Upload
arrddiannssyyah-rrezza
View
547
Download
42
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pendidikan
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berubahnya sistem pendekatan pembelajaran dan bergesernya
tujuan pendidikan, memasuki abad 21 tugas dan peranan pendidik memiliki
pengaruh dalam proses pembelajaran. Pada abad ini diperlukan individu-individu
yang menguasai keterampilan-keterampilan, yang meliputi: cerdas intelektual,
cerdas vocational, cerdas emosional, cerdas moral, dan cerdas spiritual. Oleh
karena itu tantangan pendidik adalah menjadikan peserta didik di sekolah saat ini
menjadi individu cerdas yang mandiri, unggul, dan tangguh yang mampu bertahan
di abad 21. Sehingga inovasi dalam bidang pendidikan sangat diperlukan. Inovasi
tersebut dapat diawali dengan mengubah paradigma mengenai pendidikan itu
sendiri ke arah yang lebih baik. Selanjutnya bergantung pada kualitas pendidik
sebagai pemeran utama. Dalam hal ini pendidik memiliki peran yang sangat vital
dan fundamental dalam membimbing, mengarahkan, dan mendidik peserta didik
dalam proses pembelajaran (Davies dan Ellison, 1992).
Pada abad pengetahuan, yaitu abad 21, diperlukan sumber daya manusia
dengan kualitas tinggi yang memiliki keahlian, yaitu mampu bekerja sama,
berpikir tingkat tinggi, kreatif, terampil, memahami berbagai budaya, mampu
berkomunikasi, dan mampu belajar sepanjang hayat (life long leaning) (Smith,
2000). Johnson (2002) mengemukakan bahwa, pada abad pengetahuan, modal
intelektual, khususnya kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking),
merupakan kebutuhan sebagai tenaga kerja yang handal. Semua pendapat para
ahli ini mendukung pendapat John Dewey (Johnson, 2002) yang sejak awal
mengharapkan agar siswa diajarkan kecakapan berpikir. Oleh karena itu,
penanganan kecakapan berpikir kritis-kreatif sangat penting diintegrasikan dalam
setiap mata pelajaran.
Agar membantu siswa mengembangkan potensi intelektual mereka, salah
satunya dengan menerapkan pembelajaran kontekstual (Johnson, 2002).
Pembelajaran ini memungkinkan siswa belajar melalui langkah-langkah yang
dapat digunakan dalam berpikir kritis dan kreatif serta memberikan kesempatan
1
untuk menggunakan keahlian berpikir tingkat tinggi ini, dalam menghadapi
kehidupan nyata. Menggunakan keahlian berpikir tingkat tinggi dalam kehidupan
sehari-hari, memungkinkan siswa mempunyai kebiasaan berpikir mendalam dan
kebiasaan menjalani hidup dengan pendekatan yang cerdas, seimbang dan dapat
dipertanggungjawabkan (Sizer, 1992 dalam Jonhson 2002).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam hal ini adalah berpikir kritis dan
kreatif, memberikan arah yang jelas bagi siswa di era globalisasi ini yang arah dan
perkembangan pemikiran orang tidak pernah urut dan runtut melainkan acak dan
tidak dapat diduga sebelumnya. Berpikir kritis dan kreatif memungkinkan siswa
untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berbagai masalah
dengan cara yang terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif dan merancang
solusi orisinal. Apabila anak-anak diberikan kesempatan untuk menggunakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi pada berbagai tingkatan kelas, memungkinkan
mereka akan terbiasa membedakan antara kebenaran dan kebohongan, penampilan
dan kenyataan, fakta dan opini serta pengetahuan dan keyakinan. Dengan
demikian secara alami siswa akan membangun argument dengan menggunakan
bukti yang dapat dipercaya dengan logika yang masuk akal. Beberapa uraian
diatas menjadi latar belakang kami menyusun makalah dengan judul “Kecakapan
Berpikir”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian kecakapan berfikir?
2. Bagaimanakah macam-macam kecakapan berpikir?
3. Bagaimanakah kerangka kerja kecakapan berpikir?
4. Bagaimanakah penilaian kecakapan berpikir?
2
BAB IIPEMBAHASAN
A. Pengertian Kecakapan Berpikir
Pengertian berpikir mengacu pada serentetan proses-proses kegiatan
merakit, menggunakan, dan memperbaiki model-model simbolik internal
(Gilhooly, 1982).
Model-model tersebut di antaranya adalah:
Wujud ciptaan yang mewakili suatu kenyataan.
Kenyataan hasil membayangkan sesuatu peristiwa tertentu.
Model abstrak yang dilukiskan dalam pikiran dan perasaan.
Kecakapan berpikir pada dasarnya merupakan kecakapan menggunakan
pikiran/ rasio kita secara optimal. Kecakapan berpikir mencakup antara lain
kecakapan menggali dan menemukan informasi (information
searching), kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara
cerdas (information processing and decision making skills), serta kecakapan
memecahkan masalah secara arif dan kreatif (creative problem solving skill) .
1. Kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan kecakapan dasar,
yaitu membaca, menghitung dan melakukan observasi. Oleh karena itu, anak
belajar membaca bukan sekedar “membunyikan huruf dan kalimat”, tetapi
mengerti maknanya, sehingga yang bersangkutan dapat mengerti informasi apa
yang terkandung dalam bacaan tersebut. Siswa yang belajar berhitung,
hendaknya bukan sekedar belajar secara mekanistik menerapkan kalkulasi
angka dan bangun, tetapi mengartikan apa informasi yang diperoleh dari
kalkulasi itu. Oleh karena itu kontekstualisasi Matematika atau mata pelajaran
lainnya menjadi sangat penting, agar siswa mengerti makna dari apa yang
dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, sebagai suatu informasi.
