26
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran Matematika 2.1.1.1. Belajar dan Pembelajaran “Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik” (Slameto 2010: 1). Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi siswa kata "belajar" merupakan kata yang tidak asing, bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Belajar merupakan suatu kegiatan mental yang tidak dapat diamati dari luar. Apa yang terjadi dalam diri seseorang tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang tersebut. Hasil belajar hanya dapat diamati, jika seseorang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Karenanya, berdasarkan perilaku yang ditampilkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang telah belajar. Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan rumusan dan kalimat yang berbeda, namun pada hakikatnya prinsip dan tujuannya sama. Ada beberapa pandangan tentang belajar diantaranya menurut Sudjana (2009: 28) bahwa: Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. Selanjutnya Slameto (2003: 2) berpendapat bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Pembelajaran Matematika

2.1.1.1. Belajar dan Pembelajaran

“Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

merupakan kegiatan paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan

pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami

oleh siswa sebagai anak didik” (Slameto 2010: 1). Belajar adalah suatu kata yang

sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi siswa kata "belajar"

merupakan kata yang tidak asing, bahkan sudah merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga

pendidikan formal.

Belajar merupakan suatu kegiatan mental yang tidak dapat diamati dari

luar. Apa yang terjadi dalam diri seseorang tidak dapat diketahui secara langsung

hanya dengan mengamati orang tersebut. Hasil belajar hanya dapat diamati, jika

seseorang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar.

Karenanya, berdasarkan perilaku yang ditampilkan, dapat ditarik kesimpulan

bahwa seseorang telah belajar.

Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan rumusan

dan kalimat yang berbeda, namun pada hakikatnya prinsip dan tujuannya sama.

Ada beberapa pandangan tentang belajar diantaranya menurut Sudjana (2009: 28)

bahwa:

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan padadiri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkandalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya,sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dankemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspekyang ada pada individu.

Selanjutnya Slameto (2003: 2) berpendapat bahwa “belajar adalah suatu

proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

10

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya”. Kemudian Hamalik (2009: 45)

mengemukakan bahwa “belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan

dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru

berkat pengalaman dan latihan”.

Selanjutnya Biggs (Syah, 2007: 67-68) mendefinisikan belajar dalam tiga

macam rumusan, yaitu:

(a)Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatanpengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyakmateri yang dikuasai siswa. (b)Secara institusional (tinjauan kelembagaan),belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadappenguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. (c)Secarakualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti danpemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekelilingsiswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikirdan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yangkini dan nanti dihadapi siswa.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah suatu tahapan aktivitas yang menghasilkan perubahan perilaku. Perubahan

perilaku yang dimaksudkan dapat berupa perubahan pengetahuan, sikap,

keterampilan, pemahaman, dan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang

belajar. Hal ini memberikan penekanan bahwa orientasi belajar tidaklah semata-

mata pada "hasil", akan tetapi juga pada proses yang dilakukan untuk memperoleh

hasil tersebut.

Agus Suprijono (2009: 4) memaparkan beberapa prinsip belajar yaitu

sebagai berikut.

Pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilakusebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri. (a) sebagai hasil tindakan rasionalinstrumental yaitu perubahan yang disadari; (b) kontinu atauberkesinambungan dengan perilaku lainnya; (c) fungsional atau bermanfaatsebagai bekal hidup; (d) positif atau berakumulasi; (e) aktif atau sebagaiusaha yang direncanakan dan dilakukan; (f) permanen atau tetap; (g)bertujuan dan terarah; (h) mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi kerena didorongkebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemikyang dinamis, kontruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

11

fungsional dari berbagai komponen belajar. Ketiga, belajar merupakanbentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksiantara siswa dengan lingkungannya.

Jadi, pada prinsipnya belajar adalah kegiatan yang melalui atau memiliki

proses dan tidak hanya semata-mata merujuk kepada hasil. Proses yang

dilaksanakan tersebut tentu saja memiliki goal atau tujuan berupa hasil, yaitu

berupa perubahan tingkah laku yang terjadi, baik secara langsung maupun secara

signifikan. Belajar tersebut menghasilkan perubahan yang bersifat tetap, baik

secara kognitif maupun secara afektif dan psikomotorik sehingga untuk satu

kegiatan belajar yang menghasilkan perubahan tingkah laku saja maka akan

berdampak berkelanjutan terhadap orang yang belajar.

Belajar merupakan seuatu kegiatan yang melalui proses tertentu, hal

tersebut sesuai dengan pengertian dan prinsip dari belajar itu sendiri. sebagai

suatu kegiatan atau aktifitas, maka belajar tentu saja memiliki tujuan atau goal.

Agus Suprijono (2009: 5) berpendapat bahwa:

Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakaninstruksional, lazim dinamakan instructional affects, yang biasa berbentukpengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasilyang menyertai tujuan belajar instruksional lazim disebut nurturant effects.Bentuknya berupa, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikapterbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuanini merupakan konsekuensi logis dari siswa “menghidupi” (live in) suatusistem lingkungan belajar tertentu.

Sebagai kegiatan yang melalui proses, maka tujuan dari kegiatan belajar

adalah untuk menghasilkan suatu perubahan bagi si pebelajar. Perubahan yang

terjadi pada pebelajar merupakan perubahan yang bersifat permanen dan

berkelanjutan serta bersifat positif.

