56
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori Sesuai dengan variabel-variabel dalam penelitian maka berikut ini akan disajikan kajian teori tentang belajar, hasil belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, pembelajaran kooperatif, metode pembelajaran, metode Think Pair Share (TPS), dan metode diskusi kelompok. 2.1.1 Pengertian Belajar Menurut Martinis Yamin (2003 : 96) belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang. Menurut Harold (dalam Martinis Yamin, 2003 : 98) bahwa belajar terdiri dari pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Sedangkan menurut Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Menurut Surya (dalam Rusman, 2010 : 85) belajar dapat diartikan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Cronbach (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2) belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.

BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9762/2/T1_172011001_BAB II.pdfmempengaruhi hasil belajar, ... orang memperoleh kecakapan, ... keterampilan,

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.1 Kajian Teori

Sesuai dengan variabel-variabel dalam penelitian maka berikut ini

akan disajikan kajian teori tentang belajar, hasil belajar, faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar, pembelajaran kooperatif, metode

pembelajaran, metode Think Pair Share (TPS), dan metode diskusi

kelompok.

2.1.1 Pengertian Belajar

Menurut Martinis Yamin (2003 : 96) belajar merupakan proses

orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar

dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang. Menurut Harold

(dalam Martinis Yamin, 2003 : 98) bahwa belajar terdiri dari

pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Sedangkan menurut

Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2) belajar adalah perubahan

disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.

Menurut Surya (dalam Rusman, 2010 : 85) belajar dapat

diartikan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai

hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan

lingkungannya. Menurut Cronbach (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2)

belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.

9

Sedangkan menurut Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : 15)

belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu

(pengetahuan) yang sudah di pahami dan sesuatu (pengetahuan) yang

baru. Dari definisi ini dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu :

(1) penciptaan hubungan, (2) sesuatu hal (pengetahuan) yang sudah

dipahami, dan (3) sesuatu (pengetahuan) yang baru.

Prinsip-prinsip belajar menurut Sardiman (2012 : 24) pada

hakekatnya adalah : a) perubahan perilaku; b) menyangkut potensi

manusiawi dan kelakuannya; c) proses dan penahapan serta

kematangan diri para siswa; d) belajar akan lebih efektif, bila

didorong dengan motivasi, terutama motivasi dari dalam; e) dalam

banyak hal, belajar merupakan proses percobaan (dengan

kemungkinan berbuat keliru) dan conditioning atau pembiasaan; f)

bentuk pengalaman, pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari

interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya; g) belajar

melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif

mampu membina sikap, keterampilan, cara berpikir kritis, dll, bila

dibandingkan dengan hafalan saja; h) bahan pelajaran yang bermakna,

lebih mudah dan menarik untuk dipelajari, daripada bahan yang

kurang bermakna; i) belajar dapat dilakukan tiga cara, yaitu : 1) diajar

secara langsung; 2) kontrol, kontak, penghayatan, pengalaman

langsung; 3) Pengenalan atau peniruan; j) kemampuan belajar

seseorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi

10

pelajaran.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa belajar merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan

seseorang secara sadar untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

laku yang berbentuk kecakapan, keterampilan dan sikap melalui

latihan sebagai hasil dari pengamatan, pendengaran, membaca dan

meniru.

Pengertian belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengertian belajar menurut Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2)

belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai

seseorang melalui aktivitas. Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

suatu proses kegiatan yang dilakukan seseorang melalui latihan dan

pengalamannya sehingga memperoleh perubahan tingkah laku yang

baru. Setelah melakukan kegiatan belajar tersebut, diharapkan siswa

dapat memperoleh hasil yang diinginkan.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Wina Sanjaya (2010 : 257) hasil belajar adalah sesuatu

yang diperoleh siswa sebagai konsekuensi dari upaya yang telah

dilakukan sehingga terjadi perubahan perilaku pada yang

bersangkutan baik perilaku dalam bidang kognitif, afektif maupun

psikomotorik. Menurut Rusman (2012 : 123) mengemukakan bahwa

hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya.

11

Menurut Oemar Hamalik (dalam Rusman, 2012 : 123) hasil

belajar adalah perubahan dari persepsi dan perilaku termasuk juga

perbaikan perilaku. Sedangkan menurut Agus Supridjono (2009 : 5)

hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.

Berdasarkan pemikiran Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009 :

5), bahwa hasil belajar berupa : (a) informasi verbal yaitu kapasitas

mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan

maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap

rangsangan spesifik. Kemampuan ini tidak memerlukan manipulasi,

simbol-simbol, pemecahan masalah ataupun penerapan aturan; (b)

keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep

dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan

mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta konsep dan

mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan; (c) strategi kognitif yaitu

kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya

sendiri. Kemampuan ini antara lain meliputi penggunaan konsep

dalam memecahkan masalah; (d) keterampilan motorik yaitu

kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani sehingga terwujud

otomatisme gerak jasmani; (e) sikap adalah kemampuan menerima

atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-

nilai.

12

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku peserta didik

dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik setelah seseorang

(peserta didik) menerima pengalaman belajarnya. Dalam penelitian ini

hasil belajar yang ingin dicapai adalah tingkat pengetahuan kognitif.

2.1.2.1 Klasifikasi Hasil Belajar

Perumusan aspek-aspek kemampuan yang

menggambarkan output peserta didik yang dihasilkan dari

proses pembelajaran dapat digolongkan ke dalam tiga

klasifikasi berdasarkan taksonomi Bloom. Bloom menamakan

cara mengklasifikasi itu dengan “The Taxonomy Of Education

Objectives”. Menurut Bloom (dalam Rusman, 2012 : 125)

tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga

ranah, yaitu : a) domain kognitif, berkenaan dengan

kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berpikir; b)

domain afektif, berkenaan dengan sikap, kemampuan dan

penguasaan segi-segi emosional, yaitu perasaan, sikap, dan

nilai; c) domain psikomotor, berkenaan dengan suatu

keterampilan - keterampilan atau gerakan - gerakan fisik.