2. Kecakapan melakukan observasi sangat penting dalam upaya menggali
informasi. Observasi dapat dilakukan melalui pengamatan fenomena alam
lingkungan, melalui berbagai kejadian sehari-hari, peristiwa yang teramati
langsung maupun dari berbagai media cetak dan elektronik, termasuk internet.
Seringkali kita melihat banyak hal, tetapi apa yang kita lihat tidak menjadi
3
informasi yang bermakna, karena kita sekedar melihat dan tidak memaknai apa
yang kita lihat. Melihat dengan cermat dan memaknai apa yang dilihat itulah
yang disebut observasi. Kata-kata bijak: “siapa yang menguasai informasi akan
memenangkan suatu kompetisi” perlu dikembangkan dalam pendidikan.
3. Agar informasi yang terkumpul lebih bermakna harus diolah. Hasil olahan
itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh manusia. Oleh karena itu, kecakapan
berpikir tahap berikutnya adalah kecakapan mengolah informasi. Mengolah
informasi artinya memproses informasi tersebut menjadi simpulan. Sebagai
contoh, jika kita memiliki banyak informasi tentang harga buku yang sedang
kita cari, kita harus mengolahnya menjadi simpulan buku di toko mana yang
paling murah, yang mutunya paling baik, yang mudah dicapai dari tempat
tinggal, dan sebagainya. Untuk dapat mengolah suatu informasi diperlukan
kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat
analogi, sampai membuat analisis sesuai dengan informasi yang diolah maupun
tingkatan simpulan yang diharapkan. Oleh karena itu kemampuan-kemampuan
tersebut penting untuk dikembangkan melalui mata pelajaran yang sesuai.
Melalui mata pelajaran Biologi, siswa dapat mengolah informasi tentang buah-
buahan, sehingga siswa dapat menyimpulkan buah apa yang kandungan
vitaminnya banyak, harganya relatif murah dan mudah didapat. Dengan prinsip
serupa, mata pelajaran lainnya juga dapat mengembangkan kecakapan
mengolah informasi.
4. Jika informasi telah diolah menjadi suatu simpulan, maka tahap berikutnya
orang harus mengambil keputusan berdasarkan simpulan-simpulan tersebut.
Fakta menunjukkan seringkali orang takut mengambil keputusan karena takut
menghadapi risiko yang muncul, pada hal informasi untuk dasar pengambilan
keputusan telah tersedia.
B. Macam Kecakapan Berpikir
Kecakapan berfikir diarahkan untuk memecahkan masalah, dapat
dilukiskan sebagai upaya mengeksplorasi model-model tugas pelajaran di sekolah
agar model-model itu menjadi lebih baik dan memuaskan. Terkadang model dapat
mendorong para pemikir untuk berpikir lebih jauh berdasarkan informasi
4
perseptual yang mantap yang diperoleh dari lingkungannya (Bruner, 1957), dan
mampu mengantisipasi hasil-hasilnya tanpa melalui perlakuan mencoba salah
(tryal and error).
Terdapat dua jenis berpikir, yaitu :
1. Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan bagian dari keterampilan berpikir, yang
berhubungan dengan apa yang seharusnya dipercaya atau dilakukan disetiap
situasi atau peristiwa. Warnick(2006) mengatakan bahwa sesungguhnya berpikir
kritis adalah suatu proses keterampilan berpikir yang terjadi pada diri seseorang
serta bertujuan untuk membuat keputusan-keputusan yang rasional mengenai
sesuatu yang dapat diyakini kebenarannya. Jadi, keterampilan berpikir kritis tidak
lain merupakan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah (problem
solving) yang menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya. Sehingga, ada dua
hal tanda utama berpikir kritis. Pertama, berpikir kritis adalah berpikir layak,
memandu ke arah berpikir deduksi dan pengambilan keputusan yang benar dan
didukung oleh bukti-bukti yang benar. Kedua, berpikir kritis adalah berpikir
reflektif yang menunjukkan kesadaran yang utuh dari langkah-langkah berpikir
yang mengarah kepada deduksi dan pengambilan keputusan.
Menurut Nickerson et al (1987), dan Muijs & Reynolds (2008), ada empat
macam program utama yang terkait dengan keterampilan berpikir, yaitu;
pendekatan keterampilan problem-solving atau disebut pendekatan heuristik yaitu
dengan mengurai masalah agar lebih mudah dikerjakan, metacognitive atau
refleksi diri tentang pikirannya, open-ended yaitu mengembangkan keterampilan
tingkat tinggi, dan berpikir formal yaitu untuk membantu siswa menjalani transisi
antara tahap perkembangan dengan lebih mudah.
Berpikir kritis adalah proses dimana seseorang mencoba menjawab
pertanyaan yang sulit yang informasinya tidak ditemukan pada saat ini secara
rasional. Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik
dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah
dengan menganalisis dan menginterpretasikan data dalam kegiatan inkuiri ilmiah
(Johnson, 2002). Berkenaan dengan berpikir kritis, pendidik/dosen seharusnya
5
mengajar mahasiswa bagaimana berpikir (how to think) bukan mengajarnya apa
yang dipikirkan (what to think). Dengan demikian peserta didik akan menjadi
pemikir kritis/critical thinker dan pemikir independent/independent thinker
(Johnson, 2002).
Menurut Perkin (1992), berpikir kritis itu memiliki 4 karakteristik, yakni
(1) bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita
terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan logis, (2) memakai standar
penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dan membuat keputusan, (3)
menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk
menentukan dan menerapkan standar, (4) mencari dan menghimpun informasi
yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu
penilaian.