Belajar dan pembelajaran merupakan dua hal yang saling berkaitan erat dan

tidak dapat dipisahkan satu sama lain. “Pembelajaran sesungguhnya merupakan

kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan

agar siswa belajar” (Sugihartono 2007: 73). Meskipun berkaitan satu dengan yang

lain, akan tetapi belajar dan pembelajaran pada dasarnya memiliki perbedaan

yang terletak pada penekanannya. Jika belajar lebih menekankan pada siswa dan

proses yang menyertainya, maka pembelajaran lebih menekankan pada guru

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

12

beserta upaya yang dilakukan oleh guru untuk membuat siswa bisa belajar.

Gulo (dalam Sugihartono 2007: 80) mendefinisikan pembelajaran sebagai

“usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan

belajar”. Sedangkan Nasution (dalam Sugihartono 2007: 80) berpendapat bahwa

“pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan

sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi

proses belajar. Jika kedua pendapat tersebut dicermati, maka akan didapat suatu

simpulan bahwa pembelajaran tersebut merupakan suatu keadaan yang diciptakan

atau dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya proses atau

kegiatan belajar dimana siswa sebagai subjek dari proses belajar tersebut dapat

melaksanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan rancangan dari guru.

Pembelajaran pada prinsipnya dapat dibagi ke dalam tiga ranah pengertian.

Seperti yang diungkapkan oleh Biggs pembelajaran dapat dibedakan menjadi

pembelajaran dalam pengertian kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Dalam

pengertian kuantitatif, pembelajaran merupakan penularan pengetahuan dari guru

kepada murid. Dalam pengertian secara institusional pembelajaran merupakan

penataan segala kemampuan mengajar sehingga dapat berjalan efisien. Sedangkan

secara kualitatif pembelajaran berarti upaya guru untuk memudahkan kegiatan

belajar siswa. Melihat dari ciri khas yang ada, maka dapat dikatakan bahwa

pembelajaran pada dasarnya melibatkan guru sebagai subjek aktif yang

melakukan rencana dan membuat rancangan sehingga siswa sebagai subjek dapat

berada dalam kondisi belajar. Pembelajaran juga erat kaitannya dengan berbagai

model dan metode pembelajaran. Hal ini disebabkan pembelajaran tersebut

merupakan sebuah rancangan, sehingga rancangan tersebut dapat dilaksanakan

dengan adanya media. Jadi, metode atau model pembelajaran merupakan media

untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran.

2.1.1.2. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian- pengertian,

sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar

berupa informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

13

bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik

terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi

simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. Keterampilan intelektual,

yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Kemampuan

intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis

fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan

intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah

dalam memecahkan masalah. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan

melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga

terwujud otomatisme gerak jasmani. Sikap, yaitu kemampuan menerima atau

menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa

kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan

kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Bloom secara garis besar m e m b u a t klasifikasi hasil belajar terbagi

menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah

kognitif berhubungan dengan satuan pelajaran. Ranah kognitif memegang

peranan paling utama. Tujuan pengajaran di SD, SLTP dan SMA pada umumnya

adalah peningkatan kemampuan peserta didik dalam aspek kognitif. Ranah

kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek,

yakni pengetahuan, ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Pengetahuan (knowledge), adalah aspek yang paling dasar dalam

taksonomi Bloom. Sering kali disebut juga aspek ingatan (recall). Pemahaman

(comprehension), merupakan jenjang kemampuan yang umumnya mendapat

penekanan dalam proses belajar mengajar. Penerapan (application), yaitu jenjang

kemampuan yang menuntut kesanggupan ide-ide umum, tata cara, ataupun

metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret.

Analisis (Analysis), merupakan jenjang kemampuan yang menuntut seseorang

untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-

unsur atau komponen-komponen pembentuknya. Sintesis (synthesis), adalah

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

14

jenjang kemampuan dimana seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan

sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Hasil

yang diperoleh dari penggabungan ini dapat berupa tulisan dan rencana atau

mekanisme. Penilaian (evaluation), merupakan jenjang kemampuan yang

menuntut seseorang untuk dapat mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau

konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu.

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,

yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

Menerima (receiving), merupakan jenjang yang berhubungan dengan kesediaan

atau kemauan siswa untuk ikut dalam fenomena atau stimuli khusus (kegiatan

dalam kelas, musik, baca buku, dan sebagainya). Menjawab (responding),

merupakan kemampuan yang bertalian dengan partisipasi siswa. Pada tingkat ini,

siswa tidak hanya menghindari suatu fenomena tertentu tetapi juga mereaksi

terhadapnya dengan salah satu cara. Menilai (valuing), adalah jenjang

kemampuan yang bertalian dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap suatu

objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu. Organisasi (organization),

merupakan jenjang kemampuan yang berhubungan dengan aktifitas menyatukan

nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan atau memecahkan konflik diantara nilai-

nilai itu, dan mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara internal.

Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai (characterization by a

value or value complex). Pada jenjang ini individu memiliki sistem nilai yang

mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga

membentuk karakteristik “pola hidup”. Jadi, tingkah lakunya menetap, konsisten,

dan dapat diramalkan.

Ranah Psikomotorik, merupakan ranah yang berkenaan dengan hasil

belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah

psikomotorik, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan

perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan

gerakan ekspresif dan interpretative. Walaupun ranah psikomotor meliputi enam

jenjang kemampuan, namun masih dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok

utama, yaitu keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, dan koordinasi

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

15

neuromuscular. Kata-kata kerja operasional yang dapat dipakai adalah

keterampilan motorik (muscular or motor skills) misalnya memperlihatkan

gerak, menunjukkan hasil (pekerjaan tangan), menggerakkan, menampilkan,

melompat, dan sebagainya. Manipulasi benda-benda (manipulation of materials

or objects) misalnya menyusun, membentuk, memindahkan, menggeser,

mereparasi, dan sebagainya. Koordinasi neuromuscular, misalnya

menghubungkan, mengamati, memotong, dan sebagainya.