Bloom menjelaskan bahwa domain kognitif terdiri atas

enam kategori, yaitu: a) Pengetahuan, kemampuan yang

menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui

adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti

13

atau dapat menggunakannya, b) Pemahaman, kemampuan

yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti

tentang materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, c)

Penerapan, kemampuan yang menuntut peserta didik untuk

menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara

ataupun metode dalam situasi tertentu, d) Analisis,

kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan

suatu situasi/keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau

komponen pembentukannya, e) Sintesis, kemampuan yang

menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru

dengan cara menggabungkan berbagai faktor, f) Evaluasi,

kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat

mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep

berdasarkan kriteria tertentu.

Konsep tersebut mengalami perbaikan seiring dengan

perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Salah seorang murid Bloom yang bernama Anderson merevisi

taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya

dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama “Revisi

Taksonomi Bloom”. Dalam revisi ini ada perubahan kata

kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja.

14

Bagan 2.1

Perbandingan Taksonomi Bloom Lama

dan Revisi Taksonomi Bloom

Komponen kata benda

komponen kata kerja

(Anderson, 2010:403)

Hasil belajar dalam penelitian ini hanya sampai pada kategori

memahami. Menurut Anderson (2010 : 39) Revisi ranah kognitif taksonomi

Bloom dibedakan menjadi dua jenis dimensi yaitu dimensi pengetahuan dan

dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan dibedakan dalam empat jenis,

yaitu : pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif,

sedangkan dimensi proses kognitif terdiri dari enam dimensi, yaitu : a)

Mengingat yaitu mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori

Dimensi tersendiri

Mengingat Pengetahuan

Memahami Komprehensi

Mengaplikasikan Aplikasi

Menganalisis Analisis

Mengevaluasi Sintesi

Mencipta Evaluasi

Dimensi

Proses

Kognitif

15

jangka panjang. Jika tujuan pembelajaran adalah menumbuhkan kemampuan

untuk meretensi materi pelajaran, maka kategori proses kognitif yang tepat

adalah mengingat; b) Memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi

pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis dan digambar oleh guru,

yang disampaikan melalui pengajaran, buku, komputer. Proses-proses

kognitif meliputi : menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan,

merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan; c)

Mengaplikasikan yaitu menerapkan atau mnggunakan suatu prosedur dalam

keadaan tertentu; d) Menganalisis yaitu melibatkan proses memecah-mecah

materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan

antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan

struktur atau tujuan; e) Mengevaluasi yaitu mengambil atau membuat

keputusan berdasarkan kriteria dan standar; dan f) Mencipta adalah

memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren

atau untuk membuat suatu produk yang orisinal.

2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut

Munadi (dalam Rusman, 2012 : 124) meliputi faktor internal

dan faktor eksternal, yaitu :

a. Faktor Internal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang

berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi

hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi

faktor fisiologis dan psikologis. 1) Faktor fisiologis adalah

16

faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik

individu. Seperti kondisi kesehatan yang prima tidak

dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat

jasmani, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat

mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran. 2)

Faktor psikologis. Setiap individu dalam hal ini siswa

pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-

beda, tentunya hal itu turut mempengaruhi hasil

belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi

intelegensi/kecerdasan (IQ), minat, bakat, motivasi, sikap

dan daya nalar siswa. Intelegensi/kecerdasan diartikan

sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi

rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan

melalui cara yang tepat. Kecerdasan merupakan faktor

psikologis yang penting dalam proses belajar siswa,

karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin

tinggi tingkat intelegensi/kecerdasan seseorang, semakin

besar juga peluang individu tersebut meraih keberhasilan

dalam belajar. Jadi intelegensi atau kecerdasan siswa

berpengaruh terhadap kemajuan dalam belajar. Minat

berarti kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar

terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak memiliki minat

untuk belajar, ia tidak akan bersemangat atau tidak mau

17

belajar, sebaliknya jika seseorang memiliki minat belajar

maka ia akan bersemangat dalam belajar. Bakat adalah

kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk

mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah

dalam Baharudin, 2008 : 25). Apabila bakat seseorang

sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka

bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga

kemungkinan besar ia akan berhasil. Motivasi menurut

Slameto (2010 : 58) sangat erat hubungannya dengan

tujuan yang akan dicapai dalam belajar, akan tetapi untuk

mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang

menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri

sebagai daya penggerak atau pendorongnya. Sikap

menurut Baharudin (2008 : 24) adalah gejala internal yang

berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi

atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap

obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif

maupun negatif. Sikap siswa dalam belajar dapat

dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada

pelajaran atau lingkungan sekitarnya.

b. Faktor Eksternal, faktor-faktor eksternal juga

mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor-faktor eksternal

yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi

18

dua golongan, yaitu faktor lingkungan dan faktor

instrumental.

a) Faktor lingkungan, faktor lingkungan ini meliputi

lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan

fisik/alam misalnya suhu, kelembaban, dll. Belajar

pada tengah hari di ruang yang memiliki ventilasi

udara yang kurang tentunya akan berbeda dengan

suasana belajarnya dengan yang belajar di pagi hari

yang udaranya masih segar dan di ruang yang cukup

mendukung belajar. Faktor lingkungan sosial

dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu faktor

lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah dan

faktor lingkungan masyarakat. (1) Faktor lingkungan

keluarga yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya

: Cara orang tua mendidik, orang tua yang kurang atau

tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya

mereka acuh terhadap belajar anaknya, tidak

menyediakan atau melengkapi alat belajarnya, tidak

mau tahu bagaimana kemajuan belajar anaknya dapat

menyebabkan anak tidak atau kurang berhasil dalam

belajarnya. Relasi antara anggota keluarga, demi

kelancaran belajar serta keberhasilan anak perlu

diusahakan relasi yang baik antar keluarga anak

19

tersebut. Suasana rumah tangga dimaksudkan sebagai

situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di

dalam keluarga di mana anak berada dan belajar.

Suasana rumah yang gaduh dan ramai tidak akan

memberi ketenangan kepada anak yang belajar dan

keadaan ekonomi keluarga, keadaan ekonomi orang

tua erat kaitannya dengan belajar anak. Anak yang

sedang belajar harus terpenuhi kebutuhan pokoknya.

Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin,

kebutuhan anak kurang terpenuhi, akibatnya

kesehatan anak terganggu dan belajarnya ikut

terganggu. (2) Faktor lingkungan sekolah yang baik

dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat.

Hubungan antara guru dan siswa yang kurang baik

akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. (3) Faktor

lingkungan masyarakat merupakan faktor eksternal

yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam

masyarakat, diantaranya sebagai mass media misalnya

TV, koran, komik, dll. Semuanya itu beredar di dalam

masyarakat. Mass media yang baik memberi pengaruh

yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya.

Selanjutnya yaitu teman bergaul, pengaruh-pengaruh

20

dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk. Teman

bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri

siswa begitu juga sebaliknya.

b) Faktor Instrumental adalah faktor yang keberadaan dan

penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar

yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat

berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-

tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor

instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru.

c) Pengaruh metode terhadap hasil belajar

Menurut Degeng (dalam Sugiyanto, 2010 : 1) daya

tarik suatu pelajaran terletak pada dua hal yaitu mata

pelajaran itu sendiri dan cara atau metode guru

mengajar. Metode mengajar mempengaruhi belajar,

metode mengajar yang kurang baik akan

mempengaruhi hasil belajar siswa yang tidak baik

pula. Hubungan metode mengajar dengan prinsip-

prinsip belajar akan dapat membangkitkan gairah

belajar peserta didik dalam mencapai tujuan

pembelajaran (Syaiful Bahri, 2010 : 223). Dalam

hubungan itulah, setiap metode mengajar yang dipilih

dan digunakan berpengaruh langsung maupun tidak

langsung terhadap pencapaian hasil yang diharapkan.

21

Dalam proses pembelajaran keberhasilan belajar

dipengaruhi beberapa komponen, yaitu bahan ajar,

suasana belajar, sumber belajar, dan metode, serta guru

sebagai subjek pembelajaran (Miftahul A’la, 2010).

Metode merupakan salah satu komponen yang

berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa,

karena guru yang kreatif dapat mengembangkan

materi-materi pembelajaran, sehingga proses belajar

mengajar tidak bersifat monoton sehingga dengan hal-

hal yang baru itu siswa akan merasa senang sehingga

materi pembelajaran yang disampaikan itu menarik.

2.1.3 Pembelajaran

Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 20 menyebutkan

bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar. Menurut Warsita (2008 : 85) pembelajaran adalah

suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu

kegiatan untuk membelajarkan peserta didik.

Menurut Rusman (2012 : 93) pembelajaran merupakan

suatu sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang

saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen

tersebut meliputi tujuan, materi, metode dan evaluasi.

22

Sedangkan menurut Sadiman (dalam Warsita, 2008 : 85)

pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam

memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses

belajar dalam diri peserta didik.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri dari

berbagai komponen (tujuan, materi, metode, evaluasi) yang

terencana yang dilakukan oleh seorang pendidik agar terjadi

proses belajar pada diri peserta didik.

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran

melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar

(Depdiknas, 2003 : 5). Sedangkan menurut Slavin (2005 : 62)

pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran di

mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok

kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai

5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.

Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada

kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara

individual maupun secara kelompok.

Menurut Bern dan Erickson (dalam Robert Slavin, 2005 :

62) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif

23

merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir

pembelajaran dengan menggunakan kelompok kecil di mana

siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Sedangkan menurut Roger (dalam Miftahul Huda, 2011 : 29)

pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran

kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa

pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi

secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di

dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas

pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan

pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Jadi dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif adalah

sebuah strategi pembelajaran yang menekankan siswa belajar

dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki kemampuan

yang berbeda untuk dapat bekerja sama, berinteraksi, dan

bertukar pikiran sehingga tercapai proses dan hasil belajar

yang sesuai dengan tujuan bersama. Contoh metode dari

pembelajaran kooperatif adalah metode Think Pair Share

(TPS) dan diskusi kelompok.

2.1.4.1 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah

menciptakan situasi di mana keberhasilan individu

ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan

24

kelompoknya (Slavin dalam Tukiran, 2011: 60).

Menurut Depdiknas (dalam Tukiran, 2011 : 60) tujuan

pembelajaran kooperatif, yaitu : (a) meningkatkan hasil

akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam

tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan

menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu; (b)

pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa

dapat menerima teman-temannya yang mempunyai

berbagai perbedaan latar belajar (perbedaan suku, agama,

kemampuan akademik, dan tingkat sosial); (c) untuk

mengembangkan keterampilan sosial siswa, keterampilan

sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif

bertanya, menghargai pendapat orang lain, bekerja dalam

kelompok, dsb.

2.1.4.2 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Johnson dan Sutton dalam (Trianto, 2009 :

60) terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran

kooperatif, yaitu :

a. Saling Ketergantungan Yang Bersifat Positif Antar

Siswa

Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka

sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan

terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses

25

kecuali semua anggota kelompoknya sukses. Siswa

akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari

kelompok yang juga mempunyai andil terhadap

suksesnya kelompok.

b. Interaksi Antara Siswa Yang Semakin Meningkat

Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara

siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan

membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota

kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan

berlangsung secara alamiah karena kegagalan seorang

dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok.

Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah

dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang

sedang dipelajari bersama.

c. Tanggung Jawab Individual

Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok

dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal

membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan

siswa tidak hanya sekedar “membonceng” pada hasil

kerja teman sekelompoknya.

d. Keterampilan Interpersonal dan Kelompok Kecil

Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk

mempelajari materi yang diberikan seorang siswa juga

26

dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan

siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa

bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan

ide dalam kelompok .

e. Proses Kelompok

Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses

kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota

kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan

mencapai tujuan dengan baik.

2.1.5 Metode Pembelajaran

Menurut Hamruni (2012 : 6) metode pembelajaran

adalah cara-cara menyajikan bahan pelajaran pada peserta

didik untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan. Menurut Riyanto (dalam Tukiran Taniredja, 2011 :

1) metode pembelajaran adalah seperangkat komponen yang

telah dikombinasikan secara optimal untuk kualitas

pembelajaran. Sedangkan Menurut Martinis Yamin (2007 :

152) metode pembelajaran merupakan cara melakukan atau

menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi

latihan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan

tertentu.