Keterampilan berpikir kritis dan komponennya dapat dikembangkan dan
digunakan dengan baik ketika mempelajari suatu pengetahuan. Guru/dosen dan
instruktur perlu meminta mahasiswa untuk menggunakan keterampilan ini yang
mencakup berpikir kritis, analisis, sintesis, dan evaluasi pada kegiatan
pembelajaran, meliputi: diskusi, kegiatan lapangan, praktikum, dan mahasiswa
mengevaluasi sendiri keterampilan itu (Mustaji, 2013).
2. Berpikir Kreatif
Nelson (1992), menyatakan bahwa kecakapan berpikir kreatif adalah
keterampilan kognitif untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan baru,
ide baru sebagai pengembangan dari ide yang telah lahir sebelumnya dan
keterampilan untuk memecahkan masalah secara divergen (dari berbagai sudut
pandang). Pemecahan masalah akan selalu berkaitan dengan kemampuan berpikir
kreatif, untuk mampu berpikir kreatif haruslah dilalui beberapa tingkatan atau
tahapan dalam proses kreatif itu sendiri (Osborne, J.W. 1999) .
Pentingnya kreativitas bagi untuk pemecahan masalah. Perumusan suatu
masalah seringkali lebih penting daripada penyelesaiannya yang mungkin hanya
merupakan persoalan ketrampilan matematis dan eksperimental semata.
Pemecahan masalah selain berorientasi pada perumusannya juga diartikan
penyelesaian masalahnya, perbedaan pendapat diungkapkan secara jelas. Berpikir
6
kreatif, sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan
penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai
saat ini masih kurang mendapatkan perhatian dalam pendidikan formal.
Kreativitas dapat dilihat dari 3 aspek yakni sebuah kemampuan, perilaku,
dan proses.
a. Sebuah kemampuan
Kreativitas adalah sebuah kemampuan untuk memikirkan dan menemukan
sesuatu yang baru, menciptakan gagasan-gagasan baru dengan cara
mengkombinasikan, mengubah atau menerapkan kembali ide-ide yang telah
ada.
b. Sebuah perilaku
Kreativitas adalah sebuah perilaku menerima perubahan dan kebaruan,
kemampuan bermain-main dengan berbagai gagasan dan berbagai
kemungkinan, cara pandang yang fleksibel, dan kebiasaan menikmati sesuatu.
c. Sebuah proses
Kreativitas adalah proses kerja keras dan berkesimbungan dalam
menghasilkan gagasan dan pemecahan masalah yang lebih baik, serta selalu
berusaha untuk menjadikan segala sesuatu lebih baik.
Penelitian Brookfield (1987) menunjukkan bahwa orang yang kreatif
biasanya (1) sering menolak teknik yang standar dalam menyelesaikan masalah,
(2) mempunyai ketertarikan yang luas dalam masalah yang berkaitan maupun
tidak berkaitan dengan dirinya, (3) mampu memandang suatu masalah dari
berbagai perspektif, (4) cenderung menatap dunia secara relatif dan kontekstual,
bukannya secara universal atau absolut, (5) biasanya melakukan pendekatan trial
and error dalam menyelesaikan permasalahan yang memberikan alternatif,
berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam menghadapi perubahan demi
suatu kemajuan.
Marzano (1988) mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif seseorang
harus: (1) bekerja di ujung kompetensi bukan ditengahnya, (2) tinjau ulang ide,
(3) melakukan sesuatu karena dorongan internal dan bukan karena dorongan
eksternal, (4) pola pikir divergen/ menyebar, (5) pola pikir lateral/ imajinatif.
7
Menurut Guilford (dalam Hudgins, 1983) tentang kreativitas berkaitan
dengan berfikir divergen yang faktor utamanya adalah fluency, flexibility, dan
elaboration. Torrance (dalam Hudgins,1983) menambahkan faktor originality
sebagai konsep yang fundamental dalam berfikir divergen.
Menurut Costa (2001) komponen berfikir divergen terdiri atas problem
sensitivity, fluency, flexibility, dan originality dengan penjelasan sebagai berikut :
problem sensitivity (kepekaan masalah) adalah kemampuan mengenal adanya
suatu masalah atau mengabaikan fakta yang kurang sesuai untuk mengenal
masalah yang sebenarnya. Fluency (kelancaran) adalah kemampuan membangun
banyak ide. Semakin banyak ide yang didapat berpeluang untuk mendapatkan ide
yang bagus. Flexibility (keluwesan) adalah kemampuan membangun ide yang
beragam, yaitu kemampuan untuk mencoba berbagai pendekatan dalam
memecahkan masalah. (4) originality (keaslian) adalah kemampuan untuk
menghasilkan ide-ide yang luar biasa yang tidak umum.
C. Kerangka Kerja Kecakapan Berpikir
Robert Marzano (2000), mengembangkan kerangka kerja kecakapan
berpikir yang memadukan berbagai faktor yang berjangkauan luas, mempengaruhi
bagaimana siswa berpikir, dan menghadirkan teori berbasis riset untuk membantu
para guru memperbaiki kecakapan berpikir para siswanya.
Kerangka kerja kecakapan berpikir yang dikembangkan Marzano dibuat
dari tiga sistem dan Domain Pengetahuan, yang kesemuanya penting untuk
berpikir dan belajar. Ketiga sistem tersebut adalah Sistem-Diri (Self-System),
Sistem Metakognitif, dan Sistem Kognitif. Sewaktu berhadapan dengan pilihan
untuk memulai tugas baru, Sistem-Diri memutuskan apakah melanjutkan
kebiasaan yang dijalankan saat ini atau masuk dalam aktivitas baru; Sistem
Metakognitif mengatur berbagai tujuan dan menjaga tingkat pencapaian tujuan-
tujuan tersebut; Sistem Kognitif memroses seluruh informasi yang dibutuhkan,
dan Domain Pengetahuan menyediakan isinya.