Dari ketiga ranah tersebut, maka ranah kognitiflah yang paling banyak

dinilai oleh guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam

menguasai isi bahan pengajaran.

Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan hasil belajar, yaitu sesuatu yang diperoleh setelah seseorang mengalami

suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil

dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang

menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor berupa pemahaman dan

pengetahuan terhadap berbagai hal. Hasil belajar dapat diartikan juga sebagai nilai

yang diperoleh melalui tes akhir yang dapat dilihat dari skor yang dicapai oleh

setiap siswa. Peningkatan hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini

ditekankan pada peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif.

Domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah

dalam proses pendidikan. Perilaku kejiwaan itu dibagi dalam tiga domain, yaitu

domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Usaha untuk memudahkan memahami

dan mengukur perubahan perilaku maka perilaku kejiwaan manusia dibagi

menjadi tiga domain atau ranah, yakni ranah kognitif, efektif dan psikomotorik.

Apa bila belajar merupakan aktifitas yang menimbulkan perubahan perilaku,

maka hasil belajar merupakan hasil perubahan perilakunya. Oleh karena

perubahan perilaku menunjukkan perubahan perilaku kejiwaan dan perilaku

kejiwaan meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor maka hasil belajar

yang mencerminkan perubahan perilaku meliputi hasil belajar kognitif, afektif

dan psikomotorik. Selanjutnya untuk kepentingan pengukuran perubahan perilaku

akibat belajar akan mencakup pengukuran atas domain kognitif, afektif dan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

16

psikomotorik sebagai hasil belajarnya. Domain mana yang menjadi area untuk

diukur sangat tergantung pada tujuan pendidikannya.

2.1.1.3. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani “Mathematikos” berarti

secara ilmu pasti, atau “Mathesis” yang berarti ajaran, pengetahuan abstrak dan

deduktif, dimana kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindraan,

tetapi atas kesimpulan yang ditarik dari kaidah-kaidah tertentu melalui deduksi

(Ensiklopedia Indonesia). Matematika adalah suatu mata pelajaran yang

mempelajari tentang kemampuan berhitung yang memiliki ciri-ciri yang abstrak,

berpola pikir deduktif dan konsisten.

“Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

memajukan daya pikir manusia” (Ibrahim 2012: 35). Dapat dipahami bahwa

dengan penguasaan ilmu matematika secara universal, maka akan dapat

dimanfaatkan dan diaplikasikan dalam berbagai bidang keilmuan. Kecenderungan

inilah yang mendasari dipelajarinya ilmu matematika secara lebih luas dan dan

mendalam. Pada dasarnya matematika tidak semata-mata hanya merupakan ilmu

tentang berhitung saja, melainkan merupakan bidang keilmuan yang lebih

kompleks, sedangkan ilmu berhitung atau hanyalah merupakan bagian dari

matematika itu sendiri.

Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 menjelaskan bahwa

pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan

sebagai berikut:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsepdan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasimatematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, ataumenjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkansolusi yang diperoleh.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

17

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, ataumedialain untuk memperjelas keadaan atau masalah

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajarimatematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, 2008).

Menurut Russefendi (1992) menjelaskan bahwa matematika sebagai suatu

mata pelajaran disekolah dinilai cukup memegang peran penting untuk di ajarkan

di sekolah karena beberapa alasan antara lain sebagai berikut:

a. Dengan belajar matematika dapat menyelesaikan persoalan yang adadalam masyarakat yaitu berkomunikasi sehari-hari seperti dapatberhitung, menghitung luas, menghitung berat, dan sebagainya.

b. Matematika dapat membantu bidang studi lain seperti fisika, kimia,geografi, dan sebagainya.

c. Dengan mempelajari geometri ruang, siswa dapat meningkatkanpemahaman ruang. Dengan mempelajari aljabar dapat meningkatkankemampuan berpikir kritis, logis, dan sistematis dalam merumuskanasumsi, definisi, generalisasi, dan lain-lain.

d. Matematika sebagai alat ramal/ perkiraan seperti prakiraan cuaca,pertumbuhan penduduk, keberhasilan belajar, dan lain-lain.

e. Matematika berguna sebagai penunjang pemakaian alat-alat canggihseperti kalkulator dan komputer.

Ruang lingkup Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dipelajari

dalam Matematika dalam rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran itu dapat

dicapai melalui standar kompetensi dan kompetensi dasar. Badan Standar

Nasional Pendidikan (BSNP) telah melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang

kemudian dituangkan kedalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

(Permendiknas) nomor 22 tahun 2006, yang mencakup komponen:

a. Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yangmencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai,diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatandari suatu materi yang diajarkan.

b. Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yangcakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.

Pencapaian SK dan KD Kelas 4 Semester 2 didasarkan pada pemberdayaan

siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri

yang difasilitasi oleh guru.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

18

Dalam Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) terdapat istilah

matematika sekolah yang dimaksudkan untuk memberi penekanan bahwa materi

atau pokok bahasan yang terdapat dalam GBPP merupakan materi atau pokok

bahasan yang diajarkan pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembanganteknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin danmemajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologiinformasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembanganmatematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang danmatematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masadepan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. (PusatKurikulum, 2008).

Dari beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika

merupakan ilmu pasti dan konsisten yang memiliki peranan penting dalam

meningkatkan daya pikir manusia yang menunjang berbagai disiplin ilmu

pengetahuan lainnya serta aspek-aspek perkembangan kehidupan seperti

penguasaan berbagai perkembangan teknologi dan komunikasi. Oleh karena itu

mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari

sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,

analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi

tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,

mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang

selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-

aspek bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data. Ketiga

kelompok besar tersebut tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, sehingga

senantiasa saling berkaitan.

Proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan

dibidang pemahaman pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Adanya

perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar siswa, tes atau tugas yang

diberikan oleh guru. Bercermin kepada prestasi belajar siswa, guru harus selalu

mengadakan perbaikan-perbaikan mengajarnya, baik metode maupun penguasaan

bahan pelajaran yang akan diajarkan. Hasil yang diperoleh dari penilaian hasil

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

19

belajar siswa baik individual maupun kelompok di dalam kelasnya, akan

menggambarkan kemajuan yang telah dicapainya selama periode tertentu.

Hasil belajar matematika adalah prestasi yang dicapai oleh siswa setelah

mengikuti proses belajar mengajar yang berkenaan dengan materi pada mata

pelajaran matematika. Hasil belajar tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu intelegensi dan penguasaan siswa tentang materi yang akan dipelajari,

motivasi, serta usaha yang dilakukan oleh siswa. Hasil belajar ini dapat diukur

dengan menggunakan tes hasil belajar. Belajar merupakan suatu proses yang

diarahkan kepada pencapaian suatu tujuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa

kualitas belajar matematika adalah mutu atau tingkat prestasi yang dicapai siswa

setelah mengikuti proses belajar matematika.

Keberhasilan seseorang mempelajari matematika tidak hanya dipengaruhi

minat, kesadaran, kemauan, tetapi juga bergantung pada kemampuannya terhadap

matematika serta diperlukan keterampilan intelektual, misalnya keterampilan

berhitung. Hasil yang dimaksud adalah tingkat penguasaan untuk mengukur hasil

belajar sesuai dengan tujuan pencapaian kognitif disesuaikan dengan taraf kognitif

siswa.

2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang

menganut paham konstruktivisme yang di dalamnya mengkondisikan para siswa

bekerja bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu

sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif di dasarkan pada gagasan atau

pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung

jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka

sendiri. Dimana siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang

sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja

dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang

kompleks. Jadi, hakikat sosial dan menggunakan kelompok sejawat menjadi aspek

utama dalam pembelajaran kooperatif.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

20

Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative learning yang

artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu

sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Lie (dalam Isjoni 2010: 16)

menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah “pembelajaran gotong royong,

yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur”. Kemudian

menurut Johnson & Johnson (Isjoni, 2010: 17) cooperative learning adalah

“mengelompokkan siswa di dalam kelas dalam suatu kelompok kecil agar siswa

dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan

mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut”.

“Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar

menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan

hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa” Nurhadi dan Senduk (dalam

Wena, 2009: 189). Menurut Lie (dalam Wena 2009: 189) “pembelajaran

kooperatif adalah sistem pembelajaran yamg memberi kesempatan kepada siswa

untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan

dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator”. Sedangkan Abdurrahman dan

Bintaro (dalam Wena 2009: 190) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif

adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi

yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup

di dalam masyarakat nyata".

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang

dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai

tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Slavin (dalam Isjoni 2010: 15)

menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran

dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil secara

kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen”.

Sedangkan menurut Sunal dan Hans (dalam Isjoni 2010: 15) mengemukakan

bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau

serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada

siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran”. Selanjutnya Stahl (dalam

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

21

Isjoni 2010: 15) menyatakan “pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan

belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam

perilaku sosial”.

“Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus

pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar” (Sugiyanto

2010: 37. Selanjutnya Johnson (dalam Lie 2007: 30) mengemukakan bahwa

“dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling

ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi

antar anggota, dan evaluasi proses kelompok”. “Pembelajaran kooperatif

(Cooperative learning) adalah model pembelajaran yang menekankan pada saling

ketergantungan positif antar individu siswa, adanya tanggung jawab

perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi

proses kelompok” (Rohman 2009: 186).

Cooperative learning menurut Slavin (2005: 4) merujuk pendapat bahwa:

Berbagai macam model pembelajaran di mana para siswa bekerja samadalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi,jenis kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk salingmembantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelaskooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, salingmendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yangmereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahamanmasing-masing. Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompokkarena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dantugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksisecara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensiefektif antara anggota kelompok.

Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa “pembelajaran kooperatif

adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok

termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”.

Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di

mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan- pertanyaan serta menyediakan

bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa

menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk

ujian tertentu pada akhir tugas.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

22

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran

yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya

bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah,

perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk

saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar belajar

semua anggota maksimal. Pembelajaran kooperatif membutuhkan siswa yang

banyak, sehingga dapat dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok kecil yang

beranggotakan siswa dengan memiliki berbagai latar belakang etnis, jenis

kelamin, dan kemampuan yang berbeda-beda. Secara sepintas pembelajaran

kooperatif mirip dengan diskusi biasa, akan tetapi jika dicermati dengan baik

maka akan terlihat berbagai perbedaan yang mendasar sehingga model

pembelajaran kooperatif menjadi model pembelajaran yang efektif untuk memacu

aktifitas dan hasil belajar siswa di kelas.

2.1.3. Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI)

Model Pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)

ini dikembangkan oleh Slavin. Menurut Slavin (2005: 15) tipe ini

mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran

individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara

individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan

untuk pemecahan masalah, ciri khas pada model pembelajaran TAI ini adalah

setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah

dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok

untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua

anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung

jawab bersama.