Menurut Nana Sudjana (2005 : 76) metode pembelajaran

adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan

27

hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.

Sedangkan menurut Sobri Sutikno (dalam Nana Sudjana 2005

: 78) metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi

pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses

pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai

tujuan. Menurut Joyce (dalam Hamruni, 2012 : 6) bahwa

setiap metode pembelajaran mengarah kepada desain

pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa

sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Jadi metode pembelajaran adalah suatu cara atau strategi

yang dilakukan oleh seorang guru dalam menyajikan materi

pelajaran agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode

pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan

materi pelajaran dalam proses pembelajaran antara lain yaitu

dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran

kooperatif merupakan pembelajaran yang banyak digunakan

dan dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Salah satu metode

pembelajaran kooperatif yaitu metode Think Pair Share (TPS),

dan metode pembelajaran kooperatif lainnya adalah metode

diskusi kelompok.

28

2.1.6 Metode TPS

Berikut ini akan dijelaskan pengertian, langkah-langkah, serta

kelebihan dan kelemahan metode TPS.

2.1.6.1 Pengertian Metode TPS

Metode TPS merupakan strategi pembelajaran yang

dikembangkan pertama kali oleh Frank Lyman di

University of Maryland pada tahun 1981 dan diadopsi oleh

banyak penulis di bidang pembelajaran kooperatif pada

tahun-tahun selanjutnya (Miftahul Huda, 2013 : 206).

Strategi ini memperkenalkan gagasan tentang waktu

“tunggu atau berpikir” (wait or think time) pada elemen

interaksi pembelajaran kooperatif yang saat ini menjadi

salah satu faktor dalam meningkatkan respons siswa

terhadap pertanyaan.

Menurut Trianto (2011 : 81) Strategi Think Pair

Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah

merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang

dirancang untuk mempengaruh pola interaksi siswa.

Sedangkan menurut Arends (dalam Trianto, 2011:81)

menyatakan bahwa Think Pair Share (TPS) merupakan

suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana

pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi

atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk

29

mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur

yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih

banyak waktu berpikir untuk merespons dan saling

membantu.

Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian

singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang

menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa

mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah

dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan

TPS untuk membandingkan tanya jawab ke kelompok

keseluruhan.

Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009 : 91)

metode Think Pair Share (TPS) seperti namanya

“Thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru

mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran

untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi

kesempatan kepada mereka untuk memikirkan

jawabannya. Selanjutnya, “Pairing” Pada tahap ini guru

meminta peserta didik berpasang-pasangan untuk

berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam

makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui

inter subjektif dengan pasangannya. Hasil diskusi inter

subjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan

30

dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal

dengan “Sharing”.

Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil

kesimpulan Think Pair Share (TPS) adalah metode

pembelajaran kooperatif yang dirancang agar siswa

bekerjasama dalam kelompok dengan tahap thinking

(berpikir), pairing (berpasangan) dan sharing (berbagi).

2.1.6.2 Langkah-langkah Pembelajaran TPS

Langkah-langkah TPS menurut Frank Lyman (dalam

Miftahul Huda, 2013 : 206) sebagai berikut :

a) Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok.

Setiap kelompok terdiri dari 4 anggota/siswa.

b) Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.

c) Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan

tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.

d) Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara

berpasangan, setiap pasangan mendiskusikan hasil

pengerjaan individunya.

e) Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam

kelompoknya masing-masing untuk menshare hasil

diskusinya.

31

Sedangkan menurut Trianto (2009 : 133) langkah-

langkah menggunakan metode pembelajaran TPS adalah :

a) Langkah 1 : Berpikir

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang

dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa

menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir

sendiri jawaban atau masalah.

b) Langkah 2 : Berpasangan

Guru meminta siswa untuk berpasangan dan

mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh.

Interaksi selama waktu yang disediakan dapat

menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang

diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu

masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal

guru memberi waktu tidak lebih dari 4-5 menit untuk

berpasangan.

c) Langkah 3 : Berbagi

Guru meminta pasangan-pasangan berbagi dengan

keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal

ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke

pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian

pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.

32

Sedangkan menurut Agus Supridjono (2009 : 91)

mengungkapkan langkah-langkah penerapan metode

pembelajaran TPS adalah :

a) Thingking

Pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan

pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk

dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi

kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya.

b) Pairing

Pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-

pasangan. Memberi kesempatan kepada pasangan-

pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini

dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah

dipikirkannya melalui intersubjektif dengan

pasangannya.

c) Sharing

Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan

dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Dalam

kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang

mendorong peda pengonstruksian pengetahuan secara

integratif.

Dari berbagai pendapat di atas, langkah-langkah

metode TPS yang dipilih dalam penelitian ini adalah

33

langkah-langkah menurut Frank Lyman (dalam Miftahul

Huda, 2013 : 206) hal ini dikarenakan bahwa langkah-

langkah yang dipakai oleh Miftahul Huda lebih rinci

dibanding yang lain.

2.1.6.3 Kelebihan Metode Pembelajaran TPS

Menurut Miftahul Huda (2013 : 206) keunggulan metode

TPS yaitu antara lain:

a) Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja

sama dengan orang lain.

b) Mengoptimalkan partisipasi siswa lewat kegiatan

bertanya, berdiskusi, dan pengembangan bakat

kepemimpinan.

c) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan

partisipasi mereka kepada orang lain.

d) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar

pikiran dan pendapat dengan temannya untuk

mendapatkan kesepakatan bersama dalam memecahkan

masalah.

e) Baik siswa yang pandai maupun kurang pandai sama-

sama memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar ini.

f) Hasil belajar lebih mendalam.

Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar

siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga

34

pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa

dapat lebih optimal.

g) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.

Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa

menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-

tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di

awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu

memahami materi dengan baik.

h) Meningkatkan kerja sama dan toleransi.

