan warga negara. Hal ini sesuai dengan pendapat
Denhardt dan Denhardt (2003:60) yang mengemukakan :
Citizen are described as bearent of right and duties within the context of wider community. Customer are different in that they do not share common purpose but rather seek to optimize their own individual benefits. The distinction then is made between citizen and client, the latter either internal and exsternal. The following example may serve to illustrate these definitions. A citizen may not collect employment insurance and yet has and interest in how the system function; the actual recipient of an employment insurance payment would be an external clients. A regional employment insurance office that depends on a central agency to distribute the employment insurance payment to their office would be an internal client.
Dari pernyataan diatas bahwa warga negara digambarkan sebagai yang
memiliki hak dan kewajiban dalam konteks masyarakat luas. Pelanggan berbeda
dengan warga negara, pelanggan tidak berbagi tujuan yang sama melainkan
berusaha untuk mengoptimalkan keuntungan mereka sendiri secara individu.
kemudian perbedaan antara warga negara dengan pelanggan baik secara internal
maupun eksternal. Contoh Seorang warga negara tidak dapat menerima asuransi
tenaga kerja, penerima yang sebenarnya dari pembayaran asuransi tenaga kerja
akan menjadi pelanggan eksternal. Sebuah kantor asuransi kerja regional yang
tergantung pada lembaga pusat untuk mendistribusikan pembayaran asuransi
tenaga kerja ke kantor mereka akan menjadi pelanggan internal.
Pegawai negeri sipil yang melayani masyarakat harus dapat membantu
melayani warga negara sesuai dengan ketentuan hukum. Kompleksitas daya tarik
pemerintah dengan warga negara menandai usaha untuk meningkatkan kualitas
pelayanan dari pemerintah kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Denhardt dan Denhardt (2003:61) yang menyatakan :
33
It is important to recognize, that public servants rarely deal with a single client or citizen. The front line employee may be assisting someone sitting across the table, but he or she is simultaneously serving the citizen by ensuring that the process meets legal requirements. The complexity of government’s in tractions with citizens and clients marks all efforts to improve service quality in government.
Dari pernyataan diatas bahwa pegawai negeri bukan hanya membantu
seseorang yang dikenalnya, tetapi pegawai negeri secara simultan harus melayani
warga dengan memastikan bahwa proses pelayanan memenuhi persyaratan secara
hukum. Kompleksitas pemerintah dalam melayani warga maupun pelanggan
menandai semua upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam
pemerintahan.
Kualitas pelayanan pemerintah dalam sektor publik teori yang dapat
menganalisis secara lebih lengkap dikemukakan oleh Carlson dan Schwarz,
sebagaimana ditegaskan pula oleh Denhardt dan Denhardt (2003:61) sebagai
berikut :
1. Convenience, measures the degree to which government service are easily accessible and available to citizens.
2. Security, measures the degree to which service the provided in a ways that makes citizens feel safe and confident when using them.
3. Reliability, assesses the degree to which government vided correctly and on time
4. Personal attention, measures the degree to which employees provide information of citizens and work with them to help meet their needs.
5. Problem solving approach, measures the degree to which employees provide problem solving to citizens and work with them to help meet their needs.
6. Fairness, measures the degree to which citizens believe that government service are provided in a way that is equitable to all.
7. Fiscal responsibility, measures the degree to which citizens believe local government is providing service in a a way that uses money responsibly
8. Citizens influence, measures the degree to which citizens feel they can influence the quality of service they receive from the local government.
34
Sebagai perwujudan dari apa yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh
para pegawai dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat agar berkualitas,
menurut Widodo (2000:273) seharusnya :
1. Mudah dalam pengurusan bagi yang berkepentingan (prosedurnya sederhana) 2. Mendapat pelayanan yang wajar 3. Mendapat pelayanan yang sama tanpa pilih kasih 4. Mendapat perlakuan jujur dan terus terang
Sementara itu, mengingat akan arti penting dari pelayanan publik yang
berkualitas dalam arti pemberian pelayanan sederhana, murah, mudah dan
dilakukan secara profesional, maka setiap oragnisasi publik terutama yang
langsung berhadapan dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan, perlu
senantiasa meningkatkan kinerja para pegawai dalam memberikan layanan publik.
Dalam kontek ini menurut Thoha (1998) bahwa :
“Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, oraganisasi publik harus mengubah posisi dan peran dalam memberikan layanan publik, dari yang mengatur dan memerintah berubah menjadi yang melayani, dari yang menggunakan pendekatan kekuasaan berbah menjadi menolong menuju ke arah fleksibel, kolaboratis dan dialogis dan dari slogan menuju cara-cara kerja yang realistis”.