Model pembelajaran TAI dimana siswa dikelompokkan ke dalam

kelompok kecil (4 – 5 siswa) secara heterogen yang dipimpin oleh seorang ketua

kelompok yang mempunyai kemampuan lebih dibandingkan anggotanya. Selain

itu guru mempunyai fleksibilitas untuk berpindah dari kelompok ke kelompok

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

23

atau dari individu ke individu, kemudian para siswa dapat saling memeriksa hasil

kerja mereka, mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam kelompok

dapat ditangani sendiri maupun dengan bantuan guru apabila diperlukan.

Miftahul (2011) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran TAI,

siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuannya yang beragam. Masing-

masing kelompok terdiri dari 5 siswa dan ditugaskan untuk menyelesaikan materi

pembelajaran atau pekerjaan rumah. Dalam model pembelajaran TAI, setiap

kelompok diberikan serangkaian tugas tertentu untuk dikerjakan bersama-sama.

Poin-poin dalam tugas dibagikan secara berurutan kepada setiap anggota

(misalnya, untuk materi IPA yang terdiri dari 8 soal, berarti empat anggota

dalam setiap kelompok harus saling bergantian menjawab soal-soal tersebut).

Semua anggota harus saling mengecek jawaban teman- teman satu kelompoknya

dan saling memberi bantuan jika memang dibutuhkan. Setiap kelompok harus

memastikan bahwa semua anggotanya paham dengan materi yang telah

didiskusikan.

Masing-masing anggota diberi tes individu tanpa bantuan dari anggota

yang lain. Selama menjalani tes individu ini, guru harus memperhatikan

setiap siswa. Skor tidak hanya dinilai oleh sejauh mana siswa mampu menjalani

tes itu, tetapi juga sejauh mana mereka mampu bekerja secara mandiri (tidak

mencontek).

Penghargaan (reward) diberikan kepada kelompok yang mampu menjawab

soal-soal dengan benar lebih banyak dan mampu menyelesaikan PR dengan

baik. Guru memberikan poin tambahan (extra point) kepada siswa yang mampu

memperoleh nilai rata-rata yang melebihi KKM pada ujian final. Karena dalam

model pembelajaran TAI siswa harus saling mengecek pekerjaannya satu sama

lain dan mengerjakan tugas berdasarkan rangkaian soal tertentu, guru sambil lalu

bisa memberi penjelasan seputar soal-soal yang kebanyakan dianggap rumit oleh

siswa. Pada model pembelajaran TAI ini, akuntabilitas individu, kesempatan yang

sama untuk sukses, dan dinamika motivasional menjadi unsur-unsur utama yang

harus ditekankan oleh guru.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

24

2.1.3.1. Komponen Model Pembelajaran TAI

Nur Asma (2006) mengemukakan bahwa kegiatan pembelajaran dengan

model pembelajaran TAI tidak sama dengan kegiatan pembelajaran pada model

pembelajaran STAD dan TGT, TAI terikat pada serangkaian materi pelajaran yang

khas dan memiliki petunjuk pelaksanaan sendiri. Menurut Slavin (dalam Nur

Asma 2006: 56) model pembelajaran TAI terdiri dari delapan komponen, yaitu:

a. Tahap 1 mempelajari materi pelajaran. Siswa mempelajari materi pelajaran

yang telah disiapkan oleh guru.

b. Tahap 2 tes penempatan (Placement test). Pada awal program pembelajaran

diberikan pretest, dimaksudkan untuk menempatkan siswa pada program

individual yang didasarkan pada hasil tes mereka.

c. Tahap 3 membagi siswa ke dalam kelompok. Siswa dalam model pembelajaran

TAI ditempatkan dalam kelompok- kelompok heterogen terdiri dari 4 sampai 5

siswa.

d. Tahap 4 belajar kelompok (study teams). Setelah ujian penempatan, masing-

masing individu menempatkan diri sesuai dengan kelompoknya. Setiap

kelompok mendiskusikan materi yang sudah dipelajari oleh masing-masing

individu. Setiap kelompok harus memastikan bahwa setiap anggotanya paham

tentang materi yang sudah dipelajari.

e. Tahap 5 skor dan penghargaan kelompok. Guru memberikan skor dan

penghargaan terhadap kelompok yang hasil dari diskusi kelompoknya bagus.

Skor ini didasarkan pada jumlah rata- rata unit yang tercakup oleh anggota

kelompok dan akurasi dari tes-tes unit. Kriteria ditetapkan untuk penampilan

(hasil) kelompok.

f. Tahap 6 refleksi. Guru menberikan penegasan terhadap materi yang sudah

dipelajari. Guru menerangkan materi yang sudah dipelajari agar siswa lebih

yakin dan mantap terhadap materi yang dipelajari, sehingga jika

mendapatkan soal siswa bisa menyelesaikannya.

g. Tahap 7 tes akhir. Pada akhir pembelajaran guru memberikan posttest yang

dikerjakan secara individu untuk mengukur seberapa pemahaman siswa

terhadap materi yang sudah dipelajari.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

25

h. Tahap 8 unit keseluruhan. Setiap akhir pembelajaran guru mengevaluasi

pembelajaran yang dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa.

Dari tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam pembelajaran kooperatif

tipe TAI tersebut terlihat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki

keunggulan untuk membantu siswa yang lemah atau memiliki kemampuan

kurang. Disamping menguntungkan siswa yang lemah, siswa yang pandai juga

akan lebih diuntungkan, karena para siswa dapat mempelajari materi sesuai

dengan kemampuannya masing-masing. Dalam pelaksanaannya model

pembelajaran TAI membuat beban pekerjaan guru menjadi berkurang, karena

dalam satu kelompok siswa, siswa yang memiliki kemampuan lebih akan

membantu siswa yang berkemampuan kurang.