Sistem kerja sama yang diterapkan dalam metode

pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja

sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat

belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau

mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak

diterima.

Berdasarkan kelebihan-kelebihan metode TPS diatas dapat

disimpulkan bahwa metode TPS memang secara teoritis

dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.1.6.4 Kelemahan Metode Pembelajaran TPS

Menurut Anita Lie (dalam Tukiran, 2011 : 64)

kelemahan metode TPS antara lain sebagai berikut :

a) Banyak kelompok yang kurang dimonitor oleh guru.

35

b) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan

ruangan kelas.

c) Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat

menyita waktu.

d) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.

e) Metode TPS belum banyak diterapkan di sekolah.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut di

atas maka akan dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a) Mengusahakan agar semua kelompok dapat dimonitor

guru.

b) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan

dengan teknis pelaksanaan metode TPS, seperti

penggunaan ruangan kelas dan pembagian kelompok.

c) Guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama

sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu agar

waktu yang tersedia tidak terbuang.

d) Mencermati dan membatasi kelompok yang melapor.

2.1.7 Metode Diskusi Kelompok

Berikut ini akan dijelaskan pengertian, langkah-langkah, serta

kelebihan dan kelemahan metode diskusi kelompok.

2.1.7.1 Pengertian Metode Diskusi Kelompok

Istilah diskusi diciptakan oleh Prof. Norman R.F.

Maier (1952) untuk menggambarkan suatu teknik diskusi

36

yang bersifat pemecahan masalah (Hisyam Zaini, dkk,

2007 : 122). Dalam diskusi guru/dosen memecah problem

menjadi beberapa bagian sehingga semua anggota

kelompok bekerja pada bagian problem yang sama dalam

waktu yang sama pula. Menurut Hasibuan dan Moedjiono

(dalam Tukiran, 2011 : 23) metode diskusi kelompok

adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran di mana guru

memberi kesempatan kepada para siswa (kelompok-

kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah

guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau

menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu

masalah. Menurut Martinis Yamin (2007 : 158) metode

diskusi kelompok merupakan interaksi antara siswa

dengan siswa untuk menganalisis, memecahkan masalah,

menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan

tertentu.

Sedangkan menurut Suryo Subroto (dalam Trianto,

2009 : 122) diskusi kelompok adalah suatu percakapan

ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu

kelompok, untuk saling bertukar pikiran tentang suatu

masalah atau bersama-sama mencari pemecahan atau

mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.

Menurut Trianto (2009 : 122) diskusi kelompok

37

merupakan situasi di mana guru dan para siswa, atau

antara siswa dengan siswa yang lain berbincang satu sama

lain dengan berbagai gagasan dan pendapat mereka.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa metode diskusi kelompok adalah suatu cara

penyampaian bahan pelajaran dengan cara di mana guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling

bertukar pikiran secara lisan, saling berbagi gagasan dan

pendapat dalam memecahkan suatu masalah.

2.1.7.2 Langkah-Langkah Metode Diskusi Kelompok

Langkah-langkah metode diskusi kelompok menurut Nana

Sudjana (2011 : 80) sebagai berikut :

a) Guru menjelaskan materi pelajaran yang akan

didiskusikan.

b) Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan

dan memberikan pengarahan mengenai cara-cara

pemecahannya.

c) Dengan pimpinan guru, siswa membentuk kelompok

diskusi, memilih pemimpin diskusi (ketua, sekretaris),

mengatur tempat duduk dan sebagainya.

d) Para siswa berdiskusi di kelompoknya masing-

masing, sedangkan guru berkeliling dari kelompok

satu ke kelompok yang lain untuk memberi dorongan

38

agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif

supaya diskusi berjalan dengan lancar.

e) Para siswa mencatat hasil diskusi tersebut, dan guru

mengumpulkan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok.

f) Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan hasil

diskusinya. Hasil-hasil yang dilaporkan ditanggapi

oleh semua siswa (terutama kelompok lain) dan guru.

Guru memberi ulasan terhadap hasil diskusi.

g) Melakukan evaluasi.

h) Penutup.

2.1.7.3 Kelebihan Metode Diskusi Kelompok

Menurut Suryo Subroto (dalam Trianto, 2009 : 134) model

pembelajaran metode diskusi memiliki kelebihan sebagai

berikut :

a) Metode diskusi melibatkan semua siswa secara

langsung dalam proses pembelajaran.

b) Memupuk sikap saling menghargai pendapat orang

lain.

c) Setiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan

penguasaan bahan pelajarannya masing-masing.

d) Dengan mengajukan dan mempertahankan

pendapatnya dalam diskusi diharapkan para siswa

akan dapat memperoleh kepercayaan akan

39

kemampuan diri sendiri.

e) Metode diskusi dapat menunjang pengembangan

sikap sosial dan sikap demokratis para siswa.

f) Melatih siswa menghadapi masalah secara

berkelompok, berpikir bersama memecahkan masalah

yang mereka hadapi serta mengambil keputusan.

g) Suasana kelas lebih hidup.

2.1.7.4 Kelemahan Metode Diskusi Kelompok

Setiap metode pembelajaran tentu memiliki kelemahan.

Adapun kelemahan metode diskusi kelompok menurut

Suryo Subroto (dalam Trianto, 2009 : 134) sebagai

berikut:

a) Metode diskusi dapat diramalkan sebelumnya

mengenai bagaimana hasilnya sebab tergantung

kepada kepemimpinan dan partisipasi anggota-

anggotanya.

b) Jalannya diskusi dapat didominasi oleh beberapa

siswa yang menonjol.

c) Sering terjadi dalam diskusi siswa kurang berani

mengemukakan pendapatnya.

d) Metode diskusi memerlukan keterampilan-

keterampilan tertentu yang belum pernah dipelajari

sebelumnya.