Dengan semakin berkualitas sumber daya manusia dan diikuti dengan
tersedianya sumber daya berupa peralatan dan sumber pembiayaan, maka tugas
dan tanggung jawab yang diberikan untuk memberikan pelayanan publik dapat
dilaksanakan dengan baik. Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1988)
mengemukakan kualitas pelayanan sebagai tingkat ketidaksesuaian antara harapan
atau keinginan pelanggan dengan persepsi mereka, selanjutnya mereka juga
mengidentifikasikan dimensi dari kualitas pelayanan sebagaimana berikut ini :
35
1 Tangibles : appearance of phisical facilities, equipment, personel and communication materials
2 Reliability : ability to perform the promised service dependably and accurately
3 Responsiveness : Willingness to help customers and provide prompt service
4 Assurance : Knowledge and courtesy of employees and their ability to convey trust and confidence
5 Empathy : Carying, individualized attention the firm provides its customers
Dimensi kualitas pelayanan dari Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1988)
juga dianggap sejalan dengan pendapat Kotler (2001) yang memberikan indikator
kualitas pelayanan meliputi :
1. Keandalan, terdiri dari ketepatan waktu buka dan tutup pelayanan, keramahan serta sikap selalu menolong.
2. Keresponsifan, terdiri dari cepat tanggap dalam menanggapi masalah dan cepat tanggap terhadap keluhan pelanggan.
3. Keyakinan, meliputi pengetahuan dan kecakapan staf pelayanan dan komunikasi yang efektif dengan pelanggan.
4. Empati, perhatian secara individu kepada pelanggan dan bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan.
5. Kenyamanan, keberhasilan dan kerapihan tempat pelayanan, penataan eksterior dan interior ruangan dan kepatuhan terhadap standar pelayanan.
Selanjutnya Fitzsimmons dan Fitzsimmons (1994:189) juga
mengemukakan konsepnya mengenai kualitas pelayanan sebagai perbandingan
persepsi dari pelayanan yang diterima dari pelayanan yang diinginkan. Hal itu
dinyatakan sebagai berikut :
For service, the assessment of quality is made during the service delivery process, which usually take place with an encounter between a customer an a service contact person. Customer satisfaction with service quality can be defined by comparing perceptions of service received with expectations of service desired. When expectations are exceeded, service is perceived to be of exceptional quality is deemed unacceptable. When expectations are confirmed by peceived service, quality is satisfactory. These expectations are based on several sources, including word of mouth, personal needs, and past experience.
36
Dari pernyataan diatas bahwa penilaian pelayanan yang berkualitas dibuat
selama proses pelayanan, yang biasanya berlangsung dengan pertemuan antara
pelanggan dengan pegawai. Kepuasan pelanggan dengan kualitas pelayanan dapat
didefinisikan dengan membandingkan persepsi layanan yang diterima dengan
harapan penggunan layanan yang diinginkan. Ketika harapan dipenuhi, maka
layanan dianggap berkualitas luar biasa. Harapan ini didasarkan pada beberapa
sumber, termasuk dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, dan pengalaman masa
lalu.
Fitzsimmons dan Fitzsimmons lebih lanjut mengemukakan dimensi
kualitas pelayanan dengan mengacu dan mengadaptasi konsep dimensi kualitas
pelayanan dari Zeithaml, Parasuraman dan Berry. Selanjutnya Fitzsimmons dan
Fitzsimmons (1994:189) menyatakan bahwa :
They indentified five principal dimensions that customers use to find service
quality. This dimensions realibity, responsiveness, assurance, empathy,
tangibles are listed in order of declining relative importance to customers.
Dari pernyataan diatas bahwa ada lima dimensi utama yang pelanggan
gunakan untuk menemukan pelayanan yang berkualitas. Dimensi ini adalah
kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati, benda berwujud yang tercantum
dalam urutan kepentingan kepada pelanggan.
2.1.5 Sertifikat Tanah
Istilah “Sertifikat Tanah” dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai surat
keterangan tanda bukti pemegang hak atas tanah dan berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat. Dengan penerbitan sertifikat hak atas tanah bahwa telah
37
menerangkan bahwa seseorang itu mempunyai hak atas suatu bidang tanah,
ataupun tanah seseorang itu dalam kekuasaan tanggungan, seperti sertifikat
Hipotek atau Kreditverband, berarti tanah itu terikat dengan Hipotek atau
Kreditverband. (Budi Harsono:1998).