2.1.3.2. Karakteristik Model Pembelajaran TAI

Sebagai model pembelajaran kooperatif, maka TAI memiliki beberapa

karakteristik khusus, yaitu:

a. Team; pembentukan kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa.

b. Placement test; pemberian pretest kepada siswa /melihat rata-rata nilai harian

siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tersebut.

c. Student Creative; melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan

menciptakan dimana keberhasilan individu ditentukan oleh keberhasilan

kelompok.

d. Team Study; tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok

dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang

membutuhkan.

e. Team Score and Team Recognition; pemberian score terhadap hasil kerja

kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang

berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil

dalam menyelesaikan tugas.

f. Teaching Group; pemberian materi secara singkat dari guru menjelang

pemberian tugas kelompok.

g. Fact Test; pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

26

h. Whole-Class Units; pemberian materi oleh guru kembali diakhiri waktu

pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.

2.1.3.3. Langkah-Langkah Model Pembelajaran TAI

Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization atau

Team Accelerated Instruction (TAI) memiliki sintagmatik atau langkah-langkah

dalam pelaksanaannya. Berikut adalah langkah-langkah dalam kegiatan

pembelajaran dengan model TAI:

a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi

pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru;

b. Guru memberikan kuis (pretest) secara individual kepada siswa untuk

mendapatkan skor dasar atau skor awal;

c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa

dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi,

sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya,

suku yang berbeda serta kesetaraan jender;

d. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam

diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman

satu kelompok;

e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan

memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari;

f. Guru memberikan kuis (posttest) kepada siswa secara individual;

g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai

peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya

(terkini).

2.1.3.4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran TAI

Kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:

a. Siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalahnya;

b. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya;

c. Adanya tanggung jawab dalam kelompok dalam menyelesaikan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

27

permasalahannya;

d. Siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok.

Sedangkan kekurangan dari pembelajaran kooperatif tipe TAI yaitu:

a. Tidak ada persaingan antar kelompok;

b. Siswa yang lemah dimungkinkan menggantungkan pada siswa yang pandai.

2.1.4. Media Pembelajaran Realistik

“Media berasal dari bahasa Latin yang adalah bentuk jamak dari medium.

Batasan mengenai pengertian media sangat luas. Secara harfiah kata media

memiliki arti perantara atau pengantar”. (Ibrahim 2012: 111). Jika melihat dari

asal katanya, maka kata media itu sendiri sangatlah luas pengertiannya. Akan

tetapi, dalam beberapa konteks yang digunakan di Indonesia khususnya dalam

dunia pendidikan, maka pengertian media dapat dipersempit menjadi pengantar

saja.

Sedangkan National Education Assosiation (NEA) mendefinisikan sebagaibenda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca ataudibicarakan beserta instrument yang dipergunakan dengan baik dalamkegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas programpembelajaran. (Ibrahim 2012: 111).

Dari berbagai pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa media merupakan

benda atau objek penghantar atau pengantara yang digunakan untuk memudahkan

seseorang dalam menyampaikan pesan atau amanatnya dengan menggunakan

benda tersebut.

Realistik berasal dari kata real atau riil yang dapat diartikan nyata. Yang

dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau konkret yang dapat diamati

atau dipahami peserta didik dengan cara membayangkan, sedangkan yang

dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik

lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta

didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.

Media realistik berarti benda atau perantara yang nyata atau real dan dapat

dipindah-pindahkan atau dimanipulasi. Dalam kegiatan pembelajaran di SD

media realistik sangat diperlukan, terutama untuk menyampaikan materi pelajaran

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

28

yang rumit dan sulit untuk dibayangkan oleh siswa. Mata pelajaran yang sangat

membutuhkan media realistik dalam penyampaian materinya misalnya mata

pelajaran matematika. seperti diketahui bahwa matematika adalah pemecahan

masalah, oleh karena itu untuk memecahkan masalah tersebut dapat digunakan

alat bantu berupa media realistik.

“Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang penting sebagai pengantar

ilmu-ilmu pengetahuan yang lain dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-

hari” (Ibrahim 2012: 116). Oleh Karena fungsinya yang banyak digunakan dalam

pemecahan masalah sehari-hari, maka penggunaan media, alat bantu dan alat

peraga yang berasal dari benda-benda nyata yang dekat dengan lingkungan siswa

sangat diperlukan. Hal ini mengingat bahwa matematika tersebut bukan hanya

sekedar menghitung dan menghafal. Sering kali media disebut juga dengan alat

peraga, atau bahkan kedua istilah ini sering kali digunakan secara bergantian.

Menurut Ibrahim (2012: 111):

Perbedaan penggunaan istilah tersebut terletak pada fungsi bukansubstansinya. Sumber belajar dikatakan sebagai alat peraga jika hal tersebutfungsinya hanya sebagai alat bantu saja. Artinya guru tetap memegangperan sentral. Dikatakan media jika sumber belajar tersebut merupakanbagian yang integral dari seluruh kegiatan pembelajaran.

Jadi sudah jelas bawa perbedaan antara alat peraga dan media hanya terletak pada

fungsinya saja.

2.1.5. Contoh Penerapan Model Pembelajaran TAI dengan Media Realistik

dalam Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Assisted Individualization (TAI) dengan media realistik merupakan

kegiatan pembelajaran yang mengkolaborasikan dua unsur pembelajaran yang

berbeda. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa model pembelajaran TAI

mengkondisikan siswa untuk belajar dalam kelompok-kelompok kecil heterogen,

baik dalam hal jenis kelamin, kemampuan, bahkan sukunya. Dalam pembelajaran

matematika siswa sering mengalami kendala ketika sudah berhadapan dengan

objek yang sulit dibayangkan. Oleh karena itu dengan media realsitik diharapkan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

29

siswa mampu memanipulasi objeknya serta dapat memahami konsep-konsep

pembelajaran matematika yang disampaikan.