40

e) Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka bicara.

f) Diskusi yang mendalam memerlukan waktu yang

banyak.

g) Jumlah siswa yang terlalu besar di dalam kelas akan

mempengaruhi kesempatan setiap siswa untuk

mengeluarkan pendapat.

h) Sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat

emosional

i) Tidak semua siswa dapat fokus.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut

di atas maka dilakukan hal-hal sebagai berikut :

a) Pimpinan diskusi diberikan kepada siswa dan diatur

secara bergiliran, mengusahakan supaya seluruh

seluruh siswa ikut berpartisipasi dalam diskusi

kelompok.

b) Mengusahakan agar diskusi kelompok tidak hanya

didominasi oleh beberapa siswa saja melainkan semua

anggota kelompok ikut berpartisipasi.

c) Mengusahakan semua siswa berani mengemukakan

pendapat.

d) Mengusahakan supaya semua siswa mendapat giliran

berbicara, sementara siswa lain belajar mendengarkan

pendapat temannya.

41

e) Mengusahakan agar semua siswa dapat fokus.

f) Guru harus berperan menjadi penengah jika terjadi

perselisihan dalam hal perbedaan pendapat antar

teman dan guru juga harus menumbuhkan sikap

toleransi dan menghargai pendapat antar siswa.

Perbandingan Langkah-langkah Metode TPS

dan Metode Diskusi Kelompok

No Metode TPS No Metode Diskusi Kelompok

1 Guru menyampaikan inti

materi dan kompetensi yang

ingin dicapai.

1 Guru menjelaskan materi

pelajaran yang akan

didiskusikan.

2 Siswa ditempatkan dalam

kelompok-kelompok. Setiap

kelompok terdiri dari 4

anggota/siswa.

2 Guru mengemukakan masalah

yang akan didiskusikan dan

memberikan pengarahan

mengenai cara-cara

pemecahannya. Setiap

kelompok terdiri dari 4

anggota/siswa.

3 Guru memberikan tugas pada

setiap kelompok.

3 Dengan pimpinan guru, siswa

membentuk kelompok diskusi,

memilih pemimpin diskusi

(ketua, sekretaris), mengatur

tempat duduk, dsb.

4 Masing-masing anggota

memikirkan dan mengerjakan

tugas tersebut sendiri-sendiri

terlebih dahulu .

4 Siswa berdiskusi di

kelompoknya masing-masing,

sedangkan guru berkeliling dari

kelompok satu ke kelompok

yang lain untuk memberi

dorongan agar setiap anggota

kelompok berpartisipasi aktif.

42

5 Kelompok membentuk

anggota-anggotanya secara

berpasangan. Setiap pasangan

mendiskusikan hasil

pengerjaan individunya.

5 Para siswa mencatat hasil

diskusi tersebut, dan guru

mengumpulkan hasil diskusi

dari tiap-tiap kelompok.

6 Kedua pasangan lalu bertemu

kembali dalam kelompoknya

masing-masing untuk

menshare hasil diskusinya.

Setelah itu masing-masing

kelompok

menshare/mempresentasikan

hasil diskusinya.

6 Kemudian tiap kelompok

diskusi

melaporkan/mempresentasikan

hasil diskusinya. Hasil-hasil

yang dilaporkan ditanggapi oleh

semua siswa (kelompok lain)

dan guru. Guru memberi ulasan

terhadap hasil diskusi.

7 Guru melakukan evaluasi dan

penutup.

7 Guru melakukan evaluasi dan

penutup.

Langkah-langkah metode TPS di atas sudah dimodifikasi oleh peneliti, karena

pada umumnya pembelajaran yang dilakukan di Indonesia selalu diawali

dengan pembukaan dan diakhiri dengan penutup.

2.1.8 Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

2.1.8.1 Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Berdasarkan Depdiknas (2002 : 7), konsep

kewarganegaraan merupakan materi yang memfokuskan

pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,

sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa, untuk

menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,

dan berkarakter, sesuai dengan yang diamanatkan oleh

Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Chamim (dalam Ine Kusuma, 2010 : 40 )

43

Pendidikan Kewarganegaraan bagi bangsa Indonesia

berarti pendidikan pengetahuan, sikap mental, nilai-nilai,

dan perilaku yang menjunjung tinggi demokrasi, sehingga

terwujud warga masyarakat yang demokratis dan mampu

menjaga persatuan dan integritas bangsa guna

mewujudkan Indonesia yang kuat, sejahtera, serta

demokratis.

Menurut Mawardi (2009 : 34) mengemukakan

bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan mata

pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga

negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-

hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara yang baik,

cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh

pancasila dan UUD 1945.

Pada tahun 2006, keluar Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia

Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan

Kewarganegaraan untuk tingkat Sekolah Dasar sampai

Sekolah Menengah Atas merupakan mata pelajaran yang

berdiri sendiri. Dalam Permendiknas tersebut dijelaskan

bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warga negara yang memahami dan mampu

44

melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi

warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan

berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD

1945.

Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan agar

kita memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela

negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku

sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan

pancasila (Sumarsono, 2001 : 3). Semua itu diperlukan

demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa hakikat Pendidikan

Kewarganegaraan adalah untuk membekali peserta didik

dengan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan

warga negara Indonesia dan pengembangan karakter

warga negara yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan

UUD 1945, karena itu mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan dilaksanakan di sekolah hingga di

perguruan tinggi.

2.1.8.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan

dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta

tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan

45

nusantara serta ketahanan nasional dalam diri seseorang

(Sumarsono, 2001 : 4). Sedangkan menurut Mukhamad

Murdiono (2012 : 49) Pendidikan Kewarganegaraan

bertujuan membekali siswa agar memiliki kemampuan

untuk berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab

serta bertindak cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan

juga membekali siswa memiliki kemampuan untuk dapat

berkembang secara positif dan demokratis. Sikap

demokratis yang hendak dikembangkan dalam pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan adalah sikap yang sesuai

dengan karakter masyarakat Indonesia (Mukhamad

Murdiono, 2012 : 49).

Tujuan mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan dalam Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22

tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan

Kewarganegaraan adalah : a) berpikir secara kritis,

rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan, b) berpartisipasi secara bermutu dan

bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam

kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta

anti korupsi, c) berkembang secara positif dan demokratis

46

untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter

masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan

bangsa-bangsa lainnya, d) berinteraksi dengan bangsa-

bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau

tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi

dan komunikasi.