Pengertian Sertifikat Tanah dapat dilihat dasarnya yaitu dalam Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 19 (1) “Untuk menjamin kepastian hukum
oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah”. Ayat (2) “Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 pasal 1 ayat (2)
menyatakan tentang sertifikat adalah :
“Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria untuk Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan Tanah Wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Hak Tanggungan untuk masing-masing yang sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan”.
Menurut Sangsun (2007:51) pengertian sertifikat yaitu sebagai berikut :
“Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan”.
38
Untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum atas bidang tanah,
memerlukan perangkat hukum yang tertulis, lengkap, jelas, dan dilaksanakan
secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hal
tersebut tercapai melalui pendaftaran tanah. Sebagai bagian dari proses
pendaftaran tanah, sertifikat sebagai alat pembuktian atas hak tanah terkuat pun
diterbitkan.
Hal itu sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang
Kebijakan Nasional di bidang Pertanahan, menjelaskan bahwa:
“Didalam proses pensertifikatan tanah harus dilaksanakan dengan sesegera mungkin sebagai pengganti sertifikat yang lama, baik leter-C maupun yang lainnya. Karena apabila tidak segera dilakukan sertifikat tanah yang baru, dikhawatirkan sertifikat tersebut akan menjadi tidak berharga”. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang
Kebijakan Nasional di bidang Pertanahan tersebut, maka Badan Pertanahan
Nasional selaku badan pemerintahan yang bergerak di bidang pertanahan
mengadakan percepatan dalam hal pembangunan informasi dan manajemen
pertanahan yang terutama berhubungan dengan masalah sertifikat tanah, yang
meliputi antara lain:
a) Penyusunan basis data tanah-tanah aset negara/ pemerintah/pemerintah daerah di seluruh Indonesia;
b) Penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah, yang dihubungkan dengan e-government, e-commerce dan e-payment;
c) Pemetaan kadasteral dalam rangka inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan teknologi citra satelit dan teknologi informasi untuk menunjang kebijakan pelaksanaan landreform dan pemberian hak atas tanah;
d) Pembangunan dan pengembangan pengelolaan penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui sistem informasi geografi, dengan mengutamakan penetapan zona sawah beririgasi, dalam rangka memelihara ketahanan pangan nasional.
(www.bpn.go.id).
39
2.1.6 Layanan Rakyat Untuk Sertifikat Tanah (LARASITA)
Menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2009 tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia, Layanan Rakyat Untuk Sertifikat Tanah (LARASITA) adalah
kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan,
diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat.
Layanan Rakyat Untuk Sertifikat Tanah (LARASITA) adalah produk baru
pelayanan pertanahan yang dikembangkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten
Karanganyar untuk mendekatkan pelayanan ke masyarakat. Secara mudah dapat
dikatakan bahwa LARASITA adalah program pelayanan masyarakat di bidang
pertanahan yang dilakukan dengan cara membawa front office ke tempat tinggal
masyarakat. Masyarakat tidak perlu mengunjungi kantor pertanahan, cukup
menunggu di desanya saja karena LARASITA secara terjadual akan mengunjungi
masyarakat yang berada di pelosok-pelosok desa yang membutuhkan pelayanan
pertanahan.
Layanan Rakyat Untuk Sertifikat Tanah (LARASITA) dilengkapi dengan
sebuah kendaraan roda empat (Clien Node) yang berfungsi sebagai mobile front
office. Mobil tersebut memiliki teknologi WiFi dengan peralatan komputer,
antenna grid 24 dB dan wireless radio Senao 3054. Sementara itu Kantor
Pertanahan sebagai central node dilengkapi dengan tower antenna triangle
setinggi 60 meter, hyperlink antenna Omni 15 dB 2.4 Ghz, wireless Senao
100mW dan amplifier 100 mW.
40
2.2 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian-kajian terdahulu dan penjabaran konsep-konsep yang
telah dibahas sebelumnya, maka penulis mengambil teori kualitas pelayanan yang
dikemukakan oleh Lovelock sebagai media analisis dalam penelitian ini, karena
teori kualitas pelayanan dari Lovelock merupakan teori yang sesuai dengan
kualitas pelayanan program layanan rakyat untuk sertifikat tanah (LARASITA).