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran matematika menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan media realistik adalah seperti berikut

ini:

a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi

pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru secara individual.

b. Guru memberikan kuis (pretest) secara individual kepada siswa untuk

mendapatkan skor dasar atau skor awal, hal ini untuk memudahkan guru untuk

mengelompokkan siswa berdasarkan pada kemampuannya.

c. Berdasarkan hasil pretest tersebut kemudian guru mengkondisikan siswa ke

dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa dengan

kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan

rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang

berbeda serta kesetaraan jender.

d. Setiap kelompok dibagikan media realistik (alat peraga) yang berguna untuk

memudahkan siswa dalam diskusinya. Media yang digunakan berhubungan

dengan materi pretest. Dalam diskusi kelompok setiap anggota kelompok

saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. Selanjutnya setiap kelompok

maju kedepan kelas untuk melakukan presentasi tentang hasil diskusinya.

e. Guru memberikan nilai kepada tiap kelompok berdasarkan hasil presentasi

kelompoknya, kemudian memberikan nama kepada tiap kelompok berdasarkan

nilai kelompoknya.

f. Guru membimbing dan memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,

mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang

telah dipelajari. Pada tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan

hal-hal yang masih belum dimengerti.

g. Tahap evaluasi, yaitu guru memberikan kuis (posttest) kepada siswa secara

individual untuk mengetahui sampai sejauh mana siswa mampu memahami

materi yang telah didiskusikan.

h. Evaluasi secara keseluruhan, yaitu guru memberi penghargaan pada tiap

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

30

kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual

dari skor dasar (pretest) ke skor kuis terakhir(posttest).

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh

beberapa peneliti dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI

dan media pembelajaran realistik untuk memecahkan masalah pembelajaran

matematika di Sekolah Dasar. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut dijadikan

sebagai salah satu sumber dan acuan untuk merancang dan mengembangkan

penelitian. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang dianggap relevan

dan menjadi dasar dari penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Agus Budiharto pada tahun (2007) yang

berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas VIII A SMP

Negeri 23 Semarang Pada Pokok Bahasan Lingkaran Dengan Model

Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Team Assisted Individualization

(TAI). Dari serangkaian tindakan mulai siklus I sampai siklus II hasilnya adalah

pada siklus I, persentase keaktifan siswa berhasil ditingkatkan yaitu rata-rata

84,21%, namun hasil tes akhir siklus I gagal khususnya pada aspek pemahaman

konsep ketuntasan secara klasikal adalah 60% dan aspek pemecahan masalah

ketuntasan secara klasikal adalah 40% (batas ketuntasan secara klasikal minimal

75 %). Pada akhir siklus II keaktifan siswa berhasil ditingkatkan yaitu rata-rata

90,90% dan hasil tes akhir siklus II prosentase ketuntasan secara klasikal pada

aspek pemahaman konsep adalah 100%, ketuntasan secara klasikal aspek

penalaran dan komunikasi adalah 75,56 % dan ketuntasan secara klasikal aspek

pemecahan masalah adalah 86,67%. Simpulan yang dapat diambil peneliti dari

PTK ini adalah dengan implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Team

Assisted Individualization pada pokok bahasan lingkaran di kelas VIII A SMP

Negeri 23 Semarang tahun pelajaran 2006/2007, dapat meningkatkan keaktifan

dan hasil belajar siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Aripiyah yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas III SD Negeri Bulakpacing 02

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

31

Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal dalam Materi Pecahan Melalui

Bantuan Alat Peraga Benda Konkret”. Hasil penelitiannya yaitu Pada siklus I

siswa yang tuntas belajar sejumlah 14 siswa (58,3%) dan yang tidak tuntas belajar

sejumlah 10 siswa (41,7%) dengan nilai rata-rata kelas 6,2 dan daya serap 61,7%.

Hasil pada siklus II siswa yang tuntas belajar sejumlah 17 siswa (70,8%) dan yang

tidak tuntas belajar sejumlah 7 siswa (29,2%) dengan nilai rata-rata kelas 7,3 dan

daya serap 73,3%. Sedangkan hasil pada siklus III jumlah siswa yang tuntas

belajar 21 siswa (87,5%) dan yang tidak tuntas belajar sejumlah 3 (12,5%) siswa

dengan nilai rata-rata kelas 8,8 dengan daya serap 87,9%. Karena

sudah memenuhi indikator keberhasilan bahkan sampai melebihi dari nilai yang

peneliti targetkan. Simpulan yang dapat diambil adalah bahwa melalui alat peraga

benda konkret dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi pecahan pada

kelas III SD Negeri Bulakpacing 02 semester I Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten

Tegal tahun pelajaran 2005/2006 dengan tingkat partisipasi siswa yang cukup

menggembirakan serta memacu guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam

mengembangkan model pembelajaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2012) yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Penggunaan Media Lidi

Pada Penjumlahan Bilangan Bulat Pada Siswa Kelas IV Di SD Negeri Banaran

Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil tes awal menunjukan rata-rata hasil

belajar 51,76 dengan prosentase ketuntasan 29,41%. Hasil penelitian ini

menunjukkan rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada pembelajaran

matematika menggunakan media lidi yakni siklus I 65,58 dan siklus II 75,29.