Berikut adalah gambaran mengenai kerangka kerja kecakapan berpikir
yang dikemukakan oleh Robert Marzano.
8
Kerangka Kerja Kecakapan Berpikir
Sistem DiriKeyakinan tentang Pentingnya Pengetahuan
Keyakinan tentang Keefektifan
Emosi yang berhubungan dengan Pengetahuan
Sistem MetakognisiPenentuan Berbagai Tujuan Belajar
Pemantauan dari Pengetahuan
Pemantauan Kejelasan
Pemantauan Ketepatan
Sistem KognitifPenarikan Kembali
Pemahaman Analisis Pemanfaatan Pengetahuan
Mengingat kembali
Sintesa Kecocokan Pengambilan Keputusan
Keterwakilan Pengklasifikasian Pemecahan Masalah
Analisis KesalahanPertanyaan Percobaan
Generalisasi PenyelidikanSpesifikasi
Domain PengetahuanInformasi Beragam Prosedur
MentalBeragam Prosedur Fisik
1. Sistem Diri
Sistem Diri meliputi berbagai sikap, keyakinan dan perasaan yang
menentukan motivasi seseorang untuk menyelesaikan tugas. Berbagai faktor yang
berkontribusi untuk motivasi adalah: kepentingan, keefektifan dan emosi.
a. Kepentingan
Saat seorang siswa berhadapan dengan sebuah tugas pelajaran, satu dari
berbagai tanggapannya adalah untuk menentukan bagaiman pentingnya tugas
tersebut untuknya. Apakah ini sesuatu yang ingin ia pelajari atau sesuatu yang ia
yakini ia butuhkan untuk dipelajari? Akankah pelajaran membantunya
menyelesaikan tujuan yang telah ditentukan di awal?
b. Keefektifan
Keefektifan, sebagaimana dijelaskan oleh seorang pembuat teori pelajaran
sosial, Albert Bandura (1994), mengacu pada keyakinan banyak orang mengenai
9
kemampun mereka menyelesaikan sebuah tugas dengan sukses. Siswa dengan
tingkat kefektifan yang tinggi menghadapi berbagai tugas yang menantang,
dengan keyakinan bahwa meraka memiliki berbagai sumber untuk sukses. Para
siswa menjadi terlibat secara mendalam pada tugas-tugas ini, fokus pada
pengerjaan tugas, dan mengatasi berbagai tantangan.
Bandura menjelaskan beberapa cara dimana para siswa dapat
mengembangkan berbagai perasaan keefektifan diri sendiri. Cara yang paling kuat
adalah melalui berbagai pengalaman sukses. Pengalaman terlalu sulit atau terlalu
mudah. Mengulang kesalahan melemahkan keefektifan diri sendiri, tetapi sukses
yang berlebihan pada berbagai tugas sederhana menggagalkan rasa dari
fleksibilitas yang dibutuhkan untuk tetap fokus pada berbagai tugas yang sulit.
c. Emosi
Meskipun para siswa tidak dapat mengendalikan emosinya yang
berhubungan dengan pengalaman belajar, perasaan ini memiliki dampak besar
pada motivasi. Pelajar yang efektif menggunakan kecakapan metakognitifnya
untuk membantu mereka berdamai dengan berbagai tanggapan emosional dan
mengambil keuntungan dari berbagai tanggapan positif. Sebagai contoh, seorang
siswa dengan emosi negatif yang membaca berbagai materi teknis dapat
memutuskan untuk membaca buku teks kimianya saat terjaga, lebih daripada
sesaat sebelum ia tidur.
2. Sistem Metakognitif
Sistem Metakognitif adalah “pengendalian misi” dari proses berpikir dan
mengatur semua sistem lainnya. Sistem ini menentukan berbagai tujuan dan
membuat berbagai keputusan tentang informasi apa yang dibutuhkan dan proses
kognitif apa yang sangat sesuai dengan tujuan. Ia kemudian memantau berbagai
proses dan membuat perubahan sebagaimana yang dibutuhkan. Penelitian atas
metakognisi, khususnya dalam sastra dan matematika, membuat sebuah kasus
meyakinkan yang mengarahkan dan mendukung dalam pengendalian dan
pengaturan berbagai proses berpikir dapat memiliki dampak yang kuat atas
pencapaian (Paris, Wasik, turner, 1991; Schoenfeld, 1992).
10
3. Sistem Kognitif
Proses mental dalam Sistem Kognitif dilaksanakan dari domain
pengetahuan. Proses ini memberi banyak orang akses informasi dan prosedur
dalam ingatan mereka dan membantunya memanipulasi dan menggunakan
pengetahuan ini. Marzano memecah Sistem Kognitif ke dalam empat komponen:
penarikan pengetahuan, pemahaman, analisis, dan penggunaan pengetahuan.