Dalam melaksanakan program Layanan Rakyat untuk Sertifikat Tanah
(LARASITA) dilengkapi peralatan yang diharapkan mampu melakukan transfer
dan komunikasi data secara online ke server KKP (Komputerisasi Kantor
Pertanahan), sehingga apa yang terjadi di mobil LARASITA akan terbaca di
Kantor Pertanahan begitu juga sebaliknya. Peralatan tersebut antara lain :
1. Central Node (Kantor Pertanahan) terdiri atas : tower setinggi 60 M, Wireless
Radio Antena Omni 2,4 Ghz dan Amplifier Outdoor.
2. Client Node (Unit Mobil Larasita) terdiri atas : Laptop Mobile, Printer, Antena
Grid 2,4 Ghz, Wireless Radio, Optional Outo Motor Antena, Swit Hub,
Amplifier 1000 MW outdoor.
Selain dilengkapi peralatan dalam melaksanakan program Layanan Rakyat
untuk Sertifikat Tanah (LARASITA), kemampuan sumber daya manusia dalam
hal memberikan informasi pertanahan dan menjalankan peralatan yang berada di
mobil LARASITA menjadi hal yang penting dalam memberikan pelayanan yang
berkualitas terhadap masyarakat.
41
Kualitas memegang peranan kunci dalam organisasi, oleh karena tujuan
dari pada organisasi tanpa adanya kualitas, maka tujuan itu menjadi tidak efektif.
Kualitas menunjukkan suatu pencapaian yang melebihi harapan pelanggan atau
harapan masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah merupakan
kewajiban pemerintah dan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan. Oleh
karena itu konsep kualitas pelayanan publik harus sesuai dengan makna dari
fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Lovelock
(2007:98) mengemukakan lima prinsip yang harus diperhatikan bagi pelayanan
publik agar kualitas pelayanan dapat dicapai antara lain meliputi :
1. Tangible, seperti fasilitas fisik, peralatan personil dan bahan komunikasi yang memberikan pelayanan.
2. Reliability (handal), kemampuan membentuk pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu.
3. Responsiveness (daya tanggap), para pegawai senang membantu dan mampu memberikan pelayanan yang cepat
4. Assurance (jaminan), pegwai yang memiliki pengetahuan yang cukup, sopan dan dapat dipercaya.
5. Empathy (empati), perhatian yang besar dan khusus pegawai pada masyarakat.
Gambaran penelitian mengenai kualitas pelayanan program layanan rakyat
untuk serifikasi tanah (LARASITA) dapat digambarkan dalam alur pikir sebagai
berikut :
42
Bagan 2.1 Alur Kerangka Pemikiran Kualitas Pelayanan Program Layanan Rakyat
Untuk Sertifikat Tanah (LARASITA) pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bandung
Tujuan LARASITA Kantor Pertanahan Kabuapten Bandung : 1. Menjamin kepastian hak atas tanah dan perlindungan hukum bagi pemegang haknya. 2. Merangsang partisipasi masyarakat dalam menyelesaikan administrasi pertanahan. 3. Mempercepat pelayanan pendaftaran sertifikat tanah 4. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang
lebih adil. 5. Mempercepat proses penyelesaian sertifikat tanah sesuai harapan masyarakat yaitu
murah dan tepat waktu. 6. Menghindari pelayanan pendaftaran sertifikat tanah melalui pihak ke-3 atau perantara 7. Memperbaiki dan meningkatkan akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi,
terutama tanah sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.
Kantor Pertanahan Kabupaten Bandung
1. Tangible, 2. Reliability (handal) 3. Responsiveness (daya tanggap) 4. Assurance (jaminan) 5. Empathy (empati)
Lovelock (2007:98)
Permasalahan dalam program LARASITA Kantor Pertanahan Kabupaten Bandung : 1. Pelayanan secara on-line dan off-line tidak dapat digunakan. 2. Sosialisasi kepada masyarakat tentang jadwal layanan LARASITA masih kurang. 3. Pelayanan LARASITA tidak dapat dilaksanakan di setiap Desa. 4. Pelayanan LARASITA tidak menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah. 5. Penguasaan hak atas tanah oleh pemilik tanah tidak didukung oleh alat-alat
pembuktian yang mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya
43
2.3. Hipotesis Kerja
Dari kerangka pemikiran sebagaimana telah dinyatakan tersebut di atas,
maka penulis mengajukan hipotesis kerja sebagai berikut :
“Kualitas pelayanan sertifikat tanah hak milik dalam program layanan
rakyat untuk sertifikat tanah (LARASITA) pada Kantor Pertanahan Kabupaten
Bandung belum memberikan hasil yang diharapkan, karena belum memperhatikan
Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy”.