2.1.8.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

(Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006

tentang Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan, ada

delapan ruang lingkup pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan untuk tingkat Sekolah Dasar dan

Menengah yakni : a) Persatuan dan Kesatuan Bangsa,

meliputi : hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan,

kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda,

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi

dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), keterbukaan dan

jaminan keadilan. b) Norma, Hukum dan Peraturan,

meliputi : tertib dalam kehidupan keluarga, tertib di

sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-

peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan

47

nasional, hukum dan peradilan Internasional. c) Hak Asasi

Manusia, meliputi : hak dan kewajiban anak, hak dan

kewajiban anggota masyarakat, Instrumen Nasional dan

Internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan

perlindungan HAM. d) Kebutuhan warga negara, meliputi

: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga

masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan

mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama,

prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara. e)

Konstitusi Negara, meliputi : Proklamasi kemerdekaan

dan konstitusi pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah

digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan

konstitusi. f) Kekuasaan dan Politik, meliputi :

pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah

dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem

politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju

masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam

masyarakat demokrasi. g) Pancasila, meliputi : kedudukan

pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses

perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan

nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari,

pancasila sebagai ideologi terbuka. h) Globalisasi,

meliputi : globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri

48

Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan

Internasional dan organisasi Internasional, dan

mengevaluasi globalisasi.

Depdiknas (dalam Ine Kusuma, 2010 : 53) ruang

lingkup materi PPKn dalam aspek berbangsa dan

bernegara, ke dalam komponen bahan ajar dan sub

komponen bahan ajar sebagai berikut: a) Persatuan Bangsa

: hidup bersama, hidup rukun dalam perbedaan, Sumpah

Pemuda, wawasan nusantara, partisipasi masyarakat dalam

era otonomi, kewajiban membela negara, keterbukaan dan

jaminan keadilan, b) Peraturan, Norma, dan Hukum : Tata

tertib di rumah, tata tertib di sekolah, norma masyarakat,

peraturan-peraturan daerah, peraturan perundang-

undangan nasional, hukum dan pengadilan nasional,

hukum dan pengadilan Internasional, c) Hak Asasi

Manusia: manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,

kebutuhan hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban

individu, tanggung jawab untuk melindungi HAM,

instrumen nasional HAM, Instrumen Internasional HAM,

penegakan HAM dan implikasinya, d) Kebutuhan Hidup

Warga Negara : kebutuhan berteman, kebutuhan hidup

damai, kebutuhan harga diri, kebebasan berorganisasi,

kemerdekaan mengeluarkan pendapat, perlindungan

49

hukum, kebutuhan berprestasi, e) Konstitusi Negara :

persiapan kemerdekaan dan proses perumusan dasar

negara, proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang

pertama, konstitusi-konstitusi lain yang pernah dipakai

Indonesia, konstitusi di beberapa negara, f) Kekuasaan dan

Politik : pemerintah daerah, pemerintah pusat, kedaulatan

rakyat dan sistem politik, sikap politik dan pengaruhnya,

sistem pemerintahan dan politik di beberapa negara, g)

Masyarakat Demokratis : menghargai pendapat orang lain,

tanggung jawab dan toleransi, pengadaan dan

pemeliharaan fasilitas umum, hubungan warga negara dan

negara, pemilihan pemimpin politik dan pejabat negara

dalam budaya demokrasi, peranan pers dalam kehidupan

masyarakat yang demokratis, pilar-pilar demokrasi, g)

Nilai-nilai Pancasila : berbuat baik kepada sesama anak,

berbicara dan berperilaku jujur, pancasila sebagai tuntunan

hidup bangsa, instrumen penerapan pancasila,

perbandingan ideologi pancasila dengan ideologi lain,

semangat kebangsaan, kajian kritis terhadap nilai-nilai

positif bangsa-bangsa lain, i) Globalisasi : pertukaran

budaya antar bangsa, politik luar negeri, konflik

kepentingan antar bangsa, kerjasama dan perjanjian

Internasional, pengaruh globalisasi terhadap bangsa dan

50

negara Indonesia.

Guru yang profesional harus memiliki kemampuan

untuk mengembangkan dan mengelola pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan dengan memilih materi dan

strategi pembelajaran yang sesuai agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

Menurut Sumarsono (2001 : 6) Pendidikan

Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap

mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari

peserta didik. Sikap ini disertai perilaku yang a) beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan

menghayati nilai-nilai falsafah bangsa, b) berbudi pekerti

luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara, c) rasionalis, dinamis, dan sadar akan hak dan

kewajiban sebagai warga negara, d) bersifat profesional,

yang dijiwai oleh kesadaran bela negara, e) aktif

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni

kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.

51

2.2 Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu :

1. “Studi Komparasi Hasil Belajar Pendidikan

Kewarganegaraan antara Metode Konvensional dengan Metode

Diskusi Pada Siswa Kelas VIII SMP N 2 Kalasan” oleh Winda

Nova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang

signifikan antara hasil belajar PKn antara siswa yang diajarkan

melalui metode konvensional dengan metode diskusi pada siswa

kelas VIII SMP N 2 Kalasan. Hal ini dibuktikan dari nilai thitung

lebih besar daripada ttabel (thitung : 6,309 > ttabel : 2,000), dan nilai

signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi

5% (0,000 < 0,05). Dengan demikian pembelajaearan dengan

metode diskusi lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar

daripada pembelajaran konvensional (7,2569 > 6,1528).

Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas terletak pada

penggunaan salah satu variabel bebas dan variabel terikatnya,

sedangkan perbedaanya terletak pada tempat dan waktu

penelitian, materi yang digunakan, sampel, dan populasi.

Populasi penelitian di atas adalah siswa kelas VIII SMP N 2

Kalasan sedangkan populasi penelitian ini adalah siswa kelas

VIII SMPN 2 Tuntang.