Setiap proses terbentuk dari seluruh proses sebelumnya. Pemahaman, sebagai
contoh, membutuhkan penarikan pengetahuan; analisis membutuhkan
pemahaman, dan seterusnya.
a. Penarikan Pengetahuan
Seperti komponen pengetahuan dari Taksonomi Bloom, Penarikan
Pengetahuan melibatkan pemanggilan kembali informasi dari ingatan tetap. Pada
tingkat pemahaman ini, siswa lebih banyak memanggil berbagai fakta, urutan,
atau proses tepat saat mereka ada.
b. Pemahaman
Pada tingkat yang lebih tnggi, Pemahaman menuntut identifikasi apa yang
penting untuk diingat dan menempatkan informasi ke dalam berbagai kategori
yang sesuai. Oleh karena itu, kecakapan awal dari pemahaman, sintesis,
membutuhkan identifikasi dari komponen-komponen paling penting dari sebuah
konsep dan penghilangan semua hal yang tidak signifikan. Sebagai contoh, siswa
yang belajar tentang ekspedisi Lewis dan Clark seharusnya sulit untuk mengingat
rute yang diambil para penjelajah tetapi tidak sulit untuk mengingat berapa
banyak senjata yang mereka bawa. Tentu saja, apa yang penting untuk
dipertimbangkan dari berbagai konsep tergantung pada konteks yang dipelajari,
jadi informasi yang masuk tentang sebuah topik akan bervariasi terhadap situasi
dan siswa.
Melalui perwakilan, informasi diatur dalam berbagai kategori yang
membuatnya lebih efisien untuk dicari dan digunakan. Grafik Organiser, seperti
peta dan tabel, mendorong proses kognitif ini. Alat bantu berpikir interaktif
seperti misalnya Alat Bantu Ranking Visual yang mengijinkan siswa untuk
membandingkan pengujian mereka dengan yang lain, Alat Bantu Melihat Alasan
11
yang membantu siswa membuat peta sistem, dan Alat Bantu Menunjukkan Bukti,
yang mendukung pembuatan argumen yang baik, juga memberikan tujuan dari
mewakili pengetahuan.
c. Analisis
Lebih kompleks dibanding pemahaman sederhana, lima proses kognitif
dalam Analisis adalah penyesuaian, pengklasifikasian, analisis kesalahan, dan
Spesifikasi. Dengan terlibat dalam proses-proses ini, para pelajar dapat
menggunakan apa yang mereka pelajari untuk menghasilkan berbagai wawasan
baru dan menemukan berbagai cara menggunakan apa yang telah mereka pelajari
dalam berbagai situasi baru.
d. Penggunaan Pengetahuan
Tingkat akhir dari proses kognitif membahas penggunaan pengetahuan.
Marzano menyebut berbagai proses ini sebagai Penggunaan Pengetahuan, atau
Menggunakan Pengetahuan. Proses menggunakan pengetahuan adalah
penggunaan secara khusus berbagai komponen penting dari berpikir untuk
pelajaran berbasis proyek, mereka memasukkan berbagai proses yang digunakan
oleh banyak orang saat mereka ingin menyelesaikan sebuah tugas tertentu.
Pengambilan keputusan, sebuah proses kognitif melibatkan pengujian
berbagai pilihan untuk menentukan latihan yang paling sesuai untuk tindakan.
Pemecahan Masalah terjadi saat sebuah rintangan ditemui dalam pencapaian
sebuah tujuan. Sub-kecakapan untuk proses ini memuat identifikasi dan analisis
masalah.
Pertanyaan percobaan melibatkan pembangunan berbagai hipotesis tentang
fenomena fisik atau psikologis, membuat berbagai percobaan, dan menganalisa
hasil. Siswa kelas tiga yang merancang percobaan tanaman kacang dan
menganalisa kondisi-kondisi ideal untuk pertumbuhan adalah membuat
pertanyaan percobaan. Untuk informasi lebih lanjut mengenai proyek ini, lihat
Unit Plan, Ras Kacang Terbaik.
Investigasi mirip dengan pertanyaan percobaan tetapi melibatkan berbagai
kejadian masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Tidak seperti pertanyaan
percobaan yang memiliki berbagai aturan tertentu untuk bukti berdasar pada
12
analisis statistik, investigasi membutuhkan berbagai argumen yang logis. Dalam
sebuah pertanyaan percobaan, para pelajar mengamati dan mencatat langsung data
tentang fenomena. Dalam investigasi, informasi tidak didapat langsung. Ia datang
dari penelitian dan berbagai opini orang lain melalui tulisan, pembicaraan, dan
pekerjaan lain. Siswa fisika SMA yang meneliti berbagai isu fisika saat ini dan
menggunakan apa yang mereka pelajari untuk mengajak para pembuat undang-
undang untuk mendanai berbagai jenis penelitian tertentu adalah membuat
investigasi.
4. Domain Pengetahuan
Secara tradisional, fokus dari sebagian besar pengajaran adalah komponen
pengetahuan. Para siswa diasumsikan membutuhkan sejumlah besar pengetahuan
sebelum mereka dapat berpikir secara serius tentang sebuah mata pelajaran.
Sayangnya, dalam ruang kelas tradisional, pengajaran jarang didorong untuk
dapat lebih daripada sekedar penumpukan pengetahuan, menjadikan para siswa
bermental “filing cabinet” yang penuh dengan beragam fakta, yang sebagian besar
dengan cepat terlupakan setelah ujian akhir.
Pengetahuan adalah sebuah faktor penting dalam berpikir. Tanpa adanya
kecukupan informasi tentang mata pelajaran, sistem-sistem yang lain hanya
bekerja sedikit sekali dan tidak akan dapat merekayasa proses belajar dengan
sukses. Sebuah mobil bertenaga tinggi dengan semua fitur teknologi terakhir
tetaplah membutuhkan bahan bakar untuk menjadikannya berfungsi. Pengetahuan
adalah bahan bakar yang memberi tenaga pada proses berpikir.