Sedangkan persentase ketuntasan individual yang diperoleh pada setiap siklus

adalah siklus I 76,47% dan siklus II 94.11%. Secara keseluruhan pelaksanaan

pembelajaran dengan menggunakan media lidi, mulai tindakan I dan II

menunjukkan peningkatan baik hasil belajar, maupun pemahaman subjek

penelitian terhadap penjumlahan bilangan bulat. Simpulan dari penelitian ini

adalah bahwa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran

menggunakan media lidi dengan desain Penelitian Tindakan Kelas dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Banaran Kecamatan

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

32

Banyuputih Kabupaten Batang semester 2 tahun ajaran 2011/2012.

Penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas Sekar Dewi (2012) dengan

judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model

Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) Siswa Kelas V SDN Bantir

Candiroto Temanggung Semester 2 Tahun 2011/2012”. Hasil penelitian

menunjukan peningkatan hasil belajar matematika dengan kompetensi dasar

mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dan mengidentifikasi sifat-sifat bangun

ruang melalui model pembelajaran TAI. Hasil perbandingan antar siklus yakni

ketuntasan belajar klasikal pada kondisi pra siklus 12%, skor rata-rata sebesar

69,12, skor maksimal 90 dan skor minimal 50. Pada siklus I ketuntasan belajar

klasikal 60%, dengan skor rata-rata naik menjadi 87,8, skor maksimal 96,1 dan

skor minimal 68,6. Selanjutnya ketuntasan belajar klasikal pada siklus II sebesar

92%, dengan skor rata-rata 90,3, skor maksimal 96,1 dan skor minimal 70,3.

Hasil penelitian ini disarankan untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika

SD dan dikembangkan dalam penelitian yang terkait dengan pendekatan

pembelajaran dan penilaian hasil belajar siswa.

2.3. Kerangka Berpikir

Sudah bukan rahasia lagi bahwa mata pelajaran matematika merupakan

mata pelajaran yang dianggap sulit dan menakutkan. Akhir-akhir ini keluhan

banyak muncul bahwa tidak sedikit siswa yang memandang matematika sebagai

suatu mata pelajaran yang sangat membosankan, menyeramkan, menakutkan

bahkan menjengkelkan. Banyak siswa yang berusaha menghindari mata pelajaran

tersebut. Hal ini jelas berakibat buruk bagi perkembangan pendidikan matematika

yang telah berlangsung selama ini, sehingga berdampak langsung pada hasil

belajar berupa nilai yang masih banyak berada di bawah KKM. Oleh karena itu,

perubahan proses pembelajaran matematika yang menyenangkan harus menjadi

prioritas utama. Hasil empiris di atas jelas merupakan suatu permasalahan yang

merupakan faktor penting dalam mewujudkan tujuan pembelajaran matematika

sesuai yang diamanatkan dalam kurikulum pendidikan matematika.

Untuk mengatasi permasalahan di atas perlu digunakan suatu strategi

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

33

pembelajaran yang dapat mendukung proses pembelajaran matematika yang

menyenangkan dan bukan menyeramkan sehingga dapat meningkatkan motivasi

sekaligus mempermudah pemahaman siswa dalam belajar matematika. Pada

dasarnya, matematika adalah pemecahan masalah, karena itu matematika

sebaiknya diajarkan melalui berbagai masalah yang ada disekitar siswa dengan

memperhatikan usia dan pengalaman yang mungkin dimiliki siswa. Selain itu

untuk menyampaikan materi tersebut perlu juga menggunakan bantuan media

nyata atau realistik, sehingga kesan matematika sebagai mata pelajaran yang sulit

dapat dihilangkan, sehingga memudahkan siswa untuk membayangkan materi

pelajaran.

Konsep matematika merupakan konsep yang banyak dijumpai dalam

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pembelajarannya di sekolah harus relevan

dengan dunia riil siswa sehari-hari. Matematika diperlukan dalam kehidupan

sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-

masalah yang dapat diidentifikasikan.

Model pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran

yang mempunyai arti kegiatan-kegiatan guru selama proses pembelajaran

berlangsung. Semakin tepat memilih metode pembelajaran diharapkan makin

efektif dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu guru perlu memperhatikan dalam

memilih model pembelajaran sehingga jangan sampai keliru dalam menentukan

model pembelajaran yang berakibat kurang efektifnya pembelajaran di kelas.

Pembelajaran kooperatif model TAI merupakan model pembelajaran yang

mempunyai strategi pembelajaran penerapan bimbingan antar teman. Melalui

model ini siswa diajak belajar mandiri, dilatih untuk mengoptimalkan

kemampuannya dalam menganalisis informasi yang dicari, dilatih menjelaskan

hasil kerja kelomponya kepada pihak lain dan dilatih untuk memecahkan

masalah. Melalui model pembelajaran ini siswa diajak berpikir dan memahami

materi pelajaran, tidak hanya mendengar, menerima dan mengingat-ingat saja.

Namun dengan model pembelajaran ini keaktifan, kemandirian dan ketrampilan

siswa dapat dikembangkan, minat siswa dalam menjalani pembelajaran juga

diharapkan dapat meningkat. Sehingga pemahaman materi diharapkan dapat

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8406/2/T1_292011613_BAB II.pdf · Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan

34

dikembangkan dan pada akhirnya akan berdampak langsung pada peningkatan

hasil belajar siswa secara signifikan. Oleh karena itu penulis beranggapan bahwa

model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI) dengan

menggunakan media realistik dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar

matematika siswa kelas 4 khususnya untuk materi sifat-sifat bangun ruang

sederhana dan jaring-jaring bangun ruang sederhana.

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah model

pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan media

realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD Negeri

Sidorejo Kidul 02 Salatiga.