2. “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar PKn Melalui Metode

Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) Bagi Siswa Kelas VII C

52

SMP N 3 Prambanan Tahun Ajaran 2009/2010” oleh Dita Wahyu

Tri Utamaningsih. Skripsi Program Studi Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penelitian skripsinya diungkapkan bahwa metode

pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dapat meningkatkan

prestasi belajar Siswa Kelas VII C SMP N 3 Prambanan Tahun

Ajaran 2009/2010. Kriteria keberhasilan tindakan untuk prestasi

belajar adalah dengan batas tuntas 70 (KKM = 70) dan

ketuntasan kelas sebesar 85%. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar PKn pada kondisi awal

(tes kemampuan awal), siklus I dan siklus II. Pada nilai tes

kemampuan awal rata-rata kelas hanya 53,5 dengan ketuntasan

kelas sebesar 16,7% dan siswa yang memperoleh ≥ 70 berjumlah

5 siswa. pada siklus I mengalami peningkatan yaitu rata-rata

kelas menjadi 69,7 dan ketuntasan kelas meningkat menjadi

53.3% (mengalami peningkatan sebesar 36,6%) dan siswa yang

memeperoleh ≥ 70 berjumlah 16 siswa. Selanjutnya pada siklus

ke II juga mengalami peningkatan rata-rata kelas menjadi 81,6

dan ketuntasan kelas menjadi 86,7% (mengalami peningkatan

sebesar 33,4%) dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 berjumlah

26 siswa

Dari penelitian di atas tersebut menyatakan bahwa metode

TPS dapat meningkatkan hasil belajar, dengan begitu metode

53

TPS dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk

meningkatkan hasil belajar. Persamaannya dengan penelitian ini

salah satu metode yang digunakannya yaitu metode Think Pair

Share (TPS).

3. “Komparasi Metode Team Group Tournament (TGT) dan

Metode Think Pair Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar IPS

Siswa Kelas IX SMP Negeri Kebakkramat” oleh Dyah Ayu Nur.

Skripsi Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Hasil penelitian

menunjukkan : (1) Terdapat perbedaan penggunaan metode TGT

dan TPS terhadap hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP

Negeri Kebakkramat. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data

yang menunjukkan rata-rata kelas metode TGT sebesar 77,41 dan

rata-rata kelas metode TPS sebesar 82,41 di mana selisihnya

sebesar -4,90 dengan signifikansi 0,000 (sangat signifikan). (2)

Terdapat pengaruh penggunaan metode TGT dan metode TPS

terhadap hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP Negeri

Kebakkramat. Hal ini dapat dilihat dengan harga t sebesar -7,479

dengan signifikansi sebesar 0,000 (sangat signifikan). (3) Besar

pengaruh penggunaan metode TGT dan metode TPS terhadap

hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP Negeri

Kebakkramat yaitu sebesar 27%. Kesimpulan penelitian ini

adalah terdapat perbedaan penggunaan metode TGT dan metode

54

TPS terhadap hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP

Negeri Kebakkramat. Nilai rata-rata kelas metode TPS lebih

tinggi daripada kelas metode TGT. Persamaan penelitian ini

dengan penelitian di atas terletak pada penggunaan salah satu

variabel bebas dan variabel terikatnya, sedangkan perbedaannya

terletak pada tempat dan waktu penelitian, materi yang

digunakan, sampel, dan populasi.

2.3 Kerangka Berpikir

Proses Pembelajaran

Metode TPS Metode Diskusi

Kelompok

Melibatkan semua siswa secara

langsung dalam proses

pembelajaran

Siswa dapat menguji tingkat

pengetahuan dan penguasaan

bahan pelajarannya masing-

masing

Melatih siswa dalam

menyelesaikan masalah secara

berkelompok

Memupuk siswa saling

menghargai pendapat orang lain

Siswa mampu berpikir secara

individu dan kelompok

Mengoptimalkan partisipasi siswa

Siswa mampu mengeluarkan

pendapat

Siswa saling bekerja sama dan

saling membantu

Siswa saling menghargai pendapat

dari teman

Siswa bertanggung jawab terhadap

tugas

Hasil Belajar

Baik

Hasil Belajar

Kurang Baik

55

Proses Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang terdiri

dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain,

komponen tersebut meliputi tujuan, materi, metode dan evaluasi. Kegiatan

pembelajaran dilakukan dengan metode diskusi kelompok dan TPS. Dari

penerapan metode TPS dan diskusi kelompok akan dilihat pengaruhnya

terhadap hasil belajar siswa. Secara teori metode diskusi kelompok adalah

suatu cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberi kesempatan

kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan

perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan,

atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Metode

diskusi kelompok mendorong siswa untuk saling berinteraksi antara siswa

dengan siswa untuk saling bertukar pikiran dan pendapat dengan tujuan

mencari pemecahan atas suatu masalah secara bersama-sama.

Metode ini memang efektif digunakan di dalam proses

pembelajaran, namun tidak semua siswa dapat terlibat secara langsung

dalam proses diskusi. Diskusi dapat didominasi oleh beberapa siswa yang

menonjol dan siswa yang suka berbicara, sementara siswa yang kurang

berani mengemukakan pendapatnya cenderung pasif dan hanya sebagai

pendengar.

Sedangkan metode TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif

yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Secara teori

metode TPS adalah metode pembelajaran yang dirancang agar siswa

56

bekerja sama dalam kelompok dengan tahap thinking (berfikir), pairing

(berpasangan) dan sharing (berbagi). Metode TPS mampu membuat

siswa berpikir secara individu maupun kelompok, dan siswa dapat saling

bekerja sama serta saling membantu sesama anggota kelompok hal ini

dapat mengoptimalkan partisipasi masing-masing siswa, dan semua

siswa aktif. Sedangkan kelemahannya antara lain peralihan dari seluruh

kelas ke kelompok kecil menyita waktu, banyak kelompok yang kurang

dimonitor oleh guru, membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan

ruangan kelas, banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.

Walaupun kedua metode sama-sama memiliki kelemahan, namun

kelemahan metode diskusi kelompok lebih dominan.

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka

hipotesisnya adalah Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara

metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan metode

diskusi kelompok terhadap hasil belajar PKn siswa kelas VIII di

SMP Negeri 2 Tuntang Semester Ganjil Tahun Ajaran 2015/2016.

Adapun perbedaannya siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

metode TPS lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran

dengan metode diskusi kelompok.

57

58

59

60

61

62

63