Marzano mengidentifikasikan tiga kategori dari pengetahuan: informasi,
prosedur mental dan prosedur fisik. Secara sederhana, bayangkanlah informasi
adalah sebagai “apa” dari pengetahuan, dan berbagai prosedur terkait adalah
“bagaimana caranya”.
a. Informasi
Informasi terdiri dari pengorganisasian beragam gagasan, seperti prinsip-
prinsip, penyederhanaan, dan rincian, seperti kamus istilah dan fakta-fakta.
Berbagai prinsip dan penyederhanaan tersebut penting karena hal-hal tersebutlah
yang memungkinkan kita untuk dapat menyimpan lebih banyak informasi dengan
13
usaha yang lebih sedikit dengan menempatkan beragam konsep ke dalam berbagai
kategori. Sebagai contoh, seseorang dapat saja tidak pernah mendengar tentang
seekor akbash, tetapi begitu seseorang mengetahui bahwa hewan itu tergolong
seekor anjing, maka dia setidaknya akan mengetahui sedikit tentang akbash
tersebut.
b. Prosedur Mental
Berbagai prosedur mental dapat mencakup mulai dari beragam proses
yang rumit, seperti menulis sebuah kertas kerja yang penuh istilah sampai kepada
tugas-tugas yang lebih sederhana seperti taktik, algoritma, dan juga aturan-aturan
tunggal. Taktik, sebagaimana membaca peta, terdiri atas sekumpulan kegiatan
yang tidak perlu dilakukan dalam keteraturan yang khusus. Algoritma,
sebagaimana divisi penghitung yang panjang, mengikuti sebuah aturan kaku yang
tidak berubah oleh situasi. Aturan-aturan tunggal, seperti yang mencakup aturan
permodalan, hanya berlaku secara khusus untuk beberapa instansi khusus pula.
c. Prosedur Fisik
Tingkatan prosedur fisik dalam proses belajar bervariasi tergantung mata
pelajaran. Kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk membaca buku, sebagai
contoh, tidak lebih dari gerakan mata kiri ke mata kanan dan koordinasi minimum
yang dibutuhkan untuk membalikkan halaman buku. Di sisi lain, pendidikan
jasmani dan kejuruan membutuhkan beragam proses fisik yang luas dan canggih,
seperti bermain tennis atau membuat seperangkat mebel. Berbagai faktor yang
berkontribusi untuk proses-proses fisik yang efektif termasuk di dalamnya adalah
kekuatan, keseimbangan, keterampilan, ketangkasan, kecekatan, dan juga
kelincahan serta kecepatan bergerak. Banyak pula ragam kegiatan yang dapat
siswa nikmati di waktu senggangnya seperti berolahraga atau memainkan
permainan elektronik membutuhkan prosedur fisik yang lebih halus.
D. Penilaian Kecakapan Berpikir
Fungsi penilaian selain sebagai alat evaluasi proses pembelajaran,
feedback pembelajaran, dan meningkatkan motivasi, juga dapat melatih
keterampilan berpikir apabila penilaian (assessment) tepat penerapan dan
14
jenisnya. Penilaian kecakapan berpikir bisa menggunakan berbagai perangkat
assessment yang sudah ada kemudian dimodifikasi sebagai perangkat assessment
untuk kecakapan berpikir. Kecakapan berpikir dapat diukur menggunakan
assessment portofolio, peer assessment, angket (questionnare), dan lain
sebagainya tergantung pembelajaran yang hendak dilakukan.
Marzano (1992 dalam Rahmat, 2007) dalam lima dimensi belajarnya,
yaitu: (1) Positive Attitudes and Perceptions About Learning, (2) Acquiring and
Integrating, (3) Extending and Refining Knowledge, (4) Using Knowledge, dan
(5) Productive Habits of Mind, membagi habits of mind ke dalam tiga kategori
yaitu:
1. Self regulation, meliputi:
a. Menyadari pemikirannya sendiri
b. Membuat rencana secara efektif
c. Menyadari dan menggunakan sumber-sumber informasi yang diperlukan
d. Sensitif terhadap umpan balik dan
e. Mengevaluasi keefektifan tindakan
2. Critical thinking, meliputi:
a. Akurat dan mencari akurasi
b. Jelas dan mencari kejelasan
c. Bersifat terbuka
d. Menahan diri dari sifat impulsive
e. Mampu menempatkan diri
f. Bersifat sensitif dan tahu kemampuan temannya.
3. Creative thinking, meliputi:
a. Dapat melibatkan diri dalam tugas meski jawaban dan solusinya tidak
segera nampak
b. Melakukan usaha semaksimal kemampuan dan pengetahuannya
c. Membuat, menggunakan, memperbaiki standar evaluasi yang dibuatnya
sendiri
d. Menghasilkan cara baru melihat situasi yang berbeda dari cara biasa yang
berlaku pada umumnya
15
Kelima dimensi belajar tersebut termasuk Habits of mind dapat digunakan
sebagai landasan dalam merancang suatu silabus/perencanaan pembelajaran. Hal
ini dimungkinkan karena dalam setiap dimensi terkandung pernyataan yang dapat
menuntun pendidik dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran yang harus
diberikan untuk mengakomodasi seluruh aspek yang terlibat dala proses belajar.
Selain hal tersebut, dengan menggunakan dimensi belajar pendidik juga dapat
mengembangkan system asesmen (Rahmat, 2007).
Peserta didik dapat dikatakan paling efektif belajar bila peserta didik
tersebut telah dapat mengembangkan kebiasaan berpikir yang mengantarkan
mereka sehingga dapat berpikir secara kritis, berpikir kreatif, dan dapat mengatur
perilakunya sendiri. Sehingga beberapa komponen Habits of mind tersebut dapat
dijadikan acuan dalam melakukan penilaian terhadap kecakapan berpikir yang
dapat memberikan informasi yang berguna mengenai:
a. Siswa memikirkan berbagai macam ide yang berbeda
b. Siswa melihat berbagai hal dari sudut pandang yang berbeda
c. Siswa membuat beberapa kemungkinan solusi dari sebuah masalah
d. Siswa memikirkan beberapa cara untuk mencapai tujuan
Berikut ini adalah contoh model instrumen penilaian kecakapan berpikir
kritis yang dapat dikembangkan dari beberapa komponen Habits of mind
Marzano, sebagai berikut:
Tabel 2.1 Model Instrumen Penilaian Berpikir
No.
Variabel Indikator Skor Indikator Operasional Skor
1 Tujuan Tingkat pemahaman mengenai tujuan berpikir.
4Merumuskan dengan sangat jelas tentang tujuan pembuatan tugas
33
Merumuskan dengan jelas tentang tujuan pembuatan tugas
2Merumuskan tujuan pembuatan tugas kurang jelas.
1Merumuskan tujuan pembuatan tugas tidak jelas.
2 Kata kunci permasalahan
Mengidentikasi kata kunci permasalahan
4Mendefinisikan masalah sangat jelas.
43
Mendefinisikan masalah dengan jelas.
2Mendefinisikan masalah kurang jelas.
1 Mendefinisikan masalah tidak
16
jelas.3 Kata kunci
permasalahanMendefinisikan masalah utama
4Mengidentifikasi masalah utama dengan sangat akurat
23
Mengidentifikasi masalah utama dengan akurat
2Mengidentifikasi masalah utama dengan kurang akurat
1Mengidentifikasi masalah utama dengan tidak akurat
4 Kata kunci permasalahan
Pemahaman tetang kedalaman dan keluasan masalah
4
Menunjukkan pemahaman yang sangat baik terhadap kedalaman dan keluasan masalah
4
3Menunjukkan pemahaman yang baik terhadap kedalaman dan keluasan masalah
2
Menunjukkan pemahaman yang kurang terhadap kedalaman dan keluasan masalah
1
Tidak menunjukkan pemahaman yang terhadap kedalaman dan keluasan masalah
5 Menyikapi masalah
Teknik menyikapi masalah
4Menyikapi masalah sangat objektif.
03
Menyikapi masalah dengan objektif.
2Menyikapi masalah kurang objektif.
1Menyikapi masalah tidak objektif.
6 Sudut pandang Menentukan sudut pandang terhadap masalah
4Mengidentifikasi, berempati, adil, dan menghargai seluruh sudut pandang yang relavan.
23
Mengidentifikasi, berempati, adil terhadap seluruh sudut pandang yang relavan.
2Mengidentifikasi, berempati terhadap seluruh sudut pandang yang relavan.
1Mengidentifikasi sudut pandang yang kurang jelas.
7 Sudut pandang Menguji sudut pandang yang sama
4
Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menguji ketepatan sudut pandang dengan sangat jelas.
33
Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menguji ketepatan sudut pandang dengan jelas.
2
Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menguji ketepatan sudut pandang kurang jelas.
1 Mengidentifikasi,
17
mengevaluasi, dan menguji ketepatan sudut pandang tidak jelas.
8 Sudut pandang Sikap terhadap sudut pandang yang berbeda
4Mengindentifikasi sudut pandang yang berbeda secara objektif dari segala aspek
43
Mengidentifikasi sudut pandang yang berbeda secara objektif dari aspek tertentu
2Kurang memperhatikan sudut pandang yang berbeda secara objektif
1Tidak memperhatikan sudut pandang yang berbeda
9 Informasi Memiliki informasi yang relevan 4
Memiliki informasi yang sangat lengkap dalam bentuk hasil observasi, pernyataan, data, fakta, deskripsi sangat mendukung argumen
43
Memiliki sejumlah informasi yang lengkap hasil observasi, pernyataan, data, fakta, deskripsi yang mendukung argumen
2
Memiliki informasi hasil observasi, pernyataan, data, fakta, deskripsi yang terbatas sehingga kurang mendukung argumen
1Tidak memiliki Informasi yang mendukung argumen
10 Informasi Membedakan informasi dengan pendapat secara kritis.
4
Membedakan dengan sangat jelas antara informasi dan pendapat dalam menggunakan informasi.
43
Membedakan dengan jelas antara informasi dan pendapat dalam menggunakan informasi
2Kurang jelas membedakan informasi dan pendapat dalam menggunakan informasi
1Tidak membedakan informasi dan pendapat dalam menggunakan informasi
11 Konsep Identifikasi konsep
4
Mengindentifikasi dan menjelaskan konsep-konsep yang mendasari secara sistematis, akurat, dan mendalam.
3
3
Mengindentifikasi dan menjelaskan konsep-konsep yang mendasari secara sistematis dan akurat.
2 Mengindentifikasi dan menjelaskan konsep-konsep yang mendasari secara
18
sistematis.
1TIdak mampu mengidentifikasi dan menjelasakan konsep yang mendasari permasalahan
12 Interpretasi, Inferensi
Pengumpulan fakta dan argumen
4Mengumpulkan fakta dan argumen yang relevan
2
3Mengumpulkan fakta dan argumen yang kurang relevan
2Mengumpulkan fakta dan argumen yang dangkal, sederhana serta tidak relevan
1Tidak mampu mengumpulkan fakta dan argument yang relevan
13 Alternatif pemecahan masalah
Merumuskan alternatif
pemecahan masalah
4
Merumuskan beberapa alternatif pemecahan masalah secara logis, berdasarkan konsep, dan data empirik.
33
Merumuskan beberapa alternatif pemecahan masalah secara logis dan berdasarkan konsep.
2Merumuskan beberapa alternatif pemecahan masalah secara logis.
1Tidak memiliki sejumlah alternatif pemecahan masalah.
14 Interpretasi, Inferensi
Penarikan kesimpulan
4
Menarik kesimpulan berupa solusi pemecahan masalah yang relevan, berlandaskan argumen yang rasional, kreatif, dan bijaksana
33
Menarik kesimpulan berupa solusi pemecahan masalah yang relevan, berlandaskan argumen yang rasional, dan kreatif.
2
Menarik kesimpulan berupa solusi pemecahan masalah yang relevan, berlandaskan argumen yang rasional.
1Tidak mampu menarik kesimpulan dan menghasilkan solusi yang relevan
15 Implikasi, Konsekuensi
Implikasi dan konsekuensi menetapkan solusi 4
Mengidentifikasi implikasi dan konsekuensi dengan sangat jelas dan mendalam dalam menetapkan pemecahan masalah.
3
3
Mengidentifikasi implikasi dan konsekuensi dengan jelas dan mendalam dalam menetapkan pemecahan masalah.
2 Kurang begitu jelas dalam mengidentifikasi implikasi dan konsekuensi menetapkan
19
pemecahan masalah.
1Tidak dapat mengidentifikasi implikasi dan konsekuensi pemecahan masalah
16 Implikasi, Konsekuensi
Probabilitas implikasi
4
Membedakan implikasi dengan sangat jelas mengenai yang mungkin dan yang mustahil secara rasional, akurat dan detail.
33
Membedakan implikasi dengan jelas mengenai yang mungkin dan yang mustahil secara rasional, akurat dan detail.
2
Kurang jelas membedakan implikasi mengenai yang mungkin dan yang mustahil secara rasional.
1Tidak membedakan implikasi dengan jelas mengenai yang mungkin dan yang mustahil .
Sumber: gurupembaharu.com (diakses 30 Agustus 2015)
20
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini yaitu:
1. Kecakapan berpikir pada dasarnya merupakan kecakapan menggunakan pikiran/ rasio kita secara optimal. Kecakapan berpikir mencakup antara lain kecakapan menggali dan menemukan informasi (information searching), kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara cerdas (information processing and decision making skills), serta kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif (creative problem solving skill).
2. Kecakapan berpikir terdiri dari dua jenis yaitu kecakapan berpikir kritis dan kecakapan berpikir kreatif. Kecakapan berpikir kritis merupakan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah (problem solving) yang menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya. Kecakapan berpikir kreatif adalah keterampilan kognitif untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari ide yang telah lahir sebelumnya dan keterampilan untuk memecahkan masalah secara divergen (dari berbagai sudut pandang).
3. Kerangka kerja kecakapan berpikir dikembangkan oleh Robert Marzano (2000), yang memadukan berbagai faktor yang berjangkauan luas, mempengaruhi bagaimana siswa berpikir, dan menghadirkan teori berbasis riset untuk membantu para guru memperbaiki kecakapan berpikir para siswanya. Kerangka kerja kecakapan berpikir oleh Marzano dibuat dari tiga sistem: 1) sistem diri, 2) sistem metakognitif, 3) Sistem Kognitif; dan Domain Pengetahuan
4. Penilaian kecakapan berpikir bisa menggunakan berbagai perangkat assessment yang sudah ada kemudian dimodifikasi sebagai perangkat assessment untuk kecakapan berpikir. Dimensi belajar Marzano dapat digunakan untuk mengembangkan system asesmen.
B. Saran Pengkajian lebih lanjut mengenai kurikulum dan sistem pendidikan yang
ada di Indonesia perlu dilakukan dengan tujuan untuk menumbuhkan kecakapan berpikir siswa.
21
DAFTAR RUJUKAN
Brookfield- 1987. Developing Critical Thinkers. San Fransisco: Jossey Bass Publiser
Bruner, 1957. The relevan of Education. London: George Allan&Unwin. L.td.
Davies, B. dan Ellison, L. (1992). School Development Planning. Harlow:Longman Group U.K. Ltd.
Gilhooly, K.J. (1982). Thinking, Directed, Undirected, and Creative. London: Academic Press. L.td.
here to stay. California. Corwin Press, Inc.
Hudgins, B.B. dkk.(1983). Educational Psychology. USA : F.E. Peacock Publishers, Inc.
Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning, what it is and why it’s
Marzano, R.J. 1988. Dimensions of Thinking: A Framework for Curriculum and Instruction. Alexandria, Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.
Marzano, R. J. 2000. Designing a new taxonomy of educational objectives. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
Mustaji. 2013. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran. (Online: http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran, (diakses 30 Agustus 2015)
Osborne, J.W. (1999). Metacognition and Teaching for Learning,(online) http://facultystaff.Ou.edu/O/JasonW.Osborne-1/Metahome.html. (diakses 30 Agustus 2015)
Perkins,D.N. & Weber,R.J. 1992. Inventive Mind: Creative in Technology. New York: University Press
Rahmat, Adi. 2007. Learning Dimensions Based Teaching. FPMIPA UPI www.intel.co.id/content/dam/www/.../apac/.../ap-21st-century-skills.pdf (diakses 29 Agustus 2015)
Smith Jr. A.J. 2000. Authentic Assessment Advance Contextual Teaching and Learning. University Of Washington: http//www depts. Washington. Edu/ wctl /publication/ htm. Diakses Tanggal 29 Agustus 2015
Warnick, B, dan Endres, D. (2006). Critical Thinking and Communication: The Use of Reason in Argument. 5 Ed. Boston: Pearson Education. Inc
22